Anda di halaman 1dari 6

Naskah Drama Danau Toba

Asal Usul Danau Toba


Babak I
Intro: Musik Dangdut mengiringi masuknya Toba, si anak Yatim Piatu yang tinggal di
sebelah utara Pulau Sumatera yang sangat kering dengan peralatan pancingnya.
Intro diakhiri dengan musik dangdut yang berkolaborasi dengan musik pop.
1.Toba: (dengan logat batak) Halo, Penonton. Apa kabarnya? Baik baik sajakah? Aku ke
sini mau memancing ikan. Doakan aku ya!! (setelah menunggu kira kira 3 jam) Lihatlah,
dari pagi aku menunggu ikan, tapi kenapa tidak ada yang tertarik dengan umpanku? Apa
umpanku sudah ketinggalan zaman? Atau, sudah ada yang lebih up to date lagi dari
umpanku? Perasaan, umpan ini adalah umpan yang paling up to date sekarang. Apa dewi
fortuna belum mengiringi langkahku? Bagaimana aku bisa makan hari ini? Tuhan, tolonglah
hambamu ini.
2.Toba: (mengayun tali pancing sambil melamun)
3.Toba: (ekspresi terkejut karena tiba tiba tali pancing terasa berat) Eh, penonton ikan apa
yang tertarik dengan umpanku?
4.Toba: Wah, hari ini aku dapat ikan mas. Besar lagi. Cukup untuk dua hari kumakan. Para
penonton, Bapak - bapak, Ibu - ibu, semua yang ada di sini, pasti kebagian ikan mas ini.
Tenang saja.(sambil mengusap ikan mas yang besar)
5.Musik dangdut dilantunkan, ikan tersebut berubah menjadi wanita berparas cantik dan
anggun, dan Toba terkejut bercampur tidak percaya melihatnya?
6.Toba : Putri dari mana kau? Dari kayangankah? Soalnya elok sekali paras kau.
7.Putri : Halo, penonton semua. Aku Putri. Aku dari kayangan. Aku yang punya sejarah
yang suram. Dulu, saya pernah dikutuk oleh para dewa karena telah melanggar peraturan di
kayangan dan telah tersurat jika saya tersentuh tangan maka saya akan berubah seperti
makhluk yang menyentuh saya. Karena saya disentuh oleh manusia, maka saya menjadi
manusia.
8.Toba : Panjang sekali cerita kau, tak mengerti aku. Ah! Sudahlah, kau pulang dulu ke
rumahku nanti baru kau ceritakan ulang.
9.Sesampainya di rumah Toba
10.Putri : Ini rumah Abang? Berantakan sekali ya, Penonton!

11.Toba: Iyalah. Pasti kau kira rumahku itu bersih, aman, rapi, dan indah seperti
julukan kota di seberang sana? Ya, beginilah kalau tinggal sendirian. Aku cuma di
rumah itu malam hari. Sisanya, aku mengurusi ladang milik ayahku dan
memancing.
12.Putri : Lho, ayah Aang kemana? Kenapa tidak kelihatan dari tadi?
13Toba : Beliau sudah meninggal 3 tahun lalu, terus sebulan setelah ayahku
meninggal ibuku menyusul. Eh, tapi sudahlah tak perlu kau pikirkan. Itu sudah
berlalu.
14.Putri : Maaf, aku mengingatkan Abang dengan masa lalu. Ngomong ngomong,
nama Abang siapa?
15.Toba : Aku, Toba. Kalau kau siapa? Eh, sebentar, katanya kau dari kayangan.
Berarti kupanggil kau Putri saja. Lebih elok didengar orang kampung. Eh, tadi kau
ngomong mau cerita lagi kenapa kau sampai bisa dikutuk jadi ikan mas. Ceritalah.
Aku siap mendengar.
16.Putri :Ah! Sudahlah, tak perlu diingat lagi. Aku tak mau mengingat masa
laluku. Tadi juga aku sudah berbagi dengan penonton dan Abang, tapi sepertinya
Abang agak telat mikir. Yang penting sekarang, aku bisa menikmati rasanya
menjadi seorang manusia.
17.Toba: Ya, sudahlah kalau kau tak mau ceritera, yang penting penonton sudah
tahu keluh-kesah kau. Biarlah aku tidak tahu.
18.Toba: Penonton, aku mau menyatakan cintaku dengan si Putri ya. Putri, jujur,
aku jatuh cinta padamu. Paras kau yang elok dan anggun, tutur kata kau yang
lembut, dan semuanya. Apa kau mau menikah denganku?
19.Putri : Baiklah. Aku bersedia. Tapi ada satu syarat. Biarkan penonton jadi
saksi. Abang tidak boleh memberitahu bahwa aku berasal dari ikan dan saat kita
punya anak nanti, abang tidak boleh menghinanya dengan sebutan anak ikan.
20.Toba: Kalau masalah itu kau tak perlu takut. Rahasia ini akan kujaga baik
baik. Mari, kau kukenalkan dengan orang kampung. Kujamin mereka terpesona
melihat keanggunanmu. Penonton juga bisa memegang ucapanku ini.
21.Toba: Warga, ayo ke sini! Aku mau mengenalkan kalian dengan calon istriku
yang berasal dari i
22.Warga kampung:Toba, dari mana kau dapat wanita ini? Bagaimana kau bisa
bertemu dengannya? Kapan ketemunya? Apa dia tersesat?
23.Toba: (dengan logat batak yang khas) Dia kudapat dari desa sebelah. Katanya
dia tersesat. Wah kalau kalian tanya bagaimana, panjang ceriteranya, aku sendiri
sampai tidak mengerti bagaimana aku bisa bertemu dengan wanita berparas
anggun ini. Aku salah satu orang yang lebih dari beruntung dapat menikahinya.

Babak II
24.Toba dan Putri telah menikah dan Toba sudah pindah rumah.
25.Toba: (masih dengan logat batak yang kental) Putri, terimakasih sekali, karena
kau aku bisa tinggal di rumah moderen seperti ini. Tidak seperti rumahku yang
dulu. Sekali lagi terimakasih, Putri. Penonton, aku sekarang jadi orang kaya yang
bertempat tinggal di rumah moderen, walaupun sikapku masih kampungan.
Maklum, aku lahir, besar, dan akan tua di kampung.
26.Putri: Abang, tidak perlu sungkan. Yang penting, sekarang kita bahagia. Iya,
kan, Penonton?
27.Toba: Betul kali kau.
28.Putri: (mengerahkan kesaktian yang dimilikinya) Abang, ini adalah
pemberianku yang terakhir. Setelah ini, kesaktianku akan hilang. Dan, aku tidak
bisa memberikanmu sesuatu yang berharga lagi. Pergunakan pemberianku yang
terakhir ini dengan sebaik baiknya. Penonton, kalian sudah melihat apa yang
kuberikan pada suamiku. Selanjutnya, kuingin kalian memantau suamiku. Kalau dia
nakal, lapor ke saya, biar saya lapor ke Pak RT.
27.Toba:Kau tak perlu takut. Aku pasti menggunakannya untuk hal hal yang
bermanfaat. Kau juga tak perlu ragu, aku tidak akan menyia nyiakanmu, karena
kau, aku bisa sukses. Kalau tidak ada kau, mungkin aku masih kerja sendirian di
ladang sekarang. Penonton kalau nakalnya cuma sedikit, tak perlu dilaporkan.
Nanti aku yang susah. Setuju?
Babak III
29.Toba dan Putri dikaruniai bayi laki laki yang lucu.
30.Toba:Nang, ning, ning, nang, ning, nung. Putri, kau lihat anak kita lucu kali.
Penonton, lihat, aku sudah jadi bapak sekarang.
31.Putri:Iya, Bang. Ngomong ngomong, anak kita dikasih nama apa, Bang? Abang
masih telmi ya, Penonton, padahal sudah mau jadi ayah dari anakku
32.Toba:Anakku yang lucu, kuberi nama kau Samosir. Putri dan penonton,
setuju?
33.Putri:Samosir, nama yang bagus. Cocok untuk anak kita, Bang.
34.Samosir:Halo, penonton, aku Samosir, anak Pak Toba dan Bu Putri. Salam
kenal!
Babak IV

35.Anak itu tumbuh menjadi anak yang tampan, tetapi anak ini punya kebiasaan
buruk, ia sering merasa lapar. Hal ini seringkali membuat Toba marah.
36.Toba: (berteriak sambil setengah marah)Putri, kau tidak masak hari ini?
Bagaimana kau ini? Tak malu kau dilihat penonton sebanyak ini. Kau juga tidak
tahu aku lelah pulang kerja. Ternyata, sampai rumah aku harus marah lagi.
37.Putri: Maaf, Bang. Tadi Samosir merasa sangat lapar. Jadi, bekal buat Abang
dimakan sama Samosir. Ini mau saya buatkan lagi bekal untuk Abang. Ditunggu ya,
Bang.
38.Toba: (masih setengah marah) Ya, sudah kutunggu. Tapi, lain kali awas kau
begitu. Mana si Samosir? Samosir, ke mana kau? Sudah kenyang kau makan,
Nak? Enak kau makan jatah punya ayahmu ini? Kau, tahu ayahmu ini lelah, letih,
dan lesu. Kau enak saja makan punya ayahmu ini.
39.Samosir:Maaf, Ayah. Tadi, Samosir sangat lapar. Jadi, Samosir makan punya
ayah.
40.Toba:Ya sudah, ayah maafkan. Tapi kau janji lain kali, tidak boleh mengambil
milik orang lain. Itu tidak lebih dari pencuri. Mengerti?
41.Samosir:Iya, Ayah. Samosir, janji.
42.Toba:Bagus.
43.Hal ini berlangsung terus sampai akhrnya kesabaran Toba sudah melampaui
batas
44.Toba: (dengan nada marah) Samosir, apa yang waktu itu kau janjikan kepada
aku? Kau melanggar janjimu. Sekarang, aku harus menghukummu. Kau tidak
boleh tidur di rumah ini, sebelum kau bisa merubah tabiat burukmu itu.
45.Putri: (sambil menangis)Jangan, Bang! Samosir masih kecil, kalau Samosir
sakit bagaimana, Bang? Apa Abang tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi
dengan Samosir jika Abang melakukan ini. Samosir tak berdaya, Bang. Dia masih
kecil.
46.Toba: (masih dengan nada marah) Ini jadinya kalau anak ini terus dimanja. Dia
selalu bertindak sesuka hati, tidak memikirkan orang lain. Kalian berdua sama
saja.
47.Putri: (dengan nada memelas) Sekarang terserah pada Abang! Kalau Abang
ingin menghukum Samosir. Silahkan! Tapi, Abang harus turuti permintaan saya.
Saya minta Abang tidak mengusir Samosir dari rumah. Hanya itu permintaan saya.
48.Toba: (marah agak mereda) Samosir, karena ibumu yang meminta, Ayah tidak
bisa menolak. Ayah tidak jadi mengusirmu. Tapi kau tetap harus menjalani

hukumanmu. Selama seminggu, kau tidak kuizinkan tidur di kamar. Tempat


tidurmu di gudang. Mengerti?
49.Samosir: (sambil menangis) Iya, Ayah. Samosir mengerti.
50.Empat bulan berlalu, Samosir yang sudah bebas dari hukumannya, masih dengan
kebiasaannya yang sering lapar. Kali ini, kemarahan Toba sudah memuncak.
51.Toba: (sangat marah) Samosir, di mana kau?
52.Samosir: Aku di sini Ayah. Ada apa Ayah memanggilku?
53.Toba: Jangan banyak bertanya kau! Apakah kau makan lagi bekal untuk Ayah?
54.Samosir: Maaf, Ayah! Tadi, Samosir sangat lapar, terpaksa Samosir makan bekal
Ayah?
55.Toba: (menarik telinga Samosir sambil membawanya ke luar rumah) Kau tahu
Ayah dari mana? Kau tahu Ayah ini bekerja di ladang, Banting tulang. Kau
seenaknya saja makan bekal Ayah. Sekali, dua kali sudah Ayah maafkan, tapi ini
sudah berulang kali. Kau tahu itu bukan?
56.Samosir: (menangis) Maaf, Ayah! Samosir akan
mengulanginya lagi. Jangan hokum Samosir lagi Ayah.

mencoba

untuk

tidak

57.Toba: Sudah! Tak ada lagi kata maaf buat anak nakal seperti kau! Dasar anak
kurang ajar. Tidak tahu diuntung. Betul-betul kau anak keturunan perempuan yang
berasal dari ikan!!
58. Sambil menangis, Samosir berlari pulang menemui ibunya di rumah. Kepada
ibunya dia mengadukan bahwa dia dipukuli ayahnya. Semua kata-kata cercaan
yang diucapkan ayahnya kepadanya di ceritakan pula. Mendengar cerita anaknya
itu, si ibu sedih sekali, terutama karena suaminya sudah melanggar sumpahnya
dengan kata-kata cercaan yang dia ucapkan kepada anaknya itu.
59.Putri: (terkejut mendengar cerita Samosir) Anakku, apakah kau berkata jujur?
Apakah kau tidak membohongi Ibu?
60.Samosir: Tidak, Bu. Apa benar aku ini anak ikan, Bu? Jawab, Bu!
61.Putri: Sekarang, Ibu minta kau untuk tidak mempedulikan perkataan Ayahmu.
Segeralah pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah kita dan
kau harus memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit itu.
62.Samosir: Baik, Bu!
63. Samosir segera melakukan perintah ibunya itu. Dia berlari-lari menuju ke bukit
yang dimaksud ibunya dan mendakinya.

64. Ketika tampak oleh ibunya bahwa Samosir sudah hampir sampai ke puncak
pohon kayu yang dipanjatnya di atas bukit , dia pun berlari menuju sungai yang
tidak begitu jauh dari rumah mereka itu.
65. Putri: (sambil berlari ke arah sungai) Sudah tidak ada lagi yang bisa
kupercaya. Toba sudah berkhianat!
66. Akhir cerita, Putri tiba di tepi sungai itu, kilat menyambar disertai bunyi guruh
yang megelegar. Sesaat kemudian, ia melompat ke dalam sungai dan tiba-tiba
berubah menjadi seekor ikan besar. Pada saat yang sama, sungai itu pun banjir
besar dan turun pula hujan yang sangat lebat. Beberapa waktu kemudian, air
sungai itu sudah meluap kemana-mana dan tergenanglah lembah tempat sungai itu
mengalir. Toba tak bisa menyelamatkan dirinya, ia mati tenggelam oleh genangan
air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau
yang sangat besar yang di kemudian hari dinamakan orang Danau Toba dan Pulau
kecil di tengah-tengahnya diberi nama Pulau Samosir.

Anda mungkin juga menyukai