Anda di halaman 1dari 15

Al-Faqr dalam Konsep Tasawuf

Disusun untuk memenuhi UTS mata kuliah Akhlak dan Tasawuf

Dosen Pengampu:

Drs. Muhammad yusuf, M.SI.


19600207 199403 1 001

Disusun Oleh:
Savina Salsabila
22105030056

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‘alamin, Terimakasih kepada Allah yang telah


melimpakan rahmat serta hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “AL-FAQR
DALAM KONSEP TASAWUF” ini bisa tersusun sampai selesai, tak lupa saya
ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu yakni bapak Drs. Muhammad yusuf,
M.SI. yang telah membantu mengantarkan saya sampai pada saat ini dalam dunia
perkuliahan Akhlak dan Tasawuf.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini bisa memberi manfaat dan
menambah wawasan bagi penulis dan pembaca, bahkan penulis juga berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa menjadi manfaat bukan hanya sebagai teori tetapi
juga bermanfaat pada praktik keseharian dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi saya sebagai penyusun makalah ini merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman penulis, untuk itu saya sangat mengharapkan adanya pengembangan,
kritik dan saran untuk membangun kesempurnaan ilmu makalah ini.

Yogyakarta, 6 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................3

BAB I............................................................................................................................4

A. Latar Belakang...................................................................................................4

BAB II..........................................................................................................................5

A. Pengertian Faqr..................................................................................................5

B. Al Faqr dalam Pemahaman Tasawuf.................................................................7

C. Klasifikasi Faqr................................................................................................11

BAB III......................................................................................................................12

A. Kesimpulan......................................................................................................12

B. Saran................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf merupakan suatu cara untuk mensucikan diri,
meningkatkan kualitas diri dengan akhlak yang baik, membangun kehidupan
jasmani dan rohani untuk mencapai kehidupan yang abadi dengan
mendekatkan diri pada sesuatu yang abadi. Unsur utama dari tasawuf adalah
kesucian diri yang kemudian dikaitkan dengan kebahagiaan dan keselamatan
diri untuk tujuan akhirnya. Tasawuf merupakan cara langsung dalam berbuat
bukan hanya dalil semata, para sufi mengatakan demikian karena sesuai
dengan pengalaman yang mereka alami masing-masing, dengan melihat
langsung bahwa dengan tasawuf yakni dengan penyucian rohani yang tak
mudah akan membuahkan banyak turunnya karunia Allah pada para sufi
tersebut.
Dalam memenuhi tujuan tasawuf, tasawuf sendiri memiliki
maqam. Maqamat dalam bahasa Arab berarti tempat berdiri atau pangkal
mulia. Arti ini kemudian digunakan untuk arti jalan panjang secara berjenjang
yang harus ditempuh para sufi dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah,
dari banyaknya maqamat dalam tasawauf, makalah ini lebih memfokuskan
pada salah satu maqamat, yakni Faqr.
Faqr merupakan salah satu maqam atau tahapan dalam
mendekatkan diri pada Allah dan untuk melakukannya pasti tedapat banyak
ujian lahir maupun batin, tetapi jika tahapan ini sudah bisa menjadi habbit
maka meningkatlah tahap kedekatan kepada sang khaliq yang menyebabkan
timbuulnya pandangaan bessar terhadap kefanan dunia dan mengejar
keabadian tanpa ada keraguan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Faqr ?
2. Apa pengertian faqr menurut tasawuf ?
3. Bagaimana klasifikasi faqr ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian faqr
2. Untuk mengetahui faqr dalam kacamata tasawuf
3. Mengetahui klasifikasi faqr
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Faqr
a. Pengertian Secara Bahasa
Faqr secara morfologi berasal dari fi’il madhi yakni kata faqara yang
berarti melubangi, menggali.1 Akar kata f-q-r dalam bentuk mashdarnya
bermakna tulang punggung, dan bentuk kaata kerjanya faqara-yafqquru
bermakna patah tulaang punggung. Quraish Shihab menyebutkan faqir
terbentuk dari kata fakir. Jadi, faqir adalah orang yang patah tulang
punggungnya yang berarti tulang punggung. Dalam artian, bahwa beban yang
dipukulnya amatlah berat sehingga mematahkan tulang punggungnya. 2
Sedangkan memurut Kamus Besar Bahasa Indonesia fakir adalah orang yang
sangat berkekurangan, orang yang terlalu miskin.3 Dalam kamus al-
Munawwir al-faqir artinya miskin.4 Menurut etimologi fakir artinya
membutuhkan atau memerlukan.5
b. Pengertian Secara Istilah
Faqr menurut Istilah adalah keadaan dimana seseorang kekurangan
harta dalaam menjalaani kehidupan.6 Kata fakir mengandung pengertian
miskin terhadap spiritual atau keinginan besar dan kuaat terhadap
pengosongan jiwa untuk menuju Allah SWT.7 Fakir menurut empat Madzhab
fikih memaknainya berbeda-beda. Menurut Imam Hanafi, Fakir adalah orang
yang memiliki usaha namun tidak cukup untuk memenuhi keperluan sehari-
1
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Pustaka Progressif, 1984), hal.1066.
2
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1996), hal. 449
3
Kubi, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Pn, Bp, 2005), hal. 312.
4
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Pustaka Progressif, 1984), hal. 1146
5
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Amzah, 2012), hal.172.
6
Ibid, hal. 173
7
Samsul Munir Amin, Op. Cit. hal. 7
hari.8 Menurut Imam Malik, Fakir adalah orang yang mempunyai harta yang
jumlahnya tidak mencukupi hidupnya selama satu tahun. 9 Menurut Imam
Syafi’i dan Imam Hambali, Fakitr adalah orang yang tidak memiliki harta dan
usaha atau mempunyai harrta dan usaha tetapi kurang dari setengah
kebutuhan hidupnya dan tidak ada orang yang berkewajiban menanggung
biaya hidupnya.10
c. Faqr Menurut Para Ahli
Pemuka ahli tafsir, At-Tabari mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan fakir yaitu, orang yang dalam kebutuhan, tetapi dapat menjaga
diri dari meminta-minta.11 Menurut pendapat Yusuf Al- Qardhawi
makna fakir yaitu, orang yang tidak memiliki sesuatu atau memiliki
sesuatu dibawah setangah kadar kebutuhannya mencakup dirinya dan
tanggunganya.12 Sedangkan faqr dalam Al-Qur’an menurut kamus
Ashfani Mufradat fi Gharib Qur’an karya Abi Al-Qasim Al-Husain
ibn Muhammad terdapat empat bentuk ; pertama , kebutuhan wajib
yang tidak umum bagi manusia saja, melainkan umum bagi semua

makhluk, seperti dalam firman Allah : ( ‫اِهلل‬ ‫)َيآ َأُّيَه ا الَّناُس َاْنُتُم اْلُفَق َر اُء ِاىَل‬
faqr dalam ayat ini menandakan sifat manusia ( ‫َو َم ا َجَعْلَن اُه ْم َج َس ًد ا اَل‬

‫)َي ْأُك ُلْو َن الَّطَع اَم‬, kedua, orang yang tidak memiliki harta seperti dalam
firman Nya (‫ )ِلْلُفَق َر اِء اَّلِذ ْيَن ُأْح ِص ُر ْو ا‬sampai pada kata

8
Muhammad Jawad Maghniyah, al-Fiqh,, ala Madzhab al-Khamsah, al-Ja’fari,
al-Hanafi, al-Maliki, al-Syafi’i, al-Hambali, (Lentera, Jakarta, cet IV, 2007) hal. 152
9
Imam al-Mawardi, Hukum Tata Negara Dan Kepemimpinan Dalam Takaran
Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 241
10
Muhammad Jawad Maghniyah, Loc. Cit.
11
Yusuf al-Qardawi, Hukum Zakat, hal. 511
12
Yusuf al-Qrdhawi, Musykilat al-Faqr wa Kaifa,, alajaha al-Islam (Beirut:
Muassasah alRisalah, 1994) hal. 87
(‫ِفْض ِله‬ ‫ِم‬ ‫ِن‬ ‫ِف ِا‬ ‫ِم‬
‫) َن الَّتَعُّف – ْن َيُك ْو ُنْو ا ُفَق َر اَء ُيْغ ِه ُم اُهلل ْن‬ ketiga, fakir jiwanya

seperti pada sabda Nabi Muhmmad saw. :

‫َك اَد اْلَفْق ُر َاْن َيُك ْو َن ُكْف َر ا‬


“Kemiskinan itu dekat dengan kekufuran” hadist ini juga diperkuat
dengan sabda Nabi yang berbunyi:
‫َاْلِغ َنى ِغ َنى الَّنْفُس‬
“Hakikat kaya adalah kaya hati”
Maka barang siapa yang tidak memiliki sifat qana’ah, tidak
bermaanfaat baginya harta kekayaanya. Keempat, Faqr kepada Allah,
yakni keadaan dimana seorang hamba hanya berharap hanya kepada
Allah, selalu berdzikir, merasa sangat hina dan berharap ridho Allah.

B. Al Faqr dalam Pemahaman Tasawuf


Secara literal, kata Faqr berarti butuh, sedangkan menurut
termonologi tasawuf, Faqr/Fakir (dalam bahasa Indonesia) adalah keadaan
dimana hati tidak butuh apapun kecuali Allah. Makna fakir dalam terminologi
tasawuf telah tersirat dalam Al-Qur’an, yakni pada surat Al-Fathir : 15:

‫َيَأُّيَه ا الَّناُس َأْنُتُم اْلُفَق َر اُء ِأىَل اِهلل َو اللُهُه َو الَغُّيِن اَحْلِم ْي ُد‬

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah
yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji”. (QS. Al-
Fathir :15).13

Bagi para sufi, menurut Ibrahim bin Ahmad al-Khawwash kata "fakir"
berarti: Mengosongkan hati (takhalli) dari segala bentuk entitas, selain di
dalam hubugan antara hamba dengan Tuhan. Kata ini juga berarti: Kesadaran
atas menggantungkan kebutuhan kepada Allah semata dan hidup dalam
kesadaran atas kecukupan pada sesama makhluk. Pengertian para sufi ini
bukanlah pengertian "fakir" seperti yang dipahami oleh orang kebanyakan,
yaitu berarti "kekurangan", maka mereka juga tidak perlu menunjukkan

13
Al-Qur’an Al-Karim
kefakiran mereka kepada manusia.14 Fakir yang dimaksud juga bermakna
Tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada masing-masing diri. Tidak
meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-
kewajiban. Tidak meminta lebih dari apa yang menjadi haknya , kalau diberi
diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak. 15 Syeikh Abdus Shamad al-
Palimbani menambahkan bahwa selain dari pada Allah (makhluk) seharusnya
fakir kepada Allah ta’ala yakni memiliki kebutuhan dan kehendak kepada
Allah SWT. dari awal diciptakan di dunia hingga hari akhirat kelak,
seharusnya manusi memiliiki sifat fakir kepada Allah.16
Fakir Adalah keadaan seseorang yang jika memperoleh harta tetapi
justru ia tak merasa senang, merasa tak nyaman, menghindar untuk tidak
mengambil sembari membenci, menghindar dari keburukan yang disibukkan
oleh harta. Ada dan tidak adanya harta sama saja baginya, jika ia memiliki
harta lebih ia akan mensedekahkannya, dan jika ia memiliki harta yang cukup
ia juga akan mesedekahkannya karena tidak memiliki hajat dengan uang itu.
Dari sini dapat dipetik hikmah bahwa boleh jadi banyak orang yaang
mengalami suatu kondisi yang sama (tidak berkecukupan). Akan tetapi
bagaimana cara menghadapi kondisi sulit itu sangat menentukan kuatlitas
atau derajat spiritualnya.17 Orang fakir yang Qana’ah dan ikhlas akan
mendapatkan pahala dari Allah, sedangkan fakir yang rakus, tidak ada sifat
penghambaan maka tidak akan mendapatkan pahala dari kemiskinannya itu.
Mereka akan menjadi orang yang duduk berkumpul dekat Allah pada hari
kiamat.18
Faqr merupakan perwujudan dari “Tathtir al-Qhalbi bi lkulliyati ‘an
siwa Allah” (penyucian hati secara keseluruhan terhadap apa yang selain
Allah). Ajaran ini yang disebut dengan qath’u al-‘ala’iq ‫ قطع العالئق‬atau tajrid
14
As-Saraj, Abu Nashr, al-Luma’ (Surabaya: Risalah Gusti, cet.III, 2009), hal.
98-101
15
Abbudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hal. 198.
16
Abdus Shamad Al-Palimbani, Siyarus Salikin li Rabb ‘Alamiin (Kairo: Al-
Haramain, 1954) jilid 4, hal.53
17
Ibid
18
Ibid, hal. 54
‫ التجري^^د‬yakni ajaran untuk membelakangi atau membuang dunia agar
terciptanya suasana hati yang netral, tidak ingin dan tidak memikirkan dunia,
dimana menurut Imam al-Gazhali yang menjadi dasar maqam ini , adalah
kelakuan Nabi SAW ketika emas belum diharamkan bagi pria, Nabi pernah
berkhotbah dan di tengah-tengah khotbahnya beliau berhenti dan melempar
cincin emas dari tangan beliau. Sewaktu ditanyakan tentang kejadian itu
beliau menjawab bahwa cincin itu mengganggu kekhususkan khotbahnya.
Al-faqr merupkan salah satu maqam penting dalam mencapaai sederet
tahap kajian tasawuf, sampai-sampai Ath-Thusi menyebut al-Faqr menjadi
maqam syarif.19 Karena jika fakir bisa berarti kekurangan harta dalam
menjalani kehidupan makaa seseorang yang menyikapinya dengan bijak hal
ini akan menbawanya paadaa kedekatan kepada Allah. Sikap mental fakir
merupakan suatu benteng pertaahanan yang kuat dalam menghadapi
pengaruh materi dunia. Sikap fakir meerupakan rentetan sikap zuhud. Hanya
saja, zuhud lebih keras dalam menghadapi kehidupan duniawi, sedangkan
fakir hanya pendisiplinan diri dalam mencari dan memanfatkan fasilitas
hidup.20 Menurut Imam Ghazali ‘membenci dunia dapat dilakukan dengan
menjauhinya dan itu disebut faqr, atau dengan menjauhkan manusia darinya,
dan itu disebut zuhd’.21
Selain itu sikap fakir juga memunculkan sikap wara’ yakni sikap
berhati-hati dalam menghadapi sesuatu yang masih samar atau belum jelas
akar masalahnya. Seperti menemui suatu persoalan yang bersiafat materi
maupun non-materi tetapi belum jelas dan tidak pasti hukumya, lebih baik
dihindari saja.22 Dengan sikap fakir ini seseorang dapat menempuh jalan
mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh kesabaran dan sungguh
sungguh.
Maqam fakir ini sangat mulia, sampai Rasulullah sendiri llebih
memilih hidup fakir dari pada hidup bergelimang harta meskipun sudah

19
Ath Thusiy, Al-Luma’, hal. 7
20
Samsul Munir Amin, Op. Cit, hal. 218
21
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, IV, hal. 59
22
Samsul Munir Amin, Loc. it.
ditawarkan pada beliau tahta dan kehiidupan mewah seperti Nabi Sulaiman.
Keutamaan

Faqr ini terdapat dalam hadits yang termasuk sebgai do’a Rasulullah :

. ‫ َالّلُه َّم َأْح ِيْيِن ِم ْس ِكْيًنا َو َتَو َّفْيِن ِم ْس ِكْيًنا َو اْح َش ْر ْيِن ْيِف َز ْم َر ِت ا َس اِكَنْي‬:‫عن أيب َس ِعْيِد‬
‫َمل‬
)‫َو ِإَّن َأْشَق ى أألْش ِق َياِء َم ِن اْج َتَمَع َعَلْيِه َفْق َر الُّد ْنَيا َو َعَذ اُب اآلِخ َر ة (رواه حاكم‬
“Ya Allah, berilah aku hidup dalam keadaan miskin. Berilah aku mati dalam
keadaan miskin. Dan kumpulkanlah aku dalam golongan orang-orang
miskin. Secelaka-celakanya orang yang celaka adalah yang terkumpul
padanya faqr dunia, dan azab akhirat.” (H.R. Al-Hakim).
Dalam kitab Risalah Qusyairiyah dalam disetbukan berbagai maqam
tasawuf, salah satunya adalah kemiskinan yang dimaksudkan fakir terdapat
hadits Nabi SAW. yang diriwayatkan dari Abu Hurairah :
‫ٍم‬ ‫ْد ُخ اْلُفَق ا ا ّنَة ْب اَاْلْغ ِن اِء َخِب ِس ِم ا َئِة َعاٍم ِنْص ِف‬
‫َيْو‬ ‫َو‬ ‫َي ُل َر ُء َجْل َق َل َي ْم‬
“Orang-orang fakir akan masuk surga sebelum orang-orang kaya
dengan jangka waktu lima ratus tahun setengah hari”23
Dalam kitab ini juga tercantum bahwa seorang miskin (fakir) paling
tidak memiliki 4 hal; ilmu yang menghiasinya, sikap wara’ untuk
membentenginya, keyekinan yang menghalaunya, dan dzikir yang selalu
dilakukannya. Barang siapa menginginkan kemiskinan (fakir) krena ingin
mendapat kemuliaan, ia akan mati dalam keadaan miskin (fakir). Barangsiapa
menginginkan kemiskinan dengan tujuan ibadahnya kepada Allah tidak
terganggu, maka ia akan mati kaya.

23
Hadits riwayat At-Turrmudzi, no. 2354, Az-Zuhd, menurutnya hadits ini hasan
sahih.
Ali Al-Muzayyin berkata, “Jalan untuk menuju kepada Allah lebih
banyak daripada jumlah bintang di langit. Akan tetapi jalan yang paling benar
tidak ada kecuali jalan kemiskinan.”
Dalf Asy-Syibli pernah ditanya tentang hakikat kemiskinan, maka
jawabnya, “Hendaknya merasa cukup dengan sesuatu selain Allah.”
Perlu diingat kembali, bahwa maksud kemiskinan dalam kitab Risalah
Qusyairiyah adalah Al-Faqr.
Mengenai maqam fakir, R.A.Nicholson dalam bukunya the Mystics of
Islam mengatakan : “Fakir dan dervish adalah nama-nama di mana para sufi
bangga untuk disebutnya, karena kedua itu bahwa dialah golongan yang telah
memalingkan setiap pikiran dan harapan yang akan memisahkan pikiranyan
daripada tuhan. Kosongnya seluruh pikiran dan harapan dari kehidupan masa
kini dan kehidupan yang akan datang, dan tidak menghendaki apapun kecuali
tuhan penguasa kehidupan masa kini dan masa yang akan dating-itulah fakir
yang sesungguhnya. Fakir yang sedemikian itu adalah orang yang lenyap
kesadaran keberadaan dirinya, sehingga dirinya tidak mengaku punya
kemampuan, perasaan, dan perbuatan”.

C. Klasifikasi Faqr
Menurut Abi Nashr as-Sarraj Ath-Thusiy derajat fuqara diklasifikasi menjadi
3:
1. Golongan yang tidak memiliki sesuatu, dan secara lahir batin tdak
meminta dan menanti apapun dari orang lain, ketika ia diberi ia tidak
mengambil, maqam muqarrabin.
2. Golongan yang tidak memmiliki sesuatu, tidak meminta,
menginginkan, atau memohon pada siapapun, ketika diberi tanpa
meminta, ia menerima, maqam al-Shiddiqin.
3. Orang yang tidak memiliki apa-apa. Jika ia membutuhkan sesuatu ia
akan mengungkapkannya kepada sebagian temannya yang ia kenal,
yang mana bila ia mengungkapkan kepadanya ia akan merasa senang,
maka jika membantu memecahkan masalanya merupakan nilai
shadaqah.
Ibrahim bin Ahmad al-Khawash berkata: “Kefakiran itu selendang
kemuliaan, pakaian para rasul, jubah orang-orang saleh, mahkota orang-
orang yang bertaqwa, perhiasan orang-orang mukmin, pengangkat
derajat, dan kemuliaan orang-orang baik yang menjadi walinya,
kefakiran adalah simbol orang-orang saleh dan kebiasaan orang-orang
bertaqwa.”
Dalam term sufi pengertian fakir menunjukkan kepada orang yang telah
mencapai akhir lorong spiritual. Jika maqam fakir telah sampai pada
puncaknya yaitu mengosongkan hati daari segala entitas terhadap selain
Allah, maka maqam itu merupakan perwujudan penyucian hati secara
keseluruhan terhadap apa yang selain-Nya.
Dalam pandangan Farid Al-Din ‘Aththar, kefakiran merupakan
rangkaian tahapan perjalanan spiritual seorang mu’min. Tahapan tersebut
adalah thalab (pencarian), ‘isyq (cinta), ma’rifah (pengenalan), istighna’
(merasa puas), fana’ (lebur). beberapa Ahli Sufi memasukkan faqr
(kemiskinan) sebagai tingkatan-tingkatan atau Maqamat dalam
menempuh Tarekat mereka.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk menuju keridhoan Allah, para sufi menempuh perjalanan
spiritual yang tak mudah. Tetapi keinginan kuatnya dalam menemukan
hakikat dan ma’rifat sangatlah kuat, hingga mereka sanggup untuk
meninggalkan sesuatu hal yang bersifat subhat karena khawatir terjerumus
dalam maksia (wara’). Menjaga diri dari perbuatan dosa terhadap yang
diragukan halal haramnya.
Mereka pun juga sanggup untuk memilih hidup zuhud dan fakir, agar
tidak menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Maka dengan fakir ini para sufi
berharap untuk mendapat keridhoan Allah dan mendapat kebahagiaan di
akhirat kelak. Karena hanya dengan memandang kepada yang Maha Esa, dia
akan menuju hidup yang kekal. Seorang fakir juga tidak meminta lebih dari
pada yang menjadi haknya, tidak memohon rezeki, kecuali hanya
menjalankan kewajiban-kewajiban yang mendekatkan diri kepada Allah.
B. Saran
Makalah ini ditulis agar pembaca dan menulis bisa mendalami lebih
jauh lagi tentang faqr dalam tasawuf. Saran penulis adalah dengan adanya
makalah ini para pembaca dan khususnya penulis sendiri bisa mengambil
pelajaran yang terkandung dalam maqam fakir, setidak nya mampu untuk
memahami dan mengajarkannya dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin, Nata. 2011. Akhlaq Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.


Al Qusyairi, Abu al-Qasim. 2007. Risalah Qusyairiyah. Jakarta: Pustaka
Amani.
Al-Ghazali, Abu Hamid. 2000. Ihya’ Ulum Al-din. Jilid IV. Kairo: Dar al-
Taqwa.
Al-Mawardi. 2000. Hukum Tata Negara Dan Kepemimpinan Dalam Takaran
Islam. Jakarta: Gema Insani.
Al-Palimbani, Abdus Shamad. 1954. Siyarus Salikin li Rabb ‘Alamin. Jilid
IV. Kairo: Al-Haramain.
Amin, Samsul Munir. 2012. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.
At-Thusi, Abu Nashr As-Siraj. 1960. Al-Luma’. Baghdad dan Mesir: Dr Al-
Kutub Al-Haditsah dan Maktabah Ats-Tsaqafah.
Maghniyah, Muhammad Jawad, 2007. al-Fiqh,, ala Madzhab al-Khamsah,
al-Ja’fari, al-Hanafi, al-Maliki, al-Syafi’i, al-Hambali. Jilid IV.
Jakarta: Lentera.
Munawwir, A.W. 1997. Kamus Al-Munawwir.Surabaya: Pustaka Progresif.
Mustaqim, Abdul. 2007. Akhlaq Tasawuf. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Nicholoson, Reynold A. 1975. The Mystic of Islam. London: Rontledge and
Kegan paul.
Riyadi, Abdul Kadir, Antropologi Tasawuf : Wacana Manusia Spiritual dan
Pengetahuan. Jakarta: Pustaka LP3ES, 2014.

Anda mungkin juga menyukai