Anda di halaman 1dari 39

Modul

PELAYANAN PRIMA
Sambutan

Pembangunan dan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN)


merupakan kebutuhan untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Undang-
Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah mengamanatkan
bahwa sangat diperlukan dan merupakan usaha strategis untuk membangun
aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai unsur pereka persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Lahirnya Undang-Undang No.5 tahun 2014 ini memberi dampak perubahan
tidak saja dari nomenklatur jabatan, namun yang lebih penting lagi adalah
perubahan struktur organisasi yang merubah cara pikir dan cara kerja pegawai.
Organisasi dinilai bukan dari penyerapan anggarannya saja, tapi lebih dari itu ia
dinilai dari hasil dan dampak yang diberikan organisasi/lembaga pemerintah kepada
masyarakat. Untuk itu, organisasi membutuhkan modal insani yang cerdas, inovatif,
dan mampu menjawab tuntutan zaman yang serba ‘internet of things’. Oleh sebab
itu, Peraturan Pemerintah (PP) No, 11 tahun 2017 tentang manajemen aparatur sipil
negara merespons tentang kepentingan pemerintah untuk mengelola ASN dan
menekankan pengembangan karir serta pengembangan kompetensi dengan
menekankan system merit. Dalam PP 11 tahun 2017 ini juga ditekankan bahwa
pengembangan kompetensi dilakukan pada tingkat instansi dan nasional. Dan setiap
pegawai negeri sipil (PNS) mendapatkan hak untuk mengembangkan kompetensi
minimal 20 (dua puluh) jam pembelajaran per tahun. Tentunya, dengan peraturan
ini memerlukan kemampuan lembaga-lembaga pengembangan kompetensi baik di
Pusat dan di Daerah memiliki kompetensi dalam mengelola dan menyelenggarakan
pengembangan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan lembaga, regional dan
nasional.
Untuk membantu lembaga-lembaga pengembangan kompetensi tersebut
dapat melakukan tugas dan fungsinya, Lembaga Administrasi Negara telah
merancang program pelatihan bagi para penyelenggara pelatihan yang sering
disebut Pelatihan Training Officer Cource (TOC). Tujuan program pelatihan ini adalah
untuk membangun kompetensi para penyelenggara agar dapat menyelenggarakan
program-program pelatihan dan memberikan pelayanan lembaga mereka secara
profesional. Program pelatihan TOC ini tentunya telah mengalami transformasi yang
cukup signifikan dari model pelatihan yang klasikal menjadi blended dan full e-
learning. Perancangan program dirancang dengan menerapkan pengelolaan yang
berkelanjutan atau Pro Hijau. Artinya program yang dikembangkan peduli akan
kebutuhan peserta yang menerima manfaat utama dari program yang dirancang,
namun juga memanfaatkan teknologi sebagai bagian dari upaya pelayanan yang
cepat, mudah diakses, efisien dan transparan. Dan tak kalah pentingnya,
penyelenggaraan program dengan pendekatan teknologi ini juga sebagai bentuk
upaya menyelamatkan bumi dari penggunaan kertas, sumber daya air, energi dan
lainnya.
Desain-disain mata pelatihan dan substansinya dalam program TOC ini telah
mengalami perubahan dan pembaharuan sesuai dengan konteks tantangan dan
kesempatan yang dihadapi oleh para penyelenggara saat ini. Saat ini kita diharapkan
dapat memberikan pelayanan yang maksimal dengan memperhatikan secara baik
kebutuhan para peserta, mempertimbangkan aspek lingkungan dan teknologi. Saya
dengan bangga menghadirkan program ini berserta modul-modul yang sesuai
kepada Anda dengan model pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
instansi. Semoga program ini dapat melengkapi kemampuan Anda yang sudah ada
dan memberikan inspirasi dalam pengelolaannya.
Kepada perancang program ini dan seluruh tim penulis, tim teknis dan tim
review dari disain pembelajaran yang telah berpartisipasi membuat program ini
terus mengalami perbaikan dan pembaharuan, saya mengucapkan terima kasih. ASN
cerdas adalah ASN yang terus mengasah kemampuan belajarnya. Dan ASN cerdas
juga ditumbuhkan oleh lembaga-lembaga pengembang kompetensi yang terus
melakukan pembelajaran dan berinovasi.

Jakarta, Januari 2022


Kepala Lembaga Administrasi Negara

Adi Suryanto
Kata Pengantar
Sejalan dengan upaya mewujudkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang unggul,
pengembangan kompetensi terutama melalui pelatihan merupakan usaha strategis
untuk meningkatkan kompetensi yang diharapkan. Penyelenggaraan Pelatihan
Penyelenggara Pelatihan atau Training Officer Course (TOC) dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan inovasi dalam pelatihan dan tuntutan perubahan.
Kehadiran modul TOC ini memiliki nilai strategis karena menjadi acuan dalam
proses pembelajaran, sehingga lembaga pelatihan dengan penyelenggara pelatihan
yang profesional dapat diwujudkan. Modul ini diharapkan dapat membantu
widyaiswara atau fasilitator pelatihan dalam mendesain pengajaran yang akan
disampaikan kepada peserta pelatihan; membantu pengelola dan penyelenggara
pelatihan dalam penyelenggaraan pelatihan; dan membantu peserta pelatihan
dalam mengikuti proses pembelajaran. Untuk maksud inilah maka dilakukan
penyempurnaan tehadap keseluruhan modul Pelatihan TOC yang meliputi substansi
dan format.
Disadari bahwa perkembangan lingkungan strategis berlangsung lebih cepat
khususnya terhadap kebutuhan pengembangan kompetensi dalam rangka
mendorong peningkatan kompetensi ASN, peningkatan kinerja organisasi, dan
akselerasi reformasi birokrasi, maka kualitas modul perlu terus dipantau dan
disesuaikan manakala terdapat hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Sehubungan
dengan hal ini, modul ini dapat pula dipandang sebagai bahan minimal pelatihan,
dalam artian bahwa setelah substansinya disesuaikan dengan perkembangan yang
ada, maka dapat dikembangkan selama relevan dengan hasil belajar yang akan
dicapai dalam modul ini. Oleh karena itu, peranan widyaiswara termasuk peserta
pelatihan juga dibutuhkan. Konkritnya, widyaiswara dapat melakukan penyesuaian
dan pengembangan terhadap isi modul, sedangkan peserta pelatihan dapat
memperluas bacaan yang relevan dengan modul ini, sehingga proses pembelajaran
dapat berlangsung dinamis, interaktif, dan aktual.
Kepada seluruh peserta diharapkan dapat mengikuti seluruh rangkaian
kegiatan secara optimal dengan penuh kesungguhan. Selamat mengikuti pelatihan
TOC.
Salam sukses.

Jakarta, 2022

Deputi Bidang Kebijakan


Pengembangan Kompetensi Aparatur
Sipil Negara

Muhammad Taufiq
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat....................................................................... 3
C. Tujuan Pembelajaran................................................................ 3
D. Materi Pokok ............................................................................ 3
F. Petunjuk Belajar........................................................................ 4

BAB II KONSEP PELAYANAN PRIMA DALAM PENYELENGGARAAN


PELATIHAN ........................................................................................ 5
A. Pengertian Pelayanan Prima .................................................... 5
B. Asas dan Standar Pelayanan Publik.......................................... 7
C. Konsep Pelayanan Prima ................................................................ 10
D. Pengelolaan Pengaduan ................................................................. 14
E. Latihan ............................................................................................ 17
F. Rangkuman ..................................................................................... 17

BAB III RAGAM KEBUTUHAN PESERTA PELATIHAN ...................................... 19


A. Karakteristik Stakeholder Pelatihan ............................................... 19
B. Kebutuhan Utama .......................................................................... 20
C. Kebutuhan Penunjang .................................................................... 21
D. Latihan ............................................................................................ 21
E. Rangkuman ..................................................................................... 21

BAB IV PENERAPAN PELAYANAN PRIMA DALAM PENYELENGGARAAN


PELATIHAN ..................................................................................... 22
A. Sikap dan Perilaku dalam Pelayanan Prima dalam Pelatihan......... 22
B. Dimensi Kualitas Pelayanan dalam Pelatihan ................................. 26
C. Latihan ............................................................................................ 32
D. Rangkuman..................................................................................... 32

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 33


Simpulan ............................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan publik merupakan urat nadi dari pada bekerjanya sistem pemerintahan
negara dalam mewujudkan tujuan pendirian Negara Republik Indonesia yang
diantaranya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Demikian pentingnya pelayanan publik yang diberikan
pemerintah kepada masyarakat, sehingga sering dijadikan indikator keberhasilan
suatu rezim pemerintahan. Demikian juga halnya dengan konteks instansi/unit
kerja, sekalipun berbagai capaian indikator kinerja lain sudah diraih dengan baik,
namun jika indikator kualitas pelayanannya buruk maka publik akan menilai bahwa
instansi/unit kerja tersebut gagal.

Peserta TOC yang berbahagia, alinea pengantar diatas cukuplah memberikan alasan
yang sangat esensial akan peran dan kedudukan kita selaku penyelenggara
pelatihan, dengan salah satu tugas utamanya adalah memberikan pelayanan kepada
stakeholder pelatihan. Dimana pelayanan yang kita berikan tidak semata hanya
untuk memenuhi tuntutan dari tahapan kegiatan dan tugas kita, namun lebih dari
pada itu kita dihadapkan kepada tuntutan akan kualitas pelayanan yang paripurna
(terbaik) yang dapat kita berikan.

Sekalipun penyelenggaraan pelayanan pelatihan sudah menjadi rutinitas keseharian


kita, namun dengan adanya tuntutan akan kualitas pelayanan yang selalu baik
bakhan terus meningkat, maka sangat penting bagi kita mampu memastikan bahwa
pelayanan yang kita berikan sudah sesuai dengan kebutuhan dan harapan
stakeholder kita. Berbagai upaya memperbaiki kualitas pelayanan juga tentunya
sudah kita lakukan selama ini, namun sering sekali kita masih menemukan berbagai
catatan-catatan keluhan dan bahkan masih adanya unsur ketidak puasan
stakeholder kita terhadap pelayanan yang kita berikan.

Modul ini bermaksud menyegarkan kembali pengetahuan dan praktik baik yang
telah dilakukan oleh penyelenggara tentang kebutuhan stakeholder pelatihan dan
menuangkannya dalam bentuk dokumen. Diharapkan dari mata pelatihan ini
nantinya, penyelenggara sudah mempunyai panduan yang dapat dipakai pada saat
penyelenggaraan pelatihan selanjutnya.

1 |Page
Suksesnya unit kerja kita sebagai lembaga pelatihan sangat bergantung pada
kualitas pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh lembaga. Dan kita selaku
penyelenggara pelatihan adalah garda terdepan yang akan menjadi cermin dari
kualitas pelayanan yang diberikan oleh lembaga kita. Pelayanan diukur dari
kepuasan para stakeholder, khususnya para peserta kita. Mereka mengukur dan
menilai pelayanan dari setiap aspek penyelenggaraan yang kita berikan. Mereka
akan menilai dari jenis, kuantitas dan kualitas pelayanan. Dan lebih dari itu
bagaimana pelayanan itu kita berikan. Oleh sebab itu, modul ini penting bagi kita
untuk melihat kembali makna pelayanan dan bagaimana caranya agar kita dapat
memberikan pelayanan yang tepat dan prima kepada para peserta. Sehingga hasil
belajar yang kita ingin wujudkan, yang merupakan bagian penting dari kesuksesan
sebuah program pelatihan, dapat kita realisasikan.

Setelah peserta mempelajari beberapa modul pelatihan TOC yang antara lain seperti
Modul Administrasi Pelatihan, Modul Sistem Informasi Pelatihan, Modul
Pengelolaan Pelayanan Pendukung Pelatihan, Modul Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dan Modul Monitoring dan Evaluasi tentunya sudah sangat cukup
pengetahuan dan pemahaman peserta TOC terkait keseluruhan ruang lingkup dan
pengorganisasian penyelenggara pelatihan, sehingga peserta sudah dapat
memahami ruang lingkup penerapan pelayanan prima dalam penyelengaraan
pelatihan secara utuh, disamping itu juga terdapat beberapa Modul lain yaitu Etika
dan Integritas dalam Pelatihan, Etos Kerja Pelayanan, Protokol dan Kehumasan
dalam Pelatihan, Koordinasi dan Tim Building dalam Pelatihan, yang sudah
memberikan banyak pemahaman dan internalisasi terkait peningkatan kapasitas
seorang penyelenggara pelatihan dalam melaksanakan tugas dan perannya secara
maksimal khususnya terkait dengan sikap dan perilaku pelayanan dalam pelatihan.
Maka didalam Modul Pelayanan Prima ini kita akan lebih fokus kepada bagaimana
memastikan penerapan pelayanan prima dalam penyelenggaraan pelatihan dapat
kita pastikan terwujud.

Modul ini harapannya dapat menjadi salah satu referensi bagi penyelenggara
pelatihan dalam upaya untuk meningkatan kualitas pelayanan pelatihan secara
berkesinambungan, dengan menjadikan pemenuhan kebutuhan dan kepuasan
stakeholder sebagai titik tolak dalam mewujudkan pelayanan prima yang diberikan.

2 |Page
B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali Peserta dengan kemampuan menjelaskan penerapan
pelayanan prima dalam konteks pelatihan, melalui pembelajaran konsep pelayanan
prima, ragam kebutuhan stakeholder pelatihan dan penerapan pelayanan prima
dalam konteks pelatihan. Pembelajaran mata pelatihan ini dilakukan secara mandiri.
Pembelajaran dalam mata pelatihan ini dilakukan dengan mengunduh dan
mempelajari bahan pelatihan, menyimak video, serta mengerjakan tugas-tugas
sebagai latihan maupun sebagai output pembelajaran.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Mata Pelatihan ini membekali peserta dengan kemampuan menjelaskan
penerapan pelayanan prima dalam konteks penyelenggaraan pelatihan.

2. Indikator Hasil Belajar


Setelah selesai proses pembelajaran Peserta diharapkan dapat:
a. menjelaskan konsep pelayanan prima;
b. menjelaskan ragam kebutuhan stakeholdes pelatihan; dan
c. menjelaskan penerapan pelayanan prima dalam konteks pelatihan.

D. Materi pokok
Mata pelatihan ini terdiri dari materi pokok antara lain:
1. Konsep Pelayanan Prima
a. Pengertian Pelayanan Prima
b. Asas dan Standar Pelayanan Publik
c. Ruang Lingkup Pelayanan Prima
d. Pengelolaan Pengaduan

2. Ragam Kebutuhan Stakeholder Pelatihan


a. Karakteristik Stakeholder Pelatihan
b. Kebutuhan Utama
c. Kebutuhan penujang

3. Penerapan Pelayanan Prima Dalam Konteks Pelatihan


a. Penerapan Sikap dan Perilaku Pelayanan Prima dalam Pelatihan
b. Dimensi kualitas Pelayanan dalam Pelatihan

3 |Page
F. Petunjuk Belajar
Penyampaian mata pelatihan menggunakan pendekatan pembelajaran orang
dewasa yang berfokus pada eksplorasi pengetahuan secara mandiri dan
merefleksikan pengalaman penyelenggara. Diharapkan dengan metode ini peserta
dapat lebih berperan aktif dalam pembelajaran. Untuk dapat melengkapi
pengetahuan tentang pelayanan prima dalam penyelenggaraan pelatihan,
diharapkan peserta sudah terlebih dahulu mempelajari dan mendalami modul mata
pelatihan yang lain dalam pelatihan TOC ini. Peserta juga disarankan untuk
membaca UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik beserta dengan
peraturan perundang-undangan pelaksananya, serta berbagai referensi lainnya
seperti penerapan good practices pelayanan di instansi yang sejenis maupun yang
menyelenggarakan pelayanan publik lainnya.

4 |Page
BAB II
KONSEP PELAYANAN PRIMA DALAM PENYELENGGARAAN PELATIHAN

A. Pengertian Pelayanan Prima


Sebelum kita melihat definisi pelayanan prima, terlebih dahulu kita menyimak
beberapa pengertian terkait dengan pelayanan dan konteks pelayanan yang
dilakukan oleh instansi pemerintah (pelayanan publik).

Untuk mendefinisikan Pelayanan maka terdapat dua istilah di dalam kamus besar
Bahasa Indonesia yang perlu kita pahami yaitu melayani dan pelayanan. Pengertian
melayani adalah “membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan
seseorang”. Sedangkan pengertian pelayanan adalah “usaha melayani kebutuhan
orang lain” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995).

Dari pengertian diatas, maka sudah cukup memberikan perspektif kepada kita
bahwa, kegiatan pelayanan merupakan bentuk aktivitas interaksi antara pemberi
layanan dengan penerima layanan (pelanggan). Dimana pemberi layanan
mengambil posisi aktif “usaha melayani kebutuhan orang lain” dalam menjalankan
tugasnya untuk memenuhi kebutuhan penerima layanan (pelanggan).

Dalam konteks kita sebagai penyelenggara pelayanan pada instansi pemerintah


maka perlu kita memahami definisi pelayanan publik yang dituangkan dalam UU No
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.

Melengkapi pengertian pelayanan publik, kita juga dapat melihat pendapat Agus
Dwiyanto yang mendefinisikan pelayanan publik sebagai semua jenis pelayanan
untuk menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang memenuhi
kriteria yaitu merupakan jenis barang atau jasa yang memiliki eksternalitas tinggi
dan sangat diperlukan masyarakat serta penyediaannya terkait dengan upaya
mewujudkan tujuan bersama yang tercantum dalam konstitusi maupun dokumen
perencanaan pemerintah, baik dalam rangka memenuhi hak dan kebutuhan dasar
warga, mencapai tujuan strategis pemerintah, dan memenuhi komitmen dunia
internasional (Dwiyanto, 2010). Pelayanan yang dikelola oleh tiap-tiap instansi

5 |Page
pemerintah terbagi atas Pelayanan utama (core service), Pelayanan Fasilitas
(facilitating service) dan pelayanan pendukung (supporting service) (LAN: 2006).
Pelayanan utama adalah pelayanan yang diberikan oleh suatu unit penyedia jasa
pelayanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi utama yang diberikan kepada
unit penyedia pelayanan tersebut. Pelayanan fasilitas, yaitu pelayanan yang
diberikan untuk menunjang pelaksanaan pelayanan utama dimana bila pelayanan
fasilitas ini tidak diberikan, maka pelayanan utama tidak dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Dan yang dimaksud dengan pelayanan pendukung adalah
pelayanan tambahan yang berfungsi untuk menambah nilai/kualitas pelayanan
utama yang diberikan.

Sedangan pengertian Pelayanan Prima merupakan terjemahan dari istilah “Excellent


Service” yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik dan atau pelayanan
yang terbaik. Disebut sangat baik atau terbaik, karena sesuai dengan standar
pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan.
Apabila instansi pelayanan belum memiliki standar pelayanan, maka pelayanan
disebut sangat baik atau terbaik atau akan menjadi prima, manakala dapat atau
mampu memuaskan pihak yang dilayani (pelanggan). Jadi pelayanan prima dalam
hal ini sesuai dengan harapan pelanggan (LAN: 2006).

Pelayanan prima juga di definisikan sebagai pelayanan yang sangat baik dan
melampaui harapan pelanggan, pelayanan yang memiliki ciri khas kualitas (quality
nice), pelayanan dengan standar kualitas yang tinggi dan selalu mengikuti
perkembangan kebutuhan pelanggan setiap saat, secara konsisten dan akurat
(handal), pelayanan yang memenuhi kebutuhan praktis (practical needs) dan
kebutuhan emosional (emotional needs) pelanggan (Rahmayanty, 2012).

Dari pengertian pelayanan prima tersebut, maka menjadi catatan penting bagi kita
dalam memberikan pelayanan dengan selalu memperhatikan tiga hal pokok.
Pertama, kita harus selalu peduli akan kebutuhan pelanggan yang kita layani. Kedua,
dalam memberikan pelayanan maka kita pastikan telah memiliki orientasi melayani
dengan tindakan terbaik. Dan yang Ketiga bahwa hasil pelayanan yang kita berikan
dapat memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar layanan tertentu.
Selanjutnya, perlu kita pahami bahwa keberhasilan program pelayanan prima
tergantung pada penyelarasan kemampuan, sikap, penampilan, perhatian,
tindakan, dan tanggung jawab dalam pelaksanaannya.

6 |Page
Dalam konteks penyelenggaraan pelatihan, maka konsep pelayanan prima dapat
kita pahami adalah berbagai upaya untuk mewujudkan kualitas pelayanan yang
diberikan oleh lembaga pelatihan dengan berbagai bentuk aktivitas yang dilakukan
oleh penyelenggara pelatihan guna memenuhi harapan peserta pelatihan. Artinya,
pelayanan merupakan jasa atau service yang disampaikan oleh penyelenggara
pelatihan yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan yang baik, kemampuan
dan keramah-tamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan
pelayanan kepada stakeholder pelatihan yang ada.

Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan


persepsi para peserta pelatihan atas pelayanan nyata yang mereka terima/peroleh
dengan pelayanan yang mereka harapkan/inginkan terhadap atribut-atribut
pelayanan seperti yang telah disebutkan di atas. Karena pelayanan itu terus
berkembang mengikuti perubahan kebutuhan maka pelayanan pun perlu selalu
mengikuti perkembangan dengan melihat beberapa hal dibawah ini.

B. Asas dan Standar Pelayanan Publik


Sebelum kita membahas tentang ruang lingkup penerapan pelayanan prima dalam
pelayanan, sebagai penyelenggara pelayanan pada instansi pemerintah maka kita
terlebih dahulu perlu mengetahui asas-asas pelayanan public. Didalam Pasal 4
Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, disebutkan asas-asas
pelayanan publik antara lain:
1. Kepentingan umum, yaitu Pemberian pelayanan tidak boleh
mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.
2. Kepastian hukum, yaitu Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam
penyelenggaraan pelayanan.
3. Kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras,
agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
4. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus sebanding
dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun
penerima pelayanan.
5. Keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi
yang sesuai dengan bidang tugas.
6. Partisipatif, yaitu peningkatan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan,
dan harapan masyarakat.
7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu setiap warga negara

7 |Page
berhak memperoleh pelayanan yang adil.
8. Keterbukaan, yaitu setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah
mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang
diinginkan.
9. Akuntabilitas, yaitu proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu pemberian
kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam
pelayanan.
11. Ketepatan waktu, yaitu penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat
waktu sesuai dengan standar pelayanan.
12. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu setiap jenis pelayanan
dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau

Dalam konteks pelayanan pada instansi pemerintah, kita juga perlu memahami
bahwa pentingnya pemberian pelayanan publik secara berkualitas juga telah
ditegaskan di dalam UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dimana
pernyataan kualitas pelayanan selalu dikaitkan dengan penetapan standar
pelayanan publik. Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan
sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka
pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Komponen
standar pelayanan sebagaimana di atur oleh UU No 25 tahun 2009, dibedakan
menjadi dua komponen, yaitu:

1. Komponen standar pelayanan yang berkaitan dengan proses penyampaian


pelayanan (service delevery), meliputi:
a. Persyaratan
b. Sistem, mekanisme dan prosedur
c. Jangka waktu pelayanan
d. Biaya/tarif
e. Produk pelayanan
f. Penanganan pengaduan, saran dan masukan

2. Komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses pengelolaan


pelayanan di internal organisasi (manufacturing), meliputi:

8 |Page
a. Dasar hukum
b. Sarana dan prasarana, dan/atau fasilitas
c. Kompetensi pelaksana
d. Pengawasan internal
e. Jumlah pelaksana
f. Jaminan pelayanan
g. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan
h. Evaluasi kinerja pelaksana

Di dalam Permenpan RB No. 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan


lebih lanjut ditekan agar dalam penyusunan, penetapan dan penerapan Standar
Pelayanan dilakukan dengan memperhatikan prinsip sebagai berikut:

1. Sederhana
Standar Pelayanan yang mudah dimengerti, mudah diikuti, mudah
dilaksanakan mudah diukur, dengan prosedur yang jelas dan biaya
terjangkau bagi masyarakat maupun penyelenggara
2. Partisipatif
Penyusunan Standar Pelayanan dengan melibatkan masyarakat dan pihak
terkait untuk membahas bersama dan mendapatkan keselarasan atas dasar
komitmen atau hasil kesepakatan.
3. Akuntabel
Hal-hal yang diatur dalam Standar Pelayanan harus dapat dilaksanakan dan
dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan
4. Berkelanjutan
Standar Pelayanan harus terus menerus dilakukan perbaikan sebagai upaya
peningkatan kualitas dan inovasi pelayanan
5. Transparansi
Standar Standar Pelayanan Pelayanan harus dapat dengan mudah harus
dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
6. Keadilan
Standar Pelayanan harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan dapat
menjangkau semua masyarakat yang berbeda status ekonomi, jarak lokasi
geografis, dan perbedaan kapabilitas fisik dan mental.

Lebih lanjut Vincent Gaspersz juga menyampaikan bahwa kualitas pelayanan


meliputi dimensi- dimensi sebagai berikut:

9 |Page
1. Ketepatan waktu pelayanan berkaitan dengan waktu tunggu dan proses;
2. Kualitas pelayanan berkaitan dengan akurasi atau ketepatan pelayanan;
3. Pelayanan berkaitan dengan kesopanan dan keramahan pelaku pelayanan;
4. Kualitas pelayanan berkaitan dengan tanggung jawab dalam penanganan
keluhan;
5. Kualitas pelayanan berkaitan dengan jumlah petugas yang melayani serta
fasilitas pendukung lainnya;
6. Kualitas pelayanan berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan,
tempat parkir, ketersediaan informasi, dan petunujuk/panduan lainnya;
7. Kualitas pelayanan berhubungan dengan kondisi lingkungan kebersihan,
ruang tunggu fasilitas musik, AC, alat komunikasi, dan lain-lain.

Selain itu, kualitas pelayanan berhubungan erat dengan beberapa konsep penting di
bawah:
1. Prosedur pelayanan: Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2. Waktu penyelesaian: ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai
dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
3. Biaya pelayanan dalam hal ini biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya
yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan.
4. Produk pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
5. Sarana dan Prasarana harus disediakan secara memadai oleh
penyelenggara pelayanan publik.
6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan, harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang
dibutuhkan.

C. Konsep Pelayanan Prima


Setelah kita memahami tentang pengertian dari pelayanan prima, maka untuk dapat
mengaplikasikan penerapan pelayanan prima dalam konteks penyelenggaraan
pelatihan, maka kita juga perlu memperhatikan lebih lanjut terkait dengan konsep-
konsep pelayanan prima itu sendiri, sehingga nantinya dapat diaplikasikan dalam
konteks diri penyelengara pelayanan.

Beberapa konsep pendekatan penerapan pelayanan prima dalam penyelenggaraan


pelayanan. Diantaranya konsep A3, yaitu: Attitude (Sikap), Attention (Perhatian),

10 |Page
Action (Tindakan), namun ada pula yang menggunakan konsep lainnya. Pelayanan
prima berdasarkan konsep A3 yang diperkenalkan oleh Daryanto dan Ismanto
tersebut adalah sebagai berikut ini:

1. Attitude (Sikap)
Pelayanan prima berdasarkan sikap merupakan pemberian pelayanan tebaik
kepada para pelanggan dengan lebih fokus/ mengutamakan pada perbaikan
sikap (attitude). Pelayanan prima berdasarkan sikap meliputi:
a. Pelayanan dengan pikiran yang positif
b. Pelayanan dengan penampilan yang serasi
c. Pelayanan prima dengan sikap saling menghargai

2. Attention (Perhatian)
Pelayanan prima berdasarkan pada konsep perhatian (attention) mencakup
tiga prinsip pokok yang meliputi:
a. Mendengarkan, mengerti dan memahami secara seksama kebutuhan
para kolega dan pelanggan
b. Mengamati dan mendengar perilaku para kolega dan pelanggan
c. Memberikan perhatian penuh pada kolega dan pelanggan

3. Action (Tindakan)
Pelayanan prima berdasarkan konsep tindakan (action) mencakup 5 (lima)
prinsip pokok yang meliputi:
a. Mencatat pesanan pelanggan
b. Mencatat kebutuhan pelanggan
c. Menegaskan kembali kebutuhan pelanggan
d. Mewujudkan kebutuhan pelanggan
e. Menyatakan terimakasih dengan harapan pelanggan akan kembali.

Menurut Atep pelayanan prima dapat dikembangkan dengan menyelaraskan


beberapa faktor atau 6A yang meliputi: Ability (Kemampuan), Attitude (Sikap),
Appearance (Penampilan), Attention (Perhatian), Action (Tindakan), Accountability
(Tanggungjawab).

11 |Page
1. Ability (Kemampuan)
Kemampuan merupakan keterampilan serta wawasan yang wajib dimiliki
oleh semua penyedia layanan dalam rangka menunjang dan
memaksimalkan program layanan prima. Contoh kemampuan yang harus
dimiliki antara lain kemampuan dan kecakapan dalam bidang kerja yang
ditekuni, dapat melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan
motivasi, dan menggunakan public relations atau hubungan masyarakat
sebagai sarana dalam membina hubungan ke dalam dan ke luar perusahaan
atau organisasi.

2. Attitude (Sikap)
Sikap merupakan tingkah laku, perilaku atau perangai yang harus
dimunculkan penyedia layanan pada saat menghadapi dan melayani
pelanggan. Sikap juga bisa diartikan sebagai tingkah laku saat berhadapan
dengan situasi tertentu maupun orang tertentu. Saat menghadapi
pelanggan diharapkan penyedia layanan mampu menonjolkan sikap yang
terbaik.

3. Appearance (Penampilan)
Penampilan merupakan penampilan terbaik dari penyedia layanan saat
menghadapi dan memberikan layanan terhadap pelanggan, penampilan
bisa bersifat fisik saja maupun fisik dan non-fisik, penampilan sangat penting
karena mampu mencerminkan kepercayaan diri serta kredibilitas orang
tersebut kepada orang lain. Dalam sebuah perusahaan standar dalam
berpenampilan wajib dibuat, dipatuhi serta diterapkan oleh semua pihak
terlebih saat bertemu orang dan memberikan pelayanan.

4. Attention (Perhatian)
Perhatian merupakan rasa simpati dan kepedulian penuh dari penyedia
layanan terhadap pelanggan, baik perhatian dari segi keinginan serta
kebutuhan pelanggan maupun pemahaman saran dan kritik pelanggan.
Rasa perhatian ini sangat penting dimiliki bagi penyedia layanan terutama
yang berhubungan atau interaksi langsung dengan pelanggan.

5. Action (Tindakan)
Tindakan merupakan kegiatan nyata yang harus dilakukan pada saat
memberikan layanan kepada pelanggan. Atau bisa diartikan sebagai

12 |Page
perbuatan nyata atau upaya yang bertujuan untuk memberikan pelayanan
yang baik dan wajar. Tindakan dapat meliputi: pencatatan setiap pesanan
pelanggan, pencatatan kebutuhan pelanggan, memperjelas kebutuhan
pelanggan, mewujudkan kebutuhan pelanggan, memberikan ucapan
terimakasih dengan harapan pelanggan akan kembali.

6. Accountability (Tanggungjawab)
Tanggungjawab merupakan suatu sikap keberpihakan penyedia layanan dan
perusahaan kepada pelanggan sebagai wujud kepedulian dan rasa empati,
sikap tanggungjawab ini harus dilaksanakan dengan benar dan hati-hati agar
dapat menghindari dan meminimalisir kerugian atau ketidakpuasan
pelanggan

Sebagai pelaksana pelayanan pada instansi pemerintah, maka penyelengara


pelatihan dalam upaya mewujudkan sikap dan perilaku pelayanan prima juga dapat
mengacu kepada standar perilaku pelayanan publik yang telah dirumuskan dalam
Pasal 34 Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu:
1. Adil dan tidak diskriminatif;
2. Cermat;
3. Santun dan ramah;
4. Tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut;
5. Profesional;
6. Tidak mempersulit;
7. Patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
8. Menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi
penyelenggara;
9. Tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasrakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
10. Terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan
kepentingan;
11. Tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan
publik;
12. Tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam
menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi
kepentingan masyarakat;
13. Tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang
dimiliki;

13 |Page
14. Sesuai dengan kepantasan; dan
15. Tidak menyimpang dari prosedur.

D. Pengelolaan Pengaduan
Pelayanan Prima adalah pelayanan yang memuaskan pelanggan. Salah satu
indikator adanya kepuasan pelanggan adalah tidak adanya keluhan dari pelanggan.
Akan tetapi, didalam praktek, keluhan-keluhan pelanggan ini akan selalu ada. Begitu
juga halnya dalam konteks penyelenggaraan pelatihan, dimana salah satu indikator
keberhasilan dan kualitas penyelenggaraan pelatihan dilihat dari hasil evaluasi
penyelenggara pelatihan. Tingkat kepuasan stakeholder pelatihan atas pelayanan
yang diberikan, baik pelayanan akademik maupun pelayanan penujang selama
penyelenggaraan maupun paska pelatihan pelatihan menjadi salah satu indikator
penilaian terhadap instansi penyelenggara pelatihan.

Dengan demikian, penyelenggara pelatihan wajib menanggapi dan menghadapi


keluhan-keluhan pelanggan tersebut untuk kepentingan dan memastikan akan
kepuasan pelanggan. Untuk itu, pemberi pelayanan perlu mengetahui sumber-
sumber keluhan pelanggan dan mengetahui cara-cara mengatasi keluhan
pelanggan.

Menurut Endar Sugiarto (1999), bentuk keluhan pelanggan dapat


dikategorikan/dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu:

1. Mechanical Complaint (Keluhan Mekanikal)


Mechanical complaint adalah suatu keluhan yang disampaikan oleh
pelanggan sehubungan dengan tidak berfungsinya peralatan yang
dibeli/disampaikan kepada pelanggan tersebut;

2. Attitudinal Complaint (Keluhan akibat sikap petugas pelayanan)


Attitudinal complaint adalah keluhan pelanggan yang timbul karena sikap
negatif petugas pelayanan pada saat melayani pelanggan. Hal ini dapat
dirasakan oleh pelanggan melalui sikap tidak peduli dari petugas pelayanan
terhadap pelanggan;

3. Service Related Complaint (Keluhan yang berhubungan dengan pelayanan)


Service related complaint adalah suatu keluhan pelanggan karena hal-hal
yang berhubungan dengan pelayanan itu sendiri. Misalnya seseorang

14 |Page
mendaftar untuk ikut suatu Pelatihan, ternyata formulir pendaftaran belum
siap dan oleh petugas diminta untuk menunggu;

4. Unusual Complaint (Keluhan yang aneh)


Unusual complaint adalah keluhan pelanggan yang bagi petugas merupaka
keanehan (tidak wajar/tidak umum). Pelanggan yang mengeluh seperti ini
sebenarnya secara psikologis adalah orang-orang yang hidupnya tidak
bahagia atau kesepian.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi keluhan pelanggan,
antara lain adalah:
1. Pelanggan biasanya marah pada saat menyampaikan keluhan. Oleh karena
itu, petugas pelayanan tidak boleh terpancing untuk ikut marah;
2. Petugas pelayanan tidak boleh memberikan janji-janji yang sebenarnya sulit
dipenuhi serta tidak menjanjikan sesuatu yang berada di luar wewenangnya;
3. Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan sedangkan petugas sudah
berbuat maksimal, petugas harus berani menyatakan menyerah dengan
jujur;
4. Ada pelanggan yang selalu mengeluh. Untuk menghadapi pelanggan seperti
itu, petugas harus sabar dan melakukan pendekatan secara khusus.

Peraturan Presiden No 78 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Masyarakat


telah diatur beberapa tahapan penting yang perlu diketahui oleh penyelenggara
Pelayanan Publik agar Tata Kelola Pengaduan dapat berjalan secara efektif dan
efesien, diantaranya yaitu:

1. Tersedianya sarana penyampaian pengaduan, dapat melaui email, telepon,


sms, WhatsApp, datang langsung, dsb;
2. Adanya pejabat yang mengelola pengaduan;
3. Terdapat sistem mekanisme prosedur pengaduan; Surat/email/WA
customer Pengelola pengaduan memproses pengaduan Solusi/jawaban
pengaduan;
4. Terdapat jangka waktu penyelesaian pengaduan; dan
5. Menyusun laporan secara berkala hasil pengelolaan pengaduan yang telah
dilakukan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan kebijakan peningkatan
pelayanan publik.

15 |Page
Lebih lanjut dalam Pasal 8 Perpres No 78 Tahun 2013 tersebut juga mewajibkan
Penyelenggara pelayanan untuk menyusun mekanisme pengaduan yang meliputi:
1. Penerimaan: pemeriksaan kelengkapan dokumen pengaduan dan
pencatatan serta pemberian tanggapan kepada pengadu;
2. Penelaahan dan pengklasifikasian: identifikasi masalah, pemeriksaan
substansi pengaduan, krarifikasi, evaluasi bukti dan seleksi;
3. Penyaluran pengaduan: meneruskan pengaduan kepada penyelenggara
lain yang berwenang, dalam hal substansi pengaduan tidak menjadi
kewenangannya;
4. Penyelesaian pengaduan: penyampaian saran penyelesaian kepada pejabat
terkait di lingkungan penyelenggara, pemantauan, pemberian informasi
kepada pengadu, pelaporan tindak lanjut dan pengarsipan

Gambar 1.1 Contoh Mekanisme Pengaduan

Disamping itu pengelolaan pengaduan tersebut juga harus memperhatikan


kelompok rentan dan berkebutuhan khusus, serta penyelesaian pengaduan dan
tindakan korektif harus terbuka bagi publik dan diinformasikan melalui sistem
informasi pelayanan publik pada setiap penyelenggara.

Selanjutnya Penyelenggara wajib melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap


pengelolaan pengaduan secara berkala sekurang-kurangnyanya jumlah dan jenis
pengaduan yang diterima, penyebab pengaduan, serta penyelesaian terhadap
pengaduan. Hasil pemantauan dan evaluasi wajib ditindak lanjuti oleh
penyelenggara untuk peningkatan penyelengaraan pelayanan publik.

16 |Page
E. Latihan
1. Setelah mempelajari konsep pelayanan prima, Saudara diminta untuk
mengidentifikasikan konsep pelayanan prima apa saja yang sudah
diterapkan pada penyelenggaraan pelatihan di instansi Saudara.
2. Coba Saudara jelaskan penerapan standar perilaku pelayanan pada
penyelenggaraan pelatihan di instansi Saudara sesuai dengan Pasal 34
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

F. Rangkuman
Pelayanan prima dapat definisikan sebagai pelayanan yang sangat baik dan
melampaui harapan pelanggan, pelayanan yang memiliki ciri khas kualitas (quailty
nice), pelayanan dengan standar kualitas yang tinggi dan selalu mengikuti
perkembangan kebutuhan pelanggan setiap saat, secara konsisten dan akurat
(handal), pelayanan yang memenuhi kebutuhan praktis (practical needs) dan
kebutuhan emosional (emotional needs) pelanggan.

Sebagai penyelenggara pelayanan pada instansi pemerintah maka penyelenggaraan


pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan publick antara lain: 1).
Kepentingan umum; 2). Kepastian hukum; 3). Kesamaan hak; 4). Keseimbangan hak
dan kewajiban; 5). Keprofesionalan; 6). Partisipatif; 7). Persamaan perlakuan / tidak
diskriminatif; 8). Keterbukaan; 9). Akuntabilitas; 10). Fasilitas dan perlakuan khusus
bagi kelompok rentan; 11) Ketepatan waktu; dan 12). Kecepatan, kemudahan, dan
keterjangkauan.

Pemberian pelayanan yang berkualitas juga sangat dipengaruhi oleh sikap dan
perilaku pemberi layanan. Oleh karena itu, sebagai penyelenggara pelayanan pada
instansi pemerintah, penyelenggara pelatihan harus memiliki standar perilaku yang
baik diantaranya dapat mengacu kepada standar perilaku pelayanan publik yang
telah dirumuskan dalam Pasal 34 Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, yaitu: 1). Adil dan tidak diskriminatif; 2). Cermat; 3). Santun dan
ramah; 4). Tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut; 5).
Profesional; 6). Tidak mempersulit; 7). Patuh pada perintah atasan yang sah dan
wajar; 8). Menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi
penyelenggara; 9). Tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib
dirahasrakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 10). Terbuka dan
mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan; 11). Tidak
menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik; 12). Tidak

17 |Page
memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi
permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat; 13).
Tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki;
14). Sesuai dengan kepantasan; dan 15). Tidak menyimpang dari prosedur.

18 |Page
BAB III
RAGAM KEBUTUHAN PESERTA PELATIHAN

A. Karakteristik Stakeholder Pelatihan


Satu hal yang perlu diidentifikasi sebelum melaksanakan suatu kegiatan pelatihan
adalah stakeholder. Stakeholder adalah siapapun baik individu maupun kelompok
yang bisa mempengaruhi atau terpengaruh terhadap pelatihan yang sedang
diselenggarakan. Penting untuk mengetahui karakteristik stakeholder agar sebagai
penyelenggara dapat melakukan pelayanan prima baik kepada stakeholder internal
yang berada di sekeliling penyelenggara langsung maupun stakeholder eksternal
yang tidak langsung berhubungan dengan keseharian penyelenggaraan pelatihan.
Stakeholder internal dalam pelatihan (sesama penyelenggara dan tenaga pengajar),
sedangkan stakeholder eksternal seperti peserta dan instansinya, instansi
pemerintah lainnya yang terkait dengan program pelatihan. Setelah
mengidentifikasi karakteristik stakeholder dalam penyelenggaraan pelatihan,
penyelenggara diharapkan dapat memberikan pelayanan yang dapat memenuhi
dan memuaskan stakeholder dengan menerapkan asas dari pelayanan prima itu
sendiri.

Stakeholder pelatihan di lingkungan instansi pemerintah, mempunyai karakteristik


yang hampir serupa. Satu hal yang membuatnya seperti itu adalah karena status
kepegawaian mereka yang bekerja sebagai abdi negara. Secara umum mereka
berusia antara 19 – 58 tahun. Usia tersebut masuk dalam kategori usia dewasa
dengan berbagai karakteristiknya masing-masing.

Salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh penyelenggara pelatihan agar
dapat berkolaborasi lebih baik dengan tenaga pengajar dalam suatu proses
perencanaan pembelajaran, adalah kemampuan memahami bagaimana peserta
pelatihan, belajar sebagai orang dewasa.

Dalam mengikuti proses belajar orang dewasa memerlukan situasi yang kondusif,
dan diperlakukan sebagai orang dewasa yang tidak selalu perlu diarahkan, karena
mereka datang dengan pengalaman masing-masing dan mereka kadang ingin juga
mengaktualisasikan diri selain ingin juga mendapat pengalaman.

19 |Page
B. Kebutuhan Utama
Peserta pelatihan merupakan orang-orang yang mengikuti program Pelatihan
dengan tujuan untuk memperoleh peningkatan kompetensi berupa pengetahuan,
sikap perilaku dan keterampilan. Sebagai penyelenggara, penyelenggara perlu
memperhatikan kebutuhan peserta pelatihan yang cukup bervariasi. Pemenuhan
kebutuhan pelatihan ini sangat penting agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Kebutuhan utama bagi peserta dalam penyelenggaraan pelatihan dapat dibagi
dalam 3 bagian:

1. Kebutuhan Pra Pelatihan.


Sebelum memasuki Pelatihan, peserta harus diberikan surat pemanggilan yang
memuat informasi secara jelas serta detail dan memperhatikan kecukupan waktu
untuk diproses administrasinya. Komponen surat pemanggilan dilengkapi dengan
informasi awal, master jadwal, panduan registrasi peserta, dan panduan
penyelenggaraan, sehingga peserta mendapatkan informasi secara utuh dan
meminimalisir pertanyaan dari peserta mengenai persyaratan administrasi yang
diperlukan. Penyelenggara juga dituntut mampu menyikapi permasalahan yang
terjadi secara adil dan tepat dalam pemenuhan kebutuhan pra pelatihan peserta.
2. Kebutuhan Selama Pelatihan
Selama pelatihan, peserta pelatihan membutuhkan media pembelajaran untuk
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Untuk itu, penyelenggara pelatihan perlu
mempersiapkan semua kebutuhan selama pelatihan dengan penuh tanggung jawab.
Kebutuhan Selama Pelatihan dapat berupa layanan akademik seperti adanya modul
yang dapat diakses secara mudah, bahan tayang dari fasilitator/tenaga pengajar
yang dapat diakses sebelum memasuki kelas, kemudahan dalam mengakses
learning management system atau website pembelajaran.

Selain peserta dalam suatu penyelenggaraan pelatihan, penyelenggara juga


memberikan pelayanan kepada Tenaga Pengajar yang dapat berupa penyediaan
sarana pendukung pembelajaran, daftar komposisi peserta dan jadwal
pembelajaran.

3. Kebutuhan Pasca Pelatihan


Beberapa hal patut diperhatikan oleh penyelenggara pelatihan setelah semua
proses pembelajaran selesai dilaksanakan, mereka tetap harus dilayani hingga
pelatihan secara keseluruhan selesai misalnya: sertifikat sudah bisa diterima
sebelum peserta kembali ke instansi masing-masing, surat pengembalian peserta,

20 |Page
ketersediaan wadah untuk tetap bersilaturahmi dan memperkuat jejaring kerja
sesama alumni maupun dengan penyelenggara, sehingga mereka merasa puas
dalam mengikuti pelatihan. Salah satu tujuan seseorang mengikuti suatu pelatihan
adalah untuk mendapatkan ilmu, mendapatkan kesan yang baik yang diharapkan
akan berkelanjutan. Hal ini dapat memberikan kemudahan bagi suatu lembaga
pelatihan untuk melakukan penjaringan peserta di masa yang akan datang.

C. Kebutuhan Penunjang
Kebutuhan penunjang berhubungan dengan kesejahteraan peserta (umumnya
berada di luar dan atau kelas) yang meliputi asrama (tempat penginapan yang layak
dan nyaman), perpustakaan yang dilengkapi dengan ragam buku referensi dan
ruangan yang sejuk untuk mendukung kenyaman peserta, tempat makan (kafetaria)
bersih, sejuk dan rapi, tempat olah raga, layanan rekreasi (informasi objek wisata,
pusat perbelanjaan dan lain-lain), tempat beribadah yang sejuk, bersih, wangi, unit
kesehatan yang dilengkapi alat penunjang kesehatan dan ketersedian layanan
konsultasi oleh tenaga kesehatan yang ramah dan siap siaga melayani peserta baik
secara langsung maupun online, jaringan internet yang cepat dan mudah diakses,
serta taman yang sejuk dan rindang. Bila semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka
peserta pelatihan diharapkan dapat mengikuti pembelajaran secara optimal dan
efektif.

D. Latihan
1. Buatlah checklist tingkat pemenuhan ragam kebutuhan peserta pelatihan
yang ada di instansi Saudara!
2. Bagaimana Saudara memastikan kebutuhan stakeholder pelatihan di
instansi Saudara sudah terpenuhi dengan baik?

E. Rangkuman
Untuk memastikan pemenuhan kebutuhan pelayanan kepada stakeholder maka
sangat penting bagi penyelenggara pelatihan untuk mengenali karakteristik
stakeholder yang dilayanimampu mengidentifikasi kebutuhan pelayanan selama
penyelenggaraan pelatihan. Kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan kebutuhan
utama dan kebutuhan penunjang. Pemenuhan kebutuhan peserta tidak hanya
dalam penyediaan fasilitas yang baik, lengkap dan sesuai standar, tetapi juga terkait
bagaimana proses pelayanan tersebut diberikan sehingga diterima oleh stakeholder
sesuai dengan ekspektasinya, bahkan melampauinya.

21 |Page
BAB IV
PENERAPAN PELAYANAN PRIMA DALAM PENYELENGGARAAN PELATIHAN

A. Sikap dan Perilaku dalam Pelayanan Prima dalam Pelatihan


Pelayanan prima dalam sebuah penyelenggaraan pelatihan adalah pemberian
pelayanan lebih dari yang diharapkan yang diberikan penyelenggara dalam bentuk
sikap, perhatian, dan tindakan nyata terhadap stakeholder sehingga orang-orang
yang diberikan pelayanan merasa puas sehingga terwujud kepercayaan dan citra
positif kepada lembaga pelatihan.

Seorang penyelenggara pelatihan harus mengetahui hal apa yang dibutuhkan oleh
stakeholder, pelayanan seperti apa yang membuat peserta merasa nyaman dan
puas terhadap Lembaga pelatihan, serta memberikan berbagai macam kemudahan
agar sebuah pelatihan dapat terselenggara dengan sukses dan mendapatkan
apresiasi yang tinggi dari peserta dan seluruh pihak yang terlibat di dalamnya.

Untuk memberikan pelayanan terbaik dalam sebuah penyelenggaraan pelatihan,


penyelenggara pelatihan harus memberikan pelayanan dengan sepenuh hati, ikhlas
serta merasa bahagia menjalankan tugas-tugasnya. Hubungan antar sesama
penyelenggara pelatihan juga merupakan bagian penting dari pelayanan prima
dalam penyelenggaraan pelatihan. Sikap baik dan sopan tidak hanya ditujukan
kepada peserta pelatihan saja melainkan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
sebuah penyelenggaraan pelatihan, termasuk rekan sesama penyelenggara.
Hubungan baik, kompak dan solid antar sesama penyelenggara terbukti dapat
meningkatkan peforma seseorang dalam memberikan pelayanan.

Sesuai dengan pasal 34 Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan


Publik yang mengatur tentang perilaku pelaksana dalam menyelenggarakan
pelayanan publik, maka terwujudnya pelayanan prima dalam sebuah
penyelenggaraan pelatihan dapat terlaksana jika penyelenggara mampu
mengaplikasikan perilaku di bawah ini dalam melaksanakan tugasnya sebagai
seorang penyelenggara pelatihan:

1. Adil dan Tidak Diskriminatif


Seorang penyelenggara pelatihan harus mampu bersikap adil kepada
peserta pelatihan dan stakeholder lainnya tanpa membedakan suku, ras,
agama, golongan, gender, dan status ekonomi. Penyelenggara juga tidak

22 |Page
boleh mendiskriminasi orang/kelompok tertentu dengan alasan apapun.
Peserta pelatihan biasanya berasal dari berbagai daerah dengan berbagai
macam ciri khasnya, untuk itu seorang penyelenggara harus mampu
memberikan pelayanan terbaik secara adil dan tidak membeda-bedakan.

2. Cermat
Seorang penyelenggara harus bersikap teliti untuk meminimalisir kesalahan
dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan sebuah pelatihan. Ketika
sebuah program dirancang dan dilaksanakan dengan cermat dan hati-hati
dengan memperhatikan segala resiko yang akan terjadi, maka pastilah
program tersebut dapat berjalan dengan lancar. Contoh sederhana sikap ini
adalah saat membuat kalender pelatihan, penyelenggara harus dengan
cermat memperhatikan setiap tanggal merah dan jadwal libur bersama yang
berlaku pada tahun berjalan agar tidak terjadi pergeseran/perubahan
jadwal pelatihan saat pelatihan tersebut sudah berjalan.

3. Santun dan Ramah


Seorang penyelenggara pelatihan harus dapat bersikap santun dan ramah
saat berkomunikasi dengan stakeholder pelatihan. Penggunaan bahasa
yang tepat serta intonasi yang sesuai dalam penyampaian informasi secara
lisan maupun pemilihan kata yang baik melalui tulisan dapat menghindari
kesalahpahaman serta akan menjaga suasana yang kondusif selama
pelatihan berlangsung.

4. Tegas, Andal, dan Tidak Memberikan Putusan yang Berlarut-larut


Pada pelaksanaan sebuah pelatihan, penyelenggara mungkin saja
dihadapkan pada situasi dimana sebuah keputusan harus diambil untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. Proses pengambilan keputusan
tersebut harus dilakukan secara cepat sesuai dengan peraturan. Ketegasan
seorang penyelenggara juga sangat dibutuhkan pada saat proses
pengambilan keputusan. Seorang penyelenggara harus mampu melihat
situasi dan kondisi secara netral dan tetap berpedoman kepada peraturan.

5. Profesional
Penyelenggara pelatihan harus mampu memberikan pelayanan yang
profesional mulai dari tahapan pra pelatihan saat memberikan informasi
terkait program pelatihan dan penjaringan peserta. Pada saat pelaksanaan

23 |Page
pelatihan jika pembelajaran bersifat klasikal (luring) maka sarana prasarana
yang disiapkan untuk peserta haruslah memadai dan menjamin
kenyamanan peserta saat mengikuti pelatihan. Jika pembelajaran
berlangsung secara daring maka penyelenggara selain wajib menyiapkan
media pembelajaran berupa aplikasi atapun Learning Management System
(LMS) harus pula disediakan buku panduan tentang penggunaan aplikasi
dan secara profesional mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
akan muncul dari peserta terkait penggunaan aplikasi tersebut. Setelah
pelatihan berakhir (Pasca pelatihan) penyelenggara juga memiliki tanggung
jawab untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang akan diserahkan kepada
stakeholder seperti Surat Tanda Tamat Pelatihan, surat pengembalian
peserta, laporan penyelenggaraan dll. Dokumen tersebut harus disiapkan
secara cepat dan tepat agar hubungan baik antara lembaga pelatihan dan
stakeholder dapat terjaga, dan terbuka kerjasama selanjutnya antara kedua
belah pihak.

6. Tidak Mempersulit
Pemberian pelayanan bagi stakeholder pelatihan haruslah mudah dan tidak
bertele-tele. Birokrasi yang berbelit harus dipangkas untuk mempersingkat
waktu pelayanan. Seiring perkembangan teknologi yang semakin
berkembang dengan cepat, banyak aplikasi yang bisa dikembangkan untuk
dapat membantu lembaga pelatihan memberikan pelayanan yang maksimal
bagi stakeholder yang terlibat. Namun demikian, penggunaan teknologi
harus disertai dengan panduan teknis penggunaan yang jelas dan rinci serta
petugas yang siaga untuk menjelaskan penggunaan aplikasi bagi peserta
yang mengalami kesulitan.

7. Patuh pada Perintah Atasan yang Sah dan Wajar


Sebagai seorang pelaksana, dalam melaksanakan tugas sebagai seorang
penyelenggara tetap harus berkoordinasi dan meminta arahan kepada
atasan. Jika ada permasalahan teknis yang bisa diselesaikan secara mandiri,
seorang pelaksana boleh membuat keputusan yang sekiranya dapat
menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat, namun ketika menghadapi
permasalahan yang penyelesaiannya membutuhkan kebijakan, maka
pelaksana harus meminta arahan pimpinan dan melaksanakan arahan
tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

24 |Page
8. Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Akuntabilitas dan Integritas Institusi
Penyelenggara
Seluruh proses penyelenggaraan sebuah pelatihan harus didasarkan kepada
nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara yang nantinya
akan dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan.

9. Tidak Membocorkan Informasi atau Dokumen yang Wajib Dirahasiakan


Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
Penyelenggara pelatihan harus dapat menentukan informasi dan dokumen
apa saja yang dapat disampaikan secara terbuka kepada stakeholder.
Penyampaian informasi dan dokumen yang salah dapat merugikan negara
dan berakibat fatal. Untuk itu penyelenggara pelatihan harus berhati-hati
dan cermat dalam bertindak.

10. Terbuka dan Mengambil Langkah yang Tepat untuk Menghindari Benturan
Kepentingan
Informasi terkait pelaksanaan pelatihan yang diberikan oleh penyelenggara
terhadap stakeholder haruslah dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja.
Selain itu, keputusan-keputusan yang diambil oleh seorang penyelenggara
harus adil dan tidak berpihak pada golongan tertentu.

11. Tidak Menyalahgunakan Sarana dan Prasarana serta Fasilitas Pelayanan


Publik
Sarana dan prasarana yang telah dimiliki pada sebuah lembaga pelatihan
harus dirawat dengan baik agar dapat digunakan untuk waktu yang lama.
Setiap unsur dalam sebuah lembaga pelatihan memiliki tanggung jawab
yang sama besar untuk merawat fasilitas yang tersedia. Selain itu, fasilitas
yang ada tidak boleh dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Fasilitas pelayanan publik diperuntukkan untuk menunjang proses
pelayanan prima, oleh sebab itu lembaa pelatihan harus dapat
emnyediakan fasilitas yang layak dan berkualitas.

12. Tidak Memberikan Informasi yang Salah atau Menyesatkan dalam


Menanggapi Permintaan Informasi serta Proaktif dalam Memenuhi
Kepentingan Masyarakat
Segala bentuk informasi yang disampaikan oleh penyelenggara pelatihan
haruslah akurat dan tidak memiliki ambiguitas. Pemilihan kata dalam

25 |Page
penyampaian informasi juga sangat penting untuk diperhatikan, agar
informasi tersebut dapat mudah dimengerti oleh siapapun yang
membutuhkan. Penyelenggara pelatihan harus lincah dan terus mencari
tahu apa saja kebutuhan peserta sesuai dengan jenjang dan jenis pelatihan
yang diselenggarakan.

13. Tidak Menyalahgunakan Informasi, Jabatan, dan/atau Kewenangan yang


Dimiliki
Seorang penyelenggara pelatihan memiliki kewenangan tertentu dalam
pelaksanaan sebuah pelatihan. Namun demikian, penyelenggara tidak
boleh menyalahgunakan kewenangan tersebut untuk memperoleh
keuntungan atau maksud apapun yang tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Segala sesuatu yang dilakukan dan diputuskan haruslah
berdasarkan ketentuan yang berlaku.

14. Sesuai dengan Kepantasan


Penyelenggaraan pelatihan tentu menimbulkan banyak interaksi dan
aktifitas yang dilakukan oleh peserta, tenaga pengajar, penyelenggara dan
unsur-unsur lain yang terlibat. Seluruh interaksi dan aktifitas tersebut harus
didasarkan kepada norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku di wilayah
dimana lembaga pelatihan itu berada. Hal ini merupakan tanggung jawab
penyelenggara untuk memastikan bahwa segala bentuk interaksi dan
aktifitas yang terjadi tidak melewati batas dengan menerapkan peraturan
yang memiliki sanksi tegas bagi pelanggarnya.

15. Tidak Menyimpang dari Prosedur


Melaksanakan tugas-tugas sebagai seorang penyelenggara pelatihan
dengan mengikuti standar pelayanan dan SOP yang berlaku di lembaga
pelatihan. Lembaga pelatihan harus memastikan kualitas standar layanan
terpenuhi sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku di organisasi
untuk memberikan keamanan dan kepercayaan.

B. Dimensi Kualitas Pelayanan dalam Pelatihan


Pada pokok pembahasan ini kita akan mempelajari mengenai dimensi kualitas dari
pelayanan dalam penyelenggaraan pelatihan, baik dari pra pelatihan, selama
pelatihan, serta pasca pelatihan. Pemberian suatu pelayanan dalam pelatihan dapat
dikategorikan ke dalam tiga dimensi kualitas, yaitu:

26 |Page
1. Pelayanan sesuai Standar yang ditetapkan
Pada penyelenggaraan suatu pelatihan, instansi penyelenggara diharuskan
memiliki standar layanan yang telah ditetapkan dalam bentuk Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang menjadi acuan bagi penyelenggara
didalam memberikan pelayanan dan Standar Pelayanan (SP) yang menjadi
komitmen instansi penyelenggara pelatihan dengan stakeholder. Standar
Pelayanan tersebut perlu disampaikan kepada para penerima layanan
dengan tujuan para penerima layanan dapat mengetahui bentuk pelayanan
apa yang akan didapatkan sehingga menjadi komitmen bagi organisasi
untuk memberikan layanan sesuai dengan Standar Pelayanan yang telah
ditetapkan.

2. Pelayanan Prima
Suatu pelayanan dapat dikatakan sebagai pelayanan prima (service
excellent) jika memberikan pelayanan melebihi standar dan harapan dari
penerima layanan. Pelayanan Prima dalam pelatihan dapat dilakukan
dengan memperhatikan hal-hal seperti bagaimana cara bersikap (attitude),
memiliki kemampuan dan pengetahuan terhadap jenis layanan yang
diberikan (ability), berpenampilan rapih saat menghadapi stakeholders
(appearance), memberikan perhatian terhadap kebutuhan stakeholders
(attention) dan kesesuaian tindakan dalam menindaklanjuti keluhan
stakeholders (action), serta memiliki rasa tanggungjawab untuk
meminimalisir ketidakpuasan pelanggan (accountability).

3. Pelayanan tidak Memuaskan


Dengan ditetapkannya suatu standar pelayanan, maka pelayanan tidak
memuaskan adalah kondisi dimana suatu pelayanan diberikan dibawah
standar pelayanan yang telah ditetapkan. Pelayanan yang tidak memuaskan
dapat memberikan kesan buruk kepada penerima layanan dan akan menjadi
pertimbangan lebih lanjut jika ingin melakukan kerja sama. Selain itu,
pelayanan tidak memuaskan dapat disebabkan oleh sikap negatif yang
diberikan oleh penyelenggara pelatihan. Pelayanan tidak memuaskan juga
mungkin terjadi jika standar yang ditetapkan tidak dapat menjawab
kebutuhan dan memenuhi ekspektasi stakeholder.

27 |Page
Penjelasan lebih lanjut mengenai dimensi kualitas pelayanan dalam pelatihan jika
dikelompokan pada tahapan dan jenis layanan yang diberikan adalah sebagai
berikut.

1. Pra Pelatihan
Sebelum menyelenggarakan suatu pelatihan, lembaga pelatihan harus
menyampaikan informasi program pelatihan yang akan dilaksanakan.
Informasi tersebut setidaknya menjelaskan jenis, tanggal pelaksanaan,
metode penyelenggaraan, kurikulum, biaya pelatihan, serta nomor kontak
yang dapat dihubungi. Selanjutnya, untuk memberikan suatu bentuk
layanan yang memenuhi harapan penerima layanan, lembaga pelatihan
dapat memberikan layanan konsultasi tambahan terkait penyelenggaraan
suatu pelatihan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kebingungan
atau ketidakjelasan informasi bagi stakeholder pelatihan yang dapat
menyebabkan penerima layanan merasa dikecewakan. Layanan tambahan
seperti perkonsultasian tersebut juga akan memudahkan lembaga pelatihan
dalam melakukan penjaringan peserta.

Pada tahapan penjaringan peserta, setiap penyelenggara pelatihan perlu


melihat stakeholders sebagai mitra kerja sehingga layanan yang akan
diterima telah sesuai dengan harapan atau bahkan melebihi dari yang
mereka harapkan. Dalam menjaring peserta lembaga pelatihan perlu
menjelaskan secara jelas, transparan, adil dan tidak diskriminatif alur
pendaftaran peserta dimulai dari proses pengusulan peserta sampai dengan
dikeluarkannya surat pemanggilan bagi peserta pelatihan. Prinsip
transparan ini menjadi perlu dalam penjaringan peserta untuk memberikan
informasi tahapan seleksi kepada stakeholder sehingga tidak menyebabkan
penerima layanan merasa dikecewakan jika tidak terakomodir dalam suatu
pelatihan. Alur pendaftaran tersebut dapat dirincikan dalam bentuk
timeline kegiatan yang memberikan informasi tanggal pelaksanaan setiap
tahapan pendaftaran.

2. Pelaksanaan Pelatihan
Tahapan pelaksanaan pelatihan diawali dengan proses registrasi peserta.
Pada era perkembangan teknologi informasi saat ini, registrasi peserta
dapat dilakukan melalui media elektronik. Lebih lanjut untuk meningkatkan
kenyamanan peserta penyelenggara dapat mendistribusikan daftar

28 |Page
pembagian kamar (jika pelatihan bersifat residensial). Pada tahap registrasi
peserta akan diberikan training kit, buku panduan kegiatan yang berisikan
informasi-informasi mengenai timeline kegiatan, profil singkat organisasi
dan lain sebagainya. Dalam penyelenggaran pelatihan kita mengenal jenis
pembelajaran secara synchronous dan asynchronous. Pembelajaran
tersebut dapat dilaksanakan baik secara dalam jaringan (daring) ataupun
luar jaringan (luring). Salah satu bentuk layanan dalam pelatihan secara
daring, yaitu penyelenggara pelatihan harus membuat buku panduan
tentang aplikasi ataupun Learning Management System (LMS) yang akan
digunakan selama pelaksanaan sebuah pelatihan. Lebih lanjut,
penyelenggara dapat memberikan simulasi langsung kepada peserta
sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara peserta
dan penyelenggara. Hal ini bertujuan agar peserta tidak merasa bingung jika
menemukan kendala-kendala saat melakukan akses pertama pada LMS
yang telah tersedia. Layanan lainnya yang perlu dipersiapkan penyelenggara
adalah pembuatan kelas online sesuai dengan jadwal yang telah disusun.
Namun tidak hanya sebatas itu, penyelenggara juga dapat memfasilitasi
pembuatan kelas online bagi peserta untuk melakukan diskusi mengenai
materi yang berhubungan dengan kegiatan pelatihan. Jika hal tersebut
dilakukan maka peserta akan merasa kebutuhannya untuk berdiskusi telah
diperhatikan oleh penyelenggara.

Metode penyelenggaraan pelatihan lainnya adalah pelatihan luring atau


klasikal. Pada metode pelatihan ini penyelenggara perlu lebih memberikan
perhatian terhadap sarana dan prasarana yang akan digunakan selama
kegiatan pelatihan seperti media pembelajaran, ruang pembelajaran dan
lain sebagainya. Penyelenggara perlu memastikan bahwa kondisi sarana
dan prasarana yang digunakan masih layak dan juga sesuai dengan standar
yang ditetapkan. Untuk memastikan hal tersebut penyelenggara juga perlu
melakukan piket kelas sehingga jika terdapat suatu kendala atau
permintaan kebutuhan pendukung pembelajaran dapat dipenuhi secara
cepat dan tepat. Selanjutnya dalam penyelenggaraan pelatihan secara luar
jaringan terdapat layanan lain yang perlu diperhatikan, yaitu layanan
asrama dan layanan konsumsi.

Pada kegiatan pelatihan yang bersifat residensial atau peserta diasramakan


penyelenggara perlu memastikan asrama yang disediakan terjaga

29 |Page
kebersihannya dan telah memenuhi standar yang ditetapkan. Dalam
layanan asrama juga perlu dibuatkan wadah untuk menampung keluhan-
keluhan peserta serta memastikan tindaklanjut dari pengaduan tersebut
dapat direspon secara cepat dan tidak berlarut-larut terhadap penyelesaian
keluhan tersebut. Terhadap penyelesaian keluhan yang tidak bisa direspon
secara cepat oleh penyelenggara karena memerlukan keputusan dari
pejabat yang berwenang, maka penyelenggara harus segera melaporkan
dan menindaklanjuti arahan dan kebijakan dari atasan (pejabat yang
berwenang). Layanan asrama juga dapat menyediakan kebutuhan
pendukung bagi peserta untuk berolahraga, ruang terbuka untuk bersantai
menikmati suasana asrama dan lain sebagainya. Hal ini bertujuan untuk
menjaga kenyamanan peserta sehingga tidak menyebabkan perasaan stres
atau tertekan pada saat mengikuti pelatihan. Selain memenuhi unsur
kenyamanan, kebersihan dan kerapihan, penyediaan fasilitas juga harus
memperhatikan unsur gender sensitivity responsive, environmental
sustainability dan disability-friendly. Selanjutnya, dalam pelaksanaan
kegiatan pelatihan baik yang bersifat residensial atau non-residensial
penyelenggara juga harus memperhatikan layanan konsumsi. Dalam
menyediakan konsumsi bagi stakeholder pelatihan, penyelenggara perlu
mempertimbangkan beberapa hal seperti kecukupan gizi dari makanan
yang disediakan, kredibilitas dari penyedia jasa katering sehingga kualitas
dan kuantitas serta ketepatan waktu penyajian dapat terpenuhi, kebersihan
restoran dan alat makan. Sebagai bentuk layanan tambahan dalam kondisi
tertentu penyelenggara dapat mencatat keinginan stakeholder untuk
disediakan konsumsi sesuai keinginan atau kesepakatan bersama para
peserta pelatihan.

Salah satu layanan yang sangat dibutuhkan oleh peserta adalah


ketersediaan jaringan internet yang stabil, cepat dan mudah diakses.
Sebagai bentuk pelayanan prima pada jenis layanan ini, penyelenggara
dapat menyediakan access point yang dapat dijangkau oleh peserta tidak
hanya di ruang belajar dan wilayah asrama, akan tetapi tersedia di seluruh
lingkungan pelatihan. Selain itu penyelenggara juga dapat menyediakan
beberapa perangkat komputer atau laptop yang terkoneksi dengan jaringan
internet untuk digunakan sewaktu-waktu oleh peserta.

30 |Page
Meskipun penyelenggara pelatihan dituntut untuk membangun hubungan
baik dan responsif dengan stakeholder namun tidak tertutup kemungkinan
dihadapkan pada situasi yang bertentangan dengan nilai-nilai akuntabilitas
dan integritas, seperti adanya kemungkinan gratifikasi, membocorkan
informasi rahasia seperti soal-soal dan nilai-nilai evaluasi akademik,
memanfaatkan hubungan dengan stakeholder pelatihan untuk kepentingan
pribadi. Dalam kondisi tersebut penyelenggara harus mampu bersikap tegas
dan menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi
penyelenggara pelatihan.

3. Pasca Pelatihan
Setelah penyelenggaraan kegiatan pelatihan, suatu lembaga pelatihan tetap
memiliki tanggungjawab kepada stakeholders pelatihan yang dapat berupa
surat pengembalian peserta, sertifikat atau surat keterangan pelatihan
peserta, daftar kegiatan aktualisasi (bagi peserta pelatihan dasar) atau
proyek perubahan (bagi peserta pelatihan kepemimpinan). Dalam
pembuatan dokumen terkait surat keterangan pelatihan, penyelenggara
harus teliti dan cermat untuk memastikan tidak terjadinya kesalahan pada
penulisan identitas maupun komponen-komponen evaluasi pelatihan.
Selain itu, penyelenggara juga perlu memastikan waktu dari pengiriman
dokumen-dokumen tersebut agar para stakeholder tidak meragukan
akuntabilitas dan profesionalitas dari suatu lembaga pelatihan.

Lebih lanjut dalam penerapan pelayanan prima, penyelenggara dapat


menyediakan informasi tambahan seperti laporan singkat penyelenggaraan
kepada stakeholder yang telah melakukan kerjasama dengan lembaga
pelatihan. Sebagai bentuk pelayanan prima dan dalam rangka untuk
meningkatkan kerja sama tersebut lembaga pelatihan dapat membuatkan
poster digital yang berisikan ucapan terima kasih dan diunggah pada media
sosial lembaga pelatihan. Hal seperti ini diharapkan dapat meningkatkan
rasa kepercayaan dan kepuasan bagi stakeholder yang mengirimkan
pesertanya pada suatu lembaga pelatihan.

Selain layanan pasca pelatihan terhadap peserta, penyelenggara juga perlu


memperhatikan layanan terhadap tenaga pengajar yang berupa Surat Pernyataan
Melaksanakan Kegiatan (SPMK). Selain itu untuk memberikan pelayanan lebih
terhadap tenaga pengajar, penyelenggara dapat menyampaikan hasil evaluasi

31 |Page
tenaga pengajar dari peserta sebagai bahan masukan dan apresiasi bagi tenaga
pengajar.

C. Latihan
Lakukankan identifikasi secara mendetail terhadap penerapan pelayanan prima di
dalam penyelenggaraan pelatihan di instansi Saudara dengan menggunakan matriks
berikut:
Pelayanan Indikator
Bentuk Standar
Tahapan dan Stakeholders Prima Yang Pelayanan
No Perilaku Kualitas
Jenis layanan Terkait dapat Tidak
Layanan Layanan
diberikan Memuaskan
1 Pra Pelatihan
2. Pelaksananaan
Pelatihan
3. Pasca
Pelatihan

D. Rangkuman
Pemberian suatu pelayanan dalam penyelenggaraan pelatihan dimulai dari tahapan
pra pelatihan, pelaksanaan pelatihan dan pasca pelatihan dapat dikategorikan ke
dalam tiga dimensi kualitas, yaitu:
1. Pelayanan sesuai Standar yang ditetapkan, yaitu pemenuhan pelayanan sesuai
dengan komitmen atau janji pelayanan kepada stakeholder.
2. Pelayanan Prima, yaitu pelayanan yang diberikan melebihi standar atau
melampui harapan dari stakeholder.
3. Pelayanan tidak Memuaskan, yaitu pelayanan diberikan dibawah standar
pelayanan yang telah ditetapkan. Selain itu, pelayanan tidak memuaskan dapat
disebabkan oleh sikap negatif yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan
sehingga tidak dapat memenuhi ekspektasi stakeholder.

32 |Page
BAB V
PENUTUP

Simpulan
Penerapan pelayanan prima dalam penyelenggaraan pelatihan dapat tercapai jika
penyelenggara pelatihan mampu memahami dan memastikan kebutuhan
stakeholder dapat terpenuhi tidak hanya sesuai dengan standar pelayanan namun
sekaligus juga sesuai dengan harapan dari stakeholder.

Pemenuhan kebutuhan stakeholder tidak hanya terkait dengan penyediaan fasilitas


dan layanan tetapi juga tidak dapat dipisahkan dari aspek cara bersikap (attitude),
kemampuan dan pengetahuan penyelenggara (ability), penampilan saat
menghadapi stakeholders (appearance), memberikan perhatian terhadap
kebutuhan stakeholders (attention) dan kesesuaian tindakan dalam menindaklanjuti
keluhan stakeholders (action), serta memiliki rasa tanggungjawab untuk
meminimalisir ketidakpuasan pelanggan (accountability).

Penerapan pelayanan prima sejatinya adalah sebagai bentuk komitmen dan upaya
dari penyelenggara pelatihan dalam meningkatkan kualitas pelayanan secara
berkelanjutan (continues improvement).

33 |Page
DAFTAR PUSTAKA

Nina Rahmayanty, Manajemen Pelayanan Prima, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),


hlm. 17-18)

Vincent, Gasperz (1997), Manajemen Kualitas, PT. Gramedia Jakarta

Barata, Atep, Adya, Dasar-Dasar Pelayanan Prima, Jakarta: PT Flex Media


Komputindo, 2004.

Anda mungkin juga menyukai