Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nabilla Huda

NPM : 201560411020

Teori Vaksin
Ada tiga pendekatan utama untuk merancang vaksin. Perbedaan terletak pada apakah vaksin
tersebut menggunakan

1. Seluruh virus atau bakteri.


2. Hanya bagian virus atau bakteri yang memicu sistem kekebalan
3. Hanya materi genetik yang memberikan instruksi untuk membuat protein spesifik dan
bukan keseluruhan virus / bakteri.
a. Vaksin tidak aktif
Cara pertama pembuatan vaksin adalah mengambil virus atau bakteri pembawa
penyakit, atau yang sangat mirip dengannya, dan menonaktifkan atau
membunuhnya dengan bahan kimia, panas atau radiasi. Pendekatan ini
menggunakan teknologi yang telah terbukti berhasil pada manusia (cara
pembuatan vaksin flu dan polio) dan vaksin dapat diproduksi dalam skala yang
wajar. Namun, diperlukan fasilitas laboratorium khusus untuk menumbuhkan
virus atau bakteri dengan aman, dapat memiliki waktu produksi yang relatif
lama, dan kemungkinan membutuhkan dua atau tiga dosis untuk diberikan.
b. Vaksin hidup yang dilemahkan
Vaksin hidup yang dilemahkan menggunakan versi virus yang hidup tetapi
dilemahkan atau yang sangat mirip. Vaksin campak, gondok dan rubella (MMR)
dan vaksin cacar air dan herpes zoster adalah contoh dari jenis vaksin ini.
Pendekatan ini menggunakan teknologi yang mirip dengan vaksin yang tidak
aktif dan dapat diproduksi dalam skala besar. Namun, vaksin seperti ini mungkin
tidak cocok untuk orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
c. Vaksin vektor virus
Jenis vaksin ini menggunakan virus yang aman untuk mengirimkan sub-bagian
spesifik mikroba yang diinginkan (disebut protein) sehingga dapat memicu
respon imun tanpa menyebabkan penyakit. Untuk melakukan hal ini, instruksi
untuk membuat bagian tertentu dari patogen yang diinginkan dimasukkan ke
dalam virus yang aman. Virus yang aman kemudian berfungsi sebagai platform
atau vektor untuk mengirimkan protein ke dalam tubuh. Protein inilah yang akan
memicu respon imun. Vaksin Ebola merupakan vaksin vektor virus dan jenis ini
dapat dikembangkan dengan pesat.

Kejadian Pasca Imunisasi

KIPI (Kejadian Pasca Imunisasi) yaitu:

Semua kejadian medis (sakit / kematian) yang tidak diinginkan, yang terjadi setelah
imunisasi, sampai kurun waktu satu bulan setelah imunisasi, diperkirakan sebagai akibat dari
imunisasi, serta tidak selalu memiliki hubungan kausal.
Kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi dapat
berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, kesalahan prosedur, ataupun koinsidens sampai
ditentukan adanya hubungan kausal
Apakah KIPI sama dengan efek samping?

 Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi atau biasa disebut KIPI merupakan kejadian medik
yang diduga berhubungan dengan vaksinasi.
 Berupa reaksi vaksin, kesalahan prosedur, koinsiden, reaksi kecemasan,
atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
 KIPI diklasifikasikan serius apabila kejadian medik akibat setiap
dosis vaksinasi yang diberikan menimbulkan kematian, kebutuhan untuk rawat inap,
dan gejala sisa yang menetap serta mengancam jiwa.
 Klasifikasi serius KIPI tidak berhubungan dengan tingkat keparahan (berat atau
ringan) dari reaksi KIPI yang terjadi

Cara Penyimpanan Vaksin

Vaksin sangat sensitif terhadap beberapa hal, yakni cahaya, panas (suhu), dan proses
pembekuan.

Vaksin yang dibuat dari kuman hidup akan sangat sensitif terhadap cahaya dan panas,
contohnya vaksin campak. Jika terlalu panas, maka kuman dan protein di dalamnya akan
mati.
Sedangkan, pada vaksin tetanus dan pneumokokus misalnya, vaksin ini juga tidak boleh
disimpan terlalu dingin karena cairannya cepat membeku dan tidak efektif lagi.

Intinya, jika salah satu prosedur penyimpanan ada yang keliru, maka efektivitas vaksin akan
menurun bahkan hilang.

Vaksin yang sudah tidak efektif tentu saja tidak bisa melindungi seseorang secara maksimal
dari serangan kuman penyakit.

Lalu, mengganti vaksin yang sudah rusak dan tidak berguna pun membutuhkan biaya yang
mahal. Karena itulah, mesti tidak sampai berubah jadi racun, vaksin wajib disimpan pada
suhu yang benar setiap saat.

Hal yang Mesti Diperhatikan dalam Proses Penyimpanan Vaksin

 Proses penyimpanan vaksin yang benar menjadi tanggung jawab pemerintah dan
fasilitas kesehatan. Beberapa hal yang menjadi perhatian khusus antara lain:
 Suhu penyimpanan harus spesifik. Suhu yang lebih panas dari 2 derajat Celsius
berpotensi merusak vaksin.
 Penyimpanan vaksin menggunakan lemari es medis yang dirancang khusus untuk
menyimpan vaksin. Lemaris es medis bisa mengontrol dan menjaga suhu di kisaran
yang tepat (stabil).
 Sedangkan, lemari es makanan atau bar tidak memberikan tingkat akurasi dan kontrol
yang sama.
 Lemari es medis punya pencatatan 24 jam, ada alarmnya bila suhu berubah akibat
penutup pintu yang tidak kencang atau hal lain, dan ada kuncinya. Sedangkan, lemari
es biasa tidak ada.
 Jadi, vaksin tidak boleh disimpan di dalam kulkas makanan sekali pun menurut orang
awam sudah dingin.
 Meninggalkan vaksin di meja (ceroboh) karena harus disambi dengan pekerjaan lain
juga sangat tidak direkomendasikan. Meski tidak panas, suhu ruang tetap akan
merusak efektivitas vaksin.
 Hindari menyimpan vaksin dalam jumlah berlebih. Dikhawatirkan beberapa vaksin
sisa justru akan kedaluwarsa dan mesti dibuang.
 Fasilitas kesehatan juga harus punya tempat penyimpanan vaksin cadangan yang
sesuai dengan pedoman rencana darurat.

Anda mungkin juga menyukai