Naskah Akademik BNP3 - Oleh BP
Naskah Akademik BNP3 - Oleh BP
Naskah Akademik
BADAN NASIONAL
PERCEPATAN PEMBANGUNAN PAPUA
BNP3
Oleh
Drs. Bambang Purwoko, MA
- Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM -
- Ketua Gugus Tugas Papua UGM -
Draft
Naskah Akademik
BADAN NASIONAL
PERCEPATAN PEMBANGUNAN PAPUA
BNP3
Oleh
Drs. Bambang Purwoko, MA
- Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM -
- Ketua Gugus Tugas Papua UGM -
Draft Naskah Akademik
JALAN BARU PENGELOLAAN OTSUS PAPUA: PEMBENTUKAN
BADAN NASIONAL PERCEPATAN PEMBANGUNAN PAPUA
(BNP3)
Oleh:
Bab I Pendahuluan 1
A. Papua Pegunungan 2
B. Wilayah Pantai 3
Bab V Penutup 22
Daftar Referensi 23
P
erlahan tetapi pasti, masalah ketertinggalan pembangunan di
wilayah Papua bergulir menjadi isu internasional berbarengan
dengan semakin gencarnya ekspose media mengenai isu
pelanggaran HAM, tindakan represif aparat keamanan, dan
pengabaian terhadap hak-hak dasar Orang Asli Papua (OAP). Meski
berbagai kebijakan sudah dilakukan Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
akar permasalahan ketertinggalan Papua seolah belum tersentuh dan
bahkan semakin memunculkan rasa frustasi di sebagian besar masyarakat
Papua. Rasa frustasi ini dipicu oleh dua sebab: lambatnya respon Pemda
terhadap tuntutan masyarakat setempat, dan kebijakan Pusat yang tidak
sensitif terhadap kebutuhan khusus masyarakat Papua.
A. Papua Pegunungan
Secara umum, kondisi masyarakat di wilayah pegunungan Papua selama
beberapa tahun terakhir bisa digambarkan sebagai berikut:
1. Sebagian besar masyarakat kecewa terhadap kinerja Pemerintah
dan Pemerintah Daerah karena masih mahalnya harga-harga
kebutuhan pokok dan bahan bangunan akibat keterisolasian
daerah. Belum tersedianya infrastruktur transportasi dan
komunikasi yang memadai di wilayah Pegunungan Tengah
meyebabkan biaya angkut kebutuhan pokok dan bahan bangunan
menjadi sangat mahal sehingga memperberat biaya hidup
masyarakat. Sulitnya akses transportasi dan komunikasi ini
menyebabkan upaya penguatan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat menjadi sangat terhambat.
2. Di beberapa wilayah di Pegunungan Tengah dikenal adanya
beberapa kelompok masyarakat bersenjata. Kondisi ini berdampak
pada terjadinya berbagai tindak kekerasan, baik kekerasan antar
warga masyarakat maupun kekerasan antara warga masyarakat
dengan aparat keamanan. Masyarakat juga kecewa dan marah
dengan seringnya terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh
aparat kemanan.
3. Salah satu kelompok masyarakat yang sangat rentan menjadi
korban dari berbabagi bentuk kekerasan tersebut adalah
B. Wilayah Pantai
Kondisi masyarakat di wilayah pantai di wilayah Barat, Timur, Utara
maupun Selatan Papua pada umumnya lebih maju dibanding masyarakat
di Pegunungan. Namun demikian, juga terdapat beberapa isu yang
memerlukan perhatian khusus yaitu:
1. Muncul ketakutan akan semakin tersingkirnya OAP karena
banyaknya migrasi spontan dari luar Papua yang dipicu oleh
semakin tingginya aktifitas perekonomian sebagai dampak
membanjirnya dana Otonomi Khusus.
2. Masyarakat asli belum sepenuhnya bisa menikmati kesejahteraan
sebagaimana dinikmati masyarakat pendatang (yang jumlahnya
bisa mencapai 45-55% dari total penduduk kabupaten / kota di
wilayah pantai). Muncul tuntutan dari MRP dan DPRP / DPRPB agar
kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat lebih berpihak terhadap
OAP, dan ada pemilahan data antara penduduk Pendatang dengan
OAP sehingga kebijakan afirmatif bisa lebih tepat sasaran.
3. Penanganan aparat keamanan terhadap tindakan kriminal yang
dilakukan oleh masyarakat seringkali berujung pada tindak
S
ebagai respon terhadap tuntutan masyarakat terkait pemenuhan
kebutuhan dasar dan hak-hak politik Orang Asli Papua, serta
sebagai bentuk kesungguhan pemerintah dalam mewujudkan
kemajuan di provinsi Papua dan Papua Barat, pada tahun 2001
telah disahkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Provinsi Papua yang kemudian diperkuat dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008.
Melalui kebijakan Otsus, pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat juga
mendapatkan alokasi dana sangat besar yang khusus diperuntukkan bagi
percepatan pembangunan bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan
pemberdayaan ekonomi masyarakat. Namun demikian, kewenangan dan
alokasi anggaran yang besar ternyata belum secara signifikan berdampak
terhadap kemajuan Papua.
Pertama, dari sisi proses dan aktivitas, telah ada sejumlah capaian
penting pada kelima area yang diberi fokus perhatian khusus di atas.
Ketiga berkaitan dengan peran dan keberadaan UP4B. Di tengah pro kontra
yang masih terus berlanjut, ditemukan bahwa lembaga semacam UP4B
masih sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan di Papua.
Dari berbagai pandangan yang ada, muncul dukungan dan desakan
agar UP4B atau lembaga sejenisnya terus diperkuat.
Temuan ketiga sangat penting untuk dikaji karena akan sangat relevan
dengan rencana pembentukan kelembagaan baru untuk pengelolaan
otonomi khusus Papua. Secara empiris, kebutuhan akan hadirnya lembaga
baru bukan hanya sesuai dengan temuan ketiga di atas, tetapi juga menjadi
tuntutan para stakeholders Papua yang seringkali dimunculkan dalam
berbagai kesempatan, baik dalam berbagai forum pertemuan di Jakarta
maupun di wilayah Papua.
Pembentukan kelembagaan ini harus diletakkan pada dua titik pijak yaitu
kerangka substantif-kontekstual dan kerangka regulatif.
Pembentukan lembaga baru ini juga sangat urgent, penting dan mendesak
untuk dilakukan agar bisa melakukan tugas-tugas sebagai berikut:
a. Koordinasi dan sinkronisasi antar Kementrian / Lembaga di Pusat
sehingga menghasilkan kebijakan yang sensitif, adaptif dan
akomodatif terhadap kepentingan masyarakat Papua. Kebijakan
sektoral yang tidak secara khusus bermanfaat bagi masyarakat
Papua dan tidak sejalan dengan kebijakan Presiden sebaiknya
segera dihentikan.
b. Koordiniasi dan sinkronisasi antara Kementrian / Lembaga di satu
sisi dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota di Papua
di sisi yang lain. Harus diakui bahwa salah satu kesulitan yang
dialami Pemerintah Daerah di Papua adalah melakukan koordinasi
dan sinkronisasi kebijakan secara transparan dan akuntabel
dengan K/L di Jakarta sehingga program-program pembangunan
yang direncanakan di K/L bisa lebih efektif dan efisien dalam
implementasinya serta sesuai dengan kebutuhan daerah.
c. Koordinasi dan sinkronisasi dalam mobilisasi dan distribusi
sumber-sumber anggaran secara lebih terencana dan terprogram
sehingga lebih berdayaguna dan berhasil guna bagi kepentingan
pembangunan Papua dan Papua Barat.
Gambar 3.1.
Aspek-Aspek Institutional Building
Leadership
Doctrine Programme
Institutional
Building
Internal
Resources
Structure
Jika disepakati bahwa nomenklatur lembaga baru ini adalah BNP3 (Badan
Naional Percepatan Pembangunan Papua), harus dipahami bahwa Badan
baru ini adalah lembaga yang dibentuk dalam situasi khusus, karenanya
sangat penting untuk menghindari adanya struktur kelembagaan yang
gemuk dan terlalu banyak orang/pejabat yang terlibat.
Secara teknis, jika Lembaga ini sudah terbentuk, adalah sangat penting
agar Surat Keputusan pembentukan kelembagaan ini bisa dibacakan
langsung oleh Presiden, dan sangat penting adanya pernyataan Presiden
bahwa: “Segala urusan terkait dengan politik, pemerintahan, pembangunan,
ekonomi dan sosial budaya di Papua akan dikelola oleh Badan ini”.
| 19
Ÿ Menerapkan standar dan diskresi
kebijakan khusus untuk Papua, yang
berbeda dengan standar nasional
Pembagian fungsi secara
Ÿ Menangani bidang pembangunan sektoral berpotensi
tertentu memunculkan resistensi dari
Ÿ Periode penugasan tertentu (2016 – 2021) Kementrian Lembaga
Usulan struktur kelembagaan BNP3 tersebut terdiri dari seorang Kepala
dan Wakil Kepala, Advisory Board, Dewan Pengawas (Supervisory Board),
dan Sekretariat. Sedangkan pada level kedeputian terdapat empat Deputi
yaitu:
1. Deputi Bidang Pengembangan Infrastruktur;
2. Deputi Bidang Pengembangan SDM, Ekonomi, Sosial, dan Budaya;
3. Deputi Bidang Pengendalian Sumber Daya Alam; serta
4. Deputi Bidang HAM, Hukum, dan Politik.
Disamping beberapa poin penting pada setiap unit dalam tubuh BNP3 tersebut,
juga terdapat beberapa hal yang menjadi agenda penting BNP3, yaitu:
Pertama, keberadaan BNP3 pada tingkat pusat perlu ditopang oleh Kantor
Perwakilan yang berkedudukan di daerah (Jayapura dan Manokwari)
sehingga BNP3 juga bisa berhubungan baik dengan Pemerintah Provinsi
Papua dan Papua Barat dan pada saat yang bersamaan tetap mempunyai
kekuatan koordinasi dan sinkronisasi di Pusat.
R
angakaian pemikiran tentang problematika pembangunan di
Papua dan Papua Barat yang disusul dengan rekomendasi
pembentukan kelembagaan baru adalah strategi kebijakan
nasional yang didasarkan pada dua alasan substantif.
Selain itu, kebijakan strategis ini juga memerlukan dua faktor penting
sekaligus, yaitu proses instalasi legal formal agar sesuai dengan regulasi
nasional namun tetap akomodatif terhadap kekhususan Papua; dan
dukunga politik yang kuat dari para politisi di Lembaga Legislatif, baik di
Pusat maupun di Daerah.***
BADAN NASIONAL
PERCEPATAN PEMBANGUNAN PAPUA