Anda di halaman 1dari 4

Legenda Danau Toba

Di pagi yang cerah, terlihat seorang pemuda yang sedang dalam perjalanan menuju
kali. Sembari melewati aliran sungai dengan pohon – pohon dan angin yang lirih,
sampailah pemuda yang bernama Toba itu ke sebuah batuan dekat kali.
Toba : “Cantik kali la tempat ni. Cuacanya pun mendukung untuk memancing. Baiklah Toba,
ayo dapatkan ikan besar buat lauk malam ni !”
Ditemani lirih angin dan ademnya suasana, sambil menunggu mendapat tangkapan,
tak disangka waktu pun sudah menunjukkan petang.
Toba : “Mana sih ikannya ? ndang adong ini daritadi. Haishhh !”
Keluh kesah Toba yang tak kunjung mendapatkan ikan, membuatnya berbalik badan
untuk membereskan barang lalu pulang ke rumah. Tetapi, tiba – tiba saat Toba hendak
mengambil pancingannya, ia merasa seperti ada yang menariknya
Toba : “Hey, napa ini ? Ikan kah ?”
Dengan sekuat tenaga, Toba menarik pancingannya.
Toba : “Hepp, ayolah ikan ! Hiaaaa !”
Itulah ikan tangkapan Toba, seekor ikan yang cukup mengenyangkan rasa lapar dari
pagi dengan tubuh berwarna emas yang memukau. Dikarenakan hari yang sudah mulai
gelap, Toba pun menyimpan ikan tersebut di dalam keranjang lalu bergegas pulang ke
rumah untuk menyantapnya
Sesampainya di rumah, Toba kemudian meletakkan ikan emas tersebut ke dalam
tempayan berisi air.
Toba : “Untunglah aku bisa kembali sebelum malam. Kira – kira, ikannya mau diapakan ya?
(Toba pergi ke dapur dengan hati yang gembira)
Sesampainya di dapur,
Toba : “Bah, tu dia kayu on ? Boasa dang disi”
Karena kayu bakar yang sudah habis, Toba pun terpaksa mencarinya ke hutan. Tak
disangka, sembari mencari kayu bakar, hari pun kian gelap. Setelah mengumpulkan
kayu bakar yang dirasa cukup, Toba pun kembali ke rumah.
Saat membuka pintu dapur, Toba terkejut melihat tempayan yang sudah hancur dan di
antara serpihan – serpihan itu, berserak kepingan – kepingan emas.
Toba : “Bagaimana tempayan ini bisa rusak ? Apa – apaan dengan semua kepingan emas ?”
Dengan perasaan yang terkejut dan sedih, Toba pun kembali ke kamarnya dengan
keadaan perut keroncongan. Melalui celah pintu kamar yang terbuka sedikit, Toba
melihat ada seseorang di dalamnya. Toba yang panik seketika membuka pintu lebar –
lebar lalu bertanya
Toba : “Siapa kau ? MAU MALING YAK ?!”
Setelah diteriaki, orang tersebut pun membalikkan badannya. Dengan sinar rembulan
yang menerangi ruangan, terlihatlah sesosok perempuan nan cantik berambut hitam
dengan mata yang menawan.
Toba (dalam hati) : “Alamak, bidadari dari mana ini ? Cantik kali, ah ! Astaga”
Perempuan : “Aku bukan maling, wahai manusia. Aku adalah jelmaan ikan yang tadi engkau
tangkap.”
Toba : “KAU ?! Ikan yang tadi kutangkap ?”
P : “Tepat sekali.”
Toba : “Apa karena lapar yak makanya aku bisa halusinasi kek gini ?”
P : “Namaku Mina, dulunya aku adalah putri raja. Tetapi, seseorang mengutukku menjadi
seekor ikan. Lalu, kutukan tersebut berhasil terlepas berkatmu, wahai manusia. Maka
dariitulah…”
Toba : “Ok, daku akan percaya pada perkataanmu. Jadi sekarang apa yang akan kau
lakukan ?”
P : “Sebagai balas budiku padamu, akan kumasakkan makan malammu.”
Mina kemudian pergi ke dapur lalu memasak. Setelah selesai memasak, mereka pun
makan malam bersama.
Toba (dalam hati) : “Sungguh cantik sekali dia. Udahlah cantik, pandai masak pulak.
Beruntung kalilah kalau dia jadi, istriku.”
Tanpa Toba sangka, Mina yang mendengar pikiran Toba lalu berkata : “Jika engkau
memang berniat menikah denganku, maka penuhilah syarat dariku. Jangan beritahu kan
siapapun mengenai asal usulku.”
Toba : “Kalau itu mah gampang ! Jika itu adalah kebahagianmu, semua akan kulakukan demi
dirimu, Minaku.”
Setelah Toba menyetujui syarat Mina, mereka kemudian menikah. Tak berselang lama,
Mina kemudian hamil dan melahirkan seorang putra. Mereka memberikannya nama
‘Samosir’.
Seiring berjalannya waktu, Toba dan Mina yang selalu memanjakan Samosir, telah
menjadikannya anak yang malas dan nakal. Setiap harinya, Samosir hanya tiduran di
kamarnya atau bermain dari pagi hingga petang. Walaupun dengan sifat Samosir yang
seperti itu, keluarga mereka tetaplah harmonis.
Hingga pada suatu hari, Mina menyuruh Samosir pergi ke tempat bapaknya dan
menyerahkan bekal.
P : “Nak, antar dulu bekal ini ke tempat bapak.”
Samosir : “Gak mau ! mamak aja la. Aku mau main.”
P : “Ayolah, nak. Bantu dulu mamakmu ini. Kau sayang mamak bukan ?”
Samosir : “Baiklah, akan kuantarkan.”
P : “Itulah baru anak mamak. Pintar” (sambil ngelus kepala Samosir)
Sambil melewati hutan yang luas, Samosir kemudian melihat di kejauhan ada sebuah
pohon apel.
Samosir : “Main sebentar ah, lagian ini belum terlalu sore. Masih sempat mengantar bekal
setelah aku bermain sebentar kannn.”
Samosir kemudian bermain sebentar di hutan. Di tengah – tengah kesenangannya, tiba
– tiba terdengar suara keroncongan dari perutnya. Karena rasa lapar yang tak
terbendung lagi, Samosir pun dengan tega memakan bekal Bapaknya. Setelah itu, ia
pun kembali melanjutkan perjalanan menuju tempat Bapaknya.
Samosir : “Pakk ! Ini bekal dari Mamak.”
Toba : “Akhirnya kau sampai juga, nak. Bapakmu ini sudah mau mati kelaparan tau.”
Toba : “Yasudah, kau pasti belum makan. Kita makan bersama, ya.”
Samosir : “Ti Tidak usah Pak, aku sudah makan tadi.”
Toba : “Yasudah, mari temani Bapakmu ini makan.”
Mereka pun berjalan menuju ke sebuah pohon yang rindang lalu makan di sana. Saat
membuka bekal tersebut, alangkah terkejutnya Toba melihat bekal tersebut kosong
tidak ada isinya.
Samosir : “Maaf ya Pak, tadi aku lapar jadi aku habiskan deh. Hehe”
Toba : “DIAM ! BAPAKMU INI BANTING TULANG BEKERJA KERAS TAPI KAU
SAMA SEKALI TAK MENGHARGAI BAPAKMU INI ! DASAR KAU ANAK IKAN
YANG TIDAK TAU DIUNTUNG !”
Samosir yang mendengar hal itu kemudian menangis dan berkali – kali bergumam
bahwa ia bukannlah anak ikan. “Hiks hiks, aku bukan anak ikan, hiks, aku anak Mamak,
hiks.” Isak Samosir sambil berlari menjauh dari ayahnya. Sesampainya di rumah, Mina
yang melihat anak semata wayangnya menangis kemudian dengan panik bertanya.
Mina : “Kenapa kau nangis, mang ? hem ?” (sambil mengusap tangis anaknya)
Samsosir : “Bapak Bapak hiks, Bapak bilang aku ini anak ikan, hiks huhuhu”
Mina : “Apa ? Bapakmu bilang begitu ? (sambil memeluk Samosir) -> Kau anak Mamak
mang, bukan anak ikan. Perkataan Bapakmu jangan dimasukkan ke hati ya. Jadilah anak yang
mandiri dan selalu berbuat baik kepada orang lain”
Mina : “Sekarang dengar Mamak ya mang, pergilah ke atas bukit sebelum bencana besar
besar datang.” (cium kening trus bilang “Jagalah dirimu baik – baik, mang”
Samosir menuruti ibunya dengan pergi ke atas bukit.
Cuaca cerah seketika berubah menjadi gelap, hujan deras membandang, angin dan
petir bergemuruh. Seketika membuat pohon – pohon terombang ambing karena banjir
menghantam. Mina yang kecewa terhadap Toba karena sudah melanggar janjinya
kemudian memutuskan untuk kembali ke wujud ikan lalu terjun ke air bah. Toba yang
sedang bekerja di ladang tiba – tiba dihantam oleh ombak besar dan ia pun tenggelam.
Genangan air besar bak tangis kekecewaan dari Mina kemudian disebut Danau Toba
dan bukit di atasnya disebut sebagai pulau Samosir.
Demikianlah akhir dari kisah Sumatera Utara dengan judul ‘Danau Toba’.
----THE END----

Anda mungkin juga menyukai