Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH PERTEMUAN 4

A. RENCANA TUGAS TERSTRUKTUR

2 Capaian Menguasai bahan kajian etika profesi keguruan


3 Bentuk Menyusun makalah sesuai dengan topik yang telah
ditentukan
4 Ketentuan a. Tugas bersifat individu
b. Tugas diketik rapi menggunakan kertas A4
c. Minimal 2000 kata
d. Akan dilakukan pengecekan Turnitin dan
ChatGPT. Jika ada kesamaan akan menjadi
pengurang nilai.
e. Minimal 5 sumber buku/artikel ilmiah pada jurnal
ilmiah.
5 Referensi 1. E. Mulyasa, (2005), Menjadi Guru Profesional,
menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, Bandung: PT. Remaja Roda
Karya.
2. H. Syaiful Sagala, (2009), Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan, Bandung: Apfabeta.
3. M.I Sulaiman,(1985) Menjadi Guru, Suatu
Pengantar kepada Dunia Guru, Bandung:
Diponegoro.
4. Masnur Mulich (2007), Sertifikasi Guru menuju
Profesionalisme Pendidikan, Bumi Aksara,
Jakarta.
5. Syafruddin Nurdin(2003), Guru Profesional
Implementasi Kurikulu, PT. Intermasa.
6. Umar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan
Pendekatan Kompetensi, Bandung: Bumi Aksara.
7. Zakiah Darajad, (1978), Kepribadian Guru. ,
Jakarta: Bulan Bintang
6 Waktu Setiap minggu Dimulai pada pertemuan ke empat
7 Bobot Penilaian Isi (75%), penulisan (25%)

Berikut adalah penjelasan untuk tugas Pertemuan 4.

Anda diminta membuat makalah kajian sesuai topik yang ditentukan, dengan

ketentuan sebagai berikut:

1. Topik: Profesi Guru dan Peran Etika dalam Profesi Guru.


2. Tugas Individu
3. Diketik rapi
4. Minimal 2000 kata
5. Akan dilakukan pengecekan Turnitin dan ChatGPT untuk melihat kesamaan
teks dengan sumber di Internet. Jika ada kesamaan akan menjadi pengurang
nilai. Jika ditemukan kecurangan, misal menggunakan hidden chacacter untuk
mengurangi nilai Turnitin, maka akan langsung diberikan nilai nol (0).
Karenanya jangan copy paste, gunakan kata-kata Anda sendiri. Pelajari cara
merujuk sumber rujukan (lihat LAMPIRAN 1).
6. Minimal 5 sumber buku/artikel ilmiah pada jurnal ilmiah. Anda boleh
menggunakan sumber selain dari yang telah tercantum pada tabel di atas.
7. Sumber yang dikutip harus dimasukkan dalam daftar pustaka dan gunakan
gaya selingkung APA (lihat LAMPIRAN 2).
8. Format makalah bebas. Anda bisa melihat LAMPIRAN 3 sebagai contoh,
namun tidak harus mengikuti format tersebut.
LAMPIRAN 1

sumber: https://deepublishstore.com/blog/cara-menulis-kutipan/

1. Cara Menulis Kutipan dari Jurnal atau Buku


Cara menulis kutipan dari jurnal atau buku perlu memperhatikan beberapa
aspek dengan baik. Ada dua cara penulisan kutipan dari jurnal, yang pertama
kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Berikut adalah cara dan juga
contohnya.

a. Menulis Kutipan dari Jurnal Menggunakan Kutipan Langsung


Sama halnya seperti kutipan langsung secara umum, jika menulis kutipan dari
jurnal menggunakan kutipan langsung maka kutipan yang ditulis sama persis
dengan sumber aslinya, baik dari segi bahasa maupun ejaannya yang tidak pernah
mengalami perubahan. Adapun petunjuk teknis menulis kutipan jurnal dengan
kutipan langsung sebagai berikut.
 Kutipan langsung ditulis apa adanya dan tidak diubah dari kalimat aslinya
 Kutipan langsung harus berkaitan dengan penjelasan dari penulis
 Kutipan langsung harus menuliskan sumber kutipan secara lengkap
 Perlu melampirkan tanda kutip [“…”] di dalam tanda kutip
 Apabila terdapat bagian yang dihapus pada kutipan, maka biasanya perlu
menambahkan tiga titik […] di awal maupun di akhir kalimat yang dikutip.
 Jika mengutip dari buku, kutipan langsung yang kurang dari 4 baris dan
rujukannya ditulis di antara tanda kurung, diawali dengan nama akhir seperti
dalam daftar pustaka, tanda koma, tahun terbitan, titik dua spasi, dan juga
diakhiri dengan nomor halaman.

Contoh 1:
Doug Newsom dan James A. Wollert (1985) mengatakan, “Berita adalah apa
saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh
masyarakat”.

Contoh 2:
“Dalam membuat sebuah karya ilmiah jenis penelitian, eksplorasi pustaka
merupakan sesuatu yang harus dilakukan untuk mendapatkan kebenaran
data yang ingin diteliti,” (Agung Hermanto, 2009).

b. Cara Menulis Kutipan Dari Jurnal Menggunakan Kutipan Tidak Langsung


Sementara itu, menulis kutipan dari jurnal dengan menggunakan kutipan tidak
langsung artinya kutipan tidak sama persis dengan aslinya. Sederhananya, penulis
yang ingin mengutip dari sebuah sumber jurnal bisa mengambil pokok pikirannya
saja tanpa mengubah makna dari kalimatnya.
Berikut adalah cara atau teknis menulis kutipan tidak langsung dari sebuah jurnal:
 Kutipan tidak langsung memiliki sumber rujukan kutipan dapat ditulis sebelum
atau sesudah kalimat-kalimat yang mengandung kutipan.
 Jika ditulis sebelum teks kutipan, biasanya nama akhirnya tercantum ke
dalam daftar pustaka yang masuk ke dalam teks yang kemudian diikuti
dengan tahun terbitan yang berada di antara tanda kurung.
 Namun jika ditulis setelah teks kutipan, biasanya rujukannya ditulis di antara
tanda kurung dan dimulai dengan nama akhir sebagaimana yang tercantum
ke dalam daftar pustaka yang dilengkapi dengan titik dua dan diakhiri dengan
tahun terbitan.

Contoh 1:
Menurut Nunan (1992), sebuah penelitian dalam studi kasus sering
mengalami kesukaran dalam hal validitas eksternal, hasil penelitian ini tidak
dapat digeneralisasikan kepada …

Contoh 2:
Kecerdasan buatan merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat
entitas ilmiah yang berfungsi untuk memproses data eksternal secara cepat
dan akurat (Michelle Doe, 2016).

c. Cara Mengutip Kutipan yang Dikutip Orang Lain


Berikut adalah cara mengutip kutipan yang dikutip orang lain. Caranya adalah
dengan menyertakan nama pengarang aslinya dan kemudian diikuti dengan kata
‘dalam’.

Contoh:
Hendry (dalam Budianto, 2005) menjelaskan bahwa manajemen merupakan
suatu proses untuk melakukan perencanaan dan pengontrolan sumber daya
agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Dari contoh diatas, Hendry memegang peranan sebagai pengarang kutipan asli
yang berpendapat. Sementara Budianto merupakan pengutipnya.
LAMPIRAN 2

sumber: https://mindthegraph.com/blog/id/apa-formatting-2/

Cara Membuat Kutipan menggunakan Format APA: Sebuah Panduan

APA adalah format dokumentasi standar yang digunakan oleh American


Psychological Association. Metode pembuatan makalah penelitian ini paling banyak
digunakan dalam ilmu-ilmu sosial seperti psikologi, antropologi, dan sosiologi, serta
pendidikan dan bidang-bidang lainnya.

Panduan Umum: Kutipan Dalam Teks

Ketika menggunakan format APA, semua yang Anda gunakan di seluruh karya
Anda harus dikutip dengan dua cara yang berbeda. Salah satunya adalah kutipan
dalam teks, yang mengharuskan Anda untuk memberikan nama penulis serta tahun
publikasi kapan pun Anda menyebutkan sumber dalam tubuh makalah Anda, dan
dapat berupa tanda kurung atau narasi, misalnya:

 Parenthetical: Orang yang menggunakan ponsel di tempat tidur


membutuhkan waktu lebih lama untuk tidur (Cleveland, 2019).
 Narasi: Menurut Cleveland (2019), orang yang menggunakan ponsel di
tempat tidur membutuhkan waktu lebih lama untuk tidur.

Jumlah penulis juga mempengaruhi bagaimana kutipan dalam teks harus diformat;
lihat contoh berikut.

Tidak ada penulis


Gunakan judul dan tahun publikasi dalam kasus ini.
 ("Cara Membuat Kutipan menggunakan Format APA: Panduan", 2022).

Satu penulis
Cukup gunakan nama penulis dan tahun penerbitan buku tersebut.
 (Rowling, 1998).
 Rowling (1998) menjelaskan bahwa...

Dua penulis
Cantumkan nama belakang kedua penulis serta tanggal publikasi.
 (Ross dan Hudson, 2004).
 Ross dan Hudson (2004) membuat hipotesis...
Tiga penulis atau lebih
Jika ada tiga penulis atau lebih, nama belakang penulis pertama, dkk., harus
dicantumkan, begitu juga dengan tanggal penerbitan.
 (Ross et al., 2005).
 Ross dkk. (2005) menemukan...

Organisasi
Jika Anda perlu mengutip penulis yang merupakan organisasi atau entitas, sertakan
seluruh nama organisasi serta singkatannya saat pertama kali Anda mengutip
sumber di dalam teks.
 (American Psychological Association [APA], 2000)
 American Psychological Association (APA, 2000) melaporkan...

Kutipan berikut ini hanya perlu mencantumkan akronim dan tanggal publikasi.
 (APA, 2020).
 APA (2020) melaporkan...

Panduan Umum: Daftar Referensi

Daftar referensi harus disertakan di akhir makalah Anda. Daftar ini


memberikan pembaca semua informasi yang mereka butuhkan untuk menemukan
dan mendapatkan materi yang Anda sebutkan di dalam tubuh makalah. Seperti yang
telah dikatakan sebelumnya, apa pun yang Anda gunakan dalam karya Anda harus
dikutip dengan dua cara yang berbeda. Yang pertama adalah kutipan dalam teks,
dan yang kedua adalah kutipan daftar referensi.
Daftar referensi harus berada di halaman yang berbeda dari badan makalah
Anda, diberi label "Referensi" dalam huruf tebal, dan berada di tengah-tengah di
bagian atas halaman. Semua teks, seperti bagian lain dari makalah Anda, harus
diketik dengan spasi ganda.
 Setelah baris pertama dari setiap referensi, semua baris harus menjorok ke
dalam satu setengah inci.
 Nama dibalik, nama belakang harus diletakkan di depan (Johnson, D.).
 Nama depan dan tengah harus ditulis sebagai inisial.
 Cantumkan nama belakang dan inisial dari enam penulis pertama jika sebuah
sumber memuat tujuh atau lebih penulis.
 Daftar referensi harus diurutkan menurut abjad nama belakang penulis
pertama dari setiap referensi.
 Jika Anda merujuk beberapa karya dari penulis yang sama, daftarkan karya-
karya tersebut berdasarkan urutan waktu, dimulai dari yang tertua dan diakhiri
dengan yang terbaru.
 Judul karya yang lebih panjang harus dicetak miring, seperti buku.
 Untuk lebih dari satu penulis, tambahkan nama mereka sesuai dengan aturan
pengutipan dalam teks, seperti yang dijelaskan di atas.
Mengutip Artikel menggunakan Format APA
Penulis Nama belakang, Inisial depan. Inisial tengah. (Tahun Terbit). Judul
artikel. Judul Terbitan Berkala, Volume(Terbitan), rentang halaman.

Mengutip Buku menggunakan Format APA


Penulis Nama belakang, Inisial depan. Inisial tengah. (Tahun Terbit). Judul karya.
Penerbit.
Buku elektronik
Nama Belakang Penulis, Inisial depan. Inisial tengah. (Tahun Terbit). Judul karya.
DOI atau URL.

Mengutip Sumber Cetak menggunakan Format APA

Majalah, Koran dan Jurnal


Penulis Nama belakang, Inisial depan. Inisial tengah. (Tahun Terbit). Judul
artikel. Judul terbitan berkala, nomor volume(nomor edisi), halaman.

Gambar
Artis atau Pengarang Nama belakang, Inisial pertama, Inisial tengah. (Tahun
pembuatan gambar). Deskripsi atau judul gambar [Format gambar]. Di Penulis atau
Editor, Judul Buku (halaman). Lokasi: Penerbit, Tahun Terbit.

Mengutip Sumber Elektronik menggunakan Format APA


 Situs web
Penulis Nama belakang, Inisial depan. Inisial tengah. (Tahun, Bulan,
Hari). Judul dokumen. Diambil dari URL.
 Jurnal atau majalah online
Penulis Nama belakang, Inisial depan. Inisial tengah. (Tahun Terbit). Judul
artikel.Judul Jurnal, nomor volume, rentang halaman. Diambil dari URL.
 Surat kabar online
Penulis Nama belakang, Inisial depan. Inisial tengah. (Tahun, Bulan, Hari).
Judul artikel. Judul Surat Kabar. Diambil dari URL.

Mengutip media Audiovisual menggunakan Format APA


Nama belakang kontributor, Inisial pertama, Inisial tengah. (Kontribusi, misalnya
Direktur). (Tahun Terbit). Judul, [Deskripsi pekerjaan]. Penerbit. Diambil kembali dari
URL.

Mengutip Media Sosial menggunakan Format APA


Penulis Nama belakang, Inisial depan. Inisial tengah. [Pegangan jaringan]. (Tahun,
Bulan, Hari). Judul. Lampiran. Format. Diambil dari URL.
LAMPIRAN 3

MAKALAH
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. Suyatno, M.PdI

Disusun Oleh:

Khanifah Inabah

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Lahirnya UU No.22/1999 tentang otonomi daerah berimplikasi kepada otonomi
pendidikan dan otonomi sekolah, maka jadilah Indonesia menganut konsep
manajemen pendidikan berbasis sekolah (school based management) atau biasa
disingkat MBS. Sebelum adanya otonomi daerah ini pengelolaan pendidikan yang
dianut Indonesia sangat bersifat sentralistik, dimana pusat sangat dominan dalam
pengambilan kebijakan dan daerah bersifat pasif; hanya sebagai penerima dan
pelaksana pemerintah pusat.
MBS memberiksn keluasan bagi sekolah untuk menentukan arah dan kebijakan
yang relevan dengan situasi dan kondisi lingkungannya. MBS juga memberikan
peluang yang sangat besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan
pendidikan di sekolah.
Penting bagi guru, calon guru, maupun pemerhati pendidikan untuk benar-benar
memahami konsep MBS ini agar nantinya bisa menjalankan manajeman pendidikan
di sekolah sesuai dengan apa yang tertuang dalam konsep MBS. Untuk itu dalam
makalah ini akan dikupas mengenai pengertian MBS, alasan mengapa perlu
adannya MBS,ciri-ciri MBS, tujuan MBS, manfaat MBS, faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam MBS, dan model-model MBS.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, dan agar
permasalahan lebih mudah untuk dibahas, maka dalam makalah ini penulis
merumuskan beberapa pokok, seperti:
1. Apa pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
2. Mengapa perlu adanya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
3. Apa saja ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
4. Apa saja tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
5. Apa manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
6. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) ?
7. Berikan contoh model-model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasar perumusan masalah diatas, pengetahuan tentang Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) penting untuk diketahui bagi pendidikan. Secara umum tulisan ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
2. Mengetahui perlunya ada Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
3. Mengetahui ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
4. Mengetahui tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
5. Mengetahui manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
6. Mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS).
7. Mengetahui contoh model-model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

BAB II
PEMBAHSAN

A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata,
yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar
basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan
mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna
leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang
berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.
Definisi yang mencakup makna yang lebih luas dikemukakan oleh Wohlstetter
dan Mohrman (1996). Secara luas MBS berarti pendekatan politis untuk mendesain
ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada
partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipan lokal
sekolah tak lain adalah kepala sekolah, guru, konselor, pengembang kurikulum,
administrator, orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan siswa.

Secara lebih sempit MBS hanya mengarah pada perubahan tanggung jawab
pada bidang tertentu seperti dikemukakan Kubick (1988). MBS meletakan tanggung
jawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah daerah kepada sekolah yang
menyangkut bidang anggaran, personel, dan kurikulum. Oleh karena itu, MBS
memberikan hak kontrol proses pendidikan kepada kepala sekolah, guru, siswa, dan
orang tua (Nurkolis, 2008).

Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school based


management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat
mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan
masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang
memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa
mengolah sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai
dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu, dan
mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu, kebijakan nasional yang
menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS,
sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas,
mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber,
baik kepada masyarakat maupun pemerintah.

MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan
kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi
para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah
untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kelompok-
kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
pendidikan.

Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang
dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan
berikut :

a. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung


kepada peserta didik, orangtua, dan guru;
b. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal;
c. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil
belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim
sekolah;
d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan
guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan
perencanaan.
Dalam pelaksanaannya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak harus
meniru secara persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya Indonesia akan
belajar banyak dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan MBS di negara lain,
kemudian memodifikasi, merumuskan dan menyusun model dengan
mempertimbangkan berbagai kondisi setempat seperti sejarah, geografi, struktur
masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi di bidang pengelolaan pendidikan
yang telah dan sedang berlangsung selama ini (Mulyasa, 2002).

B. Alasan Mengapa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Pengelolaan pendidikan yang dianut dan dijalankan di Indonesia selama ini
sangat bersifat sentalistik, di mana pusat sangat dominan dalam pengambilan
kebijakan. Sebaliknya, daerah dan sekolah bersifat pasif, hanya sebagai penerima
dan pelaksana perintah pusat. Pola kerja sentralistik tersebut sering mengakibatkan
adanya kesenjangan antara kebutuhan riil sekolah dengan perintah atau apa yang
digariskan oleh pusat.
Sistem sentralistik kurang bisa memberikan pelayanan yang efektif, kelemahan-
kelemahan pola sentralistik tersebut selama ini tidak pernah digubris. Ketika lahir
Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Otonomi Daerah yang mengharuskan
pelaksanaan desentralisasi pendidikan, mau tidak mau pola sentralistik harus
diubah. Diperlukan formula baru dalam pengelolaan pendidikan di sekolah sesuai
dengan tuntutan masyarakat dan berkembangnya peraturan baru. Tujuan utama
penerapan MBS adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan serta mutu dan
relevansi pendidikan di sekolah.
Inovasi yang diharapkan timbul di sekolah serta bertambahnya prestasi
masyarakat untuk mendukung dan mengawasi sekolah, akan memberikan nilai
positif terhadap peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.
Beberapa kegiatan pada tahap awal yang ditempuh dalam pelaksanaan MBS
antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Meningkatkan kemampuan personil sekolah dalam pengelolaan sekolah,
termasuk pengelolaan sember daya dan penyusunan program untuk
mencapai tujuan sekolah.
b) Memberikan wewenang kepada sekolah untuk mengelola sumber daya dan
mengatur rumah tangga sekolah untuk mencapai tujuan sekolah dalam batas-
batas peraturan.
c) Mendorong partisipasi masyarakat yang lebih besar untuk mendukung
pendidikan di sekolah.
d) Mendorong pemanfaatan anggaran sekolah sesuai kebutuhan dan kondisi
sekolah dengan memberikan “block grant” yang dimanfaatkan bersama
dengan anggaran dan sumber-sumber lain.
e) Mendorong adanya transparasi dalam pengelolaan sekolah, mulai dari
perencanaan sampai dengan evaluasi. Dalam hal keuangan dengan
membuat RAPBS yang melibatkan kepala sekolah, guru serta pengurus BP3
dan juga tokoh masyarakat.
f) Mendorong dan memanfaatkan kemampuan personil sekolah untuk
meningkatkan kretifitas dan kemampuan yang dapat mendukung terjadinya
proses belajar mengajar yang aktif, efektif dan menyenangkan serta
terciptanya kondisi sekolah yang “sayang anak” (child friendly).
g) Bekerjasama dengan pemerntah untuk mendukung upaya pelaksanaan
kegiatan rintisan MBS di sekolah yang ditunjuk.
Peluang keberhasilan dalam menerapkan MBS di sekolah pada saat ini cukup
besar karena adanya factor pendukung berikut:
a) Tuntutan kehidupan demokratisasi yang cukup besar dari masyarakat
dalam era reformasi seperti sekarang ini.
b) Penerapan Undang-undang No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah yang
menekankan pada otonomi pemerintah pada tingkat Kabupaten/Kota.
c) Adanya komite sekolah yang berfungsi untuk membantu pelaksanaan
program JPS pendidikan di banyak sekolah.
d) Adanya keinginan pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
terhadap pendidikan di sekolah dengan meningkatkan tugas, fungsi dan
peran BP3 (Supriono, 2001).

C. Ciri-Ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Dalam MBS peran serta masyarakat sangat penting, tidak seperti masa lalu
yang hanya terbatas memobilisasi sumbangan uang dan sejenisnya. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan dalam model MBS memiliki fungsi dan peran yang
sangat besar. Masalah keuangan, kegiatan pembelajaran, sarana prasarana, dan
seluruh komponen penunjang pendidikan di sekolah merupakan tanggung jawab
sekolah yang telah “di-result”oleh masyarakat.
Dalam hal pembelajaran atau proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), maka
model MBS ini menekankan kepada pembelajaran aktif (active
learning), pembelajaran efektif (efektive learning) dan pembelajaran yang
menyenangkan (joyfull learning). Cara pembelajaran seperti ini memungkinkan
munculnya keberanian pada diri siswa untuk mengemukakan pendapat, bertanta,
mengkritik, dan mengakui kelemahannya apabila memang mereka melakukan
kesalahan.
Dengan semangat belajar yang tinggi, kondisi tempat dan iklim belajar yang
menyenangkan, dukungan dari masyarakat serta orang tua yang cukup. Pada
gilirannya pendekatan ini akan dapat mengurangi bahkan mengikis habis masalah
putus sekolah atau Drop Out (DO). Manajemen sekolah yang menitik beratkan pada
aspek kemandirian sekolah dengan ciri utama pada adanya keterbukaan atau
transparansi pelaksanaannya dimulai dari perencanaan sampai dengan pelaporan
diselenggarakan secara terbuka.
D. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan
masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam
GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pemgembangan
pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro,
meso maupun mikro.
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat
merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat,
bertujuan utuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.
Peningkatan efisiensi, antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola
sumberdaya, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara
peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melelui partisipasi orangtua terhadap
sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme
guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta disinsetif. Peningkatan
pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang
memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini
dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang
tinggi terhadap sekolah (Mulyasa, 2002).

E. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai
seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung
jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan
kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga
dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya
dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong
profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun
pemimpin sekolah. Dengan diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk
menyusun kurikulum, guru didorong untuk berinovasi dengan melakukan
eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan sekolahnya. Dengan demikian, MBS
mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
di sekolah. Melalui penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah terhadap
kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan
tuntutan pesrta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi peserta didik dapat
dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi orangtua, misalnya orangtua dapat
mengawasi langsung proses belajar anaknya.
MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-
sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orangtua, peserta didik dan
masyarakat yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan tentang
pendidikan. Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen
mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan
mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah. Adanya kontrol dari
masyarakat dan monitoring dari pemerintah , pengelolaan sekolah menjadi
akuntabel, transparan, egaliter, dan demokratis, serta menghapuskan monopoli
dalam pengelolaan pendidikan. Untuk kepentingan tersebut diperlukan kesiapan
pengelola pada berbagai level untuk melakukan perannya sesuai dengan
kewenangan dan tanggung jawab.

BAB III
SIMPULAN
· Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school based
management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat
mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan
masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang
memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional.
· Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif warga masyarakat, tetapi dari
pemerintah. Hal ini bisa dimengerti karena setelah 32 tahun Indonesia berada dalam
cengkeraman pemerintah otoriter yang membuat warganya takut untuk
mengeluarkan pendapat dan inisiatif. Oleh karena itu, pendekatan yang
digunakanpun berbeda dengan negara-negara lain yang peran serta masyarakatnya
sudah tinggi. Di Indonesia, penerapan MBS diawali dengan dikelurkannya UU No.25
tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional tahun 2000-2004.
· Dalam pelaksanaannya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak harus
meniru secara persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya Indonesia akan
belajar banyak dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan MBS di negara lain,
kemudian memodifikasi, merumuskan dan menyusun model dengan
mempertimbangkan berbagai kondisi setempat seperti sejarah, geografi, struktur
masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi di bidang pengelolaan pendidikan
yang telah dan sedang berlangsung selama ini

DAFTAR PUSTAKA

Nurkolis. (2006). Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model, dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.

Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Supriono, S. A. (2001). Manajemen Berbasis Sekolah. Jawa Timur: SIC.

Anda mungkin juga menyukai