Anda di halaman 1dari 10

Wanita Karier dalam Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya

dengan QS. An-nisa Ayat 34

Rio Muhamad Fauzan1


1
Tarbiyatul Mu’allimin Al-Islamiyah Al-Firdaus, Bandung Barat
riomfzan@gmail.com

ABSTRAK
Dalam penelitian karya tulis ilmiah ini dilatar belakangi oleh fenomena tersendiri yang dimana wanita
kini banyak terjun dalam dunia pekerjaan dan berkarier setara dengan laki-laki. Maka penulis ada
ketertarikan untuk meneliti wanita karier dalam perspektif hukum Islam dan relevansinya dengan Qs. An-
Nisa: 34. Dalam penelitian ini, dipaparkan peran dan tanggung jawab wanita dalam mengatur urusan
rumah tangga, serta perannya dalam panggung kehidupan baik pra Islam maupun pasca Islam. Wanita
karier yang dimaksud disini ialah para wanita yang memiliki karier di luar rumah. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan metode kualitatif, juga menggunakan metode deskriptif analisis dengan
mengumpulkan data-data menggunakan studi kepustakaan. Tujuan dari penelitian ini tak lain agar
mengetahui tinjauan hukum Islam mengenai wanita karier. Dari penelitian ini dijelaskan bahwa Islam
memberikan hak dan kebebasan terhadap wanita, namun tetap dengan ajaran Syariat Islam. Islam melihat
hukum wanita karier diantaranya mubah (boleh-boleh saja) sehingga wanita berhak untuk bekerja dan
berkarier selama ia masih menjaga kodratnya sebagai wanita. Harus sesuai dengan fungsinya secara fitrah
serta tetap memerhatikan ketentuan-ketentuan yang Islam jelaskan.

Kata Kunci: Wanita Karier, Hukum Islam, QS. An-nisa

ABSTRACT
This scientific paper research is motivated by a separate phenomenon where many women are now
involved in the world of work and have careers equal to men. So, the author has an interest in
researching career women from the perspective of Islamic law and its relevance to Qs. An-Nisa: 34. In
this research, the roles and responsibilities of women in managing household affair are explained, as
well as their role in the stage of life, both pre-Islamic and post-Islamic. The career women referred to
here are women who have jobs outside the home. In this research the author used a qualitative method
approach, also using descriptive analysis methods by collecting data using library research. The aim of
this research is none other than to find out about Islamic law regarding career women. From this
research it is explained that Islam gives rights and freedom to women, but still adheres to the teaching of
Islamic sharia. Islam sees the law on career women as mubah (permissible) so that women have the right
to work and have a career as long as they maintain their nature as a woman. Must be in accordance with
its natural function and still pay attention to the provisions that Islam explains.
Keywords: Career women, Islamic law, Qs. An-Nisa
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Allāh yang terdiri dari dua jenis kelamin, laki-laki dan
perempuan. Dijelaskan bahwa Allāh Swt. Menciptakan seluruh umat manusia dari satu diri yaitu
Adam As. Hawa pun diciptakan dari diri Adam bukan dari diri atau fisik yang lain. Yang tentu
bukan untuk dipertentangkan dan saling merendahkan. Dan dari keduanya beranak pinak
menjadi suku dan berbangsa bangsa. Seperti dalam firmannya:
“Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku suku agar kamu
saling mengenal…[Qs. Al-Hujurat: 13] (Kementrian Agama RI, 2020).
Pada hakikatnya diri manusia itu satu kemudian dibagi dua: satu menjadi bagian laki-laki
dan yang satu lagi menjadi bagian perempuan atau Jantan dan betina. Akan tetapi meskipun
coraknya Jantan dan betina, hakikatnya cuma satu yaitu Manusia (HAMKA, 2014). Kendati
keduanya berpisah, tapi satu dengan yang lainnya tetap saling memerlukan. Hidup belum
lengkap jikalau keduanya belum di pertemukan. Dalam ayat-ayat Alquran telah terbukti bahwa
laki-laki yang beriman sama haknya dengan perempuan yang beriman, terutama dalam hak
beribadah dan beramal Sholeh. Keduanya akan mendapat balasan berupa kehidupan yang baik,
pahala yang besar, dan akan dijamin masuk surga.
Begitu pula dengan hak bekerja, dalam Islam tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Islam memperkenankan perempuan mengerjakan tugas-tugas yang mampu
dikerjakannya dan sesuai dengan kodratnya. Alquran membebankan tugas bekerja kepada laki-
laki dan perempuan sekaligus:
“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allāh dan Rasulnya serta orang-orang Mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu [At- Taubah: 105] (Kementrian Agama RI, 2020)
Kendati demikian, walaupun hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan itu sama,
bukan berarti pekerjaan yang hanya Pundak laki-laki kuat saja yang dapat memikulnya,
perempuan disuruh juga memikulnya, Pekerjaan harus dibagi. Alquran telah menetapkan tugas
yang seimbang bagi laki-laki dan perempuan, berdasarkan fitrah alami yang berbeda maka Allāh
memberikan tugas ini sesuai dengan fitrah dan kemampuan masing-masing.
Dalam pengistilahan kata “Wanita” biasanya digunakan untuk menunjukkan Perempuan
yang sudah dewasa. Ungkapan istilah ”Wanita” dan “Perempuan” nampaknya hanya semata
persoalan sinonim. Dalam KBBI disebutkan bahwa Wanita memiliki arti Perempuan dewasa.
Sedangkan Perempuan yaitu manusia yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil,
melahirkan anak, dan menyusui (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016). Dalam memberikan pengistilahan kepada
Perempuan, Alquran sering menggunakan kata al-unṡa untuk perempuan secara umum serta
kata al-mar`ah dan an-nisā untuk perempuan yang sudah dewasa atau seorang istri (Al-
Ahsfahani, 2012). Dan masa awal kedewasaan perempuam biasanya dimulai dari umur 18 sapai
kir kira umur 40.
Sedangkan karier sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Belanda yaitu carriere yang
berarti perkembangan kemajuan pekerjaan seseorang (Ulfa, 2023). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) karier memiliki dua makna, yaitu Perkembangan dan kemajuan dalam
kehidupan, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya. Juga sebagai pekerjaan yang memberikan
harapan untuk maju (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, 2016). Sehingga ketika kata “Wanita” dan “karier” disatukan, maka kata itu
bermakna Wanita yang memiliki serangkaian pekerjaan atau jabatan, berkecimpung dalam
kegiatan profesi dan dilandasi keahlian Pendidikan tertentu.
Wanita karier juga dapat dibedakan dalam dua bentuk; wanita karier yang tidak terikat
dengan tali pernikahan dan wanita karier yang terikat dengan tali pernikahan. Wanita karier
yang tidak terikat dengan tali pernikahan adalah wanita yang belum pernah menikah tetapi telah
terjadi proses penceraian/talak yang aktif dalam bekerja pada bidang pekerjaan tertentu sesuai
dengan keahlian dan keterampilan yang dimilikinya. Wanita yang tergolong dalam kelompok ini
dapat bekerja dengan bebas tanpa adanya keterikatan dan tanggung jawab kepada siapa pun
(Muamar, 2019).
Kemudian Wanita karier yang terikat dengan tali pernikahan, yaitu wanita yang telah
melangsungkan pernikahan dengan seorang laki-laki yang ditandai dengan adanya proses akad
nikah yang didalamnya terjadi sebuah ikatan lahir batin antara si wanita dengan si laki-laki.
Dengan demikian, keduanya mempunyai keterikatan dalam hal keseimbangan pemenuhan hak
dan kewajiban di antara keduanya. Wanita yang tergolong dalam kelompok ini cenderung lebih
banyak pekerjaannya. Di samping sebagai ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak dan
suaminya, ia juga sibuk mengurus karier diluar rumah tangganya (Muamar, 2019). Maka wanita
karier yang tergolong dalam tipe kedua ini selaras dengan apa yang penulis teliti.
Dewasa ini, banyak sekali wanita yang bekerja. Tenaga kerja bukan hanya berasal dari
kalangan pria, tapi juga wanita. Wanita yang bekerja biasa juga disebut dengan wanita. Dilansir
dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 sebanyak 39,52% atau 51,79 juta penduduk
usia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah perempuan. Angka tersebut bertambah 1,09 juta orang
dari tahun sebelumnya yang sebanyak 50,7 juta orang. Bahkan di zaman modern ini, banyak
sekali pemikiran-pemikiran yang ingin menyamaratakan antara hak pria dan wanita terutama
dalam hak bekerja/berkarir atau mencari nafkah. Dalam kasusnya ada salah seorang wanita-
salah seorang anggota Organisasi Masyarakat (ORMAS) mengungkapkan bahwa wanita tidak
usah repot-repot izin ke suami Ketika ingin berkarir diluar atau mengikuti kumpulan dan kajian-
kajian, Karena wanita juga berhak untuk itu. Sehingga dunia bagaikan terbalik yang dimana istri
bekerja dan berkarir diluar dan suaminya mengurusi rumah.
Hal itu justru tidak relevan dengan firman Allāh dalam Qs. An-Nisa: 34, yang dimana
seharusnya laki-laki menjadi qowwām atas perempuan, yang memberikan nafkah terhadapnya.
Juga disebutkan bahwa perempuan yang Sholeh itu ialah perempuan taat kepada suaminya dan
menjaga dirinya ketika suaminya tidak ada. Kendati dalam Islam tidak ada dalil yang secara
eksplisit menyuruh atau melarang wanita untuk berkarir, maka hukumnya Kembali pada mubah,
kaidah menyatakan “Al-Aṣlu fī al-asyā`i al-ibāhatu”. Akan tetapi, terdapat persoalan tersendiri
mengenai wanita yang terjun ke dunia karier terutama bagi yang sudah menikah, ia akan
memiliki peran ganda di samping tuntutan untuk memenuhi kewajibannya di dalam rumah
tangga. Walaupun pada dasarnya ketika syariat membolehkan, terdapat dua pilihan apakah kita
mendukung atau tidak.

METODE
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan ini ialah pendekatan secara kualitatif,
yaitu “suatu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositisme, digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawanya adalah eksperimen), dimana peneliti
sebagai instrumen kunci, Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif atau kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna daripada generalisasi. (Sugiono: 2021)
Kemudian metode yang penulis gunakan merupakan metode deskriptif-analisis. Yaitu
statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara menggambarkan atau
mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sugiono: 2021). Maka dengan metode ini
penulis akan menganalisis wanita karier dalam perspektif hukum Islam kemudian relevansinya
dengan Qs. An-Nisa: 34. Pertama-tama penulis akan menganalisis dan meninjau bagaimana
pandangan Islam terhadap fenomena wanita berkarir, dengan mengumpul data-data yang ada
juga argumen para ulama dan intelektual terhadap wanita berkarir, kemudian penulis akan
menganalisis bagaimana relevansi Qs. An-Nisa: 34 terhadap fenomena ini dengan mengkaji
kitab-kitab tafsir baik khalaf maupun salaf, yang kemudian penulis juga akan menganalisis
bagaimana cara supaya wanita bisa berkarir dan mengambil peran dalam kehidupan sosial.
Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini, penulis menggunakan studi
kepustakaan. Yaitu dengan mengumpulkan data-data dari sumber primer maupun sekunder dari
berbagai literatur, sebagai bahan perbandingan atau acuan yang relevan dengan peristiwa yang
dikaji penulis, adapun sumber primer yang penulis gunakan yaitu menggunakan berbagai buku
atau kitab fikih dan tafsir. Akan tetapi dalam pengkajian tafsir penulis mengerucutkan terhadap
lima kitab tafsir yaitu: kitab Al-Qurtubi; Al jami’ Al Ahkām Alquran, Aṭ-Ṭabari; Jāmi’ Al Bayan
‘An Ta`wīlī Alquran, Rasyid Ridho; Tafsir Al Manār, Al-Marāgī; Tafsir Al Marāgī, Quraish
Shihab; Tafsir Al Miṣbah. Yang sehingga dapat mendukung penelitian penulis mengenai wanita
karier.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan penelitian, secara eksplisit tidak ditemukan dalil Syari yang melarang wanita
dalam berkarir. Sehingga dalam hak bekerja pria dan wanita memiliki kesempatan dan
kebebasan untuk berusaha dan mencari penghidupan di muka bumi ini, tidak ada diskriminasi
bagi wanita dalam hal meniti karier. Oleh karena itu, titik perbedaan antara pria dan wanita
hanya terletak pada jenis pekerjaan yang akan dibedakan menurut kredibilitas, skil dan
kompetensi masing-masing. Artinya, pembedaan hanya terletak pada peran yang bersifat
kodrati.
Adapun lafaz “Wa qarna fī buyūtikunna” dalam surat al- Ahzab bukan berarti melarang
wanita keluar rumah. Akan tetapi ayat ini memberikan isyarat bahwa rumah merupakan perkara
primer yang sudah seyogyanya menjadi prioritas utama bagi seorang wanita. Pendapat ini juga
secara garis besar telah disepakati para ulama. Sebagaimana salah satu kaidah fikih berbunyi
“Al aṣlu Fī al asyāi al ibāhatu” Hukum asal (pada dasarnya) segala sesuatu diperbolehkan.
Maka dalam hal kemasyarakatan segala sesuatu itu diperbolehkan selama tidak ada larangan
atau dalil yang menentangnya. Bahkan pada zaman Nabi, banyak para Sahabiyah juga yang
bekerja dan berkarir di luar rumahnya. Oleh karena itu, para ulama sepakat untuk membolehkan
seorang wanita untuk bekerja diluar rumah, selama pekerjaan itu sesuai dengan tabiat,
spesialisasi dan kemampuannya, serta tidak merusak derajat kewanitaannya, juga tetap dalam
koridor syariatnya.
Quran surat An-Nisa ayat: 34 sangat relevan terhadap wanita karier. Kendati tidak ada dalil
secara eksplisit yang melarang wanita untuk berkarir, dengan surat An-Nisa ayat 34 ini wanita
idealnya lebih cenderung untuk mengurusi Rumah tangga. Karena yang berkewajiban untuk
menafkahi itu (sebagaimana yang dijelaskan ayat tersebut) adalah pria. Maka tanggung jawab
pria atas wanita berdasarkan hal itu, yaitu pria bertindak mengatur dan mendidik serta menahan
wanita dirumah dan melarangnya menampakkan diri secara terbuka (mejeng). Wanita harus
menaati dan menerima perintahnya selama bukan maksiat atau melanggar syariat.
Sehingga jika pun wanita ingin berkarir, haruslah mendapat izin suaminya. Dia tidak boleh
meninggalkan suaminya begitu saja. Karena pelanggaran atas kewajiban ini (izin) dapat
dipandang sebagai nusyuz (tidak taat/tidak setia). Akan tetapi jika bekerjanya istri adalah untuk
memenuhi (nafkah) kebutuhan hidup dirinya dan keluarga akibat suami tidak mampu bekerja
mencari nafkah, baik karena sakit, miskin atau karena yang lainnya, maka suami tidak berhak
melarangnya. sehingga apabila suami ternyata tidak memberikannya, maka istri berhak
menuntutnya atau mengambilnya meskipun tanpa izin suami. Namun, jikalau keadaannya tidak
demikian dalam artian suami mampu menafkahi istrinya bahkan cenderung mapan, maka
idealnya wanita (istri) tinggal di dalam rumah, mengurus rumah tangganya, mendidik anak
anaknya serta mengabdi secara maksimal kepada sang suami.
Dan jikalau ternyata yang mampu memberikan nafkah adalah istrinya, karena dia kaya
sedangkan suaminya miskin. Para ahli fikih dalam hal ini berpendapat bahwa istri boleh
menafkahi suaminya dengan catatan bahwa biaya yang telah dikeluarkan tetap dianggap sebagai
hutang suami, dan suami wajib membayarnya apabila ia sudah mampu. Apabila istri dengan rela
memberikannya tanpa dianggap hutang, maka hal itu lebih baik dan ia akan mendapatkan
pahala ganda. Karenanya, terdapat cara-cara ataupun norma yang dapat dilakukan ketika wanita
berkarir:

1. Mendapat Izin Wali atau Suami


jika seorang wanita belum menikah dan masih punya wali seperti ayah atau kakak atau yang
lainnya, maka dia harus minta izin terlebih dahulu kepada walinya. Juga wanita yang bersuami,
ia tidak boleh bekerja tanpa persetujuan suami. Sebab, aturan keluarga dan hak-hak perkawinan
menghendaki agar wanita memelihara kehidupan rumah tangga dan mementingkan kewajiban
suami-istri.
2. Menutup Aurat dan menjaga penampilan
Ketika seorang Muslimah berkarir maka pasti ia akan bekerja di luar rumahnya. Untuk itu
ketika berkarir di luar rumahnya, seorang Muslimah harus berpakaian Islami. Menutup diri
dalam pakaian dan perhiasan tanpa membahayakan dan mengekangnya.
3. Menghindari tempat pekerjaan yang khalwat dengan Lawan Jenis
Keterlibatan wanita dalam bidang profesi menuntut bertemunya wanita dengan pria, maka
kedua belah pihak harus menjaga akhlak pergaulan wanita karier harus benar-benar mampu
menjaga etika Islam yang disyariatkan Allāh Swt. dalam menjalankan kehidupan kariernya
dengan segala konsekuensinya. Hal ini sangat penting terutama saat ia harus bertemu dengan
pria secara terus-menerus di ruang kerja yang sama, bepergian secara bersama sama dan lain-
lain.
4. Memilih pekerjaan yang sesuai dengan fitrah dan karakter wanita
Seorang wanita karier harus dapat menjauhi pekerjaan yang tidak sesuai dengan fitrah
kewanitaannya atau dapat merusak harga dirinya. Misalnya, wanita tidak boleh bekerja di pub
atau diskotek yang melayani kaum pria sambil menyanyi atau menari, atau menjadi model
produk tertentu yang menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya untuk memikat para pembeli.
Adapun jenis pekerjaan seperti menjadi guru, perawat, dokter, psikiater, polisi wanita, dosen,
dipandang Islam sebagai pekerjaan yang sesuai dengan tabiat wanita dan kodrat kewanitaannya.

SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Wanita terkhusus seorang istri boleh
saja untuk berkarir di luar rumahnya, akan tetapi harus berdasarkan norma-norma seperti yang
telah di sebutkan diatas yakni; Seizin wali atau suami, menutup aurat dan menjaga
penampilan, menghindari tempat pekerjaan yang khalwat dengan lawan jenis, dan memilih
pekerjaan yang sesuai dengan fitrah dan karakter Wanita. Akan tetapi kembali lagi teruntuk
para Wanita atau istri supaya lebih memfokuskan dirinya mengurus rumah tangga dan mendidik
anak-anak. Karena kesuksesan seorang istri itu ialah ketika berhasil dalam dakwah dan
mendidik anak-anak. Maka mendidik anak-anak adalah tugas utama para wanita, sehingga
wanita wajib menuntut ilmu setinggi mungkin karena dialah pencetak generasi penerus yang
berkualitas. Ibu bijak tentu memilih mengurus anak dari mulai dalam kandungan sampai selesai
masa emasnya. Karena tidak sedikit anak yang sukses di masa depanya itu disebabkan ada
seorang ibu yang menjadi madrasah pertama untuknya.

DAFTAR RUJUKAN

Abbas, A. H. (2005). Materi Khutbah pilihan. Media Hidayah.

Abdulloh , A. G. (1994). Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata hukum Indonesia.
Jakarta: Gema Insani Press.

Al-Ahsfahani, A.-R. (2012). Al-mufradat fi gharib Alquran. Mesir: Dar Ibnu Al-Jauzi.

Al-Bukhari, M. b. (2012). Shahih Al-Bukhari. Al-Azhar: Dar At-Taqwa.

Almaqassarry, A. (2022, July 2). Pengertian Karir. Diambil kembali dari Konselor:
http://www.konselor.com

Al-Maragi, A. M. (1970). Tafsir Al-Maragi. Dar Al-Fikr.

Al-Qurtubi, M. A.-a. (2015). Jami' Al-Ahkam Alquran. Mesir: Dar ibnu Al-Jauzi.

Ash-Shalabi, M. A. (2017). Negara Islam Modern. (A. Nurdin, Penerj.) Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.

Asriaty. (2014, Desember). Wanita Karir dalam Pandang Islam. Al-Maiyyah, VII(2), 168.
Diambil kembali dari wanita-karir-dalam-pandangan-islam-a2e7ae68.pdf
Ath-Thabari, M. J. (2021). Tafsir Ath-Thabari. Mesir: Ibda'.

At-Tirmidzi, M. I. (2020). Sunan At-Tirmidzi. Jakarta: Abdalla Elnady.

Bachtiar, T. A. (2017). Pertarungan Pemikiran Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Bayanil Huda, L., Rahman, D. R., Marpaung, I. M., Reza, S., Hamdi, M., Ihsan, M., . . . Hasan,
A. (2015). Kritik Terhadap Model Pembacaan Kontemporer. Ponorogo: UNIDA.

Dewan Hisbah. (2018). Turuq Al Istinbat. Bangil: Persispers.

Faiza, A., & Faiz, M. (2020). Kaulah Lelaki dan Wanita Hebat itu. Jakarta: Elex Media
Komputindo.

Falah, S. (2021). Parents Power. Jakarta: Republika.

Hamas, E. (2023). The Untold Islamic History. Depok: Generasi Shalahudin Berilmu.

HAMKA, B. (2014). Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan. Jakarta: Gema Insani.

Hasan, F. N. (2018). Fiqih Perempuan Kontemporer. Depok: Gema Insani.

Hidayatullah, J. (2020). Pengantar Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: karima.

Ibnu Majah. (2020). Sunan Ibnu Majah. Jakarta: Dar Al-Alamiyah.

Irianto, j. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya: Insan Cendekia.

Iryani, E. (2017). Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, XVII(2), 24-25. Diambil kembali dari
https://media.neliti.com/media/publications/225383-hukum-islam-demokrasi-dan-hak-
asasi-manu-8ad0e0e7.pdf

Ja'far, M. A. (2004). Aktualisasi Kaum Perempuan Dalam Panggung Kehidupan. (I. Fauzi,
Penerj.) Depok: BINA MITRA PRESS.

Juwita , D. R. (2018, Desember). Pandangan Hukum IslamTerhadap Wanita Karir. El-


Wasathiya: Jurnal Studi Agama, VI(2), 176. Diambil kembali dari 3552-Article
%20Text-9704-1-10-20190213.pdf

Karimuddin. (2014). Wanita Karir dalam Pandangan Islam. Al-Fikrah, III(1), 104.

Kementrian Agama RI. (2020). Alqur`an Hafaazan Perkata. Bandung: Al-Qur`an Al-Qosbah.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.


(2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Marwing, A., & Yunus. (2021). Perempuan Islam dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta:
Bintang Madani.

Maulyan, F. F. (2019, Agustus). Peran Pelatihan Guna Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
Manusia dan Pengembangan Karir: Theoretical Review. Sain Manajemen, I, 43.
Diambil kembali dari http://ejurnal.univbsi.id/index.php/jsm/index
Muamar, A. (2019, Agustus). Wanita karir dalam Perspektik Psikologi dan Sosiologos keluarga
serta hukum Islam. Equalita, I(I), 24-26. Diambil kembali dari
http://www.syekhnurjati.ac.id

Munawwir, A. W. (2020). Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif.

Nadwi, M. A. (2022). Al-Muhaditsat: Ulama Perempuan dalam Bidang Hadits. (F. Yamani,
Penerj.) Jakarta.

Naik, Z., Shawi, S., & Subh, A. M. (2013). Mereka Bertanya Islam Menjawab. Solo: Aqwam.

Nasution, A. B. (2016). Problematika Ihdad Wanita Karir Menurut Hukum Islam. Tesis, UIN
Sumatra Utara, Islamic Law Department, Medan. Dipetik Februari 2016, dari 285735-
wanita-karir-dalam-pandangan-islam-a2e7ae68.pdf

Oxford. (2010). Oxford Advanced Learner's Dictionary. New York: Oxford University Press.

Ridho, M. R. (2011). Tafsir Al-manar. Beirut: Dar Al-kutub Al-Ilmiyah.

Shihab, M. Q. (1992). Membumikan Alquran. Bandung: Mizan.

Shihab, M. Q. (2005). Tafsir Al-Mishbah. Tangerang: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2013). Wawasan Alquran. Bandung: Mizan.

Shihab, M. Q. (2022). Perempuan. Tangerang Selatan: Lentera Hati.

Siaw, F. Y. (Penyunt.). (2023). Wanita Berkarir Surga. Alfatih Press.

Sugiyono. (2021). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tim Hukum Online. (2023, Agustus 8). Pengertian hukum menurut para ahli. Diambil kembali
dari Hukum Online.com: http:/www.HukumOnline.com

Ulfa. (2023, July 18). Pengertian karir, aspek, faktor dan bentuk pengembangan karir menurut
para ahli lengkap. Diambil kembali dari Pelajaran: http://www.pelajaran.co.id

Utsaimin, M. S. (2016). Syarah Ushulu Tsalatsah. Mesir: Maktabah Al-Akmal.

Wirahmat, H., & Alfiyani, N. (2022). Perempuan di antara Agama dan Budaya. SPECTRUM,
II(1), 59. Diambil kembali dari http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/SPECTRUM

Wulandari, D. (2020). Komplementer Bukan Kompetisi: Telaah Biomedik Konsep Gender.


Dalam D. D. Kania, H. Shalahuddin, R. H. Soebagio, S. Bahri, A. Husaini, K. Hasib , . .
. R. Husni, Delusi Kesetaraan Gender (hal. 131). Jakarta Selatan: Yayasan Aila
Indonesia.

Yasin, M. (1997). Wanita karir dalam perbincangan. Jakarta: Gema Insani Press.

Yuhelson. (2017). Pengantar Ilmu Hukum. Gorontalo: Ideas Publishing.

Zuhaili, W. (2018). At-Tafsir Al-Munir. Dar Al-Fikr.


1

Anda mungkin juga menyukai