Anda di halaman 1dari 4

Toba: Farellyus

Tiur (Istri Toba): Clessa

Rosmauli (Ibu Toba): Claudia

Samosir (Anak Tiur dan Toba): Jourdan

Rosa (Anak Tiur dan Toba): Abel

Lamria (Teman Samosir dan Rosa): Rara

Danau Toba

Narasi:

Pada suatu ketika, ada seorang pria bernama Toba yang tinggal bersama ibunya yang sakit-
sakitan. Selama hidupnya mereka hidup berkekurangan. Mereka tinggal di tempat yang kumuh,
sementara penghasilan Toba hanya berpacu pada hasil ladang. Namun, hasil ladang Toba tidak
selalu baik. Setiap harinya, Toba mengurus ibunya dengan senang hati. Seringkali ia juga
memutuskan untuk pergi memancing karena lapar.

Toba: “Amang tahe, jelek kali hasil ladangku. Pergi lah aku ke danau buat cari ikan untuk si mamak.”

(Sesampainya di danau, Toba segera memancing. Tetapi ternyata ia kesulitan untuk mendapat ikan)

Toba: “Ya Tuhan, sudah sejam aku disini. Bantu aku lah Tuhan supaya dapat ikan besar buat mamak
makan.”

(Tak lama kemudian, Toba berhasil menangkap ikan emas yang begitu besar)

Toba: “Oh, terimakasih Tuhan. Bakal senang mamak makan malam ini.”

(Akhirnya, Toba kembali ke rumah dengan hati yang gembira sambil membawa ikan itu.
Sesampainya di rumah, Toba langsung menghampiri sang ibu. Namun, ia teringat belum mencari
kayu bakar untuk membakar ikan tersebut)

Toba: “Mak, lupa kali aku cari kayu untuk bakar ikan itu. Tunggu sebentar ya, mak.”

Rosmauli: “Iya, nak. Hati-hati ya, hasian.”

(Saat Toba pergi, sang ibu menaruh ikan itu di dalam bakul. Karena sakit yang cukup parah, sang
ibu tidak memperhatikan ikan itu lagi. Ia tertidur lelap di kamarnya sambil menunggu Toba. Tak
lama kemudian, Toba sampai di rumah. Ia sangat terkejut melihat wanita dengan paras yang
begitu cantik dan anggun duduk di ruang tamunya)

Toba: “Eh, siapa kau?”

Tiur: “Namaku Tiur. Sebenarnya, aku ikan mas besar yang kamu tangkap tadi.”

Toba: “Mana mungkin? Kek mana bisa ikan jadi manusia?”

Tiur: “Aku bicara yang sebenarnya.”

Rosmauli: “Nak, Toba. Sini dulu bantu mamak berdiri.”


Rosmauli: “Eh siapa ini? Cantik kali kau, boru.”

Tiur: “Tiur namaku, Inang.”

Scene 2

Toba: “Tiur, aku rasa kita belum betul-betul kenalan. Namaku Toba. Ehm, aku penasaran gimana kau
bisa berubah jadi manusia.”

Tiur: “Eh, iya Toba. Dulu, aku dikutuk oleh seorang nenek tua suruhan ibu tiriku. Dia benci padaku.
Yah, begitulah Toba. Terima kasih sudah mematahkan kutukan itu ya.”

Toba: “Jahat kali dia, Tiur. Sama-sama. Oh iya, kau tinggal di sini saja. Mungkin kamu bisa bantu aku
urus mamak juga sementara aku bekerja di ladang.”

(Beberapa bulan setelah itu, Tiur benar-benar tingga; bersama keluarga Toba. Tiur giat mengurus
Rosmauli. Seiring berjalannya waktu, Tiur dan Toba saling jatuh cinta. Akhirnya, mereka menikah
dan dikaruniai dua orang anak kembar bernama Samosir dan Rosa.)

Tiur: “Kau harus berjanji padaku. Apapun yang terjadi nanti, kau tak boleh bilang bahwa mereka
anak ikan.”

Toba: “Tentu. Aku berjanji.”

Semenjak Tiur tinggal bersama Toba, banyak hal yang berubah terutama dalam perekonomiannya.
Ladangnya menjadi subur dan setiap kali ia memancing, hasil pancingannya begitu berlimpah. Tiur
sungguh telaten mendampingi Toba. Mulai dari pekerjaan rumah hingga pekerjaan di ladang.
Sementara itu, Samosir dan Rosa tumbuh menjadi anak yang baik. Namun, karena pengaruh
temannya, Lamria, mereka berubah menjadi anak manja dan nakal.

Scene 3

Rosa: “Mak, aku pergi dulu ya sama abang. Mau main kami.”

Tiur: “Main kemana, nang? Jangan lupa waktu ya.”

Rosa: “Ke sungai sana, mak. Dah, mak.”

Lamria: “Hei, teman-teman! Aku sudah nunggu lama, tau. Ayo kita pergi sekarang!”

(Mereka pun main dan berkeliling sungai bahkan sampai masuk ke hutan. Seperti dugaan, mereka
lupa waktu sampai langit sudah berubah menjadi gelap)

Samosir: “Bah sudah malam ini. Pulang lah kita. Nanti mamak sama bapak khawatir.”

Lamria: “Aduh, gak seru banget sih. Lagian kita gak bakal hilang juga. Rosa aja belum mau pulang. Iya
kan, Sa?”

Rosa: “Iya, bang. Ayolah kita main sebentar lagi.”

(Samosir tidak pernah bisa menolak permintaan Rosa. Jadi, mereka main sampai hari benar-benar
larut. Di rumah, Toba, Tiur, dan Rosmauli mencemaskan mereka)

Rosmauli: “Kemana ya mereka, Tiur?”


Tiur: “Aku juga gak tau, mak. Toba lagi cari mereka. Semoga gak terjadi apa-apa ya, mak.”

Samosir: “Mak, kami pulang!”

Tiur: “Darimana aja kalian? Kau gak tau ya, bapakmu itu capek dari ladang. Harus lagi cari kalian.
Mamak kan sudah bilang, jangan lupa waktu kalian. Pusing mamak kalian bikin.”

Samosir: “Maaf, mak. Tadi aku udah ajak Rosa pulang. Tapi, dia maksa mau main terus.”

Toba: “Ah, sudahlah! Masuk kalian ke kamar! Jangan harap besok kalian bisa main lagi.”

Rosmauli: “Toba, jangan terlalu keras sama anak-anak. Mamak tidur ya.”

Tiur: “Bang, aku tau mereka bandel. Kamu berhak marah. Tapi tolong ingat janjimu ya, bang.”

Toba: “Iya, Tiur. Aku selalu ingat.”

Hari demi hari, Rosa dan Samosir semakin nakal. Bahkan, mereka sering mencuri barang berharga
ibu mereka seperti emas dan uang. Semua itu mereka gunakan untuk membeli barang yang
mereka inginkan. Tetapi, Tiur terlalu menyayangi anaknya. Sehingga, ia tidak pernah memarahi
mereka. Dengan begitu Rosa dan Samosir semakin manja bahkan menganggap remeh teguran dari
ayah mereka. Biasanya, mereka hanya mau mendengar teguran dari nenek mereka. Namun,
Rosmauli sudah tiada karena penyakitnya yang makin parah.

Tiur: “Samosir, sini nak bantu ibu. Tolong antar bekal ini ke bapak ya. Ajak aja Rosa supaya dia gak
bosan.”

Samosir: “Oke, ibu. Rosa ayo ikut aku ke ladang.”

(setelah beberapa waktu…)

Rosa: “Aduh, berapa lama lagi ini kita sampe di ladang bapak. Mau putus kakiku rasanya.”

Samosir: “Aku juga capek. Lapar pula.”

Lamria: “Rosa! Samosir! Tumben amat kalian ke arah ladang. Mau ngapain kalian?”

Samosir: “Mau anter makan siang untuk bapak. Tapi ternyata jauh banget, kita udah kelaperan nih.”

Lamria: “Makan aja bekal bapakmu. Ah, pasti dia gak keberatan. Makan sedikit aja gak akan ketauan
juga.”

Rosa: “Bener juga kamu, Ria. Ayo kita makan di sini.”

Akhirnya, mereka benar-benar menyantap makan siang Toba sampai bekalnya tinggal sedikit sekali.
Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan.

Samosir: “Bapak! Ini kami bawain makan siang dari ibu.”

Toba: “Aduh, senangnya hati bapak. Memang sudah lapar kali aku. Makasih ya, nak.”

(Toba membuka tempat bekal)

Toba: “Loh, siapa yang makan ini? Kenapa tinggal sedikit bekalku? Kau yang makan ya?”

Rosa: “Eh, iya pak. Kami tadi makan bekal bapak sedikit karena lapar.”
Toba: “Dikit katamu? Ini sesendok aja gak sampe, Rosa! Kalian sudah keterlaluan. Dasar kalian anak
ikan!”

Mereka terkejut setelah Toba berteriak seperti itu. Lalu apa artinya anak ikan? Segera mereka
berlari pulang ke rumah untuk bertanya pada ibu mereka. Sementara itu, wajah Toba berubah
pucat pasi setelah menyadari ia melanggar janjinya terhadap Tiur.

Samosir: “Mamak, mamak! Kenapa bapak ngatain kita anak ikan?”

Tiur: “Apa?! Bapakmu berkata seperti itu? Sudah-sudah, lupakan saja. Itu bukan apa-apa kok. Dengar
mamak ya, kamu bawa adikmu ke bukit paling tinggi di sini. Jangan turun sebelum semuanya aman.
Jaga diri kalian ya, nak. Ibu sayang kalian.”

Rosa: “Tapi mamak mau kemana? Mamak gak pergi kan?”

Tiur: “Pergi saja, nak. Mamak bakal baik-baik saja di sini.”

Setelah itu, Samosir menarik Rosa dan mereka lari ke bukit tinggi. Seperti yang dikatakan oleh ibu
mereka.

Toba: “Tiur, Aku benar-benar minta maaf. Mereka itu kurang ajar. Aku sudah tak bisa lagi menahan
emosiku.”

Tiur: “Janji tetap janji, Toba. Sekarang rasakan saja akibatnya.”

Tiur pun berlari ke arah danau dan kembali menjadi ikan emas. Kemudian, hujan besar melanda
disusul dengan air bah. Akhirnya seluruh pulau tenggelam, kecuali bukit yang menjadi pelarian
kedua anak Tiur. Sekarang, perairan itu disebut sebagai Danau Toba dan bukit itu dinamakan
Pulau Samosir.

Anda mungkin juga menyukai