Anda di halaman 1dari 38

 EKMA4414/MODUL 1 1.

Mo DUL 1

Komponen, Mazhab, dan Evolusi


Manajemen Strategik
Drs. Suwarsono, M.A.

PENDAHULUAN

K etika diperkenalkan secara formal pertama kali pada awal dasawarsa


enam puluhan, manajemen strategik mendapat sambutan yang luar
biasa. Bahkan terkesan berlebihan. Konsep dan teknik analisisnya
diperlakukan sebagai alat bantu utama pengambilan keputusan manajerial.
Ada kesan, bahwa manajemen strategik mampu mengurangi ketidakpastian
dan kompleksitas bisnis. Bahkan sepertinya ada jaminan bahwa perusahaan
akan memiliki kinerja yang bagus ketika mempraktikkan manajemen
strategik. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh sebagian besar manajer
puncak perusahaan. Sekalipun ketika itu sesungguhnya manajemen strategik
baru memberikan perhatian pada faktor internal perusahaan, khususnya
manajemen keuangan.
Dimulai pada awal dasawarsa delapan puluhan, manajemen strategik
mendapat perlakuan yang berbeda dengan masa sebelumnya, bahkan bertolak
belakang. Banyak pihak mulai meragukan kontribusi riil yang disumbangkan
oleh manajemen strategik. Mulai dikeluhkan tentang fungsi dan efektivitas
perencanaan manajerial jangka panjang. Di saat yang sama, juga mulai
dirasakan sulitnya melakukan eksekusi strategi seperti yang telah
direncanakan. Dengan kata lain, baik dalam dataran perencanaan maupun
implementasi strategi, posisi manajemen strategik sedang dipertanyakan.
Sekalipun ketika itu, manajemen strategik telah mulai lebih banyak
memberikan perhatian pada lingkungan eksternal dan manajemen pemasaran
seiring dengan semakin meningginya turbulensi lingkungan bisnis dan
intensitas persaingan.
Dimulai pada pertengahan kedua dasawarsa delapan puluhan, mana-
jemen strategik berusaha memperoleh posisi terhormat yang pernah dimi-
likinya pada saat pemunculannya pertama kali. Sekalipun sampai kini belum
sepenuhnya dapat diraih, akan tetapi tanda-tanda positif nampak terlihat
1. MANAJEMEN STRATEGIK

secara transparan. Konsep, asumsi, proses, dan teknik analisis dicoba


diperbaharui dan sedapat mungkin dikembangkan untuk meneguhkan peran
sebagai alat bantu pengambilan keputusan manajerial yang handal. Di
samping pendekatan logis-rasional, pendekatan yang memberikan tekanan
pada seni dan intuisi mulai kembali mendapatkan tempat.
Modul I ini terdiri dari dua kegiatan belajar. Kegiatan belajar pertama
akan menjelaskan dengan rinci tujuan perusahaan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pencapaiannya (determinannya). Diikuti dengan uraian
tentang pengertian dan komponen manajemen strategik. Berdasar komponen
dan prosesnya, hendak diperkenalkan dengan singkat tentang mazhab yang
lahir dan berkembang dalam manajemen strategik. Diakhiri dengan uraian
singkat tentang tingkatan strategi: korporat, bisnis, dan fungsional.
Bagian berikutnya yang merupakan kegiatan belajar kedua akan
menguraikan secara ringkas sejarah perkembangan manajemen strategik yang
menunjuk pada pasang surutnya. Diikuti dengan penjelasan tentang
perbandingan isi manajemen strategik: dahulu dan sekarang. Pada bagian
selanjutnya diuraikan tentang intensitas manajemen strategik. Bagian akhir
berisi penjelasan hipotetis tentang praktek manajemen strategik di Indonesia
pada masa sebelum 1997 dan sesudahnya. Bagian akhir menjelaskan tentang
manfaat yang diperoleh perusahaan ketika perusahaan mampu
mengimplementasikan manajemen strategik secara berkelanjutan.
Setelah mempelajari modul I ini secara umum Saudara diharapkan
mampu menjelaskan tentang komponen pokok, Madzab pokok, dan sejarah
perkembangan manajemen strategik, serta praktek manajemen strategik di
Indonesia.

Setelah mempelajari modul I ini secara khusus Saudara diharapkan


mampu:
1. menjelaskan pengertian dan komponen pokok manajemen strategik;
2. menjelaksan madzab yang lahir dan berkembang dalam manajemen
strategik;
3. menjelaskan tingkatan strategik dan keterkaitannya;
4. menjelaskan sejarah perkembangan manajemen strategik;
5. menjelaskan dugaan praktik manajemen strategik di Indonesia;
6. menjelaskan apa yang diperoleh oleh perusahaan ketika perusahaan
berhasil menerapkan manajemen strategik acara pas dan berkelanjutan.
 EKMA4414/MODUL 1.

K EGIATAN B ELAJAR 1

Pengertian, Komponen, dan Mazhab


Manajemen Strategik

P ada kegiatan belajar 1 (KB 1) hendak dijelaskan secara detail tujuan


pokok (primer) yang seharusnya dicapai oleh perusahaan dan variabel
yang menjadi penentu tercapai tidaknya tujuan tersebut. Tujuan primer
perusahaan yang hendak disampaikan pada bagian ini lebih terkait dengan
kepentingan pemilik perusahaan (shareholders). Tujuan lain (sekunder) yang
lebih berkaitan dengan berbagai pihak pemangku kepentingan (stakeholders)
selain pemilik perusahaan diasumsikan akan lebih mudah tercapai jika tujuan
pokok tercapai. Diikuti dengan uraian rinci tentang pengertian dan
komponen pokok manajemen strategik. Dilanjutkan dengan penjelasan
secara ringkas tentang berbagai mazhab (pola pikir) yang lahir dan
berkembang dalam manajemen strategik sebagai implikasi lanjutan dari
pilihan tekanan yang berbeda pada komponen manajemen strategik. Bagian
akhir menjelaskan tentang tiga tingkatan strategi – korporat, bisnis, dan
fungsional – dalam manajemen strategik.

A. DETERMINAN TUJUAN PERUSAHAAN

Perusahaan didirikan dengan berbagai tujuan pokok: memperoleh laba,


meningkatkan harga saham, meninggikan volume penjualan, dan
mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Sering kali dianggap bahwa
tujuan yang disebut pertama merupakan tujuan yang terpenting bagi pemilik,
setidaknya bagi perusahaan yang belum menjadi perusahaan publik. Jenis
tujuan yang disebut kedua biasanya berlaku bagi perusahaan yang sudah
menjadi perusahaan publik. Tujuan meningkatkan volume penjualan (market
share) juga sering diutamakan karena dianggap bahwa besar kecilnya pangsa
pasar yang dikuasai berpengaruh langsung pada laba yang dapat dicapai.
Belakangan ini tujuan keberlangsungan hidup juga mendapatkan perhatian.
Ternyata tercapainya tujuan yang lain belum menjamin perusahaan dapat
berusia panjang. Bisa saja perusahaan tiba-tiba sakit dan harus terpaksa
keluar dari pasar, ketika sebelumnya sepertinya tidak terlihat tanda-tandanya.
1. MANAJEMEN STRATEGIK

Untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan, manajemen


perlu memperhatikan dua faktor pokok, yakni faktor eksternal yang tidak
terkontrol oleh perusahaan dan faktor internal yang sepenuhnya berada dalam
kendali perusahaan. Faktor eksternal merupakan lingkungan bisnis yang
melingkupi operasi perusahaan yang dari padanya muncul peluang
(opportunities) dan ancaman (threats) bisnis. Faktor ini mencakup
lingkungan industri (industry environment) dan lingkungan bisnis makro
(macro environment): ekonomi, politik, hukum, teknologi, kependudukan,
dan sosial budaya. Faktor internal meliputi semua macam manajemen
fungsional: pemasaran, keuangan, operasi, sumber daya manusia, penelitian
dan pengembangan, sistem informasi manajemen; dan budaya perusahaan
(corporate culture). Dari penguasaan faktor internal perusahaan dapat
mengidentifikasi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang
dimiliki.
Dengan kata lain, perusahaan akan mampu mencapai tujuan yang telah
ditetapkan ketika kekuatan perusahaan melebihi kelemahan yang dimiliki.
Oleh karena itu perusahaan tersebut mampu mengeksploitasi peluang bisnis
yang ada dan mengeliminir ancaman bisnis yang mengitarinya. Dari sinilah
bermula apa yang sering dikenal orang sebagai analisis TOWS (threats,
opportunities, weaknesses, strengths) yang amat populer itu. Dengan
demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa tercapai tidaknya tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan adalah fungsi dari lingkungan makro,
lingkungan industri, manajemen fungsional dan budaya (karakter)
perusahaan. Karakter ini merupakan wujud akhir dari keberhasilan
perusahaan mengimplementasikan visinya.
Secara skematis tujuan perusahaan dan determinannya dapat dilihat pada
Gambar 1.1.1 berikut ini.
 EKMA4414/MODUL 1.

Gambar 1.1.1.
Determinan Tujuan Perusahaan

B. PENGERTIAN DAN KOMPONEN MANAJEMEN STRATEGIK

Dengan memperhatikan kaitan yang ada antara tujuan primer perusahaan


dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka pengertian dan komponen
pokok manajemen strategik dapat dirumuskan dengan lebih transparan,
seperti terlihat berikut ini.
Manajemen strategik, dengan demikian, dapat diartikan sebagai usaha
manajerial menumbuhkembangkan kekuatan perusahaan untuk mengeks-
ploitasi peluang bisnis yang muncul guna mencapai tujuan perusahaan yang
telah ditetapkan sesuai dengan visi dan misi yang telah ditentukan.
Pengertian ini juga mengandung implikasi bahwa perusahaan berusaha
mengurangi kelemahannya, dan berusaha melakukan adaptasi dengan
lingkungan bisnisnya. Pengertian tersebut juga menunjuk bahwa perusahaan
berusaha untuk mengurangi efek negatif yang ditimbulkan oleh ancaman
bisnis.
Sedangkan komponen pokok manajemen strategik (Pearce dan
Robinson, 1994, 2003) adalah: (1) analisis lingkungan bisnis yang diperlukan
untuk mendeteksi peluang dan ancaman bisnis; (2) analisis profil perusahaan
untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan; (3) strategi
1. MANAJEMEN STRATEGIK

bisnis yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan


memperhatikan (4) visi dan misi perusahaan. Hubungan antara lingkungan
bisnis dan profil perusahaan memberikan indikasi pada apa yang mungkin
dapat dikerjakan (what is possible). Dari sini posisi perusahaan di pasar dapat
diketahui. Sedangkan keterkaitan antara analisis lingkungan bisnis, profil
perusahaan, dan visi serta misi perusahaan menunjuk pada apa yang
diinginkan (what is desired) oleh pemilik dan manajemen perusahaan.
Lingkungan bisnis menyediakan peluang dan ancaman bisnis. Dengan
keunggulan bersaing yang dimiliki yang dibangun melalui usaha
menumbuhkan kekuatan perusahaan, peluang bisnis yang tersedia akan
dieksploitasi secara optimal.
Berdasar keunggulannya, perusahaan menawarkan nilai produk, yang
tidak mudah ditemukan pada produk pengganti. Perusahaan terus berusaha
melakukan adaptasi dengan perubahan yang selalu terjadi dalam lingkungan
bisnis melalui prinsip adaptasi atau mati (adapt or die), dan jika mungkin
perusahaan dalam batas kemampuannya melakukan rekayasa pada
lingkungan bisnisnya. Manajemen tidak saja bertanya tentang apa yang
harus dilakukan untuk membangun kinerja perusahaan, akan tetapi sampai
pada pertanyaan bagaimana strategi tersebut harus diimplementasikan.
Semuanya didasarkan pada dan tidak terlepas dari visi dan misi perusahaan -
ideologi, nilai, ajaran, dan rancang bangun masa depan perusahaan.
Dalam praktiknya, komponen strategi bisnis dikerjakan sesuai dengan
urutan fungsi pokok manajemen, yakni perencanaan, implementasi, dan
pengawasan. Oleh karena itu, secara metodologis, strategi bisnis terdiri dari
tiga proses yang saling kait mengait dan tidak terputus, yakni proses
perumusan (formulasi), proses implementasi (eksekusi), dan proses peng-
awasan (pengendalian) strategi. Proses yang terakhir diperlukan untuk mem-
berikan masukan (feedback) bagi proses perencanaan berikutnya. Langkah
perencanaan dan evaluasi juga berlaku untuk komponen visi dan misi dan
profil perusahaan. Proses manajemen tersebut tidak berlaku untuk komponen
lingkungan bisnis, karena berada di luar kendali perusahaan.
Secara skematis komponen manajemen strategik dapat dilihat pada
Gambar 1.1.2 berikut ini.
 EKMA4414/MODUL 1.

Gambar 1.1.2.
Komponen Pokok Manajemen Strategik

Akan tetapi tidak semua aktivitas manajerial menyiapkan faktor internal


yang diperlukan untuk mengantisipasi peluang dan ancaman bisnis dapat
dikategorikan sebagai keputusan strategis. Ada beberapa syarat tambahan
yang diperlukan. Disebut strategis jika keputusan manajerial yang dibuat
melibatkan manajemen puncak. Berbeda dengan keputusan pada tingkatan
manajemen yang lain, jenis keputusan ini memiliki implikasi dan ramifikasi
yang luas dan berjangka panjang serta mengakibatkan adanya otorisasi peng-
gunaan sumber daya dan dana yang signifikan. Manajemen puncaklah yang
sepenuhnya bertanggung jawab pada berhasil tidaknya implementasi
manajemen strategik.
Di samping itu, keputusan strategis juga mensyaratkan bahwa eksekusi
keputusan tersebut melibatkan sejumlah sumber dana dan daya yang besar.
Oleh karena itu, hampir dapat dipastikan bahwa komitmen manajerial yang
sudah diputuskan tidak mudah untuk dipindahkan. Kadang kala tidak cukup
sekedar dibiayai dari sumber dana internal. Diperlukan tambahan dana dari
sumber eksternal. Akibatnya, memiliki dimensi waktu yang panjang. Kinerja,
citra, dan keunggulan kompetitif perusahaan yang hendak dibentuk terkait
langsung dengan keputusan strategis yang telah dibuat. Dengan kata lain,
keputusan strategis memiliki akibat yang kompleks dan berdimensi banyak.
Keputusan manajerial disebut strategis jika keputusan tersebut berorientasi ke
masa depan perusahaan. Dengan kapasitas yang dimiliki, manajer berusaha
1. MANAJEMEN STRATEGIK

untuk secara ajek memprakirakan apa yang hendak terjadi sebagai dasar
pengambilan keputusan. Dengan demikian, pasti memperhatikan perubahan
lingkungan bisnis. Di saat yang sama, keputusan manajerial tersebut juga
menjadi salah satu penentu masa depan perusahaan.

C. MAZHAB DALAM MANAJEMEN STRATEGIK

Berdasar substansi (isi) manajemen strategik yang terdiri dari empat


komponen pokok tersebut, akademisi dan praktisi manajemen memiliki
tekanan dan perhatian, bahkan keyakinan, yang berbeda-beda antar
komponen (Mintzberg dan Quinn, 1991; Mintzberg, Ahlstrand, dan Lampel,
1998; O’Reilly III dan Pfeffer, 2000; Wit dan Meyer, 2005). Masing-masing
orientasi tersebut membentuk satu aliran berpikir (mazhab) tertentu yang
dominan (school of thought). Di dalam masing-masing mazhab pokok
tersebut juga terbuka kemungkinan ditemukan variasi, yang kadang kala juga
terlihat berbeda secara signifikan. Mazhab dalam manajemen strategik juga
bisa lahir dari proses penyusunannya: linier garis lurus dan serba ilmiah atau
berliku-liku serba berkemungkinan dan amat kontekstual.
Ada yang memiliki keyakinan bahwa lingkungan bisnis adalah
komponen yang terpenting karena hampir sepenuhnya manajemen tidak
mampu mengendalikannya. Tidak mungkin perusahaan dapat sepenuhnya
melakukan rekayasa terhadap lingkungan bisnis. Menurutnya, perusahaan
terkesan hanya pasif, menyesuaikan diri dengan apa yang disediakan oleh
lingkungan bisnis. Deteksi dini dan usaha melakukan prediksi dan proyeksi
lingkungan bisnis menjadi alat bantu manajerial yang penting. Jadi,
lingkungan bisnis menjadi determinan utama keberhasilan kinerja
perusahaan. Pola pikir demikian menghasilkan mazhab lingkungan bisnis
(environmental school).
Ada juga yang berpendapat sebaliknya. Manajemen – atau ada juga
yang menyebutnya dengan lingkungan internal – menjadi determinan
terpenting keberhasilan perusahaan. Dengan keunggulan kemampuan yang
dimiliki, perusahaan dapat melakukan rekayasa pada lingkungan bisnisnya.
Memang diperlukan biaya yang besar dan mungkin juga ada tenggang waktu
yang lumayan panjang, akan tetapi pada prinsipnya perusahaan dapat berlaku
aktif, tidak sekedar pasif. Ketika perusahaan memiliki sumber daya dan dana
yang semakin besar, perusahaan memiliki keleluasaan yang juga semakin
besar untuk mengendalikan lingkungan bisnisnya. Bahkan jika berhasil,
 EKMA4414/MODUL 1.

perusahaan dapat ikut menentukan standar permainan yang berlaku di pasar.


Pola pikir ini kemudian disebut sebagai mazhab sumber daya (resource-
based school).
Pendapat lainnya melihat bahwa ideologi, nilai, ajaran, dan rancangan
masa depan perusahaan merupakan determinan yang paling utama dalam
membangun kinerja perusahaan. Pada mulanya semua itu mungkin masih
bersifat impian, akan tetapi ketika semua pemangku kepentingan dalam
perusahaan telah memiliki keyakinan bahwa impian tersebut bisa diraih,
maka impian tersebut menjadi sumber inspirasi untuk melakukan segala
sesuatu yang sebelumnya tidak terbayangkan. Seakan-akan tidak ada yang
bisa menghalangi untuk mencapai tujuan perusahaan. Bahkan visi kemudian
menjadi sumber dari segala inspirasi. Ajaran yang ada di dalamnya menjadi
pemandu langkah dan arah perkembangan perusahaan. Pola pikir ini
kemudian berkembang dan melahirkan mazhab manajemen strategik berbasis
nilai (value-driven school).
Berdasarkan proses penyusunannya, manajemen strategik juga mengenal
beberapa mazhab. Akademisi dan praktisi sepenuhnya menggunakan
pendekatan logis-rasional untuk menggabungkan keempat komponen pokok
manajemen strategik. Kesannya semuanya bisa direncanakan jauh di depan,
sebelum sampai pada tahapan eksekusi. Eksekusi datang belakangan setelah
tahapan formulasi selesai dikerjakan. Elemen perencanaan menjadi begitu
dominan. Semuanya juga menjadi terstruktur, ada tahapan dan prosesnya.
Ada metode ilmiah yang dapat digunakan untuk memprediksi lingkungan
bisnis dan di saat yang sama menentukan posisi bisnis perusahaan. Inilah
mazhab ilmiah (scientific school), yang mengesankan manajemen strategik
bisa didesain dan berproses dengan keajekan.
Ada yang berposisi sebaliknya. Manajemen strategik baru memiliki efek
positif sebagai alat bantu manajemen jika sejak proses penyusunannya telah
melibatkan hati manajemen. Kepentingan subjektif manajemen bisa jadi
harus terlibat, akan tetapi ada forum untuk melakukan dialog secara
konstruktif, yang dalam batas-batas tertentu pasti ada elemen politiknya.
Akibatnya prosesnya juga tidak linier, karena pasti ada negosiasi. Oleh
karena itu seni dan intuisi ikut bermain. Rumusannya bisa berubah dengan
mudah jika ada perubahan komitmen. Bisa juga berubah mendadak
(emergency) menyesuaikan diri ketika ada perubahan konteksnya, internal
maupun eksternal. Selalu ada peluang untuk improvisasi. Dengan kata lain,
konteks memiliki pengaruh yang signifikan. Ada yang menyebutnya sebagai
1. MANAJEMEN STRATEGIK

mazhab berbasis seni, atau ada juga yang menyebutnya sebagai mazhab
berbasis proses dan konteks (processual school).

D. TINGKATAN STRATEGI

Pada umumnya ketika baru berdiri, perusahaan memiliki satu jenis usaha
saja. Katakanlah perusahaan tersebut memiliki usaha penerbitan koran
harian. Dalam keadaan seperti itu dikatakan bahwa perusahaan memiliki satu
unit usaha strategis (strategic business unit/SBU). Ketika itu, manajemen
juga dikatakan hanya memiliki kewajiban untuk merumuskan dan
mengimplementasikan strategi bersaing pada satu SBU yang dimiliki
tersebut. Strategi itulah yang kemudian dinamai sebagai strategi pada
tingkatan bisnis (business level). Misalnya manajemen memutuskan untuk
memilih strategi diferensiasi. Koran yang dihasilkan ditetapkan memiliki
tiga keunikan sebagai pembeda dengan produk serupa yang lain: kedalaman
berita, ketajaman analisis, dan kelengkapan data. Berbekal pada ketiga
keunikan tersebut, perusahaan memasuki pasar memperebutkan konsumen.
Di saat yang sama dengan berbekal ketiga andalannya, perusahaan bersaing
dengan perusahaan lain dalam industri yang sama atau serupa.
Akan tetapi hendaknya diketahui bahwa rumusan strategi pada dataran
bisnis seperti itu kurang lengkap dan kurang detail. Boleh di kata hanya
manajemen puncak saja yang dapat menghayati esensi strategi bersaing
tersebut, setidaknya karena masih terlihat abstrak dan belum terlihat alat
ukurnya. Manajemen yang berada pada tingkatan di bawahnya, misalnya
manajemen pemasaran, perlu uraian yang lebih konkret dan komplit. Ketika
produk yang dihasilkan oleh perusahaan telah ditandai dengan ketiga unikan,
kemudian perlu dirumuskan lebih jauh siapa segmen pasar yang dituju dan
dengan strategi harga seperti apa produk itu diluncurkan. Di samping itu,
tentu saja masih banyak pertanyaan lain yang perlu dijawab, misalnya
tentang strategi keuangan yang harus diputuskan pada masa awal
beroperasinya perusahaan.
Dengan kata lain, strategi pada tingkatan bisnis perlu dijabarkan lebih
jauh ke dalam strategi dataran fungsional, yang diperlukan oleh manajer
pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, dan operasi. Strategi inilah
yang kemudian dinamai strategi pada tingkatan fungsional (functional level).
Pada dataran ini diharapkan strategi telah tampak lebih jelas, konkret, dan
terlihat ukuran kegagalan dan keberhasilan pencapaiannya. Bersama manajer
 EKMA4414/MODUL 1.

fungsional, manajemen puncak menerjemahkan strategi bersaing pada


dataran bisnis yang telah dimiliki ke dalam strategi bersaing pada dataran
fungsional. Dengan terjemahan tersebut, manajer fungsional diharapkan ikut
serta merasa memiliki dan bertanggung jawab pada pilihan strategi yang
telah diputuskan.
Dalam perjalanannya kemudian bersamaan dengan raihan kinerja yang
membanggakan, perusahaan terus berkembang. Pada mulanya perusahaan
berhasil meningkatkan volume penjualan yang diraih. Pangsa pasar yang
semakin besar tersebut berjalan seiring dengan perolehan laba yang juga
semakin membesar. Lama kelamaan, manajemen kemudian memutuskan
untuk tidak lagi hanya bergulat dengan satu bisnis inti (core business) yang
selama ini telah dimiliki. Keputusan ini biasanya terjadi ketika manajemen
merasa bahwa satu unit bisnis yang dimiliki sudah tidak bisa lagi tumbuh
dengan memuaskan.
Manajemen mungkin juga mulai merasa kurang tertantang, jenuh hanya
berurusan dengan persoalan yang semakin hari semakin rutin. Ujungnya,
sejak itu perusahaan tidak lagi hanya memiliki satu unit bisnis strategis,
melainkan telah memiliki dua dan kemudian di masa yang akan datang
hampir dapat dipastikan terus bertambah lagi menjadi beberapa. Perusahaan
kemudian mengalami proses konglomerasi, memiliki banyak unit usaha yang
bisa saja tidak harus terkait satu sama lain (unrelated conglomeration) dan
terdiversifikasi dalam banyak ragam usaha. Perusahaan tidak lagi hanya
memiliki usaha tunggal, tetapi telah berubah menjadi sebuah perusahaan
korporat. Manajemen perusahaan tidak bisa dihindarkan lagi berubah
menjadi kantor pusat (headquarter) yang harus mengelola dan
mengendalikan beberapa unit usaha strategis. Ada perusahaan induk
(holding company) dan anak perusahaan. Dari sinilah lahir apa yang dikenal
dengan sebutan strategi pada tingkatan korporat (corporate level strategy).
Strategi pada dataran korporat (Goold dkk., 1994; Goold dan Quinn,
1990; Yard, dkk., 2005) pada mulanya, harus mampu memberikan jawaban
terhadap pertanyaan mengapa beberapa unit usaha strategis yang ada harus
dikelola oleh satu perusahaan induk. Manajemen perusahaan induk berperan
seakan-akan sebagai orang tua yang berkewajiban mengasuh dan
membesarkan anaknya, yang juga berupa perusahaan. Keunggulan asuhan
(parenting advantage) (Campbell, dkk., 1995) apa yang bisa ditawarkan oleh
kantor pusat untuk membantu membangun keunggulan bersaing (competitive
adavantage) perusahaan anak. Jika tidak ditemukan, terbuka alasan bagi
1. MANAJEMEN STRATEGIK

perusahaan anak untuk berdiri sendiri sebagai entitas bisnis yang independen.
Dalam bidang apa intervensi perusahaan induk terhadap perusahaan anak
dapat dilakukan dan bagaimana intervensi itu dilakukan: langsung atau tidak
langsung.
Ketika perusahaan telah terdiversifikasi dan memiliki banyak unit usaha
strategis maka dengan sendirinya manajemen memiliki tiga tingkatan strategi
secara sekaligus dalam mengelola perusahaan. Manajemen pada perusahaan
induk mengembangkan strategi tingkatan korporat, manajemen unit usaha
strategis bertanggung jawab sepenuhnya pada pengembangan strategi pada
tingkatan bisnis dan sekaligus strategi pada tingkatan fungsional. Mereka
juga bertanggung jawab pada manajemen perusahaan korporat (induk).
Strategi pada tingkatan bisnis merupakan terjemahan lebih lanjut (turunan)
dari strategi tingkatan korporat. Strategi fungsional merupakan turunan
strategi tingkatan bisnis. Strategi tingkatan korporat kesannya dengan
demikian menjadi payung dari keseluruhan strategi yang berada pada
tingkatan di bawahnya.
Ada juga yang menyebutkan tingkatan strategi keempat (de Wit dan
Meyer, 2005), yaitu strategi jaringan (network strategy). Dalam modul ini,
tingkatan strategi tersebut dimasukkan ke dalam tingkatan strategi korporat,
karena pada dasarnya yang dimaksudkan jaringan adalah membangun aliansi
strategis yang biasanya menjadi wewenang dan dilakukan oleh manajemen
puncak kantor pusat. Jika perusahaan hanya memiliki satu unit usaha,
membangun aliansi menjadi wewenang manajemen puncak perusahaan
tersebut, yang dengan demikian strategi aliansi menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari strategi pada tingkatan bisnis.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!

1) Jelaskan secara rinci pengertian dan komponen manajemen strategik dan


kaitkan jawaban saudara dengan lahirnya beberapa mazhab di dalamnya!
Lakukan penilaian terhadap berbagai aliran pemikiran tersebut dan
jelaskan posisi saudara beserta alasannya!
 EKMA4414/MODUL 1.

2) Jelaskan tingkatan strategi yang dikenal dalam manajemen strategik!


Apa keterkaitan satu tingkatan strategi dengan tingkatan strategi yang
lain?

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Manajemen strategik pada dasarnya adalah setiap usaha manajemen


membangun keunggulan dan mengurangi kelemahan perusahaan yang
diperlukan untuk mengeksploitasi peluang dan menghindari ancaman
bisnis berdasar visi yang telah dimiliki. Manajemen strategik,
setidaknya, memiliki empat komponen, yaitu: lingkungan bisnis,
manajemen, visi, dan strategi. Berdasar isi dan prosesnya, manajemen
strategik kemudian mengenal beberapa mazhab, yakni lingkungan,
sumber daya, basis nilai, ilmiah, dan prosesual.
2) Dikenal, setidaknya, tiga tingkatan strategi, yakni strategi pada tingkatan
korporat, bisnis, dan fungsional. Strategi korporat dimiliki oleh
perusahaan yang telah terdiversifikasi dalam banyak ragam usaha.
Strategi tersebut diterjemahkan dalam strategi bisnis per masing-masing
unit usaha strategis dan kemudian diterjemahkan lagi dengan lebih detail
dan terukur dalam strategi fungsional – pemasaran, keuangan, sumber
daya manusia, dan operasi.

RANGKUMAN

Dilihat dari perspektif pemegang saham, perusahaan didirikan untuk


mencapai tujuan memperoleh laba, peningkatan harga saham,
penguasaan pangsa pasar, dan tumbuh sehat berusia panjang. Untuk
mencapai tujuan tersebut, manajemen perusahaan merumuskan,
mengimplementasikan, dan mengendalikan manajemen strategik.
Manajemen berusaha meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara
membangun keunggulan bersaing yang diperlukan untuk
mengeksploitasi peluang bisnis dan menghindari ancaman bisnis yang
berasal dari lingkungan bisnis. Manajemen juga mempertimbangkan
visi yang perlu dibangun, agar tujuan ekonomisnya dicapai seiring
dengan pembentukan karakter perusahaan.
Manajemen strategik, setidaknya memiliki empat komponen:
lingkungan bisnis, manajemen, visi, dan strategi. Dilihat dari substansi
dan prosesnya, komponen tersebut melahirkan banyak mazhab. Mazhab
1. MANAJEMEN STRATEGIK

lingkungan memberikan perhatian besar pada lingkungan bisnis.


Sebaliknya, mazhab sumber daya menilai bahwa keberhasilan
perusahaan lebih banyak ditentukan oleh penguasaan dan penggunaan
sumber daya yang dimiliki. Mazhab berbasis nilai memberikan tekanan
pada pentingnya visi sebagai sumber energi utama dalam
menumbuhkembangkan perusahaan. Mazhab rasional menyatakan
bahwa manajemen strategik disusun dan diimplementasikan sepenuhnya
mengikuti proses yang logis-rasional, semuanya terancang dengan
tahapan yang jelas dan linier. Sebaliknya mazhab proses menyatakan
bahwa ada elemen seni dan intuisi dalam manajemen strategik dan oleh
karena itu selalu terbuka kemungkinan adanya dadakan dan perubahan
sesuai dengan perubahan konteksnya.
Manajemen strategik juga mengenal tiga tingkatan (dataran) strategi.
Strategi korporat digunakan oleh perusahaan yang telah memiliki lebih
dari satu inti bisnis, terdiversifikasi dalam banyak ragam usaha. Strategi
pada tingkatan bisnis menjelaskan tentang apa yang harus dilakukan oleh
satu unit usaha strategis sebagai pembeda dalam harga dan keunikan
untuk memperebutkan konsumen dan bersaing dengan perusahaan lain.
Strategi fungsional menguraikan lebih jauh apa yang ada dalam strategi
bisnis ke dalam manajemen fungsional agar lebih konkret dan terukur.
Strategi korporat merupakan payung tertinggi dari kedua strategi yang
disebut belakangan. Strategi bisnis dan fungsional merupakan
terjemahan lebih jauh dari strategi korporat.

TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Dilihat dari perspektif pemilik, tujuan didirikannya perusahaan adalah ....


A. laba
B. laba dan harga saham
C. laba, harga saham, dan pangsa pasar
D. laba, harga saham, pangsa pasar, dan usia panjang

2) Komponen manajemen strategik adalah ....


A. visi, lingkungan bisnis, manajemen, dan strategi korporat.
B. visi, lingkungan internal, dan strategi
C. lingkungan bisnis, manajemen, visi, dan strategi
D. lingkungan, visi, dan strategi
 EKMA4414/MODUL 1.

3) Aliran pemikiran dalam manajemen strategik yang memberikan tekanan


bahwa visi menjadi sumber energi utama manajemen dalam
menumbuhkembangkan perusahaan disebut sebagai mazhab ….
A. berbasis lingkungan
B. prosesual
C. sumber daya
D. berbasis nilai

4) Aliran pemikiran dalam manajemen strategik yang menyatakan bahwa


lingkungan bisnis menjadi determinan terpenting keberhasilan
perusahaan mencapai tujuannya disebut sebagai mazhab....
A. berbasis lingkungan
B. sumber daya
C. berbasis nilai
D. prosesual

5) Tingkatan strategi yang dikenal dalam manajemen strategik adalah


strategi ....
A. bisnis dan fungsional
B. korporat, bisnis, dan fungsional
C. jaringan, korporat, bisnis, dan fungsional
D. korporat dan bisnis

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.
1. MANAJEMEN STRATEGIK

K EGIATAN B ELAJAR 2

Evolusi dan Praktik


Manajemen Strategik

S etelah mempelajari pengertian, komponen, mazhab, dan tingkatan


strategi dalam manajemen strategik yang disajikan dalam kegiatan
belajar sebelumnya, kini hendak disampaikan evolusi manajemen strategik.
Evolusi tersebut menguraikan perkembangan manajemen strategik sejak dari
kelahirannya ketika masih sangat sederhana sampai bentuknya yang paling
kini yang telah lebih komplit. Uraian tersebut juga menggambarkan pasang
surut manajemen strategik dilihat dari posisinya sebagai alat bantu utama
manajemen dalam mengambil keputusan. Bagian berikutnya menjelaskan
tentang aspek teknis dan operasionalisasi dari manajemen strategik, dahulu
dan sekarang. Ada perbedaan di sana-sini tentang tekanan analisis dan
perspektif waktu yang digunakan, yang dilanjutkan dengan tinjauan tentang
intensitas – kedalaman – analisis dan penulisannya. Diikuti dengan uraian
yang masih bersifat hipotetis tentang praktik manajemen strategik di
Indonesia, agar pembaca memiliki gambaran yang lebih riil. Bagian akhir
menjelaskan tentang manfaat yang diperoleh perusahaan ketika perusahaan
mampu mengaplikasikan manajemen strategik secara berkelanjutan.

A. PERKEMBANGAN MANAJEMEN STRATEGIK

Model manajemen strategik yang canggih seperti kita jumpai sekarang


ini - dengan komponen pokok dan berbagai mazhab yang telah diuraikan
secara singkat pada bagian sebelumnya - tidak begitu saja muncul sekali jadi.
Pada mulanya pikiran strategis dalam pengelolaan perusahaan amat
sederhana sesuai dengan lingkungan bisnis yang mempengaruhinya.
Belakangan seiring dengan perubahan kompleksitas lingkungan bisnis,
manajemen strategik mengalami penyempurnaan. Proses perbaikan itu
berjalan dengan pasang surut eksistensi manajemen strategik di dunia
akademik dan praktis. Ada masanya menempati posisi istimewa, ada kalanya
menuai kritik yang tajam yang kemudian justru menjadi sumber inspirasi
meraih kembali posisi terhormat yang mulai tergusur.
 EKMA4414/MODUL 1.

Ketika lingkungan bisnis cenderung stabil dan selalu seirama dengan


kepentingan perusahaan maka model perencanaan strategis yang ada amat
sederhana. Memberikan titik berat pada pemenuhan standar-standar
operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, khususnya standar
keuangan dan produksi. Lain halnya ketika lingkungan bisnis telah sering
berubah dan cenderung memiliki tingkat turbulensi yang tinggi, seperti yang
terjadi sekarang ini. Lingkungan bisnis berubah secara mendadak dan dengan
arah yang sering tak terduga. Perencanaan mulai memiliki tingkat
kompleksitas yang lebih tinggi. Manajemen tidak saja dituntut untuk
mengantisipasi masa depan, tetapi bahkan juga diminta untuk mempengaruhi
masa depan itu sendiri. Prinsip linieritas cenderung tak berlaku dan sebagai
gantinya manajemen selalu diminta untuk memiliki skenario banyak
(kontinjensi) dan siap menghadapi adanya diskontinuitas. Perhatian
manajemen tidak hanya terfokus pada manajemen keuangan, tetapi
nampaknya harus lebih diarahkan pada manajemen pemasaran, khususnya
dalam perumusan dan eksekusi strategi bersaing.
Dengan penyederhanaan yang agak berlebihan, sejarah perkembangan
manajemen strategik - dengan menggunakan tolok ukur waktu di negara maju
- dapat dikelompokkan dalam empat tahapan berikut ini: (1) anggaran dan
pengawasan keuangan, (2) perencanaan jangka panjang, (3) perencanaan
strategik perusahaan, dan (4) manajemen strategik (Gluck, Kaufman, dan
Walleck, 1980 dikutip dari Rue dan Holland, 1989).
Anggaran perusahaan dan pengawasan keuangan adalah model pe-
rencanaan perusahaan yang dikenal pertama kali oleh para eksekutif pe-
rusahaan. Model ini lahir kurang lebih tujuh puluh tahun yang lalu, ketika
lingkungan bisnis masih cenderung memiliki tingkat stabilitas yang tinggi.
Ini tidak berarti bahwa model ini tidak lagi dijumpai lagi. Biasanya model ini
masih digunakan oleh perusahaan yang relatif muda dan berukuran kecil.
Dengan demikian tidak heran, jika kadang kala proses dan hasil perencanaan
yang ada hanya berada pada pikiran manajemen. Belum diwujudkan dalam
bentuk tertulis.
Perencanaan ini mencoba melakukan estimasi penghasilan dan biaya un-
tuk masa satu tahun yang akan datang. Oleh karena itu, sebenarnya belum
dapat disebut perencanaan strategis, karena masih berdimensi waktu amat
pendek. Jika misalnya ditemui dalam bentuk yang paling lengkap dan tertulis,
perencanaan ini biasanya meliputi estimasi penjualan dan biaya, sampai
dengan estimasi neraca dan laporan rugi laba serta aliran kas. Pada tahapan
1. MANAJEMEN STRATEGIK

ini belum dijumpai anggaran investasi jangka panjang, akan tetapi berbagai
alat analisa rasio keuangan telah mulai dikenal.
Jika dikaitkan dengan pendekatan yang sering digunakan dalam
mempelajari manajemen pemasaran, barangkali jenis perencanaan ini muncul
ketika perhatian manajemen lebih ditujukan pada usaha untuk memproduksi
barang dalam jumlah yang sebanyak mungkin dan dengan harga yang
serendah-rendahnya. Inilah yang disebut dengan era produksi massal. Siapa
saja yang mampu memproduksi dengan harga yang paling murah, dialah
yang berhasil. Perhatian manajemen lebih ditujukan pada terbentuknya
mekanisme produksi yang efisien. Ketika itu kebutuhan konsumen cenderung
masih sederhana dan cenderung seragam. Posisi tawar menawar konsumen
amat rendah. Pesaing juga belum begitu banyak. Ketika itu, negara juga
memberikan perlindungan yang cukup bagi perkembangan perusahaan.
Intervensi politik amat terjaga. Demikian pula interupsi sosial. Semangat
yang dianut manajemen pada tahapan ini adalah pengendalian manajemen.
Target yang hendak dijadikan ukuran penilaian kinerja adalah memenuhi
anggaran yang telah ditetapkan. Perusahaan memiliki mentalitas produksi.
Model yang ada pada tahapan kedua - perencanaan jangka panjang
(long-range planning) - pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan model yang
ada pada tahapan pertama. Semua konsep, teknik, dan alat analisis yang
digunakan pada model tahap pertama tetap digunakan. Hanya saja pada
tahapan kedua ini perusahaan sudah mulai menerapkannya untuk jangka
waktu panjang, biasanya mencakup lima tahunan. Secara teknis, biasanya
dimulai dengan melakukan peramalan penjualan untuk beberapa tahun ke
depan dan kemudian menerjemahkan hasil ramalan tersebut lebih jauh ke
dalam bidang produksi, sumber daya manusia, keuangan, dan pemasaran.
Teknik analisis peramalan yang digunakan masih sepenuhnya mendasarkan
diri pada data sejarah. Dengan demikian, anggapan linieritas juga masih
berlaku. Teknik ekstrapolasi belum dikenal. Yang khas dari tahapan ini
adalah mulai dikenalnya penganggaran modal (capital budgeting) dengan
teknik analisis periode pengembalian investasi (pay back period) dan metode
aliran kas diskonto (discounted cash flow method) mulai digunakan. Model
kedua ini mulai dikenal setelah Perang Dunia II berakhir, atau sekitar
dasawarsa lima puluhan ketika ekonomi dunia sedang tumbuh.
Model ketiga berbeda jauh dengan model sebelumnya. Dalam model ini
muncul berbagai konsep dan teknik analisa baru. Ini terjadi karena
lingkungan bisnis yang mengitarinya telah banyak berubah, khususnya sejak
 EKMA4414/MODUL 1.

pertengahan dasawarsa enam puluhan. Ekonomi tidak lagi tumbuh sepesat


masa sebelumnya dan oleh karena itu tingkat persaingan antarperusahaan
semakin tajam. Pada saatnya ini menjadi sebab berubahnya perhatian
manajemen. Analisis lingkungan bisnis mulai diperhatikan. Pada masa
sebelumnya mereka lebih menitikberatkan pada hal ihwal produksi, kini
perhatian lebih banyak dicurahkan pada soal pemasaran, khususnya dalam
hal pemenuhan kepuasan konsumen. Posisi tawar menawar konsumen
meningkat. Pada masa inilah sesungguhnya pola pokok berpikir strategis
dalam manajemen dimulai. Dasar-dasar dari model manajemen strategik
mulai terbentuk.
Pada masa ini - khususnya sejak dasawarsa tujuh puluhan - konsep
segmentasi bisnis lahir. Dalam melakukan perencanaan perusahaan,
manajemen mulai mengenal apa yang disebut dengan pendekatan portofolio.
Usaha untuk menyusun perencanaan perusahaan harus didasarkan pada
kemandirian unit usaha strategis (strategic business unit /SBU). Berbagai alat
analisis matriks - misalnya yang dikembangkan oleh Boston Consulting
Group, McKinsey, dan Arthur D. Little - yang digunakan untuk mengetahui
posisi pasar perusahaan dengan menggabungkan analisa lingkungan bisnis
dan profil perusahaan mulai diperkenalkan. Di saat yang sama, mereka juga
mengintrodusir/memperkenalkan berbagai strategi bisnis pokok (grand
strategy) yang perlu dikerjakan perusahaan seiring dengan posisi pasar yang
dimiliki.
Pada bagian ujung dari perkembangan tahapan tiga ini, muncul revisi
untuk tidak terlalu berlebihan memberikan perhatian pada kemandirian SBU.
Kekhawatiran akan berkurangnya sifat perencanaan yang komprehensif
mulai muncul. Bukan tidak mungkin kepentingan perusahaan secara
menyeluruh berbeda bahkan dapat bertentangan dengan salah satu
kepentingan SBU. Untuk keperluan itu, perencanaan perusahaan seyogianya
disusun dari dua arah secara bersamaan. Tidak hanya berdasar pada prinsip
perencanaan dari bawah (bottom up planning), tetapi juga perencanaan dari
atas (top down planning).
Di saat yang sama juga mulai ada kekhawatiran tentang adanya
penekanan yang berlebihan pada aspek rasional dan analitis yang melekat
pada perencanaan. Aspek seni (art) dan kepemimpinan (leadership), dan
kewiraswastaan mulai tertinggal, tidak termasuk yang diperhatikan. Ada
kecenderungan untuk secara berlebihan memberikan perhatian pada pen-
tingnya fungsi perencanaan, khususnya perencanaan jangka panjang dan
1. MANAJEMEN STRATEGIK

global. Seakan-akan hanya dengan perencanaan yang jitu, organisasi akan


berjalan dengan sendirinya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Perencanaan memang merupakan alat komunikasi manajemen yang canggih
untuk menyampaikan gagasan eksekutif dan pemilik, akan tetapi itu saja
belum menjadikan jaminan adanya mobilisasi seluruh sumber daya dan dana
yang ada di dalam perusahaan. Perlu ada dukungan dari aspek manajemen
yang lain, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan dan pengawasan:
struktur organisasi, sistem kompensasi, informasi dan komunikasi, motivasi
dan iklim kerja, budaya perusahaan, serta pengendalian dan pengawasan.
Dari semua kritik yang baru saja diuraikan inilah muncul apa yang kini
disebut dengan manajemen strategik (strategic management). Pola berpikir
strategis digabung dengan proses manajemen. Segala sesuatu yang bersifat
strategis tak hanya berhenti sampai pada perencanaan, apalagi hanya sekedar
perencanaan yang bersifat global. Strategi operasi juga teramat diperlukan.
Mobilisasi dana dan daya yang diperlukan untuk menggerakkan roda
perusahaan baru akan terjadi jika perencanaan diikuti oleh eksekusi dan
pengendalian yang konsisten. Bahkan dua fungsi manajemen yang disebut
belakangan itulah yang lebih menentukan kegagalan atau keberhasilan
perusahaan. Jadi pada dasarnya, manajemen strategik adalah perkembangan
lebih jauh dari model-model yang sudah ada, khususnya tahapan ketiga.
Konsep, teknik dan alat analisa tetap digunakan - hampir tanpa ada
pengurangan yang berarti - hanya ada beberapa penambahan dengan lebih
mengintegrasikan dengan keseluruhan fungsi pokok manajemen, termasuk
unsur seni manajerial.

B. MANAJEMEN STRATEGIK: DAHULU DAN SEKARANG

Peran manajemen strategik mengalami pasang surut. Ketika pertama


kali diperkenalkan, manajemen menganggap sebagai alat bantu utama
pengambilan keputusan manajerial. Sejak pertengahan dasawarsa tujuh
puluhan sampai dengan awal pertengahan delapan puluhan, manajemen
strategik dalam masa transisi. Ketika itu, sebagian manajemen sedang
mempertanyakan ulang kontribusi yang diperoleh dari manajamen strategik,
akan tetapi di saat yang sama, manajemen strategik juga sedang mencari
bentuk barunya untuk memenuhi tantangan tersebut. Perubahan peran ini
hampir sepenuhnya terjadi karena sulitnya orang melakukan prediksi
lingkungan bisnis yang pada ujungnya mempengaruhi derajat kesulitan
 EKMA4414/MODUL 1.

eksekusi strategi yang telah direncanakan. Jarak antara rumusan dan


implementasi semakin jauh.
Sejak akhir pertengahan pertama dasawarsa tujuh puluhan, banyak pihak
mulai paham tentang semakin tingginya turbulensi lingkungan bisnis.
Secanggih apapun alat dan model prakiraan bisnis yang digunakan,
sepertinya tidak menjawab ketidakpastian masa depan. Seakan ada keter-
putusan (diskontinuitas) dengan masa lalu. Data historis tidak dapat lagi
sepenuhnya digunakan mengindikasikan apa yang hendak terjadi pada masa
yang akan datang. Tidak ada lagi linieritas. Teknik ekstrapolasi tidak
memadai lagi. Sepertinya tidak cukup dijelaskan dengan menggunakan
teknik analisis yang rasional. Sering kali juga ditemukan kecenderungan
kembar, yang bahkan kadang kala bertolak belakang satu sama lain. Tidak
jarang perubahan terjadi dengan mendadak. Banyaknya informasi pasar
ternyata tidak seiring dengan transparansi pasar. Banyak sinyal, akan tetapi
ternyata juga semakin lembut, sehingga amat sulit dipilah untuk dipilih.
Barangkali masa-masa inilah yang oleh Drucker (1968) dan Handy (1989)
sering disebut sebagai the age of discontinuity dan the age of unreason.
Sejak pertengahan kedua dasawarsa delapan puluhan, nampak mulai ada
tanda-tanda transparan bahwa manajemen strategik mampu mengatasi
persoalan tersebut, sekalipun ini belum dapat diartikan bahwa manajemen
strategik telah kembali menempati posisi seperti sediakala sebagai alat bantu
pengambilan keputusan manajerial. Manajemen strategik terus berproses
untuk melakukan perbaikan. Sekalipun ada perusahaan yang dengan mudah
melupakan dan meninggalkannya, akan tetapi nampaknya banyak perusahaan
lain yang lebih senang mengambil sikap untuk tetap menggunakannya
dengan melakukan perubahan model. Aspek seni manajemen, bahkan intuisi
manajer, mendapatkan porsi yang lebih banyak dibanding sebelumnya. Tidak
lagi sepenuhnya menganggap bahwa manajemen strategik adalah alat analisis
yang mutlak bergantung pada logika. Proses perumusan strategi mendapatkan
perhatian lebih banyak. Tidak lagi memberikan titik berat pada hasil akhir
perumusan semata. Secara detail perbandingan manajemen strategik,
khususnya yang berkaitan dengan proses perencanaannya, antara dua kurun
waktu tersebut hendak dijelaskan berikut ini.
Pertama, manajemen strategik tidak lagi dibuat untuk mencoba
mengidentifikasi peluang pasar yang transparan yang sering ditandai dengan
tingginya pertumbuhan pasar. Peluang bisnis seperti itu teramat sulit ditemui,
ketika persaingan sudah demikian kompetitif. Jika manajemen strategik
1. MANAJEMEN STRATEGIK

disusun dengan dilandasi dengan pencapaian tujuan tersebut, bisa jadi


manajemen perusahaan telah menemui kegagalan sebelum perusahaan
beroperasi. Manajemen tidak pernah menemukan peluang bisnis yang begitu
menjanjikan. Apalagi halangan memasuki pasar (barriers to entry)
berkecenderungan terus berkurang.
Oleh karena itu, kini penyusunan manajemen strategik haruslah dilihat
sebagai usaha untuk mengetahui sedini mungkin kekuatan dan kelemahan
perusahaan agar perusahaan mampu bertahan (survive) menghadapi
perubahan lingkungan bisnis yang terus menerus. Dengan demikian,
perusahaan siap setiap saat merebut peluang bisnis yang muncul. Perusahaan
mencoba bertahan hidup dan di saat yang sama siap menangkap peluang
emas yang dapat muncul secara tiba-tiba.
Jadi, tugas pokok yang dibebankan pada manajemen strategik bukan lagi
hanya mengidentifikasi peluang terbaik dari pasar yang sedang tumbuh, akan
tetapi menyiapkan perangkat yang siap menangkap sinyal pasar, selembut
apapun sinyal itu. Untuk itu, dalam perumusannya tidak saja didasarkan
analisis yang rasional, akan tetapi juga didukung oleh ketajaman intuisi bisnis
yang telah terlatih. Keputusan manajerial untuk menangkap peluang bisnis
tidak perlu menunggu sampai analisis TOWS tersusun lengkap dan final.
Tidak perlu menunggu kelengkapan informasi secara detail. Bisa jadi ketika
kelengkapan itu dipenuhi, peluang bisnis telah hilang dan atau diambil oleh
pesaing yang lebih jeli.
Dalam praktiknya, ketergantungan manajemen strategik pada data yang
bersifat kuantitatif perlu dikurangi. Data kualitatif juga diperlukan, bahkan
menjadi dominan. Apalagi ketika lingkungan bisnis sering berada pada
tingkatan turbulensi yang amat tinggi (chaos). Pada situasi tersebut, berbagai
alat analisa-analisa prakiraan bisnis yang biasanya amat bergantung pada
statistik tak lagi memadai. Tak bisa disangkal lagi, peran pendapat
(judgment) manajemen menjadi amat menentukan. Manajemen strategik
memerlukan keahlian melihat kecenderungan masa depan yang biasanya
dilakukan oleh para peramal masa depan (futurists).
Asumsi dan filosofi manajemen strategik juga berubah. Asumsi tentang
pertumbuhan tidak lagi digunakan. Manajemen strategik disusun dengan
anggapan adanya peluang dan ancaman bisnis yang tidak teratur dan eratik.
Selalu menggunakan anggapan adanya diskontinuitas. Oleh karena itu,
manajemen strategik harus tidak sepenuhnya dilihat sebagai usaha manajerial
mengurangi elemen spekulatif yang ada dalam bisnis, akan tetapi justru
 EKMA4414/MODUL 1.

sebaliknya. Manajemen strategik seyogianya disusun sebagai usaha


manajerial yang terencana untuk berjalan seiring dengan elemen spekulatif
dan ketidakpastian dalam bisnis.
Di samping itu, manajemen strategik haruslah memberikan perhatian
yang lebih besar pada proses perumusannya dibanding pada hasil akhir
perumusan. Manajemen strategik disusun oleh eksekutif perusahaan dibantu
oleh konsultan. Setidaknya haruslah disusun bersama-sama. Tidak ada
pembedaan yang jelas dan terpisah antara perencana (planners) dan eksekutif
perusahaan (doers). Dengan demikian diharapkan manajemen strategik yang
telah disusun lebih berupa peneguhan komitmen mereka untuk mencapai
tujuan perusahaan. Manajemen strategik bukan sekedar merupakan kertas
kerja (paper works) yang hampir sama sekali tidak memberikan manfaat riil.
Manajemen strategik tidak hanya berhenti sebagai dokumen perusahaan,
yang tidak lebih tidak kurang sebagai kelengkapan administrasi dan birokrasi
perusahaan. Ini semua pada gilirannya, akan mengurangi rasa frustrasi yang
sering timbul ketika jarak antara rumusan dan eksekusi semakin jauh.
Dengan demikian sejak semula, manajemen strategik telah disadari
memiliki kemungkinan untuk berubah dan diubah, bahkan dengan intensitas
yang cukup sering. Tidak kaku. Oleh karena itu, manajemen strategik dibuat
dengan bentuk (format) yang sederhana dan singkat, tetapi padat. Tidak lagi
penuh dengan data kuantitatif, akan tetapi diwarnai dengan berbagai
pendapat manajerial. Tidak juga dengan jangkauan waktu yang amat panjang,
sepuluh sampai dua puluh tahun. Cukup dengan jangka waktu yang relatif
pendek, sekitar dua sampai lima tahun. Jika dipaksakan dengan usia
perencanaan yang panjang, biasanya dibantu dengan perencanaan tambahan
berdimensi waktu yang lebih pendek. Manajemen strategik juga
menggunakan prinsip banyak skenario, paling tidak dua skenario: terbaik dan
terjelek. Prinsip kontinjensi diterapkan. Isi manajemen strategik lebih banyak
berupa penilaian (assessment), evaluasi, estimasi, dan pendapat manajerial.
Secara singkat dapat dilihat pada Tabel 1.2.1 berikut ini.
1. MANAJEMEN STRATEGIK

Tabel 1.2.1.
Manajemen Strategik: Dahulu dan Sekarang

Komponen Dahulu Sekarang


1. tujuan identifikasi pertumbuhan pasar identifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan agar
untuk memaksimumkan laba mampu bertahan dan siap menangkap peluang

2. asumsi keberaturan, tidak fleksibel diskontinuitas, fleksibel


3. filosofi mengurangi spekulasi dan spekulasi terencana dan berjalan seiring dengan
ketidakpastian analitis dan ketidakpastian
rasional
4. komitmen hasil akhir, kertas kerja proses perumusan, peneguhan komitmen
administratif
5. bentuk kompleks, ekstensif sederhana, singkat, dan padat
6. isi data kuantitatif, hasil prakiraan data kualitatif, pendapat, penilaian, evaluasi
7. waktu jangka panjang relatif pendek
8. penyusun perencana eksekutif bersama perencana

C. INTENSITAS MANAJEMEN STRATEGIK

Intensitas dan formalitas manajemen strategik berbeda dari satu


perusahaan ke perusahaan yang lain. Cukup banyak perusahaan yang
menyusun manajemen strategik secara komprehensif, detail, dan memberikan
tekanan pada akurasi. Biasanya dijumpai pada perusahaan besar dan modern
karena tersedia dana dan tenaga yang cukup. Lebih banyak lagi perusahaan
yang menyusun manajemen strategik secara sederhana dan parsial. Jenis
kedua ini lebih banyak dijumpai pada perusahaan kecil dan menengah, yang
biasanya tidak memiliki cukup dana dan tenaga ahli. Lebih penting lagi,
karena sering kali perusahaan kecil dan menengah belum merasa perlu
membuatnya secara lengkap dan terpadu.
Banyak faktor yang mempengaruhi intensitas dan formalitas penyusunan
manajemen strategik. Di antaranya adalah besarnya organisasi, gaya
manajemen, kompleksitas lingkungan bisnis, proses produksi, karakteristik
persoalan yang dihadapi, dan tujuan penyusunan perencanaan. Secara
khusus, faktor besar dan perkembangan organisasi serta metode evaluasi
kinerja perusahaan nampak amat dominan berpengaruh. Perusahaan kecil
 EKMA4414/MODUL 1.

cenderung memiliki karakter kewiraswastaan yang lebih menonjol. Biasanya


dimiliki oleh seorang dan hanya menghasilkan sedikit jenis produk. Oleh
karena itu, manajemen strategik dibuat dengan sederhana, informal, dan
sering kali intuitif. Hal yang sebaliknya dijumpai pada perusahaan berskala
besar.
Secara sederhana dapat dilihat pada Tabel 1.2.2 berikut ini.
1. MANAJEMEN STRATEGIK

Tabel 1.2.2.
Determinan Intensitas Manajemen Strategik

Formal dan Detail Informal dan Garis Besar


Organisasi
Kecil
Besar

Gaya Manajemen
Demokratis
Otoriter
Intuitif
Operatif
Berpengalaman

Kompleksitas Lingkungan Bisnis


Stabil
Tidak stabil
Tingkat Persaingan Rendah
Tingkat persaingan Tinggi
Banyak Pasar dan Konsumen
Sedikit Pasar dan Konsumen
Proses Produksi
Padat Modal Padat
Karya Terintegrasi
Sederhana
Teknologi Tinggi
Teknologi Sederhana Waktu
tunggu realitasi pendek Waktu
tunggu realitasi panjang

Karakteristik Persoalan
Kompleks, baru, dan keras
Sederhana

Tujuan Perencanaan
Koordinasi
Latihan
 EKMA4414/MODUL 1.

D. PRAKTIK MANAJEMEN STRATEGIK DI INDONESIA:


BEBERAPA DUGAAN

Dugaan tentang praktik manajemen strategik di Indonesia yang


disampaikan dalam bagian ini tidak dibuat berdasarkan penelitian, melainkan
hanya berdasar pengalaman penulis dalam melakukan praktik konsultasi dan
lokakarya pada cukup banyak perusahaan besar di Indonesia sejak tahun
1998 dan sumber bacaan yang tersedia. Dugaan ini dikaitkan dengan empat
komponen pokok manajemen strategik. Dugaan juga dibuat dengan dua
kerangka waktu yang berbeda: sebelum krisis ekonomi yang terjadi sejak
pertengahan kedua tahun 1997 dan sesudahnya. Krisis ekonomi dinilai
sebagai momentum yang tepat untuk banyak melakukan perubahan praktik
manajemen strategik di Indonesia. Dalam kenyataannya, harapan yang
sempat melimpah tersebut tidak berjalan seintensif seperti apa yang
diprakirakan.
Dalam sejarah perkembangannya sejak tahun 1966 sampai dengan
pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia - bersama ekonomi negara-
negara Asia Timur – mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi – di sekitar
angka 7 persen - dan berkelanjutan untuk jangka waktu yang relatif lama.
Indonesia kemudian dikategorikan sebagai salah satu negara industri baru di
kawasan Asia Timur. Bahkan tingginya kinerja ekonomi di sebagian besar
negara-negara Asia tersebut pernah dinamai sebagai fenomena keajaiban
Asia (Asian miracle). Akibatnya, pendapatan per kapita masyarakat
mengalami peningkatan, yang berujung pada meningkatnya daya beli
masyarakat.
Ketika itu, pemerintah Indonesia dikatakan sebagai salah satu
pemerintahan yang kuat secara politik. Di saat yang sama, pemerintah juga
memiliki dana yang besar yang tercermin dalam anggaran pendapatan dan
belanjanya. Dengan dua bekal tersebut – kuat secara politis dan ekonomis –
pemerintah dapat dilihat sebagai salah satu lingkungan bisnis makro yang
menjadi penentu dominan keberhasilan kinerja perusahaan. Perusahaan tidak
dapat begitu saja mengabaikan apa yang dilakukan oleh pemerintah, sejak
dari kebijaksanaan baru yang dimunculkan sampai pada kekuatan ekonomi
yang dimiliki. Produk hukum dan peraturan yang mengikutinya tampak
begitu condong pada kepentingan bisnis. Pemerintah dan aparatnya terkesan
pro pasar (market friendly).
1. MANAJEMEN STRATEGIK

Monopoli masih dinikmati oleh sebagian besar perusahaan negara dan


daerah. Akan tetapi perusahaan swasta tidak juga berada dalam struktur
industri yang kompetitif, apalagi sampai pada tingkatan hiper. Paling banyak
berada pada struktur pasar oligopoli dominan atau pekat. Tidak juga tersedia
produk pengganti yang memadai. Menariknya, sering kali justru sudah
ditemukan halangan memasuki pasar yang tinggi, terutama halangan politik
dan hukum. Tidak kalah pentingnya halangan merek, karena umumnya
konsumen masih memiliki loyalitas yang tinggi. Mereka tidak begitu mudah
berpindah merek.
Dalam lingkungan bisnis – makro dan industri – yang begitu
menjanjikan, kinerja keuangan perusahaan hampir pasti selalu
menggembirakan, setidaknya untuk jangka waktu pendek. Laba terkesan
dengan mudah diperoleh dan akumulasi modal dengan sendirinya dapat
dilakukan. Akan tetapi, kinerja yang baik tersebut sepertinya bukan sebagai
akibat langsung dari pilihan strategi dan implementasi visi. Semata-mata
terjadi karena memang demikian besarnya peluang bisnis yang tersedia.
Manajemen tidak perlu melakukan pekerjaan yang susah-susah, karena
dengan bekerja biasa saja telah menghasilkan kinerja lebih dari normal.
Untuk apa harus menembus pasar global yang lebih keras, jika di pasar
domestik saja sudah berjaya. Pengusaha dan manajemen secara tidak
langsung terdidik menjadi manja (Backman, 1999; Richter dan Mar, 2004).
Mereka juga tidak merasa perlu untuk mengembangkan tata kelola
perusahaan yang bagus (good corporate governance), yang mungkin
malahan dianggap sebagai penghalang keluwesan dalam berkomunikasi dan
negosiasi dengan pemangku kepentingan yang lain. Etika bisnis juga …
terpinggirkan.
Rasanya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa amat sulit menemukan
perusahaan di Indonesia yang konsisten melakukan pilihan dari salah satu
strategi bersaing, kepemimpinan biaya atau diferensiasi (Basri dan van der
Eng, ed., 2004; Forrester, ed., 1999; Williamson, 2004). Kepemimpinan
biaya sulit dilakukan secara berkelanjutan karena perusahaan bekerja tidak
efisien. Kalaulah ada efisiensi hanya terbatas pada manajemen operasi, tidak
sampai pada wilayah manajemen fungsional lainnya. Jangan lupa kedekatan
dengan pemerintah juga membawa efek ikutan biaya tidak terduga, yang bisa
jadi berjumlah amat besar. Kalau hendak memilih diferensiasi, manajemen
juga sulit melakukannya karena lemah pada inovasi dan pemasaran. Apalagi
keberhasilan strategi tersebut juga membutuhkan komitmen yang tinggi yang
 EKMA4414/MODUL 1.

konsisten dengan visi yang telah dipilih. Visi, dengan demikian, lebih
banyak merupakan pajangan (lihat juga Danandjaja, 1986).
Setelah krisis ekonomi 1997, banyak harapan dilontarkan bahwa perilaku
korporat Indonesia akan banyak mengalami perubahan. Sumber daya dan
dana tidak lagi melimpah pada masa lalu, maka seyogianya mereka juga lebih
berhati-hati dalam mengelola uang – khususnya dalam melakukan pinjaman -
dan bekerja dengan cara lebih efisien. Tidak sebatas pada manajemen
produksi saja. Mereka juga semestinya tidak lagi berpikir jangka pendek,
akan tetapi juga mulai memberikan perhatian pada dimensi waktu yang lebih
panjang, misalnya dengan memberikan porsi perhatian yang lebih besar pada
inovasi dan implementasi visi. Adakah pasar domestik kini masih
menjanjikan ketika masyarakat tidak lagi memiliki daya beli setinggi masa
sebelumnya. Tidak kalah pentingnya menjadikan perusahaan dikelola
dengan prinsip tata kelola yang baik. Transparansi dan etika diharapkan
dapat mengemuka.
Masih diragukan apakah semua harapan baru tentang praktik manajemen
strategik tersebut mudah untuk mewujud, sekalipun sesungguhnya dorongan
dan sekaligus tuntutan untuk ada perbaikan signifikan telah tampak terang
benderang. Perubahan memang selalu tidak mudah dilakukan, sekalipun itu
untuk perbaikan, apalagi yang memerlukan komitmen jangka panjang.

E. MANFAAT MANAJEMEN STRATEGIK

Sebagian eksekutif perusahaan dan beberapa pemerhati perencanaan


bisnis berpendapat bahwa perencanaan strategik berada pada posisi defensif,
paling tidak di sekitar akhir dasawarsa tujuh puluhan dan di awal delapan
puluhan. Perannya dalam membantu keberhasilan perusahaan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sedang dipertanyakan, kalau bukan diragukan.
Cukup banyak dijumpai perusahaan yang mempunyai kinerja yang handal
tanpa memiliki perencanaan perusahaan (corporate planning) secara formal.
Pertanyaan itu menjadi lebih penting ketika ternyata kini perusahaan
diharapkan untuk selalu melakukan revisi rencana bisnisnya ketika
dihadapkan pada perubahan lingkungan bisnis yang ajek dan mendadak.
Namun demikian, sedikit demi sedikit kini nampaknya arus tersebut
sedang berubah arah, sekalipun belum sepenuhnya berputar haluan. Banyak
pihak mulai menyadari bahwa keraguan akan peran perencanaan perusahaan
lebih disebabkan oleh proses dan mekanisme penyusunannya dibanding oleh
1. MANAJEMEN STRATEGIK

isi dan arah-arah yang dikandungnya. Dengan demikian, karena ada


kesalahan tersebut, peran perencanaan bisnis sebagai media komunikasi dan
evaluasi dari berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap
arah-arah dan prospek perusahaan menjadi nihil. Perencanaan bisnis yang
demikian berubah fungsi hanya sekedar menjadi produk hasil analitis yang
dikeluarkan oleh birokrasi perusahaan. Sekedar menjadi dokumen mati yang
tidak mengikat siapa pun untuk memiliki komitmen melaksanakannya. Oleh
karena itu, tidak heran, jika kini orang mulai memberikan tekanan pada
proses perumusan, tidak lagi sekedar bergantung pada hasil akhir. Sejak dini
perencanaan bisnis mulai dicoba diintegrasikan dengan fungsi manajemen
yang lain dan prasarana dasar yang dimiliki oleh perusahaan sebagai
pendukung. Inilah yang kita kenal sebagai manajemen strategik.
Jadi, sepanjang pemahaman dan praktik manajemen strategik yang
dikenal oleh eksekutif perusahaan tidak menyimpang terlalu jauh -
setidaknya dari yang dicoba dikenalkan dalam buku ini - maka perannya
yang signifikan dalam membantu perusahaan untuk mencapai tujuan tetap
dapat diharapkan. Termasuk di dalamnya peran historis yang selama ini telah
disandangnya, yakni untuk membantu manajemen dalam melakukan pilihan
strategi bisnis dengan pendekatan yang logis, rasional, dan sistematis.
Manajemen strategik dapat berfungsi sebagai sarana mengomunikasikan
tujuan perusahaan dan jalan yang hendak ditempuh untuk mencapai tujuan
tersebut kepada pemilik, eksekutif, karyawan dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan. Dengan demikian, berbagai pihak tersebut, khususnya yang
memiliki kepentingan langsung, dapat lebih memahami peluang dan
tantangan bisnis yang dihadapi. Mereka akan memiliki kepekaan yang cukup
terhadap lingkungan bisnis dan di saat yang sama memiliki kesiapan yang
cukup jika sekiranya perusahaan memutuskan untuk melakukan perubahan
internal.
Oleh karena itu, mereka diharapkan memiliki sikap yang proaktif dalam
menyikapi perubahan lingkungan bisnis, tidak sekedar reaktif. Bahkan, bukan
tak mungkin mereka tidak sekedar diharapkan hanya memberikan respon
terhadap perubahan lingkungan bisnis, tetapi juga mempengaruhi,
mengarahkan, dan membentuknya. Dengan demikian, mereka memiliki
kesiapan yang lebih dari cukup untuk mengantisipasi dan mengeksploitasi
peluang bisnis yang muncul. Mereka diharapkan tidak terjebak pada sikap
anti perubahan yang lebih disebabkan oleh perumusan strategi bisnis yang
 EKMA4414/MODUL 1.

hanya dilandasi oleh kebiasaan, mengikuti pemimpin pasar, berpikir incre-


mental dan gradual.
Jika semua itu benar adanya, maka pada gilirannya rasa pemilikan
terhadap perusahaan menjadi tumbuh. Eksekutif dan karyawan perusahaan
diharapkan bukan saja sekedar perumus dan pelaksana strategi bisnis yang
telah disepakati, tetapi juga sekaligus menjadi pemilik strategi bisnis tersebut.
Dari sini, diharapkan mereka menjadi tenaga kerja yang termotivasi (turned-
on workers). Namun demikian, harus disadari bahwa tetap tidak ada jaminan
bahwa perusahaan yang telah menerapkan manajemen strategik akan selalu
berhasil mencapai tujuan bisnisnya. Bisnis memang tidak sesederhana dan
tidak sama dengan manajemen strategik.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Manajemen strategik dalam bentuknya seperti yang kini saudara kenal
tidak terjadi seketika, melainkan melalui proses evolusi yang panjang.
Jelaskan secara detail proses perkembangan dan pasang surut
manajemen strategik tersebut.

2) Apakah praktik manajemen strategik di Indonesia sebelum dan sesudah


krisis ekonomi benar-benar mengikuti apa yang dijelaskan secara
teoritik. Jelaskan!

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Jika dibuat sederhana, manajemen strategik berkembang melalui empat


tahapan: anggaran dan pengawasan keuangan, perencanaan jangka
panjang, perencanaan strategik perusahaan, dan manajemen strategik.
Pada tahapan awal proses perkembangannya, manajemen strategik malah
belum dikenal,. Kalaulah sudah dapat disebut ada, pengertian dan
elemen-elemennya masih sangat sederhana. Sesuai namanya, masih
berorientasi pada keuangan dan berdimensi waktu pendek. Baru
kemudian, seiring dengan kompleksitas lingkungan bisnis, manajemen
strategik berkembang menuju pada bentuk yang kini ada, yang semakin
komprehensif. Tidak saja pada aspek keuangan atau pemasaran saja,
1. MANAJEMEN STRATEGIK

akan tetapi telah sampai pada bentuknya sendiri yang khas. Secara
teoritik, analitik, dan praktis telah memenuhi syarat sebagai disiplin ilmu
sendiri. Perlu juga saudara jelaskan tentang pasang surut manajemen
strategik, berkaitan dengan sumbangan yang diberikan dalam praktik
manajemen. Adakah kecocokan antara harapan yang dibebankan pada
manajemen strategik dan kenyataan yang dijumpai di lapangan. Tidak
kalah pentingnya tanggapan balik yang diberikan oleh manajemen
strategik untuk memperbaiki perannya.

2) Pada dasarnya pertanyaan ini berusaha membandingkan apa yang ada


dalam teori tentang manajemen strategik dengan praktik riil yang
ditemukan dalam bisnis di Indonesia. Tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa peran lingkungan bisnis sebagai salah satu determinan
keberhasilan kinerja perusahaan begitu dominan. Lebih jauh, orang bisa
mempertanyakan usaha manajemen perusahaan di Indonesia dalam
membangun keunggulan bersaingnya. Efisiensi praktik bisnis ditemukan
sebatas dalam manajemen produksi. Inovasi bukan sebagai salah satu
keunggulan bersaing yang diperjuangkan. Visi masih berada di
pinggiran. Ada harapan yang cukup tinggi praktik manajemen strategik
tersebut mengalami perubahan yang fundamental setelah Indonesia
mengalami krisis ekonomi. Akan tetapi, tampaknya setelah sepuluh
tahun krisis ekonomi berlalu, perwujudan harapan baru tersebut berjalan
amat lamban. Untuk sekedar menyebut contoh, tata kelola perusahaan
yang baik masih dalam bentuknya yang paling elementer dan masih
berada dalam proses awal penyadaran. Keunggulan bersaing perusahaan
juga belum mengalami perubahan yang berarti.

RANGKUMAN
Pada mulanya substansi manajemen strategik amat sederhana. Pada
awal usianya itu masih banyak bersinggungan dengan manajemen
keuangan dan berdimensi waktu pendek. Dalam perkembangannya,
cakupan waktunya menjadi lebih panjang dan meluas sampai pada usaha
untuk menggabungkan keseluruhan manajemen fungsional. Manajemen
strategik berkembang lebih jauh dengan menemukan formatnya sendiri
yang khas dan syah disebut sebagai disiplin ilmu tersendiri. Ketika itu
kerangka teoritis yang logis dan rasional dibangun dan di saat yang
bersamaan alat analisisnya juga mengalami peningkatan kecanggihan.
 EKMA4414/MODUL 1.

Belakangan ini seni dan intuisi kembali menguat, seiring dengan


tajamnya kritik yang diajukan.
Manajemen strategik dilihat dari dimensi teknis operasionalnya juga
berbeda antara dahulu – sebelum tahun 1980an – dengan periode
sesudahnya. Ada pergeseran dalam banyak elemennya, misalnya sejak
dari filosofi dan asumsi yang digunakan, pendekatan yang dipakai,
cakupan waktu, sampai pada bentuk teknisnya. Ujungnya berpengaruh
pada formalitas dan rincian manajemen strategik. Kecenderungan pada
format yang lebih informal dan tidak detail semakin terlihat.
Praktik manajemen strategik di Indonesia memberikan tekanan pada
pentingnya peran lingkungan bisnis sebagai penentu utama keberhasilan
kinerja perusahaan. Keunggulan bersaing belum dikembangkan dan visi
masih lebih banyak sebagai pajangan. Keunggulan baru ditemukan pada
efisiensi operasi, belum sampai pada keseluruhan aspek manajemen.
Pada pasca krisis ada harapan praktik tersebut mengalami perubahan
secara signifikan. Tetapi, ternyata harapan tersebut tidak begitu saja
dengan mudah direalisasikan.

TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Dahulu, manajemen strategik menggunakan asumsi ....
A. keberaturan
B. keberaturan dan tidak fleksibel
C. keberaturan dan fleksibel
D. tidak fleksibel

2) Dahulu, manajemen strategik antara lain memiliki filosofi


mengurangi ....
A. spekulasi
B. spekulasi dan ketidakpastian
C. risiko
D. ketidakpastian

3) Sekarang, manajemen strategik antara lain memiliki filosofi ....


A. analitis dan rasional
B. analitis, rasional, dan intuisi
C. analitis, rasional, intuisi, dan seni
D. seni dan intuisi
1. MANAJEMEN STRATEGIK

4) Salah satu komponen manajemen strategik yang dinilai paling dominan


pengaruhnya dalam menentukan kinerja pada banyak perusahaan di
Indonesia adalah ....
A. lingkungan bisnis
B. strategi
C. visi
D. manajemen

5) Salah satu komponen manajemen strategik yang diduga paling sering


dilupakan dalam implementasinya pada banyak perusahaan di Indonesia
adalah ....
A. lingkungan bisnis
B. strategi
C. manajemen
D. visi

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum dikuasai.
 EKMA4414/MODUL 1.

Kunci Jawaban Tes Formatif


Tes Formatif 1
1) D. Sudah jelas, lihat determinan tujuan perusahaan
2) C. Komponen pokok manajemen strategik terdiri dari lingkungan
bisnis, manajemen (dalam hal ini ada kondisi internal
perusahaan yang dapat diartikan sebagai profil perusahaan), visi,
dan misi perusahaan serta strategi bisnis.
3) D. Sudah jelas, lihat madzab dalam manajemen strategik
4) A. Sudah jelas, lihat madzab dalam manajemen strategik
5) B. Tingkatan strategi dalam manajemen strategik terdiri dari
strategik korporat, bisnis dan fungsional.

Tes Formatif 2
1) B. Keberaturan dan tidak fleksibel, sudah jelas lihat tabel 1.2.1
2) B. Spekulasi dan ketidakpastian, sudah jelas lihat tabel 1.2.1
3) C. Analisis, rasional, intuisi dan seni. Dengan tingginya turbulensi
lingkungan bisnis. Secanggih apapun model prakiraan bisnis
yang digunakan tidak akan dapat memprediksi ketidakpastian
masa depan, oleh karena selain menggunakan pendekatan
analisis dan rasional manajemen strategik sekarang juga
menggunakan pendekatan intuisi.
4) A. Lingkungan bisnis. Menurut Backran (1999), Ritcher dan Mar
(2004) lingkungan bisnis (makro dan industri) di Indonesia
begitu menjanjikan. Sehingga tidak perlu kerja keras untuk
memperoleh kinerja keuangan yang memuaskan.
5) D. Visi. Menurut Basri dan Van Der Eng (2004) amatlah sulit
menemukan perusahaan Indonesia yang konsisten menerapkan
salah satu strategi bersaing. Pemilihan strategi yang konsisten
membutuhkan komitmen terhadap visi yang telah dipilih.
Dengan demikian visi menjadi hanya pajangan semata.
1. MANAJEMEN STRATEGIK

Daftar Pustaka

Backman, Michael. 1999. Asian Eclipse: Exposing the Dark Side of


Business in Asia. Singapura: John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd.

Barney, Jay B. 2002. Gaining dan Sustaining Competitive Advantage. New


Jersey: Prentice Hall.

Basri, M. Chatib dan Pierre van der Eng. ed. 2004. Business in Indonesia:
New Challenges, Old Problems. Singapura: Institute of Southeast Asian
Studies.

Bedi, Hari. 1992. Understanding Asian Manager. Singapura: Heinemann


Asia.

Brews, Peter J. dan Michelle R. Hunt. 1999. “Learning to Plan dan Planning
to Learn: Resolving the Planning/Learning School Debate,” Strategic
Management Journal, 20: 889-913.

Campbell, Andrew dkk. 1995. Corporate Strategy: The Quest for Parenting
Advanateg dalam Harvard Business Review on Corporate Strategy, hal.:
205-40. Boston: Harvard Business School Press.

Danandjaja, Andreas A. Dr. 1986. Sistim Nilai Manajer Indonesia:


Tinjauan Kritis Berdasar Penelitian. Jakarta: PT. Pustaka Binaman
Pressindo.

Drucker, Peter F. 1968. The Age of Discontunity: Guidelines to Our


Changing Society. New York: HarperCollins.

Forrester, Geoff. ed. 1999. Post-Soeharto Indonesia: Renewal or Chaos?


Singapura: Institute of Southeast Asian Studies.

Ghemawat, Pankaj. 2002. “Competition and Business Strategy in Historical


Perspective,” Business History Review, 76,1: 37-74.
 EKMA4414/MODUL 1.

Goold, Michael dan John J. Quinn. (1990). Strategic Control: Establishing


Milstones for Long-Term Performance. Reading: Addison-Wesley
Publishinh Company.

Goold, Michael dkk. (1994). Corporate –Level Strategy: Creating Values in


the Multibusiness Company. New York: John Wiley & Sons,Inc.

Handy, Charles. (1995). The Age of Paradox. Boston: Harvard Business


School Press.

Hamlin, Michael Alan. (2000). The New Asian Corporation: Managing for
the Future in Post-Crisis Asia. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Mintzberg, Henry. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning:


Reconceiving Roles for Planning, Plans, Planners. New York: The
Free Press.

Mintzberg, Henry, Bruce Ahlstrand, dan Joseph Lampel. (1998). Strategy


Safari: A Guided Tour Through the Wilds of Strategic Management.
New York: The Free Press.

Mintzberg, Hendry dan James Brian Quinn. (1991). The Strategy Process:
Concepts, Contexts, Cases. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Pearce II, John A. dan Richard B. Robinson, Jr. (1994). Strategic


Management: Formulation, Implementation, and Control. Sydney:
Irwin.

Pearce II, John A. dan Richard Robinson, Jr. Strategic Management:


Formulation, Implementation, and Control. Boston: McGraw-Hill
Irwin.

Richter, Frank-Jurgen dan Pamela C.M. Mar. (2004). Asia’s New Crisis:
Renewal Through Total Ethical Management. Singapura: John Wiley &
Sons (Asia) Pte Ltd.
1. MANAJEMEN STRATEGIK

Rue, Leslie W. dan Phyllis G. (1989). Strategic Management: Concepts


and Cases New York: McGraw-Hill Publishing Company.

Shaw, John. (1993). Strategis Into the 1990s. Singapura: Heinemann Asia.

Thompson, Jr., Arthur A., John E. Gamble, dan A.J. Strickland III. (2004).
Strategy: Core Concepts, Analytical Tools, and Readings. Boston:
Irwin.

Ward, Keith dkk. (2005). Designing World Class Corporate Strategies:


Value Creating Roles for Corporate Centers. Amsterdam: Elseiver.

Williamson, Peter J. (2004). Winning in Asia: Strategies for Competing in


the New Millennium. Boston: Harvard Business School Press.

Wit, Bob De dan Ron Meyer. (2005). Strategy Synthesis: Resolving Strategy
Paradoxes to Create Competitive Advantage. London:Thomson.

Anda mungkin juga menyukai