Anda di halaman 1dari 145

PENGARUH PANCA JIWA TERHADAP AKTUALISASI PROSES

PENDIDIKAN AKHLAK SANTRI DI PONDOK MODERN

DARUSSALAM GONTOR 6 KENDARI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian


Hasil Penelitian Tesis Pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam

Oleh:

LA ODE MUHAMMAD ILHAM HASAN BASRI


20200402004

PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KENDARI
2024

i
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KENDARI
PASCASARJANA
Jl. Sultan Qaimuddin No. 17 Telp/Fax (0401-3193710).
E-Mail. pascasarjana.iainkendari@gmail.co.id. Website. Iain-kendari.ac.id

PERSETUJUAN HASIL PENELITIAN TESIS

Proposal Tesis dengan judul: “Pengaruh Panca jiwa terhadap Aktualisasi Proses
Pendidikan Akhlak Santri Di Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari”
yang ditulis oleh La Ode Muhammad Ilham Hasan. B, dengan NIM: 20200402004,
Program Studi: Pendidikan Agama Islam telah diperbaiki sebagaimana masukan dan
saran-saran pembimbing serta telah memenuhi syarat ilmiah untuk dilanjutkan pada
tahap Seminar Hasil Penelitian Tesis.

Kendari, 7 Maret 2024

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Pairin, M.A Dr. Samsul Bahri, M.A


NIP. 196307051993031001 NIDN. 20160101021

Mengetahui
Ketua Program Studi PAI

Dr. Aris Try Andreas Putra, M.Pd


NIP 19891002201903100

i
KATA PENGANTAR

َّ ‫الر ْح َمن‬
‫الر ِح ْي ِم‬ َّ ِ‫ب ْسم اهلل‬
ِ ِ ِ

Puji dan syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat-Nya kepada kita, sehingga pada kesempatan ini kita masih sempat

menyelesaikan penulisan Hasil Penelitian ini dalam keadaan sehat wal afiyat. Sholawat

serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sebagai tokoh

peradaban yang telah merubah tatanan kehidupan dari kejahiliahan menjadi hikmah dan

tentram, kepada keluarga beliau, para sahabat, dan para pengikut-pengikutnya yang

senantiasa istiqomah dalam menegakkan syariat Islam dan ucapan terimakasih peneliti

kepasa kedua orang tua peneliti yang tercinta dimana telah membimbing, mendidik,

memotivasi dan selalu melantunkan doanya dalam setiap waktu sehingga peneliti dapat

menyelesaikan studi dengan baik.

Hasil Penelitian Tesis ini berjudul “Pengaruh Panca jiwa terhadap

Aktualisasi Proses Pendidikan Akhlak Santri Di Pondok Modern Darussalam

Gontor 6 Kendari” bertujuan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar

Magister Pendidikan Agama Islam pada Program Studi Pendidikan Agama Islam.

Rasa syukur tiada terkira bagi penulis yang telah menyelesaikan hasil penelitian

tesis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian ini tidak terlepas

dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan. Penulis Menyadari

bahwa Hasil Penelitian ini masih banyak Kekurangan yang disebabkan keterbatasan

penulis. Oleh sebab itu, saran yang konstruktif sangat diharapkan demi kesempurnaan

tulisan ini, dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak

beerujung kepada ayahanda tercinta Bapak Drs. H. La Ode Muhammad Basri, M.Si dan

iii
ibunda tercinta Ibu Dra. Wa Hamida. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Husain Insawan, M.Ag selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Kendari yang telah memberikan dukungan dan sarana fasilitas serta kebijakan yang

mendukung penyelesaian studi penulis.

2. Dr. La Hadisi S. Ag, M. Pd. I selaku Direktur Pascasarjana Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Kendari yang telah banyak memberikan dukungan, nasehat dan

saran dalam penyusunan penelitian ini.

3. Dr. Aris Tri Andreas Putra, M.Pd selaku Ketua Program studi Pendidikan Agama

Islam yang senantiasa memberikan arahan dalam proses penyelesaian studi di IAIN

Kendari

4. Dr. H. Pairin, M.A dan Bapak Dr. Samsul Bahri, M.A selaku pembimbing I dan

Pembimbing II yang penuh keikhlasan mengorbankan waktu memberikan

bimbingan yang sangat baik dan saran kepada peneliti.

5. Dr. Supriyanto M.Ag selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan

saran demi kesempurnaan penelitian ini.

6. Kepala Perpustakaan IAIN Kendari dan seluruh stafnya yang telah berkenan

memberikan pelayanan kepada peneliti berupa buku-buku yang berkaitan dengan

pembahasan penelitian ini.

7. Dewan Dosen serta staf dalam lingkup IAIN Kendari yang telah memberikan ilmu

dan pelayanan yang baik selama kuliah di IAIN Kendari.

8. Kepala Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, Bapak Abdul Aziz, M.Pd yang

telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

iv
9. Staf administrasi Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Ibu Aini Khoirunnisa,

M.Pd yang telah membantu memberi data dalam proses penelitian ini.

10. Segenap keluarga yang selalu mensuport dan memberikan doa dan semangatnya

sehingga proposal penelitian ini dapat terselesaikan.

11. Teman-teman dari keluarga Program Studi PAI S2 angkatan 2020 yang senantiasa

memberikan semangat baik suka maupun duka.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih perlu penyempurnaan. Penulis

berharap semoga bantuan dan berbagai upaya yang telah disumbangkan kepada penulis

mendapat pahala yang setimpaldisisi Allah SWT dan tetap mendapat lindungan-Nya

dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Kendari, 7 Maret 2024


Penulis

La Ode Muhammad Ilham Hasan. B


NIM. 20200402004

v
ABSTRAK

La Ode Muhammad Ilham Hasan. B. (2020040202004). “Pengaruh Panca Jiwa


terhadap Aktualisasi Pendidikan Akhlak Santri di Pondok Modern Darussalam
Gontor 6 Kendari ”. Pembimbing I : Dr. H. Pairin, M.A. Pembimbing II: Dr. Samsul
Bahri, M.A

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Panca Jiwa terhadap


Aktualisasi Pendidikan Akhlak Santri di Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif melalui pendekatan
empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, dokumentasi, dan
wawancara. Prosedur analisis data dilakukan melalui Pemeriksaan, klasifikasi,
verifikasi, analisis, dan kesimpulan.
Hasil Penelitian menunjukkan dua hal, Pondok Modern Darussalam Gontor
memiliki penerapan kurikulum yang berbeda dari instansi pendidikan umum lainnya
yang dikenal dengan sebutan Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) dimana
kurikulum tersebut menyatukan pembelajaran ilmu keagamaan Islam secara menyeluruh
serta ilmu pengetahuan umum, disamping itu kurikulum ini juga berlaku selama santri
mengenyam pendidikan di Pondok, bukan hanya pada saat proses belajar mengajar saja,
namun keseharian santri selama 24 jam juga termasuk didalamnya. segala bentuk
kegiatan santri tetap dalam pengawasan pondok sehingga di Pondok juga diterapkan
model pembelajaran berbasis reward & punishment yang dapat menunjang motivasi
belajar santri selama di pondok dan hukuman yang memberi efek jerah kepada santri
untuk tidak melakukan pelanggaran serta sebagai percontohan bagi santri lainnya,
namun hukuman tersebut tetap berada pada koridor hukuman yang mendidik.
Kedua, Segala bentuk kehidupan santri berpedoman pada falsafah panca jiwa
yang diterapkan diseluruh Pondok Modern Darussala Gontor, dalam hal ini panca jiwa
sangat berpengaruh dalam proses pendidikan akhlak santri karena segala bentuk
kehidupan santri diterapkan di dalamnya, yakni keikhlasan, kesederhaan, berdikari,
ukhuwah, dan bebas. jika santri telah menerapkan keseluruhan falsafah tersebut maka
tercapailah yang namanya panca jangka dan menciptakan santri dengan akhlak yg
kokoh dan melindungi perilaku santri yang telah alumni dimanapun ia berada dan
sampai kapanpun.

Kata Kunci : Panca Jiwa, Aktualisasi, Pendidikan, Akhlak, Santri

vi
ABSTRACT

La Ode Muhammad Ilham Hasan. B. (2020040202004). “The Effect of Panca Jiwa on


the Actualization of Santri's Moral Education at Pondok Modern Darussalam
Gontor 6 Kendari”. Supervisor I : Dr. Pairin, M.A, Supervisor II: Dr. Samsul Bahri,
M.A

This study aims to analyze the effect of Panca Jiwa on the Actualization of
Santri's Moral Education at Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari.
This research is a descriptive qualitative research through an empirical approach.
Data collection was carried out using observation, documentation, and interview
techniques. Data analysis procedures were carried out through examination,
classification, verification, analysis, and conclusions.
The results of the study showed two things, Pondok Modern Darussalam Gontor
has a different curriculum implementation from other general education institutions
known as Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah (KMI) where the curriculum unites the
learning of Islamic religious science as a whole and general science, besides that this
curriculum also applies as long as the santri are educated at the Pondok, not only during
the teaching and learning process, but the daily life of the santri for 24 hours is also
included. All forms of santri activities remain under the supervision of the boarding
school so that in Pondok, a reward & punishment-based learning model is also applied
which can support santri learning motivation while in Pondok and punishments that
give deterrent effects to students not to commit violations and as examples for other
students, but the punishment remains in the corridor of educational punishment.
Second, all forms of santri life are guided by the five soul philosophy which is
applied throughout Pondok Modern Darussala Gontor, in this case the five souls are
very influential in the process of moral education of santri because all forms of santri
life are applied in it, namely sincerity, simplicity, self-sufficiency, ukhuwah, and
freedom. if the santri have applied the entire philosophy, then the name of the five terms
is achieved and creates santri with strong morals and protects the behavior of santri who
have alumni wherever they are and whenever.

Keyword : Panca Jiwa, Actualization, Education, Moral, Santri

vii
‫خلاصة‬

‫‪ ٢٠٢٠٠٤٠٢٠٢٠٠٤( La Ode Muhammad Ilham Hasan. B‬تأثير فلسفة الخمسة أرواح على‬

‫تطبيق التربية الأخلاقية للطلاب في مدرسة دار السلام كونتور الحديثة ‪ ۶‬كينداري‬
‫مستشار ‪Dr. Pairin, M.A :۱‬‬
‫مستشار ‪Dr. Samsul Bahri, M.A : ۲‬‬

‫يهدف هذا البحث إلى تحليل تأثير فلسفة الخمسة أرواح على تطبيق التربية الأخلاقية للطلاب‬

‫في مدرسة دار السلام جونتور الحديثة ‪ ۶‬كينداري‪.‬‬

‫يستخدم البحث المنهج الوصفي النوعي من خلال النهج التجريبي‪ .‬يتم جمع البيانات من خلال‬

‫تقنيات الملاحظة والتوثيق والمقابلات‪ .‬يتم إجراء تحليل البيانات من خلال الفحص والتصنيف‬

‫والتحقق والتحليل والاستنتاج‪.‬‬

‫أولا‪ :‬تمتلك مدرسة دار السلام جونتور الحديثة منهجا دراسيا مختلفا عن المؤسسات‬

‫التعليمية العامة الأخرى‪ ،‬والمعروف باسم كلية المعلمين الإسلامية (‪ .)KMI‬يجمع هذا المنهج بين‬

‫دراسات الدين الإسلامي بشكل شامل والعلوم العامة‪ .‬وتبقى جميع أشكال الأنشطة السنترية تحت‬

‫إشراف المدرسة الداخلية بحيث يطبق في بوندوك أيضا نموذج التعلم القائم على الثواب والعقاب الذي‬

‫يمكن أن يدعم دافعية التعلم السنتري أثناء وجوده في بوندوك والعقاب الذي يعطي تأثيرا رادعا‬

‫للطلاب لعدم ارتكاب المخالفات وكنموذج للطلاب الآخرين‪ ،‬ولكن يبقى العقاب في رواق العقاب‬

‫التربوي‪.‬‬
‫ُ‬
‫ثانيا‪ :‬تطبق فلسفة الخمسة أرواح في جميع أنحاء مدرسة دار السلام جونتور الحديثة‪ .‬هذه‬
‫ُ‬
‫الفلسفة هي الإخلاص‪ :‬يشجع الطلاب على بذل قصارى جهدهم هلل تعالى دون توقع أي مكافأة‬
‫ُ‬ ‫ُ‬
‫البساطة‪ :‬تشجع على العيش في ظروف بسيطة دون رفاهية الاعتماد على النفس‪ :‬يشجع الطلاب على‬
‫ُ‬ ‫ُ‬
‫الاعتماد على أنفسهم في تلبية احتياجاتهم الأخوة‪ :‬يشجع على احترام وتقدير الآخرين الحرية‪ :‬يشجع‬
‫ُ‬
‫الطلاب على التصرف بشكل مسؤول دون قيود تظهر نتائج البحث أن فلسفة الخمسة أرواح لها تأثير‬

‫كبير على تطبيق التربية الأخلاقية للطلاب في مدرسة دار السلام كونتور الحديثة ‪ ۶‬كينداري‬

‫الكلمات الدالة ‪ :‬الأساس الخمسة ‪ ,‬تحقيق‪ ,‬التربية ‪ ,‬التربية ‪ ,‬احلق ‪ ,‬طالب‬

‫‪viii‬‬
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .....................................................................................................


PERSETUJUAN HASIL PENELITIAN TESIS .......................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................................. vii

‫ خلاصة‬.............................................................................................................................. viii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ix


DAFTAR TRANSLITERASI DAN SINGKATAN .................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Fokus Penelitian .................................................................................................. 9
1.3 Rumusan Masalah .............................................................................................. 9
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................................. 10
1.5 Manfaat penelitian ............................................................................................ 10
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................................... 12
2.1 Kajian Relevan .................................................................................................. 12
2.2 Kerangka Teori ................................................................................................. 20
2.2.1 Pendidikan Akhlak & Karakter ............................................................... 20
2.2.2 Tujuan Pendidikan Akhlak dan Karakter ................................................ 25
2.2.3 Metode Pendidikan Akhlak & Karakter............................................... 26
2.2.4 Pola serta Metode Penerapan Panca Jiwa .............................................. 28
2.2.5 Metode Implementasi Panca Jiwa .......................................................... 34
2.2.6 Pendidikan dan Pembelajaran Pondok Pesantren ................................... 39
2.3 Kerangka Berfikir ............................................................................................ 49
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 50
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................................. 50
3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian .......................................................................... 50
3.3 Sumber Data...................................................................................................... 50
3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 51
3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................................ 53

ix
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................................... 55
4.1 Gambaran Umum Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul
Mujahidi Kendari ............................................................................................. 55
4.1.1 Sejarah Umum Pondok Modern Darussalam Gontor dan Pondok Modern
Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhtul Mujahidin Kendari..................... 55
4.1.2 Struktur Keorganisasian di Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Putra
Riyadhatul Mujahidin Kendari ............................................................... 65
4.1.3 Visi, Misi, dan Motto Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 6
Riyadhatul Mujahidin Kendari ............................................................... 67
4.1.4 Jumlah Tenaga Pengajar (Ustadz) dan Santri di Pondok Modern
Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari ................... 68
4.2 Dinamika Proses Pendidikan Akhlak Santri di Pondok Modern Darussalam
Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari............................................ 70
4.3 Pengaruh Panca Jiwa dalam Aktualisasi Pendidikan Akhlak Santri di
Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin
Kendari. ............................................................................................................. 82
4.3.1 Keikhlasan............................................................................................... 84
4.3.2 Kesederhanaan ........................................................................................ 86
4.3.3 Berdikari ................................................................................................. 88
4.3.4 Ukhuwah ................................................................................................. 91
4.3.5 Bebas ....................................................................................................... 93
BAB V .......................................................................................................................... 102
PENUTUP ................................................................................................................... 102
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 102
5.2 Saran ................................................................................................................ 104

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
PEDOMAN OBSERVASI
PEDOMAN WAWANCARA

x
DAFTAR TRANSLITERASI DAN SINGKATAN

A. Transliterasi

1. Konsonan

Huruf
Nama Huruf Latin Nama
Arab
‫ا‬ Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan
‫ب‬ Ba' B Br
‫ت‬ Ta T Tr
‫ث‬ ṡa ṡ es (dengan titik di atas)
‫ج‬ Jim J Je
‫ح‬ ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)
‫خ‬ Kha Kh ka dan ha
‫د‬ Dal D De
‫ذ‬ Żal Ż zet (dengan titik di atas)
‫ر‬ Ra R Er
‫ز‬ Zai Z Zet
‫س‬ Sin S Es
‫ش‬ Syin Sy es dan ye
‫ص‬ ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)
‫ط‬ ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)
‫ظ‬ ẓa ẓ zet (dengan titik di bawah)
‫ع‬ Ain ، apostrof terbalik
‫غ‬ Gain G De
‫ف‬ Fa F Ef
‫ق‬ Qaf Q Qi
‫ك‬ Kaf K Ka

xi
‫ل‬ Lam L El
‫م‬ Mim M Em
‫ن‬ Nun N En
‫و‬ Wau W We
‫ه‬ Ha H Ha
‫ء‬ Hamzah ٬ Apostrof
‫ي‬ Ya Y Ye

Hamzah )‫ (ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda

apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda apostrof (٬).

2. Vocal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal

atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya

sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

‫ا‬ Fatḥah A A

‫ا‬ Kasrah I I

‫ا‬ ḍammah U U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat

dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

‫ـى‬ Fatḥah dan ya ai a dan i

xii
‫ـو‬ Fatḥah dan wau Au a dan u

Contoh:

‫ كيف‬: Kaifa
‫ ق ول‬: Qoulun
3. Maddah

Maddah atau Vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Huruf dan


Nama Nama
Huruf Tanda

Fatḥah dan alif atau


‫ ي‬.... ‫ـــــ‬ ā a dan garis di
ya
atas

‫ ي‬.... ‫ـــــ‬ Kasrah dan ya ̅i i dengan garis di


atas

‫ و‬.... ‫ـــــ‬ ḍammah dan wau ū u dengan garis di


atas
Contoh:

‫ قال‬: qāla
‫ وقى‬: waqā
‫ فِي ِه‬: f̅ihi
‫ ي ُقو ُل‬: yaqūlu
4. Ta Marbūṭah

Transliterasi untuk Ta Marbūṭahada dua, yaitu: Ta Marbūṭah yang hidup atau

mendapat harkat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah [t]. Sedangkan Ta

Marbūṭah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah [h].

xiii
Kalau pada kata yang berakhir dengan Ta Marbūṭah di ikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al-serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka Ta Marbūṭah

itu ditransliterasikan dengan ha (h).

Contoh:
‫روضةُ الطف ِال‬ : rauḍah al-aṭfāl

ُ‫امل ِدي نةُ ال ُمن َّورة‬ : al-mad̅inah al-munawwarah

ُ‫احلِكمة‬ : al-ḥikmah
5. Syaddah (Tasyd̅id)

Syaddah atau Tasyd̅id yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah

tanda Tasyd̅id)‫(ــّـ‬, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf

(konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah

B. Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan:

SWT : Subhananu Wata’ala

SAW : Sallahu ‘Alaihi Wasallam

AS : ‘Alaihi al-Salam

H : Hijrah

M : Masehi

SM : Sebelum Masehi

L : Lahir Tahun (Untuk orang yang masih hidup)

W : Wafat Tahun

QS/… 4 : Quran Surat … 4

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin pesat seharusnya menjadi suatu efisiensi

tersendiri bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, salah satu kebutuhan yang

menjadi penekanan dalam pemenuhannya adalah kebutuhan pada aspek pendidikan,

pendidikan kini menjadi tonggak utama dalam rekonstruski sosial dalam tatanan

kehidupan masyarakat yang idealis, oleh karena itu eksistensi pendidikan memiliki nilai

urgensitas tersendiri terhadap meningkatnya kualitas hidup manusia (Sumiarti, 2016).

Pendidikan sendiri memiliki signifikansi terhadap dinamika perjalanan bangsa

Indonesia, akan sangat sukar untuk dibayangkan bagaimana kondisi keilmuan bangsa

Indonesia saat ini tanpa adanya pendidikan yang bermutu dan akurat. Bukan menjadi

rahasia lagi bahwasanya ada begitu banyak lulusan pendidikan nasional yang berada di

berbagai posisi dalam elemen kehidupan masyarakat, mulai dari yang rendah hingga

yang tertinggi. Berangkat dari kenyataan tersebut, dalam kerangka pandang yang

fungsional, pendidikan memiliki kontribusi besar dalam membentuk masyarakat ilmiah

dan hal tersebut tidak dapat diabaikan.(Rosyadi, 2010).

Sebagai sebuah proses, secara subtansial, pendidikan merupakan sebuah upaya

transmisi peradaban dan kebudayaan sehingga terealisasi manusia yang sempurna

(tamam). (Fitriyani dkk, 2021). Tentunya proses tersebut tidak hanya mengembangkan

ranah kognitif, melainkan memiliki beberapa tujuan asasi yang meliputi pengembangan

ranah ‘aqliyyah, ruhaniyyah, jismiyyah, dan ijtima’iyyah. Selain itu, pendidikan tidak

dapat dipisahkan dengan upaya pengembangan akhlak atau karakter seseorang. Adapun

pembentuk akhlak yang terdapat dalam jiwa manusia tidak dapat terlepas dari unsur-

1
unsur jiwa yang terdiri dari akal, hati nurani, amarah dan syahwat. Pembentukan akhlak

juga tidak dapat terlepasakan dari faktor eksternal dimana reinforcement atau proses

penguatan, imitasi, reward dan punishment menjadi faktor pendukung. (al-Ghazali,

2012).

Terlepas dari kontribusi pendidikan terhadap kehidupan masyarakat yang tidak

dapat dikesampingkan, bukan berarti pendidikan sendiri sudah sempurna, dalam hal

kognifitif pun pendidikan belum pernah secara 100% meningkatkan daya pikir serta

keilmuan masyarakat Indonesia, terlebih lagi bila masuk ke ranah akhlak, karna

Pendidikan sendiri tidak hanya berada pada bahasan kognitif saja, namun akhlak harus

berada pada level yang sama dalam membangun taraf Pendidikan masyarakat, dan hal

tersebut yang seharusnya mendapat pembaharuan sehingga tidak mengalami stagnasi.

(Naim, 2010).

Degradasi akhlak yang kini terjadi pada bangsa Indonesia hingga saat ini

merupakan indikasi adanya kegagalan dalam pembangunan di bidang pendidikan. Hal

ini selalu di jumpai pada berbagai elemen kehidupan masyarakat Indonesia, seperti

korupsi yang marajelela pada lapisan masyarakat, tindak kekerasan mulai dari lapisan

masyarakat wajib didik hingga pejabat-pejabat negara pun tidak terelakkan, gambaran

tersebut lah menjadikan sebagian contoh terhadap terkikisnya akhlak dan moral bangsa

Indonesia (Muthohar, 2013).

Indikator lain yang mengkhawatirkan juga terlihat pada sikap kasar anak-anak

yang lebih kecil, seperti kurang hormat terhadap orang tua, guru, dan sosok-sosok lain

yang berwenang; kebiadaban yang meningkat, kekerasan yang bertambah, kecurangan

yang meluas, dan kebohongan yang semakin lumrah. Hal ini menunjukan bahwa ada

kegagalan pada institusi pendidikan dalam hal menumbuhkan manusia Indonesia

2
berkarakter atau berakhlak mulia. Padahal apabila melihat hal ini dari pelajaran agama

dan moral, semuanya bagus, dan bahkan dapat dipahami dan dihafal maksudnya. Untuk

itu, kondisi dan fakta kemerosotan akhlak dan moral yang terjadi menegaskan bahwa

para guru yang mengajar mata pelajaran apa pun harus memiliki perhatian dan

menekankan pentingnya pendidikan akhlak pada para siswa. (Zubaedi. 2011).

Melihat fenomena yang terjadi dalam kehidupan umat manusia pada zaman

sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai al-Qur‘an. Akibatnya banyak bentuk

penyimpangan dari nilai-nilai al-Qur‘an yang terjadi pada setiap lapisan masyarakat.

selain itu minimnya pengetahuan masyarakat terhadap nilai-nilai al-Qur‘an juga

menjadi faktor yang sangat penting dalam penyimpangan yang terjadi dalam

masyarakat. Ironisnya, jika melihat kebelakang, bangsa Indonesia dulunya adalah

bangsa yang penuh dengan segala macam ilmu pengetahuan dan memiliki nilai matabat

yang luhur dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang lain namun bangsa yang memiliki

pribadi yang luhur itu sudah tenggelam entah kemana dan bangsa Indonesia yang

sekarang bukanlah bangsa Indonesia yang dulu sebab sudah banyak atribut jelek yang

melekat pada bangsa ini. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Nurchaili dalam

jurnalnya :

Bangsa Indonesia berada pada titik nadir akan kehilangan jati dirinya, peradaban
bangsa yang luhur telah tenggelam entah kemana. Bangsa yang dulunya terkenal
dengan peradabannya yang tinggi, kini tergantikan dan terkenal dengan bangsa
yang korup, bangsa yang tidak memiliki keperibadian, bangsa yang kacau,
bangsa yang jorok, bodoh, anarkis dan banyak atribut jelek lainnya yang kini
melekat pada bangsa ini. Menyadari hal ini semua kita terperangah, dan mulai
melihat kiri kanan mencari alasan dan penyebab semua kekacauan ini. Siapa
yang salah dan siapa yang harus dipersalahkan. Sorotan terbersar tertuju pada
sistem pendidikan nasional. Berbagai pendapat dan kritik mulai terlontar. Sistem
pendidikan nasional dengan guru sebagai ujung tombaknya dianggap yang
paling bertanggung jawab terhadap kekacauan ini. Padahal jika kita simak visi
dan misi pendidikan Indonesia dalam UUD 1945, semua telah dituangkan
dengan cukup bijak. (Nurchaeli, 2010).

3
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa jati diri serta

peradaban bangsa Indonesia yang luhur tidak boleh hilang dengan sikap masyarakat

yang acuh tak acuh pada kemerosotan akhlak yang terjadi. Sudah saatnya bangsa ini

harus mulai bangkit dan mulai membenahi diri bukan saling menyalahkan satu pihak ke

pihak yang lain. Bangsa ini membutuhkan pertolongan dari semua pihak baik dari

lembaga pemerintahan ataupun lembaga pendidikan.

Merekonstruksi pendidikan dalam aspek akhlak dan moral tidak dapat

terpisahkan dalam pendidikan keagamaan. Dalam hal ini Imam al-Ghazali dalam

bukunya berdialog dengan al-Qur’an menyatakan bahwa :

“Ketika umat Islam menjauhi al-Qur‘an atau sekedar menjadikan alQur‘an


hanya sebagai bacaan keagamaan maka sudah pasti al-Qur‘an akan kehilangan
relevansinya terhadap realitas-realitas alam semesta. Kenyataannya orang-orang
diluar islamlah yang yang giat mengkaji realitas alam semesta sehingga mereka
dengan mudah dapat mengungguli bangsa-bangsa lain, padahal umat islamlah
yang seharusnya memegang semangat al-Qur‘an.” (al-Ghazali, 1999)

Pendidikan akhlak menurut al-Qur‘an adalah suatu usaha yang dilakukan secara
sadar guna memberikan pendidikan jasmani dan rohani berdasarkan ajaran Islam yang
berupa penanaman akhlak mulia yang merupakan cermin kepribadian seseorang,
sehingga menghasilkan perubahan yang direalisasikan dalam kenyataan kehidupan
sehari-hari. Kenyataan hidup yang meliputi : tingkah laku yang baik, cara berfikir yang
baik dan bersikap baik yang dapat menjadikan manusia sempurna.
Pendidikan akhlak dalam Islam sudah tertulis jelas didalam al-Quran surat Al-
Qalam ayat 4 :
َ ُ ُ َ َ َ َّ
٤ ‫َو ِإنك ل َعل ٰى خل ٍق ع ِظيم‬
Terjemahnya : ”Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung”

Demikian pula misi utama diutusnya Rasulullah shallallahu ‗alaihi was sallam
adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak yang mulia. Sebagaimana
dalam al-Qur‘an surah al- Ahzab ayat 21 :
ٗ
َ َّ َ َ
َ َ َ َ َ َ َ َ َّ ْ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َّ ُ َ َ َ َ َّ
ُ ‫ان لكمۡ في َر‬
ٓ
٢١ ‫ ِلمن كان يرۡجوا ٱهلل وٱلۡيوۡم ٱلۡأ ِخر وذكر ٱهلل ك ِثيرا‬ٞ‫هلل أسۡوة حسنة‬
ِ ‫ول ٱ‬‫س‬ ِ ‫لقدۡ ك‬
ِ

4
Terjemahnya : ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”

Akhlak Merupakan barometer terhadap kebahagiaan, keamanan dan ketertiban

dalam kehidupan manusia dan dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan berdirinya

suatu umat, sebagaimana shalat sebagai tiang agama. Dengan kata lain, apabila rusak

akhlak suatu umat maka rusaklah bangsanya. Sesuai dengan hadits Nabi Muhammad

SAW :
َ
َ ُ َ ََ َ ُ َ َ َ َ ُ ْ َ ُ َ َْ ُ َ
‫اسدوا َولا‬ ‫ لا تح‬: ‫ قال َر ُس ْول اهللِ صلى اهلل عليه وسلم‬: ‫اهلل عنه قال‬ ‫ر َرة َر ِض َي‬ ‫ع ْن أ ِبي ه ي‬
ْ َ ُ ُ ْ َ َ ُ ُ ْ َ ََ َ ُ َ ََ َ ُ َ َ َ
. ‫تناجشوا َولا تباغضوا َولا تد َاب ُروا َولا َي ِب ْع َبعضك ْم على َب ْي ِع َبع ٍض َوك ْونوا ِع َباد اهللِ ِإخ َوانا‬
َ ُْ ُ ْ َّ ُ ُ ْ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ َ ُ ُ ُ ْ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ ْ َ
َ َ ُ َ َ ْ ُ ُ ُ ْ ُْ
‫ التقوى ههنا –وي ِشير ِإلى‬. ‫المس ِلم أخو المس ِل ِم لا يظ ِلمه ولا يخذله ولا يك ِذبه ولا يح ِقره‬
ْ َ َ ْ ُّ ُ ْ ُ َ َ َْ ْ
َ
َّ َ َ َ َ ْ َ
‫ كل المس ِل ِم على المس ِل ِم‬،‫ئ ِم َن الش ِر أن يح ِقر أخاه المس ِلم‬
ْ ُ ْ ُ َ ْ ُ َ ‫ر‬
ٍ ِ
ْ ‫بح َسب‬
‫ام‬ ِ ِ – ‫ات‬ٍ ‫ر‬ َّ‫ث َم‬ ‫صد ِرهِ ثلا‬
ُ
ُ ُ ُ ُ َ َ
)‫ح َرام د ُمه َو َماله َو ِع ْرضه (رواه مسلم‬
Terjemahnya : “Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Janganlah kalian saling dengki, saling
menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian
menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-
hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim
yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak
mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk
dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia
menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain;
haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya” (H.R Muslim).

Berdasarkan hadits diatas dapat penulis ambil sebuah kesimpulan bahwa akhlak

suatu bangsa akan hancur apabila diantara kita saling membenci, menipu, dendam dan

memutuskan hubungan (silahturahmi). Oleh karena itu dalam membentuk pendidikan

akhlak yang berkualitas sebaiknya dalam suatu bangsa tidak terlepas dari peran

pentingnya sosok generasi yang biasa kita sebut dengan remaja. Oleh karena itu

keagamaan dari sudut pandang remaja ini perlu diperhatikan pula. Identitas keagamaan

5
remaja adalah sikap yang diwujudkan dengan pengalaman sepenuhnya terhadap ajaran

agamanya, dalam hal ini adalah ajaran Allah SWT, dan Rasul-Nya.

Berangkat dari pentingnya akhlak dalam tatanan pendidikan di Indonesia, hingga

saat ini mayoritas masyarakat kerap memilih pesantren menjadi sarana pendidikan

dimana akhlak menjadi prioritas di dalamnya, Pesantren sebagai salah satu lembaga

pendidikan, memiliki kontribusi nyata dalam pembangunan pendidikan. Pesantren

memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan mengembangkan karakter

masyarakat. Hal tersebut dikarenakan dalam kegiatannya terangkum dalam “Tri Dharma

Pesantren” yaitu: 1) Keimanan dan Ketakwaan kepada Allah Swt; 2) Pengembangan

keilmuan yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan negara.

(Subekti, 2018)

Pesantren yang menjadi fokus utama demi aktualisasi proses pendidikan akhlak

yang ditujukan oleh peneliti ialah Pondok Pesantren Darussalam Gontor, terkhusus pada

Pondok Pesantren Darussalam Gontor 6 Kendari, salah satu falsafah yang digunakan

dalam hal membangun akhlak santri pada Pesantren Gontor 6 Kendari ialah panca jiwa,

panca jiwa sendiri merupakan nilai-nilai yang dijiwai oleh siapapun yang berkecimpung

di pondok modern. Tidak hanya santri tapi juga berlaku untuk para guru, kyai, bahkan

para keluarga kyai. Panca jiwa tersebut meliputi jiwa keikhlasan, kesederhanaan,

berdikari, ukhuwah Islamiyyah, dan kebebasan. (Zarkasyi, 2005) Konsep panca jiwa ini

dibangun agar para santri memahami makna, nilai, dan tujuan pendidikan sebenarnya;

bahwa pendidikan yang penting adalah akhlaqul karimah dan kepribadian, serta

didukung intelektualitas yang memadai. Begitu pentingnya akhlakul karimah atau

pribadi akhlaki, sehingga konsep itu terpatri dalam motto Pondok. Karakter pribadi

yang berakhlak mulia, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan bebas dalam berfikir

6
sebagai aspek teologis personal didasarkan pada nilai-nilai pendidikan integral.

(Subekti. 2018)

Konsep Panca Jiwa memiliki kontribusi yang baik untuk membangun karakter

bangsa dan mampu menghadapi arus perkembangan zaman globalisasi dan informasi

yang begitu pesat bagi perkembangan pendidikan indonesia, termasuk pesantren.

Dengan gempurnya budaya asing yang begitu dahsyat, sedikit banyak telah membawa

dampak bagi upaya penanaman nilai-nilai agama pada diri santri. Itu sebabnya, pada

aspek pendidikan karakter sampai hari ini mengalami tantangan yang begitu berat.

Bahkan dalam realitas, pendidikan pesantren disinyalir masih belum berhasil dalam

membentuk budi pekerti atau akhlak siswa secara optimal.

Pesantren sebagai tempat pendidikan kedua setelah keluarga, merupakan sebuah

lembaga yang sangat penting bagi anak dalam upaya mengajarkan ajaran Islam sebagai

pandangan hidup anak. Seiring dengan perkembangan zaman masa kini, banyak sekali

tantangan yang dihadapi oleh umat manusia. Ini semua disebabkan karena adanya

kemunduran moral umat manusia dengan berbagai kehidupan dalam masyarkat. Dengan

adanya pendidikan akhlak, seharus nya umat manusia harus menjadi lebih baik, karena

sejak kecil umat manusia telah dibekali dengan pendidikan akhlak. Namun pada

kenyataanya, banyak dari umat manusia saat ini yang banyak mengalami krisis akhlak.

Ini semua disebabkan adanya perkembangan teknologi yang begitu cepat. Strategi

(rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahakan masalah

atau mencapai tujuan) yang harus dilakukan oleh orang tua maupun oleh ustadz dalam

mendidik akhlak santri, sebaiknya menggunakan beberapa metode diantara keteladanan

atau pembiasaan tentang sikap yang baik, tanpa adanya keteladanan atau pembiasaan

tentang sikap yang baik pendidikan tersebut akan sulit mencapai tujuan yang

7
diharapkan, dan sudah menjadi kewajiban orang tua dan ustadz untuk memberikan

keteladanan atau contoh yang baik dan membiasakannya bersikap baik pula. Hal serupa

yang dikatakan oleh salah satu ustadz bahwa “pertama kali anak-anak atau calon santri

masuk disini banyak diantara mereka kurang tata krama baik secara komunikasi, cara

berpakaian yang baik sampai pada tingkah laku mereka. dan beberapa keluhan dari wali

santri juga ingin memasukkan anaknya ke pesantren karena pergaulan diluar makin

marak terjadi hal-hal yang negative” (Wawancara tidak terstruktur, 31 Juli 2023, pukul

14:15 Wita Pondok Modern Gontor).

Falsafah panca jiwa kini sudah banyak diterapkan di pondok-pondok modern

dan tidak hanya di Pondok Darussalam saja, diterapkannya dalam hal ini tentunya

membentuk pendidikan berkarakter berbasis akhlak berdasarkan syariat Islam, namun

bukan menjadi rahasia lagi bahwasanya meski diterapkan falsafah tersebut masih

terdapat beberapa hal-hal yang kerap dilakukan para santri dimana falsafah tersebut

tidak berkesinambungan dengan akhlak dan karakter santri, berdasarkan hasil observasi

awal peneliti, masih terdapat beberapa para santri yang di dalam maskan atau

asramanya melakukan pembongkaran lemari dan mengambil barang dari teman santri

sekamarnya yang sedang pulang kampung, hal itu dilakukan karena teman santri

tersebut dinilai kopat atau pelit pada teman sekamarnya dan juga ada rasa kesal

tersendiri, masih ada beberapa para santri yang naik ke atas plafon asrama untuk

merokok, masih terdapat beberapa santri senior baik itu mudabbir asrama yang kerap

memberlakukan hukuman dalam bentuk kekerasan fisik terhadap adik-adik santri junior

di bawahnya, hal itu dilakukan dikarenakan santri senior yang bersangkutan juga

mendapatkan perlakuan yang sama dan bahkan lebih dari seniornya, hal-hal seperti

itulah yang kini masih menjadi pertanyaan tersendiri bagi peneliti dimana apakah

8
falsafah panca jiwa yang didalamnya mengandung nilai-nilai akhlak masih memiliki

pengaruh yang signifikansi terhadap aktualisasi proses pendidikan akhlak para santri

Pendidikan akhlak seharusnya menjadi proses pendekatan yang digunakan

secara komprehensif dalam artian menyentuh sendi-sendi kehidupan santri sehari-

harinya, pendidikan dilakukan secara kondusif baik dilingkungan pesantren, dikalangan

keluarga maupun di masyarakat. Pendidikan akhlak perlu perhatian yang terus menerus

dipikirkan dan dilakukan secara konsisten dan pembelajaran akhlak di integrasikan

dalam kurikulum secara praktis baik di pesantren maupun dikalangan masyarakat (Setyo

Raharjo: 2005). Atas dasar permasalahan diatas, peneliti ingin melakukan penelitian

secara spesifik terkait pengaruh falsafah Pondok Pesantren Darussalam Gontor 6

Kendari yakni panca jiwa sebagai sarana aktualisasi proses pendidikan akhlak santri

sangat penting ditanamkan dalam sendi-sendi kehidupan santri, khususnya Pondok

Pesantren Darussalam Gontor 6 Kendari yang mana menjadi kewajiban para pendidik

yaitu menanamkan nilai-nilai akhlak sesuai dengan ajaran Qur’an dan Sunnah. Maka

dari itu peneliti mengangkat judul “Pengaruh Panca Jiwa terhadap Aktualisasi Proses

Pendidikan Akhlak Peserta didik Di Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari”.

1.2 Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada pengaruh panca jiwa terhadap aktualalisasi

pendidikan akhlak dalam membentuk karakter santri yang ada di Pondok Pesantren

Darussalam Gontor 6 Kendari.

1.3 Rumusan Masalah

a. Bagaimana dinamika proses pendidikan akhlak santri di Pondok Modern

Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari?

9
b. Sejauh mana pengaruh panca jiwa dalam mengaktualisasikan pendidikan akhlak

santri di Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin

Kendari?

1.4 Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan rumusan masalah yang telah diidentifikasi, maka tujuan

penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan dinamika proses aktualisasi pendidikan akhlak para santri di

Pondok Pesantren Darussalam Gontor 6 Kendari

b. Menganalisa serta mengidentifikasi apakah falsafah panca jiwa memiliki pengaruh

dalam mendorong aktualisasi proses pendidikan akhlak para santri serta tantangan

pendidik di Pondok Pesantren Darussalam Gontor 6 Kendari

1.5 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh lembaga

pendidikan baik secara teoritis maupun secara praktis.

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis hasil produk penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi

pada lembaga pendidikan dalam memodivikasi penanaman nilai-nilai pendidikan

akhlak sehingga pembentukan nilai tentang akhlak mampu ditanamkan oleh peserta

didik secara maksimal dan terstruktur.

10
b. Manfaat praktis

Adapun secara praktis dibagi menjadi 3 bagian diantaranya:

1) Bagi Lembaga pendidikan

Diharapkan penelitian mampu memberikan gambaran secara sederhana

dalam menanamkan nilai pendidikan akhlak secara praktis dengan modivikasi

yang baru baik dari kurikulum ataupun dalam pelaksanaannya.

2) Bagi ustadz

Diharapkan setiap pendidik mampu menekankan dan menjadi perhatian

khusus tentang pentingnya pembentukan karakter santri melalui kegiatan-

kegiatan yang ada disekolah maupun melalui pembelajaran secara formal.

3) Bagi santri

Diharapkan setiap santri mampu memahami pentingan pendidikan

akhlak sebagai kunci utama dalam membentuk diri mereka dan sekaligus

sebagai modal utama dalam mempraktikan dalam kehidupan sosial.

11
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Relevan

Beragam pendekatan untuk penelitian tentang bagaimana proses pendidikan

akhlak secara umum di lembaga pendidikan konvensional, maupun yang lebih khusus

seperti di Pondok Pesantren, di lain hal penelitian lain berupa pembahasan panca jiwa

juga dibahas dalam literatur akademis dalam bentuk tesis, disertasi, dan berbagai artikel

yang tidak diragukan lagi, para peneliti telah melakukan identifikasi serta analisis yang

mendalam bertalian dengan pendidikan akhlak, yang juga mencakup pada objek didik

seperti murid di sekolah maupun santri di pondok pesantren. Penelitian di masa lalu

telah secara ekstensif meneliti studi yang berkaitan dengan berbagai proses daripada

pendidikan, baik itu yang sifatnya kognitif maupun karakteristik dan akhlak.

Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, peneliti belum menemukan penelitian

sebelumnya yang secara eksplisit membahas tentang pengaruh panca jiwa terhadap

aktualisasi proses pendidikan akhlak, khususnya bagi santri yang menjadi objek didik

serta tempat penelitian yakni pada Pondok Pesantren Darussalam Gontor 6 Kendari.

Beberapa karya ilmiah yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penelitian Tesis dengan judul “Implementasi Panca Jiwa Dan Implikasinya Dalam

Pembelajaran Di Pondok Pesantren Modern Darunnajat Desa Tegalmunding

Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes” di IAIN Purwokerto oleh saudara Wiwit

Aji Subekti, Tahun 2018. Dimana dalam penelitiannya dikatakan bahwa

implementasi pancajiwa dan implikasinya dalam pembelajaran di Pondok Pesantren

Modern Darunnajat Desa Tegalmunding Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes

ditanamkan melalui sistem kegiatan keorganisasian dan kegiatan-kegiatan di PPM

12
Darunnajat lainnya. Dalam sistem keorganisasian, pola implementasi panca jiwa

dapat dibangun melalui organisasi Persatuan Santri Darunnajat (PERSADA). Pola

implementasi panca jiwa juga dibangun melalui kegiatan-kegiatan yang ditetapkan

oleh pemimpin pondok yaitu kegiatan ekstrakurikuler atau kursus dan kegiatan

terstruktur, baik harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Kemudian Panca jiwa

berimplikasi pada sistem pembelajaran yang diterapkan di PPM Darunnajat tidak

sepenuhnya menerapkan sistem pembelajaran murni pesantren modern (khalaf),

namun juga memiliki kombinasi antara salaf dan khalaf, dari penelitian sebelumnya

dan penelitian ini, terdapat persamaan pada objek penelitiannya berupa pondok

pesantren, dimana santri yang menjadi objek didik adalah objek penelitian

primernya, pembahasan panca jiwa menjadi persamaan yang menjadi fokus

penelitian dari kedua penelitian tersebut, yang menjadi perbedaan berupa tujuan

dari penelitian tersebut dimana penelitian tersebut secara eksplisit membahas terkait

implementasi dan implikasi dari panca jiwa dalam pembelajaran dimana maksud

dari pembelajaran masih mencakup secara general dan tidak secara eksplisit

ditujukan pada pembelajaran dari aspek apa, sedangkan penelitian ini membahas

tentang pengaruh panca jiwa terhadap aktualisasi daripada proses pendidikan

akhlak, dalam artian peneliti lebih menitikberatkan pada pembahasan akhlak, selain

itu juga terletak pada perbedaan tempat penelitian dimana penelitian sebelumnya

dilaksanakan di pondok pesantren Darunnajat Desa Tegalmunding Kecamatan

Bumiayu Kabupaten Brebes, sedangkan penelitian ini dilaksanakan di pondok

pesantren darussalam Gontor 6 Kendari. (Subekti, 2018)

13
b. Penelitian Disertasi dengan judul “Aktualisasi Pendidikan Akhlak Konsep Ta’lim

Al-Muta’allim Az-Zarnuji Studi di Pesantren Salafiyah Wilayah Mataram Jawa

Timur” di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta oleh saudara Rido

Kurnianto, Tahun 2021. Dimana dalam penelitianya dijelaskan ada 2 temuan.

Pertama, penggunan kitab Ta’lim al-Mut’allim az-Zarnuji sebagai kitab penting

akhlak pendidikan di Pesantren Salafiyah di wilayah Mataram Jawa Timur dipilih

karena pertimbangan model pembahasannya yang sistematis dan mudah dipahami,

juga atas pertimbangan kepatuhan terhadap sistem yang ditetapkan pihak Pesantren.

Kedua, dinamika praktek pendidikan akhlak yang dielaborasi dari akhlak

pendidikan dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim az-Zarnuji dilakukan oleh pesantren

Salafiyah di wilaya Mataram Jawa Timur sebagai respon pesantren terhadap

modernisasi dalam bentuk sistem klasikal melalui sekolah formal dan penggunaan

media pembelajaran modern. Khusus yang terjadi di PP Sabilut Taqwa Nganjuk,

mereka menggunaan kitab tersebut sebagai suatu hal yang mendukung

pembelajaran “gaya kuno” dan menolak pembelajaran “gaya modern”. Yang

menjadi kesamaan dalam penelitian ini terletak pada pembahasan mengenai

bagaimana meningkatkan pendidikan akhlak santri, Adapun yang menjadi pembeda

yakni terletak pada cara peningkatan pendidikan akhlak santri itu dilakukan,

dimana dalam penelitian sebelumnya secara eksplisit menggunakan kitab yang

menjadi rujukannya, dan penelitian ini menggunakan falsafah yang telah lama

dianut oleh pesantren, di lain hal ada beberapa temuan yang didapatkan penelitian

sebelumnya yang tidak menjadi fokus utama dalam penelitian ini. (Kurnianto,

2021)

14
c. Penelitian artikel jurnal dengan judul “Aktualisasi Akhlak dalam Pendidikan” di

Pascasarjana Program Magister PAI STAIN Pemekasan oleh saudara Subahri tahun

2015, yang dalam penelitiannya dinyatakan bahwa usaha aktualisasi nilai-nilai

akhlak memerlukan proses yang lama, agar penanaman tersebut bukan sekedar

formalitas namun telah masuk dalam tataran praktis. Namun, tidak mudah

menanamkan akhlak yang baik melalui pendidikan. Ada sejumlah problem yang

dihadapi, yaitu keteladanan guru (pendidik) yang kurang; suasana sekolah yang

tidak kondusif; sekolah kurang optimal dalam aktualisasi akhlak; karakter siswa

yang beragam yang berasal dari keluarga yang beragam pula; kurangnya

komunikasi antara orang tua peserta didik dan sekolah (institusi); serta dampak

negatif arus modernisasi yang kian tak terbendung, dari hasil penelitian tersebut

yang menjadi persamaan dari kedua penelitian ini dimana penelitian sebelumnya

masih secara general membahas bagaimana meningkatkan akhlak dalam sendi-

sendi pendidikan yang diterapkan, begitupula dengan penelitian ini yang berfokus

pada peningkatan pendidikan akhlak, namun dari hasil penelitian sebelumnya masih

terkesan skeptis dalam upaya peningkatan akhlak pada sistem pendidikan saat itu

yang dipengaruhi beberapa faktor, baik dari tenaga pendidiknya hingga sistem

pendidikan yang diterapkan, Adapun yang menjadi pembeda bahwa penelitian ini

menjadikan panca jiwa sebagai fokus yang memberi pengaruh dalam aktualisasi

pendidikan akhlak santri, dimana penelitian sebelumnya tidak ditemukan hal

tersebut, di lain hal objek penelitian juga menjadi pembeda, dimana penelitian

sebelumnya masih secara general dan belum ada fokus pada aspek objek

penelitiannya, Adapun penelitian ini berfokus pada objek penelitian yakni santri.

15
d. Penelitian artikel jurnal dengan judul “Pendidikan Karakter sebagai upaya

menciptakan Akhlak Mulia” oleh saudara Subahri tahun 2012, dimana dalam

penelitiannya dijelaskan bahwa Pendidikan karakter dapat berjalan efektif dan

berhasil apabila dilakukan secara integral dimulai dari lingkungan rumah tangga,

sekolah dan masyarakat. Karakter yang harus ditanamkan kepada peserta didik di

antaranya adalah; cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya,

tanggungjawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang,

peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah,

keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan

persatuan. Sedangkan akhlak mulia adalah keseluruhan kebiasaan manusia yang

berasal dalam diri yang di dorong keinginan secara sadar dan dicerminkan dalam

perbuatan yang baik. Dengan demikian apabila karakter-karakter yang luhur

tertanam dalam diri peserta didik maka akhlak mulia secara otomatis akan

tercermin dalam perilaku peserta didik dalam kehidupan keseharian. Dari hasil

penelitian sebelumnya, yang menjadi persamaan dari kedua penelitian tersebut yang

berfokus pada pembangunan akhlak serta karakteristik demi menciptakan akhlak

mulia dengan basis pada syariat Islam, dalam penelitian sebelumnya dikatakan

membangun pendidikan akhlak harus adanya proses integrasi antara pendidikan

akhlak yang diterapkan di sekolah serta keluarga, dan apabila dari kedua hal

tersebut tidak terpenuhi maka akan menciptakan sistem pendidikan akhlak yang

imbalance sehingga peningkatan akhlak peserta didik sulit dilakukan, Adapun yang

menjadi pembeda dari kedua penelitian ini, bahwa penelitian sebelumnya masih

secara general membahas tentang aktualisasi pendidikan karakter dan

akhlak,sedangkan penelitian ini menjadikan falsafah panca jiwa pondok menjadi

16
fokus utama dalam membangun karakter dan akhlak peserta didik yang dimana

tidak ditemukan pada penelitian sebelumnya.

e. Penelitian artikel jurnal dengan judul “Relevansi Living Value Education dalam

kitab Ta’lim Muta’alim dan Aktualisasinya pada Pendidikan Akhlak di Pondok

Pesantren Nurul Hidayah Wonosari Kaliwates Jember” oleh saudara Mastur tahun

2021, dimana dalam penelitiannya dijelaskan bahwa relevansi living value

education dalam kitab Ta’lim Muta’alim pada pendidikan akhlak tentang kesalehan

individual di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Wonosari Kaliwates Jember, bahwa

untuk menilai kasalehan santri, itu bisa diketahui bahwa mereka melaksanakan

sholat dhuha, tahajjud, membaca al-qur’an tanpa disuruh, dan santri menanam

sayuran. Relevansi living value education dalam kitab Ta’lim Muta’alim pada

pendidikan akhlak tentang kesalehan sosial santri di Pondok Pesantren Nurul

Hidayah Wonosari Kaliwates, bahwa santri dibiasakan selesai sholat mereka harus

bersalaman dengan semuanya itu dalam rangka supaya hubungan antar sesama itu

bisa berjalan dengan baik. Dan adanya kegiatan kajian kitab, muhadharah, tahlilan,

istighosah bersama, memelihara ikan, merawat teman yang sedang sakit, serta

kegiatan al banjari yang dilaksanakan bersama- sama. Kesamaan antara penelitian

sebelumnya dan penelitian ini terletak pada aktualisasi pendidikan akhlak santri,

adapun yang menjadi pembeda dimana penelitian sebelumnya menggunakan

konsep living value education pada kitab Ta’lim Muta’allim sebagai aktualisasi

pendidikan akhlak santri, dan penelitian ini memfokuskan pada panca jiwa dalam

aktualisasi Pendidikan akhlak santri, selain itu ada perbedaan dalam hal tempat

penelitian dari kedua penelitian ini. (Mastur, 2021).

17
f. Penelitian artikel jurnal dengan judul “Konsep Pendidikan Akhlak Persepektif

Imam Al-Ghazali Dan Aktualisasinya Pada Pendidikan Islam Di Indonesia” oleh

saudari Fitriyani Sahurung, dkk tahun 2021, dimana dalam penelitiannya dijelaskan

bahwa Konsep pendidikan akhlak yang dikonsepkan oleh Imam Al Ghazali masih

digunakan sampai saat ini salah satunya dapat kita lihat dari penerapan pada

penerapan pendidikan karakter atau pendidikan moral disekolah. Konsep

pendidikan akhlak yang dikembangkan Imam Al Ghazali digunakan samapai saat

ini karena di anggap masih relevan dengan keadaan zaman. Namun walaupun

masih relevan tidak menutup kemungkinan bahwa konsep tersebut juga

membutuhkan pengembangan kembali agar lebih sesuai dengan keadaan sekarang

dimana manusia dihadapkan dengan kecanggihan teknologi. Oleh karena itu

pendidikan akhlak sebaiknya dijaga dan dikembangkan agar tidak hilang dan

digantikan dengan hal yang lain. Kesamaan antara penelitian sebelumnya dan

penelitian ini terletak pada aktualisasi pendidikan akhlak, Adapun perbedaannya

terletak dimana penelitian sebelumnya lebih membahas pada pandangan imam al-

ghazali pada konsep Pendidikan akhlak serta aktualisasinya, Adapun penelitian ini

lebih memfokuskan pada falsafah panca jiwa dalam aktualisasi pendidikan akhlak

santri, selain itu pada penelitain tidak memliki tempat penelitian dan masih bersifat

umum yakni pada pendidikan akhlak di Indonesia, Adapun tempat penelitian pada

penelitian ini lebih memfokus pada pondok pesantren yakni Gontor Putra 6

Kendari. (Sahurung, dkk. 2021)

18
g. Penelitian artikel jurnal dengan judul “Implementasi Pendidikan Akhlak Santri Di

Pondok Pesantren Modern El-Fira” oleh saudari Ulfatun Nafisah & Slamet Yahya

tahun 2022, dimana dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Akhlak santri di Pondok

Pesantren Modern El-Fira berfariasi dan tidak bisa di samaratakan. Sebab masing-

masing santri sebelum datang ke Pondok, mereka hidup di latar belakang dan

lingkungan yang berbeda-beda. Namun setelah ada pengarahan dan teladan dari

Asatidz dan Asatidzah di Pondok tersebut sudah mengacu pada sikap yang positif,

karena selain arahan dan teladan, santri juga mengaji kitab Ta’limul Muta’alim dan

akhlaqul banat. Sehingga santri di harapkan setelah keluar dari Pondok Pesantren

Modern El-Fira mempunyai bekal kelak ketika terjun di masyarakat. Yaitu menjadi

santri yang mempunyai akhlaqul karimah dengan keluarga, teman dan masyarakat

dan mampu berwawasan luas sehingga mampu berinteraksi baik dengan

masyarakatnya. Pada kedua penelitian ini, yang menjadi persamaan pada penelitian

sebelumnya dan penelitian ini terdapat pada peningkatan pendidikan akhlak santri,

Adapun yang menjadi pembeda yakni dimana penelitian sebelumnya memfokuskan

peningkatan pendidikan akhlak santri melalui kitab Ta’lim Muta’allim dan akhlaqul

banat, Adapun penelitian ini memfokuskan falsafah panca jiwa pada aktualitasi

pendidikan akhlak santri, selain itu yang menjadi pembeda terletak pada tempat

penelitian berlangsung, dimana penelitian sebelumnya terletak di Pondok Pesantren

Modern El-fira Purwokerto, Adapun penelitian ini terletak di Pondok Modern

Darussalam Gontor Putra 6 Kendari. (Nafisah & Yahya, 2022)

19
2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Pendidikan Akhlak & Karakter

Berikut ini akan dijelaskan beberapa poin tentang pengertian pendidikan

akhlak & karakter, tujuan pendidikan, metode pendidikan, serta proses pendidikan

akhlak & karakter

a. Pengertian Pendidikan Akhlak & Karakter

Pendidikan karakter berasal dari tiga kata, yakni pendidikan, akhlak,

dan karakter, menurut para ahli, kata pendidikan mempunyai definisi yang

berbeda-beda tergantung pada sudut pandang, paradigma, metodologi, dan

disiplin keilmuan yang digunakan, diantaranya :

1) Menurut D. Marimba, pendidikan adalah “Bimbingan atau pembinaan

secara sadar oleh pendidik terhadap kesehatan Jasmani & Rohani anak didik

menuju terbentuknya kepribadian yang utuh. (Marimba, 2010).

2) Menurut Doni Koesoema A yang mengartikan pendidikan sebagai proses

internalisasi budaya ke dalam diri individu dan masyarakat menjadi beradab.

(Koesoema, 2017).

3) Ki Hadjar Dewantara mendefinisikan bahwa pendidikan adalah daya upaya

untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak agar selaras

dengan alam dan masyarakatnya. (Dewantara. 2007).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dalam hal ini peneliti sendiri

condong pada pendapat Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yang

kemudian disandingkan dengan karakter sehingga menjadi pendidikan

karakter yang objektifitasnya pada pendidikan di Indonesia.

20
Adapun karakter secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yakni

charassein yang berarti to engrave (Ryan & Bohlin, 2010). Kata “To

Engrave” sendiri dapat diartikan sebagai mengukir, melukis, memahatkan,

atau menggoreskan. Berdasarkan KBBI, kata karakter diartikan dengan

tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan

seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa diartikan sebagai

huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar

dengan papan ketik. Orang yang berkarakter berarti orang yang

berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.

Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas

Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to

respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya Lickona

menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts:

moral knowing, moral feeling, and moral behavior”(Lickona, 2009)

Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan

tentang kebaikan (moral khowing), lalu menimbulkan komitmen (niat)

terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan

kebaikan (moral behaviour). Dengan kata lain, karakter mengacu kepada

serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi

(motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

Thomas Lickona mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat

alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral yang

dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik,

jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia

21
lainnya. Pengertian ini mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles,

bahwa karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus

menerus dilakukan. Lebih jauh, Lickona menekankan tiga hal dalam

mendidik karakter. Tiga hal itu dirumuskan dengan indah: knowing, loving,

and acting the good. Menurutnya keberhasilan pendidikan karakter dimulai

dengan pemahaman karakter yang baik, mencintainya, dan pelaksanaan atau

peneladanan atas karakter baik itu. (Lickona, 2009).

Pendidikan karakter juga merupakan proses kegiatan yang mengarah

pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan budi harmoni

yang selalu mengajarkan, membimbing, dan membina setiap menusiauntuk

memiliki kompetensi intelektual, karakter, dan keterampilan menarik. Nilai-

nilai pendidikan karakter yang dapat dihayati dalam penelitian ini adalah

religius, nasionalis, cerdas, tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, dan

arif, hormat dan santun, dermawan, suka menolong, gotong-royong, percaya

diri, kerja keras, tangguh, kreatif, kepemimpinan, demokratis, rendah hati,

toleransi, solidaritas dan peduli. (Republik Indonesia. 2006).

Karakter itu, perlu ditanamkan dalam pendidikan holistik dengan

menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the

good. Hal tersebut diperlukan agar anak mampu memahami,

merasakan/mencintai dan sekaligus melaksanakan nilai-nilai kebajikan. Bisa

dimengerti, jika penyebab ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku

baik, walaupun secara kognitif anak mengetahui, karena anak tidak terlatih

atau terjadi pembiasaan untuk melakukan kebajikan.

22
Akhlak sendiri Secara terminologis merupakan bentuk jamak dari

kata khuluqun diartikan sebagai perangai atau budi pekerti, gambaran batin

atau tabiat karakter. (Zuhairini. 2008).

Secara epistimologis akhlak adalah suatu perilaku, budi pekerti yang

dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada.

Dengan demikian akhlak merupakan aspek ajaran Islam yang menyangkut

tentang norma-norma bagaimana manusia harus berperilaku, baik terhadap

Allah maupun sesama makhluk ciptaan Allah, berikut dibawah ini

merupakan pembahasan mengenai ruang lingkup akhlak, yaitu:

1) Akhlak kepada Allah

Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau

perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk,

kepada Tuhan sebagai khalik. (Zuhairini. 2008). seperti yang dijelaskan

di atas yang dimaksud akhlak kepada Allah yaitu sikap dan perbuatan

kita melakukan segala yang diperintah Allah dengan ikhlas, seperti

mengerjakan shalat, berpuasa, menunaikan zakat, dan segala perintah-

perintah Allah harus dikerjakan dengan hati yang ikhlas. Tidak hanya itu

saja berakhlak kepada Allah juga dapat diaplikasikan lewat percaya

terhadap tuhan, ihsan, dan bertakwa.

2) Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri,

manusia perlu berinteraksi dengan sesamanya yaitu dengan akhlak yang

baik. Akhlak terhadap sesama manusia meliputi: akhlak terhadap

Rasulullah SAW, akhlak terhadap kedua orang tua, akhlak terhadap diri

23
sendiri, akhlak terhadap keluarga dan kerabat, akhlak terhadap tetangga

dan masyarakat. (Muchtar. 2012).

Selain ungkapan diatas yang dimaksud dengan akhlak kepada

sesama manusia yaitu interaksi atau terjadinya kontak hubungan antar

manusia dalam sehari-hari, namun disini proses hubungan sesama

manusia dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Hubungan positif seperti: silaturahmi, mempererat tali

persaudaraan, berbuat adil kepada semua orang, berbuat baik

kepada semua orang, memiliki sikap rendah hati, tepat janji,

berlapang dada, menjadi orang yang selalu dipercaya, dermawan

dan bersikap bijaksana kepada semua orang.

b) Hubungan negatif: membunuh, menyakiti badan (baik diri sendiri

atau orang lain), mengambil harta tanpa adanya alasan yang

benar, menceritakan aib seseorang kepada orang lain, dll.

(Mukni’ah, 2011)

3) Akhlak Terhadap Lingkungan

Akhlak terhadap lingkungan adalah sikap seseorang terhadap

lingkungan (alam) di sekelilingnya. Sebagaimana diketahui bahwa Allah

menciptakan lingkungan yang terdiri dari hewan, tumbuhan, air, udara,

tanah, dan benda-benda lain yang terdapat dimuka bumi. Semuanya

diciptakan Allah untuk manusia. Pada dasarnya semua yang diciptakan

Allah tersebut diperuntukkan untuk kepentingan semua manusia dalam

rangka memudahkan dirinya dalam beribadah kepada Allah. (Jamil.

2013)

24
Berakhlak kepada lingkungan yaitu menjaga atau merawat

kelestarian lingkungan alam disekitar kita, untuk memulainya kita dapat

mengawali dengan membuang sampah pada tempatnya, mengurangi

pemakaian plastik, tidak menebang pohon sembarangan. (Mukni’ah,

2011).

Manusia adalah makhluk Allah sejak dahulu merasa mampu

melaksanakan amanah yang diberikan Allah kepadanya baik dalam

bentuk peribadahan kepada Allah maupun memelihara bumi dan langit

tersebut dari kerusakan yang dibuat oleh tangan mereka.

2.2.2 Tujuan Pendidikan Akhlak dan Karakter

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas) Bab II Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradabanbangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung

jawab. (Republik Indonesia. 2006).

Menurut Euis Sunarti tujuan pendidikan karakter di maksudkan sebagai

wahana sosialisasi karakter-karakter yang patut di miliki oleh seseorang anak

manusia agar menjadikan mareka makhluk yang mulia di muka bumi. Pendidikan

karakter di harapkan mampu membentuk generasi yang keberadaannya membari

manfaat seluas-luasnya bagi lingkungan sekitarnya, membentuk insan-insan

yang mampu menjadi khalifah Tuhan di muka bumi.

25
Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian,

dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan.

Pembiasaan berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, malu berbuat curang,

malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungannya kotor. Karakter tidak

terbentuk secara instan, tapi harusdilatih secara serius dan proporsional agar

mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.

Pendidikan karakter pada intinya adalah membentuk bangsa yang tangguh,

kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong- royong, berjiwa

patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang

semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan

pancasila. (Gunawan. 2012).

2.2.3 Metode Pendidikan Akhlak & Karakter

Secara umum, melihat begitu kompleksnya proses pembangunan karakter

individu, Ratna Megawangi menengarai perlunya menerapkan aspek 4M dalam

pendidikan karakter (Mengetahui, Mencintai, Menginginkan, dan Mengerjakan.

Metode ini menunjukkan bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan

berdasarkan kesadaran yang utuh. Sedangkan kesadaran yang utuh itu adalah

sesuatu yang diketahui secara sadar, dicintainya dan diinginkan. Dari kesadaran

utuh itu, barulah tindakan dapat menghasilkan karakter yang utuh pula.

(Koesoema, 2017).

26
Doni A. Koesoema mengajukan lima metode pendidikan karakter (dalam

penerapan lembaga sekolah, yaitu :

a. Pengajaran

Pemahaman konseptual tetap dibutuhkan sebagai bekal konsepkonsep

nilai yang kemudian menajdi rujukan karakter tertentu. Mengajarkan karakter

berarti memberikan pemahaman pada peserta didik tentang struktur nilai

tertentu, keutamaan (bila dilaksanakan) dan maslahatnya (bila tidak

dilasanakan). Mengajarkan nilai memiliki dua faedah, pertama memberikan

pengetahuan konseptual baru, kedua menjadi pembanding atas pengetahuan

yang telah dimiliki oleh peserta didik. Karena itu, maka proses “mengajarkan”

tidaklah monolog, melainkan melibatkan peran serta peserta didik.

b. Keteladanan

Manusia lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Keteladanan

menempati posisi yang sangat penting. Guru harus terlebih dahulu memiliki

karakter yang hendak diajarkan. Guru adalah yang digugu dan ditiru, peserta

didik akan meniru apa yang dilakukan gurunya dari pada yang dikatakan

guru. Bahkan sebuah pepatah kuno memberikan peringatan pada para guru

bahwa peserta didik akan meniru karakter negatif secara lebih ekstrem

daripada guru, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Keteladanan

tidak hanya bersumber dari seorang guru, melainkan juga dari seluruh manusia

yang ada di lembaga pendidikan tersebut. Juga bersumber dari orang tua, karib

kerabat, dan siapapun yang sering berhubungan dengan peserta didik. Pada titik

ini, pendidikan karakter membutuhkan lingkungan pendidikan yang utuh,

saling mengajarkan karakter.

27
c. Menentukan Prioritas

Penentuan prioritas yang jelas harus ditentukan agar proses evaluasi

atas berhasil tidaknya pendidikan karakter dapat menjadi jelas. Tanpa

prioritas, pendidikan karakter tidak dapat terfokus karena tidak dapat dilihat

berhasil atau tidak berhasil. Pendidikan karakter menghimpun nilai yang

dianggap penting bagi pelaksana dan realisasi visi lembaga.

d. Praktis Prioritas

Unsur lain yang sangat penting setelah prioritas karakter adalah

bukti dilaksanakannya prioritas karakter tersebut. Lembaga pendidikan harus

mampu menbuat verifikasi sejauh mana prioritas yang telah ditentukan telah

dapat direalisasikan dalam lingkup pendidikan melalui berbagai unsur yang

ada dalam lembaga pendidikan itu.

e. Refleksi

Refleksi berarti dipantulkan ke dalam diri. Apa yang telah dialami

masih tetap terpisah dengan kesadaran diri, sejauh ia belum dikaitkan,

dipantulkan dengan isi kesadaran seseorang. Refleksi juga dapat disebut

proses bercermin, mematut-matutkan diri pada peristiwa/konsep yang telah

dialami : apakah saya seperti itu? Apakah ada karakter baik seperti itu pada diri

saya? (Koeseoma, 2017).

2.2.4 Pola serta Metode Penerapan Panca Jiwa

Sub-bab ini akan dijelaskan mengenai pola dan metode pancajiwa menurut

Imam Zarkasyi. Tentunya dalam hal ini sebagai landasan teori dari nilai panca

jiwa di Pondok Pesantren Darussalam Gontor 6 Kendari

28
a. Pola Panca Jiwa

Pandangan-pandangan KH. Imam Zarkasyi tentang pesantren yang

demikian juga bertentangan dengan pendangan para orientalis. Para orientalis

pada umumnya, seperti Shouch Hurgronje, hanya melihat pesantren dari

bentuk lahiriahnya. Misalnya, bentuk rumah pondokan, cara berpakaian,

peralatan yang digunakan, tata letak bangunan dan tradisi -tradisinya yang

statis. Sementara itu KH. Imam Zarkasyi melihat pesantren dari isi dan

jiwanya. Ia menyimpulkanbahwa di dalam kehidupan pondok sekurang-

kurannya terdapat dan diusahakan tertanam lima jiwa pesantren yang kemudian

ia sebut dengan Panca Jiwa, yaitu; keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian,

ukhuwah Islamiyah, dan kebebasan. (UNIDA, 2016).

Demi mempertahankan ciri khas pendidikan pesantren, pola Panca Jiwa

tersebut dijadikan kerangka acuan bagi terciptanya sistem dan nilai kehidupan

di dalam pondok, sehingga berbagai macam kegiatan di dalam pondok tetap

harus berpijak pada kelima jiwa tersebut. Itulah sebab mengapa di dalam

berbagai kesempatan KH. Imam Zarkasyi terus mengingatkan kepada para

santrinya bahwa “Meskipun modern, ini tetap pondok”.

1) Pola Jiwa Keikhlasan

Kata ikhlas adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata ini

dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: Pertama, hati yang

bersih (kejujuran); Kedua, tulus hati (ketulusan hati) dan Ketiga,

Kerelaan.Pengertian kebahasaan ini tidak sepenuhnya sama dengan

pengertian menurut asal katanya maupun menurut penggunaan Al-Qur’an

atau istilah keagamaan.

26
Makna ikhlas bila dicari akar katanya, berasal dari akhlasa –

yukhlishu – ikhlaashan yang berarti bersish, suci, murni, tidak ada

campurannya, atau cock dan pantas. Menurut istilahnya, Zarkasyi memberi

pengetian ikhlas berarti menghadirkan niat hanya karena Allah dengan

upaya kuat dan sungguh-sungguh dalam berfikir, bekerja dan berbuat untuk

kemajuan usahannya dengan selalu mengharap ridho-Nya. (Zarkasyi, 2011).

Melihat pada definisi dari berbagai sumber, Shofaussamawati

memberi pengertian secara terminologi ikhlas adalah kejujuran hamba

dalam keyakinan/aqidah dan perbuatan yang hanya ditunjukan kepada

Allah. Seperti firman Allah :

ُ ‫كد‬َ َٰ َ َ ٰ َ َّ ْ ُ ُ َ َ ٰ َ َّ ْ ُ ُ َ َ َ َ ُ َ َ
ُ َ ُ َ َّ ْ ُ ُ َ َّ ْ ُ ُ َ َ
‫ين‬ ِ ِ ‫ل‬‫ذ‬ ‫و‬ ‫ة‬ ‫و‬ ‫ك‬‫لز‬ ‫ٱ‬ ‫وا‬‫ۡت‬ ‫ؤ‬‫ي‬‫و‬ ‫ة‬ ‫و‬‫ل‬ ‫لص‬ ‫ٱ‬ ‫وا‬‫يم‬‫ق‬ِ ‫ي‬‫و‬ ‫ٓء‬ ‫ا‬ ‫ف‬ ‫ن‬‫ح‬ ‫ين‬ ‫لد‬
ِ ‫ٱ‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫ين‬ ‫ص‬ِ ِ ‫ومآ أ ِمر ٓوا ِإلا ِليعۡبدوا ٱهلل‬
‫ۡل‬ ‫خ‬‫م‬
َ
٥ ‫ٱلۡق ِي َم ِة‬
Terjemahnya : Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan
ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga
agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus (benar). (QS. Al-Bayyinah : 5)

Jika diperhatikan kata mukhlis seperti ungkapan fulanun mukhlisun

mempunyai pengertian orang yang mengesakan Allah, berpijak dari

penjelasan ini maka surat (qul huwa Allahu Ahad) disebut dalam surat al-

Ikhlas karena surat ini berbicara tentang kemurnian sifat Allah atau karena

orang yang melafalkan surat ini seharusnya benar-benar memurnikan dalam

mengesakan Allah. Kalimat tauhid dikenal juga dengan kalimat ikhlas.

(Shofaussamawati. 2013)

Ikhlas merupakan salah satu konsep penting dalam Islam dalam

kaitan perbuatan atau ibadah seseorang. Para ulama mendefinisikan konsep

ikhlas secara berbeda-beda, yakni sebagai berikut :

27
a) Ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah;

b) Ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepada-Nya;

c) Ikhlas adalah membersihkan diri dari pamrih kepada makhluk.

d) Ikhlas adalah seorang mukallaf melaksanakan ketaatan semata-mata

karena Allah. Dia tidak berharap pujian manusia, tidak juga berharap

manfaat dan menolak bahaya.

e) Ikhlas adalah membersihkan amal dari setiap noda;

f) Orang yang ikhlas adalah mereka yang tidak mencari perhatian di hati

manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah dan tidak

suka seandainya manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun

hanya seberat biji sawi;

g) Ikhlas adalah melupakan pandangan makhluk dengan melihat kepada

Allah.

h) Ikhlas adalah kesesuaian perbuatan seorang hamba antara lahir dan batin.

Kesembilan,

i) Ikhlas adalah meninggalkan perbuatan karena manusia adalah riya’,

melakukan perbuatan karena manusia adalah syirik, dan ikhlas adalah

apabila Allah menyelematkan kamu dari keduanya. (Fahham, 2015).

Keikhlasan juga termasuk dalam kategori nilai transendensi.

Transendensi merupakan sumbangan Islam yang penting kepada dunia

modern, sebab dengan agamalah manusia bisa memanusiakan teknologi.

Dunia modern cenderung melakukan desakralisasi dan sekulerisasi sebagai

akibat dari materialisme. Dari segi ini pendidikan Islam masuk kategori

28
memberontak. Sebuah nyanyian yang menyerukan orang untuk beribadah

adalah perlawanan terhadap dunia yang materialistic. (Roqib, 2011).

Jiwa keikhlasan di Pondok Gontor dipertahankan agar menjadi

sesuatu yang utama serta mewarnai kehidupan seluruh santri dan keluarga

pondok. Pelaksanaannya tidak didasarkan atas suatu ilmu manajemen, tetapi

atas refleksi diri pribadi kiai. Di Gontor kiai tidak mendapatkan gaji dari

pondok dan tidak sedikitpun pernah menggunakan uang pondok. Kiai ikhlas

mengorbankan hartanya untuk kepentingan pondok. Tidak jarang ketika

diadakan perluasan kampus pondok, KH. Imam Zarkasyi memberi tanahnya

untuk mengganti tanah-tanah orang desa sekitar yang akan digunakan untuk

perluasan tersebut (UNIDA. 2016)

2) Pola Jiwa Kesederhanaan

Kesederhanaan berarti sesuai dengan kebutuhan dan kewajaran.

Kesederhanaan mengandung nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan,

dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup. Kesederhanaan

juga merupakan salah satu jiwa yang penting untuk dibina dan

ditumbuhkan. Kesederhanaan bukan berarti kepasifan, ia justru pancaran

dari kekuatan kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam

menghadapi perjuangan hidup. Jiwa ini merupakan modal yang berharga

untuk membangun sikap pantang mundur dalam menghadapi kesulitan.

(Zarkasyi, 2005).

Kesederhanaan dalam pandangan KH. Imam Zarkasyi, tidak berarti

miskin tetapi hidup sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. (UNIDA,

2016).

29
Jiwa kesederhanaan merupakan salah satu jiwa yang penting untuk

dibina dan ditumbuhkan. Kesederhanaan bukan berarti kepasifan, ia justru

pencaran dari kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam

menghadapi perjuangan hidup. Jiwa ini merupakan modal yang berharga

membangun sikap pantang mundur dalam menghadapi kesulitan. (Zarkasyi,

2005).

Kehidupan di pesanren diliputi suasana kesederhanaan yang

bersahaja. Sederhana disini bukan berarti pasif, melarat, nrimo, dan miskin,

melainkan mengandung unsur kekuatan hati, ketabahan, dan pengendalian

diri di dalam menghadapi berbagai macam rintangan hidup sehingga

diharapakan akan terbit jiwa yang besar, berani, bergerak maju, dan pentang

mundur dalam segala keadaan. (Soebahar, 2013)

3) Pola Jiwa Berdikari

Berdikari, yang biasanya dijadikan akronim dari “berdiri di atas kaki

sendiri”, bukan hanya berarti bahwa seseorang santri harus belajar mengurus

keperluannya sendiri, melainkan telah menjadi semacam prinsip bahwa

sedari awal pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tidak pernah

menyandarkan kelangsungan hidup dan perkembangannya ada bantuan dan

belas kasihan pihak lain. (Soebahar, 2013)

Berdikari atau kesanggupan menolong diri sendiri tidak hanya dalam

arti bahwa santri sanggup belajar dan berlatih mengurus segala

kepentingannya sendiri, tetapi pondok pesantren itu sendiri sebagai lembaga

pendidikan. Pribadi yang berdikari berarti pribadi yang selalu untuk

mengurus kepentingannya tanpa terus menerus bergantung pada kebaikan

30
dan belas kasihan orang lain. Begitupun institusi yang berdikari ia mampu

bertahan di atas kemampuannya dan berusaha untuk tidak selalu

mengandalkan uluran bantuan pihak lain. Karena itulah kemudian Gontor

selalu bersikap hati-hati dalam menerima bantuan dari pihak lain karena

khawatir bantuan ini akan menodai jiwa berdikari yang ingin dibangun di

pesantren ini. Namun demikian, sikap ini bukan berarti membuat Gontor

menjadi institusi yang kaku sehingga menolak orang-orang memang

sungguh-sungguh ingin membantu pengembangan pesantren, hanya saja

bantuan tersebut, sifatnya mesti tidaklah mengikat.

Berdikari bisa dikatakan sebagai kemandirian, karena kemandirian

merupakan sebuah sikap pendewasaan diri agar mampu menata masa depan.

Dengan bekal kemandirian dan basis massa yang kuat, pondok pesantren

merupakan elemen penting yang berpotensi untuk mewujudkan masyarakat

sipil sebagai pilar demokratisasi. (Muin dkk, 2007). Namun demikian

potensi itu akan menjadi kenyataan ketika pondok pesantren sendiri harus

melakukan demokratisasi dari dalam, sehingga pesan demokratisasi itu tidak

hanya sekedar selogan tetapi membumi dan betul-betul hidup dan

dipraktikkan dalam kehidupan komunitas pesantren. Signifikansi dari proses

perubahan pola relasi sosial pesantren yang feodalistik ke demokratis juga

akan merubah pencitraan pondok pesantren itu sendiri. Dengan

keteguhannya yang diimbangi dengan denyut fleksibelitannya dalam

merespon arus perubahan sosial, pesantren akan mudah mengambil peran

strategis dalam proses pemberdayaan sosial. Paling tidak dengan

menggunakan jaringan alumninya, pesantren sangat memungkinkan

31
mengembangkan potensi yang dimilikinya baik potensi keilmuan maupun

ekonomi.

Pengembangan potensi dalam bidang ekonomi merupakan bentuk

kemandirian yang nyata dilakukan oleh sebuah pesantren. Upaya-upaya kiai

untuk melakukan pemberdayaan ekonomi umat telah banyak dilakukan oleh

beberapa pondok pesantren. Berbagai pengembangan ekonomi umat yang

berbasis pesantren ini biasanya mangambil bidang garap pengembangan

ekonomi umatnnya dengan mendasarkan pada potensi lokal yang dimiliki

oleh masyaratat basisnya. Paling tidak beberapa sektor pengembangan

ekonomi yang selama ini banyak dikembangakn bermuara pada empat

kategori yaitu pengembangan ekonomi sektor jasa, perdagangan, agrobisnis,

dan peternakan. (Muin dkk, 2007). Dengan demikian, upaya yang dilakukan

oleh kiai untuk pesantren menjadikan diri santri maupun pesantren untuk

menjadi jiwa yang berdikari.

4) Pola Jiwa Ukhuwah Diniyah / Islamiyah.

Suasana kehidupan di pesantren selalu diliputi semangat

persaudaraan yang sangat akrab sehingga susah dan senang tampak

dirasakan bersama, dan tentunya terdapat benyak nilai-nilai keagamaan

yang melegitimasinya. Tidak ada lagi pembatasan yang memisahkan

mereka, sekalipun mereka sejatinya berbeda-beda dalam aliran polotik,

sosial, ekonomi, dan lain-lain baik selama berada di pondok pesantren

maupun setelah pulang ke rumah masing-masing. (Soebahar, 2013) Jika

dikaitkan dalam pendidikan, jiwa ukhuwah ini termasuk dalam kategori

pilar humanisasi. Nilai ini dalam karya Tohari dapat diklasifikasikan

32
sebagai kebersamaan dengan saling mengerti, gotong royong, dan saling

membantu meskipun terdapat banyak perbedaan.

Jiwa persaudaraan ini menjadi dasar interaksi antara santri, kyai dan

guru, dalam kehidupan. Dari sinilah tumbuh kerelaan untuk saling berbagi

dalam suka dan duka, hingga kesenangan dan kesedihan dirasakan bersama.

Kesederhanaan berbagi seperti ini diharapkan tidak hanya berlaku ketika

santri berada di pondok pesantren, melainkan menjadi bagian dari kualitas

pribadi yang dia miliki setelah tamat dari Pondok dan berkiprah di

masyarakat. Dari awal berdiri Gontor, santri ditanamkan dalam

kebersamaan dan tolong-menolong, seperti mengurusi organisasi, bermain

bersama, di klub olahraga, menjadi piket malam bersama, menjadi anggota

kelompok latihan pidato yang sama, latihan pramuka bersama, main drama

bersama, dan sebagainya. Dengan demikian akan terbentuk team spirit di

kalangan santri. Interaksi antar santri dalam berbagai kegiatan selama

menyelesaikan studinya di Pondok Pesantren Darussalam Gontor, tak lain

adalah latihan hidup bermasyarakat. Hal inilah yang disebut sebagai

learning of sociality.

5) Pola Jiwa Bebas

Jiwa ini terkait dengan kemandirian, karena dengan memiliki jiwa

mandiri seseorang dapat bebas menentukan pilihannya. Jiwa ini diajarkan

misalnya dengan contoh kebebasan pondok dalam menentukan kurikulum,

kalender, dan program akademik. (Zarkasyi, 2005)

Jiwa bebas, memang identik dengan karakter pondok sejak

berdirinya yang terang-terangan anti penjajah. Inilah spirit kebebasan yang

33
dihembuskan kedalam jiwa para santri sejak awal, bebas pengaruh negatif

penjajah. Pada masa orde baru jiwa bebas Gontor benar-benar diuji dalam

kaitannya dengan kebijakan-kebijakan pemerintah tentang pendidikan yang

Sentralistik. Konsekuensi dari mempertahankan kebebasan ini, dalam waktu

cukup lama, Gontor diperlukan secara diskriminatif oleh pemerintah.

Namun kondisi itu saat ini telah berubah. (Suharto, 2014)

Kebebasan dalam istilah pendidikan profetik dikenal dengan

pendidikan liberasi. Pendidikan liberasi dikenal sebagai proses pendidikan

yang di dalamnya dilakukan proses pembebasan dari filefile yang

dianggapnya tidak konstruktif bagi kehidupan ke depan. Karena

kecenderungannya yang agresif, unsur ini yang paling dikhawatirkan oleh

pendidik yang religius karena takut dicap kekirikirian, Islam kritis, Islam

ideologis. Liberasi berarti pembebasan ekonomis, politik, sosia-kultural, dan

pendidikan dari berbagai belenggu yang membuatnya tidak berkembang

kearah yang lebih baik dan berkualitas. (Roqib, 2011).

2.2.5 Metode Implementasi Panca Jiwa

Berikut akan dibahas mengenai metode pembentukan pancajiwa yang

diterapkan di Gontor, yang meliputi metode keteladanan, penciptaan lingkungan

(conditioning), pengarahan, penugasan, penyadaran, dan pengajaran. (Zarkasyi,

2005).

a. Keteladanan

Keteladanan (uswah hasanah) merupakan metode pendidikan yang

efektif dan efisien. Hal ini dibuktikan oleh keberhasilan praktik pendidikan

yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. Dalam waktu yang singkat, Nabi

34
SAW telah berhasil membawa bangsa Arab keluar dari kebodohan sistem dan

tatanan kehidupan era jahiliyah dan kegelapan menuju sistem dan tatanan

kehidupan yang unggul dan bermartabat di bawah sinaran cahaya tauhid.

Penanaman nilai-nilai keikhlasan, perjuangan, pengorbanan,

kesungguhan, kesederhanaan, tanggungjawab, dan lainnya akan lebih mudah

dan tepat sasaran dengan pemberian keteladanan. Penanaman nilai semacam di

atas tidak bisa hanya dilakukan melalui pengarahan, pengajaran, diskusi, dan

sejenisnya, karena hal tersebut lebih menyangkut masalah perilaku, bukan

semata-mata masalah keilmuan.

Penanaman nilai keikhlasan ini dipilih karena merupakan asas utama

dari seluruh proses pendidikan di pondok. Karena, keikhlasan menempati

urutan pertama dari kelima jiwa pondok; keikhlasan, kesederhanaan,

kemandirian, ukhuwah islamiyah, dan jiwa bebas. Keikhlasan adalah pangkal

dari seluruh jiwa pondok lainnya. Jiwa sederhana, mandiri, ukhuwah, dan jiwa

bebas harus didasari oleh keikhlasan yang mendalam, agar jiwa-jiwa itu

menjadi benar-benar bermakna di hadapan Allah SWT. segala sesuatu

dilakukan dengan niat semata-mata ibadah, li Allah, ikhlas hanya untuk Allah

SWT. kiai ikhlas dalam mendidik, dantri ikhlas dididik dalam membantu

menjalankan proses pendidikan. Jiwa ini menciptakan suasana kehidupan

pondok yang harmonis antara kiai yang disegani dan santri yang taat, cinta, dan

penuh hormat. Jiwa ini menjadikan para santri senantiasa siap berjuang di jalan

Allah, di manapun dan kapanpun.

Para pengurus menjadi teladan dalam pendidikan keikhlasan. Mereka

ikhlas meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk mengurusi organisasi

35
atau apa saja yang diamanatkan kepada mereka. Mereka tidak ada yang

menerima gaji dari pondok. Para kiai pimpinan pondok tidak menerima gaji

karena kedudukannya, direktur KMI dan ketua-ketua lembaga yang lain juga

tidak digaji karena jabatan mereka, para guru yang mengelola unit-unit usaha

juga demikian. Tunjangan jabatan kiai, tunjangan jabatan direktur, tunjangan

jabatan ketua lembaga, dan seterusnya. Demikian pula para pengurus di

tingkatan santri; baik OPPM maupun gerakan Pramuka juga tidak ada yang

menerima imbalan materi karena posisi yang mereka duduki.

b. Penciptaan lingkungan (conditioning)

Lingkungan memainkan peran penting dalam proses pendidikan. Dalam

pendidikan pesantren dengan sistem asramanya dengan tepat dapat disebut

sebagai adanya suatu kesadaran mengenai betapa pentingnya peran lingkungan

dalam proses pendidikan. Dengan berada dalam lingkungan yang sama dengan

antara guru dan murid, lebih dimungkinkan terjadinya interaksi dan proses

pendidikan dan pembelajaran yang berlangsung terus menerus. Santri bukan

hanya dapat belajar secara langsung kepada gurunya mengenai persoalan-

persoalan keilmuan, tetapi juga belajar mengenai persoalan-persoalan

kehidupan. Kiai dan guru dalam lingkungan pesantren itu merupakan figur-

figur yang menjadi sumber keteladanan bagi para santri dalam semua dimensi

kehidupan.

Terlebih lagi dalam sistem pendidikan pesantren modern, lingkungan

dirancang secara sitematis untuk menjadi bagian yang sangat penting dalam

proses pendidikan. Santri diwajibkan tinggal dikampus dengan menempati

asrama-asrama yang telah ditentukan. Kehidupan mereka selama 24 jam diatur

36
dan diprogram dengan kegiatan-kegiatan yang produktif dan kondusif untuk

pencapaian tujuan pendidikan secara lebih optimal. Dalam kehidupan diasrama

para santri memperoleh pendidikan kemasyarakatan. Pendidikan nilainilai

kebersamaan, tolong menolong, pengorbanan, tanggungjawab, kejujuran, dan

nilai-nilai sosial lainnya diselenggarakan dalam kehidupan bersama. Latihan

berorganisasi dan kepemimpinan juga diperoleh santri dalam kehidupan

berasrama. Penempatan santri di asrama tidak didasarkan pada asal daerah,

kelas, prestasi akademik, maupun status sosial. Penempatan itu pun tidak

bersifat permanen; setiap satu semester selalu daiadakan perpindahan

antarkamar, sedangkan perpindahan antarasrama dilakukan setahun sekali.

Semua kegiatan diatas dimaksudkan agar menciptakan jiwa kemandirian,

kesederhanaan, dan ukhuwah terhadap santri.

c. Pengarahan

Pengarahan merupakan metode yang penting dalam pendidikan. Sebelum

menjalankan suatu program ataupun tugas, seseorang harus mengerti terlebih

dahulu apa sebenarnya tugas yang sedang dikerjakan itu, apa tujuan dari

program dan tugas yang telah dicanangkan tersebut, serta bagaimana

melaksanakan secara efektif dan efisien. Pelaksanaan program-program diawali

dengan kegiatan pengarahan. Pengarahan-pengarahan itu sebenarnya lebih

ditekankan pada sisi nilai dan filosofinya, yaitu nilai-nilai dan filosofi

pendidikan yang terkandung di dalamnya. Dengan memahami apa pekerjaan

yang dilakukan, mengapa ia melakukan, dan juga mengetahui bagaimana suatu

pekerjaan itu dilaksanakan, seseoarang akan lebih berpeluang memperoleh

hasil maksimal dari pekerjaan-pekerjaan itu.

37
d. Penugasan

Semua lembaga,organisasi, dan unit-usaha di Gontor dijalankan oleh

para guru dan santri sendiri. Tugas seoran guru di Gontor tidak hanya mengajar

dan membimbing santri, mereka juga diberi tugas untuk mengelola lembaga-

lembaga yang ada di pondok yang tidak melulu lembaga akademik. Bukan

pemandangan yang ganjil jika seorang guru pada jam 07.00-09.45 terlihat

berpakaian rapi dengan sepatu dan dasi, tetapi sesaat kemudian dia dijumpai

telah berganti atribut dan menyetir truk yang memuat bahan-bahan bangunan,

atau dia melayani konsumen di toko palen, atau mengurusu peternakan ayam,

dan seterusnya. Demikian pula para santri, mereka diberi tugas-tugas bervariasi

mulai memimpin organisasi, mengurus kesekretariatan dan administrasi,

menangani koperasi, sampai membersihkan kamar mandi dan toilet, menyapu

asrama, mengangkut sampah ketempat pembuangan, dan lain-lain.

e. Pengajaran

Metode pengajaran wetonan atau bandungan.atau juga bisa disebut

halaqah dilakukan dengan cara kiai membaca suatu kitab dalam waktu

tertentu, dihadapan sejumlah santri, para santri mendengarkan dan menyimak

kitab yang sama dengan yang dibaca kiai. Dalam sistem ini tidak dikenal

adanya dialog juga tidak ada evalusi, sehingga tidak bisa diketahui apakah

santri sudah memahami materi yang diajarkan ataupun belum. Sistem

penajaran ini menguntungkan santri bebas untuk datang atau tidak. Sistem

pengajaran ini menguntungkan santri yang giat dan rajin belajar, dan tidak baik

untuk mereka yang belum sepenuhnya memiliki kesadaran untuk belajar.

38
Di Gontor tidak menggunakan metode wetonan dan sorogan, karena

ditinjau dari sisi efektifitas dan efisiensi, tampaknya metode ini kurang dapat

memenuhi kreteria tersebut.

f. Pembiasan

Seluruh keluarga pondok dibiasakan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan

pondok dengan disiplin yang tinggi. Penerapan disiplin tidak hanya untuk para

santri tetapi juga untuk guru-guru dan keluarga, sehingga seluruhnya

dibiasakan dengan kebiasaan disiplin yang tinggi, dengan pengarahan dan

tausiyah diniyah baik dari kiai, guru senior, dan lain sebagainya.

2.2.6 Pendidikan dan Pembelajaran Pondok Pesantren

Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia

lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok barangkali berasal dari

pengertian asrama-asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu,

atau barangkali berasal dari bahasa Arab, funduq, yang artinya hotel atau asrama.

(Zamakhsyari, 2015). Sedangkan perkataan pesantren berasal dari kata santri,

yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri.

Sedangkan asal-usul kata santr, dalam pandangan Nurcholish Madjid dapat dilihat

dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa santri berasal dari

perkataan santri, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf.

Pendapat ini menurut Nurcolish Madjid agaknya didasarkan atas kaum santri

adalah kelas literary bagi orang-orang Jawa yang berusaha mendalami agama

melaui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa Arab, Kedua, pendapat yang

mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, dari

39
kata cantrik, berarti seseorang yang selalu megnikuti seorang guru kemana guru

ini pergi menetap.(Yasmadi, 2011).

Banyak para tokoh yang mengemukakan pengertian pondok pesantren

secara terminologi, diantaranya menurut Nasir yang mengemukakan bahwa

pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan

pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. (Ridwan,

2010). Kemudian menurut Mastuhu, mengemukakan bahwa pondok pesantren

adalah lembaga tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan

mengamalkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama

Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa pesantren adalah

lembaga pendidikan Islam tradisional yang mempelajari ilmu agama, dengan

penekanan pada pembentukan moral santri adar dapat mengamalkannya dengan

bimbingan kiai dan menjadikan kitab kuning sebagai sumber primer serta masjid

sebagai pusat kegiatan. Pesantren merupkan lembaga pendidikan Islam paling

awal di Indonesia. Jenis lembaga pendidikan ini dapat dijumpai di berbagai

wilayah Indonesia. Tidak heran jika lembaga pendidikan ini memiliki beberapa

sebutan lain. Di sumatra Barat disebut surau sementara di Aceh disebut dayah atau

meunasah. Sebutan pesantren atau pondok pesantren pada mulanya hanya berlaku

di Jawa, meskipun sekarang ini sudah menjadi nomenklatur paling umum.

(Subhan, 2012).

Beberapa sebutan pesantren di atas – seperti surau dan meunasah –

memiliki latar belakang sejarah lokal masing-masing. Di Minangkabau, surau

40
merupakan masjid berukuran kecil. Sebagai mana masjid dan langgar (Mushalla)

di Jawa. Semuanya tergantung dari historisitas di masing-masing wilayah.

Berdasarkan semua istilah tersebut, pesanttren atau pondok pesantren

merupakan istilah yang paling dikenal dan bertahan hingga sekarang ini. Surau,

dayah, meunasah, balee, dan rangkang tetap digunakan oleh masyarakat setempat,

tetapi karena perkembangan lembaga-lembaga itu tidak begitu pesat,

penggunaannya juga semakin berkembang. Azyumardi Azra memberikan

penjelasan bahwa pesantren lebih dikenal karena lembaga ini memiliki

kemampuan bertahan dan mengembangkan siri lebih besar dibandingkan

lembaga-lembaga serupa di tempat lain. Peranan surau sebagai lembaga

pendidikan Islam Minangkabau, misalnya, semakin merosot sejalan dengan

munculnya sekolah-sekolah modern di wilayah itu pada awal abad ke-20,

meskipun pada periode kontemporer ini suarau melai mengalami kebangkitan.

(Azra, 2009).

Perbedaan jenis-jenis pondok pesantren di Jawa dapat dilihat dari segi

ilmu yang diajarkan, jumlah santri, tipe kepemimpinan atau perkembangan ilmu

teknologi. Namun demikian, ada unsur-unsur pokok pesantren yang harus dimiliki

setiap pondok pesantren. Unsur-unsur pokok pesantren , yaitu kitab klasik (kitab

kuning), kiai, masjid, santri dan pondok adalah elemen unik yang membedakan

sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya. (Mustajab,

2015).

a. Pendidikan di Pondok Pesantren

lembaga-lembaga pendidikan dan pengkajian Islam berkembang luas

keseluruh pelosok perdesaan. Dalam kenyataanya lembaga-lembaga tersebut

41
berjenjang dan sangat variatif. Tingkat paling rendah yakni pada waktu anak-

anak berumur kira-kira 4 tahun dalam pendidikan raudlotul athfal (taman

kanak-kanan = TK). Di TK, anak-anak mulai diajar mengenal alfabet Arab dan

secara bertahap belajar membaca Qur’an sampai mereka dapat melanjutkan di

lembaga-lembaga pendidikan dasar (ibtidaiyahi) atau sekolah dasar 6 tahun.

Sebagian dari mereka ini mempunyai ambisi untuk menjadi ulama atau

menginginkan anaknya memperoleh pendidikan agama yang cukup agar

anaknya terhindar dari hiruk pikuk “moralitas modern yang amburadul”,

sehingga setelah berkenalan dengan beberapa kitab elementer, mereka belajar

bahasa Arab agar dapat memperdalam bukubuku tentang fiqh (hukum Islam),

usul fiqh (pengetahuan tentang sumber dan sistem jurispudensi Islam), hadits,

adab (sastra Arab), tafsir,tauhid (teologi Islam), tarikh (sejarah Islam), tasawuf,

dan akhlak (etika Islam). Untuk menempuh mata pelajaran tersebut diperlukan

guru-guru yang cukup terdidik dan berbobot serta diperlukan pula pendidikan

yang lebih sistematis. Ini hanya dapat mereka peroleh di pesantren.

Tujuan pendidikan Pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya

pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meningkatkan moral,

melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan

kemanusiaan, mengajarkan sikap para murid diajar mengenai etika agama

diatas etika-etika yang lain. Tujuan pendidikan pesantren bukan untuk

mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi

menanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan

pengabdian kepada Tuhan. (Zamakhsyari, 2015).

42
Diantara cita-cita pendidikan pesantren adalah latihan untuk dapat

berdiri sendiri dan membina diri agar tidak menggantungan sesuatu pada orang

lain kecuali pada Tuhan. Para kyai selalu menaruh perhatian dan

mengembangkan watak pendidikan individual, murid dididik sesuai dengan

kemampuan dan keterbatasan dirinya.

Anak-anak yang cerdas dan memiliki kelebihan kemampuan dari yang

lain diberi perhatian istimewa dan selalu didorong untuk terus mengembangkan

diri dan menerima kuliah pribadi secukupnya. Murid-murid juga diperhatikan

tingkah laku moralnya secara teliti. Mereka diperlukan sebagai makhluk yang

terhormat, sebagai titipan Tuhan yang harus disanjung. Kepandaian berpidato

dan berdebat juga dikembangkan. Kepada murid ditanamkan perasaan

kewajiban dan tanggungjawab untuk melestarikan dan menyebarkan

pengetahuan mereka tentang Islam kepada orang lain, mencurahkan waktu dan

tenaga untuk belajar terus menerus sepanjang hidup.

Pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni

menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-

kader ulama’ atau da’i. Dalam melaksanakan misi tersebut, pesantren

menerapkan beberapa metode pembelajaran tersendiri yang menjadikan

pesantren memiliki tipologi yang berbeda-beda sesuai dengan kekhasannya.

Dalam memahami tipologi pesantren, dapat digunakan panduan dari

Departemen Agama (sekarang Kementrian Agama) tentang pembagian tipologi

pesantren di Indonesia sebagai pijakan yang bisa dianggap baku

b. Pembelajaran di Pondok Pesantren

43
Keberhasilan proses pembelajaran tentu sangat ditentukan oleh lembaga

yang di dalamnya mengelola sumberdaya manusia dengan manajmen sehingga

keberadaan lembega yang baik akan membuat proses yang baik, maka

keberadaan lembaga pendidikan sangat menentukan produk pendidikan.

Pola pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren erat kaitannya

dengan tipologi pondok pesantren maupun ciri-ciri (karakteristik) pondok

pesantren itu sendiri. Dalam melaksanakan proses pendidikan sebagaian besar

pondok pesantren di Indonesia pada umumnya menggunakan beberapa sistem

pendidikan dan pengajaran yang bersifat tradisional.

Pemahaman sistem yang bersifat tradisional adalah lawan dari sistem

yang modern. Sistem tradisional adalah sistem yang berangkat dari pola

pengajaran yang sangat sederhana, yakni pengajaran sorogan, bandongan,

wetonan, dan musyawarah dalam mengkaji kitab-kitab agama yang ditulis oleh

para ulama zaman abad pertengahan dan kitab-kitab itu dikenal dengan istilah

Kitab Kuning. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci mengenai Model

pembelajaran di pesantren.

1) Sorogan

Kata sorogan berasal dari bahasa Jawa yang berarti “sodoran atau

disodorkan”. Maksudnya suatu sistem belajar secara individual dimana

seorang santri berhadapan dengan seorang guru, terjadi interaksi saling

mengenal diantara keduanya. Seorang kiai atau guru menghadapi santri

satu persatu, secara bergantian. Pelaksanaanya, santri yang banyak itu

datang bersama, kemudian mereka antri menunggu giliran masing-masing.

Dengan sistem pengajaran secara sorogan ini memungkinkan hubungan

44
kiai dengan santri sangat dekat, sebab kiai dapat mengenal kemampuan

pribadi santri secara satu persatu. Kitab yang disorogan kepada kiai oleh

santri yang satu dengan santri yang lain tidak harus sama. Karenanya kiai

yang menangani pengajian secara sorogan ini harus mengetahui dan

mempunyai pengetahuan yang luas, mempunyai pengalaman yang banyak

dalam membaca dan mengkasi kitab-kitab.

Sistem sorogan ini menggambarkan bahwa seorang kiai di dalam

memberikan pengajarannya senantiasa berorientasi pada tujuan, selalu

berusaha agar santri yang bersangkutan dapat membaca dan mengerti serta

mendalami isi kitab.

2) Bandongan

Sistem bandongan ini sering disebut dengan halaqah, dimana

dalam pengajian, kitab yang dibaca oleh kiai hanya satu, sedangkan para

santrinya membawa kitab yang sama, lalu sedangkan para santrinya

membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak

bacaan kiai.

Orientasi pengajaran secara bandungan atau halaqah itu lebih

banyak keikutsertaan santri dalam pengajian. Sementara kiai berusaha

menanamkan pengertian dan kesadaran kepada santri bahwa pengajian itu

merupakan kewajiban bagi mukalaf. Kiai tidak memperdulikan apa yang

dikerjakan santri dalam pengajian, yang penting ikut ngaji. Kiai dalam hal

ini memandang penyelenggaraan pengajian halaqah dari segi ibadah

kepada Allah SWT., dari segi pendidikan terhadap santri, dari kemauan

dan ketaatan para santri, sedang segi pengajaran bukan merupakan yang

45
utama. Pelaksanaan pengajian bandungan oleh masyarakat Jawa Timur

sering disebut weton, atau sekurang-kurangnya membaurkan saja istilah

tersebut.

3) Weton

Istilah weton berasal dari bahawa Jawa yang diartikankan berkala

atau berwaktu. Pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin harian,

tetapi dilaksanakan pada saat tertentu, misalnya pada setiap selesai shalat

Jum’at dan sebagainya.

Apa yang dibaca kiai tidak bisa dipastikan, terkadang dengan kitab

yang biasanya atau dipastikan dan dibaca secara beruntutan, tetapi kadang-

kadang guru hanya memetik di sana sini saja, peserta pengajian weton

tidak harus membawa kitab. Cara penyampaian kiai kepada peserta

pengajian bermacam-macam, ada yang dengan diberi makna, tetapi ada

juga yang hanya diartikan secara bebas.

4) Musyawarah / Bahtsul Masa’il

Musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa’il merupakan

metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau

seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk

halaqah yang dipimpin langsung oleh kyai atau senior, untuk membahas

atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam

pelaksanaanya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-

pertanyaan atau pendapatnya.

Kegiatan penilaian oleh kyai atau ustadz dilakukan selama kegiatan

musyawarah berlangsung. Hal-hal yang menjadi perhatiannya adalah

46
kualitas jawaban yang diberikan oleh peserta yang meliputi kelogisan

jawaban, ketepatan dan kevalidan referensi yang disebutkan, serta bahasa

yang disampaikan dapat mudah difahami oleh santri yang lain. Hal lain

yang dinilai adalah pemahaman terhadap teks bacaan, juga kebenaran dan

ketepatan peserta dalam membaca dan menyimpulkan isi teks yang

menjadi persoalan atau teks yang menjadi rujukan.

5) Hapalan (Muhadazhah)

Hapalan (Muhadazhah) Metode hapalan ialah kegiatan belajar

santri dengan cara menghapalkan suatu teks tertentu di bawah bimbingan

dan pengawasan Kyai/ustadz. Para santri di beri tugas untuk menghafal

bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hapalan yang dimiliki santri

ini kemudian dihapalkan di hadapan Kyai/Ustadz secara periodik atau

insidental tergantung kepada petunjuk kyai/ustadz yang bersangkutan.

Materi pelajaran dengan metode hapalan umumnya berkenaan dengan Al-

Quran, nazham-nazham nahwu, sharaf, tajwid ataupun teks-teks nahwu,

sharaf dan fiqih.

6) Demonstrasi

Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan

memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu

yang dilakukan perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan

bimbingan kyai/ustadz dengan kegiatan berikut:

a) Para santri mendapatkan penjelasan/ teori tentang tata cara

pelaksanaan ibadah yang akan di praktekkan sampai mereka betul-

betul memahaminya.

47
b) Pasa santri berdasarkan bimbingan para kyai/ustadz mempersiapkan

segala peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan

praktek.

c) Setelah menentukan waktu dan tempat, para santri berkumpul untuk

menerima penjelasan singkat berkenaan dengan urutan kegiatan yang

akan dilakukan serta pemberian tugas kepada para santri berkenaan

dengan pelaksanaan praktek.

d) Para santri secara bergiliran/ bergantian memperagakan pelaksanaan

praktek ibadah tertentu dengan dibimbing dan diarahkan oleh Kyai/

ustadz sampai benar-benar sesuai kaifiat (tata cara pelaksanaan ibadah

sesungguhnya).

e) Setelah selesai kegiatan praktek ibadah para santri diberi kesempatan

menanyakan hal-hal yang dipandang perlu selama berlangsung

kegiatan

Keenam metode tersebut berlangsung semata-mata tergantung

kepada kiai, sebab segala sesuatunya berhubungan dengan waktu, tempat

dan materi. Selain itu, pengajaran (kurikulum) yang dilaksanakan di

pesantren terletak pada kiai atau ustadz dan sekaligus yang menentukan

keberhasialan proses belajar-mengajar di pondok pesantren. Sebab otoritas

kiai sangat dominan di dalam pelaksanaan pendidikannya, selain dia

sendiri yang memimpin pondok itu.

48
2.3 Kerangka Berfikir

Pengaruh Panca Jiwa Terhadap Aktualisasi Proses Pendidikan Akhlak


Santri di Pondok Pesantren Gontor 6 Kendari

Panca Jiwa
c Aktualisasi Pendidikan Akhlak

Isi Panca Jiwa: Metode yang Digunakan :


Keteladanan
Keikhlasan
Pembiasaan
Kesederhanaan
Nasehat
Berdikari
Perhatian
Ukhuwah
Bebas

Diterapkan oleh Pendidik/Pengajar/Ustadz


kepada Santri Pondok Pesantren Gontor 6
Kendari

Rumusan Masalah :
a. Dinamika proses pendidikan akhlak santri
di Pondok Pesantren Darussalam Gontor 6
Kendari
b. Pengaruh panca jiwa dalam
mengaktualisasikan pendidikan akhlak
santri di Pondok Pesantren Darussalam
Gontor 6 Kendari

Hasil Penelitian

b. Sejauh mana pengaruh


a. Proses pembelajaran
falsafah panca jiwa
santri dengan
dalam peningkatan
berfokus pada
pendidikan akhlak santri
penerapan pendidikan
serta implementasinya
akhlak santri dalam
dalam kehidupan sehari-
kesehariannya
harinya di Pondok
49
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Hasil Penelitian tesis ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif yang

bertujuan untuk mendeskripsikan aktualiasasi pendidikan akhlak dalam membentuk

karakteristik anak didik di pondok modern darussalam gontor 6 Kendari. Menurut Nazir

(1988) metode pada penelitian ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk

meneliti status atau keberadaan kelompok atau objek, kondisi dan suatu pemikiran

ataupun peristiwa pada masa sekarang. Metode deskriptif dapat dilakukan untuk

membuat deskripsi, gambaran, peristiwa secara tersusun sesuai fakta-fakta yang terjadi

secara akurat dan sifat-sifat antar fenomena yang berhubungan.

3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian

a. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pondok Modern Darussalam Gontor 6

kendari (Pudahoa, Konsel, Sulawesi Tenggara).

b. Subjek Penelitian

Adapun subjek penelitian ini yaitu 6 Ustadz, 3 santri (peserta didik) dan 3

wali santri pondok modern darussalam gontor 6 Kendari.

3.3 Sumber Data

Sumber data merupakan subjek darimana data diperoleh. Pengambilan data yang

digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman pada dua kategori sumber data

diantaranya:

50
a. Sumber data primer

Data primer ialah sumber data yang memberikan data secara langsung dengan

judul penelitian. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini yaitu pendidik

(guru) pondok modern darussalam gontor 6 Kendari, Buku Kuliah Akhlak (Yunahar

Ilyas), dan Buku (Gontor Pembaharuan Pendidikan Pesantren (KH. Abdullah Syukri

Zarkasyi).

b. Sumber data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini ialah kumpulan buku, jurnal, essay dan

sejenisnya yang membahas terkait aktualisasi pendidikan akhlak.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Suharsimi Arikunto dinyatakan bahwa teknik pengumpulan data

merupakan cara untuk memperoleh atau mendapatkan data. Teknik pengumpulan data

merupakan pengumpulan data-data informasi atau fakta yang dibutuhkan dalam

penelitian. (Arikunto, 2006) Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian

ini diantaranya yaitu melalui :

a. Pengamatan/Observasi

Menurut Kaelan (2012) pengamatan ialah peninjauan secara cermat terhadap

obyek yang ingin diteliti secara langsung ataupun tidak guna dalam mencapai data

yang perlu dikumpulkan dalam penelitian tersebut. Menurut Nasution dalam buku

Prof Dr.Sugiyono observasi sebagai dasar dari ilmu pengetahuan, artinya para ilmuan

dapat bekerja berdasarkan data fakta ang mengenai kenyataan yang diperoleh dari

observasi. Dengan observasi peneliti dapat mengumpulkan data secara langsung dari

pendidik (ustadz) pondok modern darussalam gontor 6 Kendari mengenai aktualisasi

pendidikan akhlak yang digunakan dalam membentuk karakteristik santri. disamping

51
itu, peneliti juga bisa mempertanyakan langsung pada santri (anak didik) untuk

melihat sikap dan atau kepribadiannya yang diperolehnya selama berproses pada

lembaga atau yayasan sekolah tersebut. (Sugiyono, 2017)

b. Wawancara

Metode wawancara ialah proses pengumpulan informasi dengan cara tanya

jawab kepada responden dengan tatap muka ataupun melalui media. Pada hakikatnya

wawancara merupakan penggalian informasi secara mendalam terkait isu yang

diankat oleh peneliti. Menurut Lincoln dan Guba dalam buku buku Prof.Dr.Sugiyono

dalam wawancara memiliki beberapa langkah diantaranya: penetapan informan,

membuka alur wawancara yang akan digali dalam penelitian, melangsungkan alur

wawancara, mengkonfirmasi hasil wawancara, hasil wawancara harus ditulis dan

mengidentifikasi tindak lanjut dari wawancara yang telah diperoleh. Dengan adanya

wawancara ini, peneliti menyiapkan soal-soal yang akan digali dalam penelitian

untuk mencari tahu dari para informan mengenai aktualisasi pendidikan akhlak yang

diberikan kepada peserta didik. (Sugiyono, 2017)

c. Dokumentasi

Menurut Mahmud (2011) menyatakan bahwa dokumen ialah kumpulan

tulisan yang berisi pernyataan tertulis yang dibuat oleh suatu lembaga atau kelompok

guna untuk keperluan pengujian, sumber data, informasi dan membuka kesempatan

untuk memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang ingin diselidiki. Dalam

metode ini, peneliti dapat memperoleh teori dari aktualisasi pendidikan akhlak dalam

membentuk karakteristik peserta didik di pondok modern darussalam gontor 6

Kendari serta faktor pndukung dan penghambat dalam aktualisasi pendidikan akhlak

tersebut.

52
3.5 Teknik Analisis Data

Menurut Ardhana dalam Lexy J Moleong (2012: 103) mengatakan bahwa

analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengumpulkannya kedalam suatu

pola dan kategori. Analisis yang digunakan peneliti yaitu analisis dedukatif. Analisis

Dedukatif ialah hubungan antara teori dan hasil penelitian. Setelah mendeskripsikan

data-data yang telah didapatkan, kemudian disimpulkan dengan metode analisis

dedukatif. Metode ini merupakan penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa

umum yang kebenarannya telah disepakati lalu disimpulkan secara khusus.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam mengnalisis data tersebut

sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Peneliti terlebih dahulu harus mengumpulkan data-data yang telah dilakukan

pada saat proses wawancara dari para informan pada saat penelitian dilakukan dan

ditulis secara langsung pada saat wawancara berlangsung.

b. Penyajian Data

Peneliti mengumpulkan infomasi yang telah diperoleh dari proses wawancara

dilapangan, selanjutnya data yang dikumpulkan disajikan secara jelas agar

memudahkan peneliti untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian

c. Verifikasi Data

Memeriksa kembali data yang terkumpul untuk memastikan keabsahan dan

kesesuaiannya dengan persyaratan dan harapan penelitian peneliti merupakan

tahapan data dan proses yang digunakan dalam analisis data.

53
d. Penyajian Data

Setelah itu, dilakukan penyajian data. Seperti yang ditekankan oleh Miles dan

Hubberman, penyajian data terdiri dari penyajian sekumpulan informasi tersusun

yang memungkinkan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui

pemeriksaan penyajian data ini, peneliti akan memperoleh pemahaman yang lebih

komprehensif tentang situasi dan menentukan tindakan yang paling tepat. Berkenaan

dengan kecenderungan peneliti terhadap analisis atau tindakan lebih lanjut dengan

mempelajari temuan-temuannya (Rijali, 2019).

e. Analisis Data

Setelah verifikasi data, tahap selanjutnya adalah analisis data terhadap data

yang telah dikumpulkan dari tahap-tahap sebelumnya. Para peneliti menggunakan

metode analisis kualitatif yang konsisten dengan pendekatan yang digunakan.

Peneliti menggunakan metodologi ini untuk menganalisis data dengan tujuan untuk

mendeskripsikannya dalam kalimat yang koheren dan akurat, sehingga memudahkan

pemahaman dan interpretasi.

f. Kesimpulan

Peneliti yang telah melalui berbagai tahapan dalam proses pengelolaan data,

sampai pada tahap ini akan menarik kesimpulan mengenai pengaruh Panca Jiwa

terhadap aktualisasi pendidikan akhlak dalam membentuk karakteristik santri di

pondok modern darussalam gontor 6 Kendari.

54
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul

Mujahidi Kendari

4.1.1 Sejarah Umum Pondok Modern Darussalam Gontor dan Pondok Modern

Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhtul Mujahidin Kendari

Perjalanan panjang Pondok Modern Darussalam Gontor bermula pada

abad ke-18. Pondok Tegalsari sebagai cikal bakal Pondok Modern Darussalam

Gontor didirikan oleh Kyai Ageng Hasan Bashari. Ribuan santri berduyun-

duyun menuntut ilmu di pondok ini. Saat pondok tersebut dipimpin oleh Kyai

Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang.

Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran

Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai

pun sayang padanya. Maka setelah santri Sultan Jamaluddin dirasa telah

memperoleh ilmu yang cukup, ia dinikahkan dengan putri Kyai dan diberi

kepercayaan untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor. (Gontor.ac.id,

2016)

Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) awalnya berupa sebuah

nama desa yakni Gontor yang terletak kurang lebih 3 KM sebelah timur

Tegalsari dan 11 KM ke arah tenggara dari kota Ponorogo. Sejarah Pondok

Modern Darussalam Gontor sendiri terbagi menjadi 2 pembahasan, yakni

Pondok Gontor lama dan Pondok Gontor baru, dalam pembahasan ini peneliti

mencoba untuk menulusuri lebih eksplisit pada pembahasan Pondok Gontor

lama, dimana pada saat itu Gontor masih merupakan kawasan hutan yang belum

55
banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini dikenal sebagai tempat

persembunyian para perampok, penjahat, penyamun, pemabuk, dan sebagainya.

Di tempat inilah Kyai muda Sulaiman Jamaluddin diberi amanat oleh mertuanya

untuk merintis pondok pesantren seperti Tegalsari. Dengan 40 santri yang

dibekalkan oleh Kyai Khalifah kepadanya, maka berangkatlah rombongan

tersebut menuju desa Gontor untuk mendirikan Pondok Gontor. (Gontor.ac.id,

2016).

Berbekalkan awal 40 santri, Pondok Gontor yang didirikan oleh Kyai

Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang dengan pesat, khususnya ketika

dipimpin oleh putera beliau yang bernama Kyai Anom Besari. Ketika Kyai

Anom Besari wafat, Pondok diteruskan oleh generasi ketiga dari pendiri Gontor

Lama dengan pimpinan Kyai Santoso Anom Besari.

Pondok Gontor yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin ini terus

berkembang dengan pesat, khususnya ketika dipimpin oleh putera beliau yang

bernama Kyai Archam Anom Besari. Santri-santrinya berdatangan dari berbagai

daerah di Jawa, konon banyak juga santri yang datang dari daerah Pasundan

Jawa Barat. Setelah Kyai Archam wafat, pondok dilanjutkan oleh putera beliau

bernama Santoso Anom Besari. Kyai Santoso adalah generasi ketiga dari pendiri

Gontor Lama. Pada kepemimpinan generasi ketiga ini Gontor Lama mulai surut;

kegiatan pendidikan dan pengajaran di pesantren mulai memudar. Di antara

sebab kemundurannya adalah karena kurangnya perhatian terhadap kaderisasi.

(Gontor.ac.id, 2016)

Setelah perjalanan panjang tersebut, tibalah masa bagi generasi keempat.

Tiga dari tujuh putra-putri Kyai Santoso Anom Besari menuntut ilmu ke

56
berbagai lembaga pendidikan dan pesantren, dan kemudian kembali ke Gontor

untuk meningkatkan mutu pendidikan di Pondok Gontor. Mereka adalah;

a. KH. Ahmad Sahal (1901-1977)


b. KH. Zainuddin Fanani (1908-1967)
c. KH. Imam Zarkasyi (1910-1985)

Mereka memperbaharui sistem pendidikan di Gontor dan mendirikan

Pondok Modern Darussalam Gontor pada tanggal 20 September 1926 bertepatan

dengan 12 Rabiul Awwal 1345, dalam peringatan Maulid Nabi. Pada saat itu,

jenjang pendidikan dasar dimulai dengan nama Tarbiyatul Athfal. Kemudian,

pada 19 Desember 1936 yang bertepatan dengan 5 Syawwal 1355,

didirikanlah Kulliyatu-l-Muallimin al-Islamiyah, yang program pendidikannya

diselenggarakan selama enam tahun, setingkat dengan jenjang pendidikan

menengah.

Dalam perjalanannya, sebuah perguruan tinggi bernama Perguruan

Tinggi Darussalam (PTD) didirikan pada 17 November 1963 yang bertepatan

dengan 1 Rajab 1383. Nama PTD ini kemudian berganti menjadi Institut

Pendidikan Darussalam (IPD), yang selanjutnya berganti menjadi Institut Studi

Islam Darussalam (ISID). Saat ini ISID memiliki tiga Fakultas: Fakultas

Tarbiyah dengan jurusan Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Bahasa Arab,

FakultasUshuluddin dengan jurusan Perbandingan Agama, dan Akidah dan

Filsafat, dan Fakultas Syariah dengan jurusan Perbandingan Madzhab dan

Hukum, dan jurusan Manajemen Lembaga Keuangan Islam. Sejak tahun 1996

ISID telah memiliki kampus sendiri di Demangan, Siman, Ponorogo.

(Gontor.ac.id, 2016)

57
Jumlah santri hanya tinggal sedikit dan mereka belajar di sebuah masjid

kecil yang tidak lagi ramai seperti waktu-waktu sebelumnya. Walaupun Pondok

Gontor sudah tidak lagi maju sebagaimana pada zaman ayah dan neneknya, Kyai

Santoso tetap bertekad menegakkan agama di desa Gontor. Ia tetap menjadi

figur dan tokoh rujukan dalam berbagai persoalan keagamaan dan

kemasyarakatan di desa Gontor dan sekitarnya. Dalam usia yang belum begitu

lanjut, Kyai Santoso dipanggil Allah SWT. Dengan wafatnya Kyai Santoso ini,

masa kejayaan Pondok Gontor Lama benar-benar sirna. Saudara-saudara Kyai

Santoso tidak ada lagi yang sanggup menggantikannya untuk mempertahankan

keberadaan Pondok. Yang tinggal hanyalah janda Kyai Santoso beserta tujuh

putera dan puterinya dengan peninggalan sebuah rumah sederhana dan Masjid

tua warisan nenek moyangnya. (Gontor.ac.id, 2016)

Tetapi rupanya Nyai Santoso tidak hendak melihat Pondok Gontor pupus

dan lenyap ditelan sejarah. Ia bekerja keras mendidik putera-puterinya agar

dapat meneruskan perjuangan nenek moyangnya, yaitu menghidupkan kembali

Gontor yang telah mati. Ibu Nyai Santoso itupun kemudian memasukkan tiga

puteranya ke beberapa pesantren dan lembaga pendidikan lain untuk

memperdalam agama. Mereka adalah Ahmad Sahal (anak kelima), Zainuddin

Fannani (anak keenam), dan Imam Zarkasyi (anak bungsu). Sayangnya, Ibu

yang berhati mulia ini tidak pernah menyaksikan kebangkitan kembali Gontor di

tangan ketiga puteranya itu. Beliau wafat saat ketiga puteranya masih dalam

masa belajar.

Sepeninggal Kyai Santoso Anom Besari dan seiring dengan runtuhnya

kejayaan Pondok Gontor Lama, masyarakat desa Gontor dan sekitarnya yang

58
sebelumnya taat beragama tampak mulai kehilangan pegangan. Mereka berubah

menjadi masyarakat yang meninggalkan agama dan bahkan anti agama.

Kehidupan mo-limo: maling (mencuri), madon (main perempuan), madat

(menghisap seret), mabuk, dan main (berjudi) telah menjadi kebiasaan sehari-

hari. Ini ditambah lagi dengan mewabahnya tradisi gemblakan di kalangan para

warok.

Demikianlah suasana dan tradisi kehidupan masyarakat Gontor dan

sekitarnya setelah pudarnya masa kejayaan Pondok Gontor Lama.

Berdirinya Pondok Gontor yang baru tidak lepas dari tekad Ibu Nyai

Santoso yang mengirimkan ketiga puteranya, yakni K.H. Ahmad Sahal, K.H.

Zainuddin Fannanie, K.H. Imam Zarkasyi ke beberapa lembaga pendidikan

untuk terus memperdalam ilmu. Ibu Nyai Santoso berharap agar ketiga

puteranya itu kelak dapat menghidupkan kembali Pondok Gontor Lama yang

telah runtuh itu. Pada tanggal 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabi’ul

Awwal 1345, di dalam peringatan Maulid Nabi, dideklarasikan pembukaan

kembali Pondok Gontor. Trimurti pada awal pembangunan Pondok Gontor Baru

mengkaji berbagai lembaga pendidikan di luar negeri yang sesuai dengan sistem

pondok pesantren.

Gambar 4. 1 Trimurti, Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor

59
Di Mesir terdapat Universitas al-Azhar yang terkenal dengan

keabadiannya. Al-azhar bermula dari sebuah masjid yang didirikan oleh

Penguasa Mesir dari Daulah Fatimiyyah. Universitas ini telah hidup ratusan

tahun dan telah memiliki harta wakaf yang mampu memberi beasiswa kepada

siswa dari seluruh dunia.

Di Mauritania terdapat Pondok Syanggit. Lembaga pendidikan ini harum

namanya berkat kedermawanan dan keikhlasan para pengasuhnya. Syanggit

adalah lembaga pendidikan yang dikelola dengan jiwa keikhlasan; para

pengasuh mendidik murid-murid siang-malam serta menanggung seluruh

kebutuhan santri.

Di India terdapat Universitas Muslim Aligarh. Sebuah lembaga

pendidikan modern yang membekali mahasiswanya dengan ilmu pengetahuan

umum dan agama serta memjadi pelopor revival of Islam. Di India juga terdapat

perguruan Santiniketan, didirikan oleh Rabindranath Tagore, seorang filosuf

Hindu. Perguruan yang dikenal dengan kedamaiannya ini berlokasi di kawasan

hutan, serba sederhana dan telah mampu mengajar dunia.

Keempat lembaga pendidikan tersebut menjadi idaman para pendiri

Pondok Modern Darussalam Gontor. Karena itu mereka hendak mendirikan

lembaga pendidikan yang merupakan sintesa dari empat lembaga di atas.

Hingga di masa sekarang Tahun 2024, Pondok Modern Darussalam

Gontor sendiri dipimpin oleh Pascatrimurti, yakni Drs. K.H. M. Akrim Mariyat,

Dipl.A.Ed. (2020-Sekarang), K.H Hasan Abdullah Sahal. (1985-Sekarang), Prof.

Dr. K.H. Amal Fathullah Zarkasyi, M.A. (2020-Sekarang). (Wardun Gontor,

60
2021). Secara umum, struktur keorganisasian Pondok Modern Darussalam

Gontor adalah sebagai berikut :

BADAN WAKAF

SEKERTARIS PIMPINAN PONDOK ADMINISTRASI

UNIDA PENGASUHAN
KMI YPPWPM IKPM
GONTOR SANTRI

OPPM PRAMUKA DEMA

MAHASISWA SANTRI SANTRI SANTRI MAHASISWA ALUMNI

Gambar 4. 2 Struktur Keorganisasian Pondok Modern Darussalam Gontor

Keterangan :

UNIDA GONTOR : Universitas Darussalam Gontor


KMI : Kulliyatu-l-Mu’allimin al-Islamiyyah
YPPWPM : Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Wakaf Pondok
Modern
IKPM : Ikatan Keluarga Pondok Modern
DEMA : Dewan Mahasiswa

Dilansir dari Warta Dunia (WARDUN) Pondok Modern Darussalam

Gontor tahun 2023, Hingga kini Pondok Modern Darussalam Gontor terbagi

menjadi 2, yakni Gontor putra dan Gontor putri, untuk Gontor putra sendiri

terdiri dari 12 Cabang, yakni : (Gontor, 2023)

a. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus Pusat (Desa Gontor, Kec.

Mlarak, Kab. Ponorogo, Prov. Jawa Timur).

b. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 2 (Desa Madusari, Kec. Siman,

Kab. Ponorogo, Prov. Jawa Timur).

61
c. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 3 Darul Ma’rifat (Desa

Sumbercangkring, Kec. Gurah, Kab. Kediri, Prov. Jawa Timur)

d. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 4 Darul Muttaqien (Desa

Kaligung, Kec. Rogojampi, Kab. Bayuwangi, Prov. Jawa Timur)

e. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 5 Darul Qiyam (Dusun

Gadingsari, Desa Mangunsari, Kec. Sawangan, Kab. Magelang, Prov. Jawa

Tengah)

f. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 6 Riyadhatul Mujahidin (Desa

Pudahoa, Kec. Mowila. Kab. Konawe Selatan, Prov. Sulawesi Tenggara)

g. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 7 (Dusun Kubupanglima, Desa

Tajimalela, Kec. Kalianda, Kab. Lampung Selatan, Prov. Lampung)

h. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 8 (Desa Meunasah Baro, kec.

Seulimeum, Kab. Aceh Besar, Prov. Nanggroe Aceh Darussalam)

i. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 9 (Dusun Ompang, Sulit Air,

Kec. X Koto Diatas, Kab. Solok, Prov. Sumatra Barat).

j. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 10 (Desa Parit Culum Timur 1,

Kec. Muara Sabak Barat, Kab. Tanjung Jabung, Prov. Jambi.

k. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 11 ( Desa Tokorondo, Kec.

Poso Pesisir, Kab. Poso, Prov. Sulawesi Tengah).

l. Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 12 ( Dusun Mungkal Manggis,

Desa Lubuk Jering, Kec. Sungai Mandau, Kab. Siak, Prov. Riau)

Untuk Gontor Putri terdiri dari 8 cabang, diantaranya :

a. Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Kampus 1 (Desa Sambirejo,. Kec.

Mantingan, Kab. Ngawi, Prov. Jawa Timur)

62
b. Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Kampus 2 (Desa Sambirejo, Kec.

Mantingan, Kab. Ngawi, Prov. Jawa Timur)

c. Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Kampus 3 (Desa Karangbanyu,

Kec. Widodare, Kab. Ngawi, Prov. Jawa Timur)

d. Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Kampus 4 (Desa Lamomea, Kec.

Konda, Kab. Konawe Selatan, Prov. Sulawesi Tenggara)

e. Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Kampus 5 (Dusun Bobosan, Desa

Kemiri, Kec. Kandangan, Kab. Kediri, Prov. Jawa Timur)

f. Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Kampus 6 (Desa Tokorondo, Kec.

Poso Pesisir, Kab. Poso, Prov. Sulawesi Tengah)

g. Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Kampus 7 (Dusun II, Desa Rimbo

Panjang, Kec. Tambang, Kab. Kampar, Prov. Riau)

h. Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Kampus 8 (Dusun III, Desa

Labuhan Ratu VI, Kec. Labuhan Ratu, Kab. Lampung Timur, Prov.

Lampung) (Gontor, 2023)

Bertalian dengan pembahasan mengenai sejarah umum Pondok Modern

Darussalam Gontor, peneliti sendiri terfokus pada Pondok Modern Gontor 6

Putra Riyadhatul Mujahidin sekaligus tempat penelitian dilakukan, Pondok

Modern Darussalam Gontor 6 Putra Riydhatul Mujahidin sendiri berdiri pada

tanggal 5 Juli 2002 yang sebelumnya bernama Pondok Modern Darussalam

Gontor 7 Putra Riyadhatul Mujahidin yang bertempat Desa Pudahoa, Kecamatan

Landono, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Di atas tanah yang

diwakafkan oleh Pemerintah Tingkat II Kendari seluas + 1000 hektar; dalam

bentuk kerjasama Gontor dengan Pemerintah Tingkat I Sulawesi Tengara.

63
Kehadiran Pondok Modern Darussalam Gontor VII di Kendari ini diharapkan

dapat berperan dalam mewujudkan Lembaga Pendidikan Islam yang berkualitas

dan benteng pertahanan Islam di Wilayah Indonesia Bagian Timur, yang mampu

mencetak sumber daya manusia Muslim-Mukmin yang berbudi tinggi,

berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas, serta berkhidmat kepada ummat,

bangsa dan negara untuk menuju kesejahteraan lahir batin dunia-akhirat. (Syukri

Zarkasyi, 2005). Hingga pada tahun 2020 telah berubah nama menjadi Pondok

Modern Gontor 6 Kendari. Adapun denah lokasi pondok Modern Darussalam

Gontor 6 Riyadhatul Mujahidin adalah sebagai berikut :

Gambar 4. 3 Denah Lokasi Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul


Mujahidin (Gontor, 2023)

64
Keterangan :

1) Masjid Jami’ 21) Gedung Wisma Lama


2) Auditorium Gontor 6 22) Dapur Ustadz
3) Gedung Kelas Azerbaijan 23) Dapur Umum
4) Gedung Asrama Al-Azhar 24) Dapur Keluarga
5) Gedung Asrama Santiniketan 25) Dapur Keluarga
6) Gedung Asrama Aligarh 26) Gedung Wisma Baru
7) Gedung Asrama Syanggit 1 27) Kantin Wisma
8) Gedung Asrama Syanggit 2 28) Kantin Angkatan
9) Gedung Asrama Syanggit 3 29) Kantor Ta’mir Masjid
10) Gedung Asrama Indonesia 1 30) Gazebo
11) Gedung Asrama Indonesia 2 31) Gazebo
12) Gedung Asrama Indonesia 3 32) Gedung Asia
13) Baitul Makkah 33) Komplek gedung Palestina
14) Guest House 34) Aula Lama/Danau Buatan
15) Baitul Anshor 35) Sawah Pondok
16) Baitul Madinah 36) Lapangan Basket Lama
17) Kantor Staff Pengasuhan Santri 37) Lapangan Futsal
18) Kantor Sekretaris 38) Lapangan Volly dan Takraw
19) Kantor Administrasi 39) Lapangan Basket Baru
20) Koperasi Pelajar 40) Lapangan Sepak Bola
41) Gedung Diesel

4.1.2 Struktur Keorganisasian di Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Putra

Riyadhatul Mujahidin Kendari

Struktur organisasi di Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Putra

Riyadhatul Mujahidin terbagi menjadi 2 bagian, dimana ada organisasi yang

dikhususkan oleh tenaga pendidik (Ustadz) di dalamnya, dan ada organisasi

yang dikhususkan oleh santri yang mengambil alih kepengurusannya yang kerap

dikenal di Pondok Modern Darussalam Gontor dengan sebutan Organisasi

Pelajar Pondok Modern (OPPM), hal ini dilakukan oleh pondok guna memberi

pembelajaran pada santri dalam berorganisasi dalam ruang lingkup yang lebih

kecil terlebih dahulu yakni kehidupan pondok sebelum terjun dalam

keorganisasian pada ruang lingkup masyarakat, selain itu sebagai pembelajaran

mengenai rasa tanggung jawab terhadap jabatan organisasi yang dimiliknya,

65
hingga kini Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) berjumlah 19

Organisasi yang menaungi berbagai bidang dalam kehidupan santri sehari-hari

adapun struktur keorganisasian yang dimaksudkan dilampirkan pada lembaran

selanjutnya sebagai berikut :

‫المنظمة‬
(Organisasi Pelajar Pondok Modern)

1) ‫رئيس المنظمة‬ 11) ‫قسم المسبغة‬


(Ketua Organisasi Pelajar Pondok) (Bagian Penatu)
2) ‫سكريتر و المالية المنظمة‬ 12) ‫قسم التصوير‬
(Sekertaris dan Bendahara) (Bagian Fotografi)
3) ‫قسم الأمن‬ 13) ‫قسم الفنون‬
(Bagian Keamanan) (Bagian Kesenian)
4) ‫قسم تعمير المسجد‬ 14) ‫قسم المهادة اليدوية‬
(Bagian Ta’mir Masjid) (Bagian Keterampilan)
5) ‫قسم التعليم‬ 15) ‫قسم النظافة الحي‬
(Bagian Pengajaran) (Bagian Kebersihan)
6) ‫قسم إحياء اللغة‬ 16) ‫قسم التغذ ية‬
(Bagian Bahasa) (Bagian Dapur)
7) ‫قسم الرياضة‬ 17) ‫قسم المكنة‬
(Bagian Olahraga) (Bagian Diesel)
8) ‫قسم البساتن‬ 18) ‫قسم مقصف الطلبة‬
(Bagian Pertamanan) (Bagian Kantin Santri)
9) ‫قسم الإستقبال الضيوف‬ 19) ‫قسم الصحة‬
(Bagian Penerimaan Tamu) (Bagian Kesehatan)
10) ‫قسم الإعلام‬
(Bagian Penerangan)
Tabel 4. 1 Tabel Struktur Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) di Pondok
Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari

66
4.1.3 Visi, Misi, dan Motto Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul

Mujahidin Kendari

Berbicara visi dan misi dari Pondok Modern Darussalam Gontor kerap

dikenal dengan sebutan ”Selayang Pandang” yang menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) terdiri dari dua kata yakni ”selayang” dan ”Pandang”, dimana

kata ”Selayang” sendiri berarti sekilas, selintas, dan sepintas, adapun kata

”Pandang” sendiri memiliki makna Penglihatan yang tetap dan agak lama,

memandang, menyelidiki sesuatu secara teliti.

Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur yang dilakuan oleh

pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin

Ust. Arifuddin berpendapat bahwa :

”Selayang Pandang sendiri dalam lingkup Pondok Gontor lebih dianggap


sebagai bagaimana pondok memiliki sesuatu hal yang ingin dicapai demi
kemaslahatan ummat Islam dengan tidak terpengaruh pada intervensi dalam
bentuk apapun, murni karena jiwa Pondok Gontor, serta berkesinambungan.
Yang didalamnya ada Visi Misi yang jadi tujuan utama adanya Pondok Modern
Darussalam Gontor”

Adapun Misi dari Pondok Modern Darussalam Gontor adalah sebagai

berikut :

”Sebagai lembaga pendidikan pencetak kader-kader pemimpin ummat. Menjadi


tempat ibadah talab al-’ilmi dan menjadi sumber pengetahuan Islam, bahasa al-
Qur’an, dan ilmu pengetahuan umum, dengan tetap berjiwa kepesantrenan”

Adapun Visi dari Pondok Modern Darussalam Gontor adalah sebagai


berikut :

”1) Membentuk generasi yang unggul menuju terbentuknya khairah ummah. 2)


Mendidik dan mengembangkan generasi mukmin-muslim yang berbudi tinggi,
berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikir bebas, serta berkhidmat
kepada masyarakat. 3) Mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan umum
secara seimbang menuju terbentuknya ulama yang intelek. 4) Mewujudkan
warga negara yang berkepribadian Indonesia yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT.”

67
Kemudian, dari visi misi tersebut, ada tujuan yang tentunya menjadi

pencapaian utama dari Pondok Modern Darussalam Gontor, yakni sebagai

berikut :

a. Terwujudnya generasi yang unggul menuju terbentuknya khaira ummah.

b. Terbentuknya generasi mukmin-muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat,

berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas, serta berkhidmat kepada

masyarakat.

c. Lahirnya ulama intelek yang memiliki keseimbangan dzikir dan pikir.

d. Terwujudnya warga negara yang berkepribadian Indonesia yang beriman dan

bertakwa kepada Allah SWT.

Motto Pondok Modern Darussalam Gontor adalah sebagai berikut :

a. Berbudi tinggi

b. Berbadan sehat

c. Berpengetahuan luas

d. Berpikiran bebas

4.1.4 Jumlah Tenaga Pengajar (Ustadz) dan Santri di Pondok Modern Darussalam

Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari

Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Riyadhatul Mujahidin

menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah yang disebut

Kulliyatul Mu’alimin Al Islamiyyah, (KMI).

Lulusan KMI Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Riyadhatul

Mujahidin nantinya akan diberikan ijazah yang sama dengan para alumni

Pondok Modern Darussalam Gontor I, yang telah mendapatkan pengakuaan dari

luar negeri seperti; pemerintah Mesir, Saudi Arabia, dan negara- negara timur

68
tengah lainya. Sedangkan dari dalam negeri mendapatkan pengakuaan dari

pemerintah Republik Indonesia melalui SK Dirjen Bimbanga Islam, Dep.

Agama No. IV/PP.03/KEP/64/98 dan dari SK menteri Pendidikan Nasional No.

105/0/2000, dimana dari kedua SK tersebut pemegang ijazah KMI Darussalam

Gontor sama berhaknya dengan pemegang ijazah SMU dan Aliyah untuk

melanjutkan belajar keperguruan tinggi negeri maupun swasta. Didalam negeri

maupun diluar negeri.

Terhitung hingga Februari 2024, terhitung jumlah tenaga pendidik

(ustadz) dan santri Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul

Mujahidin Kendari adalah 514 orang, dimana santri berjumlah 414 orang dan

tenaga pendidik (ustadz) berjumlah 100 orang, dalam mengetahui jumlah santri

sendiri peneliti melakukan filterisasi berdasarkan tingkatan kelasnya, yang lebih

eksplisit dijelaskan pada tabel berikut ini :

Kelas Jumlah Santri Jumlah Kelas

1 (Santri Baru) 15 Santri 1 Kelas

1 Intensif (Santri Baru) 10 Santri 1 Kelas

2 (Santri Lama) 50 Santri 2 Kelas

3 (Santri Lama) 103 Santri 4 Kelas

3 Intensif (Santri Lama) 10 Santri 1 Kelas

4 (Santri Lama) 55 Santri 2 Kelas

5 (Santri Lama) 57 Santri 2 Kelas

6 (Santri Lama) 114 Santri 3 Kelas

Jumlah 414 Santri 16 Kelas

Tabel 4. 2 Jumlah Santri dan Kelas di Pondok Modern Darussalam Gontor 6


Putra Riyadhatul Mujahidin Kendari

69
4.2 Dinamika Proses Pendidikan Akhlak Santri di Pondok Modern Darussalam

Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari

Setiap proses pendidikan pastinya dilalui dengan masuknya peserta didik

tersebut di instansi pendidikan yang inginkannya, dalam penelitian ini tertuju pada

Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari, tercatat pada tahun 2023, jumlah santri

baru yang masuk mengeyam proses pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor

Putra 6 Kendari berjumlah 25 orang, yang terdiri dari 15 orang santri kelas 1 reguler,

dan 10 orang kelas 1 intensif, kelas intensif sendiri adalah kelas yang ditempati oleh

anak yang telah mengeyam proses pendidikan di sekolah menengah pertama (SMP), hal

ini dibuktikan dengan dilakukannya wawancara tidak tersetruktur oleh Ust. Ahkhmad

Rajif, S.Pd, selaku ustads bagian Pengasuhan Santri yang dalam wawancara beliau

mengatakan :

”Awal semeter ganji tahun 2023 betul adanya terhitung jumlah santri baru yang
masuk dengan jumlah 25 orang yang berasal dari masing-masing daerah yang berbeda,
dan tidak hanya dari kendari saja, santri yang baru masuk tersebut ada juga yang berasal
dari Makassar, Palu, dan beberapa dari luar pulau Sulawesi seperti Jawa dan Sumatera,
adapun santri tersebut terdiri dari 15 orang santri yang masuk pada kelas reguler dimana
reguler yang dimaksudkan adalah santri yang telah selesai mengeyam pendidikan di
Sekolah Dasar (SD), dan 10 orang adalah kelas intensif/percepatan dari anak yang telah
mengeyam proses pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP).” (Rajif, 2024)

Pondok Modern Darussalam Gontor memiliki kurikulum yang tergolong spesial

dan tidak diberlakukan di instansi pendidikan umum, ataupun pondok pesantren pada

umumnya, kurikulum tersebut adalah Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah atau yang

lebih dikenal dalam lingkup Pondok Gontor dengan istilah KMI, kurikulum ini

didirikan pada hari Senin, 12 Rabi‟ul Awwal 1345/20 September 1926 oleh tiga

bersaudara yang dikenal dengan sebutan “Trimurti”, mereka adalah K.H. Ahmad Sahal,

K.H. Zainuddin Fannani, dan K.H. Imam Zarkasyi. (Chotimah, dkk. 2021)

70
KMI (Kulliyatul Mu'allimin Al-Islamiyah) dipilih oleh trimurti Pondok Modern

Darussalam Gontor sebagai sebuah tingkat sekaligus pelopor pendidikan modern

dengan sistem klasik, bukan madrasah. Meski awalnya penuh kontroversi baik di

kalangan pesantren maupun pemerintah, faktanya KMI masih eksis dan mampu

bersaing dengan pendidikan di tingkatnya. Arti kulliyatul Mu'allimin Al-Islamiyah

adalah persemaian guru Islam. Institusi KMI berupaya mendidik siswa untuk menjadi

guru Islam, dengan pasokan yang memadai, yang mereka harapkan setelah lulus dari

KMI dapat mengajar siswa SD dan SMP di bidang agama. Program belajar ini banyak

diadopsi dan dipraktikkan oleh beberapa pesantren di Indonesia. (Chotimah, dkk. 2021)

Mata pelajaran yang diajarkan dari kurikulum Kulliyatul Mu’allimin al-

Islamiyah (KMI) ini tidak hanya terfokus pada ilmu agama saja, namun juga diajarkan

ilmu-ilmu pengetahuan umum didalamnya, hal ini berkesuaian dengan wawancara yang

dilakukan oleh Ust. Arifuddin, S.A.P, selaku Pimpinan Pondok Modern Darussalam

Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari yang dalam wawancaranya dikatakan :

”Pondok Gontor ini memiliki kurikulum yang berbeda diterapkan dari instansi
pendidikan lainnya, jika di instansi pendidikan umum berlaku kurikulum yang
diterapkan hanya selama proses belajar mengajar di sekolah, Kulliyatul Mu’allimin al-
Islamiyah ini merupakan kurikulum yang mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan
santri selama 24 jam, jadi santri kehidupan santri dinaungi oleh kurikulum pondok,
bukan hanya pada saat proses belajar mengajar saja, namun mulai dari bangun sampai
tidur kembalinya setiap santri diatur oleh kurikulum yang diterapakan oleh Pondok”
(Arifuddin, 2024)

Kurikulum Kuliyatul Mu’allimin al-Islamiyah terdiri dari beberapa bidang

keilmuan yang diajarkan oleh santri dengan masing-masing kelas yang berbeda, yakni

sebagai berikut :

71
Bidang Studi Mata Pelajaran

Bahasa Arab • Imla


• Insya
• Tamrin lughoh
• Muthalaah
• Nahwu
• Sharf
• Balaghah
• Tarikh Adab
• Khat Al Arabi

Dirasah Islamiyah • Al Quran


• Tajwid
• Tauhid
• Tafsir
• Hadist
• Musthalahul Hadist
• Fiqh
• Faraidh
• Dinul Islam
• Al Adyan
• Mantiq
• Tarjamaah
Ilmu Keguruan (attarbiyah wa • Attarbiyah wa Talim
attalaim) • Psikologi Pendidikan
Bahasa Inggris • Reading and Comperhension
• Grammar
• Composition and Dictation
Ilmu Umum (ilmu pasti, IPA, • Matematika dan Berhitung
IPS, Kewarganegaraan) • Fisika
• Biologi
• Sejarah Nasional dan
Internasional
• Geografi
• Sosiologi
• Psikologi Umum
• Bahasa Indonesia
• Tata Negara
Tabel 4. 3 Daftar Mata Pelajara pada Kurikulum Kulliyatul Mu’allimin
al-Islamiyah (KMI)
Kurikulum Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah merupakan sebuah kurikulum

dengan basis pada perpaduan antara pendidikan keislaman dan pendidikan konvensional

72
dengan fokus pada pembentukan mental penanaman ilmu pengetahuan Islam dan umum

secara komprehensif. (Gontor. 2012)

Sistem perjenjangan pada kurikulum Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI)

terdiridari program reguler dan intensif. Program regular untuk lulusan Sekolah Dasar

(SD) / Madrasah Ibtida’iyah (MI), dengan masa belajar 6 tahun, yakni ditempuh secara

berurutan dari kelas 1 - 6. Jika mengikuti standart pendidikan nasional, kelas 1, 2, 3 di

KMI, setingkat SLTP/MTS. Adapun kelas 4, 5, 6, setingkat SLTA/MA. Adapun untuk

program intensif di kurikulum Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) untuk lulusan

Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan di atasnya,

ditempuh selama 4 tahun, yakni dengan urutan jenjang kelas 1 intensif - 3 intensif - 5 -

6. Kelas intensif ini sebenarnya hanya diselenggarakan pada kelas 1 dan 3, Karena itu

disebut sebagai kelas 1 intensif dan 3 intensif. Sedangkan di kelas 5 mereka akan belajar

secara regular bersama-sama dengan lulusan SD/MI yang sudah duduk di kelas 5.

Hal ini berkesinambungan dengan wawancara tidak terstruktur yang dilakukan

oleh Ust. Permadi Wijaya Kusuma, S.Pd. selaku bagian kependidikan, yakni sebagai

berikut :

”Dalam sistem perjenjangan yang dijalankan pada kurikulum Kulliyatul


Mu’allimin al-Islamiyah diterapkan sistem kelas reguler dan intensif, dengan hitungan
jenjang kelas 1 – 6 selama 6 tahun untuk kelas reguler dari lulusan Sekolah Dasar (SD)
dan jenjang kelas 1 intensif, 3 intensif, 5 dan 6 selama 4 tahun untuk lulusan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madarasah Tsanawiyah (MTS), hal ini dilakukan agar
bagi lulusan SMP dan MTS tidak ketertinggalan pada aspek masa jenjang belajar dan
usia dari santri tersebut” (Permadi, 2024)

Bertalian dengan sistem perjenjangan yang diterapkan pada kurikulum tersebut,

setiap kelas dibedakan menjadi beberapa urutan kelas seperti kelas 1b,1c,1d, dst. Hal ini

disesuaikan oleh masing-masing nilai yang didapatkan oleh masing-masing santri baru

pada ujian masuk pondok, dan masing-masing nilai yang didapatkan selama proses

73
pembelajaran pada kelas 2,3,4,5, dan 6 untuk santri lama. Hal ini berkesusaian dengan

data yang didapatkan dari bagian kependidikan Pondok Modern Darussalam Gontor 6

Putra Riyadhatul Mujahidin Kendari sebagai berikut :

Kelas B C D E F G H Jumlah Jumlah


Santri Kelas
1 15 15 1

1 Int 10 10 1

2 26 24 50 2

3 28 24 28 23 103 4

3 Int 10 10 1

4 26 29 55 2

5 31 26 57 2

6 37 38 39 114 3

Jumlah 183 131 67 23 414

Jumlah Santri KMI Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 6 414


Riydhatul Mujahidin Kendari 16
Jumlah Tenaga Pengajar (Ustadz) KMI Pondok Modern 100
Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari
Jumlah Santiri dan Tenaga Pengajar (Ustadz) KMI Pondok 514
Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari
Tabel 4. 4 Rekapitulasi Jumlah Santri dan Dewan Guru (Ustadz) Kulliyatul Mu’allimin
al-Islamiyah (KMI) Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Putra Riyadhatul Mujahidin
Kendari Tahun Ajaran 1444 - 1445 H/ 2023 - 2024
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bagian kependidikan di Pondok

Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendair, untuk jenjang kelas

5 akan dikirim ke Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 1 Pusat Ponorogo setelah

melalui ujian semester genap pada tanggal 15 Ramadhan dan telah di Yudisium untuk

melanjutkan jenjang kelas 6, sedangkan kelas 5 dari Pondok Modern Darussalam

Gontor Putra 1 Pusat Ponorogo akan dikirim ke tiap-tiap Pondok Modern Darussalam

74
Gontor cabang untuk melanjutkan jenjang kelas 6, untuk kelas 6 sendiri setelah melalui

semester genapnya di Pondok cabang akan dikirim kembali ke Gontor Pusat untuk di

Yudisium disana sebelum masuk bulan Ramadhan. (Fayza, 2024).

Menilik pada sistem kependidikan yang diterapkan oleh setiap santri, Untuk

kelas 1 dan 1 intensif rata-rata semua pelajaran menggunakan pengantar dengan bahasa

Indonesia di semester ganjil serta bahasa Arab dan Inggris aktif di semester genap.

Sedangkan, mata pelajaran bidang keilmuan Bahasa Arab dan Pelajaran Agama Islam

menggunkan pengantar mata pelajaran dengan bahasa Arab di kelas 2 sampai dengan

kelas 6. Untuk mata pelajaran keguruan maka kurikulum Pondok Modern Darussalam

Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari juga mengadakan ujian praktek mengajar

untuk santri kelas 5 & 6 yang mana diadakan setiap tahunnya, guna membentuk dan

menseleksi para calon guru-guru baru di setiap tahunnya. Dengan adanya ujian

microteaching ini maka siswa akhir dilatih dan diarahkan untuk membuat persiapan

mengajar dengan baik. Para santri akhir dibimbing dan diarahkan oleh ustadz musyrif

atau walikelas dalam pembuatan persiapan mengajar sesuai mata pelajaran yang sudah

mereka pilih dan mumpuni dengan penggunaan serta penerapan dwi bahasa yakni

bahasa Arab dan bahasa Inggris. Untuk bahasa Inggris disampaikan dengan pengantar

mata pelajarann rmenggunakan bahasa Inggris di kelas 2 sampai dengan kelas 6. Ilmu

Pasti meliputi: Pelajaran Berhitung, dan Matematika. Mata pelajaran yang bersifat IPA

diantaranya : Biologi, Fisika dan Kimia. Untuk mata pelajaran yang bersifat IPS dan

kewarganegaraan yang meliputi : Sejarah, Tata Negara dan Goegrafi, dll. Untuk Khot,

pelajaran ini mempelajari tentang kaidah menulis kaligrafi yang baik dan benar dengan

metode learning by doing di dalam kelas dan disesuaikan materi tersebut sesuai

kelasnya. (Fayza, 2024).

75
Adapun keseharian santri dalam mengeyam pendidikan di Pondok Modern

Darussalam Gontor 6 Putra Riyadhatul Mujahidin Kendari telah dirangkum oleh peneliti

selama proses pengambilan data, yang kemudian diolah dalam bentuk tabel demi

mempermudah pembaca dalam memahami penelitian ini, yakni sebagai berikut :

No Kegiatan Santri Jam / Waktu

Bangun subuh, persiapan shalat subuh di Masjid


1 04:30 – 05:30 WITA
Jami’ & Tadarus al-Qur’an di masing-masing
maskan/asrama
Pemberian Mufradat (Kosa kata dalam Bahasa
2 05:30 – 06:00 WITA
Arab/Inggris) pada santri kelas 1,2,3,4 di
masing-masing maskan/asrama
Jaryu as-Shobah (Lari Pagi) oleh seluruh santri
khusus pada Selasa dan Jum’at, mandi, makan
3 06:30 – 07:30 WITA
pagi bersama di dapur yang disediakan khusus
santri dan persiapan untuk masuk kelas di
Gedung Azerbaijan
Proses belajar-mengajar oleh seluruh santri &
ustadz di Gedung Azerbaijan, untuk santri yang
4 ditugaskan menjaga asrama maka diberikan izin 08:00 – 11:30 WITA
untuk tidak masuk kelas dan betul-betul menjaga
serta membersihkan maskan/asrama masing-
masing.
Seluruh santri balik ke maskan/asrama masing-
5 masing, istirhat sejenak lalu shalat dzuhur di 12:00 – 13:00 WITA
maskan/asrama masing-masing dan makan siang
bersama.
Pembelajaran tambahan pada siang hari oleh
Ustadz musyrif ataupun staf bagian pengajaran
6 13:00 – 14:30 WITA
kepada seluruh santri yang di awasi oleh bagian
pengajaran di depan maskan/asrama Indonesia
1,2,3
Seluruh santri balik ke maskan/asrama masing-
7 masing, istirhat sejenak lalu shalat asar 15:00 – 16:00 WITA
berjamaah di maskan/asrama masing-masing di
ikuti oleh Tadarus al-Qur’an
Santri dibebaskan baik untuk berolahraga,
ataupun melakukan kegiatan-kegiatan lainnya
8 16:00 – 17:30 WITA
yang tetap dalam koridor pengawasan Pondok,
mandi dan persiapan shalat magrib berjama’ah di
Masjid Jami’
9 Tadarus al-Qur’an di Masjid Jami’ oleh seluruh 17:30 – 18:30 WITA
santri dan Ustadz & shalat magrib berjama’ah

76
Seluruh santri istirahat sejenak dan makan
10 malam bersama di dapur yang telah disediakan 18:30 – 19:30 WITA
khusus santri, lalu persiapan shalat isya’ di
maskan/asrama masing-masing
Santri dibebaskan untuk melakukan kegiatan
11 masing-masing dengan tetap pada koridor 20:00 – 22:00 WITA
pengawasan Pondok, ataupun belajar bersama
dengan masing-masing ustadz musryif
Seluruh santri diwajibkan kembali ke
maskan/asrama masing-masing untuk baca doa
12 22:00 – 04:30 WITA
tidur. Dan santri tidak boleh melakukan aktifitas
berlebih tanpa seizin mudabbir asrama masing-
masing ataupun ada hal-hal penting lainnya.
Tabel 4. 5 Tabel Kegiatan Harian Santri di Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Putra
Riyadhatul Mujahidin Kendari
Penelitian dilakukan ketika Pondok mengadakan ujian semester ganjil yang

terdiri dari ujian lisan, tulisan, dan praktek, sehingga beberapa kegiatan ditiadakan

sementara dan seluruh santri difokusan untuk belajar sebaik-baiknya, seluruh santri

diwajibkan membawa buku dimanapun ia berada selama proses ujian berlangsung, hal

ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ustadz Arifuddin, S.A.P selaku pimpinan Pondok

Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari bahwa :

”Saat ini santri sedang melaksanakan ujian akhir di semester ganjil, sehingga
beberapa kegiatan dihentikan sementara demi meningkatkan intensitas dan fokus santri
untuk belajar dalam menghadapi ujian tersebut, ujian di Pondok Modern Darussalam
Gontor terdiri dari ujian lisan, tulisan, dan praktik, yang diadakan kurang lebih 2
minggu, sehingga sebelum memasuki bulan suci Ramadhan santri dapat diliburkan dan
kembali melakukan aktivitas di Pondok seperti sediakala setelah lebaran Idhul Fitri”
(Arifuddin, 2024)

Berangkat dari bagaimana proses pendidikan akhlak santri di Pondok Modern

Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari, para santri kelas 4-6 yang

tergabung pada Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) menerapkan metode belajar

reward & punishment kepada adik-adik kelas di bawahnya selama proses pendidikan di

Pondok dan ustadz musyrif, pengasuhan, dan pimpinan pondok juga menerapkannya

pada seluruh santri di pondok. Hal tersebut di terapkan guna menertibkan santri yang

77
berbuat salah selama di Pondok sebagai bentuk punishment, dan memberi hadiah

kepada santri yang berprestasi pada tiap selesai ujian semester sebagai bentuk reward

serta memberi semangat dan motivasi belajar dari santri yang bersangkutan.

Reward adalah perlakuan yang menyenangkan sebagai salah satu faktor

psikologi belajar, juga merupakan bentuk contoh nyata motivasi ekstrinsik yang

diberikan guru untuk menolong siswa belajar, karena berhasil meraih prestasi

memuaskan. Pemberian reward dalam aktivitas belajar di kelas bertujuan untuk

menciptakan suasana menyenangkan dalam belajar bagi siswa, juga mendorong

semangat dan motivasi belajar siswa, agar kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan

tidak menimbulkan kejenuhan pada diri siswa. Dari hal itu, diketahui pula bahwa

pemberian reward berfungsi sebagai penguatan (reinforcement). Individu selalu

memerlukan perhatian, pujian, dan sapaan sebagai suatu bentuk penguat tingkah laku.

Oleh karena itu, tujuan penggunaan penguatan (reinforcement) di kelas dapat

memberikan motivasi kepada siswa, pengontrol atau pengubah perilaku yang kurang

baik. (Nugroho. 2014)

Punishment (hukuman) adalah usaha edukatif memperbaiki dan mengarahkan

siswa ke arah yang benar, bukan praktik hukuman dan siksaan yang memasung

kreativitas. ( Fadjar, 2012)

Adapun contoh penerapan reward & punishment dalam lingkup pesantren

adalah sebagai berikut :

NO Reward Punishment

1 Untuk seluruh santri kelas 1,2,3,4 Untuk santri kelas 1 yang ketahuan

yang ikut perlombaan muhadoroh tidak ikut latihan muhadoroh akan

78
(pidato) yang diadakan oleh bagian diberi sanksi berupa membersihkan

pengajaran diakhir semester akan sampah area maskan/asrama santri yang

mendapatkan hadiah seperti kitab- bersangkutan, apabila kedua kali tidak

kitab atau buku Pelajaran yang dapat ikut, maka santri yang bersangkutan dan

menunjang motivasi belajar santri mudabbir asramanya akan dipanggil di

selama di Pondok kantor bagian pengajaran untuk diberi

sanksi berupa lari keliling lapangan oleh

santri yang bersangkutan, dan untuk

mudabbir asrama akan diberi peringatan

tambahan untuk tidak mengulangi

ketiga kalinya, dan untuk santri kelas

2,3,4 akan diberi hukuman berupa lari

keliling lapangan dan membersihkan

asrama masing-masing bila kedapatan

sekali tidak ikut latihan, untuk kedua

kali akan diberi hukuman berupa cukur

tokak, dan bila ketiga kalinya tidak ikut

maka santri yang bersangkutan akan

dibotak oleh bagian pengajaran

2 Untuk santri yang selalu ikut proses Untuk santri kelas 1 yang ketahuan

belajar mengajar di kelas secara sekali tidak ikut proses belajar mengajar

teratur dan tidak ada alpa sekalipun dikelas, maka akan diberi hukuman

akan diberikan piagam penghargaaan berupa lari keliling lapangan di depan

oleh ustadz bagian KMI, dan ada ruang kelas, apabila sampai 3 kali tidak

79
reward tambahan yang biasa ketahuan tidak ikut proses belajar

diberikan oleh walikelas kepada mengajar, maka akan di skors berupa

santri didikannya yang mendapatkan pemulangan sementara dalam kurun

nilai tertinggi. waktu yang relatif.

Untuk santri kelas 2,3,4,5,6 apabila

ketahuan tidak ikut proses belajar

mengajar maka diberi hukuman berupa

cukur tokak oleh ustadz bagian KMI,

dan jika selanjutnya masing melakukan

hal yang sama maka akan dibotak, dan

hukuman paling berat akan di skors

berupa pemulangan sementara. Hal

tersebut dilakukan guna memberi efek

jerah oleh santri yang melanggar dan

percontohan bagi santri lainnya

3 Pada kegiatan lari pagi yang Apabila santri kedapatan secara sengaja

diadakan hari jummat, biasanya tidak ikut lari pagi bersama yang

diikuti dengan diadakannya diadakan hari selasa & jum’at, maka

perlombaan yang dilaksanakan oleh untuk santri kelas 1 akan diberikan

pihak OPPM dan Ustadz bagian hukuman berupa lari keliling lapangan

pengasuhan. Untuk santri kelas ataupun push-up, hal tersebut berlaku

1,2,3,4 yang menjuarai perlombaan sama untuk kelas 2,3,4,5,6. Apabila

yang diadakan tersebut akan diberi santri kelas 2,3,4,5,6 kedapatan

80
piala penghargaan oleh pihak OPPM kedua/ketiga kalinya maka akan diberi

dan Ustadz bagian pengasuhan hukuman berupa cukur tokak di bagian

sebagai bentuk peningkatan motivasi olahraga, dan selanjutnya dibotak oleh

belajar santri selama di Pondok ustadz bagian pengasuhan. Hal tersebut

dilakukan guna memberi efek jerah oleh

santri yang melanggar dan percontohan

bagi santri lainnya

Bagi seluruh santri apabila melakukan

pelanggaran secara sengaja seperti

berinteraksi dengan masyarakat

perkampungan, membawa telepon

genggam di Pondok, melakukan

pemukulan, mencuri, merokok

meminum minuman keras, kabur dari

pondok maka hukuman yang diberikan

adalah dibotak, orang tua santri akan di

panggil untuk dinasehati, dan hukuman

paling berat yakni dikeluarkan

selamanya dari Pondok

Tabel 4. 6 Reward & Punishment yang diterapkan di Pondok Modern Darussalam


Gontor 6 Putara Riyadhatul Mujahidin Kendari
Adapun punishment yang diterapkan di Pondok Modern Darussalam Gontor

betul-betul hukuman yang hanya memberi efek jera seperti lari keliling lapangan, push-

up, dll, guna agar santri tidak mengulangi kesalahan yang sama kedua kalinya, dan

81
bukannya hukuman yang berupa kekerasan fisik yang nantinya melukai secara fisik

pada santri yang bersangkutan, hal ini berkesuaian dengan wawancara terstruktur yang

dilakukan oleh peneliti kepada salah satu narasumber penelitian ini yakni saudara

Bintang Fadhillah selaku mudabbir maskan/asrama al-azhar kelas 6B, dalam

wawancaranya dikatakan :

”Selama saya menjadi mudabbir di asrama ini, alhamdulillah yang namanya


kekerasan fisik tidak pernah saya lakukan oleh adek-adek saya di asrama, meskipun
sewaktu saya masih kelas 3,4 dulu masih terdapat tindakan serupa yang dialami kepada
saya, tapi saya tidak akan menerapkan hal yang sama kepada mereka, karena saya
paham bahwa di Pondok ini kita datang untuk menimbah ilmu, bukan menjadi preman
yang asal melakukan kesalahan. Semua yang ada di asrama ini sudah saya anggap
seperti keluarga saya sendiri, maka akan menjadi hal yang mustahil jika saya melakuan
hukuman seperti kekerasan kepada mereka”. (Fadhillah, 2024)

Baik reward ataupun punishment sendiri tidak akan mungkin diterapkan oleh

santri tanpa adanya diterapkan falsafah pondok yakni panca jiwa terutama pada aspek

keikhlasan, dimana santri yang secara ikhlas menerima segala bentuk punishment

tersebut memang didasari karena ikhlasnya guna membentuk karakter dan akhlak yang

lebih kokok dan kuat guna menghadapi dunia masyarakat ketika santri telah lulus dari

Pondok kelak, segala yang terjadi di Pondok Modern Pesantren Gontor tidak luput dari

falsafah pondok tersebut yang nantinya ketika santri telah berhasil menerapkan kelima

falsafah tersebut, maka lahirlah yang namanya panca jangka yang terdri dari pendidikan

dan pengajaran, kaderisasi, pergedungan, khizanatullah, Kesejahteraan keluarga

pondok.

4.3 Pengaruh Panca Jiwa dalam Aktualisasi Pendidikan Akhlak Santri di Pondok

Modern Darussalam Gontor Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari.

Orientasi Utama dalam Pendidikan Pesantren, sangat masyhur dengan sistem

pendidikan warisan para Ulama terdahulu yang luhur nilai-nilai “adab”nya. Seiring

waktu berjalan dengan perjuangan para Syuhada, Pondok Pesantren muncul sebagai

82
Sistem Pendidikan yang menjadi gerakan kebangkitan Moral, Ahklaq dan Adab dikala

carut marut Dunia ini. Lalu apakah itu definisi Pondok Pesantren secara garis umum.

Marilah memulai perbincangan ini dengan sepenuh hati. Dilihat dari sejarah, pesantren

muncul sebagai mediator dakwah dan modernisasi islam di Indonesia dalam arti yang

sangat luas,salah satunya adalah sebagai benteng perlawanan Kolonial.Pesantren adalah

lembaga pendidikan berasal dari masyarakat dan dikelola oleh masyarakat kemudian

berkiprah untuk masyarakat.Dimana didalamnya terdapat kyai yang berperan sebagai

figur utama dan uswah hasanah bagi santri (Syukri Z, 2005). Hal-hal yang unik dalam

pesantren dengan pendidikan lainnya adalah terdapat pendidikan karakter mental,

pendidikan jiwa, falsafah hidup, kemasyarakatan dan penyatuan antara materi umum

dan materi Agama semuanya diajarkan secara seimbang meskipun banyak

kekurangannya. Dalam membentuk akhlak santri di pondok gontor, panca jiwa menjadi

salah satu landasan utama yang perlu ditanamkan dalam diri santri.

Aktualiasasi pendidikan akhlak pada Pondok Modern Darussalam Gontor tidak

keluar dari falsfah Panca Jiwa itu sendiri. Panca Jiwa sendiri harus ditanamkan pada

setiap santri Pondok Modern Darussalam Gontor dengan dasar akhlak merupakan ilmu

mengenai perilaku yang menjadikan seseorang berjalan pada jalan yang baik dengan

penerapannya pada kehidupan bermasyarakat. Adapun panca jiwa yang maksud ialah

sebagaimana pada wawancara yang dilakukan dengan Ustadz Arifuddin selaku

Pimpinan Pondok Gontor 6 Kendari, bahwa:

”Panca jiwa merupakan keharusan yang ditanamkan pada setiap santri terdiri
dari keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah, bebas. Ke lima panca jiwa tersebut
harus terus ditanamkan dan menjadi prinsip gontor dalam jiwa santri. Panca jiwa
tersebut dapat di diajarkan baik dalam pembelajaran kelas maupun dalam setiap
aktivitas dalam pondok atau istilahnya secara formal maupun non formal”.

83
Hal serupa yang dikatakan oleh Ustadz Rajif selaku Ustadz bagian pengasuhan

bahwa:

”Berbicara masalah akhlak, gontor sendiri telah memiliki prinsip dalam


menanamkan akhlak yang mengacu pada panca jiwa yaitu keikhlasan, kesederhanaan,
berdikari, ukhuwah, dan bebas. Prinsip tersebut kita tanamkan baik secara terang-
terangan maupun secara tersembunyi (dalam artian kegiatan santri)”.

Hal serupa yang dikatakan oleh Ustadz Bayu pada wawancara bahwa:

”Panca jiwa yang ditanamkan kepada santri dapat dilakukan dengan berbagai
cara seperti keteladanan, pembiasaan, motivasi, dan pengawasan. Metode ini digunakan
dalam setiap aktivitas santri”.

Nilai-nilai panca jiwa menjadi hal penting dalam pembentukan akhlak santri

sehingga seluruh aktivitas santri harus berlandaskan pada panca jiwa tersebut. Berikut

paparan panca jiwa pondok gontor yang menjadi dasar pembentukan akhlak santri

diantaranya:

4.3.1 Keikhlasan

Panca jiwa yang berarti lima jiwa diawali dari jiwa keihklasan. Jiwa

keikhlasan yang diungkapkan oleh Zarkasy dimaknai sebagai segala perbuatan

dilakukan tanpa pamrih. Tujuan utama dalam setiap perbuatan yang dilakukan

adalah ibadah. Lebih lanjut, konsep Jiwa Keikhlasan yang diusung merupakan

pemaknaan dari kata ‘sepi ing pamrih’ dengan makna aslinya sebagai perbuatan

tidak didrorong oleh keinginan ataupun mendapatkan keuntungan semata.

Perbuatan harus diniatkan semata untuk ibadah, lillah. Kata ikhlas yang digunakan

dalam konsep akhlak Zarkasy tidak lain merupakan kata ikhlas dari bahasa Arab

yang berarti bersih, suci, murni, tidak ada campuran atau cocok dan pantas.

Makna ikhlas dari Bahasa Arab, tidak jauh berbeda dengan makna dalam Bahasa

Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memaknai ikhlas sebagai

bersih hati atau tulus hati.4 Zarkasy sendiri memiliki pandangan tersendiri

84
terhadap kata ikhlas dengan menghadirkan segala niat dikarenakan Allah

dibarengi dengan upaya kuat serta sungguh-sungguh dalam berfikir, bekerja dan

berbuat untuk kemajuan usaha dan hanya mengharapkan ridho-Nya.

Islam mengenalkan ikhlas sebagai kompetensi tertinggi yang

dipedomankan oleh Tuhan kepada manusia. Keikhlasan yang dihadirkan dalam

setiap perbuatan memudahkan manusia mencapai kesuksesan. Kesuksesan yang

dimaksudkan adalah kesuksesan lahir-batin dan dunia-akhirat. Secara terminologi

ikhlas juga bermakna kejujuran hamba dalam keyakinan atau aqidah dan

perbuatan yang dilakukan semata ditujukan kepada Allah. Konsep Jiwa

Keikhlasan Zarkasy dalam implementasi di Pondok Pesantren Gontor digunakan

sebagai nilai utama dalam seluruh kehidupan santri dan keluarga pondok.

Konsep yang diungkapkan merupakan refleksi dari diri pribadi kyai.

Pondok Gontor tidak memberikan gaji kepada kyai. Kiai ikhlas dalam

mengorbankan hartanya untuk kebutuhan pondok. Lebih lanjut, perbuatan yang

dilakukan oleh kyai semata memberikan uswah hasanah (teladan yang baik) untuk

ditiru oleh santri. Lebih lanjut, peran yang dimiliki setiap orang dibarengi

keikhlasan dalam Pondok Gontor menjadikan sebuah idealisme bahwa pesantren

merupakan lapangan perjuangan dan pengorbanan, bukan untuk mencari

penghidupan. Jiwa Keikhlasan yang ditanamkan diwujudkan dalam bentuk motto

yang tertulis dan diucapkan yaitu al-ikhlas ruh al-‘amal (keikhlasan adalah jiwa

pekerjaan).

Ustadz Arifuddin dalam wawancaranya dikatakan bahwa mengatakan

bahwa:

”Santri gontor diajarkan tentang nilai keikhlasan agar segala yang dilakukan santri
dalam aktivitasnya ataupun apapun perintah yang diberikan baik dari senior

85
maupun ustadznya tidak boleh meminta pamrih. Sehingga seluruh perbuatan yang
dilakukan santri bertujuan karena ibadah”.

Pendapat serupa berkesusaian dengan hasil wawancara yang dilakukan

dengan saudara Nurul Qushay selaku santri kelas 6C bahwa:

”Segala kegiatan yang dilakukan santri dalam pondok harus bernilai keikhlasan,
sehingga santri menjadi terbiasa dalam mengerjakan perintah atau tugas baik dari
senior pembinanya ataupun dari ustadz-ustadznya langsung. Kita selalu
mendorong santri untuk berbuat ikhlas tanpa meminta imbalan dengan tujuan
segala yang dilakukan santri semoga menjadi ibadahnya”.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa para ustadz-

ustadz dalam menanamkan nilai keikhlasan melalui bimbingan dalam bentuk

kegiatan santri. Sehingga apapun bentuk kegiatan santri harus diniatkan karena

ibadah kepada Allah tanpa harus meminta timbal balik atau pamrih dalam

melakukan sesuatu yang ada dalam pondok.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ilham selaku mudabbir maskan/asrama

bahwa:

”Kami kelas 5 menjadi pembina di berbagai rayon untuk belajar membimbing


adik-adik. Kami lakukan tidak ada gaji, karena memang kami belajar untuk
membimbing, mengawasi, serta banyak hal yang kami dapatkan. Kami sangat
bersyukur bisa belajar yang mana dulunya kami seperti mereka, hari ini kami
sudah bisa belajar untuk mengurus adik-adik santri”.

Hal serupa yang dikatakan oleh Imron santri kelas 3 pada wawancara tidak

terstruktur bahwa:

”Kami kelas 3 ada banyak hal yang bisa kita belajar dari keseharian kita disini
seperti diberikan tanggung jawab piket rayon, piket malam dan lainnya. Tugas
tersebut kami lakukan karena memang dari peraturan dan tidak mendapatkan
hadiah atau imbalan dari kakak kelas, kami kerjakan karena peraturannya sudah
seperti itu”.

4.3.2 Kesederhanaan

Zarkasy menyebutkan konsep kedua dari Panca Jiwa adalah Jiwa

Kesedarhanaan. Dalam pandangannya, sederhana bukan berarti hidup miskin,

86
melainkan hidup yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Zarkasy

menekankan kesedarhanaan adalah salah satu jiwa yang paling penting untuk

ditumbuhkan. Sederhana bukan berarti pasif, melainkan pancaran atas kekuatan.

Sederhana juga mencakup perilaku kesanggupan, ketabahan bahkan penguasaan

diri dalam menghadapi perjuangan hidup. Bahkan dengan kesederhanaan menjadi

pokok keberuntungan karena dengan sifat kesederhanaan memudahkan

penghidupan, jujur serta bersih.

Jiwa Kesederhanaan juga muncul di Pondok Modern Darussalam Gontor

Pusat Ponorogo. Penerapan nilai tersebut terlihat dalam cara hidup santri. Mereka

dianjurkan untuk tetap apa adanya (realistsis), sederhana bahkan tidak menghayal

tinggi. Perwujudan tersebut juga tampak dalam hal-hal terkait makan, tempat

tinggal bahkan pakaian. Mereka tidak diajarkan untuk bermewah-mewahan

melainkan memenuhi hal tersebut sesuai dengan kebutuhan. Makanan yang

disantap tidak perlu mahal, melainkan sesuai dengan kriteria makanan yang sehat

dan bergizi. Tempat tinggal dipergunakan sebagaimana untuk tempat istirahat.

Sampai pakaian juga dipergunakan untuk menutup aurat. Motto pondok untuk

menciptakan santri yang memiliki berbudi tinggi dari konsep kesederhanaan juga

memunculkan nilai yang lainnya seperti sabar, jiwa besar, berani jujur, bersih,

berintegritas bahkan pantang menyerah. Mental dan karakter tersebutlah menjadi

syarat bagi perjuangan dalam segala segi kehidupan.

Menurut Ustad Arifuddin dalam wawancaranya dikatakan bahwa:

”Jiwa kesederhanaan yang ditanamkan dalam diri santri dapat dilihat dari kegiatan
keseharian mereka bahkan fasilitas yang diberikan pondok kepada santri
keseluruhannya berbentuk kesederhanaan. Salah satu contohnya makanan,
makanan yang diberikan untuk santri bahkan ustadz sekalipun sangat sederhana
seperti sayur-sayuran, tempe tahu, dan sejenisnya. Hal tersebut telah
mencerminkan kesederhanaan”.

87
Pendapat serupa juga dikatakan oleh Ustadz Tamam bahwa:

”Kami selaku ustadz disini sebagi pembimbing santri juga hidup dalam
kesedrerhanaan seperti tempat tidur kami sama dengan tempat tidur santri tidak
ada perbedaan antara ustadz dan santri dalam hal fasilitas semuanya sama.
Sehingga apa yang digunakan santri itu hampir semua sama dengan kami para
pembimbing”.

Berdasarkan penjelasan terkait kesederhanaan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa para ustadz dalam menanamkan nilai kesederhanaan mampu dicontohkan

dari para pembimbing atau pengajar mereka. Semua terlihat dan mencerminkan

kesederhanaan. Kesederhanaan bukan berarti miskin akan tetapi menyesuaikan

kebutuhan mereka dalam menjalani kehidupan.

4.3.3 Berdikari

Konsep ketiga yang diungkapkan oleh Zarkasy adalah Jiwa Berdikari.

Berdikari yang akronim dari ‘berdiri di atas kaki sendiri’ merupakan nilai yang

diajarkan kepada santri untuk mampu bersikap mandiri. Santri harus mampu

dalam memenuhi setiap kebutuhannya sendiri tanpa bergantung pada bantuan

ataupun belas kasihan pihak lain. Konsep tersebut bukan hanya berlaku kepada

santri, melainkan pondok yang menampung santri. Kemampuan untuk memenuhi

segala kebutuhan hidup akhirnya berujung kepada konsep lainnya yaitu self

bedruipping system (sama-sama memberikan iuran dan sama-sama memakai).

Berdikari yang bermakna mirip dengan kata kemandirian menjadikan

pondok pesantren turut mengembangkan bidang ekonomi. Upaya ini bukan hanya

dilakukan oleh Pondok Gontor Darussalam melainkan dilakukan juga oleh

pondok pesantren lainnya. Contoh nyata dalam pengembangan ekonomi berbasis

pesantren dapat dilihat dalam pengembangan ekonomi berdasarkan potensi yang

dimiliki masyarakat. Kategori yang umum dalam pengembangan ekonomi

88
berbasis pesantren terbagi menjadi empat, yaitu: pengembangan ekonomi sektor

jasa, perdagangan, agrobisnis serta peternakan.

Pondok Modern Darussalam Gontor sebagai tempat bernaungnya santri

juga menerapkan pemahaman kemandirian dalam pemenuhan hidup sejak awal

memasuki pondok. Santri dituntut untuk dapat memikirkan sekaligus memenuhi

keperluannya sendiri dari hal- hal kecil seperti buku, pakaian, alas tidur, kegiatan

olahraga kursus sampai manajemen keuangan setiap bulannya. Tidak sampai

disitu, Pondok Pesantren Gontor membuat sebuah kurikulum dimana santri

dididik melalui berbagai kegiatan yang bertujuan menanamkan jiwa kemandirian /

berdikari. Kegiatan yang diberikan diharapkan mampu untuk memberikan

pengalaman serta menguatkan jiwa kemandirian mereka.

Kegiatan yang diberikan akan terbagi menjadi pendidikan kepemimpinan

dan pendidikan keterampilan. Pendidikan kepemimpinan ini tersedia dalam

kegiatan berupa organisasi yang ada di Gontor. Organisasi santri akhirnya terbagi

kembali menjadi dua, yaitu : pertama, organisasi makro (Organisasi Pelajar

Pondok Modern) yaitu orgasnisasi yang memiliki cakupan luas memiliki tujuan

mendidik para santri agar dapat memikirkan dan mengatur semua kegiatan

kehidupan santri, dari soal menyediakan kebutuhan hingga soal menegakkan

disiplin santri. Kedua, organisasi mikro (organisasi di kamar/asrama) yaitu

organisasi yang berhubungan dengan kegiatan dengan ruang lingkup kamar dan

asrama. Besar kecilnya organisasi kembali kepada kemampuan santri tersebut

dalam memimpin. Semakin tinggi kemampuan memimpin seorang santri maka

semakin besar pula orgasnisasi yang dipimpin.

89
Salah dua kegiatan yang diberikan oleh pondok adalah pendidikan

keterampilan. Zarkasyi menyebutkan mental skill (ketrampilan mental) lebih

penting daripada job skill (ketrampilan kerja). Lebih lanjut, Zarkasyi

berseberangan dengan sistem pendidikan nasional yang bertumpu kepada job

skill. Dalam lingkungan Pondok Gontor, Zarkasyi menekankan kepada mental

skill dengan cara melatih santri untuk cakap memanajemen suatu kelompok

kegiatan, kepanitiaan, ataupun hal-hal lainnya. Walaupun mental skill

diutamakan, kursus-kursus keterampilan tersedia untuk santri tetapi tidak bersifat

wajib. Penilaian yang dilakukan pada pendidikan keterampilan tidak terhenti

disitu, wejangan dari kyai berupa prinsip dan filsafat diharapkan menjadi bekal

santri ketika hidup di tengah masyarakat. Bahkan, santri juga diajak untuk

meninjau langsung sebuah kegiatan usaha sebagai bekal mereka juga di kehidupan

kelak. Program ini dinamakan dengan Rihlah Iqtishadiyah

Menurut Ustadz Arifuddin terkait konsep berdikari dalam falsafah panca

jiwa bahwa:

”Berdikari disini yaitu berdiri diatas kaki sendiri. Maksudnya ialah segala sesuatu
yang dilakukan santri harus didasari pada kemandirian tanpa harus mengemis-
ngemis atau meminta kepada orang lain. Ada banyak kegiatan yang dapat
menanamkan nilai kemandirian diri santri. Salah satu contoh kecilnnya ialah para
santri sering kali mencuci baju nya sendiri tanpa harus difasilitasi dengan mesin
cuci, kegiatan-kegiatan yang sifatnya besar juga kami berikan tanggung jawab
pada kelas 4 hingga kelas 6 seperti mengadakan acara-acara besar seperti apresiasi
seni, lomba pidato dan lain sebagainya. Dengan cara itu dapat meingkatkan
kemandirian para ustadz dan santri yang ada dipondok”.

Pendapat serupa juga dikatakan oleh Ustadz Rajif selaku ustadz bagian

pengasuhan bahwa:

”Salah satu jiwa berdikari yang dapat ditanamkan dalam diri santri yaitu kami
membimbing dan mengarahkan para santri yang bertanggung jawab sebagai
kepanitiaan dalam acara-acara besar untuk mendorong mereka dalam
mensukseskan acara sehingga mereka terdorong untuk bertanggung jawab penuh

90
dalam acara tersebut seperti panggung gembira, porseni dan acara lainnya. Selain
itu ada juga ketrampilan kepemimpinan baik secara makro ataupun mikro yang
dilakukan langsung oleh santri senior dalam membina santri junior seperti OPPM
(organisasi pelajar pondok modern) yang diamanahkan langsung untuk kelas 6
dan pengurus rayon/kamar yang diamanahkan langsung untuk kelas 4 dan 5”.

Hal tersebut juga memiliki kesinambungan dengan yang dikatakan oleh

saudara Rifki selaku santri kelas 6c bahwa:

”Kami selaku kelas 6 diamanahkan oleh pengasuh untuk menjadi pengurus OPPM
yang berkaitan langsung dalam mengawasi dan membina santri-santri junior kami
dalam kegiatan keseharian mereka. Ada banyak bagian-bagian dalam OPPM
seperti keamanan, keolahragaan, kebersihan, kepramukaan, dan lain sebagainya”

Serupa yang dikatakan oleh Ilham bahwa:

”Kami selaku kelas 5 bertanggung jawab dalam mengurus adik-adik kami di


berbagai rayon. Kami diamanahkan untuk mengurus mereka dari mulai tidur
hingga bangun tidurnya artinya kami harus mengontrol sholatnya, kesehariannya
di rayon, hingga tidurnya kami bimbing”.

Paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa para ustadz-ustadz dalam

menanamkan jiwa berdikari mampu ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan santri

baik dari kegiatan harian maupun dari acara-acara yang besar seperti kepanitian

dalam membuat acara panggung gembira, apresiasi seni, khutbatul arsy, porseni

dan lainnya.

4.3.4 Ukhuwah

Interaksi yang terjadi antar kyai, santri dan pengasuh pondok menjadikan

muncul sikap persaudaraan yang erat. Berbagi rasa baik suka dan duka

menjadikan tidak adanya pemisah antar orang. Konsep keempat yang

diungkapkan Zarkasy merupakan sikap persaudaraan yang juga berujung kepada

pilar humanisasi. Lebih lanjut, konsep persaudaraan yang muncul diharapkan

mampu dilaksanakan oleh santri ketika tamat belajar dan hidup di tengah

masyarakat.

91
Zarkasy menyatakan agama dapat menjadi salah satu faktor untuk

mempersatukan perbedaan. Perbedaan suku, bangsa, ras, bahasa dapat dihilangkan

ketika sudah muncul jiwa ukhuwah diniyyah dalam setiap insan di Pondok

Gontor. Bahkan akhlak tercela seperti rasa dendam, dengki, egois (mementingkan

diri sendiri) akan hilang ketika rasa persaudaraan tersebut ada. Hal ini juga

didasarkan kepada fitrah manusia ketika lahir di dunia, dimana sifat ukhuwah

diniyyah sudah tertanam dengan kecenderungan melakukan perbuatan baik dan

menghindari perbuatan jahat. Sikap yang ditumbuhkan pada Pondok Gontor

diharapkan mampu menumbuhkan sifat-sifat seperti toleransi, menghargai orang

lain, tidak berburuk sangka, dapat dipercaya sampai cinta damai. Sikap ukhuwah

diniyyah juga dijadikan sebagai motto pondok yang ketiga yaitu berpengetahuan

luas.

Ustadz Arifuddin selaku pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor 6

Putra mengatakan bahwa:

”Nilai ukhuwah juga sangat penting untuk ditanamkan dalam diri santri. Salah
satu contoh dalam kegiatan keseharian santri yang dapat dilihat dari ukhuwahnya
yaitu kami memberlakukan aturan untuk kelas 2 sampai kelas 4 dapat tinggal
dirayon yang sama tanpa harus dibeda-bedakan. Contoh tersebut dapat
menggambarkan untuk mengikat persaudaraan, tanpa melihat perbedaan latar
belakang mereka masing-masing. Mereka dapat bersosialiasasi tanpa
membedakan kelas, ras, suku dan perbedaan lainnya. Kelas 5 lah yang
bertanggung jawab dalam mengurus rayon tersebut, dari sinilah bisa dilihat dari
ukhuwah kehidupan santri dipondok”.

Hal tersebut juga dikuatkan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh

Ustadz Rajif bagian pengasuhan bahwa:

”Salah satu jiwa ukhuwah yang daapt dilihat dari diri santri ialah mereka mampu
bekerja sama, bergotong royong dalam membahu atau membantu mensukseskan
acara yang diamanahkan. Perlu diketahui bahwa ukhuwah dapat terjalin karena
kerjasama tanpa melihat perbedaan kelas, suku, ras dan lainnya. Cara itu dapat
mengikat mereka untuk saling menolong, merasa bersaudara, dan saling
mengasihi”.

92
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa para santri dalam

menjalin ukhuwah dapat dapat dilihat dari mereka hidup perdampingan. Di rayon

mereka hidup dan tinggal bersama tanpa membedakan kelas, suku, ras dan

perbedaan lainnya. Sehingga dengan cara itu ukhuwah antara mereka mampu

terjalin secara harmonis, tentram, dan damai.

4.3.5 Bebas

Pendidikan profetik mengenal pendidikan liberasi yang bermakna proses

pendidikan yang dalam prosesnya membebaskan file-file yang dirasa kurang

konstruktif bagi kehidupan kedepan. Konsep kebebasan yang ditanamkan pada

Pondok Gontor tidak lain merupakan kebebasan yang diberikan untuk

menentukan kurikulum, kalender, dan program akademik.

Jiwa bebas yang merupakan konsep kelima dari Panca Jiwa yang

dikemukakan Zarkasy adalah sikap yang merasa bebas berpikir dan berbuat, bebas

menentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan bebas dari

berbagai pengaruh negatif dari luar, masyarakat. Pondok Gontor tidak membatasi

pilihan yang diambil oleh santrinya. Setiap santri yang tamat belajar dibebaskan

untuk menentukan pilihannya sendiri. Namun, bebas yang diberikan tidak

menjadikan mereka menjadi terlalu bebas (liberal) melainkan kebebasan yang

masih dalam satu koridor sikap positif yang juga sesuai dengan ajaran agama yang

benar dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist.

Zarkasyi meletakkan kebebasan muncul setelah seseorang memiliki

fondasi sebelumnya. Bahkan dengan adanya jiwa bebas yang ditanamkan pada

setiap insan akan menumbuhkan akhlak terpuji lainnya seperti berjiwa besar,

optimis dalam menghadapi kehidupan, disiplin, tanggung jawab sampai

93
keberanian tanpa adanya pengaruh dari pihak asing. Menurut Ustadz Arifuddin

berpendapat bahwa:

”Nilai kebebasan sebenarnya kita lebih menekankan pada alumni pondok gontor.
Akan tetapi penanamannya memang dimulai dari mereka menjadi santri. Artinya
kami tidak pernah mengintervensi mereka untuk mengambil satu jalan. Kami
membebaskan mereka untuk mengambil jalan kemana mereka ambil untuk masa
depannya. Maka kami disini lebih memberikan bekal untuk mereka nantinya telah
lulus dari pondok. Maka nilai kebebasan selalu kita sampaikan kepada mereka
setiap pembekalan atau khutbatul-arsy”.

Pendapat serupa juga dikatakan oleh Tamam bahwa:

”Nilai kebebasan merupakan bagian dari nilai panca jiwa yang mana pondok
gontor memberikan kebebasan pada santri-santrinya untuk memilih jalan mana
yang mereka inginkan. Sehingga pondok tidak pernah mengintervensi santrinya
untuk menjadi apa mereka dimasa depan. Pondok memberikan santri-santri bekal
untuk dapat menjalankan kehidupan nantinya setelah mereka lulus dari sini”.

Hal yang sama dikatakan oleh salah satu alumni yaitu Syahrul bahwa:

”Saya setelah lulus dari pondok tahun 2015, mengambil jurusan teknik sipil. Dulu
dipondok saya sebagai anggota yang membantu dalam kelistrikan. Maka setelah
saya selesai, saya melanjutkan teknik sipil di salah satu universitas yang ada di
Malang.”

Sebagaimana yang dikatakan juga oleh salah satu alumni Pondok Modern

Darussalam Gontor 6 Putra Riyadhatul Mujahidin yaitu Manaf bahwa:

”Saya setelah lulus dari pondok, saya bercita-cita untuk menjadi dosen, sebab saya
terinspirasi oleh para dosen saya dikampus sehingga saya ingin mendalami jalan
menuju akademisi. Tak lupa juga nilai-nilai dari gontor saya selalu memegang
dalam setiap kehidupan saya. Sebagaimana para ustadz kami dulu mengatakan
bahwa (dijidat kami ada PM yaitu pondok modern). Alhamdulillah hari ini saya
bisa mengajar disalah satu kampus yang ada di kendari.”

Berdasarkan penjelasan diatas terkait konsep bebas dalam falsafah panca

jiwa diatas, dapat disimpulkan bahwa para santri dan alumni dalam menjalankan

nilai kebebasan telah diaplikasikan pada kehidupan mereka sehari-hari. Mereka

tetap memegang ajaran pondok dalam kehidupannya masing-masing walaupun

telah lulus dari pondok. Pondok Gontor juga tidak mengintervensi santri agar

94
menjadi kyai, akan tetapi banyak santri atau alumni mereka bekerja dimana-mana

sesuai dengan cita-cita mereka.

Selain nilai-nilai diatas, sebuah pendidikan dalam membentuk karakter santri,

berikut beberapa metode yang dapat diterapkan dalam kehidupan pesantren diantaranya

ialah:

a. Keteladanan

Para santri memiliki kecenderungan atau sifat peniru yang sangat besar,maka

metode uswatun hasanah “contoh teladan yang baik” dari orang-orang yang dekat

dengan anak itu yang paling tepat. Dalam hal ini, orang yang paling dekat kepada

anak adalah Pembimbing (kakak kelas) dan ustadz-ustadz, karena itu contoh teladan

dari mereka sangat berpengaruh pada pembentukan mental dan akhlak santri.

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling meyakinkan

keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk diri santri di dalam moral,

spiritual dan sosial. Selanjutnya para ustadz dipesantren adalah contoh terbaik dalam

pandangan santri yang akan ditirunya dalam tindak-tanduknya dan tata santunnya,

disadari ataupun tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran diri

ustadz tersebut, baik dalam ucapan ataupun dalam perbuatan, baik material atau

spiritual, diketahui atau tidak diketahui (Nashih Ulwan, 1981).

Tanpa memberikan teladan yang baik, pendidikan terhadap santri-santri tidak

akan berhasil, dan nasihat tidakakan membekas, segala bentuk ucapan maupun

tindakan ustadz atau pendidik akan ditiru oleh santri. Secara lambat laun seorang

santri itu akan mengetahui dengan sendirinya bahwa perbuatan yang ia lakukan

adalah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan tidak semata-mata karena

mengikuti perilaku ustadznya atau pendidik.

95
b. Pembiasaan

Pembiasaan bisa dilakukan sejak usia dini yaitu dengan sikap dan berprilaku

yang baik, sopan dan menghormati orang lain. Sedangkan pelatihan dapat

diaplikasikan dengan menjalankan ibadah bersama keluarga seperti salat, puasa dan

latihan-latihan yang lainnya. Peneladanan dan peniruan bisa dilakukan oleh orang

yang dianggap sebagai panutan dari ustadz-ustadznya. Model pendidikan moral dan

karakter seperti itulah sampai sekarang perlu diperhatikan dan tidak bisa diabaikan

begitu saja (Ibnu Miskawaih, 1985).

c. Bimbingan

Metode ini penting untuk mengarahkan santri kepada tujuan pendidikan yang

diharapkan yaitu mentaati syariat dan berbuat baik. Hal ini banyak ditemukan dalam

Al-Qur‟an, yang menunjukkan betapa pentingnya nasihat dalam interaksi pendidikan

yang terjadi antar subjek-didik. Nasihat merupakan cara mendidik yang ampuh yang

hanya bermodalkan kepiawaian bahasa dan olah kata. Sasaran pendidikan ahklak

adalah tiga bagian dari jiwa, yaitu bagian jiwa yang berkaitan dengan berfikir, bagian

jiwa yang membuat manusia bisa marah, berani, ingin berkuasa, dan menginginkan

berbagai kehormatan dan jabatan; dan bagian jiwa yang membuat manusia memiliki

nafsu syahwat dan nafsu makan, minum dan berbagai kenikmatan indrawi (Ibnu

Miskawaih, 1985). Terkait hal tersebut agama mempunyai peranan penting dalam

pendidikan akhlak. Agama menjadi pembatas atau pengingat ketika tiga fakultas

tersebut berjalan tidak dengan semestinya. Maka, bimbingan atau arahan dari ustadz

untuk menunjukkan batasan-batasan itu sangat diperlukan oleh santri.

96
d. Reward & Punishment

Metode ini merupakan suatu tindakan yang diberikan kepada santri yang

secara sadar dan sengaja melakukan suatu kesalahan seperti melakukan kejahatan

atau kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, sehingga dengan adanya Punishment atau

hukuman ini anak muncul rasa penyelasan dan tidak melakukan kesalahan untuk

yang kedua kalinya. Hukuman ini menghasilkan suatu kedisiplinan pada santri. Pada

taraf yang lebih tinggi menginsyafkan santri untuk tidak melakukan suatu perbuatan

yang dilarang oleh agama. Berbuat atau tidak berbuat bukan karena takut hukuman,

melainkan karena keinsyafan sendiri dan merupakan suatu ketaatan pada Allah dan

selalu mengharapkan ridha-Nya.

Pemberian Reward atau hadiah kepada santri ketika melakukan perbuatan

terpuji juga perlu diperhatikan, hadiah tidak selalu berupa materi atau barang, tetapi

pemberian hadiah ini juga bisa berupa anggukan dengan wajah yang berseri-seri,

acungan jempol dan lain sebagainya, itu semua sudah termasuk hadiah yang

mempunyai pengaruh sangat besar kepada santri. Karena, dengan adanya hadiah

tersebut bisa menggembirakan santri, menambah kepercayaan pada diri sendiri dan

yang lebih penting lagi bisa menjadi lebih semangat lagi dalam belajarnya.

e. Pengawasan

Metode ini digunakan untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan. Karena manusia tidaklah sempurna, jadi kemungkinan besar selalu

melakukan kesalahan-kesalahan, penyimpangan-penyimpangan ini selalu ada. Maka

dari itu, sebelum kesalahan dan penyimpangan itu dilakukan lebih jauh, sebaiknya

selalu ada usaha untuk diadakan pengawasan.

97
Aktualiasi pendidikan akhlak santri di Pondok Modern Darussalam Gontor 6

Putra Riyadhatul Mujahidin Kendari tentunya banyak dinamika yang terjadi didalamnya

dan menjadi tantangan tersendiri untuk para ustadz untuk terus berusaha dalam

menanamkan nilai panca jiwa pada santri-santrinya. Berikut beberapa hal yang terjadi

baik faktor pendukung maupun faktor penghambat atau kendala dalam pengamplikasian

pendidikan akhlak diantaranya:

a. Faktor Pendukung

Menerapkan metode pembinaan akhlak terhadap santri baru yang dilakukan

oleh aktornya yaitu para senior pondok mudabbir maskan/asrama, pengurus

Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) dan para ustadz-ustadz serta bapak

pimpinan selaku pengasuh berlangsung secara optimal dan baik, yang mana segala

elemen serta bagian di pondok saling mendukung dan menyokong yang satu dengan

lainnya sehingga terwujudnya akhlak mulia pada santri. Selain itu lingkungan yang

dibentuk menjadikan wadah yang baik bagi santri baru dalam menerapkan metode

pembinaan akhlak yang sesuai dengan syarat pendidikan Gontor adalah “bahwa tidak

akan jadi sebuah pendidikan jika di dalamnya tidak ada suri tauladan atau

keteladanan dan penciptaan lingkungan yang baik” Kemudian tak lupa faktor dari

luar yaitu wali santri itu sendiri yang sudah rela dan ikhlas menitipkan anak-anak

kesayangannya dengan segala konsep, strategi dan metode dalam pembinnan akhlak

maupun pendidikan Islam. Kepahaman wali santri, kesabaran wali santri dan taat

pada peraturan pondok sangat mendukung sekali. Tak ada campur tangan organisasi

wali murid, penegak hukum dan lain sebagainya, karena Pondok Modern Darussalam

Gontor sudah bertanggung jawab atas semua santri-santrinya. Hal di atas semua

sudah sesuai dengan teori Darmiyati Zuhdi, bahwasannya faktor yang mempengaruhi

98
dalam membina akhlak tidak lain adalah diri pribadi, kerja sama, konsentrasi,

sosialisasi dan peduli atau empati.

Menurut Ustadz Arifuddin selaku pimpinan Pondok Gontor 6 Putra terkait

faktor pendukung, beliau mengatakan bahwa:

”Beberapa faktor pendukung dalam menanamkan nilai panca jiwa pada santri yaitu
kontribusi santri senior dalam membina dan mengawasi santri-santri junior atau adik
kelasnya di setiap asarama, pengurus organisasi. Tatkala juga kontribusi para ustadz-
ustadz yang selalu hadir dalam membimbing serta sebagai suri tauladan para
santrinya secara optimal. Secara eksternal, tentunya kontribusi wali santri yang telah
ikhlas dan rela menitipkan anak-anaknya untuk menimba ilmu dipondok tentu karena
pemahaman, kesabaran, ketaatan mereka terhadap peraturan pondok telah membantu
pondok dalam membina akhlak santri”.

Serupa yang dikatakan oleh Tamam bahwa:

”Faktor pendukungnya tidak terlepasa dari internal dan eksternal. Internal yaitu
kontribusi para ustadz dan santri senior sebagai teladan para santri-santri dipondok
berjalan dengan baik dan efektif. Sedangkan secara eksternal, tentu kontribusi para
wali santri yang secara ikhlas mempercayakan pada pondok sepenuhnya untuk
membina anak-anak yang telah dititipkannya karena niat untuk belajar dan menimba
ilmu agama”.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung

dalam aktulisasi pendidikan akhlak yaitu semangat para santri senior dan para

ustadz-ustadz dalam membina dan mengawasi serta sebagai suri tauladan bagi santri-

santri semua yang ada dipondok untuk terus ditanamkan nilai-nilai panca jiwa. Hal

ini juga tak lepas dari kontribusi para wali santri yang telah ikhlas dan

mempercayakan kepada pondok secara penuh untuk menimba ilmu.

b. Faktor Penghambat

Kendala serta hambatan pasti terjadi dalam segala kejadian, di mana

hambatan inilah yang mempengaruhi teruwujudnya dambaan yang diharapakan,

khususnya dalam tema ini adalah penerapan metode pembinaan akhlak. Hambatan

tersebut datang dari dalam pondok maupun luar pondok. Santri baru yang masih

99
memiliki sifat manja dan kekanak-kanakan menjadi faktor penghambat dalam

penerapan metode pembinaan akhlak, ditambah dengan pengurus asrama yang belum

siap mencerminkan suri tauladan yang baik bagi anggotanya. Adanya santri baru

yang sering menangis akan hal sepele seperti hilang kunci, dihukum kemudian tidak

betah dengan dunia pondok. Kemudian pengurus asrama yang melanggar disiplin

hingga digundul rambutnya sehingga santri baru secara tidak langsung melihatnya.

Hal ini sangat mempengaruhi untuk melangkah dalam segala proses pembinaan

akhlak yang dilaksanakan dengan metode-metode guna mencapai tujuan yang

diharapkan. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pemahaman dan pengawasan

dari atasan. Faktor wali santri yang masih belum paham akan dunia pondok dengan

masih memanjakan anak-anaknya menjadi faktor penghambat selanjutnya dalam

penerapan metode pembinaan akhlak. Wali santri yang masih dating ke asrama,

menyucikan baju anaknya dan melanggar aturan jam jenguk karena anaknya yang

tidak mau berpisah sangatlah menghambat dalam proses ini. Setelah mengetahui

akan hambatan-hambatan yang ada, maka pendidik memberikan solusi dengan

memahamkan secara lebih para santri baru dengan proses pendekatan serta

mengadakan evaluasi tiap mingu bagi pengurus asrama. Mengenai wali santri yang

belum paham akan peraturan pondok, maka bapak pimpinan memberikan kebijakan

baru tentang waktu menjenguk dan ada batasannya sendiri guna membantu santri

baru menjadi pribadi yang mandiri.

Terlepas dari berbagai faktor penghambat atau kendala dalam setiap program

pasti terjadi, akan tetapi bukan menjadi titik kelemahan institutsi atau seseorang

untuk tidak menjalankan program tersebut. Semangat dan niat yang baik, kendala

dapat diatasi dengan baik jika institusi atau seseorang mau mencarikan solusinya.

100
Berikut beberapa kendala dalam aktualisasi pendidikan akhlak dipondok gontor

diantaranya:

Menurut Ustadz Arifuddin mengatakan bahwa:

”Kendala dari pendidikan akhlak sebenarnya sering terjadi pada santri baru yang
masih memiliki sifat yang manja atau kebiasaan mereka dirumah. Ada juga pengurus
asrama ada santri senior yang belum siap memberikan keteladanan pada santri
junior”.

Serupa yang dikatakan oleh Ustadz Tamam bahwa:

”Kalau penghambat biasa terjadi pada diri santri yang baru masuk dipondok karena
sikap mereka yang kekanak-kanakan mungkin karena kebiasaan mereka dirumah
seperti hilang kunci, kehilangan sendala tiba-tiba menangis bukannya melapor pada
pengurus atau ustadznya. Ada juga kendala dari wali santri karena belum paham
dengan dunia pondok dan khawatir pada anaknya karena masih memanjakan
anaknya sendiri. Ada juga wali santri kalau datang menjenguk kadang mereka
melanggar peraturan seperti masih menyucikan baju anaknya, masuk dalam asrama
dan lain sebagainya”.

Berdasarkan beberapa penjelasan pada bab ini, peneliti menyimpulkan bahwa

panca jiwa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap aktualisasi proses

pendidikan akhlak santri, hal ini dibuktikan karena setiap santri yang mengenyam

pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor memiliki beberapa aturan

tersendiri yang dipatuhi oleh siapa saja yang terikat dengan Pondok, dalam hal ini

adalah panca jiwa karena setiap bagian dari falsafah ini memang dirancang sebagai

pedoman santri dalam berkehidupan sehari-hari dan bukan hanya pada saat proses

belajar mengajar saja, setiap unsur yang terkandung dalam panca jiwa mengandung

cara santri untuk ber-akhlakul karimah, baik itu dengan orang tua, antara sesama

santri, dengan ustadz, maupun dengan masyarakat ketika santri tersebut telah lulus

dari Pondok kelak.

101
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan peneliti terkait pengaruh panca jiwa terhadap

aktualisasi proses pendidikan akhlak santri di Pondok Modern Darussalam Gontor 6

Putra Riyadhatul Mujahidin Kendari, peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut :

a. Pondok Modern Darussalam Gontor memiliki penerapan kurikulum yang berbeda

dari instansi pendidikan umum lainnya yang dikenal dengan sebutan Kulliyatul

Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) dimana kurikulum tersebut menyatukan

pembelajaran ilmu keagamaan Islam secara menyeluruh serta ilmu pengetahuan

umum, disamping itu kurikulum ini juga berlaku selama santri mengenyam

pendidikan di Pondok bukan hanya pada saat proses belajar mengajar saja, namun

keseharian santri selama 24 jam juga termasuk didalamnya, sistem perjenjangan bagi

santri di Pondok Darussalam Gontor terdiri dari reguler yang mengeyam pendidikan

selama 6 tahun mulai dari kelas 1 hingga kelas 6 dari lulusan sekolah dasar/madrasah

ibtida’iyyah, dan intensif yang mengeyam pendidikan selama 4 tahun mulai dari

kelas 1 intensif, 3 intensif, hingga kelas 6 dari lulusan sekolah menengah

pertama/madrasah tsanawiyah, segala bentuk kegiatan santri tetap dalam pengawasan

pondok sehingga di Pondok juga diterapkan model pembelajaran berbasis reward &

punishment yang dapat menunjang motivasi belajar santri selama di pondok dan

hukuman yang memberi efek jerah kepada santri untuk tidak melakukan pelanggaran

serta sebagai percontohan bagi santri lainnya, namun hukuman tersebut tetap berada

pada koridor hukuman yang mendidik.

102
b. Segala bentuk kehidupan santri berpedoman pada falsafah panca jiwa yang

diterapkan diseluruh Pondok Modern Darussala Gontor, dalam hal ini panca jiwa

sangat berpengaruh dalam proses pendidikan akhlak santri karena segala bentuk

kehidupan santri diterapkan di dalamnya, yakni keikhlasan, kesederhanaan,

berdikari, ukhuwah, dan bebas. Bentuk dari keihklasan dimana santri harus lepas dari

”zona nyaman” dan menerima segala bentuk didikan di pondok dengan lapang dada

tanpa adanya unsur apapun, bentuk dari kesederhanaan dimana santri dalam pondok

tidak ada perbedaan dalam segi apapun, baik kasta ataupun ekonomi, semua di

pondok adalah sama, dari konsep ini akan melahirkan santri dengan sikap jujur dan

bersih yang kokoh, bentuk dari berdikari adalah kemandirian santri, bukan hanya

pemenuhan kebutuhannya selama di Pondok, melainkan mandiri dalam

menyelesaikan permasalahan, dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri ataupun

amanah yang diberikannya, bentuk dari ukhwuah dimana tidak adanya garis

perbedaan diantara para santri, baik itu suku, ras, bangsa dan bahasa, santri yang

beragama mampu menyatukan keseluruhannya sehingga menciptakan persatuan

dianara santri itu sendiri, bentuk dari bebas berupa santri yang telah berhasil

mempedomani 4 falsafah sebelumnya akan bebas menentukan dimana dirinya

nantinya setelah lulus dari pondok, dan tidak ada intervensi dari manapun terhadap

cita-cita santri kedepannya, selama bebas tersebut tetap dalam koridor al-Qur’an &

Hadist, jika santri telah menerapkan keseluruhan falsafah tersebut maka tercapailah

yang namanya panca jangka dan menciptakan santri dengan akhlak yg kokoh dan

melindungi perilaku santri yang telah alumni dimanapun ia berada dan sampai

kapanpun.

103
5.2 Saran

Berikut saran dari penulis untuk para peneliti kedepan dalam konteks pendidikan

akhlak di pondok pesantren sebagai berikut:

a. Diharapkan adanya kajian lanjutan yang lebih komprehensif berkaitan dengan aspek

kajian pendidikan akhlak dengan melihat dari pandangan atau kacamata lain, sebab

dalam pandangan penulis masih banyak aspek lainnya yang belum diteridentifikasi.

b. Bagi lembaga pesantren di masa modern perlu merefleksikan diri dalam mengambil

langkah untuk mengaktualiasasikan pendidikan akhlak di pesantrennya agar tetap

eksis dan progres di masa modern dengan melihat kebutuhan dan tantangan global di

masa depan

104
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Syukri Zarkasyi (2005). Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren.


Jakarta: Grafindo Persada
Abdullah Syukri Zarkasyi (2005). Manajemen Pesantren: Pengalaman Pondok Modern
Gontor. Ponorogo, Jawa Timur: Trimurti Press, 2005
Aji, W,S. (2018). Implementasi Panca Jiwa dan Implikasinya dalam Pembelajaran di
Pondok Pesantren Modern Darunnajat Desa Tegalmunding Kecamatan Bumiayu
Kabupaten Brebes. Tesis dipublikasikan. IAIN Purwokerto.
Al-Ghazali, I. (2012). Dibalik Ketajaman Hati, Terj. Mahfudi Sahli. Jakarta : Pustaka
Amani
Amin Zamroni. (2017). Strategi Pendidikan Akhlak Pada Anak. Volume 12, No 2,
(241-264).
Azra, A. (2009). Surau, Pendidikan Islam Tradisional dan Modernisasi. Jakarta : Logos
Wacana Ilmu.
Chotimah, C., Alam, B.A., Sulton, M. (2021). Penerapan Kurikulum Kulliyatul
Mu’allimin al-Islamiyah di Pondok Modern al-Barokah Nganjuk. Jurnal
Education and Development. Vol. 9, No. 3 Edisi Agustus 2021.
Eko Setiawan. (2017). Konsep Pendidikan Akhlak Anak Perspektif Imam Al Ghazali.
Volume 5, No 1, (43-54).
Fahham, A.h. (2015). Pendidikan Pesantren : Pola Pengasuhan, Pembentukan
Karakter, dan Perlindungan Anak. Jakarta : P3DI.
Fikri Abdul Aziz. (2020). Moral Peserta Didik Dan Pendidikan islam Menurut
Pemikiran Athiyah Al-Abrashyi. Volume 13, No 1, (45-64).
Gontor. (2012). Pekan Perkenalan Pondok Modern Darussalam Gontor. Ponorogo :
Darussalam Press.
Gontor. (2023). Wardun : Warta Dunia Pondok Modern Darussalam Gontor 2023.
Ponorogo : Darussalam Press.
Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung :
Alfabeta.
Ibrahim, B. (2017). Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Islam. Volume 06, No 12,
(45-61)
Jamil. (2013). Akhlak Tasawuf. Ciputat: Gaung Persada Press Group
Jauhar, F. (2013). Pendidikan Karakter dalam Pesantren Tasawuf. Volume 23, No 1,
(62-71)
Klann Glane. (2007). Building Character steghtening the Heart of Good Leaadership.
Florida: Center for Creative Leadership
Koeseoema, D.A. (2017). Pendidikan Karakter : Strategi Mendidik Anak di Zaman
Modern. Jakarta : Grasindo.
Kurnianto, R., (2021). Aktualisasi Pendidikan Akhlak Konsep Ta’lim al-Muta’allim az-
Zarnuji Studi di Pesantren Salafiyah Wilayah Mataram Jawa Timur. Disertasi
dipublikasikan. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Lickona, T. (2009). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. Aucland : Bantam Books.
Marimba, D. (2010). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : al-Ma’arif.
Mastur, (2021). Relevansi Living Value Education Dalam Kitab Ta’lim Muta’alim Dan
Aktualisasinya Pada Pendidikan Akhlak Di Pondok Pesantren Nurul Hidayah
Wonosari Kaliwates Jember. PESAT : Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama.
Vol. 7, No. 1, Maret 2021.
Marvin W. Berkowitz & Melinda C, Bier. (2016). Research-Based Character Education.
September. (68-83).
Miskawaih, Ibnu. (1985). Tahdzib Akhlak. Libanon: Darul Kutub Al-Ilmiah.
Muchtar, H.J. (2012). Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhammad Nasir. (2018). Internalisasi Nilai Akhlak Anak Menurut Surat Al-Luqman.
Volume 10, No 1, (61-70)
Muin, A.M., dkk. (2007) Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat. Jakarta : CV.
Prasasti.
Mukni’ah. (2011). Materi Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Muthohar, S. (2013). Antisipasi Degradasi Moral di Era Global. Jurnal Pendidikan
Islam. Vol. 7, No. 2, Oktober 2013.
Mustajab. (2015). Masa Depan Pesantren :Telaah atas Model Kepemimpinan dan
Manajemen Pesantren Salaf. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.
Nafisah, U & Yahya, S. Implementasi Pendidikan Akhlak Santri Di Pondok Pesantren
Modern El-Fira. Jurnal Ilmiah Mandala Education (JIME). Vo. 8, No. 1, Januari
2022.
Naim, N. (2010). Rekonstruksi Pendiidkan Nasional : Membangun Paradigma yang
mencerahkan. Yogyakarta : Sukses Offset.
Nurchaeli. (2010). Membentuk Karakter Siswa melalui Keteladanan Guru. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16 Edisi Khusus III, Oktober 2010, h. 233-234.
UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas. Bandung: Citra Umbara.
Ulwan, Abdullah Nashih. (1981). Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Terjemah:
Drs. Saifullah Kamalie, Lc. Semarang: Asy Syifa.
Ridwan, N,M. (2010). Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Ryan, K., Bohlin, K,E. (2009). Building Character in Schools : Practical Ways to Bring
Moral Instruction to Life.
Rosyad, Ali & Zuchdi Darmiyati. (2018). Aktualisasi Pendidikan Karakter Berbasis
Kultur Sekolah Dalam Pembelajaran IPS Di SMP. Vol 5, No 1.
Rosyadi, K. (2010). Pendidikan Profetik Cet. 1. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Roqib, M. (2011). Prophetic Education (Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Profetik
dalam Pendidikan). Purwokerto : STAIN Press.
Sahunung, F., Ichas, Y., Rahma, N.S., & Fajar, A.R. Konsep Pendidikan Akhlak
Perspektif Imam al-Ghazali dan Aktualisasinya Pada Pendidikan Islam di
Indonesia. JRTIE : Journal of Research and Thought on Islamic Education Vol. 4,
No. 2, 2021 (183-195).
Shofaussamawati. (2013). Ikhlas Perspektif Al-quran : Kajian Tafsir Maudhu’i. Jurnal
Hermeneutik, Vol 7, No. 2, Desember.
Subhan, A. (2012). Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20. Jakarta :
Kencana.
Suhartono & Nur Rahma Yulieta. (2019). Pendidikan Akhlak Anak Di Era Digital.
Volume 1, No 2, (36-53)
Soebahar, A.H. (2013). Modernisasi Pesantren: Studi Transformasi Kepemimpinan
Kiai dan Sistem Pendidikan Pesantren. Yogyakarta : LKiS.
Sofyan Sauri. (2018). Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam. Bandung: Rizqi
Press.
Suharto, A. (2014). Menggali Mutiara Perjuangan Gontor. Ponorogo : Trimurti Press.
Sumiarti. (2016). Ilmu Pendidikan Cet 1. Purwokerto : STAIN Press
Tim Penulis. (2016). K.H. Imam Zarkasyi Dari Gontor Merintis Pesantren Modern Cet.
2. Ponorogo : Unida Gontor Press.
Yasmadi, (2011). Modernisasi Pesantren : Kritik Nurcholish Madjid Terhadap
Pendidikan Islam Tradional. Ciputat : Ciputat Press.
Yunahar Ilyas, (2014). Kuliah Akhlak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Zarkasyi, A.S. (2005). Manajemen Pesantren: Pengalaman Pondok Pesantran Modern
Gontor. Ponogoro : Trimurti Press.
___________. (2011). Bekal Untuk Pemimpin : Pengalaman Pemimpin Gontor.
Ponorogo : Trimurti Press.
___________. (2005). Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Zulfarno Dkk. (2019). Aktualisasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Al Islam
Dan Kemuhammadiyahan Di SMA Muhammadiyah Kota Padang. Vol 1, No 2.
Zamakhsyari, D. (2015). Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai dan
Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: Lp3ES
Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter : Konsep dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta : Kencana).
Zuhairini. (2008). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
LAMPIRAN
PEDOMAN OBSERVASI

Pengamatan yang akan dilakukan oleh peneliti adalah bagaimana dinamika


Bagaimana dinamika proses pendidikan akhlak santri di Pondok Pesantren Darussalam
Gontor 6 Kendari, serta pengaruh falsafah panca jiwa terhadap aktualisasi proses
pendidikan akhlak santri, yang meliputi:
A. Tujuan :
Guna memperoleh informasi dan data-data mengenai dinamika Bagaimana
dinamika proses pendidikan akhlak santri di Pondok Pesantren Darussalam Gontor 6
Kendari, serta pengaruh falsafah panca jiwa terhadap aktualisasi proses pendidikan
akhlak santri di Pondok Pesantren Darussalam Gontor 6 Kendari.
B. Aspek yang diamati :
1. Keseharian para santri mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali;
2. Proses pembelajaran yang diterima para santri selama di Pondok, baik itu yg
bersifat kognitif maupun karakter dan akhlak;
3. Karakterisasi dan akhlak antara para santri;
4. Penjiwaan para santri terhadap falsafah panca jiwa yang diaktualisasikan dalam
kehidupan pendidikan santri;
5. Tantangan para pendidik pondok dalam proses pembelajaran santri;
6. Hal-hal yang menjadi hambatan para santri dalam proses pembentukan akhlak
selama mondok di Pondok Pesantren Darussalam Gontor 6 Kendari;
PEDOMAN WAWANCARA

Pengaruh Pancajiwa terhadap Aktualisasi Proses Pendidikan Akhlak Santri Di


Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari

1. Wawancara ke – 1

a. Jadwal

1) Tanggal / hari : Kamis, 22 Februari 2024


2) Waktu : 19:20 WITA

b. Identitas Informan

1) Nama : Ustadz Arifuddin, S.A.P


2) Jabatan : Pimpinan Pondok Gontor Putra 6 Riyadhatul
Mujahidin Kendari
3) Pendidikan Terakhir : Strata 1 (S1) Administrasi Publik

c. Pertanyaan :

1) Menurut bapak sendiri, bagaimana mendefinisikan mengenai falsafah yang


sudah lama dianut oleh Pondok Pesantren Darussalam Gontor yakni panca
jiwa?
2) Menurut bapak sendiri, apakah selama ini falsafah tersebut telah
diterapkan oleh cara santri menimbah ilmu di Pondok Pesantren ini, jika
iya, seperti apa saja penerapan tersebut ?
3) Apakah menurut bapak falsafah panca jiwa tersebut telah mandarah
daging dalam sistem kependidikan yang diterapkan oleh pendidik
pesantren kepada santrinya ?
4) Apakah menurut bapak falsafah panca jiwa tersebut memberi pengaruh
yang positif terhadap pola pendidikan yang diterima oleh santri, terkhusus
persoalan pembentukan akhlak, jika iya, seperti apa saja pengaruh tersebut
?
5) Apakah selama bapak menjadi pimpinan pondok masih terdapat santri
yang mendapat hukuman dari seniornya dalam bentuk kekerasan fisik ?
apabila iya, kekerasan fisik apa yang biasanya ditemui dan apakah panca
jiwa masih dapat dikatakan berpengaruh dalam pendidikan akhlak yang
diterima santri ?
6) Menurut bapak sendiri, apakah pola pendidikan yang diterima para santri
yang telah ada selama ini sudah efektif dalam hal menunjang pendidikan
santri dengan berbasis pada ilmu dan akhlak, bagaimana keterkaitannya
dengan falsafah panca jiwa itu sendiri ?
PEDOMAN WAWANCARA

Pengaruh Pancajiwa terhadap Aktualisasi Proses Pendidikan Akhlak Santri Di


Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari

1. Wawancara ke – 2

a. Jadwal

1) Tanggal / hari : Kamis, 22 Februari 2024


2) Waktu : 21:20 WITA

b. Identitas Informan

1) Nama : Ustadz Akhmad Rajif, S.Pd


2) Jabatan : Bagian Pengasuhan Santri
3) Pendidikan Terakhir : Strata 1 (S1) Pendidikan

c. Pertanyaan :

1) Menurut bapak sendiri, bagaimana mendefinisikan mengenai falsafah yang


sudah lama dianut oleh Pondok Pesantren Darussalam Gontor yakni panca
jiwa?
2) Menurut bapak sendiri, apakah selama ini falsafah tersebut telah
diterapkan oleh cara santri menimbah ilmu di Pondok Pesantren ini, jika
iya, seperti apa saja penerapan tersebut ?
3) Apakah menurut bapak falsafah panca jiwa tersebut telah mandarah
daging dalam sistem kependidikan yang diterapkan oleh pendidik
pesantren kepada santrinya ?
4) Apakah menurut bapak falsafah panca jiwa tersebut memberi pengaruh
yang positif terhadap pola pendidikan yang diterima oleh santri, terkhusus
persoalan pembentukan akhlak, jika iya, seperti apa saja pengaruh tersebut
?
5) Apakah selama bapak menjadi ustadz bagian pengasuhan masih terdapat
santri yang mendapat hukuman dari seniornya dalam bentuk kekerasan
fisik ? apabila iya, kekerasan fisik apa yang biasanya ditemui dan apakah
panca jiwa masih dapat dikatakan berpengaruh dalam pendidikan akhlak
yang diterima santri ?
6) Menurut bapak sendiri, apakah pola pendidikan yang diterima para santri
yang telah ada selama ini sudah efektif dalam hal menunjang pendidikan
santri dengan berbasis pada ilmu dan akhlak, bagaimana keterkaitannya
dengan falsafah panca jiwa itu sendiri ?
PEDOMAN WAWANCARA

Pengaruh Pancajiwa terhadap Aktualisasi Proses Pendidikan Akhlak Santri Di


Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari

1. Wawancara ke – 3

a. Jadwal

1) Tanggal / hari : Kamis, 22 Februari 2024


2) Waktu : 20:17 WITA

b. Identitas Informan

1) Nama : Ustadz M. Agil Sulthon, S.Pd


2) Jabatan : Bagian Pengasuhan Santri
3) Pendidikan Terakhir : Strata 1 (S1) Pendidikan

c. Pertanyaan :

1) Menurut bapak sendiri, bagaimana mendefinisikan mengenai falsafah yang


sudah lama dianut oleh Pondok Pesantren Darussalam Gontor yakni panca
jiwa?
2) Menurut bapak sendiri, apakah selama ini falsafah tersebut telah diterapkan
oleh cara santri menimbah ilmu di Pondok Pesantren ini, jika iya, seperti apa
saja penerapan tersebut ?
3) Apakah menurut bapak falsafah panca jiwa tersebut telah mandarah daging
dalam sistem kependidikan yang diterapkan oleh pendidik pesantren kepada
santrinya ?
4) Apakah menurut bapak falsafah panca jiwa tersebut memberi pengaruh yang
positif terhadap pola pendidikan yang diterima oleh santri, terkhusus
persoalan pembentukan akhlak, jika iya, seperti apa saja pengaruh tersebut ?
5) Apakah selama bapak menjadi ustadz bagian pengasuhan santri masih
terdapat santri yang mendapat hukuman dari seniornya dalam bentuk
kekerasan fisik ? apabila iya, kekerasan fisik apa yang biasanya ditemui dan
apakah panca jiwa masih dapat dikatakan berpengaruh dalam pendidikan
akhlak yang diterima santri ?
6) Menurut bapak sendiri, apakah pola pendidikan yang diterima para santri
yang telah ada selama ini sudah efektif dalam hal menunjang pendidikan
santri dengan berbasis pada ilmu dan akhlak, bagaimana keterkaitannya
dengan falsafah panca jiwa itu sendiri ?
PEDOMAN WAWANCARA

Pengaruh Pancajiwa terhadap Aktualisasi Proses Pendidikan Akhlak Santri Di


Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari

1. Wawancara ke – 4

a. Jadwal

1) Tanggal / hari : Jum’at, 23 Februari 2024


2) Waktu : 07:45 WITA

b. Identitas Informan

1) Nama : Bintang Fadhillah


2) Jabatan : Mudabbir asrama al-Azhar
3) Pendidikan Terakhir : Santri kelas 6b Pondok Modern Darussalam Gontor
Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari

c. Pertanyaan :

1) Menurut saudara sendiri, bagaimana mendefinisikan mengenai falsafah yang


sudah lama dianut oleh Pondok Pesantren Darussalam Gontor yakni panca
jiwa?
2) Menurut saudara sendiri, apakah selama ini falsafah tersebut telah diterapkan
oleh cara santri menimbah ilmu di Pondok Pesantren ini, jika iya, seperti apa
saja penerapan tersebut ?
3) Apakah menurut saudara falsafah panca jiwa tersebut telah mandarah daging
dalam sistem kependidikan yang diterapkan oleh pendidik pesantren kepada
santrinya ?
4) Apakah menurut saudara falsafah panca jiwa tersebut memberi pengaruh
yang positif terhadap pola pendidikan yang diterima oleh santri, terkhusus
persoalan pembentukan akhlak, jika iya, seperti apa saja pengaruh tersebut ?
5) Apakah selama saudara menjadi mudabbir di asrama al-Azhar masih
terdapat santri yang mendapat hukuman dari seniornya dalam bentuk
kekerasan fisik, ataukah saudara sendiri yang tanpa sadar masih menerapkan
hal tersebut ? apabila iya, kekerasan fisik apa yang biasanya anda terapkan
dan apakah panca jiwa masih dapat dikatakan berpengaruh dalam
pendidikan akhlak yang diterima santri ?
6) Menurut saudara sendiri, apakah pola pendidikan yang diterima para santri
yang telah ada selama ini sudah efektif dalam hal menunjang pendidikan
santri dengan berbasis pada ilmu dan akhlak, bagaimana keterkaitannya
dengan falsafah panca jiwa itu sendiri ?
PEDOMAN WAWANCARA

Pengaruh Pancajiwa terhadap Aktualisasi Proses Pendidikan Akhlak Santri Di


Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari

1. Wawancara ke – 5

a. Jadwal

1) Tanggal / hari : Jum’at, 23 Februari 2024


2) Waktu : 08:25 WITA

b. Identitas Informan

1) Nama : Nabil Quhsay


2) Jabatan : Mudabbir asrama Syanggit 3
3) Pendidikan Terakhir : Santri kelas 6c Pondok Modern Darussalam Gontor
Putra 6 Riyadhatul Mujahidin Kendari

c. Pertanyaan :

1) Menurut saudara sendiri, bagaimana mendefinisikan mengenai falsafah yang


sudah lama dianut oleh Pondok Pesantren Darussalam Gontor yakni panca
jiwa?
2) Menurut saudara sendiri, apakah selama ini falsafah tersebut telah diterapkan
oleh cara santri menimbah ilmu di Pondok Pesantren ini, jika iya, seperti apa
saja penerapan tersebut ?
3) Apakah menurut saudara falsafah panca jiwa tersebut telah mandarah daging
dalam sistem kependidikan yang diterapkan oleh pendidik pesantren kepada
santrinya ?
4) Apakah menurut saudara falsafah panca jiwa tersebut memberi pengaruh
yang positif terhadap pola pendidikan yang diterima oleh santri, terkhusus
persoalan pembentukan akhlak, jika iya, seperti apa saja pengaruh tersebut ?
5) Apakah selama saudara menjadi mudabbir di asrama Syanggit 3 masih
terdapat santri yang mendapat hukuman dari seniornya dalam bentuk
kekerasan fisik, ataukah saudara sendiri yang tanpa sadar masih menerapkan
hal tersebut ? apabila iya, kekerasan fisik apa yang biasanya anda terapkan
dan apakah panca jiwa masih dapat dikatakan berpengaruh dalam
pendidikan akhlak yang diterima santri ?
6) Menurut saudara sendiri, apakah pola pendidikan yang diterima para santri
yang telah ada selama ini sudah efektif dalam hal menunjang pendidikan
santri dengan berbasis pada ilmu dan akhlak, bagaimana keterkaitannya
dengan falsafah panca jiwa itu sendiri ?
PEDOMAN WAWANCARA

Pengaruh Pancajiwa terhadap Aktualisasi Proses Pendidikan Akhlak Santri Di


Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari

1. Wawancara ke – 6

a. Jadwal

1) Tanggal / hari :
2) Waktu :

b. Identitas Informan

1) Nama : santri asrama _____


2) Pendidikan Terakhir :

c. Pertanyaan :

1) Menurut saudara sendiri, selama mondok di Pondok Pesantren Gontor 6


Kendari, apa yang saudara pahami dari falsafah panca jiwa ?
2) Menurut saudara sendiri, apakah selama ini falsafah tersebut telah saudara
terapkan dalam proses menimbah ilmu di Pondok Pesantren ini, jika iya,
seperti apa saja penerapan tersebut ?
3) Apakah menurut saudara falsafah panca jiwa tersebut telah mandarah daging
dalam sistem kependidikan yang diterapkan oleh pendidik pesantren kepada
santrinya ?
4) Apakah menurut saudara falsafah panca jiwa tersebut memberi pengaruh
yang positif terhadap pendidikan yang saudara dapatkan, terkhusus persoalan
pembentukan akhlak, jika iya, seperti apa saja pengaruh tersebut ?
5) Apakah selama saudara menjadi santri di asrama ____ masih mendapat
hukuman dari seniornya dalam bentuk kekerasan fisik ? apabila iya,
kekerasan fisik apa yang biasanya anda alami dan apakah menurut anda
panca jiwa masih dapat dikatakan berpengaruh dalam pendidikan akhlak
yang diterima santri ?
6) Menurut saudara sendiri, apakah pola pendidikan yang saudara dapatkan
telah ada selama ini sudah efektif dalam hal menunjang pendidikan saudara
dengan berbasis pada ilmu dan akhlak, bagaimana keterkaitannya dengan
falsafah panca jiwa itu sendiri ?
PEDOMAN WAWANCARA

Pengaruh Pancajiwa terhadap Aktualisasi Proses Pendidikan Akhlak Santri Di


Pondok Modern Darussalam Gontor 6 Kendari

1. Wawancara ke – 7

a. Jadwal

1) Tanggal / hari :
2) Waktu :

b. Identitas Informan

1) Nama : santri asrama _____


2) Pendidikan Terakhir :

c. Pertanyaan :

1) Menurut saudara sendiri, selama mondok di Pondok Pesantren Gontor 6


Kendari, apa yang saudara pahami dari falsafah panca jiwa ?
2) Menurut saudara sendiri, apakah selama ini falsafah tersebut telah saudara
terapkan dalam proses menimbah ilmu di Pondok Pesantren ini, jika iya,
seperti apa saja penerapan tersebut ?
3) Apakah menurut saudara falsafah panca jiwa tersebut telah mandarah daging
dalam sistem kependidikan yang diterapkan oleh pendidik pesantren kepada
santrinya ?
4) Apakah menurut saudara falsafah panca jiwa tersebut memberi pengaruh
yang positif terhadap pendidikan yang saudara dapatkan, terkhusus persoalan
pembentukan akhlak, jika iya, seperti apa saja pengaruh tersebut ?
5) Apakah selama saudara menjadi santri di asrama ____ masih mendapat
hukuman dari seniornya dalam bentuk kekerasan fisik ? apabila iya,
kekerasan fisik apa yang biasanya anda alami dan apakah menurut anda
panca jiwa masih dapat dikatakan berpengaruh dalam pendidikan akhlak
yang diterima santri ?
6) Menurut saudara sendiri, apakah pola pendidikan yang saudara dapatkan
telah ada selama ini sudah efektif dalam hal menunjang pendidikan saudara
dengan berbasis pada ilmu dan akhlak, bagaimana keterkaitannya dengan
falsafah panca jiwa itu sendiri ?
Dokumentasi Wardun (warta dunia) Pondok Gontor

Dokumentasi Wawancara

(Wawancara dengan Ustadz Arifuddin selaku pimpinan pondok Gontor 6)


(Wawancara dengan Ustadz Akhmad Rajif Bagian Pengasuhan)

(Wawancara dengan Ustadz M. Agil Bagian Pengasuhan)


(Wawancara dengan Ustadz Tamam bagian pengajaran)

(Wawancara dengan Santri)


Dokumentasi Kegiatan Satri di Pondok Gontor 6

(Pemberian Punishment kepada Santri yang melanggar di Maskan/asrama)

(Kegiatan Belajar Malam santri untuk persiapan ujian semester)


(Kegiatan Shalat Berjama’ah di Masjid Jami’ di Pondok Gontor 6 Kendari )

(Ujian Semester Ganji oleh seluruh Santri di Gedung Azerbaijan)

(Kegiatan Pramuka di Pondok Gontor 6 Kendari)


RIWAYAT HIDUP PENELITI
A. IDENTITAS

Nama : La Ode Muhammad Ilham hasan Basri


TTL : Kendari, 21 September 1994
NIM : 2020040202004
Fak/Jur : FITK/PAI
Agama : Islam
Nama Ayah : Drs. La Ode Basri, M.Si
Nama Ibu : Dra. Wa Hamida
Alamat Rumah : Jl A Yani Lr. Pertanian No. 36 B
No HP : 082217943741
Email : laodeilhamhasan21@gmail.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 2001-2007 : SDN 2 Baruga


Tahun 2007-2013 : Pondok Modern Riyadhatul Mujahidin Kendari
Tahun 2015-2019 : Strata S1 Jurusan PAI IAIN Kendari
Tahun 2020-Sekarang : Strata S2 Jurusan PAI IAIN Kendari

Anda mungkin juga menyukai