1, Juni 2021
Abstract
Gold ore characterization which includes chemical, physical, and mineralogical
properties needs to be carried out to determine gold processing methods and
design parameters as well as tailings processing. This study focuses on discussing
the physical properties of gold ore in the Lebak Gedong area, Lebak, Banten to
support the results of the analysis of the chemical properties of the ore, in particular
to determine the type of gold ore and to determine the optimum grinding time to
achieve the majority grain size of the ore -200 mesh. The analysis carried out for
physical characterization was visual analysis, as well as grain size analysis based
on grinding time, namely 0 hours, 1 hour, 2 hours, 3 hours, and 4 hours. Grain size
analysis was carried out using the ASTM D6913 method and using sieves
measuring 80, 100, 140, and 200 mesh, which were performed manually. Based on
the results of the analysis of the percentage weight of the grain size and the
percentage of retained weight, the optimum grinding time is more than 4 hours with
a size of -200 mesh.
3. LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian berada di daerah Lebak Analisa Data Pengolahan Data
Gedong, Lebak-Banten, dimana lokasi ini berada
dalam wilayah IPR (Ijin Pertambangan Rakyat).
Secara administrasi lokasi penelitian terletak di Gambar 2. Metodologi Penelitian
batas antara Kabupaten Bogor dan Kabupaten 4.1. Studi Literatur
Lebak, tepatnya Kecamatan Lebak Gedong,
Kabupaten Lebak. Secara geografis terletak Kegiatan studi literatur dapat dilakukan
pada lintang selatan 60 38' 56.1" bujur timur 1060 dengan cara mencari dan membaca buku
24' 21.9". Daerah penyelidikan dapat ditempuh (textbook), majalah, makalah, jurnal atau tulisan
dengan cara sebagai berikut: ilmiah lainnya sebagai penunjang dalam analisis
karakteristik secara fisik bijih emas Lebak-Banten
• Diantaranya menggunakan jalur Serpong (TOL untuk mendukung karakterisasi bijih emas dan
Jakarta–Merak), Menuju Rangkasbitung lokasi PESK (Penambangan Emas Skala Kecil).
(DINKES) – Lebak Gedong – Lebak Situ.
Kondisi Jalan Melalui jalan ini sebagian besar 4.2. Akuisisi Data
sedang dalam perbaikan, sebagian jalan beton Pekerjaan akuisisi data dapat didefinisikan
dengan kondisi buruk sekitar 2 Km, menuju sebagai suatu kegiatan yang berfungsi untuk
Rangkasbitung, akses jalan dari Lebak Gedong mengambil, mengumpulkan dan menyiapkan data,
kearah Lokasi desa terdekat dengan Tambang hingga memprosesnya untuk menghasilkan data
dapat ditempuh sekitar 40 menit menggunakan yang dikehendaki. Jenis serta metode yang dipilih
kendaraan roda dua dan roda empat, kondisi pada umumnya bertujuan untuk menyederhanakan
jalan tanah dan berbatu, menuju lokasi setiap langkah yang dilaksanakan pada
penambangan dengan berjalankaki sekitar 200- keseluruhan proses.
500 m. Kegiatan akuisisi data ini dilakukan dengan
• Alternatif lain melalui Jalur Serpong – melakukan pengumpulan data seperti peta dasar
Leuwiliang - Jasinga – Lebak Gedong – Lebak atau peta topografi, peta geologi, dan sebagainya
Situ. Sebagian jalan yang dilalui jalan aspal dan melakukan survey atau kunjungan lapangan
dalam kondisi baik untuk melihat secara langsung kondisi lapangan
mengenai kesampaian daerah, melihat kecocokan
data sekunder dengan lapangan, dan penentuan
batas luasan daerah penelitian yang ditandai
dengan sebaran bijih emas Lebak-Banten. Selain
itu juga dilakukan pengambilan sampel bijih emas
untuk selanjutnya dilakukan analisis, baik analisis
visual, analisis mineralogi, analisis XRD, analisis
XRF.
4.3. Pengolahan Data
Paling tidak ada dua hal yang perlu
dilakukan ketika melakukan pengolahan data: (1)
Data Entry, atau memasukan data dalam proses
Gambar 1. Kesampaian Daerah Kajian tabulasi. (2) Melakukan editing ulang terhadap
data yang telah ditabulasi untuk mencegah
terjadinya kekeliruan memasukan data, atau geomorfologi perbukitan kaki gunung api (4)
kesalahan penempatan dalam kolom maupun Satuan morfologi dataran alluvial.
baris tabel. Kawasan Kubah Bayah atau yang dikenal
Kegiatan pengolahan data ini dilakukan dengan nama Bayah Dome memiliki karakteristik
dengan melakukan perhitungan-perhitungan dan morfologi tersendiri, ditandai oleh perbukitan curan
sortasi terhadap data yang diperoleh dari instansi dan lembah yang terjal dengan bentuk sungai
terkait dan survey lapangan, kemudian disajikan yang sempit. Bentuk morfologi di kawasan ini
dalam bentuk gambar ataupun tabel. Pengolahan meliputi perbukitan G. Hanjawar, Gunung Jaya
data ini meliputi data kondisi geologi, morfologi Sempurna, G. Sanggabuana, G. Malang-Liman
(topografi) dan sebagainya. pada bagian utara serta Gunung Peti pada bagian
Pengolahan data ini juga didasarkan atas selatannya. Salah satu Bukit tertinggi adalah G.
hasil kegiatan pengolahan bijih emas mulai dari Hanjawar, dengan ketinggian diatas 1000 meter
crushing, secondary crushing dan pengayakan diatas permukaan laut.
baik pengayakan secara basah maupun kering. Van Bemmelen (1949), membagi daerah
Jawa Barat menjadi beberapa zona fisiografi
4.4. Analisa Data
berdasarkan morfologi dan sifat tektoniknya
Analisa data merupakan proses paling vital (gambar 3), di antaranya Zona Dataran Pantai
dalam sebuah penelitian. Hal ini berdasarkan Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, Zona
argumentasi bahwa dalam analisa inilah data yang Pegunungan Bayah, dan Zona Pegunungan
diperoleh peneliti bisa diterjemahkan menjadi hasil Selatan Jawa Barat. Zona Dataran Pantai Jakarta
yang sesuai dengan kaidah ilmiah. Maka dari itu, atau disebut juga Zona Dataran Aluvial Jawa Utara
perlu kerja keras, daya kreatifitas dan kemampuan menempati bagian utara Pulau Jawa, yang
intelektual yang tinggi agar mendapat hasil yang memanjang dari barat ke timur, yakni dari Serang
memuaskan. Analisis data berasal dari hasil hingga Cirebon sepanjang 40 km. Daerah ini
pengumpulan data. Sebab data yang telah merupakan hamparan endapan aluvial, endapan
terkumpul, bila tidak dianalisis hanya menjadi pantai, serta aliran lumpur dari gunungapi Kuarter.
barang yang tidak bermakna, tidak berarti, menjadi Zona Bogor terdapat di bagian selatan Zona
data yang mati, data yang tidak berbunyi. Oleh Dataran Pantai Jakarta dan membentang dari
karena itu, analisis data di sini berfungsi untuk barat ke timur, yakni mulai dari Rangkasbitung,
mamberi arti, makna dan nilai yang terkandung Bogor, Subang, Sumedang, dan berakhir di
dalam data itu. Bumiayu, dengan panjang ±40 km. Zona Bandung
Kegiatan analisis data ini dilakukan dengan membentang mulai dari Teluk Pelabuhan Ratu
melakukan perhitungan menggunakan rumus- melalui dataran tinggi Cianjur, Bandung, dan Garut
rumus yang telah ada dan melakukan interpretasi hingga Lembah Sungai Citanduy, dan berakhir di
terhadap hasil perhitungan dengan skala Segara Anakan (Pantai Jawa Tengah). Zona
laboratorium yang ada, guna mendapatkan hasil Pegunungan Bayah menempati sebelah barat
penelitian yang diharapkan. Zona Bandung dan memiliki penyebaran yang
paling kecil, yakni mulai dari Ujung Kulon di
5. GEOLOGI sebelah barat hingga Sukabumi di sebelah timur.
Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat merupakan
5.1. Fisiografi plateau (dataran tinggi) yang berbentuk segitiga,
Daerah Lebak Situ merupakan daerah dengan puncaknya di sekitar Bandung dan
perbukitan yang terletak pada Zona Antiklinorium memanjang dari barat ke timur mulai dari
Bogor dan Zona Gunung Api Kuarter. Secara Pangandaran bagian barat hingga Nusa
morfometri kenampakan fisik daerah Lebak Situ Kambangan bagian timur.
berupa perbukitan bergelombang pada bagian Berdasarkan pembagian zona fisiografi di
Utara dan Tengah, dan semakin ke arah Selatan atas, maka daerah penelitian berada pada Zona
langsung dibatasi oleh gawir terjal. Di bagian Barat Pegunungan Bayah. Menurut van Bemmelen
terdapat bentuk bukit terisolir. Disekitar aliran (1949) Zona Pegunungan Bayah merupakan Zona
sungai utama terlihat dataran yang landai. Bandung yang melebar ke arah barat. Meskipun
Berdasarkan genetika pembentukan bentang alam demikian, evolusi geologi Bayah berlainan dengan
yang mencangkup aspek struktur, proses dan Zona Bandung. Pegunungan Bayah ini dibatasi
tahapan, maka geomorfologi daerah ini dapat oleh Zona Bogor di bagian utara dan Samudera
dibagi menjadi 4 satuan morfologi, yaitu: (1) Indonesia di sebelah selatan.
Satuan geomorfologi perbukitan lipat patahan, (2) Berdasarkan litologi dan pola strukturnya,
Satuan geomorfologi bukit-bukit intrusi, (3) Satuan Bayah Dome (Kubah Bayah) dibagi menjadi tiga
bagian (van Bemmelen, 1949), yakni :
dan disusun oleh elektrum, sfalerit, galena, urat kuarsa kalsedonik hingga halus halus atau
kalkopirit, argentit dengan mineral ’gangue’ kuarsa, berupa urat dalam rakahan batugamping dan
kalsit, rodhokrosit, dan rodonit. “Hosted Rock” kalsit.
Mineralisasi daerah Cikotok dan Cirotan berada Pada dasarnya perhitungan komulatif
pada batuan vulkanik andesit Formasi Andesit Tua prosentase berat lolos dan berat tertahan adalah
dan Formasi Cimapag (Sunarya, 1989). untuk menentukan minimal waktu grinding untuk
Endapan emas di daerah Lebak Situ berasal mencapai fraksinasi ukuran butir -200 mesh.
dari batuan intrusi Miosen yang menerobos batuan Pada awalnya, analisis fraksinasi ini
gunungapi Miosen sehingga mengakibatkan dilakukan secara otomatis menggunakan alat ,
terjadinya mineralisasi emas dalam bentuk urat namun bijih yang sangat halus membentuk lapisan
kuarsa. Tipe endapan emas adalah epitermal padat yang menutup lubang saringan (clogging).
sulfide rendah dengan tipe adularia-serisit. Oleh karena itu, analisis ukuran butir dilakukan
Endapan ini menunjukkan struktur banded yang secara manual.
simetris, dengan breksiasi yang membatasi kontak
dengan batuan samping. Endapan ini terbentuk
pada temperature 2000-2100C pada kedalaman
225-425 meter dibawah paleo surface. Endapan
emas berada pada rehakan tarik (tension gash
fracture) yang terisi larutan hidrotermal pembawa
bijih Au-Ag, membentuk urat kuarsa dan
mengalterasi batuan samping. Rakahan mayor ini
berkembang menjadi syntethic R shear berarah
Utara – Selatan, yang menyebabkan urat
(endapan) tergeruskan (breksiasi). Gambar 5. Sieve shaker manual (kiri) dan susunan
Zona Alterasi hidrotermal pada daerah saringan (kanan)
penelitian secara umum dengan memperhatikan
6.1. Analisis Visual
hasil observasi lapangan menunjukan ada
perbedaan tingkat alterasinya. Hal ini ditunjukan Analisis ini dilakukan dengan mengamati
dengan adanya perbedaan pada pengamatan conto bijih emas (lihat Gambar 5) secara visual.
megaskopis pada singkapan batuan yang terdapat Berdasarkan hasil pengamatan, emas native tidak
pada daerah penyelidikan. Zona alterasi yang tampak sehingga diasumsikan bahwa ukuran
terdapat pada daerah penyelidikan menunjukan emas sangat halus (asumsi ini perlu dikonfirmasi
adanya vein – vein kuarsa dengan ketebalan 1-3 dengan melakukan analisis sayatan tipis pada
Meter. Vein – vein kuarsa ini terbentuk pada kegiatan selanjutnya).
rekahan – rekahan yang diduga sebagai hasil dari
pergerakan struktur geologi pada daerah ini yang
aktif pada jaman miosen. Rekahan – rekahan
berarah hamper Barat – Timur dengan kemiringan
sekitar 70-800.
Berdasarkan pengamatan megaskopis Zona
alterasi dibedakan menjadi sebagai berikut:
• Zona Propilit, dicirikan dengan batuannya yang
berwarna abu-abu hingga kehijauan yang
dicirikan oleh hadirnya mineral klorit (dominan)
yang merupakan ubahan dari massa dasar dan
juga mengisi rongga diantara komponen
mineral atau lubang vesikuler.
• Zona Argilik, dicirikan oleh alterasinya yang
berwarna putih keruh dan ditandai hadirnya
mineral lempung berupa kaolinit dan serisit
serta kuarsa amorf yang berukuran halus.
Kaolinit menggantikan mineral feldspar dan
Gambar 6. Conto bijih emas Daerah Kajian yang
sebagian kecil komponen batuapung.
dianalisis
• Zona silisifikasi, dicirikan oleh hadirnya mineral
kuarsa yang menggantikan sebagian besar Dalam fraksinasi ukuran butir terdapat
karbonat yang berukuran halus, atau sebagai sampel yang lolos dari ukuran mesh diatasnya
yang kemudian tertahan di ukuran mesh
dibawahnya. Dan pada sampel Lebak - Banten Setelah dilakukan karakterisasi fisik bijih
terdapat beberapa fraksinasi ukuran butir, yaitu : emas Lebak-Banten dengan metode grinding
(mulai dari 0 jam hingga 4 jam) dan screening
• sampel yang tertahan di ukuran 60 mesh dan (untuk menghasilkan fraksinasi ukuran butir mulai
lolos ukuran 35 mesh dari -35 mesh hingga -200 mesh) baik basah
• sampel yang tertahan di ukuran 80 mesh dan maupun kering, maka dihasilkan komulatif
lolos ukuran 60 mesh prosentase berat lolos dan tertahan pada masing-
• sampel yang tertahan di ukuran 100 mesh dan masing fraksi tersebut. Berdasarkan hasil
lolos ukuran 80 mesh pengukuran yang telah dilakukan, maka untuk
• sampel yang tertahan di ukuran 140 mesh dan mendapatkan komulatif prosentase berat lolos
lolos ukuran 100 mesh ukuran 200 mesh diatas 70 %, setelah dilakukan
• sampel yang tertahan di ukuran 200 mesh dan grinding selama 4 jam, dimana artinya grinding
lolos ukuran 140 mesh selama 4 jam ini belum mendapatkan komulatif
• sampel yang lolos ukuran 200 mesh prosentase berat lolos ukuran 200 mesh diatas 80
%. Berdasarkan hasil sieve analisis dan analisis
mineralogi serta analisis visual pada bijih emas
Lebak-Banten, karakteristiknya secara geologi
adalah:
• Berada dalam zona alterasi/ubahan argilic
potasic dan keberadaan emasnya dalam urat
kuarsa (epitermal)
• Mineralisasinya yaitu terdapat Q (kuarsa),
kaolin, alunit, klorit, pirit,kalkopirit.
Berikut ini diagram hasil komulatif
prosentase berat lolos (Gambar 8) dan berat
tertahan (Gambar 9) pada fraksinasi ukuran butir
bijih emas Lebak, Banten adalah:
Gambar 7. Hasil Sieve Analisis Sampel Bijih Emas
Daerah Kajian
80.00 77.90
77.54
70.00
65.98
60.00
56.11
50.00 48.68 + 100 mesh
40.00 + 140 mesh
31.96 35.47
30.00 + 200 mesh
25.97
22.65
20.00
13.12
10.00 11.50
9.58
0.00
GRINDING 0 JAM GRINDING 1 JAM GRINDING 2 JAM GRINDING 3 JAM GRINDING 4 JAM
Waktu (jam)
Gambar 8. Diagram Hasil Komulatif Prosentase Berat Lolos Bijih Emas Daerah Kajian
50.00 51.32
+ 100 mesh
43.89
40.00 + 140 mesh
34.02 + 200 mesh
30.00
Waktu (jam)
Gambar 9. Diagram Hasil Komulatif Prosentase Berat Tertahan Bijih Emas Daerah Kajian
Gambar 12. Grafik hasil analisa XRD Bijih Emas Daerah Kajian.
6.4. Analisa XRF lebih luar diikuti pelepasan energi yang berupa
sinar-X (Munasir dkk, 2012).
Analisis menggunakan XRF dilakukan
berdasarkan identifikasi dan pencacahan Tentu saja analisis unsure kimia terhadap
karakteristik sinar-X yang terjadi dari peristiwa sampel akan lebih teliti bila dilakukan dengan
efekfotolistrik. Efekfotolistrik terjadi karena elektron teknik XRF. Dengan XRF dapat dianalisis unsure-
dalam atom target (sampel) terkena berkas unsur apa saja yang membangun material,
berenergi tinggi (radiasi gamma, sinar-X). Bila walaupun unsur ringan tidak teramati. Kelemahan
energi sinar tersebut lebih tinggi dari pada energi dari metode ini adalah tidak dapat mengetahui
ikat elektron dalam orbit K, L, atau M atom target, senyawa apa yang dibentuk oleh unsure-unsur
maka elektron atom target akan keluar dari yang terkandung dalam material, dan tidak dapat
orbitnya. Dengan demikian atom target akan menentukan struktur dari atom yang membentuk
mengalami kekosongan elektron. Kekosongan material tersebut (Juwita, 2003).
elektron ini akan diisi oleh elektron dari orbital yang
Parameter Mo Pd Ag Cd Sb Ba Pt Au Hg Pb Bi Na
Satuan ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm
Lebak Situ-
ND ND 21.8 ND ND 339 ND 25.4 25.7 145 ND 14700
Banten
Berdasarkan hasil analisa XRF menunjukan ditemukan bahwa secara umum batuan
adanya kesesuaian dengan grafik xrd dimana merupakan batuan dengan komposisi utama
adalah mineral kuarsa dengan hadirnya Jurnal Teknik, Volume 2 No.2, Nopemeber
kandungan kuarsa yang mencapai 86%. 2003
Mineral – mineral sulfid1 diduga hadir pada Kamel, NM, Sidqi M, Simarmata JR, Fatimah DY,
batuan dengan teramatinya unsur – unsur sulfur, dan Idrus A, 2017, “Peran Karakteristik
cuprum dan ferrous yang merupakan unsur – Mineralogi Untuk Menentukan Metode
unsur pembentuk mineral – mineral sulfide seperti Pengolahan Emas : Studi Kasus Endapan
kalkopirit dan pirit. Hadirnya arsen pada hasil Urat Epithermal Prospek Randu Kuning,
bacaan XRF menunjukan bahwa pada batuan Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri,
diduga terdapat adanya arsenopirit. Jawa Tengah”, Proceeding Seminar
Endapan emas pada batuan teramati hadir Nasional Kebumian Ke-10, 13-14
sebagai endapan dengan bijih pengotor mineral – September 2017.
mineral perak dan mercuri. Hadirnya unsur – unsur Katili, J.A. dan Koesoemadinata, P., 1962.
mineral ini diinterpretasikan sebagai temperatur “Structural pattern of South Banten and its
pembentukan endapan bijih emas berada pada relation to the ore bearing veins”. Kilatmadju
temperatur yang rendah. Temperatur dapat Koolhoven, W.C.B. (1933), “Geological map of Java”,
mencapai 200o C. scale 1.100.000. Explanation notes to sheet 14
Hadirnya unsur–unsur seperti kalium, (Bayah), 42p. Bandung Geological Research
kalsium, magnesium dan natrium menunjukan and Development Centre.
adanya kecenderungan basa yang cukup kecil, hal Lucas, JM, 1985, “Gold Mineral Facts and
ini dikarenakan kuantitas yang sangat kecil. Problems”, United State Dept of the Interior,
Burreau of Mines Preprint from Bulletin, 675,
7. KESIMPULAN 1–6.
Berdasarkan hasil sieve analisis dan analisis Marsden, J., dan House, I., 2006, “The Chemistry
visual serta analisis mineralogi bijih emas daerah of Gold Extraction”, Colorado: Society for
Lebak Gedong Lebak-Banten, maka dapat Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.
disimpulkan karakteristik geologinya adalah Munasir M, Triwikantoro T, Zainuri M, dan
sebagai berikut: Darminto, D., 2012 “Uji XRD Dan XRF Pada
Bahan Meneral (Batuan Dan Pasir) Sebagai
• Berada dalam zona alterasi/ubahan argilic
Sumber Material Cerdas (CaCO3 dan
potasic dan keberadaan emasnya dalam urat
SiO2),” Jurnal Penelitian Fisika dan
kuarsa (epitermal)
Aplikasinya (JPFA) Vol 2 No 1, Juni 2012
• Mineralisasinya yaitu terdapat Q (kuarsa), ISSN: 2087-9946.
kaolin, alunit, klorit, pirit,kalkopirit.
• Untuk mendapatkan komulatif prosentase berat Sunarya, Y, 1989, “Overview of Gold exploration
lolos ukuran 200 mesh diatas 80%, perlu in Indonesia”, J. Indonesia Association of
dilakukan grinding selama lebih dari 4 jam. Geologist, 12; 345-357.
Undang-Undang Minerba No.4 Tahun 2009,
DAFTAR PUSTAKA “Pengertian Pertambangan”, Pasal 1.
Bemmelen, R. W. Van., 1949, “The Geology of
Indonesia” vol IA General Geology, Martinus
Nijhoff. The Hague, Netherland
Bunaciu A. A., E. Gabriela Udriştioiu, dan H. Y.
Aboul-Eneinm, 2015, “X-Ray Diffraction:
Instrumentation and Applications,” Crit. Rev.
Anal. Chem., vol. 45, no. 4, hlm. 289–299,
Okt 2015.
Gafoer, S, dan Ratman, N, 1989, “Peta geologi
lembar bagian barat”, Badan Geologi, Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Bandung, 1998
Greenwood, NN, and Earnshaw, A., 1989,
“Chemistry of Element”, Pergamon Press,
Singapore.
Juwita L, 2003, “Karakterisasi Material
Menggunakan XRF, XRD, dan SEM-EDX”,