Anda di halaman 1dari 19

Cerita Rakyat Jawa Tengah

1. Timun Mas. Timun Mas mengisahkan perjanjian yang terjalin antara Mbok
Randa dan raksasa mengenai impian Mbok Randa yang menginginkan seorang
anak. ...
2. 2. Jaka Tarub dan Bidadari Cantik. ...
3. 3. Cindelaras. ...
4. 4. Asal Usul Baturaden. ...
5. Asal Usul Rawa Pening. ...
6. 6. Aji Saka dan Asal Mula Huruf Jawa.
Langsung ke konten

Cerita Rakyat Timun Mas dalam Bahasa


Jawa – Belajar Bahasa Jawa Lewat Cerita
7 JANUARI 2023 CERITA RAKYAT DONGENG

Tak hanya bahasa Inggris saja yang dipelajari, beberapa orang juga mempelajari
bahasa lokal. Utamanya orang – orang yang merantau ke daerah biasanya akan
mulai mempelajari bahasa daerah setempat. Kalau Anda ingin belajar bahasa Jawa,
Anda bisa belajar melalui cerita rakyat Timun Mas dalam bahasa Jawa berikut ini.
Ya, belajar bahasa lewat cerita bisa membuat pembelajaran bahasa tersebut jadi
jauh lebih mudah dipahami dan lebih mudah diingat. Karena itu mari kita
mempelajari bahasa daerah yaitu bahasa Jawa melalui cerita rakyat Timun Mas.
Let’s check these out!

Cerita Rakyat Timun Mas dalam Bahasa Jawa


Cerita rakyat Timun Mas dalam bahasa Jawa kali ini akan kita sampaikan sekaligus
artinya dalam bahasa Indonesia agar Anda bisa mengcompare dan semakin
memahami bahasa tersebut karena ada perbandingan bahasanya.

Simak baik – baik cerita rakyat Timun Mas dalam bahasa Jawa berikut :

Legenda Rakyat Timun Mas


JAMAN BIEN ONOK RONDHO KERE SENG JENENGE MBOK SRINI. WONG WEDHOK IKI PENGEN
DUWE ANAK BEN DUWE KONCO. NANGING RASANE KOYOK NDAK MUNGKIN AMARGA UMURE
MBOK SRINI WES TUWO. MBOK SRINI NGENGKEL NDUNGO BEN NDUWENI ANAK.

SUWI-SUWI, KEPENGENANI RONDHO IKI DIWERUHI BUTO IJO. BUTO IJO NGOMONG NENG DHEKE
LEK BUTHO IJO IKI ISO LHO NDADEKNO KEPENGENANE MBOK SRINI DADI NYOTO. TAPINE, MBOK
SRINI KUDU GELEM KEIKET JANJI NENG BUTO IJO.

JARE BUTO IJO, LEK MBOK SRINI GELEM NANDUR WIJI TIMUN AMBEK GELEM NGRAMUT, EMBEN
MBOK SRINI BAKAL NEMU BAYI NENG NJERO WOH TIMUN. LHA LEK WIS NEMU BAYINE, RONDHO
IKI KUDU GELEM NGRAMUT SING TENAN, GELEM MAKANI BEN DADI ANAK SING LEMU, AMBEK
GELEM MBALEKNO NENG RAKSASA LEK WIS GEDHE.

MBOK SRINI NRIMO SYARAT IKU MAU. MORO DHEKE NANDUR WIJI TIMUN SENG DIWEHI BUTO
IJO AMBEK NGRAMUT SING TENAN.

WIJI TIMUN MAU URIP. NDILALAH ONOK SIJI WOH TIMUN SENG BUEDO BANGET KARO LIYANE.
WERNOE KUNING KOYOK EMAS, AMBEK UKURANE GUEDHI RA UMUM TENAN.

PAS WOH IKU DISIGAR, MBOK SRINI KAGET, SOALE NENG NJEROE ONOK BAYI. MORO DHEKE
NJENENGI BAYI KUI TIMUN MAS.

GAK KROSO, TIMUN MAS WIS GEDE. DHEKE DADI AREK SING UAYU, UAPIK KARO KABEH WONG,
AMBEK MUANUT NENG IBUNE.

MORO, BUTO IJO TEKO NAGIH JANJI. TAPINE, MBOK SRINI GAK UJUG-UJUG MBALEKNO TIMUN
MAS NENG BUTO IJO. DHEKE GAK PINGIN NDELOK TIMUN MAS DIEMPLOK DINO IKU. MULANE,
MBOK SRINI RODHOK MBULET AMBEK NGAPUSI BUTO IJO BEN BUTO IJO GAK SIDO NJUPUK
ANAK KUWI.

“TOO, BUTOOO, MULIO SEK YOOO, MBALIKO NENG KENE RONG TAUN ENGKAS. TAK JAMIN RONG
TAUN ENGKAS DHEKE WIS LEMU, WETHENGE NJEMBLUNG-MBLUNG MEH KOYOK WETHENGMU,
AMBEK MAKNYUS LEK MBOK UNTAL,” JARE MBOK SRINI.

BUTO IJO NGONO KUI PERCOYO AE KARO CANGKEMANE MBOK SRINI. SOALE DHEKE BENER-
BENER MBAYANGNO TENAN LEK RONG TAUN ENGKAS TIMUN MAS BAKAL LUEMU, DADINE LEK
DIUNTAL BUTO BAKAL WAREG TENAN.

“NDOO RONDHOO, ELINGO YOO, RONG TAUN ENGKAS AKU BAKAL MRENE MANEH. NDEK WEKTU
IKU, LEK TIMUN MAS GAONOK UTOWO SEK KURU KOYOK RONGKOO, NDASMU SENG TAK
KEPRUK,” JARE BUTO IJO.

MBOK SRINI NGIYANI BUTO IKU MAU BANJUR GOLEK AKAL SUPOYO ISO NGAKALI BUTO IJO.

WIS RONG TAUN, MBOK SRINI YO WES TEKO UMAHE DATUK NGEWEHI CEKELAN GAWE TIMUN
MAS. BUTO IJO IKU MAU TEKO. MBOK SRINI NGONGKON TIMUN MAS MBLAYU SENG BANTER
AMBEK GOWO BUNTELAN TEKO DATUK.

PAS TIMUN MAS WIS KEPEGELEN, DHEKE NYAWAT WIJI TIMUN NENG BUTO IJO SING NGEPUNG
DHEKE. AJAIB TENAN, MORO-MORO ONOK TANDURAN TIMUN UAKEH SENG GUEDHINE RA
UMUM AMBEK MBULETI AWAKE BUTO IJO. TAPINE, BUTO IJO DADAKNO ISO LOLOS AMBEK
NGEPUNG TIMUN MAS MANEH.

PAS BUTO IJO WIS MEH CUIIDHEK MANEH KARO TIMUN MAS, BUTO IJO KUI DIUNCALI DOM.
NDILALAH DOME DADAKNO NGERUPO TANDURAN PRING-PRING RUAPET SENG ISO NJIRET SIKILE
BUTO IJO SAMPEK BUTO IJO KUI KESANDUNG-SANDUNG.
SENG KETELU, TIMUN MAS NYEBAR UYAH NENG BUTO IJO SING SIK ISO LOLOS TEKOK JIRETANE
PRING-PRING MAU. LAH, AJAIB NEH IKI, UYAH SENG DISEBAR TIMUN MAS MAU MORO-MORO
NGERUPO SEGORO. MEH AE, BUTO IJOE KEDHELEP, TAPINE DHEKE SEK ISO NGLANGI. JAN-JAN,
DHEKE SEK GAK KAPOK-KAPOK NGUBER AREK CILIK SENG KESITE ERAM KUI.

IKI SENG TERAKHIR, TIMUN MAS NGUNCALI BUTO IJO KARO TERASI SING AMBUNE BUADEG. PEH,
TERASINE NGERUPO DADI LEDHOG PUANAS, JEMBAR AMBEK JERUH. BUTO IJOE KEDHELEP NENG
LEDHOG JEMBAR JERUH KUI, GAK MENTAS-MENTAS, SAMPEK MODAR.

Artinya :

Suatu hari, ada seorang janda yang bernama Mbok Srini. Janda ini menginginkan
seorang anak agar bisa dijadikan teman. Hanya saja rasanya seperti tidak mungkin
karena usia Mbok Srini yang sudah tua. Namun ia masih bersikukuh berdoa agar
memiliki seorang anak.

Lama – lama, keinginan janda itu diketahui sang raksasa. Raksasa tersebut
mengatakan bahwa ia bisa menjadikan keinginan Mbok Srini nyata. Akan tetapi,
Mbok Srini harus mau mengikat janji dengan raksasa.

Raksasa berkata, kalau Mbok Srini mau menanam biji timun dan merawatnya maka
suatu hari nanti Mbok Srini akan menemukan bayi di dalam buah timun. Kalau
sudah menemukan bayi tersebut, Mbok Srini harus merawatnya dengan benar dan
memberi makan setiap hari agar anak tersebut sehat, sekaligus Mbok Srini harus
mengembalikan anak tersebut ke raksasa ketika ia sudah dewasa.

Mbok Srini yang ingin seorang anak menerima syarat tersebut. Ia menanam biji
timun yang diberi raksasa dan merawat dengan benar.

Biji timun tadi hidup. Ternyata ada satu buah timun yang berbeda dengan lainnya.
Warnanya kuning seperti emas dan ukurannya sangat besar.

Ketika buah tersebut dibelah, Mbok Srini sangat kaget karena di dalamnya ada bayi.
Ia pun menamai bayi tersebut dengan nama Timun Mas.

Tak terasa, Timun Mas beranjak dewasa. Ia menjadi anak yang cantik, baik
terhadap semua orang dan menurut terhadap ibunya.

Kemudian, raksasa datang menagih janji. Namun Mbok Srini tidak serta merta
memberikan Timun Mas kepada sang raksasa. Ia tidak ingin melihat Timun Mas
dimakan raksasa saat itu juga. Karenanya, Mbok Srini mengulur waktu dan
membohongi raksasa agar si raksasa tidak mengambil anaknya sekarang.

“Hei raksasa, pulanglah dulu kamu, datanglah kembali 2 tahun lagi. Saya jamin, dua
tahun lagi anakku sudah besar dan gemuk. Perutnya besar bahkan menyerupai
perutmu. Sangat lezat kalau kamu makan,” kata Mbok Srini.

Raksasa tersebut percaya dengan apa yang dikatakan Mbok Srini. Hal tersebut
terjadi lantaran sang raksasa benar – benar membayangkan kalau dua tahun
kemudian Timun Mas akan gemuk sehingga kalau dimakan, raksasa akan sangat
kenyang.

“Hei janda, ingatlah dua tahun lagi akan akan kembali. Di waktu itu kalau Timun
Mas tidak muncul dan masih kurus maka kepalamu yang akan ku hancurkan”
ungkap sang raksasa.

Mbok Srini mengiyakan apa yang dikatakan raksasa tadi sekaligus berusaha
mencari cara agar bisa menipu raksasa kembali nantinya.

Ketika Timun Mas lelah berlari, ia melempar biji timun ke raksasa yang
mengejarnya. Ajaibnya tiba – tiba muncul tanaman timun banyak dan besar yang
melingkar ke tubuh raksasa. Namun raksasa bisa lepas dari hal tersebut dan
mengejar Timun Mas kembali.

Ketika raksasa akan sampai di dekat Timun Mas, raksasa dilempari jarum. Jarum
tersebut kemudian menjadi tanaman bambu yang sangat r apat dan menjerat kaki
sang raksasa hingga ia tersandung – sandung.

Yang ketiga, Timun Mas menyebarkan garam ke raksasa yang masih bisa lolos dari
jeratan bambu tadi. Ajaibnya, garam tadi menjadi lautan. Raksasa hampir
tenggelam, namun ia masih bisa berenang. Sungguh, raksasa benar – benar tidak
ada menyerahnya.

Terakhir, Timun Mas melempari raksasa dengan bumbu dapur terasi yang baunya
menyengat. Bumbu terasi tadi akhirnya menjelma menjadi lumpur panas, luas dan
dalam. Sang raksasa akhirnya tenggelam di lumpur tersebut dan tidak bisa
menyelamatkan diri.

Ingin belajar bahasa Jawa dari cerita lainnya? Baca : Cerita Rakyat Bahasa Jawa
Singkat
Demikian sedikit informasi yang kami dapat sampaikan. Semoga apa yang kami
bagikan kali ini menjadi informasi yang inspiratif dan membawa manfaat
khususnya bagi Anda yang sedang belajar bahasa Jawa. Semangat!

Cerita Legenda Jaka Tarub


Dahulu kala ada seorang janda tua yang di panggil mbok rondho memiliki
anak yang tampan.

Anak dari mbok rondo bernama Jaka Tarub. Selain tampan, Jaka di kenal
sebagai pemuda yang baik, sopan, pekerja keras dan rajin.

Karena ketampanannya, di usianya yang dewasa banyak wanita yang ingin


menikah dengan Jaka Tarub.

Namun, Jaka belum berencana menikah dan ingin fokus berbakti kepada
ibunya yaitu mbok rondho.

Suatu hari mbok rondho memanggil putranya dan menasehatinya.

“Jaka putraku, kamu sekarang sudah dewasa dan sudah di usia siap menikah.
Segeralah menikah putraku! Mbok ingin melihat kamu menikah sebelum
mbok tidak ada di dunia”. Pinta sang ibu.

“Jaka belum berencana untuk menikah dulu mbok” Jawab Jaka Tarub.

“Nanti kalau mbok sudah tidak di dunia, siapa lagi yang akan menemanimu
putraku?” tanya mbok rondho.

“Aku selalu mendoakan mbok agar umurnya panjang dan sehat. Jadi tenang
saja mbok” Jawab Jaka dengan santai.
Namun sesuatu yang tidak di sangka terjadi. Keesokan harinya mbok rondo
meninggal dunia karena sakit.

Kehidupan Jaka Tarub Tanpa Simbok


Setelah mbok rondo meninggal, Jaka sangat terpukul hingga terpuruk. Dia
yang semula rajin dan penuh semangat menjadi sering melamun.
Karena sering duduk termenung, pekerjaan yang ada di ladang dan
sawahnya menjadi terbengkalai.

Pada suatu hari, Jaka Tarub terbangun dari tidurnya. Karena merasa lapar,
dia segera bergegas menuju hutan untuk mencari rusa.

Jaka dengan cepat mengambil senjata miliknya dan bersiap untuk mencari
rusa.

Setelah berada di hutan, Jaka sama sekali tidak mendapatkan seekor rusa.
Hingga siang hari, masih saja tidak mendapatkannya.

Karena sangat lelah, Jaka memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah


pohon dekat telaga. Angin yang berhembus membuat Jaka tertidur lelap.

Jaka Tarub Bertemu 7 Bidadari


Setelah beberapa waktu tertidur, Jaka terbangun karena mendengar suara
keras seseorang yang tertawa.

Dia segera mencari sumber suara tersebut dan menuju ke arah telaga.
Betapa terkejutnya Jaka karena dia melihat tujuh wanita cantik sedang
bermain air sambil bercanda.

Tidak jauh dari telaga ada tujuh selendang milik para wanita cantik tersebut.
Jaka mulai menyadari ternyata tujuh wanita itu adalah bidadari.

Seolah tidak memikirkan dampaknya, tanpa berpikir panjang Jaka Tarub


mengambil salah satu selendang bidari dan menyembunyikannya.

“Hari sudah mulai sore, ayo kita naik ke daratan! Kita harus segera kembali ke
kahyangan!” Ucap salah satu bidadari.

Bidadari yang lainnya seolah mematuhinya dan segera bergegas mengambil


selendang masing-masing untuk bersiap ke kahyangan.

Saat itu juga ada salah satu bidadari yang kehilangan selendangnya. Dia
bingung mencari kesana kemari.

“Nimas, selendangku tidak ada. Aku tidak bisa menemukan selendangku!”


ucapnya sedih.
Para bidadari yang lain berusaha untuk membantunya. Tujuh bidadari itu
kompak mencari selendang Nawang Wulan.

Namun setelah cukup lama mencari, para bidadari tidak berhasil


menemukan selendangnya.

Belum lagi matahari sudah mulai terbenam, jika tujuh bidadari tidak segera
kembali, akibatnya bisa terjebak di bumi.

“Nawang Wulan, maafkan kami. Kami tidak bisa membantumu dan


menunggu lebih lama lagi.

Kami harus segera kembali ke kahyangan agar tidak terjebak di bumi.


Mungkin ini sudah takdirnya untuk tinggal di bumi” Sahut bidadari tertua.
Dengan demikian, Nawang Wulan tidak dapat kembali ke kahyangan dan
harus tetap di bumi karena kehilangan selendangnya.

Hal ini membuat Nawang Wulan menjadi sangat sedih. Dia menangis sendiri
di tengah hutan dekat telaga meratapi nasibnya.

Jaka Tarub Menolong Nawang Wulan


Jaka tarub segera keluar dari tempat persembunyiannya setelah melihat
Nawang Wulan menangis.

Jaka pura-pura menawarkan bantuan. Dia menyapa bidadari yang cantik itu
dengan lembut. Kemudian dia mengajaknya untuk tinggal di rumahnya.

Pada awalnya Nawang Wulan merasa tidak nyaman mendapat bantuan dari
orang asing.

Namun, dia tidak memiliki pilihan lain selain menerima bantuan Jaka Tarub.

Sebab dia tidak terbiasa dengan kehidupan bumi dan tidak memiliki tempat
tujuan.

Saat itu juga Nawang Wulan dan Jaka Tarub tinggal bersama. Setelah cukup
lama tinggal bersama, tumbuh benih-benih cinta antara keduanya.

Akhirnya Jaka Tarub dan Nawang Wulan memutuskan untuk menikah.


Selendang yang sebelumnya di curi Jaka Tarub di sembunyikan di lumbung
penyimpanan padi.
Tidak lama setelah menikah, sang istri yaitu Nawang Wulan melahirkan
seorang putri. Anak mereka di beri nama Nawangsih.

Mereka bertiga hidup bahagia di hutan dengan tenang dan damai. Hari-hari
yang di lewati di penuhi dengan kebahagiaan.

Kesaktian Nawang Wulan Hilang


Sebagai bidadari, Nawang Wulan berbeda dengan manusia pada umumnya.
Dia memiliki kekuatan sehingga kehidupan rumah tangganya menjadi lebih
mudah.

Namun Nawang Wulan merahasiakan kesaktian yang di miliki dari siapa pun
termasuk suaminya sendiri.

Suatu ketika Nawang Wulan hendak pergi ke sungai, di sisi lain dia sedang
memasak nasi.

Nawang meminta tolong suaminya untuk menjaga api selama dia pergi ke
sungai.

“Suamiku, aku akan pergi ke sungai sebentar saja, tolong jaga apinya, aku
sedang memasak nasi. Tapi jangan pernah membuka tutup kukusan nasi
itu!” pesan Nawang pada suaminya.

Jaka Tarub menyetujui pesan dari istrinya. Namun dia juga penasaran
dengan pantangan dari istrinya agar tidak membuka tutup kukusan.

Diam-diam Jaka membuka tutup kukusan yang di larang istrinya. Betapa


terkejutnya Jaka mengetahui apa yang ada dalam kukusan.

“Rupanya istriku setiap hari hanya memasak satu butir beras menjadi satu
kukusan penuh nasi. Pantas saja selama ini padi dalam lumbung tidak
pernah habis”. Ujar Jaka.

Larangan yang telah di langgar Jaka membawa sebuah petaka. Ketika


Nawang Wulan sudah berada di rumah dan membuka tutup kukusan nasi,
betapa terkejutnya dia karena hanya ada sebutir padi.

Dia mulai menyadari bahwa suaminya telah membuka tutup kukusan.


Karena hal ini, kesaktian Nawang Wulan menghilang.
Dia sudah tidak bisa membuah sebutir padi yang di kukus menjadi nasi
dalam satu wadah penuh.

Selendang Nawang Wulan Ketemu


Karena kesaktiannya sudah menghilang, Nawang Wulan sekarang bersikap
seperti manusia biasa.

Untuk memasak nasi, Nawang harus menumbuk beras, menampi kemudian


memasaknya seperti manusia pada umumnya.

Hal ini membuat padi yang di simpan di lumbung semakin hari semakin
berkurang.

Hingga suatu hari ketika Nawang hendak mengambil padi untuk di tumbuk
kemudian di masak. Dia menemukan selendangnya dalam lumbung padi.

Nawang pun mulai menyadari bahwa selama ini yang telah


menyembunyikan selendangnya adalah suaminya sendiri.

Hal tersebut membuat Nawang kecewa hingga marah pada suaminya. Dia
merasa telah di tipu suaminya sendiri.

Dengan perasaan kecewa, Nawang datang menemui suaminya sambil


membawa selendang.

Nawang Wulan Kembali ke Kahyangan


Melihat istrinya yang membawa selendang yang telah dia sembunyikan,
membuat Jaka Tarub sangat terkejut.

“Suamiku, selendangku sudah aku temukan di lumbung padi. Saatnya aku


untuk kembali ke kahyangan.

Tolong jaga anak kita Nawangsih. Buatkan danau di dekat rumah dan bawa
Nawangsih kesana setiap malam agar aku bisa menyusuinya.

Namun, kamu tidak boleh mendekat suamiku!” Pesan Nawang Wulan


sebelum ke kahyangan.
Karena menyesal, Jaka Tarub tidak dapat berbuat apa-apa selain memenuhi
permintaan istrinya.
Jaka segera membuat danau yang tidak jauh dari rumahnya dan mengantar
Nawangsih kesana setiap malam.

Setelah Nawangsih tidur, Nawang Wulan bergegas kembali ke kahyangan


dan Jaka membawa anaknya ke rumah.

Dari kejauhan Jaka memandangi anaknya yang sedang bermain dengan


istrinya.

Hal tersebut rutin di lakukan sampai Nawangsih tumbuh besar. Ketika Jaka
dan Nawangsih mengalami kesulitan, bantuan secara tiba-tiba datang.

Mereka meyakini bantuan tersebut berasal dari Nawang Wulan. Nawang


Wulan selalu menjaga dan melindungi mereka dengan selalu memberikan
bantuan.

Dikutip dari detikTravel pada Rabu (21/9/2022), legenda Rawa Pening menceritakan
tentang sepasang suami istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta yang tinggal di
Desa Ngasem, di lembah antara Gunung Merbabu dan Telomoyo. Rawa Pening adalah
sebuah danau yang menjadi obyek wisata di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Kisahnya dahulu kala terdapat sebuah desa bernama Ngasem yang terletak di lembah
antara Gunung Merbabu dan Telomoyo. Di desa tersebut bermukim sepasang suami-
istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta.

Karena dikenal pemurah dan suka menolong, pasutri yang belum dikaruniai anak itu
begitu dihormati oleh masyarakat sekitar. Suatu hari, Nyai Selakanta mengutarakan
keinginannya untuk segera menimang buah hati.

Baca juga:
Tradisi Rebo Wekasan dan Tiga Versi Sejarahnya
Demi mewujudkan keinginan istrinya, Ki Hajar pun bertapa ke lereng Gunung Telomoyo
hingga berbulan- bulan. Nyai Selakanta pun mengkhawatirkan keadaan suaminya yang
bertapa sampai tak kunjung pulang.

Secara ajaib, Nyai Selakanta pun mengandung di rumah sendirian. Namun, saat
melahirkan, betapa terkejut dia karena yang lahir dari perutnya adalah seekor naga.
Anak itu diberi nama Baru Klinthing yang diambil dari nama tombak milik suaminya.

Kata 'Baru' berasal dari kata bra yang artinya keturunan Brahmana, yaitu seorang resi
yang kedudukannya lebih tinggi dari pendeta. Sementara kata 'Klinthing' berarti
lonceng. Meski berwujud naga, Baru Klinthing dapat berbicara seperti manusia.
Merasa malu telah melahirkan seekor naga, Nyai Selakanta merawat Baru Klinthing
dengan sembunyi-sembunyi. Dia pun berencana kelak akan membawa Baru Klinthing
ke Bukit Tugur agar jauh dari warga.

Beranjak dewasa, Baru Klinthing pun menanyakan perihal ayahnya. Nyai Selakanta pun
mengutus Baru Klinthing untuk menyusul ayahnya yang bertapa di lereng Gunung
Telomoyo. Baru Klinthing juga dititipi membawa pusaka tombak Baru Klinthing milik
ayahnya.
Kisahnya dahulu kala terdapat sebuah desa bernama Ngasem yang terletak di lembah
antara Gunung Merbabu dan Telomoyo. Di desa tersebut bermukim sepasang suami-
istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta.

Karena dikenal pemurah dan suka menolong, pasutri yang belum dikaruniai anak itu
begitu dihormati oleh masyarakat sekitar. Suatu hari, Nyai Selakanta mengutarakan
keinginannya untuk segera menimang buah hati.

Baca juga:
Tradisi Rebo Wekasan dan Tiga Versi Sejarahnya
Demi mewujudkan keinginan istrinya, Ki Hajar pun bertapa ke lereng Gunung Telomoyo
hingga berbulan- bulan. Nyai Selakanta pun mengkhawatirkan keadaan suaminya yang
bertapa sampai tak kunjung pulang.

Secara ajaib, Nyai Selakanta pun mengandung di rumah sendirian. Namun, saat
melahirkan, betapa terkejut dia karena yang lahir dari perutnya adalah seekor naga.
Anak itu diberi nama Baru Klinthing yang diambil dari nama tombak milik suaminya.

Kata 'Baru' berasal dari kata bra yang artinya keturunan Brahmana, yaitu seorang resi
yang kedudukannya lebih tinggi dari pendeta. Sementara kata 'Klinthing' berarti
lonceng. Meski berwujud naga, Baru Klinthing dapat berbicara seperti manusia.

Merasa malu telah melahirkan seekor naga, Nyai Selakanta merawat Baru Klinthing
dengan sembunyi-sembunyi. Dia pun berencana kelak akan membawa Baru Klinthing
ke Bukit Tugur agar jauh dari warga.

Beranjak dewasa, Baru Klinthing pun menanyakan perihal ayahnya. Nyai Selakanta pun
mengutus Baru Klinthing untuk menyusul ayahnya yang bertapa di lereng Gunung
Telomoyo. Baru Klinthing juga dititipi membawa pusaka tombak Baru Klinthing milik
ayahnya.

Sesampainya di lereng Gunung Telomoyo, Baru Klinthing langsung bersembah sujud di


hadapan ayahnya yang sedang duduk bersemedi. Awalnya Ki Hajar tidak percaya jika
naga tersebut adalah anaknya. Baru Klinthing kemudian menunjukkan pusaka milik Ki
Hajar.

"Baiklah, aku percaya jika pusaka Baru Klinthing itu adalah milikku. Tapi, bukti itu belum
cukup bagiku. Jika kamu memang benar-benar anakku, coba kamu lingkari Gunung
Telomoyo ini!" ujar Ki Hajar.

Baca artikel detikjateng, "Legenda Rawa Pening Semarang dan Kisah Naga Baru
Klinthing" selengkapnya https://www.detik.com/jateng/budaya/d-6304166/legenda-rawa-
pening-semarang-dan-kisah-naga-baru-klinthing.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/


Sesampainya di lereng Gunung Telomoyo, Baru Klinthing langsung bersembah sujud di
hadapan ayahnya yang sedang duduk bersemedi. Awalnya Ki Hajar tidak percaya jika
naga tersebut adalah anaknya. Baru Klinthing kemudian menunjukkan pusaka milik Ki
Hajar.

"Baiklah, aku percaya jika pusaka Baru Klinthing itu adalah milikku. Tapi, bukti itu belum
cukup bagiku. Jika kamu memang benar-benar anakku, coba kamu lingkari Gunung
Telomoyo ini!" ujar Ki Hajar.

Baca artikel detikjateng, "Legenda Rawa Pening Semarang dan Kisah Naga Baru
Klinthing" selengkapnya https://www.detik.com/jateng/budaya/d-6304166/legenda-rawa-
pening-semarang-dan-kisah-naga-baru-klinthing.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/


CINDE LARAS

Dahulu, diceritakan di sebuah kerajaan bernama Jenggala, hidup seorang


raja bernama Raden Putra. Ia memiliki seorang permaisuri yang sangat
cantik dan baik hati. Selain itu, ia juga memiliki seorang selir yang juga
sangat cantik. Sayangnya, selir itu memiliki hati yang busuk. Ia merasa iri
terhadap permaisuri yang selalu diperhatikan oleh sang raja. "Huh,
seharusnya aku yang menjadi permaisuri. Kecantikanku juga tidak kalah
dengan permaisuri. Aku akan membuat baginda hanya memperhatikan
aku," ucap selir dalam hati.

Rasa iri sang selir membawanya memiliki niat jahat terhadap permaisuri.
Suatu hari, sang selir berkomplot bersama tabib istana membuat rencana
agar selir berpura-pura sakit parah. Keesokan harinya, rencana tersebut
dilaksanakan. Sang selir berpura-pura merintih menahan sakit. Raja yang
melihat selir kesayangannya jatuh sakit segera memerintahkan pengawal
kerajaan memanggil tabib istana.

"Tabib, sebenarnya apa yang terjadi dengan selirku? Mengapa sakitnya


sangat mendadak dan terlihat sangat parah? Padahal kemarin terlihat
sehat-sehat saja," ucap raja.
"Begini Baginda, sebenarnya hamba tidak berani mengatakannya. Sebab,
jika Baginda mengetahuinya, Baginda pasti akan murka," ucap tabib istana.
"Ada apa sebenarnya?" tanya raja semakin penasaran.

"Maafkan hamba sebelumnya. Sepertinya selir terkena racun dari air


minumnya. Sebelumnya, selir mengatakan kepada hamba bahwa
permaisuri yang membawakan minuman itu untuknya. Jadi, menurut
hamba, permaisuri sengaja meracuni minuman selir karena merasa iri
Baginda terlalu sayang kepada selir," ucap tabib istana.

"Apa? Benar-benar keterlaluan. Berani benar permaisuri melakukan hal itu


pada selir kesayanganku. Pengawal, panggil permaisuri untuk
menghadapku sekarang juga, cepat!" perintah raja dengan murka.

Para pengawal segera memanggil permaisuri untuk menghadap raja. Ia


tidak mengetahui alasan raja yang sangat tergesa-gesa memanggilnya.
Sang permaisuri menghadap raja, betapa terkejutnya ia mendengar
tuduhan sang raja terhadapnya. Permaisuri yang tidak merasa melakukan
hal tersebut, mengelak tuduhan itu.

"Berani sekali kau menyangkal apa yang telah engkau perbuat. Hukuman
bagi seseorang yang hendak membunuh adalah pelakunya harus
dibunuh," ucap sang raja murka.

Karena terbakar amarah, sang raja memerintahkan para pengawalnya


untuk mengusir permaisuri dari istana. Ia pun memerintahkan patih istana
untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya. Raja tidak
mengetahui bahwa permaisuri dalam keadaan mengandung. Akhirnya,
patih membawa permaisuri yang sedang mengandung ke hutan. Patih
merasa yakin bahwa permaisuri tidak bersalah. Permaisuri yang baik hati
dan bijaksana tidak mungkin meracuni selir. Oleh karena itu, sang patih
melanggar titah raja.

"Permaisuri, hamba mengetahui bahwa semua ini adalah perbuatan licik


selir. Hamba juga tidak sampai hati untuk menyakiti permaisuri. Biarlah
hamba berdusta kepada baginda tentang permaisuri. Hamba akan
mengatakan bahwa permaisuri telah hamba bunuh. Jagalah baik-baik
calon bayi ini. Kelak, ia akan menjadi putra mahkota Kerajaan Jenggala,"
ucap patih.
"Terima kasih atas kebaikanmu, Patih. Aku akan menjaga baik-baik
kandunganku," kata permaisuri.

Kemudian, patih membuat rumah-rumahan dari ranting pohon dan


dedaunan untuk sang permaisuri selama tinggal di hutan. Ia juga melumuri
pedangnya dengan darah kelinci untuk mengelabui raja. Setelah itu, ia
kembali ke istana melaporkan bahwa dirinya telah membunuh permaisuri.
Raja mengangguk puas.

Bulan berganti bulan. Anak yang berada dalam kandungan permaisuri pun
telah lahir. Anak itu tumbuh menjadi pemuda yang cerdas dan tampan. Ia
diberi nama Cindelaras. Karena sejak kecil tinggal di hutan, Cindelaras
banyak berteman dengan binatang. Suatu hari, ketika Cindelaras sedang
bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Telur tersebut
jatuh tepat di depan Cindelaras. Hap! Dengan sigap Cindelaras
menangkap telur tersebut. Ternyata, Cindelaras membiarkan telur tersebut
selama tiga minggu sampai menetas.

Cindelaras merawat anak ayam itu dengan baik hingga menjadi seekor
ayam jantan dewasa yang bagus dan kuat. Satu hal yang membuat ayam
Cindelaras berbeda dengan ayam lainnya adalah kokokannya.
"Kukuruyuk...Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun
kelapa, ayahnya Raden Putra..."

Cindelaras sangat takjub dengan ayam miliknya. Ia pun memberitahukan


hal tersebut kepada ibunya. Akhirnya, sang ibu memberitahukan asal-usul
Cindelaras dan kejadian yang menimpa mereka. Mendengar cerita itu,
Cindelaras bertekad untuk pergi ke istana menemui ayahandanya dan
membongkar perbuatan jahat yang dilakukan oleh selir.

Keesokan harinya, dengan ijin sang ibu, Cindelaras pergi menuju istana
dengan membawa ayam kesayangannya. Di tengah perjalanan, ia
dipanggil oleh beberapa orang yang sedang menyabung (mengadu) ayam.
"Hai, kemarilah! Kalau berani, adu ayam jantanmu dengan ayam jantan
milikku ini!" tantang salah seorang penyabung ayam.

Akhirnya, Cindelaras mengadu ayam jantan miliknya dengan ayam jantan


para penyabung itu. Berkali-kali diadu, ayam milik Cindelaras selalu
menang. Ketangguhan ayam jantan Cindelaras menyebar dengan cepat
hingga sampai ke telinga raja. Mendengar hal tersebut, raja
memerintahkan hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana.
"Hamba menghadap, Paduka Raja," ucap Cindelaras dengan santun.
"Hmm...anak ini tampan dan cerdas. Ia juga sangat sopan. Sepertinya ia
bukan dari golongan rakyat jelata," pikir raja.

"Anak muda, aku ingin mengadu ayam jantan milikku dengan ayam jantan
milikmu. Jika kau bersedia, apa syarat yang kau ajukan," tanya raja.

"Hamba bersedia Paduka. Jika hamba kalah, hamba bersedia dipancung.


Tapi, jika hamba menang, separuh kekayaan paduka akan menjadi milik
hamba," ucap Cindelaras.

"Benar-benar tawaran yang sangat berani," pikir raja. "Baiklah, aku setuju
dengan syaratmu," ucap raja menyanggupi.

Kabar tentang adu ayam milik raja dengan ayam milik Cindelaras pun
tersebar ke seluruh rakyat Jenggala. Akhirnya, acara tersebut digelar dan
ditonton oleh seluruh rakyat. Tibalah waktu yang dinantikan. Ayam jantan
milik raja diadu dengan ayam jantan milik Cindelaras. Dalam waktu singkat,
ayam Cindelaras berhasil mengalahkan ayam raja. Seluruh penonton
bersorak-sorak dan mengelu-elukan nama Cindelaras dan ayamnya.

Raja pun tersenyum. Ia berbesar hati menerima kekalahan. "Aku mengaku


kalah dan akan menepati janji. Tap siapakah dirimu sebenarnya?" tanya
raja.

Cindelaras mengambil ayamnya. Ia seperti membisikkan sesuatu di telinga


ayam kesayangannya. Tiba-tiba saja ayam itu
berkokok,"Kukuruyuk...Tuanku Cindelaras rumahnya di tengah rimba,
atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra..."

Mendengar kokokan itu raja sangat terkejut. Ia terperanjat dari


singgasananya. Raja semakin penasaran dengan sosol pemuda yang ada
di hadapannya. "Benarkah apa yang dikatakan ayammu itu anak muda?"
tanya raja. "Benar Paduka, nama hamba Cindelaras. Ibu hamba adalah
permaisuri Kerajaan Jenggala yang telah dibuang ke hutan," jawab
Cindelaras.

Mendengar pengakuan Cindelaras raja semakin terkejut. Patih yang


mendengar penjelasan itu kemudian menghadap raja dan memberitahukan
kejadian sebenarnya.
"Aku telah melakukan kesalahan, Patih. Aku benar-benar tidak menyangka
selir kesayanganku bisa berbuat sekejam itu. Sekarang juga, tangkap selir
itu dan seret ke hadapanku! Ia harus diberikan hukuman yang setimpal
dengan apa yang telah diperbuatnya!" titah sang raja.

Tidak berapa lama, selir jahat sudah berada di hadapannya. Dengan


murka, raja menyuruh pengawal untuk membuang selir ke hutan. "Ampuni
hamba, Baginda...Hamba mengaku bersalah. Jangan buang hamba,
Baginda...," ratap selir jahat.

Ratapan selir tidak digubris sedikit pun oleh raja. Raja yang melihat buah
hatinya berada di hadapannya segera berlari dan memeluknya erat. Raja
meminta maaf pada Cindelaras atas kesalahannya. Setelah itu, raja
memerintahkan hulubalangnya untuk menjemput permaisuri di hutan.
Mereka pun hidup bahagia di istana. Sepeninggal Raden Putra,
kedudukannya digantikan oleh Cindelaras yang memerintah dengan arif
dan bijaksana.

Pesan Moral:

Janganlah menuduh seseorang sebelum kita mengetahui kebenarannya.


Sebab, hal itu akan merugikan orang yang dituduh. Selain itu, siapa yang
melakukan kejahatan akan berbuah keburukan bagi dirinnya sendiri.

BATU RADEN

Sebelum mengetahui bagaimana asal usul Baturraden, kamu tentu perlu tahu apa dan di mana
tempat ini berada. Baturraden atau Baturaden merupakan sebuah kecamatan yang masuk ke
dalam wilayah Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.

Kecamatan ini berjarak sekitar 15 km dari pusat kota Purwokerto di arah utara. Saat Purwokerto
masih berstatus sebagai kota administratif, sebagian wilayah Baturraden merupakan bagian dari
Purwokerto. Karena itu, tidak sedikit yang kerap menyebut kecamatan tersebut dengan nama
Baturraden, Purwokerto.

Kecamatan Baturraden ini berada di ketinggian sekitar 300 mdpl dan sebagian besar wilayahnya
berupa hutan. Karena itu, tidak heran jika suhu di kawasan ini selalu sejuk dan menyegarkan.
Berlokasi di kaki Gunung Slamet, kawasan sekitar Baturraden pun menyimpan berbagai wisata
alam dan hidden gem menarik pasti membantu menyegarkan tubuh dan mengusir penat kamu.
Selain keindahan alam dan pegunungannya, kawasan Baturraden juga menawarkan wisata
kebudayaan dan kesenian tradisional lokal yang sayang untuk kamu lewatkan.
Kisah Cinta Beda Kasta

Asal usul Baturraden berkenaan dengan legenda atau cerita rakyat yang cukup populer di
kalangan masyarakat. Legenda tersebut berisikan kisah cinta beda kasta yang terhalang restu
orang tua.

Menurut cerita yang beredar di masyarakat, asal usul Baturraden ini bermula dari kisah cinta
antara Suta dan seorang putri raja. Di sebuah kerajaan di Jawa Tengah, hiduplah seorang pelayan
yang bertugas menjaga kuda-kuda milik raja. Ia bernama Suta.

Suta ini seringkali berjalan-jalan setelah ia menyelesaikan tugasnya tersebut. Suatu hari, saat ia
tengah berjalan di dekat danau, ia mendengar teriakan seorang wanita.

Dengan sigap, ia pun segera mencari sumber suara tersebut dan akhirnya tiba di dekat sebuah
pohon. Jeritan tersebut rupanya berasal dari putri raja yang ketakutan karena keberadaan seekor
ular besar di hadapannya.

Melihat hal itu, Suta sebenarnya sama-sama takut. Namun, ia lebih khawatir dengan keselamatan
sang putri hingga akhirnya ia pun mengambil sebuah kayu dan memukulkannya pada kepala
ular. Ular tersebut kemudian mendesis kesakitan dan akhirnya mati.

Sang putri pun mengucapkan rasa terima kasihnya atas pertolongan Suta. Mereka kemudian
berkenalan dan semenjak saat itu mereka pun berteman baik hingga tumbuhlah benih-benih cinta
di antara keduanya.

Suatu hari, sang putri meminta Suta untuk menghadap ayahnya, sang raja, untuk meminta izin
menikahi dirinya. Sayang, sang raja sangat murka mendengar rencana tersebut. Menurutnya,
status Suta sebagai seorang pelayan tidak bisa disandingkan dengan seorang putri. Ia pun tak
segan-segan menjebloskan Suta ke penjara sebab sudah lancang meminta menikah dengan
putrinya.

Di dalam penjara, keadaan Suta begitu memprihatinkan. Selain tidak diber makan, Suta juga
harus bertahan dalam penjara yang gelap serta bagian bawah yang digenangi air. Mendengar
kabar tersebut, sang putri pun menyusun rencana untuk membantu Suta melarikan diri dari
penjara. Ia pun mengirim orang kepercayaannya untuk membebaskan Suta.

Saat orang tersebut menjemput Suta, sang putri menunggu di pintu belakang kerajaan bersama
seekor kuda. Setelah kedatangan Suta yang dipapah oleh orang kepercayaan sang putri, keduanya
pergi jauh dari istana.
Agar tidak dikenali, mereka pun menyamar menjadi orang biasa lalu tinggal di dekat sungai di
lereng Gunung Slamet. Di sanalah mereka menikah dan memulai kehidupan baru sebagai sebuah
keluarga.

Kisah tentang asal usul Baturraden rupanya tidak berakhir sampai situ saja. Setelah menikah dan
dikaruniai anak pertama, keberadaan sepasang suami istri itu rupanya terendus oleh prajurit
kerajaan. Sang ayah pun akhirnya berhasil menemukan putrinya kembali dan terus memaksa
agar putrinya pulang ke istana.

Di sisi lain, Suta dan sang putri terus menolak keinginan raja tersebut hingga akhirnya kesabaran
sang raja habis. Pertempuran pun tidak terelakan hingga Suta meregang nyawa akibat tusukan
keris raja.

Sang putri tentu marah besar dan begitu terluka melihat pujaan hatinya terbunuh di depan mata.
Dengan sisa kekuatannya, ia merebut keris sang ayah lalu membunuh diri dengan menancapkan
senjata tajam tersebut ke tubuhnya. Kisah cinta yang berakhir dengan kematian sepasang kekasih
ini mungkin mengingatkan kamu pada kisah tragis Romeo dan Juliet karya William Shakespeare.

Lalu, bagaimana dengan sang anak? Konon, karena kemarahannya, sang raja marah dan
membunuh keturunan pasangan kekasih tersebut lalu memakamkannya di lereng Gunung
Slamet.

Tempat Suta dan sang putri memulai keluarga mereka tersebut kemudian dinamai Baturraden.
Penamaannya sendiri berasal dari kata batur dan raden. Batur memiliki arti pelayan, pembantu
atau pesuruh sementara raden berarti mulia atau mengacu pada gelar kebangsawanan. Begitulah
cerita di balik asal usul Baturraden serta penamaannya.

Akibat cerita asal usul Baturraden yang tragis tersebut, beredarlah mitos putus cinta terkait
wisata di kawasan ini. Masyarakat setempat meyakini bahwa sepasang kekasih yang datang ke
Baturraden, tak lama hubungan keduanya akan kandas. Selain itu, pasangan yang sudah tahu
tentang mitos ini dan sengaja datang ke Baturraden diyakini tengah dalam keadaan yang pelik.
Dengan berkunjung ke Baturraden, mereka seolah tengah menguji apakah hubungan mereka
layak bertahan atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai