Anda di halaman 1dari 2

Bismillahirroahmanirrokhim. . .

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alkhamdulillahirobbil’alamin washolatuwasala mu ‘ala Nabiyina


wahabibina wa safi’ina wa maulana muhammadin wa’laalihi wasohbihi ajma’in. Amma ba’du.

Yang kami muliakan para alim ulama, para kyai, bunyai, gus-gus, ustadz-utazd serta keluarga Pondok
Pesantren ….. Dan juga tak lupa yang kami muliakan para bapak dan juga ibuk, yang mana bapak-
bapak ini pasti ganteng yang ibuk-ibuk pasti cantik, tolong kodrat itu jangan dibalik. Serta yang kami
hormati segenap aparat desa yang juga hadir di tengah-tengah kita.

Pertama-tama dan yang paling utama sebelum yang kedua, marilah kita ucapkan puja dan puji syukur
kehadirat Allah SWT, yang telah memberi nikmat kepada kita semua berupa kesehatan jasmani dan
rohani, sehingga kita dapat berkumpul pada lailatul muhadasah ini. Allah memang benar-benar maha
adil sehingga kita diciptakan berpasang-pasangan. Allah memang maha pintar, hingga perempuan,
Allah jadikan terlihat romantis alis matanya bagaikan semut yang berbaris-baris, senyumannya yang
manis membuat iman semakin tipis, hingga bikin dompet menipis.

Kedua kalinya tak lupa sekelumit shalawat serta salam marilah kita panjatkan kepada junjungan alam,
seorang pahlawan yang tak pernah makan bakwan, seorang proklamator yang tak pernah naiki motor
yakni Nabi Muhammad Saw. Berkat beliaulah kita dapat hidup tenang tanpa perang, hidup rukun
tanpa pentungan.

Para hadirin yang dirahmati Allah SWT

Hari ini kita sudah sama-sama tahu bahwa hidup sekarang berbeda dengan kehidupan di zaman dulu.
Kalau dulu ceritanya, orang mau nonton tv saja susahnya minta ampun, sekarang tv malah dapat kita
tonton di kamar mandi. Ia kan? Yang bilang ia berarti pengalaman. Allahumma sholli ala Muhammad.

Sekarang sudah eranya revolusi industri khususnya industri teknologi. Santri Millennial sekarang bila
kangen pada kekasihnya sudah tidak seperti dulu. Kalau ceritanya santri dulu bila kangen kepada
kekasihnya, dia nulis surat, kertasnya warna ping, tulisannya warna ungu, “Dik sudah lama kita tidak
jumpa, karena jarak antara engkau dan aku terlampau jarak dan waktu, aku di desa engkau di kota.
Tapi yakinlah kalau kau tetap satu-satunya wanita yang mampu mengisi relung hatiku.

Dik, cobalah tatapkan wajahmu ke langit, begitu banyak bintang-gemintang yang sinar cahanya begitu
indah, tapi itu semua tidak ada artinya bila dibanding satu sinar rembulan yang menerangi malam kita
berdua. Dan kaulah rembulan itu.” Itu kata-kata santri zaman dulu bila rindu kepada kekasihnya.
Kemudian dikirim lewat Pak Pos yang harus menunggu balasan berminggu, itupun kalau dibalas. Jadi
rindu zaman dulu itu berat.

Beda dengan santri zaman sekarang. Ketika sudah rindu tinggal selfie kirim lewat watsapp beri tanda
emoji “emah.. emah…emah”, selesai. Kata-katanya pun beda, “dik, bapakmu sipir penjara ya, pantesan
kamu memenjarakan aku di hatimu”. Allahumma Sholli ala Muhammad.
Hadirin yang dirahmati Allah

Kalau santri dulu ditanya tentang cita-cita, “kamu cita-tanya jadi apa, dijawab, PNS, Polisi, Tentara, dan
sebagainya”. Kalau santri zaman sekarang sudah beda, bila ditanya tentang cita-cita, “cita-citamu ingin
jadi apa, dijawab, youtubers, editing, programer dan sejenisnya”. Kok beda ya karena jamannya sudah
beda. Orang dulu tidak mengenal Ojol sekarang sudah biasa kemana-kemana naik ojek online.
Makanya kita sebagai generasi millennial jangan ketinggalan untuk segera belajar apa yang
dibutuhkan orang sekarang. Dan ini sesui dengan apa yang diterangkan dalam kitab taklimulmutaalim:

‫لحاال‬, ‫المالفي اليه يحتاج ما ثم‬. ‫الحال في دينهأمر في اليه يحتاج وما احسنه علم كل من يغتار ان العلم لطالب وينبغي‬,‫في اليه يحتاج ما ثم‬

Bagi pelajar, dalam masalah ilmu hendaklah belajar sesuatu yang dianggap paling baik serta
dibutuhkan dalam kehidupan agamanya hari ini, kemudian pelajari juga tentang apa-apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang.

Allahumma sholli ala Muhammad

Makanya tak jarang kita jumpai di internet, tentang kata-kata rayuan cinta tapi menggunakan ilmu
tajwid, contohnya:

“Bila cinta ibarat Ilmu al-Qur’an, maka keabadian cintaku padamu tak akan lekang oleh waktu dan tak
kan bergeser sedikit pun oleh perubahan zaman, layaknya otentikasi dan keabadian isi al-Qur’an.”

“Kau dan aku layaknya Idgham Mutajanisain, perjumpaan dua huruf yang sama makhroj-nya namun
berbeda bentuknya.”

“Sesudah kau terima cintaku, hatiku rasanya seperti Qolqolah Kubro bergetar dengan dahsyat.”

“Dan harapan akhir setelah lama kita bersama, semoga cinta kita seperti Iqlab terus menyatu seaktak
ada nun yang memisahkan .”. Itu contoh saja, jadi kalian buat sendirilah banyak di media s

Anda mungkin juga menyukai