Anda di halaman 1dari 14

INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.2 (2023): pp.

11-24
DOI: http://dx.doi.org/
Copyright © 2023 by Authors, Published by INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi

Resiliensi pada Anak dari Orangtua Bercerai


Resilience among Children of Divorced Parent

Rifda Hayati1, Nursan Junita1*, Ika Amalia1


1 Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Malikussaleh

Jl. Cot Tengku Nie, Reuleut, Muara Batu, Aceh Utara 24355 – Indonesia
*Correspondence author: nursan@unimal.ac.id

Abstract: This study aims to examine the resilience of children with divorced
parents and the factors that contribute to the achievement of resilience in
children. The research utilizes a qualitative method with a phenomenological
approach and employs Purposive sampling technique through interviews. There
are four subjects in the study. The results indicate that all four subjects feel
stronger in facing challenges by understanding the issues surrounding their
parents' divorce and developing strategies for resolving them. The subjects have a
more positive outlook on life by disregarding unrealistic thoughts such as suicidal
tendencies. Additionally, they are able to adapt easily to their environment, even
though they might sometimes feel neglected. Lastly, the subjects are able to draw
lessons from their parents' divorce, fostering a desire for achievement and a
determination to complete their education. This experience also highlights the
importance of better preparation before entering marriage. Furthermore, the
impact of their parents' divorce has led to a diminished trust in the opposite
gender.

Keywords: resilience, children, parents, divorce

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk melihat Resiliensi pada anak dengan orang
tua bercerai dan faktor yang mendukung pencapaian resiliensi pada anak. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis serta teknik
Purposive sampling, melalui wawancara. Subjek berjumlah empat orang. Hasil
penelitian menunjukan bahwa keempat subjek merasa dirinya lebih kuat dalam
menghadapi masalah dengan memahami permasalahan orangtua bercerai serta
memiliki cara dalam penyelesaiannya. Subjek memiliki harapan hidup yang lebih
baik dengan mengabaikan pikiran-pikiran yang tidak realistis seperti keinginan
untuk bunuh diri. Selain itu subjek dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan meskipun terkadang diabaikan. Terakhir subjek dapat memetik hikmah
dari perceraian orangtua dimana adanya keinginan untuk berprestasi dan
menyelesaikan sekolah serta perlunya persiapan lebih baik sebelum melakukan
pernikahan. Selain itu dampak dari perceraian orangtua membuat kurangnya rasa
percaya terhadap lawan jenis.

Kata kunci: resiliensi, anak, orangtua, cerai

ISSN: (print); ISSN: (online)


https://ojs.unimal.ac.id/index.php/jpt/index
│ 11
Submitted:18 Januari 2023; Received in revised form: 23 Januari 2023; Accepted: 28 Januari 2023; Published: 30
Januari 2023.
R. Hayati, N. Junita, I. Amalia

Pendahuluan orang tua di antaranya anak akan dicap


Meningkatnya angka perceraian sebagai anak nakal, karena masyarakat
disetiap tahunnya menjadi hal yang menganggap bahwa anak nakal berasal dari
mengkhawatirkan, berdasarkan data latar belakang keluarga yang tidak harmonis
Mahkamah Syariah Aceh, laporan perkara (Hadianti, Nurwati, & Darwis, 2017).
yang diterima dari seluruh Aceh selama Berdasarkan penelitian dari Sillikens
tahun 2018 terdapat 10.738 perkara. dan Notten (2020) menunjukkan bahwa
Dimana antaranya cerai gugat berjumlah perceraian orang tua di masa kanak-kanak
4000 perkara, isbat nikah berjumlah 3.848 dapat memberikan dampak traumatis hingga
sedangkan cerai talak berjumlah 1562. masa dewasa. Masa dewasa merupakan
Sedangkan pada tahun 2019 jauh lebih masa peralihan dari masa remaja menuju
meningkat dengan jumlah 12.656 perkara masa dewasa, usia dewasa dimulai dari umur
diantaranya perkara cerai gugat berjumlah 18 sampai 40 tahun (Hurlock, 1998). Pada
4.976, isbat nikah berjumlah 4.296, dan cerai usia tersebut individu telah menduduki
talak hanya 1.724 perkara (Latif, 2020). perguruan tinggi, atau individu tersebut
Perceraian yang dialami oleh orang biasa dikenal dengan sebutan sebagai
tua akan berdampak terhadap kondisi mahasiswa/mahasiswi.
psikologis anak, seperti merasa tidak aman, Salah satu tanggung jawab utama
sedih, tanpa arah, kesepian, adanya rasa mahasiswa ialah belajar dan menyelesaiakn
penolakan dari keluarga dan perasaan tugas-tugas akademik dengan baik. Dalam
menyalahkan diri sendiri (Sarbini & penyelesaian tugas-tugas tersebut tentunya
Wulandari, 2014). Pendapat tersebut akan memerlukan waktu, tenaga dan
diperkuat oleh Hermansyah & Hadjam perhatian yang tidak sedikit. Maka dari itu
(2020) dimana perasaan sedih dan sangat penting bagi seorang mahasiswa
kehilangan akibat perceraian dapat diartikan untuk memiliki kemampuan dalam
sebagai salah satu bentuk tekanan yang mengatur dirinya, seperti mengatur waktu
timbul dari luar diri anak sehingga anak untuk belajar, waktu bersama keluarga, dan
dengan latar belakang orang tua bercerai waktu untuk kuliah serta mengatur waktu
dapat mengalami beban stress yang lebih untuk kegiatan diluar kampus. Jika
besar jika dibandingkan dengan keluarga mahasiswa tidak dapat melakukan hal
yang utuh. tersebut maka akan memicu stress yang
Berbagai macam permasalahan yang pada akhirnya mahasiswa terjebak dalam
dialami anak setelah terjadinya perceraian kesibukan yang menguras tenaga dan

12 │ INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023)


Resiliensi pada Anak dengan Latar Belakang Orangtua Bercerai

pikiran sementara hasil dari tanggung jawab tersebut banyaknya kasus perceraian dan
belum tentu sesuai dengan yang diharapkan setiap tahunnya meningkat.
(kompas.com, 2022). Teknik analisis yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu analysis thematic.
Metode
Menurut Heriyanto (2018), analisis data
Penelitian ini menggunakan metode
thematic analysis merupakan salah satu cara
penelitian kualitatif dengan pendekatan
dalam menganalisis data dalam suatu
fenomenologis (Sugiyono, 2016). Penelitian
penelitian dengan tujuan untuk
kualitatif adalah metode penelitian yang
mengidentifikasi pola dan menemukan tema
berlandaskan pada realita sosial yang
melalui data yang telah dikumpulkan oleh
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
peneliti.
sedangkan pendekatan fenomenologi
Selanjutnya keabsahan data dalam
bertujuan untuk mengupas kesadaran lebih
penelitian kualitatif adalah upaya dalam
dalam bagi subjek mengenai pengalaman
memeriksa akurasi hasil penelitian dengan
dan makna dalam kehidupan (Sugiyono,
menggunakan prosedur tertentu sehingga
2016).
hal ini menjadi kekuatan dalam penelitian
Adapun teknik pengambilan sampel
dan menjadi penentuan akurasi dari sudut
dalam penelitian ini menggunakan teknik
pandang peneliti, partisipan, dan pembaca
purposive sampling, yaitu teknik penentuan
(Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini,
sampel dengan pertimbangan tertentu dan
peneliti menggunakan triangulasi sumber.
berdasarkan karakteristik tertentu
Triangulasi sumber yaitu dimana peneliti
(Sugiyono, 2016).
melakukan pengecekan data dari sumber
Subjek penelitian adalah informan
yang berbeda sehingga ditemukan kepastian
atau partisipan dalam penelitian. Yang
data.
menjadi subjek dalam penelitian ini adalah
wanita dewasa awal, dengan jumlah subjek 4
orang. Hasil
Hasil penelitian ini mengungkapkan
Objek penelitian adalah suatu yang
gambaran resiliensi pada anak dengan latar
ingin dikaji dalam penelitian (fokus), yang
belakang orangtua bercerai. Tujuan
menjadi objek dalam penelitian ini adalah
penelitian ini melihat gambaran resiliensi
resiliensi (Sugiyono, 2016).
pada anak dengan latar belakang orangtua
Penelitian ini dilakukan dikabupaten
bercerai dan faktor apa saja yang
Aceh Utara. Alasan peneliti melakukan
mendukung pencapaian resiliensi tersebut.
penelitian di Aceh Utara bahwa dikabupaten

INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023) │ 13


R. Hayati, N. Junita, I. Amalia

Berdasarkan jawaban dari keempat subjek subjek jadi dapat mengendalikan emosi, cara
penelitian, berikut merupakan hasil yang dilakukan subjek untuk mengendalikan
penelitian mengenai Gambaran Resiliensi emosi tersebut hampir sama yaitu dengan
pada anak dengan latar belakang orangtua menyendiri, menyibukan diri dengan
bercerai. aktivitas sendiri.
1. Gambaran resiliensi pada anak dengan c. Optimis
latar belakang orangtua bercerai Berdasarkan hasil wawancara dari
a. Regulasi emosi keempat subjek memiliki tingkat optimis
Dari hasil wawancara keempat yang berbeda-beda. Dimana RJ memiliki
subjek memiliki regulasi emosi yang motivasi dalam berkuliah dan
berbeda-beda. Dimana subjek RJ dan RW menyelesaikannya walaupun terkadang
merasa dirinya lebih kuat dalam menghadapi merasa pasrah terhadap keadaan yang
permasalahan yang ada, meskipun terkadang dialaminya seperti menjalani hari mengikuti
subjek menyepelekan suatu permasalahan, alurnya saja tanpa ada perencanaaan
sedangkan subjek K dan RK merasa kedepannya. Sedangkan tiga subjek lagi
menjalani hidup lebih santai tanpa harus berusaha dan mempunyai harapan untuk
memikirkan tentang omongan orang. jadi lebih baik kedepannya.
Walaupun sesekali subjek RK memilih untuk d. Menganalisa masalah
diam dan tidak berkomentar apa-apa Dari hasil wawancara keempat subjek
terhadap permasalahan. memiliki cara yang berbeda-beda dalam
b. Pengendalian impuls pemecahan masalah yang mereka alami.
Pengendalian impuls merupakan Subjek dapat menentukan akar penyebab
kemampuan individu untuk mengendalikan dari masalahnya dan juga subjek dapat
dorongan, keinginan serta dapat menunda menemukan solusi yang tepat untuk masalah
kepuasan akan kebutuhannya. Individu yang yang di alaminya. Pada penelitian ini ketiga
memiliki pengendalian impuls akan lebih subjek menyadari penyebab dari perceraian
sukses secara sosial dan akademi. orangtua namun tidak tau cara
Berdasarkan hasil wawancara mengatasinya, berbeda dengan subjek K
keempat subjek didapatkan informasi bahwa yang memilih untuk membantu ibu dalam
keempat subjek dalam penelitian ini memenuhi kebutuhan sehari-hari setelah
memiliki keinginan atau dorongan yang kuat perceraian terjadi.
agar terlepas dari permasalahan yang
dihadapi. Dengan adanya dorongan tersebut

14 │ INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023)


Resiliensi pada Anak dengan Latar Belakang Orangtua Bercerai

e. Empati Berdasarkan hasil wawancara dari


Dari hasil wawancara keempat subjek keempat subjek dapat diletahui bahwa
memiliki sikap empati meskipun dengan subjek pada akhirnya dapat memahami
cara yang berbeda. Cara subjek diperlakukan permasalahan yang mereka hadapi dan
oleh lingkungan sekitar lebih merasa memiliki cara sendiri dalam penyelesain
diabaikan. permasalahan orangtua bercerai. Setiap dari
f. Efikasi diri anak yang jadi korban percerai orangtua
Berdasarkan uraian diatas dapat memilih untuk menyembunyikan
diketahui bahwa keempat subjek memiliki permasalahan yang mereka alami, subjek RJ
efikasi yang berbeda-beda. Dimana tiga dan K yang menceritakan kepada teman
diantara subjek RW,K dan RK memiliki untuk mengurangi beban pikirannya.
keyakinan dapat mengatasi permasalahan b. Hindari Hambatan Dalam Berpikir
yang alami serta menjadi permasalahan Berdasarkan hasil wawancara dari
tersebut sebagai motivasi untuk bertahan, keempat subjek dapat diketahui bahwa
satu subjek RJ memilih untuk pasrah akan subjek memiliki cara yang berbeda-beda
keadaan menurut subjek dengan begitu bisa dalam mengatasi jebakan berpikir, seperti RJ
mengurangi beban pikiran. memilih mendengarkan music pakai headset,
g. Pencapaian subjek K dan RK memilih pasrah dengan
Dari hasil wawancara diatas dapat keadaan, sedangkan pada subjek RW sempat
diketahui bahwa keempat subjek memiliki memikirkan untuk tidak melanjutkan
pandangan yang berbeda terkait pelajaran pendidikan.
yang dapat diambil dari perceraian orangtua c. Kemampuan Mendeteksi Alam Bawah
yang terjadi. Dimana subjek RW,dan K Sadar
setelah perceraian orangtua merasa harus Berdasarkan urain wawancara dari
mempersiapkan diri jika ingin membangun keempat subjek dapat diketahui dimana
keluarga baru, sedangkan subjek RJ dan RK subjek RJ dan RK mengalami kesulitan dalam
memetik hal positif seperti harus bisa membangun hubungan dengan orang baru
menyelesaikan sekolah dan dapat maupun lawan jenis, sedangkan subjek RW
berprestasi meskipun berasal dari keluarga mencoba untuk menerima kenyataaan
yang kurang lengkap. bahwa orangtua telah bercerai, dan subjek K
2. Faktor mendukung pencapaian resiliensi harus kerja lebih keras untuk menutupi
a. Kemampuan Memahami ABC Diri hutang yang ditinggalkan oleh orangtuanya
serta untuk memenuhi kebutuhannya

INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023) │ 15


R. Hayati, N. Junita, I. Amalia

d. Kemampuan Menguji Perilaku Dalam menemukan solusi yang tepat terhadap


Penyelesaian Masalah permasalahan yang mereka alami.
Berdasarkan hasil wawancara
keempat subjek dapat diketahui bahwa dua Diskusi
Berdasarkan hasil dari analisis data
dari empat subjek belum meyakini bahwa
yang telah dilakukan subjek yang terlibat
solusi yang sudah dilakukan dapat mengatasi
dalam penelitian ini dengan jumlah empat
permasalahan yang ada yaitu subjek RJ dan
orang. Keempat subjek memaknai kejadian
K, sedangkan subjek RW dan RK sudah
yang tidak diharapkan seperti perceraian
menemukan solusi yang tepat dalam
orangtua merupakan kejadian yang dapat
mengatasi permasalahan yang dialami.
menimbulkan tekanan batin dan masalah
e. Kemampuan Mengubah Perpsektif
dalam diri masing-masing anggota keluarga,
Dalam Berfikir
untuk mengatasi permasalahan yang dialami
Berdasarkan hasil wawancara
oleh anak dibutuhkan resiliensi. Hasil
keempat subjek dapat diketahui bahwa
penelitian menunjukan keempat subjek
keempat subjek mengalami fikiran-fikiran
memiliki gambaran resiliensi yang berbeda-
yang tidak realistis dan mampu
beda. Tidak hanya itu, berdasarkan hasil
mengembalikan fikirannya untuk kembali
penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi
berfikir realistis.
resiliensi pada keempat subjek juga berbeda-
f. Kemampuan Untuk Tenang Dan
beda.
Fokus
Gambaran resiliensi diungkap
Berdasarkan hasil wawancara
berdasarkan tujuh aspek resiliensi yang
keempat subjek dapat diketahui bahwa tiga
dikemukakan oleh Reivich dan Shatte
subjek merasa fokusnya terganggu yaitu
(2002). Ketujuh aspek tersebut adalah
subjek RJ, RW, dan K. dan satu subjek merasa
kemampuan regulasi emosi, pengendalian
masih bisa tenang namun sulit untuk fokus.
impuls, analisis masalah, empati, optimis,
g. Kemampuan Untuk Resilien Tepat
efikasi diri dan pencapain.
Waktu
Aspek pertama regulasi emosi,
Berdasarkan hasil wawancara dari
menurut Reivich dan Shatte (2002) regulasi
keempat subjek dapat diketahui bahwa
emosi merupakan individu mampu untuk
setiap subjek memiliki cara tersendiri agar
tetap tenang saat berada dibawah tekanan
dapat beradaptasi dengan lingkungan,
dan mampu mengendalikan dirinya sehingga
kemudian keempat subjek juga belum
dapat mempermudah dan mempercepat
permasalahan. Untuk kemampuan regulasi

16 │ INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023)


Resiliensi pada Anak dengan Latar Belakang Orangtua Bercerai

emosi, keempat subjek mengalami bentuk daripada anak yang mengalami perceraian
emosi yang berbeda dan tidak semua subjek orangtua diatas usia 10 tahun. Pernyataan
yang memiliki emosi negatif yang tersebut didukung oleh Detta dan Abddulah
disebabkkan oleh perceraian orangtua. (2017) dimana perceraian orangtua
Menurut kurniasih (2021) bahwa anak menimbulkan doronga-dorongan pada
dengan latar belakang keluarga bercerai remaja seperti tidak ingin berkomunikasi,
tidak semua yang berdampak dengan emosi mengurung diri, kekerasan dan lainnya
negatif, dan dalam penelitian ini anak namun pada penelitian subjek dapat
dengan keluarga brokenehome memilih mengontrol dorongan dengan berpikir
fokus untuk membahagiakan keluarga dan positif dan mempertimbangkan dampak
menggapai cita-cita. Keempat subjek kedepannya.
memiliki cara tersendiri untuk mengontrol Selanjutnya aspek optimis, optimis
emosi tetapi hal tersebut belum cukup merupakan individu percaya bahwa akan
efektif untuk mengatasi perasaan-perasaan terjadi banyak perubahan untuk menjadi
yang timbul. lebih baik. Berdasarkan hasil wawancara
Aspek selanjutnya yaitu dengan empat subjek, tiga diantara memiliki
pengendalian impuls. Pengendalian impuls sikap optimis. Dimana tiga subjek tersebut
dimana saat pengendalian impuls ialah memiliki harapan untuk jadi lebih baik
individu itu kuat, cenderung memiliki kedepannya, dan satu subjek lebih memilih
regulasi emosi yang tinggi dan begitupun untuk mengikuti alur kehidupan. Sejalan
sebaliknya (Reivich & Shatte, 2002). dengan penelitian yang dilakukan oleh
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti Morgestern et al (Amelia, Elita, & Utomo,
lakukan dengan keempat subjek, memiliki 2022) didapatkan hasil optimisme
dorongan untuk menerima keadaan bahwa mempunyai efek protektif terhadap
orangtua telah bercerai, meskipun subjek kesulitan. Penelitian lain yang mendukung
belum siap menerima kenyataan yang dapat yaitu penelitian Detta dan Abddulah (2017)
menimbulkan emosi negatif dari percerai dimana anak yg berasal dari keluarga
orangtua. Didukung dengan penelitian brokenhome memiliki harapan yang baik
Asriandari (2015) Perceraian yang terjadi dimasa yang akan datang, meskipun remaja
saat anak masih berusia dibawah 10 tahun tersebut ragu untuk dapat menggapainya hal
akan menguntungkan bagi sang anak itu disebabkan dengan trauma masalalu.
dikemudian hari karena ingatan anak Aspek keempat yaitu mengalisis
mengenai konflik yangterjadi lebih sedikit masalah yaitu individu mampu menentukan

INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023) │ 17


R. Hayati, N. Junita, I. Amalia

penyebab atas masalah yang dihadapi serta didukung oleh hasil penelitian Detta dan
mengetahui penyelesaian masalah yang Abddulah (2017) menyatakan bahwa anak
dialami secara cepat, tepat dan tidak mudah dari orangtua bercerai dapat memahami
menyerah disaat dihadapkan dengan kesulitan yang ditimbulkan dari perceraian
beberapa hambatan (Reivich & Shatte, orangtua, seperti perekonomian, rasa sedih
2002). Dalam hal ini keempat subjek dan jika orangtua sakit. Selain itu, seorang
memahami akar penyebab orangtua bercerai individu juga dapat merasakan ketidak
serta menemukan solusi yang tepat untuk nyamanan dan menderita karena orang lain.
mengatasi masalah yang dialami. Dari hasil Dengan adanya hal tersebut membuat
wawancara tiga dari empat subjek individu ingin melakukan sesuatu untuk
memahami penyebab perceraian orangtua mengakhiri penderitaan atau berbagi
namun tidak taucara untuk mengatasinya, penderitaan yang dirasakan dengan orang-
sedangkan satu subjek memilih membantu orang di sekitarnya (Mir’atannisa, 2017).
ibu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Aspek selanjutnya yaitu efikasi diri,
Sejalan dengan Detta dan Abddulah (2017) efikasi diri merupakan keyakinan atas
yang menyatakan bahwa anak dapat kemampuan dalam menghadapi dan
memahami penybebab perceraian orangtua memecahkan permasalahan yang efektif.
tetapi remaja tidak fokus padahal itu karena Berdasarkan hasil wawancara tiga dari
itu merupakan diluar batas kendalinya, empat subjek memiliki keyakinan bisa untuk
sehingga remaja memilih untuk fokus pada melewati permasalahan orangtua bercerai,
pendidikan dan berjalan-jalan bersama akan tetapi satu subjek tidak yakin dapat
teman. menyelesaikan masalahnya. Subjek yang
Aspek selanjutnya yaitu empati, yakin bisa melewati masa-masa setelah
empati ialah inidividu dapat membaca emosi perceraian orangtua yaitu bisa melewati
dari orang lain dan mampu melihat seberapa masa-masa setelah perceraian orangtua
baik individu untuk mengenali keadaan yaitu dengan cara menjadikan masalah
psikologis dan kebutuhan emosinya. Dalam tersebut sebagai motivasi untuk bertahan,
hal ini keempat subjek dapat memahami begitupun sebaliknya subjek yang tidak
situasi lingkungan meskipun keempat subjek yakin memiliki pasrah akan keadaan hingga
menanggapi rasa empati yang berbeda-beda. bisa mengurangi beban pikiran. Menurut
Seperti omongan dari tetangga terhadap Detta dan Abddulah (2017) anak dari
subjek, serta subjek dapat merasakan kelurga brokenhome mampu memecahkan
kesedihan yang dialami oleh ibu. Hal ini permasalahan yang diakbiatkan dari

18 │ INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023)


Resiliensi pada Anak dengan Latar Belakang Orangtua Bercerai

percerai orangtua yaitu perasaan sedih, kemampuan memahami ABC diri,


marah, dan masalah ekonomi, namun kemampuan menghindari hambatan berfikir,
terkadang muncul keraguan sehingga kemampuan mendeteksi alam bawah sadar,
menyebabkan anak menjadi pasrah dan kemampuan menguji perilaku, kemampuan
menganggap masalah itu akan bertahan mengubah perpsektif dalam berpikir,
sampai masa depan. kemampuan untuk tenang dan fokus, dan
Aspek yang terakhir yaitu kemampuan untuk resiliensi tepat waktu.
pencapaian, pencapaian ialah individu Faktor yang pertama yaitu
mampu memetik hal positif dari kemampuan memahami ABC diri. Menurut
permasalahan yang sudah ada. Dalam Reivich dan shatte (2002) kemampuan
penelitian ini keempat subjek dapat memahami ABC diri merupakan kemampuan
mengambil makna positif dari perceraian individu dalam memahami permasalahan
orangtua, meskipun harus melewati masa yang dihadapi serta percaya akan
sulit terlebih dahulu. Makna positif yang kemampuan yang dimiliki untuk
dapat diambil yaitu subjek memiliki menyelesaikan permasalahan tersebut,
persiapan untuk diri sebelum membangun kemampuan ini juga dapat mempengaruhi
hubungan atau berkeluarga, serta subjek pemikiran individu untuk beperilaku. Dalam
berusaha membuktikan bahwa tidak semua hal ini keempat subjek pada akhirnya
anak denga orangtua bercerai yang bersifat memahami permasalahan yang dihadapi dan
negatif. Menurut Detta dan Abddulah (2017) memiliki cara tersendiri dalam penyelesain
anak yang berasal dari orangtua bercerai masalahan orangtua bercerai, seperti
dapat mengambil hikmah seperti memilih untuk memendam semua masalah
menjadikan pembelajaran dan bekal hidup sendiri dan ada juga subjek yang memilih
dimasa depan serta terlatih dalam untuk bercerita kepada teman terdekat
penyelesaian masalah, dan jadi lebih kuat untuk mengurangi beban pikiran.
lagi. Faktor yang kedua yaitu kemampuan
Berikutnya Berdasarkan hasil menghindari jebakan dalam berpikir.
wawancara keempat subjek penelitian Menurut Reivich dan Shatte (2002)
memiliki faktor faktor yang mempengaruhi kemampuan menghindari jebakan dalam
terbentuk resiliensi yang berbeda. Reivich berpikir merupakan kemampuan yang ada
dan Shatte (2002) mengemukakan tujuh pada individu untuk menghindari jebakan
Faktor yang mempengaruhi terbentuk atau gangguan dalam berpikir seperti
resiliensi. Ketujuh aspek tersebut adalah meremehkan masalah, membesar-besarkan

INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023) │ 19


R. Hayati, N. Junita, I. Amalia

permasalahan dan salah memandang Faktor selanjutnya yaitu kemampuan


masalah. Dalam hal ini keempat subjek menguji perilaku dalam penyelesain
memiliki cara yang berbeda dalam masalah, yaitu proses menggali ketepatan
menghindari jebakan dalam berpikir seperti solusi yang telah direncanakan serta
dua dari empat subjek memilih pasrah mengarahkan pada perilaku yang efektif dan
dengan keaadan dimana subjek tidak mendukung (Reivich & Shatte, 2002).
terpikir lagi untuk melanjutkan pendidikan Berdasarkan hasil wawancara keempat
kedepannya. subjek, dua diantara empat subjek belum
Faktor yang ketiga kemampuan meyakini bahwa solusi yang dilakukan sudah
mendeteksi alam bawah sadar, merupakan tepat untuk mengatasi dampak dari
kemampuan individu untuk menyadari alam perceraian orangtua. Salah satu bagian
bawah sadar dan mengindentifikasi penting dari resiliensi adalah mengubah dan
keyakinan mendalam yang dimiliki, serta memperbaiki kelemahan diri sendiri
dapat menentukan kapan hal tersebut (Mayasari, 2014).
membantu dan kapan hal tersebut Selanjutnya faktor kemampuan
menjerumuskan (Reivich & Shatte, 2002). mengubah perspektif dalam berfikir, yaitu
Berdasarkan hasil wawancara dengan kemampuan individu untuk mengubah atau
keempat subjek merasakan dampak yang menghentikan cara berfikir yang tidak
besar dari perceraian orangtua seperti susah realistis menjadi realistis (Reivich & Shatte,
memulai hubungan dengan orang baru serta 2002). Berdasarkan hasil wawancara
subjek mengira pernikahan bukan lagi keempat subjek mengalami pemikiran yang
tujuan utama dalam hidup, dalam hal ini tidak realistis seperti putus asa sehingga
subjek mencoba menerima dan memunculkan keinginan untuk bunuh diri,
mengikhlaskan apa yang telah terjadi pada namun subjek dapat mengembalikan pikiran
orangtua. Didukung oleh pernyataan yang tidak realistis tersebut menjadi
Mayasari (2014) Ketika seseorang realistis. Dari sebelumnya berkeinginan
mengalami emosi yang meledak-ledak untuk bunuh diri yang membuat subjek
(antara lain marah, terkejut, sedih, muncul menjadi berpikir realistis yaitu subjek
rasa bersalah, dan merasa dipermalukan), mengingat dosa jika melakukan hal itu.
berbagai pikiran yang muncul dan tidak Berikutnya faktor kemampuan untuk
mampu menjelaskan apa yang sedang terjadi tenang dan fokus, menurut Reivich dan
pada diri. Shatte (2002) kemampuan untuk tenang dan
fokus merupakan kemampuan individu

20 │ INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023)


Resiliensi pada Anak dengan Latar Belakang Orangtua Bercerai

untuk tetap tenang dan fokus dalam mencari sudah tidak lengkap. Selain dari rasa percaya
solusi pada permasalahan yang ada. diri penemuan lain yaitu faktor hilangnya
Berdasarkan hasil wawancara keempat kepercayaan terhadap lawan jenis atau biasa
subjek, tiga dari empat subjek tidak dapat pisthanthrophobia. Dalam hal ini subjek
fokus dalam menghadapi permasalahan setelah terjadi perceraian orangtua menjadi
orangtua yang bercerai, namun berbanding susah membangun hubungan dengan lawan
terbalik dengan satu subjek yang merasa jenis, bahkan tidak memiliki kepercayaan
bisa untuk tenang namun kesulitan untuk lagi kepada lawan jenis yang diakibatkan
fokus pada satu hal. Pernyataan tersebut dari perlakuan ayah sebelum bercerai
didukung pendapat Mayasari (2014) Pada kepada ibu.
saat mengalami berbagai situasi buruk atau Adapun keterbatasan dalam
tidak menyenangkan, sering kali kita sulit penelitian ini yaitu peneliti tidak meninjau
berkonsentrasi karena gangguangangguan resiliensi pada individu dengan orangtua
pikiran kita sendiri. bercerai pada jenis kelamin dimana semua
Terakhir yaitu faktor kemampuan subjek dalam penelitian ini berjenis kelamin
resilien tepat waktu, merupakan perempuan sehingga data yang diperoleh
kemampuan individu untuk mengubah pola kurang memberikan informasi yang
pikir agar menjadi resilien secara cepat, dan memuaskan. Selain itu peneliti juga kesulitan
tepat ketika dihadapkan dengan situasi yang dalam mengatur waktu dengan subjek yang
sulit, salah satunya perceraian orangtua juga memiliki aktivitas lain.
(Reivich & Shatte, 2002). Berdasarkan hasil
wawancara dengan keempat subjek memiliki Kesimpulan
cara tersendiri agar dapat beradaptasi Berdasarkan hasil penelitian yang

dengan lingkungan setelah terjadi perceraian dilakukan dapat disimpulkan bahwa

orangtua, serta keempat subjek belum resiliensi yang dimiliki keempat subjek

menemukan solusi yang tepat untuk berbeda dalam menghadapi permasalahan

permasalahan yang mereka alami. orangtua bercerai hal tersebut terlihat dari

Adapun temuan baru dalam bagaimana kemampuan subjek menyikapi

penelitian ini yaitu percaya diri dimana permasalahan yang terjadi. Adapun hasil

subjek memiliki ketakutan akan rasa yang diperoleh dari penelitian terkait

penolakan dari lingkungan sekitar dan juga dengan gambaran resiliensi pada anak

rasa tertekan ketika mendengar omongan dengan latar belakang orangtua bercerai

orang sekitar mengenai status keluarga yang adalah sebagai berikut.

INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023) │ 21


R. Hayati, N. Junita, I. Amalia

Gambaran resiliensi dapat dilihat Adapun temuan baru dalam penelitian ini
berdasarkan pada aspek-aspek resiliensi yaitu percaya diri Selain dari rasa percaya
tersebut, yang meliputi regulasi emosi, diri penemuan lain yaitu faktor hilangnya
pengendalian impuls, analisis masalah, kepercayaan terhadap lawan jenis atau biasa
empati, optimis, efikasi diri dan pencapain. disebut sebagai Pistanthrophobia
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti merupakan fobia untuk percaya dengan
lakukan dengan keempat subjek terdapat orang lain. Dalam hal ini subjek setelah
tiga darinya memiliki dorongan untuk terjadi perceraian orangtua subjek menjadi
menerima keadaan bahwa orangtua telah susah membangun hubungan dengan lawan
bercerai, meskipun subjek belum siap jenis.
menerima kenyataan yang dapat
menimbulkan emosi negatif dari percerai
orangtua. Berikut subjek yang terpengaruh
oleh aspek resiliensi yaitu subjek RW, K dan
RK. Sedang subjek RJ menganggap bahwa
pernikahan bukan lagi tujuandari hidup, dan
mengenai percerai bukanlah hal yang tabu
lagi dalamhidup subjek.
Faktor faktor yang mempengaruhi
terbentuknya resiliensi dari keempat subjek
berbeda. Berdasarkan hasil wawancara
keempat subjek mengalami pemikiran yang
tidak realistis seperti putus asa sehingga
memunculkan keinginan untuk mengakhiri
hidup, namun hal tersebut hanya menjadi
pikiran saja, dimana subjek masih mengingat
masih ada Tuhan didalam hidupnya. Selain
itu keempat subjek memiliki cara tersendiri
agar dapat beradaptasi dengan lingkungan
setelah terjadi perceraian orangtua, serta
keempat subjek belum menemukan solusi
yang tepat untuk permasalahan yang mereka
alami.

22 │ INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023)


Judul

Referensi

Amelia, D., Elita, V., & Utomo, W. (2022). Gambaran Resiliensi Mahasiswa Tingkat Akhir Dalam
Menyelesaikan Skripsi Pada Masa Pendemi Covid-19. JUKEJ , Universitas
Riau.

Asriandari, E. (2015). Resiliensi Remaja Korban Perceraian Orang Tua. ePrint UNY , Universitas
Negeri Yogyakarta.Detta, B., & Abddulah, M. (2017). Dinamika Resiliensi
Remaja Dengan Keluarga Broken Home. Insight
http://ejurnal.mercubuanayogya.ac.id/index.php/psikologi/article/viewFile
/600/390

Hadianti, S. W., Nurwati, R. N., & Darwis, R. S. (2017). Resiliensi Remaja Berprestasi dengan
latar Belakang Orang Tua Bercerai. Jurnal Penelitian & PKM , vol 4, No.2.
https://www.readcube.com/articles/10.24198%2Fjppm.v4i2.14278

Hermansyah, M. T., & Hadjam, M. N. (2020). Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami
Perceraian Orang Tua: Studi Literatur. Motiva : Jurnal Psikologi , Vol 3, No.2.
https://dx.doi.org/10.31293/mv.v3i2.4950

Kompas.com. (2020, November 8). 10 Cara Mengatasi Stres Pada Mahasiswa. Retrieved
Desember 2022, from amp.Kompas.Com:
http://amp.kompas.com/edukasi/read/2022/11/08/191700071/10-cara-
mengatasi-stres-pada-mahasiswa

Kurniasih, A. (2021). Regulasi Emosi Pada Anak Broken Home. Program Studi Psikologi,
Fakultas Psikologi, Universitas Semarang.
https://repository.usm.ac.id/files/journalmhs/F.131.17.0025202109160259
48.pdf

Latif, A. (2020, Jauari 25). Angka Perceraian Di Aceh Meningkat, Paling Banyak Cerai Gugat.
Retrieved September 7, 2021, from Nusantara:
https://rmol.id/amp/2020/01/25/418943/https-nusantara-rmol-id-read-
2020-01-25-418943-angka-perceraian-di-aceh-meningkat-paling-banyak-
cerai-gugat

Mayasari, R. (2014). Mengembangkan Pribadi yang Tangguh Melalui Pengembangan


Keterampilan

Mir'atannisa, I. M. (2017). Resiliensi Mahasiswa Tunanetra (Studi Kasus Terhadap Mahasiswa


Tunanetra Tidak Dari Lahir Di Fakultas Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta). E-Jurnal Bimbingan dan Konseling , Universitas Negeri
Yogyakarta.

INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.2 (2023) │ 23


R. Hayati, N. Junita, I. Amalia

Putri, A. F. (2019). Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas Perkembanganya.


Schoulid , Universitas Negeri Padang.

Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The Resilience Faktor.

Sarbini, W., & Wulandari, K. (2014). Kondisi Psikologis Anak Dari Keluarga Yang Bercerai.
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa.
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/58954

Sillekens, S., & Notten, N. (2020). Parental Divorce and Externalizing Problem Behavior in
Adulthood. A Study on Lasting Individual, Family and Peer Risk Factors for
Externalizing Problem Behavior when Experiencing a Parental Divorce.
Deviant Behavior, 41(1), 1–16.
https://doi.org/10.1080/01639625.2018.1519131

Sugiyono (2016). Metode Penelitian, Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta..

24 │ INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 1, No.1 (2023)

Anda mungkin juga menyukai