Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“Penyusunan Anggaran Biaya Proyek”

MATA KULIAH MANAJEMEN PROYEK

DISUSUN OLEH:

Fiko Vaisel Sunil Lumempouw 239919990502

Elfrida Nourma Zulfiah 239919990737

A. Malik Mallombasi 239919990696

Muhammad Alaikar Rohman 220810201086

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JEMBER

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah
ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Proyek
yang kami ampu di semester ini.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mendalami konsep, prinsip, serta
praktik terkait dengan anggaran biaya proyek. Dalam makalah ini, kami akan
membahas terkait bagaimana memanajemen biaya, mengestimasi biaya, kriteria
pembuatan anggaran biaya proyek dan studi kasus yang ada di perusahaan.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang pentingnya mempelajari bagaimana anggaran biaya proyek itu dibuat dan
diestimasi dalam mencapai keunggulan kompetitif, serta memberikan panduan praktis
bagi pembaca yang ingin meningkatkan kualitas dari anggaran biaya proyek yang
dibuat.

Terakhir, kami ingin menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah
mendukung dan membantu kami dalam menyusun makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam pemahaman dan penerapan perencanaan
anggaran biaya proyek khususnya di bidang manajemen operasi.

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 Cost Management............................................................................................ 3
2.1.1 Direct Versus In Direct Costs................................................................ 3
2.1.2 Recurring Versus Non Recurring Costs .............................................. 5
2.1.3 Fixed Versus Variable Costs ................................................................. 6
2.1.4 Normal Versus Expedited Costs ........................................................... 7
2.2 Cost Estimation ............................................................................................... 8
2.2.1 Cost Estimation Method ....................................................................... 8
2.2.2 Problems With Cost Estimation ......................................................... 10
2.3 Creating a Project Budget ............................................................................ 12
2.3.1 Top Down Budgeting ........................................................................... 13
2.3.2 Bottom Up Budgeting .......................................................................... 14
2.3.3 Activity Based Costing ......................................................................... 16
2.4 Case study ...................................................................................................... 17
BAB III
PENUTUP .................................................................................................................. 22
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tahap penting dalam rangka pelaksanaan suatu proyek adalah
perhitungan atau perkiraan biaya yang diperlukan untuk pembangunannya. Besar biaya
ini menjadi bahan pertimbangan bagi pemilik bangunan, guna memilih cara atau
alternative pembangunan yang paling efisien. Selain unsur-unsur harga bahan, upah
tenaga, peralatan dan metoda pelaksanaan yang akan menetapkan besar biaya
pembangunan, maka jangka waktu pelaksanaan juga akan sangat berpengaruh. Bahkan
pada proyek-proyek besar ditentukan pula oleh kerjasama antara para pelaku
(teamwork) yang terlibat dalam pembangunan, seperti pemilik bangunan (owner),
perencana, pengawas, dan pelaksana atau kontraktor. Pengelolaan pelaksanaan
sedemikian pada akhir-akhir ini berkembang merupakan obyek bahasa tersendiri dalam
disiplin manajemen proyek

Suatu proyek memerlukan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang teliti


dan baik, serta pemanfaatan suatu proyek dari awal hingga akhir proyek agar berjalan
lancar. Sebaliknya apabila biaya tersebut kurang maka akan terjadi banyak hambatan
untuk menjalankan proyek tersebut, misalnya mutu pekerjaan akan kurang dari standar
yang ditentukan, waktu pekerjaan akan terhambat, dan sebagainya.

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa fungsi perencanaan dan


pengendalian pada manajemen suatu perusahaan sangat berperan di dalam proses
mencapai tujuan. Fungsi perencanaan diperlukan sebagai pedoman untuk menentukan
langkah-langkah apa yang harus dilaksanakan dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Sedangkan fungsi pengendalian diperlukan untuk melihat bagaimana
langkah-langkah yang telah dijalankan agar tidak menyimpang dari perencanaan yang
telah ditentukan. Fungsi perencanaan dan pengendalian yang baik akan dapat
menciptakan efisiensi dalam operasionalnya, untuk itu efisiensi dapat dilaksanakan
dengan pengendalian terhadap biaya-biaya tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana manajemen biaya dalam proyek?
2. Apa yang diperhatikan saat mengestimasi anggaran biaya proyek?
3. Bagaimana penerapan perencanaan anggaran biaya proyek?
4. Bagaimana penerapan anggaran biaya proyek dalam perusahaan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui lebih lanjut terhadap manajemen biaya dalam proyek
2. Mengoptimalkan dalam mengestimasi anggaran biaya proyek
3. Mengetahui penerapan perencanaan anggaran biaya proyek
4. Mengetahui penerapan anggaran biaya proyek dalam perusahaan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Cost Management
2.1.1 Direct Versus In Direct Costs

Direct Costs (Biaya langsung) adalah biaya yang secara jelas ditugaskan pada
aspek proyek yang menghasilkan biaya. Tenaga kerja dan material mungkin
merupakan contoh terbaik. Semua biaya tenaga kerja yang terkait dengan pekerja yang
membangun rumah dianggap sebagai biaya langsung. Namun, beberapa biaya tenaga
kerja mungkin tidak dianggap sebagai biaya langsung proyek. Misalnya, biaya personel
pendukung seperti akuntan biaya proyek atau sumber daya manajemen proyek lainnya
tidak dapat dialokasikan secara langsung, terutama bila tugasnya terdiri dari melayani
atau mengawasi beberapa proyek secara bersamaan. Dalam lingkungan nonproyek
seperti manufaktur, biasanya pekerja ditugaskan pada mesin tertentu yang beroperasi
pada aspek tertentu dari proses fabrikasi atau produksi. Dalam hal ini, biaya tenaga
kerja dibebankan langsung terhadap perintah kerja untuk bagian atau aktivitas tertentu.
Rumus untuk menentukan total biaya tenaga kerja langsung untuk suatu proyek yaitu:

Total biaya tenaga kerja langsung = (Tarif tenaga kerja langsung)(Jumlah jam
tenaga kerja)

Biaya bahan langsung juga relatif mudah untuk dihitung, jika ada pemahaman
yang jelas tentang bahan apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek.
Misalnya, biaya langsung untuk membangun jembatan atau mengadakan jamuan
konferensi untuk 300 tamu dapat diperkirakan dengan cukup akurat. Biaya-biaya ini
dapat diterapkan langsung pada proyek dengan cara yang sistematis; misalnya, semua
pesanan pembelian (PO) proyek dapat dicatat pada saat penerimaan tagihan bahan baku
atau penjualan dan diterapkan pada proyek sebagai biaya langsung.
In Direct Costs (Biaya tidak langsung), umumnya dikaitkan dengan dua fitur:
overhead, dan penjualan dan administrasi umum (terkadang hanya disebut sebagai
Biaya G&A, untuk “Overhead Umum dan Administratif”). Biaya overhead mungkin
merupakan bentuk biaya tidak langsung yang paling umum dan merupakan salah satu
biaya yang lebih rumit untuk diperkirakan. Biaya overhead mencakup semua sumber
bahan tidak langsung, utilitas, pajak, asuransi, properti dan perbaikan, penyusutan
peralatan, serta tunjangan kesehatan dan pensiun bagi angkatan kerja. Biaya umum
yang termasuk dalam kategori penjualan dan administrasi umum meliputi periklanan,
pengiriman, gaji, dukungan penjualan dan kesekretariatan, komisi penjualan, dan biaya
serupa. Menelusuri dan menghubungkan biaya-biaya ini dengan proyek tidak semudah
menerapkan biaya langsung, dan prosedur yang digunakan berbeda-beda di setiap
organisasi.

Beberapa organisasi mengenakan tarif tetap untuk semua biaya overhead,


dibandingkan dengan biaya langsung proyek. Misalnya, beberapa universitas yang
melaksanakan proyek penelitian untuk pemerintah federal menggunakan pengganda
persentase untuk menambahkan biaya administrasi dan overhead tidak langsung ke
dalam proposal. Kisaran yang paling umum untuk tingkat pengganda tidak langsung
adalah dari 20% hingga lebih dari 50% di luar biaya langsung. Perusahaan lain
mengalokasikan biaya tidak langsung proyek demi proyek, berdasarkan analisis
individu. Pendekatan mana pun yang dipilih, penting untuk ditekankan bahwa semua
perkiraan biaya proyek mencakup alokasi biaya langsung dan tidak langsung.

Secara visual, kita dapat merepresentasikan bagaimana seluruh biaya proyek


dibangun ke dalam skema yang menunjukkan harga akhir proyek, yang terdiri dari
berbagai biaya ditambah keuntungan yang diharapkan. Perhatikan bahwa biaya-biaya
ini dipecah menjadi biaya langsung dan tidak langsung (overhead), yang selanjutnya
dipecah menjadi biaya individual terhadap anggaran proyek. Elemen-elemen struktur
biaya proyek yang dianggarkan ini akan dibahas secara lebih rinci di bagian selanjutnya
dari bab ini, namun Gambar dibawah memungkinkan kita melihat bagaimana semua
biaya digabungkan menjadi model penetapan harga proyek.

2.1.2 Recurring Versus Non Recurring Costs

Biaya juga dapat diperiksa berdasarkan frekuensi terjadinya; mereka bisa


berulang atau tidak berulang. Biaya tidak berulang mungkin yang terkait dengan biaya
yang diterapkan satu kali pada awal atau akhir proyek, seperti analisis pemasaran awal,
pelatihan personel, atau layanan penempatan tenaga kerja. Biaya berulang adalah
mereka yang biasanya terus beroperasi selama siklus hidup proyek. Sebagian besar
biaya tenaga kerja, material, logistik, dan penjualan dianggap berulang karena sejumlah
biaya anggaran dikenakan terhadap biaya-biaya tersebut sepanjang sebagian besar
siklus pengembangan proyek. Dalam pengelolaan anggaran dan estimasi biaya, penting
untuk menyoroti biaya berulang dan tidak berulang. Seperti yang akan kita lihat, hal
ini menjadi sangat penting ketika kita mulai mengembangkan anggaran bertahap
waktu-anggaran yang menerapkan jadwal dasar proyek terhadap proyeksi pengeluaran
proyek.
2.1.3 Fixed Versus Variable Costs

Penunjukan alternatif untuk menerapkan biaya proyek adalah dengan


mengidentifikasi biaya tetap dan variabel dalam anggaran proyek. Biaya tetap, sesuai
dengan judulnya, tidak berbeda dalam penggunaannya. Misalnya, ketika menyewa
peralatan modal atau perangkat keras proyek lainnya, harga sewa kemungkinan besar
tidak akan naik atau turun seiring dengan besarnya pemakaian peralatan yang diterima.
Apakah sebuah mesin digunakan selama 5 jam atau 50 jam, biaya sewanya tetap sama.
Ketika memasuki kontrak peralatan dengan suku bunga tetap, keputusan umum bagi
manajer adalah apakah peralatan tersebut akan digunakan secara memadai untuk
membenarkan biayanya. Biaya variabel apakah yang dipercepat atau ditingkatkan
melalui penggunaan; artinya, biaya berbanding lurus dengan tingkat penggunaan.
Misalnya, kita menggunakan peralatan pengeboran yang mahal untuk operasi
penambangan. Peralatan tersebut mengalami penurunan kualitas secara signifikan
karena penggunaan di lokasi geografis yang sulit. Dalam hal ini, biaya variabel mesin
berbanding lurus dengan penggunaannya. Dalam banyak kasus, merupakan hal yang
umum bagi proyek untuk memiliki beberapa biaya yang didasarkan pada tarif tetap dan
biaya lainnya yang bersifat variabel dan dapat mengalami fluktuasi yang signifikan
baik ke atas maupun ke bawah.

2.1.4 Normal Versus Expedited Costs

Biaya biasa mengacu pada biaya-biaya yang terjadi dalam proses rutin
pekerjaan untuk menyelesaikan proyek sesuai jadwal awal yang direncanakan dan
disetujui oleh semua pemangku kepentingan proyek pada awal proyek. Tentu saja,
jadwal yang direncanakan ini mungkin sangat agresif, melibatkan biaya lembur yang
besar untuk memenuhi jadwal yang dipercepat; namun demikian, biaya-biaya ini
didasarkan pada rencana proyek dasar.Biaya yang dipercepat adalah biaya-biaya tak
terencana yang timbul ketika diambil langkah-langkah untuk mempercepat
penyelesaian proyek. Misalnya, proyek terlambat dari jadwal dan keputusan dibuat
untuk “menghentikan” aktivitas proyek tertentu dengan harapan mendapatkan kembali
waktu yang hilang. Diantara jatuh Biaya tersebut dapat berupa penggunaan lembur
yang lebih besar, mempekerjakan pekerja sementara tambahan, membuat kontrak
dengan sumber daya atau organisasi eksternal untuk mendapatkan dukungan, dan
menimbulkan biaya transportasi atau logistik yang lebih tinggi dalam mempercepat
pengiriman material.

Semua metode pengklasifikasian biaya sebelumnya dihubungkan bersama


dalam Tabel dibawah. Di baris atas terdapat berbagai skema klasifikasi, berdasarkan
jenis biaya, frekuensi, penyesuaian, dan jadwal. Kolom sebelah kiri menunjukkan
beberapa contoh biaya yang dikeluarkan dalam pengembangan suatu proyek. Di sini
kita melihat bagaimana biaya biasanya berhubungan dengan beberapa skema
klasifikasi; misalnya tenaga kerja langsung dipandang sebagai biaya langsung yang
juga berulang, tetap, dan normal. Sebaliknya, sewa gedung dapat diklasifikasikan
sebagai biaya tidak langsung (overhead) yang berulang, tetap, dan normal. Dengan cara
ini, sebagian besar biaya proyek dapat diterapkan ke beberapa klasifikasi.
2.2 Cost Estimation
2.2.1 Cost Estimation Method

Dalam melakukan estimasi biaya proyek, perusahaan dapat menggunakan


beberapa metode, sebagai berikut:

1. Estimasi kasar

Estimasi ini disebut juga estimasi kira-kira yang biaya digunakan oleh
perusahaan ketika informasi atau waktu yang terbatas untuk menyusun estimasi
biaya yang dibutuhkan. Sebagai contoh ketika seorang client mengajukan RFQ
(Request for Quotation) atau permintaan penawaran kepada perusahaan,
manajemen harus memiliki tindakan cepat untuk membuat rancangan biaya
produksi yang sesuai atau tidak lebih dari besaran anggaran yang sudah tertera
dalam RFQ client tersebut. Manajemen dan tim akan membuat rancangan biaya
produksi dengan estimasi kasar untuk secepatnya mengirimkan kepada client,
lalu menunggu keputusan dari client tersebut.

2. Estimasi perbandingan

Estimasi perbandingan adalah cara untuk memperkirakan biaya proyek dengan


menggunakan data historis dari proyek-proyek serupa sebagai referensi.
Sebagai contoh, Boeing Corporation menggunakan proses yang disebut
estimasi parametrik. Dalam proses ini, manajer mengambil pekerjaan lama dan
menyesuaikannya dengan kondisi saat ini, seperti inflasi dan kenaikan biaya
tenaga kerja serta bahan baku. Dengan melakukan ini dengan hati-hati, Boeing
dapat membuat perkiraan biaya yang sangat akurat untuk proyek-proyek baru,
seperti pengembangan pesawat terbaru.

3. Estimasi kelayakan

Estimasi kelayakan didasarkan pada angka atau data yang diperoleh setelah
selesai desain awal proyek. Setelah pengembangan ruang lingkup awal, kita
dapat meminta penawaran dari pemasok dan subkontraktor dengan lebih
percaya diri. Estimasi ini sering digunakan untuk proyek konstruksi, di mana
terdapat tabel biaya bahan baku yang dapat memberikan perkiraan biaya yang
cukup akurat berdasarkan jumlah yang dibutuhkan. Karena estimasi ini
dilakukan lebih dalam siklus hidup proyek, tingkat akurasinya biasanya sekitar
10%.

4. Estimasi definitif

Estimasi definitif hanya diberikan setelah sebagian besar pekerjaan desain


selesai, saat ruang lingkup dan kemampuan proyek sudah jelas. Pada titik ini,
semua pesanan pembelian utama telah diajukan berdasarkan harga yang sudah
diketahui, spesifikasi proyek sudah terdefinisi dengan baik, dan langkah-
langkah untuk menyelesaikan proyek sudah diputuskan dengan rencana yang
lengkap. Karena estimasi biaya seharusnya lebih akurat seiring berjalannya
waktu dan semakin banyaknya informasi yang tersedia, estimasi definitif
seharusnya mencerminkan biaya yang diharapkan dari proyek, kecuali dalam
keadaan tak terduga saat penyelesaian. Oleh karena itu, estimasi definitif dapat
diharapkan memiliki tingkat akurasi sekitar 5%. Pekerjaan yang baik dalam
memperkirakan biaya penting untuk mempertahankan margin keuntungan yang
dijanjikan, terutama dalam proyek dengan margin keuntungan tipis seperti
kontrak biaya tetap.
2.2.2 Problems With Cost Estimation

Dalam perencanaan dan estimasi biaya proyek ini berbagai masalah akan terjadi
dan mempengaruhi kemampuan manajemen untuk melakukan perkiraan biaya proyek
yang masuk akan dan akurat. Terkadang proyek-proyek yang secara tradisional
dianggap sangat terstruktur dapat rentan mengalami pembengkakan biaya. Diantara
alasan pembengkakan biaya ini adalah

1. Estimasi awal yang rendah

Estimasi biaya awal yang rendah terkadang disebabkan oleh manajemen proyek
yang berpikiran manajemen puncak tidak akan mendanai proyek yang terlalu
mahal. Budaya perusahaan yang menghargai perkiraan biaya yang terlalu
rendah juga akan menyebabkan pembengkakan biaya yang besar di kemudian
hari. Manajemen proyek berpikiran agar setiap proyek yang diajukan dapat
secara mudah disetujui oleh manajemen puncak, manajemen proyek akan
meminimalkan biaya estimasi awal agar proyeknya didanai, lalu terus menerus
mengajukan biaya tambahan seiring berjalannya proyek sehingga
menyebabkan pembengkakan yang sangat besar dibandingkan dengan estimasi
biaya awal.

2. Kesulitan teknis yang tidak terduga

Masalah yang umum terjadi saat estimasi biaya awal ini terkait dengan asumsi
dalam setiap kegiatan proyek akan terjadi masalah teknis yang minimal dan
kurang melihat faktor lain yang menyebabkan masalah teknis ini. Dengan
kurang mempertimbangkannya masalah teknis jangka panjang dan
meminimalkan biaya untuk penanganan masalah teknis ini akan menyebabnya
lebih besarnya biaya penanganan akibat masalah teknis ini dibandingkan
dengan estimasi alokasi biaya awal yang diminimalkan.

3. Rancangan awal proyek yang kurang matang


Kurangnya pengembangan awal yang baik dalam ruang lingkup sering kali
menghasilkan proyek dengan tujuan yang tidak jelas. Ini dapat menyebabkan
perkiraan biaya yang tidak akurat dan peningkatan biaya yang tak terhindarkan.
Penting untuk memastikan bahwa estimasi biaya mengikuti pernyataan ruang
lingkup yang komprehensif. Kesalahan dalam langkah awal dapat membuat
upaya memperkirakan biaya proyek menjadi tidak efektif.

4. Perubahan spesifikasi atau fitur dalam proyek

Salah satu tantangan dalam mengestimasi dan mengendalikan biaya proyek


adalah perubahan spesifikasi di tengah jalan, yang sering disebut sebagai
"scope creep." Ini sering terjadi dalam proyek teknologi informasi, di mana
permintaan fitur tambahan dan perubahan besar seringkali muncul saat proyek
sedang berjalan dan contoh lain di proyek bangunan rumah dimana terdapat
penambahan ruang atau tambahan seperti kolam renang yang mengakibatkan
proyek sering melebihi perkiraan biaya awal dan berakibat pada jadwal yang
telah direncanakan.

5. Faktor eksternal

Inflasi dan faktor ekonomi lainnya bisa membuat biaya proyek melebihi
perkiraan semula, terkadang dengan dampak yang signifikan. Misalnya saja,
ketika terjadi krisis keuangan atau kekurangan bahan baku yang tidak terduga
di seluruh dunia, perkiraan biaya yang dibuat tanpa memperhitungkan
kekhawatiran tersebut akan segera menjadi perdebatan. Maka dari itu penting
bagi manajemen proyek menganalisis kemungkinan-kemungkinan faktor
eksternal yang akan terjadi untuk meminimalisir dampak buruk terhadap
proyek yang direncanakan.
2.3 Creating a Project Budget
Proses pengembangan anggaran proyek merupakan perpaduan yang menarik
antara estimasi, analisis, intuisi, dan pekerjaan berulang. Tujuan utama anggaran
adalah kebutuhan untuk mendukung dan bukannya bertentangan dengan tujuan proyek
dan organisasi. Anggaran rencana yang mengidentifikasi sumber daya yang
dialokasikan, tujuan proyek, dan jadwal yang memungkinkan organisasi mencapai
tujuan tersebut. Penganggaran yang efektif selalu berupaya mengintegrasikan tujuan
tingkat perusahaan dengan tujuan spesifik departemen tujuan, persyaratan jangka
pendek dengan rencana jangka panjang, dan misi strategis yang lebih luas dengan isu-
isu ringkas dan berdasarkan kebutuhan. Anggaran yang berguna dikembangkan
melalui komunikasi intensif dengan semua pihak terkait dan dikumpulkan dari
berbagai sumber data. Mungkin yang paling penting, anggaran proyek dan jadwal
proyek harus dibuat secara bersamaan, karena anggaran secara efektif menentukan
apakah pencapaian proyek dapat dicapai.

Beberapa isu penting masuk ke dalam pembuatan anggaran proyek, termasuk


proses dimana tim proyek dan organisasi mengumpulkan data untuk perkiraan biaya,
proyeksi anggaran, arus kas pendapatan dan pengeluaran, dan aliran pendapatan yang
diharapkan. Metode pengumpulan dan alokasi data dapat sangat bervariasi antar
organisasi; beberapa perusahaan proyek mengandalkan alokasi pendapatan dan
pengeluaran yang lurus dan linier tanpa memberikan waktu, sementara yang lain
menggunakan sistem yang lebih canggih. Cara pengumpulan dan interpretasi data
biaya terutama bergantung pada apakah perusahaan menerapkan prosedur
penganggaran top-down atau bottom-up. Pendekatan-pendekatan ini melibatkan
metode-metode yang sangat berbeda dalam mengumpulkan informasi anggaran proyek
yang relevan, dan berpotensi memberikan hasil yang sangat berbeda.
2.3.1 Top Down Budgeting

Penganggaran dari atas ke bawah (Top Down Budgeting) memerlukan


masukan langsung dari manajemen puncak organisasi. Intinya, pendekatan ini
berupaya untuk terlebih dahulu memastikan pendapat dan pengalaman manajemen
puncak mengenai perkiraan biaya proyek.

Pada top down budgeting, top management akan menginformasikan rencana


apa yang akan mereka lakukan bersamaan dengan budget yang mengikuti mereka.
Perencanaan tersebut dituangkan ke dalam key targets yang sudah diatur dan akan
dibagikan kepada manajemen di bawah top management tersebut. Pada bagian ini,
alurnya akan dari top management ke middle level management dan sampai kepada
lower level management. Asumsinya adalah bahwa manajemen puncak berpengalaman
dengan proyek-proyek masa lalu dan mampu memberikan umpan balik yang akurat
dan memperkirakan biaya untuk proyek-proyek masa depan. Mereka mengambil
langkah pertama dalam memperkirakan biaya keseluruhan suatu proyek dan paket
pekerjaan utamanya. Proyeksi ini kemudian diturunkan secara hierarki ke tingkat
departemen fungsional berikutnya di mana informasi tambahan yang lebih spesifik
dikumpulkan. Pada setiap tingkat hierarki, proyek dipecah menjadi bagian-bagian yang
lebih rinci, hingga personel proyek yang akan melaksanakan pekerjaan pada akhirnya
memberikan masukan mengenai biaya tertentu berdasarkan tugas per tugas.
Pendekatan ini dapat menciptakan sejumlah gesekan dalam organisasi, baik
antara tingkat atas dan bawah dan juga antara manajer tingkat bawah yang bersaing
untuk mendapatkan uang anggaran. Ketika manajemen puncak menetapkan anggaran
keseluruhan di awal, mereka pada dasarnya mempertaruhkan segalanya dan berkata,
“Hanya ini yang bersedia kami keluarkan.” Oleh karena itu, seluruh tingkat proses
penganggaran harus membuat perkiraan nya sesuai dengan konteks keseluruhan
anggaran yang telah ditetapkan sejak awal. Proses ini tentu saja mengarah pada
perebutan fungsi-fungsi yang berbeda ketika mereka berupaya membagi kue anggaran
menjadi sebuah permainan yang tidak menguntungkan semakin banyak uang anggaran
yang diterima oleh rekayasa, semakin sedikit dana yang digunakan untuk pengadaan.

Sisi positifnya, penelitian menunjukkan bahwa perkiraan biaya proyek oleh


manajemen puncak seringkali cukup akurat, setidaknya secara keseluruhan.
Menggunakan angka ini sebagai dasar untuk menelusuri penetapan biaya pada paket
pekerjaan dan tugas individu memberikan pemahaman yang penting mengenai disiplin
anggaran dan pengendalian biaya. Misalnya, kontraktor bangunan yang akan
mengadakan kontrak untuk mengembangkan pusat konvensi seringkali memiliki
pengetahuan yang cukup untuk menilai biaya konstruksi dengan akurasi yang wajar,
dengan memberikan informasi yang memadai tentang fitur bangunan, lokasinya, dan
hambatan bangunan atau kendala lokasi kerja yang diketahui. Semua subkontraktor
dan anggota tim proyek kemudian harus mengembangkan anggaran mereka sendiri
berdasarkan kontrak top-down secara keseluruhan.

2.3.2 Bottom Up Budgeting

Penganggaran bottom-up menggunakan pendekatan yang sangat berbeda


dibandingkan metode top-down. Itu penganggaran dari bawah ke atas. Pendekatan ini
dimulai secara induktif dari struktur rincian kerja untuk menerapkan biaya langsung
dan tidak langsung pada aktivitas proyek. Jumlah total biaya yang terkait dengan
masing-masing aktivitas kemudian dikumpulkan, pertama pada tingkat paket
pekerjaan, kemudian pada tingkat penyerahan, yang pada titik ini seluruh anggaran
tugas digabungkan. Kemudian jumlah anggaran paket pekerjaan dikumpulkan untuk
menghasilkan anggaran proyek secara keseluruhan.

Dalam pendekatan penganggaran ini, setiap manajer proyek diharuskan


menyiapkan anggaran proyek yang mengidentifikasi kegiatan proyek dan menentukan
dana yang diminta untuk mendukung tugas-tugas tersebut. Dengan menggunakan
permintaan anggaran tingkat pertama ini, para manajer fungsional mengembangkan
anggaran mereka sendiri yang terdokumentasi dengan cermat, dengan
mempertimbangkan persyaratan proyek perusahaan dan kebutuhan departemen mereka
sendiri. Informasi ini akhirnya diteruskan ke manajer puncak, yang melakukan
penggabungan dan penyederhanaan untuk menghilangkan tumpang tindih atau
penghitungan ganda. Mereka kemudian bertanggung jawab untuk membuat anggaran
induk akhir untuk organisasi.

Penganggaran bottom-up menekankan perlunya membuat rencana proyek yang


rinci, khususnya Struktur Perincian Kerja, sebagai langkah awal dalam alokasi
anggaran. Hal ini juga memfasilitasi koordinasi antara manajer proyek dan kepala
departemen fungsional dan, karena menekankan penciptaan anggaran yang unik untuk
setiap proyek, hal ini memungkinkan manajer puncak mempunyai pandangan yang
jelas untuk menentukan prioritas di antara proyek-proyek yang bersaing untuk
mendapatkan sumber daya. Di sisi lain, kelemahan penganggaran bottom-up adalah
bahwa hal ini mengurangi kendali manajemen puncak terhadap proses anggaran
menjadi pengawasan dan bukan inisiasi langsung, yang dapat menyebabkan perbedaan
signifikan antara perhatian strategis mereka dan aktivitas tingkat operasional dalam
penganggaran. organisasi. Selain itu, penyesuaian yang sering kali menyertai
penganggaran bottom-up dapat memakan waktu karena manajer tingkat atas
melakukan penyesuaian dan manajer tingkat bawah mengirimkan kembali jumlah
anggaran mereka hingga anggaran yang dapat diterima tercapai.

2.3.3 Activity Based Costing

Sebagian besar anggaran proyek menggunakan beberapa bentuk penetapan


biaya berdasarkan aktivitas.Penetapan biaya berdasarkan aktivitas adalah metode
penganggaran yang membebankan biaya terlebih dahulu pada aktivitas dan kemudian
pada proyek berdasarkan penggunaan sumber daya pada setiap proyek. Ingatlah bahwa
aktivitas proyek adalah tugas terpisah apa pun yang dilakukan tim proyek untuk
membuat atau melaksanakan proyek. Oleh karena itu, penetapan biaya berdasarkan
aktivitas didasarkan pada gagasan bahwa proyek mengkonsumsi aktivitas dan aktivitas
mengkonsumsi sumber daya.

Penetapan biaya berdasarkan aktivitas terdiri dari empat langkah:

1. Identifikasi aktivitas yang menggunakan sumber daya dan pembebanan biaya


pada aktivitas tersebut, seperti yang dilakukan dalam proses penganggaran
bottom-up.
2. Identifikasi pemicu biaya yang terkait dengan aktivitas tersebut. Sumber daya
dalam bentuk personel dan material proyek merupakan penggerak biaya utama.
3. Hitung tingkat biaya per unit penggerak biaya atau transaksi. Tenaga kerja,
misalnya, biasanya hanyalah biaya tenaga kerja per jam.
4. Tetapkan biaya ke proyek dengan mengalikan tarif pemicu biaya dikalikan
volume unit pemicu biaya yang dikonsumsi oleh proyek. Misalnya, asumsikan
biaya seorang pemrogram perangkat lunak senior\
2.4 Case study
Profil Perusahaan

Sejarah Singkat PT. Griya Sentosa Property PT. Griya Sentosa Property
adalah perusahaan yang bergerak di bidang biro jasa bangunan termasuk real estate &
property, berkedudukan di kompleks pertokoan Jayeng Kusuma Centre blok A no.1
Tulungagung.

Visi dan Misi PT. Griya Sentosa Property

Visi :

Menjadi pemimpin dalam bidang Developer dan Kontraktor, PT. Griya Sentosa
Property bekerja untuk mendapat pengakuan sebagai “Mitra kerja yang terpercaya”
untuk mewujudkan kenyamanan rumah impian Anda menjadi nyata dan menambah
nilai investasi Anda.

Misi :

Dengan tujuan untuk membangun rumah impian dan menambah nilai investasi
Anda, PT. Griya Sentosa Property membangun dengan komitmen dan inovatif
sehingga Anda akan puas dengan hasil kerja kami. Kepercayaan yang telah Anda
berikan menjadi prioritas kami untuk menjalin hubungan yang kekeluargaan untuk
mencapai keselarasan tujuan konsumen dan perusahaan.

Profil dan Definisi Objek Penelitian

Profil Proyek Griya Mustika 7

Proyek perumahan “ Griya Mustika 7” terletak di Desa Batangsaren


Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung Provinsi Jawa Timur.

Analisis Anggaran dan Realisasi Biaya Proyek


Jenis Biaya Anggaran Realisasi Selisih

Favorable Unfarovable

Material Rp. Rp. Rp. -


Langsung 1.356.384.000, 1.212.654.125,00 143.729.875,00
00

Tenaga Kerja Rp. Rp. Rp. 59.162.500,00 -


Langsung 440.212.500,00 381.050.000,00

Biaya Rp. Rp. - Rp. 4.178.800


Overhead 159.700.000,00 163.878.000,00

Total 1.956.296.500, Rp. 1.757.125,00 Rp. Rp. 4.178.800


00 202.892.375,00

Analisis Varian Biaya Material Langsung (Bahan Baku)

Rumus yang digunakan untuk menghitung varian harga bahan baku dan varian
kuantitas bahan baku, yaitu:

SHBB = (HA – HS) KA

Di mana,

SHBB = Selisih Harga Bahan Baku


HA = Harga Aktual per unit

HS = Harga Standar per unit

KA = Kuantitas Aktual bahan baku yang digunakan

SKBB = (KA – KS) HS

Di mana,

SKBB = Selisih Kuantitas Bahan Baku

KA = Kuantitas Aktual Bahan Baku yang Digunakan

KS = Kuantitas Standar bahan baku yang diperbolehkan

HS = Harga Standar per unit

Selisih yang tidak menguntungkan ini terjadi karena adanya harga bahan baku
aktual lebih besar dari yang dianggarkan. Adanya selisih tersebut menunjukkan bahwa
perusahaan, khususnya staff logistik harus secara cermat melakukan analisis harga
pasar atau mengamati perkembangan harga yang dianggap paling layak dalam
menentukan harga standar pembelian bahan baku. Hal ini disebabkan juga oleh
kuantitas pemakaian aktual (sesungguhnya) lebih besar dari pada kuantitas pemakaian
yang dianggarkan. hal ini terjadi karena adanya pemborosan pemakaian bahan baku
yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Untuk mengatasi hal itu, maka sebaiknya pihak
manajemen proyek harus berusaha untuk mengamati pelaksanaan proyek secara terus
menerus dan lebih cermat agar pemborosan yang terjadi dapat ditekan. Analisis Varian
Biaya Tenaga Kerja Langsung. Rumus yang digunakan untuk menghitung varian tarif
tenaga kerja dan varian efisiensi tenaga kerja, yaitu:

STTK = (TA – TS) JA

Di mana,
STTK = Selisih Tarif Tenaga Kerja

TA = Tarif Aktual

TS = Tarif Standar

JA = Jam Kerja Aktual yang Digunakan

SETK = (JA – JS) TS

Di mana,

SETK = Selisih Efisiensi Tenaga Kerja

JA = Jam Kerja Aktual

JS = Jam Kerja Standar yang seharusnya digunakan

TS = Tarif Standar jam kerja

Hal ini disebabkan oleh dana realisasi lebih besar dari pada dana yang
dianggarkan. Karena adanya pemborosan pemakaian bahan baku yang sebenarnya
tidak perlu terjadi. Untuk mengatasi hal itu, maka sebaiknya pihak manajemen proyek
harus berusaha untuk mengamati pelaksanaan proyek secara terus menerus dan lebih
cermat agar pemborosan yang terjadi dapat ditekan.

Untuk membangun suatu proyek salah satu hal yang harus dilakukan adalah
dengan adanya perencanaan yang mengarahkan tujuan dan sasaran perusahaan yang
ingin dicapai. Dalam proyek ini, rencana anggaran biaya (RAB) proyek sebagai alat
pengendalian dilakukan dengan membandingkan antara apa yang tertuang dalam
anggaran dengan apa yang telah dicapai atau realisasi. Selanjutnya ditemukan
penyebab terjadinya penyimpangan sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengelolaan biaya proyek membutuhkan pemahaman tentang berbagai jenis
biaya, metode estimasi biaya, dan proses pengembangan anggaran. Dalam estimasi
biaya, metode seperti estimasi kasar, perbandingan, kelayakan, dan definitif digunakan,
tetapi masalah seperti estimasi awal yang rendah dan perubahan spesifikasi dapat
memengaruhi akurasi. Proses pengembangan anggaran melibatkan pendekatan top-
down dan bottom-up, serta penggunaan metode berbasis aktivitas. Dengan pemahaman
ini, manajer proyek dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam mengelola
anggaran proyek.

Dengan demikian, kesimpulan utama adalah bahwa pengelolaan biaya proyek


memerlukan pemahaman yang menyeluruh tentang jenis biaya, metode estimasi biaya,
dan proses pengembangan anggaran. Dengan pemahaman yang baik tentang semua ini,
manajer proyek dapat membuat keputusan yang lebih baik dan mengelola anggaran
proyek secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati Titiek dan M. Jihadi. 2003. Anggaran Perusahaan. cetakan pertama.
Malang : UNM,Press.

Adrian Hartanto Darma Sanputra, 2015. Analisis Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Proyek Sebagai Alat Perencanaan Dan Pengendalian Biaya pada PT. Griya
Sentosa Property. Fakuktas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai