Anda di halaman 1dari 1

Tergeletak di meja. Kau tahu, sejak dulu aku tak mau keping koin itu.

Tapi tiap kali aku datang ke


rumahmu hendak mengembalikannya, yang ada hanya istrimu. Senyumnya yang manis menyuruhku
masuk, matanya yang gelisah melirik ke halaman, takut ada yang memergoki.

Setelah kau mati, aku pun sudah berusaha membuang jauh-jauh koin itu berkali-kali. Membuangnya ke
selokan. Membuangnya ke tempat sampah. Bahkan sampai jauh ke luar kota. Tapi koin itu selalu saja
kembali. Begitu saja: tiba-tiba sudah tergeletak di meja.

Tergeletak di meja. Kau tahu, sejak dulu aku tak mau keping koin itu. Tapi tiap kali aku datang ke
rumahmu hendak mengembalikannya, yang ada hanya istrimu. Senyumnya yang manis menyuruhku
masuk, matanya yang gelisah melirik ke halaman, takut ada yang memergoki.

Setelah kau mati, aku pun sudah berusaha membuang jauh-jauh koin itu berkali-kali. Membuangnya ke
selokan. Membuangnya ke tempat sampah. Bahkan sampai jauh ke luar kota. Tapi koin itu selalu saja
kembali. Begitu saja: tiba-tiba sudah tergeletak di meja.

Tergeletak di meja. Kau tahu, sejak dulu aku tak mau keping koin itu. Tapi tiap kali aku datang ke
rumahmu hendak mengembalikannya, yang ada hanya istrimu. Senyumnya yang manis menyuruhku
masuk, matanya yang gelisah melirik ke halaman, takut ada yang memergoki.

Setelah kau mati, aku pun sudah berusaha membuang jauh-jauh koin itu berkali-kali. Membuangnya ke
selokan. Membuangnya ke tempat sampah. Bahkan sampai jauh ke luar kota. Tapi koin itu selalu saja
kembali. Begitu saja: tiba-tiba sudah tergeletak di meja.

Tergeletak di meja. Kau tahu, sejak dulu aku tak mau keping koin itu. Tapi tiap kali aku datang ke
rumahmu hendak mengembalikannya, yang ada hanya istrimu. Senyumnya yang manis menyuruhku
masuk, matanya yang gelisah melirik ke halaman, takut ada yang memergoki.

Setelah kau mati, aku pun sudah berusaha membuang jauh-jauh koin itu berkali-kali. Membuangnya ke
selokan. Membuangnya ke tempat sampah. Bahkan sampai jauh ke luar kota. Tapi koin itu selalu saja
kembali. Begitu saja: tiba-tiba sudah tergeletak di meja.

Tergeletak di meja. Kau tahu, sejak dulu aku tak mau keping koin itu. Tapi tiap kali aku datang ke
rumahmu hendak mengembalikannya, yang ada hanya istrimu. Senyumnya yang manis menyuruhku
masuk, matanya yang gelisah melirik ke halaman, takut ada yang memergoki.

Setelah kau mati, aku pun sudah berusaha membuang jauh-jauh koin itu berkali-kali. Membuangnya ke
selokan. Membuangnya ke tempat sampah. Bahkan sampai jauh ke luar kota. Tapi koin itu selalu saja
kembali. Begitu saja: tiba-tiba sudah tergeletak di meja.

Anda mungkin juga menyukai