Anda di halaman 1dari 18

UPAYA MENANAMKAN SIKAP ANTI KORUPSI

DI LINGKUNGAN SEKOLAH

Disusun oleh:

1. Laura Viodora
2. Muhammad Yusuf Alfariz
3. Natasya Ananda
4. Rajisten Jovantri Silalahi
5. Shezra Oktadhilla Ramadhani
6. Stevanie Ester Elsadai

SMA NEGERI 2 PANGKALPINANG

PROVNSI KEPULAUAN BANGKA

BELTUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah- Nya,
penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “UPAYA MENANAMKAN SIKAP ANTI
KORUPSI DI LINGKUNGAN SEKOLAH”

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada:


1. Drs. Elfian Noviansjah, selaku Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri
2 Pangkalpinang.
2. Emma Hafiza, S.Pd., selaku wali kelas XII MIPA 5.
3. Ferryansyah, S.Pd, selaku guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
4. Teman-teman yang kami cintai.

Makalah ini memberi tahu tentang bagaimana upaya menanamkan sikap anti korupsi
dilingkungan sekolah. Kami sebagai kelompok 6 dari kelas XII MIPA 5 menyadari masih ada
kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu, kami menerima saran dan kritik demi
perbaikan karya kami. Kami juga berharap semoga makalah ini mampu memengaruhi
pembaca, dapat menambah pengetahuan dan dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Pangkalpinang, 19 Januari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................1


1.1.1 Konteks Korupsi di Indonesia...............................................................................................2

1.1.2 Relevansi Sikap Anti Korupsi di Sekolah.............................................................................2

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................................3

1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................4

2.1 Pengertian Korupsi.....................................................................................................................4

2.2 Faktor-faktor penyebab korupsi.................................................................................................5


2.2.1 Faktor Internal.......................................................................................................................5

2.2.2 Faktor Eksternal....................................................................................................................6

BAB III PEMBAHASAN...................................................................................................................7

3.1 Tingkat Kesadaran Anti Korupsi di Sekolah.............................................................................7

3.2 Peran Dunia Pendidikan Bagi Terciptanya Pemberantasan Korupsi di Indonesia....................8

3.3 Strategi penanaman nilai-nilai anti korupsi pada siswa...........................................................10

BAB IV PENUTUP...........................................................................................................................12

4.1 Kesimpulan..............................................................................................................................12

4.2 Saran........................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................14

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk
luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem
perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan
tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu
aspek kehidupan saja. Korupsi menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi
bangsa dan negara. Meluasnya praktik korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi
ekonomi bangsa, misalnya harga barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk, akses
rakyat terhadap pendidikan dan kesehatan menjadi sulit, keamanan suatu negara terancam,
kerusakan lingkungan hidup,dan citra pemerintahan yang buruk di mata internasional sehingga
menggoyahkan sendisendi kepercayaan pemilik modal asing, krisis ekonomi yang
berkepanjangan, dan negara pun menjadi semakin terperosok dalam kemiskinan.
Korupsi merupakan tantangan serius dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk dunia
pendidikan di Indonesia. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, tetapi
juga memberikan dampak negatif terhadap pembangunan karakter generasi muda. Oleh karena itu,
perlu adanya upaya konkret untuk menanamkan sikap anti korupsi sejak dini, dan lingkungan
sekolah dianggap sebagai tempat strategis untuk mewujudkannya.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh
karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya
pemberantasan korupsi yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan, dan pencegahan,
upaya penindakan dan pencegahan tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh
pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu tidaklah berlebihan
jika mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat yang merupakan pewaris
masa depan diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan
ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan
sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk
dapat berperan aktif siswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk
korupsi dan pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif
mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan
sehari-hari.
1
Upaya pembekalan mahasiswa dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain melalui
kegiatan sosialisasi, kampanye, seminar atau perkuliahan Pendidikan Anti Korupsi bagi
siswa yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi
dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Tujuan jangka
panjangnya adalah menumbuhkan budaya anti korupsi di kalangan mahasiswa dan
mendorong siswa untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Mengacu pada berbagai aspek yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi dapat
dikatakan bahwa penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri pribadi atau individu, sedangkan
faktor eksternal berasal dari lingkungan atau sistem. Upaya pencegahan korupsi pada
dasarnya dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi, kedua
faktor penyebab korupsi tersebut. Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-
nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi itu perlu
diterapkan oleh setiap individu terutama mahasiswa untuk dapat mengatasi faktor eksternal
agar korupsi tidak terjadi.

1.1.1 Konteks Korupsi di Indonesia


Indonesia telah lama dihadapkan pada masalah korupsi yang merajalela. Keberadaannya tidak
hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merusak nilai-nilai moral dalam masyarakat.
Menyusupnya korupsi ke dalam sektor pendidikan mengancam kualitas dan integritas pembelajaran.

1.1.2 Relevansi Sikap Anti Korupsi di Sekolah


Sekolah bukan hanya sebagai tempat untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga sebagai
lembaga yang bertanggung jawab membentuk karakter siswa. Sikap anti korupsi merupakan fondasi
penting dalam pembentukan karakter yang berintegritas dan tangguh di tengah-tengah lingkungan
yang terus berubah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana tingkat kesadaraan anti korupsi di sekolah?
2. Strategi Efektif apa yang Menanamkan Sikap Anti Korupsi?
3. Bagaimana Peran Komunitas dalam Mendorong Sikap Anti Korupsi?

2
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis strategi efektif dalam menanamkan sikap
anti korupsi di lingkungan sekolah. Secara spesifik, tujuan penulisan mencakup:
1. Mengevaluasi tingkat kesadaran anti korupsi di lingkungan sekolah
2. Menganalisis dampak korupsi terhadap proses pendidikan.
3. Menyelidiki strategi konkret dalam menanamkan sikap anti korupsi di kalangan siswa dan
stakeholders sekolah.

1.4 Manfaat Penulisan


Hasil penulisan ini diharapkan memberikan kontribusi positif dalam upaya menekan dampak
korupsi di sektor pendidikan. Manfaat dari penulisan ini antara lain:
1. Menyajikan pemahaman yang lebih mendalam tentang korupsi di lingkungan sekolah.
2. Memberikan ide dan strategi bagi lembaga pendidikan untuk meningkatkan kesadaran anti
korupsi.
3. Menyadarkan masyarakat akan urgensi pendidikan yang bersih dari praktik korupsi untuk
menciptakan generasi yang berintegritas.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Korupsi


Secara harfiah istilah korupsi berarti segala macam perbuatan yang tidak baik, seperti yang
dikatakan andi hamzah sebagaimana di nukil Adami Chazawi korupsi berarti sebagai kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyempangan dari kesucian,
kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Menurut Klitgraard korupsi adalah suatu
tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatanya dalam negara, dimana untuk
memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi (perorangan, keluarga dekat,
atau kelompok), atau melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi.
Pengertian ini dilihat dari perspektif administrasi negara. Sementara itu menurut undang-Undang
nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pdana korupsi, yang termasuk dalam tindak
pidana korupsi adalah setiap orang yang dikatergorikan melawan hukum, melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain. atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dari beberapa
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian korupsi adalah perbuatan yang buruk, seperti
penggelapan uang, penerimaan suap, dan sebagainya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain,atau
korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, yang dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki kepentingan dan kekuasaan.
Dalam hal ini korupsi merupakan suatu tindakan yang sangat tidak terpuji yang dapat merugikan
suatu bangsa dan negara. Ada beberapa istilah terkait dengan jenis-jenis korupsi, yaitu pengertian.
korupsi, kolusi dan nepotisme yang populer dengan sebutan KKN. Kolusi merupakan sikap dan
perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan pemberian
uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusan menjadi lancar. Sementara nepotisme
adalah seriap perbuatan melanggar hukum dengan menguntungkan kepentingan keluarga, sanak
saudara atau teman-teman yang dikenal.

4
2.2 Faktor-faktor penyebab korupsi
Sebagai suatu peristiwa korupsi tidak terjadi begitu saja. Menurrut Chatrina Darul Rosikah
sebagaimana dikutip Asfi Burhan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana
korupsi. Korupsi terjadi disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

2.2.1 Faktor Internal


Faktor internal adalah faktor yang disebabkan oleh keinginan diri pelaku. Faktor internal ini
dapat dijabarkan dalam hal-hal berikut:

a) Sifat kepribadian yang rakus


Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka membutuhkan makan. Korupsi adalah
kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar
untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri
sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus biasanya dilatar belakangi keinginan untuk mendapatkan lebih
dari yang seharusnya ia dapatkan.

b) Lemahnya akhlak dan moral


Setiap anak yang lahir di dunia pasti mendapatakan pelajaran tentang baik dan buruk dalam
perbuatan, baik dari keluarga atau orang tua maupun dari lingkungan. Seseorang yang melakukan
korupsi telah menyimpang dari ajaran moral. Korupsi merupakan perbuatan yang tidak baik, bahkan
dianggap tercela. Oleh sebab itu, orang yang melakukan korupsi dapat dikatakan sebagai orang yang
tidak berakhlak atau tidak bermoral.

c) Gaya hidup yang konsumtif


Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseorang konsumtif. Perilaku
konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akanmembuka peluang
seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu
kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

d) Iman yang lemah


Orang yang imanya lemah sangat rentan terpengaruh hal-hal yang kurang baik. Landasan
agama tiang utama dalam membentengi perilaku seseorang. Apabila iman seseorang kuat
5
niscaya mereka akan terhindar dari praktik-praktik korupsi.

2.2.2 Faktor Eksternal


Merupakan faktor dari luar yang berasaldari situasi lingkungan yang mendukung seseorang
untuk melakukan korupsi. Berikut ini beberapa faktor eksternal penyebab korupsi.

a) Faktor Ekonomi
Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada kemung-kinan
seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang
bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

b) Faktor organisasi
Dalam hal ini, organisasi yang dimaksud memiliki cakupan yang luas, termasuksistem
pengorganisasian lingkungan masyarkat. Oraganisasi yang menjadi korban korupsi atau tempat
korupsiterjadi biasanya memberi andil karena membuka peluang atau kesempatan untuk
melakukan korupsi. Hal ini terjadi karena beberapa aspek diantaranya kurang adanya
keteladanan dari sosok pemimpin, kultur organisasi yang salah, sistem akuntabilitas yang kurang
memadai, dan manajemen yang kurang terarah.

c) Faktor Politik
Politik juga merupakan salah saatu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dilihat dari
instabilitas politik dan kepentingan para pemegang kekuasaan. Kasus suap serta politik uang
juga santer terdengar oleh masyarakat. Persaingan dan kompetisi politik merupakan salah satu
penyebab korupsi, terutama di kalangan para elite politik. Umumnya, desakan kultur dan
struktur korupsi betul-betul terwujud dalam perbuatan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tingkat Kesadaran Anti Korupsi di Sekolah


Dewasa ini Indonesia tengah dihadapkan pada posisi dilematis seputar permasalahan moral
yang tidak kunjung sirna, yaitu korupsi. Korupsi merupakan penyelewengan terhadap wewenang
publik yang timbul karena kurangnya kontrol terhadap kekuasaan yang dimiliki dan terbukanya
kesempatan untuk menyelewengkan kekuasaan tersebut. Hal ini perlu diatasi secara tepat sebagai
wujud kesadaran kita sebagai masyarakat yang masih rindu akan kemakmuran bangsa. Lembaga
pendidikan menjadi salah satu wahana strategis dalam rangka menyuarakan kebaikan serta
membekali generasi muda yang bebas korupsi.
Mengingat semakin beratnya tugas KPK yang saat ini sedang ada pada zona terpuruk dan
besarnya akibat yang disebabkan oleh kasus korupsi tersebut, maka diperlukan suatu sistem yang
mampu menyadarkan semua elemen bangsa untuk sama-sama bergerak memberantas korupsi yang
juga harus didukung penuh oleh semua pihak dalam jajaran pemerintah. Cara yang paling efektif
adalah melalui media pendidikan. Diperlukan sebuah sistem pendidikan antikorupsi yang berisi
tentang sosialisasi bentuk-bentuk korupsi, cara pencegahan dan pelaporan serta pengawasan
terhadap tindak pidana korupsi. Pendidikan seperti ini harus ditanamkan secara terpadu mulai dari
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Pendidikan antikorupsi ini sangat penting bagi perkembangan psikologis siswa. Pola
pendidikan yang sistematik akan mampu membuat siswa mengenal lebih dini hal-hal yang
berkenaan dengan korupsi temasuk sanksi yang akan diterima jika melakukan korupsi. Dengan
begitu, akan tercipta generasi yang sadar dan memahami bahaya korupsi, bentuk-bentuk korupsi dan
tahu akan sanksi yang akan diterima jika melakukan korupsi. Sehingga, masyarakat akan mengawasi
setiap tindak korupsi yang terjadi dan secara bersama memberikan sanksi moral bagi koruptor.
Pendidikan antikorupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan mengurangi korupsi
berupa keseluruhan upaya untuk mendorong generasi mendatang untuk mengembangkan sikap
menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi. Mentalitas antikorupsi ini akan terwujud jika
kita secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk mampu mengidentifkasi berbagai
kelemahan dari sistem nilai yang mereka warisi dan memperbaharui sistem nilai warisan dengan
situasi-situasi yang baru.
Pendidikan antikorupsi melalui jalur pendidikan lebih efektif, karena pendidikan merupakan
proses perubahan sikap mental yang terjadi pada diri seseorang, dan melalui jalur ini lebih tersistem
7
serta mudah terukur, yaitu perubahan perilaku antikorupsi. Perubahan dari sikap membiarkan dan
memaafkan para koruptor ke sikap menolak secara tegas tindakan korupsi, tidak pernah terjadi jika
kita tidak secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk memperbaharui sistem nilai
yang diwarisi untuk menolak korupsi sesuai dengan tuntutan yang muncul dalam setiap tahap
pernjalanan bangsa kita.
Model penyelenggaraan pendidikan antikorupsi bisa diterapkan dengan tiga cara yaitu Model
Terintegrasi dalam Mata Pelajaran, Model di Luar Pembelajaran melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler,
dan Model Pembudayaan atau Pembiasaan Nilai dalam seluruh aktivitas kehidupan siswa. Oleh
karena itu, perlu adanya perubahan baru dalam menyemaikan kebaikan melalui lembaga pendidikan.
Perlu komitmen kuat dan langkah konkrit dalam menanamkan nilai kejujuran pada diri setiap
generasi muda agar terbentuk pribadi mulia, jujur serta bertanggung jawab dengan segala yang
diamanahkan kepada mereka. Dengan demikian, sekolah memiliki tugas besar dalam merealisasikan
hal itu. Semua dapat berjalan sesuai harapan apabila ada peran nyata dari pihak sekolah, dukungan
pemerintah serta partisipasi aktif masyarakat.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikaln antikorupsi ini adalah membuat siswa
mengenal lebih dini hal-hal yang berkenaan dengan korupsi sehingga tercipta generasi yang sadar
dan memahami bahaya korupsi, bentuk-bentuk korupsi, dan mengerti sanksi yang akan diterima jika
melakukan korupsi, serta menciptakan generasi muda bermoral baik serta membangun karakter
teladan agar generasi muda tidak melakukan korupsi sejak dini

3.2 Peran Dunia Pendidikan Bagi Terciptanya Pemberantasan Korupsi di Indonesia


Dunia pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tentang ilmu hukum sesungguhnya
memiliki peran yang sangat strategis dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, bahkan kegagalan
sebuah pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dikatakan sebagai kegagalan dunia pendidikan
tinggi ilmu hukum, mengapa demikian? karena dipandang dari kaca mata penegakan hukum (hukum
pidana), maka penegakan hukum pidana tak terlepas dari sistem dan dalam sistem penegakan hukum
terdiri dari tiga sub sistem, yaitu substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum. Menurut
Lawrence M. Friedman, kultur merupakan komponen yang sangat penting dan menentukan
bekerjanya sistmm hukum, di mana kultur hukum tersebut. merupakan elemen sikap dan nilai
sosial."
Termasuk dalam kultur hukum ini adalah pendidikan yang dapat membentuk karakter seseorang
termasuk penegak hukum, dengan demikian para penegak hukum (hukum pidana) tidak terjebak
pada pemikiran hukum yang sempit yang hanya memahami hukum hanya sekedar teks undang-
8
undang. Melalui pendidikan yang baik diharapkan pula setiap penegak hukum (hukum pidana)
memiliki pemahaman hukum yang baik pula, sehingga dengan pernahaman hukum yang baik akan
menciptakan penegak-penegak hukum yang handal. Menurut Barda Nawawi Arief, peningkatan
kualitas SDM penegak hukum akan menciptakan penegak hukum yang bersih dan berwibawa, yang
jujur dan bermoral, tidak korup dan dapat dipercaya menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan,
peningkatan kualitas pendidikan akan menciptakan penegak-penegak hukum yang al-amin (dapat
dipercaya), karena tidak hanya sekedar memahami hukum homo juridicus, tetapi juga memiliki
etika/moral atau yang disebut dengan "homo etichus". Oleh karena itu, menegakkan wibawa hukum
pada hakikat-nya menegakan nilai kepercayaan di dalam masyarakat. Menegakkan wibawa hukum,
berarti pula menegakkan fungsi dari hukum pidana yang pa da inti hakikatnya fungsi dari hukum
pidana adalah penyelesaian konflik. Hal mana ditegas kan oleh G. Peter Hoefnagles bahwa fungsi
dari hukum pidana adalah penyelesaian konflik.
Penerapan hukum pidana dengan peneka nan, bahwa hukum pidana berfungsi bagi pe nyelesaian
konflik, tentu juga harus didukung oleh kemampuan seorang penegak hukum da lam memahami dan
menganalisa teori-teori hukum pidana yang dapat dijadikan sebagai sebuah landasan dan hal itu
mustahil dapat ditemukan, jika karakter keilmuan seorang penegak hukum masih tergolong lemah
yang pada akhirnya akan menciptakan ketidakmampuan bagi seorang penegak hukum pidana
melakukan te robosan guna terciptanya penegakan hukum pidana yang berkeadilan. Karakter
keilmuan yang kuat juga akan memperteguh karakter seorang penegak hukum pidana untuk selalu
mengarahkan hukum dalam pemenuhan perlindungan hu kum bagi setiap masyarakat tanpa sebuah
kekecualian.
Semua pembentukan perilaku penegak hukum (hukum pidana) tersebut akan terbentuk mana kala
dunia pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan ilmu hukum juga menunjukkan karakternya
yang baik, sebagai sebuah lembaga pendidikan yang jauh dari bentuk tindakan yang koruptif
termasuk di dalam pratik perbuatan curang dan perilaku yang mau disuap, tetapi mencerminkan
sebuah perilaku jujur yang menunjukkan martabatnya yang tinggi. Salah satu bentuk korupsi di
dunia pen- didikan yang harus dihindari adalah tenaga pendidik/pengajar yang dengan sengaja dan
dengan alasan yang tidak dibenarkan oleh hukum (alasan yang bisa diterima oleh hukum misalnya
karena sakit, penelitian, seminar dan tugas negara lainnya serta bencana alam) kemudian
meninggalkan tugas pokoknya yaitu mengajar.
Melalui pengembangan perilaku yang baik dan harus diajarkan, serta dipraktikan, terutama
diperguruan tinggi yang mengajarkan tentang ilmu hukum, maka pemberantasan tindak pidana
korupsi akan dapat diwujudkan secara baik. Hal ini disebabkan, melalui lembaga pen- didikan ilmu
hukum para penegak hukum (hukum pidana) yang merupakan bagian dari sis tem penegakan hukum
9
pidana (struktur hukum) itu dibentuk dan dibekali ilmu yang baik.
Pembekalan Ilmu yang baik, tentu akan menimbulkan dampak yang positif bagi terciptanya iklim
penegakan hukum pidana yang selalu berorientasi pada kepentingan hukum yang luas, yakni
menyangkut kepentingan hukum secara individu maupun kelembagaan (kepentingan umum),
sehingga dengan demikian setiap penegak hukum pidana menyadari bahwa hukum pidana tidak
hanya mengatur perbuatan manusia, tetapi juga mengatur penegak hukum itu sendiri. Barda Nawawi
Arief menjelaskan bahwa sasaran/adresat dari hukum pidana tidak hanya mengatur perbuatan warga
masyarakat pada umumnya, tetapi juga mengatur perbuatan (dalam arti kewenangan/kekuasaan)
penguasa/aparat penegak hukum dan dengan memahami pembatasan/pengaturan oleh hukum pidana
tersebut, para penegak hukum pidana akan mampu menjadi corong kebenaran, bukan sekedar
corong undang-undang.

3.3 Strategi penanaman nilai-nilai anti korupsi pada siswa


Keberhasilan penanaman nilai-nilai anti korupsi dipengaruhi cara penyampaian dan pendekatan
pembelajaran yang dipergunakan. Untuk tidak menambah beban siswa yang sudah cukup berat,
perlu dipikirkan secara matang bagaimana model dan pendekatan yang akan dipilih. Ada tiga model
penyelenggaraan pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi yang dapat dilakukan yaitu:

1. Model Terintegrasi dalam Mata pelajaran.


Penanaman nilai anti korupsi dalam pendidikan anti korupsi juga dapat disampaikan secara
terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Guru dapat memilih nilai-nilai yang akan ditanamkan
melalui materi bahasan mata kuliah. Nilai-nilai anti korupsi dapat ditanamkan melalui beberapa
pokok atau sub pokok bahasan yang berkaitan dengan nilai nilai hidup. Dengan model seperti
ini, guru adalah pengajar pembelajaran anti korupsi tanpa kecuali. Keunggulan model ini adalah
semua guru ikut bertanggungjawab akan penanaman nilai-nilai anti korupsi kepada siswa.
Pemahaman nilai hidup anti korupsi dalam diri mahasiswa tidak melulu bersifat informative-
kognitif, melainkan bersifat terapan pada tiap mata pelajaran.

2. Model di Luar Pembelajaran Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler.


Penanaman nilai antikorupsi dapat ditanamkan melalui kegiatan- kegiatan di luar
pembelajaran misalnya dalam kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan insidental. Penanaman nilai
dengan model ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan
untuk dibahas dan dikupas nilai-nilai hidupnya. Keunggulan model ini adalah siswa benar- benar
mendapat nilai melalui pengalaman pengalaman konkrit. Pengalaman akan lebih tertanam dalam
10
jika dibandingkan sekadar informasi apalagi informasi yang monolog. Siswa lebih terlibat dalam
menggali nilai-nilai hidup dan pembelajaran lebih menggembirakan. Kelemahan model ini
adalah tidak ada struktur yang tetap dalam kerangka pendidikan dan pengajaran di sekolah dan
membutuhkan waktu lebih banyak. Model ini juga menuntut kreativitas dan pemahaman akan
kebutuhan siswa secara mendalam, tidak hanya sekadar acara bersama belaka, dibutuhkan
pendamping yang kompak dan mempunyai persepsi yang sama. Kegiatan semacam ini tidak bisa
hanya diadakan setahun sekali atau dua kali tetapi harus berulang kali.

3. Model Pembudayaan, Pembiasaan Nilai dalam Seluruh Aktifitas dan Suasana Sekolah.
Penanaman nilai-nilai antikorupsi dapat juga ditanamkan melalui pembudayaan dalam
seluruh aktifitas sekolah. Pembudayaan akan menimbulkan suatu pembiasaan. Untuk
menumbuhkan budaya antikorupsi perlu direncanakan suatu budaya dan kegiatan pembiasaan.
Bagi siswa, pembiasaan sangat penting. Karena dengan pembiasaan itulah akhirnya suatu
aktivitas akan menjadi milik mahasiswa di kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan
membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya, pembiasaan yang
buruk akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang buruk pula. Berdasarkan
pembiasaan itulah siswa terbiasa menurut dan taat kepada peraturan-peraturan yang beralaku di
lungkup kampus dan masyarakat, setelah mendapatkan pendidikan pembiasaan yang baik di
kampus pengaruhnya juga terbawa dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan sampai dewasa
nanti. Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah dan juga membutuhkan waktu
yang lama, tetapi sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya. Dalam
rangka mendukung praktek anti korupsi tersebut penanaman nilai-nilai anti korupsi dapat juga
ditanamkan melalui pembudayaan dalam seluruh aktivitas dan suasana kampus.

4. Model Gabungan
Model gabungan berarti menggunakan gabungan antara model terintegrasi dan di luar
pembelajaran secara bersama-sama. Penanaman nilai lewat pengakaran formal terintegrasi bersama
dengan kegiatan di luar. pembelajaran. Model ini dapat dilaksanakan baik dalam kerja sama dengan
tim sekolah maupun dalam kerja sama dengan pihak luar sekolah. Keunggulan model ini adalah
semua guru terlibat dan bahkan dapat dan harus belajar dari pihak luar untuk mengembangkan diri
siswa. Siswa mengenal nilai- nilai hidup untuk membentuk mereka baik secara informative
maupun diperkuat dengan pengalaman melalui kegiatan-kegiatan yang terencana dengan baik.
Kelemahan model ini adalah menuntut keterlibatan banyak pihak dan banyak waktu koordinasi.

11
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di pembahasan dapat disimpulkan bahwa,

1. Membangkitkan semangat nasionalisme masyarakat Muntok


Kedekatan Soekarno dan Mohammad Hatta dengan masyarakat muntok dimanfaatkan dengan baik
untuk menjalankan aktivitas politik Soekarno dan Mohammad Hatta yakni membangkitkan semangat
nasionalisme masyarakat muntok yang pada dasarnya masyarakat muntok telah memiliki jiwa
republiken atau nasionalisme yang tinggi bahkan mereka kerap melakukan pekik merdeka atau
meneriakan kata merdeka.

2. Merumuskan Naskah Diplomasi Kedaulatan Republik Indonesia


Hal yang dilakukan saat pengasingan di Kota Muntok yakni Soekarno dan Mohammad Hatta
merumuskan naskah diplomasi guna mengembalikan kedaulatan RI. Para pemimpin Republik
Indonesia memanfaatkan waktu selama pengasingan di Wisma Ranggam untuk perundingan,
perencanaan dan persipan yang hal tersebut dilakukan oleh Soekarno, Hatta, Mohammad Roem, Ali
Sastroamidjojo bersama dengan wakil dari BFO yang menunjang kedaulatan RI dapat kembali lagi.
Hasil dari pertemuan tersebut yakni Hatta megajukan syarat diplomasi atau perundingan dapat
dilaksanakan dengan dikembalikannya pemerintah RI ke Yogyakarta dan penarikan pasukan Belanda
dari Wilayah RI sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan. Sehingga Soekarno dan Mohammad Hatta
dalam pelaksaannya tanggal 17 April 1949 perundingan tersbut dikenal dengan perundingan Roem
Royen.

3. Diplomasi dalam mengembalikan Kedaulatan Negara Republik Indonesia


Diplomasi tersebut dilakukan dengan berbagai pihak seperti dengan utusan PBB (UNCI). BFO dan
KTN. Diplomasi tersbut dilakukan untuk membantu memulihkan kedaulatan Republik
Indonesia. Diplomasi dengan BFO yang dilakukan di Wisma Ranggam menghasilkan
kesepakatan bahwa Soekarno dan Hatta bersedia menjalin komunikasi dan pertemuan lanjutan
untuk saling bertukar pandangan menyelesaian konflik Indonesia- Belanda.
4.2 Saran
Sehubungan dengan penelitian yang telah penulis lakukan maka penulis menyampaikan
saran-saran diantaranya, sebagai berikut:

12
4.2.1 Bagi Peneliti lain
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengasingan Soekarno dan Mohammad Hatta di Kota Muntok
Kabupaten Bangka Barat tahun 1948-1949, karena masih banyak yang dapat dikaji lebih lanjut agar
memperoleh gambaran yang lebih jelas dan tidak hanya mengenai aktivitas politik Soekarno dan
Mohammad Hatta saat di asingkan di Kota Muntok tahun 1948-1949 dalam mengembalikan kedaulatan
Republik Indonesia tetapi dapat perspetif lain.

4.2.2 Bagi Pembaca


Diharapkan pembaca dapat mengerti tentang pengasingan Soekarno dan Mohammad Hatta di Kota
Muntok Kabupaten Bangka Barat tahun 1948-1949. Dan hasil penelitian ini untuk mengetahui aktivitas
politik Soekarno dan Mohammad Hatta saat di asingkan di Kota Muntok tahun 1948-1949 dalam
mengembalikan kedaulatan Republik Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Edukasi Anti Korupsi. 2023. Mengenal Pengertian Korupsi dan Anti Korupsi.
Diakses di
https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220411-
mengenal-pengertian-korupsi-dan-antikorupsi Pada tanggal 27
Januari 2024.
Anugerah Ayu Sendari. 2023. Faktor Penyebab Korupsi, Lengkap dengan Teori
dan Jenisnya. Diakses di
https://www.liputan6.com/hot/read/5308413/faktor-penyebab-korupsi-
lengkap-dengan-teori-dan-jenisnya. Pada 27 Januari 2024.
Trisna Wulandari. 2022. 16 Faktor Penyebab Korupsi dari Aspek Individu Hingga Organisasi
Diakes di https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5975109/16-faktor-penyebab-
korupsi-dari-aspek-individu-hingga-organisasi Pada 27 Januari 2024.
Humas Undiksha. 2021. Penting Peran Pendidikan dalam Pengembangan Jiwa Anti
Korupsi. Diakses di https://undiksha.ac.id/senacila-ke-2-penting-peran-
pendidikan-dalam-pengembangan-jiwa-antikorupsi. Pada 27 Januari 2024.
Retia Kartika Dewi. 2023. Mengenal 3 Strategi Pemberantasan Korupsi. Diakses di
https://amp.kompas.com/skola/read/2023/09/11/130000169/mengenal-3-strategi-
pemberantasan-korupsi-apa-saja- Pada 27 Januari 2024

14

Anda mungkin juga menyukai