Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

BELA NEGARA

DISUSUN OLEH:

1. PURWITANINGSIH

PROGRAM STUDI : EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

“MULIA ASTUTI” (STAINMAS)

WONOGIRI

2019

1
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Globalisasi dan suasana keterbukaan pascapemerintahan Orde Baru
menyebabkan arus informasi dari segala penjuru dunia seolah tidak
terbendung. Berbagai ideology dan budaya menarik perhatian generasi muda
bangsa Indonesia, untuk dipelajari dan dicoba diterapkan dalam upaya ulang
mencari jati diri bangsa. Salah satu dampak buruk dari globali-sasi dan
reformasi yang melanda Indonesia adalah memudarnya semangat
nasionalisme dan kecintaan pada negara. Rasa nasionalisme yang
diwujudkan dengan sikap bela negara mulai memudar, menjadi seakan-akan
bela negara hanya meru-pakan beban tugas militer. Perkembangan sosial
yang begitu cepat menyebabkan sikap rasa cinta tanah air, jiwa patriotisme
dan nasionalisme menjadi berkurang. Unsur-unsur bela negara kurang
terimplementasikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kaum muda
semakin banyak yang kurang faham dan kurang menjiwai terhadap
permasalahan bela negara. Hal tersebut terjadi pada seluruh elemen bangsa,
termasuk di lingkungan TNI dan Polri. Kondisi ini terjadi karena sistem
penanaman nilai-nilai sejarah perjuangan belum optimal. Di Angkatan Udara
banyak anggota dan siswa yang belum memahami sejarah per-juangan
Angkatan Udara. Peristiwa yang dianggap sejarah besar oleh Angkatan
Udara seperti peristiwa ”Serangan Fajar dan Jatuhnya Pesawat Dakota
tanggal 29 Juli 1947” belum betul-betul difahami, baik se-jarahnya maupun
nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa tersebut. Hal itu terjadi karena
pengajaran masih sebatas fakta saja, bukan makna di balik fakta. Pra
penelitian Disertasi tanggal 27 Oktober 2009, yang dilakukan dengan cara
pengisian kuesioner dan wawancara terbatas dengan para siswa Sekbang di
Lanud Adi-sutjipto menunjukkan bahwa mayoritas siswa belum cukup
mengerti dan belum memahami peristiwa sejarah perjuangan para pahlawan-
nya. Dari Siswa Sekbang (46 orang) yang sudah beberapa tahun hidup di
lingkungan Angkatan Udara, hanya 7 orang yang faham, 2 orang masih
terbatas dan 37 orang tidak faham. Karena mereka belum memahami sejarah

2
perjuangan dan belum mengenal para pahlawannya maka mereka kurang
memahami terhadap nilai-nilai yang harus mereka. implementasikan pada
setiap sikap dan tindakannya dalam menjalankan tugas. Nilai-nilai
nasionalisme dan nilai-nilai bela negara semakin memudar, tidak semua
dapat dicerminkan dengan baik oleh setiap anggota dan siswa.
Meruaknya idiologi-idiologi baru atau paham-paham tersebut
yang membonceng arus globalisasi menjadi ancaman yang serius dan
membahayakan idiologi negara Indonesia Pancasila yang telah menjadi
konsensus bersama oleh founding fathers pada waktu mendirikan Republik
Indonesia sebagai dasar dan tuntutan bernegara lewat usaha penggalian,
penyerapan, kontekstualisasi, rasionalisasi, aktualisasinya dalam rangka
menopang keberlangsungan kejayaan bangsa dan tercantum dalam
pembukaan UUD 1945, telah terbukti dapat menyatukan bangsa Indonesia.
Kondisi sekarang ini secara sistemik dan gradual muncul beragam paradoks
antara subsistem dan subsistem yang lain dalam kehidupan bangsa sehingga
Pancasila terperangkap dalam kesunyian. Sementara para elit politik sibuk
berebut kekuasaan tanpa mengindahkan etika dan moral yang bersumber
dari nilai-nilai idiologi bangsa (Pancasila). Setelah kekuasaan dalam
gegamannya mereka ramai-ramai menjarah aset negara atau melakukan
tindak pidana korupsi (17 Gubernur, 140 Bupati dan walikota tersangkut
pidana korupsi), akibatnya timbul kegaduhan politik, konflik vertikal,
konflik horizontal dan kegalauan masyarakat. Pada hal seharusnya para elit
politik itu menjadi tauladan dalam mewujudkan good governanc, dan
memikirkan kemajuan bangsanya.
Oleh karena itu, untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan
bangsa terhadap berbagai anca-man, diperlukan ketahanan nasional yang
tangguh. Membela negara berarti membela kepentingan bangsa sebagai
dasar pembentuk negara, sebab Indonesia merupakan negara kebangsaan.
Sirait (1997:192) berpendapat bahwa negara kebangsaan dapat diartikan
sebagai negara yang berdaulat yang mempunyai kesatuan geografi dengan
penduduk menusia yang terkait satu sama lain dan mempu-nyai karakter

3
bangsa, tradisi, dan kesadaran poli-tik yang timbul dari perkembangan dan
tantangan yang sama. Menjamin ketertiban, menjadi hak dan kewajiban
setiap warga Negara dalam rangka pembelaan negara. Menurut Jellimek
(Haryca-hyono, 1986:174) hak aktif langsung atau tidak langsung
berpartisipasi dalam mengatur jalannya pemerintahan.Untuk
mempertahankan kehidupan dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indo-
nesia serta mewujudkan tujuannegara tersebut, maka seluruh elemen
masyarakat dituntut untuk melakukan bela Negara.

2. Rumusan Masalah
a. Seberapa besar pengaruh penggunaan media massa terhadap sikap bela
negara dikalangan para pemuda?
b. Mengapa muncul beragam paradoks antara subsistem dan subsistem
yang lain dalam kehidupan bangsa sehingga Pancasila terperangkap
dalam kesunyian
c. Bagaimana kenyataan terjadinya peristiwa 29 Juli 1947, menggali nilai-
nilai luhur dari peristiwa tersebut, menelusuri proses penanaman nilai-
nilai bela negara di Sekbang dan dinamikanya yang terjadi.

3. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui besar pengaruh intensitas menonton berita berita di
Televisi terhadap sikap bela negara para pemuda;
b. Untuk mengetahui besar pengaruh mendengarkan berita berita radio
terhadap sikap bela negara bagi para pemuda;
c. Untuk mengetahui besar pengaruh memabaca berita berita di surat kabar
tterhadap sikap bela negara.dikalangan Pemuda;
d. Untuk mengetahui besar pengaruh mengakses internet terhadap sikap bela
negara.para pemuda;
e. Untuk mengetahui besar pengaruh penggunaan berbagai media massa
terhadap sikap bela negara bagi para pemuda.

4
f. Untuk mengetahui beragam paradoks antara subsistem dan subsistem
yang lain dalam kehidupan bangsa sehingga Pancasila terperangkap
dalam kesunyian
g. Untuk terjadinya peristiwa 29 Juli 1947, menggali nilai-nilai luhur dari
peristiwa tersebut, menelusuri proses penanaman nilai-nilai bela negara di
Sekbang dan dinamikanya yang terjadi.

5
B. PEMBAHASAN
Komunikasi massa dapat diartikan dalam dua hal yaitu komunikasi oleh
media massa dan ko-munikasi untuk massa, Ciri-ciri komunikasi massa meliputi:
satu arah ( media ke khalayak); Ada pros-es seleksi, media memilih kelompok
khalayaak ter-tentu dan khalayak memilih media dan jenis pesan tertentu;
Menjangkau khalayak secara luas,meraih khalayak sebanyak mungkin dengan
menyajikan berita-berita yang menarik; Komunikasi dilakukan oleh institusi sosial
yang harus peka terhadap situ-asi lingkungan sosialnya dengan memahami latar
belakang,asumsi asumsi dan keyakainan keyaki-nan dasarnya ( Rivers, 2008 : 19).
Fungsi Komunikasi massa adalah untuk meng-hibur dengan menyajikan program-
program lucu dan bagus-bagus; mempersuasi, mengukuhkan kepercayaan,sikap,
nilai dan opini supaya lebih kuat;mengubah sikap dan pandangan, mengger-akkan
orang untuk mengambil tindakan tertentu, menawarkan etika atau system nilai
tertentu, men-giformasikan peristiwa peristiwa politik, ekonomi sosial,dll. Serta
menciptakan rasa persatuan. Sementara itu di lihat dari segi bentuk atau jenis
medianya, komunikasi massa dapat dibedakan menjadi : Komunikasi massa lewat
Televisi, Ko-munikasi massa lewat radio siaran, komunikasi massa lewat surat
kabar dan majalah, serta komu-nikasi massa lewat internet media baru.
Media massa memiliki beberapa komponen yaitu (1) Komponen Sumber
atau sourch, bahwa informasi-informasi yang dimuat atau ditayangkan oleh media
massa berasal dari orang atau sumber tertentu atau kejadian yang diliput oleh
wartawan;
Komponen khalayak atau audiens, bahwa pesan-pesan komunikasi massa
ditujukan kepada sejumlah besar khalayak, sehingga dengan cara ini media dapat
merangkul sebanyak mungkin khalay-ak; (3) Pesan atau message adalah informasi
ten-tang peristiwa-peristiwa dunia, kejadian-kejadian sehari hari, film dan sinetron
yang disampaikan kepada khayalak; (4) Proses yaitu jalannya pesan dari sumber
(media) sampai pada pemirsa. Selain itu juga terjadi proses seleksi dari media itu
juga terjadi seleksi dri media itu sendiri bahwa media menyeleksi khalayak mana
yang akan dituju.Di lain pihak khakayak sendiri juga menyeleksi me-dia mana
yang akan dipilih serta pesan apa yang akan konsumsi; (5) Konteks, bahwa media

6
massa mempengaruhi konteks sosial dan konteks sosial mempengaruhi media
massa, sehingga terjadi tran-saksional antara media dengan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan komponen konteks, Komunikasi massa selalu
dipengaruhi oleh proses-proses sosial, kekuatan-kekuatan sosial ekonomi, nilai –
nilai yang berlaku dalam system, serta bu-daya secara keseluruhan member
pengaruh sama besarnya dengan manusia terhadap kinerja media. Jika kita ingin
mengubah kinerja media, maka terlebih dahulu unsure-unsur fundamental yang
mempengaruhinya harus diubah terlebih dahulu (Rivers, 2008:341).
Komunikasi tidak berlangsung dalam hampa sosial, melainkan dalam
konteks atau situasi ter-tentu.Konteks diartikan sebagai semua factor di luar orang-
orang yang berkomuniksi yang terdiri atas :Pertama, aspek fisik, seperti iklim,
cuaca, suhu udara, bentuk ruangan, warna dinding, pe-nataan tempat duduk,
jumlah peserta komuni-kasi, dan alat-alat untuk berkomunikasi,dll. Kedri orua,
aspek psikologis seperti sikap, kecenderun-gan, emosi dan prasaangka dari orang
orang yang berkomunikasi. Ketiga, Aspek sosial seperti norma kelompok, nilai
nilai sosial, dan karaklteristik bu-daya. Keempat, aspek waktu yaitu siang, malam
atau pagi, hari apa dan jam berapa.Verderberg me-nyatakan bahwa konteks
komunikasi terdiri atas konteks fisik, konteks sosial, konteks historis, kon-teks
psikologis dan konteks cultural ( Verderberg dalam Deddy Mulyana, 2007 : 77).
Bertolak dari hal-hal tersebut di atas, maka (1) Televisi sebagai salah satu
media massa dengan factor dominannya siaran televise dalam kehidu-pan
mesyarakat, selain sebagai sumber informasi, televise lebih banyak sebagai
sumber hiburan. Se-dang Media online merupakan media massa yang sedang
ngetren di kalangan pemuda, kare media on-line merupakaan teknologi mutakhir
yang saangat dekat dengan anak muda. Berkaitan dengan sikap bela Negara, maka
isi berita yang dikonsumsi oleh para pemuda adalah berita-berita mengenai peris
tiwa agresi dari luar negeri, gerakan separatism, kegiatan-kegiatan teroris,
penyalahgunaan narko-ba, maraknya korupsi, pengembangan LGPT dan ancaman
ideology Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Oleh karena itulah
penggunaan media televisi memiliki pengaruh sedang terhadap sikap bela negara
bagi para pemuda RW 04 Kelurahan Setu; (2) Sikap bela Negara para pemuda

7
adalah positif, dalam aspek kognitif dan afektif termasuk dalam kategori tinggi,
sedang dalam aspek konatif masih rendah; karena sesuai akses partisipasinya
hanya bisa dilakukan pada pencegahan penyalah-gunaan narkoba, menghindari
perilaku LGPT, menghindari aksi-aksi terror dan menghindari penyimpangan
ideologi. Adapun obyek sikap adalah reaksi atas munculnya informasi tentang
kasus-kasus ancaman seperti agresi luar negeri, serangan kaum separatis, aksi-aksi
terror, penge-daran dan penggunaan narkoba, penyimpangan ideologi, dan lain-
lain; (3) Siaran radio dan surat kabar sudah mulai ditinggalkan oleh banyak orang
termasuk para pemuda, karena sudah berkembang media baru yang lebih canggih
dan mudah dijang-kau oleh masyarakat, sehingga siaran radio jarang didengarkan
oleh banyak orang. Begitu pula surat kabar karena selain harganya juga rekatif
mahal, surat kabar sudah efektif lagi bagi khalayak.Oleh karena itulah maka kedua
jenis media massa ini kecil pengaruhnya terhadap sikap bela negara. (4) Internet
merupakan media baru yang canggih dan diminati oleh banyak orang terutama
kaum muda. Dengan berbagai kelebiahnnya media sosial ber-pengaruh tinggi
sedang tetapi positif dana signifi-kan terhadap sikap bela negara bagi para pemuda
RW 04 Kelurahan Setu; (5) Pengaruh penggunaan media massa terhadap sikap
bela Negara termasuk dalamkategori sedang yatiu 44,5% tetapi pasti atau
signifikan. Pengaruh tersebut masih dalam tata-ran kognitif dan afektif. Pengaruh
konatif berupa perilaku nyata terbatas pada masalah-masalah ter-tentu yang bisa
dilakaukan oleh masyarakat umum. Penggunaan media massa merupakan aktifitas
ko-munikasi yang berpengaruh terhadap aktifitas bela Negara setiap individu,
namun pengaruh tersebut tidak begitu besar, oleh karena itu untuk mening-katkan
kepekaan perilaku bela Negara setiap warga Negara diperlukan aktifitas lain lebih
efektif antara lain pendidikan bela Negara yang lebih aplikatif. Mengingat
disamping memiliki dampak kognitif, pendidikan juga memiliki dampak konatif,
apala-gi jika materi pendidikan tersebut bersifat praktis, motivatif dan bernilai
ekonomis.
Ditelusuri berbagai sumber data yang diantaranya adalah berupa artefak,
dokumen, dan informan dari tokoh-tokoh dan pejabat. Penelusuran mengungkap
banyak nilai-nilai kehidupan dari berbagai macam sumber yang ditanamkan

8
menjadi pedoman bersikap dan berperilaku bagi siswa Sekbang. Sumber-sumber
nilai yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga, yaitu; 1) Formulasi ”A”:
interpretasi dari artefak dan pedoman sikap perilaku siswa; 2) Formulasi ”B”: nilai
sesuai kedudukan TNI; 3) Formulasi ”C”: interpretasi bela negara dari informan.
Nilai-nilai dari berbagai sumber tersebut di pilah-pilah dan dikelompokkan
berdasarkan hirarki nilai, kemudian dikelompokkan sesuai dengan unsur-unsur
utama hakekat bela negara, dan nilai-nilai yang serumpun disatukan.
Nilai-nilai formulasi A terdiri dari: 1) Unsur menjaga dan mempertahankan
negara: religi/ketaqwaan, patriotik/kecintaan tanah air, kesetiaan, dan kesatria; 2)
keamanan negara: kedisiplinan, kewaspadaan, kesiapsiagaan, dan kerahasiaan; 3)
kedaulatan negara: profesio-nalitas, keteladanan, kekuatan tekad, ketulus-an, dan
tanpa pamrih; 4) tujuan hidup berne-gara: bertindak secara prioritas, kesederhana-
an, kebersamaan, dinamis. Formulasi B yaitu: sebagai bangsa: kesetiaan, kesatria,
ke-kuatan tekad, kewaspadaan, kesiapsiagaan, dan kerahasiaan.; 2) sebagai warga
negara: kecintaan tanah air, kesatria, keteladanan, tanpa pamrih, moralitas.; 3)
sebagai pribadi: ketuhanan, profesionalitas, kekuatan tekad, tanpa pamrih,
kesatria, kesederhanaan, dan kedisiplinan. Formulasi C terdiri dari nilai ketuhanan,
kesetiaan, kesatria, kekuatan te-kad, ketulusan, moralitas dan keteladanan,
profesionalitas, kedisiplinan.
Ketiga formulasi tersebut digabungkan menjadi satu, sehingga terdapat
kumpulan nilai yang sama. Berbagai nilai yang sama tersebut diyakini sebagai
nilai yang dapat diterima oleh ketiga sumber sebagai cerminan dari komunitasnya,
dan merupakan nilai-nilai yang relevan. Sedangkan nilai yang tidak sama
merupakan nilai-nilai luhur yang tetap harus dilestarikan. Proses penggabungan
ketiga formulasi tersebut diasumsikan dengan penggabungan tiga lingkaran A-B-
C, yang menghasilkan wilayah arsiran diantara ketiga lingkaran tersebut.
Selanjutnya wilayah arsiran tersebut ditandai dengan huruf “X“ sebagai simbul
kelompok nilai yang relevan. Nilai bela negara Kadet Maguwo yang masih relevan
dan perlu di wariskan kepada generasi penerus adalah nilai-nilai kesetiaan dan
kecintaan terhadap negara Indonesia dengan tetap didasari nilai-nilai ketuhanan,
ketulusan, kekuatan tekad, kesatria, moralitas, keteladanan, profesionalitas, dan

9
kedisiplinan. Sedangkan nilai-nilai lainnya tetap merupakan nilai-nilai luhur yang
perlu terus dilestarikan. Karena dinamika setiap masa atau zaman tidak sama,
sehingga kebutuhan terhadap nilai-nilai juga berkembang dan berubah seiring
dengan perubahan zaman itu sendiri. Nilai-nilai yang sekarang relevan belum tentu
bertahan tetap relevan pada masa yang akan datang. Demikian juga sebaliknya
bahwa nilai-nilai yang sekarang kurang relevan, pada masa yang akan datang
dapat berubah menjadi relevan untuk diaplikasikan.

Dinamika Persepsi Bela Negara


Data persepsi bela negara diperoleh dari interpretasi tokoh terhadap unsur-
unsur bela negara yang diantaranya yaitu ketakwaan, kekuatan tekad, berani,
semangat juang, pen-gabdian, tanpa pamrih, pantang menyerah, rela berkorban,
integritas, profesionalitas, dan kebersamaan. Kemudian data-data dari rei-
nterpretasi terhadap artefak dan dokumen terdiri dari nilai-nilai semangat
kejuangan, jiwa sapta marga, ketaqwaan, berani bersikap, tampil gagah,
profesionalitas, dan integritas. Sumber data dari artefak dan dokumen selain di
analisis secara phenomenologi juga dilaku-kan pendekatan historis yaitu berdasar
deret waktu. Data-data di kelompokkan menjadi per dekade, mulai dari tahun
1950-an sampai dengan tahun 2000-an. Kedua sumber data yang mengandung
nilai-nilai tersebut diga-bungkan sebagaimana pola analisis pada tema pertama,
sehingga diperoleh kesimpulan yang meliputi nilai-nilai bela negara. Selanjutnya
nilai-nilai bela negara tersebut, dirangkai menjadi sebuah kalimat pernyataan
menjadi definisi yang baru dari makna bela negara.
Dinamika persepsi tokoh dan pejabat TNI AU terhadap bela negara awalnya
ber-sifat filosofis dan diperkuat secara ideologis dalam mengembangkan eksistensi
TNI AU. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai artefak, dokumen, dan interpretasi
informan yang mengutamakan nilai-nilai keberanian dengan integritas dan
profesionalitas. Bela negara adalah sikap semangat kejuangan pantang menyerah
setiap individu, dengan keimanan, ketaqwaan dan integritasnya berniat tekad

10
bulat tanpa pamrih berani rela berkorban untuk negara secara profesional
bersama-sama mencapai kejayaan NKRI yang aman ber-landaskan Pancasila
dan UUD 1945.

Dinamika Proses Penanaman Nilai Bela Negara


Dinamika kondisi suatu lembaga atau wilayah tertentu dapat terjadi
oleh berbagai aspek kehidupan yang mempengaruhinya. Dinamika proses
penanaman nilai-nilai bela negara di Sekbang ditelusuri melalui sumber data
artefak, dokumen, dan informan. Sumber artefak dan dokumen dicari fungsi
dan maknanya, untuk itu juga dilakukan reinter-pretasi terhadap artefak yang
dibagi sesuai deret waktu per-dekade. Demikian pula inter-pretasi dari
informan terhadap proses pena-naman nilai bela negara yang mereka alami,
yang mereka lakukan dan yang mereka ketahui dikelompokkan per-dekade
sesuai kelompok senioritas yaitu generasi tahun 1950-an, 1960-an, 1970-an,
1980-an, 1990-an, dan 2000-an.
Dari kajian analisis data terungkap bahwa tujuan penanaman nilai-nilai
bela negara Kadet Maguwo adalah untuk me-lestarikan nilai-nilai luhur
bangsa dan untuk memberikan warna karakter perilaku para Perwira
Penerbang sesuai dengan nilai-nilai bela negara Kadet Maguwo. Sedangkan
fungsi artefak adalah sebagai media pengingat, se-bagai petunjuk kepada para
generasi penerus bahwa pernah terjadi peristiwa bersejarah, dan sebagai
media penanaman nilai-nilai luhur dan nilai-nilai bela negara Kadet Maguwo
kepada generasi penerus. Nilai-nilai bela ne-gara yang dicerminkan pada masa
lalu terdiri dari nilai keikhlasan, semangat juang yang tinggi, kebulatan tekad
untuk berjuang men-capai tujuan negara, dan rela berkorban. Se-dangkan
sekarang makna yang tersirat adalah, dalam bela negara harus dilandasi
dengan keimanan dan ketaqwaan, berani tampil gagah, dan profesionalitas
dalam menyele-saikan tugasnya demi kejayaan negara, tanpa menghilangkan
nilai-nilai luhur sebelumnya.
Domain yang menjadi pokok kajian internalisasi adalah proses
penyampaian, dan makna bela negara yang tercermin dalam kegiatan.

11
Dinamika yang terungkap tentang proses pelaksanaan penanaman nilai-nilai
bela negara di Sekbang Lanud Adisutjipto, adalah sebagai berikut.
a. Tahun 1950-an sampai dengan 1960-an proses pendidikan dilaksanakan
secara se-derhana tanpa buku sejarah dan belum ter-masuk dalam
kurikulum. Penanaman nilai-nilai bela negara Kadet Maguwo diekspre-
sikan dengan lambang, simbol, monumen, dan prasasti. Instruksi pelak-
sanaan melalui keteladanan, santiaji, cerita-cerita, dan pembinaan
kejuangan secara pisik. Makna cerminan unsur-unsur bela negara yang
muncul yaitu keikhlasan, semangat juang yang tinggi, kebulatan tekad
untuk ber-juang mencapai tujuan negara, dan rela berkorban.
b. Tahun 1970-an pendidikan Sekbang men-jadi kesatuan dalam program
pendidikan Taruna, sehingga melibatkan hirarki senio-ritas di Taruna
dengan pembinaan kejuang-an secara pisik menjadi semakin ketat dan
keras. Makna bela negara yang terkandung terdiri dari nilai-nilai sifat
kebajikan, kebe-naran, berkarakter, setia, loyal, berdedikasi, patriotik/cinta
tanah air, kerelaan berkor-ban, kesatria, keper-wiraan, kewaspadaan,
kesiapsiagaan, profesionalitas dan mode-ren, serta keteguhan mencapai cita-
cita luhur kejayaan negara.
c. Tahun 1980-an terdapat beberapa tambahan kegiatan, sehingga
intensitasnya meningkat lebih tinggi. Beberapa tambahan kegiatan lainnya
yang bersifat temporer yaitu ke-giatan “Sarasehan” pada tanggal 28 Juli
malam dan “Napak Tilas Serangan Fajar”, tradisi “Masuk Mess
Wirambara”, dan tra-disi “Pengambilan Wing Penerbang”. Ke-giatan-
kegiatan tersebut sampai dengan akhir 1990-an tetap dilaksanakan. Makna
nilai-nilai bela negara yang terkandung antara lain, nilai totalitas, kesetaraan
derajat, kebersamaan, patriotik, kepahla-wanan, keihklasan, rela berkorban,
tanpa pamrih dalam berjuang, dan profesionalitas untuk mencapai cita-cita
kejayaan negara.
d. Tahun 2000-an kegiatannya tetap stabil, namun intensitasnya menurun dan
cen-derung lebih ringan. Terungkap bahwa terdapat perubahan dari sisi
kebijakan yaitu mengenai proses rekruitmen. Pada tahun 2002 terjadi

12
perubahan kurikulum yang bersifat ideologis dan memperkuat kembali
penghayatan Pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut menjadikan lebih
komunikatif dan ber-tindak secara persuasif dengan me-ngutamakan
integritas dan profesional.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dinamkia Proses Penanaman Nilai-


Nilai Bela Negara
Terjadi dinamika karena kehidupan selalu berubah karena adanya
perbedaan waktu dan tempat. Manusia tidak dapat meramalkan nilai yang sesuai
untuk generasi yang akan datang. Setiap generasi mempunyai hak untuk
menentukan nilainya sendiri, untuk itu yang perlu diajarkan kepada generasi
muda bukan nilai-nya, melainkan proses untuk dapat menemukan nilai-nilai
mereka sendiri sesuai dengan tempat dan zamannya. Proses penanaman nilai,
inculcation approach me-rupakan pendekatan yang memberi penekanan pada
penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Dengan penanaman nilai-nilai
men-jadikan siswa lebih siap menghadapi per-ubahan-perubahan yang akan
ditemuinya.
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ritzer, Giddens, dan Freire,
penelitian ini menemukan dinamika proses pelaksanaan penanaman nilai-nilai
bela negara Kadet Maguwo terhadap siswa Sekbang. Melalui observasi, dan
interpretasi informan terungkap bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi adalah
perkembangan politik negara, perkem-bangan ekonomi bangsa, perkembangan
zaman, perkembangan teknologi informasi-komunikasi, dan globalisasi yang
mempenga-ruhi lingkungan strategis, sehingga berdam-pak terhadap keputusan
atau kebijakan pim-pinan dalam menentukan dan mengarahkan perubahan
budaya di lingkungan Sekbang. Perubahan-perubahan tersebut dari sisi makna
dalam pendidikan nilai bukan merupakan pe-rubahan yang mendasar. Perubahan
bukan pada aspek filosofis pendidikan tetapi bentuk kegiatan dan cara
penyampaiannya. Perubah-an mengarah kepada landasan psikologis dan
sosiologis.

13
Berbagai faktor tersebut berasal dari empat tingkatan, yaitu tingkat
nasional dan internasional, tingkat TNI atau Matra TNI AU, tingkat Kesatuan
yaitu Lanud Adi-sutjipto, dan individu siswa. Empat tingkatan tersebut
dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber internal dan eksternal. Maknanya
adalah, bahwa setiap perubahan yang menjadi dinamika bagi proses penanaman
nilai-nilai bela negara di Sekbang disebabkan oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal dapat dikarenakan oleh potensi-potensi yang melekat
dan dibawa oleh siswa Sekbang atau potensi yang melekat dan berkembang di
Lanud Adisutjipto. Sedangkan faktor ekster-nal adalah faktor yang bersumber
dari tingkat nasional dan internasional, yaitu kondisi yang di tingkat Mabes TNI,
Mabes TNI AU, dan Negara Indonesia maupun kondisi regional dan
internasional. Sehingga nilai-nilai yang telah diterima dari proses penanaman
nilai-nilai bela negara tersebut menjadi kesadaran mata hati (eye of
contemplation) yang senantiasa melekat dalam jiwa siswa. Besarnya pengaruh
dari tiap-tiap faktor terhadap proses penanaman nilai-nilai bela negara di
Sekbang berbeda-beda. Faktor eko-nomi sangat besar pengaruhnya terhadap pe-
laksanaan penanaman nilai-nilai bela negara. selanjutnya secara berturut-turut
adalah faktor politik, faktor perkembangan zaman (globali-sasi dan lingkungan
strategis), dan faktor budaya. Proses kegiatan penanaman bela negara di Sekbang
seperti yang digambarkan dalam teori Wilber. Para siswa dalam mengikuti
proses penanaman bela negara mencapai pada tataran kesadaran integral, yaitu
kesadaran yang melibatkan seluruh fungsi indra dan mental manusia. Kesadaran
siswa diperoleh karena siswa melihat, dan melakukan sendiri secara langsung
terhadap kegiatan proses penanaman nilai-nilai bela negara.
Kesadaran siswa dimulai dari mata secara fisik (eye of flesh), yang
langsung melihat dan mengalami, sehingga menjadi pengalaman yang diteruskan
ke ranah pikir dan menjadi mata pikir (eye of mind) bagi setiap tindakan. Dari
pengalaman menjadi pemikiran dan bertindak. Dari tindakan-tindakannya pasti
akan timbul suatu reaksi. Lepas dari positif dan negatif reaksi tersebut, maka
akan menjadi bahan renungan. Kesadaran integral tersebut yang sesungguhnya
telah terjadi pada diri para siswa, seperti yang diungkap oleh beberapa informan.

14
Sehingga segala nilai-nilai bela negara yang telah tertanam dalam diri para siswa
Sekbang tidak luntur dan tidak hilang selama-lamanya. Karena para siswa benar-
benar telah melalui tiga proses kesadaran integral seperti teori Wilber. Kesadaran
integral juga disebabkan oleh karena ter-jadinya perubahan tingkat pendidikan
mereka yang cenderung berpengaruh terhadap per-geseran nilai-nilai kehidupan.
Para alumni telah melintasi berbagai jenjang pengalaman hidup, sehingga
membawa dampak perubahan atau pergeseran nilai-nilai kehidupan yang
diberlakukannya. Karena orang terdidik cen-derung lebih lama berada dalam
pembinaan sekolah yang merupakan tempat penanaman nilai-nilai dan sebagai
salah satu media untuk mewariskan nilai-nilai. bela negara dapat memperkuat
pertahanan Indonesia yaitu untuk melawan terorisme, aksi radikal separatisme,
bencana alam, wabah penyakit dan lain sebagainya, dengan strategi utama perang
modern berbasis brainwash. Maka dari itu upaya cuci otak tersebut harus dilawan
dengan penanaman mencintai dan rela berkorban untuk negara dengan bela
negara.

Pentingnya Idiologi Bagi Negara


Idiologi dan negara memiliki keterkaitan yang sangat erat. Negara
sebagai lembaga kemasyarakatan, sebagai organisasi hidup manusia senantiasa
memiliki cita-cita, harapan, ide-ide, serta pemikiran-pemikiran secara bersama
merupakan suatu orientasi yang bersifat dasariah bagi semua tindakan dalam
hidup kenegaraan. Idiologi merupakan hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka
terdapat sesuatu yang bersifat dialektis antara idiologi semakin realistis dan di
pihak lain mendorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal. Idiologi
mencerminkan cara berpikir masyarakat bangsa maupun negara, namun juga
membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Pospowardojo, 1991 (dalam Kaelan
2008). Dengan demikian idiologi sangat menentukan eksistensi suatu bangsa dan
negara. Idiologi membimbing bangsa dan negara untuk mencapai tujuannya
melalaui berbagai realisasi pembangunan. Hal ini disebabkan dalam idiologi
terkandung suatu orientasi praksis. Idiologi akan menjadi realistis mana kala

15
terjadi orientasi yang bersifat dinamis antara masyarakat bangsa dengan idiologi,
karena dengan demikian idiologi akan bersifat terbuka dan antisipatif bahkan
bersifat reformatif dalam arti senantiasa mampu mengadaptasi perubahan-
perubahan sesuai dengan aspirasi bangsanya, namun jika perlakuan terhadap
idiologi diletakkan sebagai nilai yang sakral bahkan diletakkan sebagai alat
legitimasi kekuasaan maka maka dapat dipastikan idiologi akan menjadi tertutup,
kaku, beku, dogmatis, dan menguasai kehidupan bangsanya. Oleh karena itu agar
benar-benar idiologi mampu menampung aspirasi para pendukungnya untuk
mencapai tujuan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka idiologi
tersebut harus bersifat dinamis, terbuka, antisipatif yang senantiasa mampu
mengadaptasikan dirinya dengan perkembangan zaman. (Kaelan, 2008).
Pancasila semestinya diperlakukan terbuka perbincangkan, di
perdebatkan agar kian membesar masuk dalam berbagai wilayah dan sektor.
Bahkan menjadi meanstream area diskursus apapun, sampai pada akhirnya
mengilhami kebijakan atau kultur yang menguat di lingkunagn masyarakat dan
negara. Sebagai bagian dari konsensus politik, Pancasila diharapkan menjadi
napas dan jiwa interaksi berbangsa dan bermasyarakat.
Istilah idiologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar,cita-cita’ dan ‘logos’ yang berarti ilmu. Kata ‘idea berasal dari
kata bahasa Yunani ‘eidos’ yang artinya bentuk. Disamping itu ada kata ‘idein’
yang artinya melihat. Maka secara harafiah ideologi berarti ilmu pengertian-
pengertian dasar. Dalam pengertian sehari hari ‘idea disamakan artinya dengan
‘cita-cita’. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang
harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan
dasar, pandangan atau paham. Pengertian idiologi secara umum dapat dikatakan
sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-
kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut : Bidang politik
(termasuk didalamnya bidang pertahanandan keamanan), Bidang sosial, Bidang
kebudayaan, Bidang keagamaan Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara
atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistim kenegaraan untuk

16
seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas
kerokhanian
Berkaitan dari pengertian dan konsep diatas, ideologi dapat diketahui
secara struktural dan secara fungsional. Ideologi secara struktural diartikan
sebagai sistim kepercayaan dan pembenaran, seperti gagasan dan formula
politikatas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa. Adapun
ideologi secara fungsional dimaknai sebagai seperangkat gagasan tentang
kebaikan bersama atau masyarakat dan negara yang dianggap paling baik.
Ideologi dalam arti fungsional digolongkan secara tipologi dengan dua tipe,
yakni ideologi yang doktriner dan ideologi yang prakmatis. Suatu Ideologi dapat
digolongkan yang doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung di dalam
ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan rinci dengan jelas,
diindoktrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaannya diawasi secara
ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Sementara ideologi yang bersifat
pragmatis adalah kebalikan dari ideologi yang bersifat doktriner.(Deddy, 2007).
Negara menurut Pringgodigdo (dalam Deddy,2007) adalah suatu organisasi
kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-
unsur tertentu, yaitu pemerintahan yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat
yang hidup dengan teratur sehingga merupakan suatu bangsa (national). Jadi
dapat disimpulkan bahwa idiologi negara adalah rumusan cita-cita atau nilai-nilai
yang terkandung dalam idiologi dan sebagai pedoman, pandangan,visi bagi suatu
negara untuk mencapai cita-cita dan tujuannya yang
dijalankan oleh pemerintahan yang yang berdaulat.

Idiologi Pancasila
Istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku
kata yaitu panca berarti lima dan sila berarti dasar atau azas. Pancasila berarti
lima dasar atau lima azas. Diatas lima dasar inilah berdirinya Negara Republik
Indonesia. Pancasila dipilih menjadi dasar negara karena Pancasila sesuai dengan
alam kejiwaan bangsa kita sendiri, seperti apa yang pernah dikatakan oleh Bung
Karno “ sudah jelas kalau kita mau mencari dasar yang statis, maka dasar yang

17
statis itu haruslah terdiri dari elemen-elemen yang ada jiwa Indonesia” Ernest
Renan mengatakan bahwa “setiap bangsa mempunyai suatu jiwa “ (une nation,
est une ame). Bangsa Indonesia mempunyai satu jiwa yang disebut kepribadian
bangsa Indonesia. Tegasnya Pancasila adalah manifestasi dari kepribadian
bangsa Indonesia. Disamping itu Pancasila merupakan tuntunan yang dinamis,
seperti Bung Karno menyebutkan sebagai “leidster” bintang pimpinan, kearah
mana bangsa dan negara Indonesia harus digerakkan. (Rozali, 1983)
Sebagai idiologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada
hakekatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran
seseorang atau kelompok orang sebagaimana idiologi-idiologi lain di dunia,
namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai kebudayaan serta
nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia
sebelum membentuk negara. Dengan demikian Pancasila sebagai idiologi bangsa
dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, dan
bukannya mengangkat atau mengambil idiologi dari bangsa lain. Jadi Pancasila
berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa sehingga Pancasila pada
hakekatnya untuk seluruh lapisan dan unsur-unsur bangsa secara konfrehensif.
Oleh karena itu ciri khas Pancasila itu maka memiliki kesesuaian dengan bangsa
Indonesia.
Idiologi Pancasila mendasarkan pada hakekat sifat kodrat manusia sebagai
makluk individu dan makluk sosial. Oleh karena itu dalam idiologi Pancasila
mengakui atas kebebasan dan kemerdekaan individu, naum dalam hidup bersama
juga harus mengakui hak dan kebebasan orang lain secara bersama sehingga
dengan demikian harus mengakuim hak-hak masyarakat. Selain itu bahwa
manusia menurut Pancasila berkedudukan kodrat sebagai makluk pribadi dan
sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu nilai-nilai ketuhanan
senantiasa menjiwai kehidupan manusia dalam hidup negara dan masyarakat.
Kebebasan manusia dalam rangka demokrasi tidak melampaui hakekat nilai-nilai
ketuhanan bahkan nilai ketuhanan terjelma dalam bentuk moral dalam ekspresi
kebebasan manusia.

18
Pancasila sebagai dasar filsafati negara Indonesia pada hakekatnya merupakan
suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Sebagai suatu dasar filsafat, sila-sila
dalam Pancasila atau kelima sila yang ada di dalamnya merupakan suatu sistem
yaitu merupakan satu kesatuan yang bulat, hierarkis dan sistematis, maka kelima
sila bukan terpisah pisah melainkan memiliki makna yang utuh yang merupakan
sistim nilai (Kaelan,2000). Hal ini sesuai dengan pengertian sebelumnya bahwa
dasar negara terkandung didalamnya seperangkat nilai. Nilai adalah sesuatu yang
berharga, berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan
harkat dan martabatnya. Nilai berfungsi pada budi yang berfungsi mendorong
dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Pancasila berisi lima nilai yang
merupakan nilai dasar fundamental bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan nilai keadilan.
Nilai-nilai Pancasila merupakan rumusan ideal

Idiologi Negara Dalam Bahaya


Idiologi negara Pancasila kini mendapat tantangan yang luar biasa baik
dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Menurut sejarawan UI, Anhar G,
(Kompas 2011), semua rezim yang memerintah Indonesia sejak merdeka hingga
saat ini dinilai gagal dalam menjalankan Pancasila sebagai idiologi negara
dengan benar. Cita-cita mendirikan negara melalui sistim politik dan ekonomi
yang dapat mewujudkan kesejahteraan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia belum mampu diwujudkan pemerintahan manapun. Lima tahun
pertama periode kepemimpinannya,Soekarno dihadapkan situasi sulit
mempertahankan kemerdekaan karena belanda ingin berkuasa kembali. Dalam
periode demokrasi liberal tahun 1950-1958 pemerintahan tidak berjalan stabil.
Kabinet jatuh bangun sehingga cita-cita mewujudkan kesejahteraan rakyat yang
berkeadilan sosial pun jauh dari harapan. Pemerintahan orde baru, yang
mengklaim menjalankan pembangunan
di bidang teknologi dan informasi sangat berpengaruh terhadap eksistensi
idiologi negara Pancasila. Beberapa peristiwa akhir-akhir ini seperti teror bom
Sarinah Jakarta, yang dilakukan oleh elemen masyarakat yang berafiliasi dengan

19
negara yang menganut idiologi radikal (ISIS) merupakan suatu indikasi adanya
kelompok-kelompok masyarakat yang ingin menggoyahkan idiologi negara
Pancasila. Pada tataran lokal pun sering terjadi konflik dan kekerasan yang
dilakukan selompok orang yang berusaha menimbulkan kekacauan. Ini terjadi
ketika Aliansi Kebangsaan untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan
(AKKBB) sedang memperingati hari kelahiran Pancasila di Monas 1 Juni
2008,dikacaukan oleh kelompok atau ormas.(FPI). Indonesia yang majemuk dari
segi suku, agama, etnik dan lainnya merupakan fakta dan berpotensi terjadinya
konflik sosial. Oleh karena itu Indonesia harus terus menerus belajar untuk
mengelola perbedaan agar terwujud ketentraman dan kesejahteraan masyarakat,
diantaranya melalui bela negara untuk memperkuat pertahanan Indonesia dari
rongrongan baik yang dari dalam maupun luar negeri.

Memperkokoh Idiologi Pancasila dengan Bela Negara


Bela negara sebenarnya merupakan amanah konstitusi,
namun dalam implementasinya diperlukan rumusan-rumusan baru yang sesuai
dengan perkembangan dan tantangan zaman. Konsep bela negara telah menjadi
pemikiran para ahli, menurut Richard Asley, bela negara adalah suatu pemikiran,
perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh setiap warga negara untuk membela
bangsa dan negaranya. Kenny Erlington mengatakan bahwa bela negara adalah
sikap warga negara yang berupaya mempertahankan negara ketika menghadapi
berbagai ancaman yang mengganggu kepentingan negara-nya. John Mc Kinsey
menambahkan bahwa bela negara merupakan wujud nyata dari nasionalisme,
patriotisme dan cinta tanah air yang tercermin dalam setiap warga negara
sehingga mutlak dimiliki oleh warga negara agar supaya negaranya menjadi kuat.
(Agus Subagyo, 2014)

Dasar yuridis bela negara


Dasar hukum bela negara adalah pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang
berbunyi “ bahwa tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
bela negara”. Selain itu terdapat pula pasal 30 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang

20
berbunyi “ Bahwa tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara dan usaha pertahanan dan keamanan negara
dilaksanakan melalaui sistim pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI
dan Kepolisian sebagai komponen utama, rakyat sebagai komponen pendukung”
selanjutnya dalam UU NO 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal 6 B
juga dinyatakan bahwa “ setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku”. UU No 3 Tahun 2002
tentang pertahanan negara pasal 9 ayat (1) menegaskan bahwa “setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan
dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Selanjutnya pada pasal 9 ayat (2)
ditegaskan lagi bahwa “ keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara
dimaksud ayat (1) diselenggarakan melalaui : pendiddikan kewarganegaraan,
pelatihan dasar kemiliteran, pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela atau
wajib dan pengabdian sesuai dengan profesi.
Secara lebih detail regulasi tentang dasar hukum pelaksanaan bela negara
yang ada di Indonesia, berikut :
1. Tap MPR No VI Tahun 1973 tentang konsep wawasan nusantara dan
keamanan nasional.
2. UU No 29 Tahun 1954 tentang pokok-pokok perlawanan rakyat.
3. UU No 20 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok hankam negara RI. Diubah
oleh UU No 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR NO VI tahun 2000 tentang pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No VII tahun 2000tentang peranan TNI dan POLRI
6. Amandemen UUD 1945 pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. UU No 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara.

Maraknya idiologi yang bernuansa agama yang muncul akhir-akhir ini


yang disertai dengan aksi radikal (teror bom Thamrin), para tokoh agama atau
ulama terpanggil dan tergerak untuk mengatasinya. Para ulama thariqah
memandang bela negara menjadi semangat yang penting untuk digaungkan,
sebab dunia Islam sekarang sedang dilanda krisis kebangsaan. “nasionalisme

21
masyarakat kini mulai meluntur, perlu adanya obat untuk membangkitkan
kembali semangat nasionalisme dan bela negara” kata KH Al Habib Muhammad
Luthfi, ketua Jammiyah Ahlith Thariqoh al Mutabaroh An-Nadliyah dalam acara
silahturahmi nasional ulama thariqoh. Dalam acara silaturahmi nasional tersebut
menyampaikan sembilan (9) poin penting tentang bela negara.
1. Negara adalah tempat tinggal dimana agama diimplementasikan didalam
kehidupan bernegara.
2. Negara merupakan kebutuhan primer dan tanpanya kemaslahatan tidak akan
bisa terwujud
3. Bela negara adalah dimana setiap warga negara merasa memiliki dan cinta
terhadap negara dan berusaha untuk mempertahankan dan memajukannya.
4. Bela negara merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa sebagaimana
dijelaskan didalam al quran dan hadist nabi Muhamad SAW.
5. Bela negara dimulai dengan membentuk kesadaran diri yang bersifat
kerohanian dan dibimbing oleh para ulama.
6. Bela negara tidak terbatas melindungi negara dari musuh atau sekedar tugas
kemiliteran, melainkan usaha ketahanan dan kemajuan dalam semua aspek
kehidupan seperti ekonomi pendidikan politik pertanian sosial budaya dan
teknologi.
7. Bela negara menolak adanya terorisme, radikalisme, ekstremisme, yang
mengatas namakan agama. Untuk mewujudkan bela negara dibutuhkan
empat pilar yaitu ilmuwan, pemerintah yang kuat, ekonomi dan
media.Menjadikan Indonesia sebagai inisiatorbelan egara yang merupakan
perwujudan dari islam rahmatan lil alamin

Konsensus bela negara yang dirumuskan dalam konferensi internasional ini


disepakati oleh ulama thoriqoh dari Indonesia, Maroko Turki Sudan Yaman
Amerika Yordania. (republika.co.id) 16-1-2016 Jadi bela negara harus dimaknai
secara holistik, bela negara meliputi membela dan mempertahankan wilayah dan
kebudayaan yang didalamnya meliputi idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan keamanan. Materi bela negara harus diajarkan sejak PAUD sampai

22
Perguruan Tinggi. Dengan bela negara menjadikan warga negara memiliki jiwa
patriotisme,nasionalisme semakin berkarakter kebangsaan dan
keIndonesiaannya.

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Pengaruh intensitas penggunaan media televise terhadap sikap bela
negara termasuk dalam kate-gori sedang tetapi positif dan signifikan;
b. Pen-garuh intensitas penggunaan media siaran radio terhadap sikap
bela negara para pemuda adalah positif tetapi rendah dan signifikan;
c. Pengaruh membaca berita-berita di surat kabar terhadap si-kap bela
negara termasuk dalam klasifikasi kecil tetapi positif dan signifikan;
d. Pengaruh men-gakses internet tentang berita berika kasus anca-man
terhadap bangsa dan negara terhadap sikap bela negara bagi para
pemuda
e. Pengaruh bersama-sama atas intensitas penggunaan siaran televisi,
siaran radio, membaca surat kabar dan mengakses media online
terhadap sikap bela neg-ara adfalah sedang (44,5%) pada tataran
kognitif, afektif dan konatif.
f. Core value bela negara Kadet Maguwo yang masih relevan, sesuai
dengan landasan historis dan landasan filosofis pendidikan meliputi
nilai-nilai kesetiaan dan kecintaan terhadap negara Indonesia yang
tetap didasari nilai-nilai ketuhanan, ketulusan, kekuatan tekad,
kesatria, moralitas, keteladanan, inte-gritas, profesionalitas, dan
kedisiplinan.
g. Persepsi tokoh dan pejabat TNI AU terhadap bela negara awalnya
bersifat filosofis dan diperkuat secara ideologis dalam me-
ngembangkan eksistensi TNI AU. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai
artefak, doku-men, dan interpretasi informan yang menguta-makan

23
nilai-nilai keberanian dengan integritas dan profesionalitas. Bela
negara adalah sikap semangat kejuangan pantang menyerah setiap
individu, dengan keimanan, ketaqwaan dan integritasnya berniat tekad
bulat tanpa pamrih berani rela berkorban untuk negara secara
profesional bersama-sama mencapai kejayaan NKRI yang aman
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
h. Proses penanaman nilai bela negara di Sekbang memperkuat
pemantapan ideologis, psikologis, dan mengarah ke sosiologis. Di-
namika tersebut menjadikan TNI AU lebih komunikatif dan bertindak
secara persuasif, dengan mengedepankan integritas dan profe-
sionalitasnya. Pendidikan berawal secara se-derhana dengan landasan
filosofis yang penuh makna, kemudian memperkuat aspek psiko-logis
dan ideologis. Selanjutnya mengarah ke sosiologis, sehingga intensitas
pembinaannya cenderung menurun.
i. Dinamika proses penanaman nilai-nilai bela negara terjadi karena
kebutuhan nilai-nilai berkembang dan berubah selaras dengan
perubahan zaman dan berbagai aspek yang mempengaruhinya, antara
lain faktor ekono-mi, politik, zaman, dan budaya yang berada pada
empat tingkatan, yaitu nasional/inter-nasional, TNI/TNI AU, Kesatuan
Lanud pentingnya memperkokoh idiologi Pancasila dalam negara
kesatuan republik Indonesia dengan bela negara. Pelaksanaan bela
negara yang dilakukan secara berkesinambungan dapat memupuk dan
mempertebal keyakinan pada Pancasila sebagai arah dan pedoman
dalam membangun bangsa dan negara. Bela negara kini memiliki
relevansi yang tinggi di era global ini untuk memperkuat pertahanan
bangsa Indonesia ditengah maraknya dan bermunculan paham atau
idiologi-idiologi asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai bangsa
Indonesia. Bela negara dapat memupuk karakter kebangsaan dan
keIndonesiaan

24
2. Saran
a. Terungkap bahwa meskipun frekuensi kegiatannya stabil tetapi terjadi
penurunan intensitas pembinaan. Juga ditemukan adanya hal yang
kontradiksi, yaitu interpretasi makna bela negara pejabat TNI AU yang
mengem-bangkan eksistensi dengan memprioritaskan keberanian yang
dilandasi integritas dan profesionalitas, tetapi proses penanaman nilai-
nilai bela negara dilakukan dengan intensitas yang menurun.
b. Maka direkomendasikan agar TNI AU menetapkan Kebijakan Mutu
Pendidikan de-ngan memperkuat sistem manajemen mutu yang tetap
mengacu pada landasan filosofis dan ideologis, guna mencapai sasaran
prog-ram kerja pendidikan yang telah ditetapkan. Kebijakan mutu
selain tentang profesionalitas agar lebih memperhatikan pada aspek
sikap perilaku seorang combatan. Sehingga kualitas hasil didik
memiliki sikap dan perilaku yang didasari nilai-nilai bela negara
dengan sikap profesional dan integritas yang tinggi. Untuk itu peneliti
menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: (a) agar memperkuat
lan-dasan historis dan filosofis dengan melakukan reorientasi terhadap
penanaman nilai-nilai bela negara Kadet Maguwo; (b) agar meninjau
ulang kebijakan yang berlaku dan supaya tetap menjaga intensitas
yang tinggi terhadap pelaksanaan pembinaan dan penanaman nilai-
nilai bela negara.
c. Bela negara kini memiliki relevansi yang tinggi di era global ini untuk
memperkuat pertahanan bangsa Indonesia ditengah maraknya dan
bermunculan paham atau idiologi-idiologi asing yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Bela negara dapat memupuk
karakter kebangsaan dan keIndonesiaan.

D. DAFTAR PUSTAKA
Agus Salim, Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial,Yogyakarta: Tiara Wacana.
2006

25
Agus Subagyo, 2015, Bela Negara, Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi.
Graha Ilmu, Jakarta

Atkinson, R, C., & Hilgard, E, R.. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga. 1983.
Azwar, S. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 1995.

Basrie. (1998). Bela negara implementasi dan pengembangannya. Jakarta: UI


Press.

Breckler, S. J., “Empirical Validation of Affect, Behavior, and Cognition as


Distinct Com-ponent of Attitude,”Journal of Personality and Social
Psychology. Mei 1984.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuan-titatif, Jakarta: Kencana Prenada


Media Group. 2005.

Calhoun, J, F., & Acocella, J, R. Psikologi tentang Penanyesuaian dan Hubungan


Kemanu-siaan, Semarang: IKIP Semarang Press. 1990.

Deddy Ismatulah (2006), Ilmu NegaraDalam Multi perspektif,


Pustaka Setia Bandung.

DeVito. Komunikasi Antar Manusia, (Terjemahan Agus Maulana). Jakarta:


Kharisma. 2011

Dinamika Penanaman Nilai-Nilai Bela Negara ... 221 Yulianto Hadi, Djoko
Suryo, F.X. Sudarsono

Durkheim, E. (1990). Pendidikan moral, su-atu studi teori dan aplikasi sosiologi

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:


PT.Citra Aditya Bakti. 2003.

Falconnet, Paul. (1923). The Pedagogical work of Emile Durkheim. (American


Journal of Sociology). Chicago: The University of chicago Press.

Fishben. (1975). Belief, attitude, intention and behavior, an introduction to


theory and research. Philipines: Addison-Wesley.

Fott, David. (2009). John Dewey and the mutual influence of democracy and
education. Cambridge University Press.

Freire, P. (2007) The Politic of education: culture, power, and liberation. Yogya-
karta: Pustaka Pelajar (Cetakan VI).

26
Frondizi, R. (1963). What is value. Illinois, US: Open Courtb Publishing
Company.

Hardjosatoto, S. (1985). Sejarah pergerakan nasional Indonesia, suatu analisis


ilmi-ah. Yogyakarta: Liberty.

Janpatar Simamora, Idiologi Negara Dalam Bahaya. Kaelan, 2008, Pendidikan


Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

JazimHamidi, 2010, Civic Education,Antara Realitas Politik


dan Implementasi Hukumnya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Jurnal Pembangunan dan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi pendidikan.


(Judul asli: Moral Edu- cation: 1961). Jakarta: Erlangga.

Kirschenbaum, H. (1995). 100 ways to en-hance values and morality. Boston:


Longwood Proffesional Book.

Meyer, J. P. “Commitment to Organizations and Occupations,” Journal of


Applied Psy-chology. 1993.

Mulder, N. (2000). Individu masyarakat dan sejarah (Edisi Indonesia).


Yogyakarta: Kanisius.

Mulyana, Deddy. Komunikasi Massa, Kontroversi, Teori dan Aplikasi, Bandung:


Widya Padj-adjaran. 2008

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan pen-didikan nilai. Bandung: Alfabeta.


Nasution, Zulkarimen. Perkembangan Teknologi Komjunikasi, Jakarta:
Universitas Terbuka. 2005.

O’Neil, William. (2008). Ideologi-ideologi pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pel-


ajar.

Patching, K, (2007). Leadership, character and strategy. New York: Palgrave


Macmillan.

Quail, Denis,Mc, Sven Windahl. Communication Models, Singapore: Longman


Singapore Publisher. 1996.

Renan, E. (1994). Apakah bangsa Itu? (Diterjemahkan oleh Prof MR Sunario


dari ”Qu’est ce Qu’une Nation” (1882). Bandung: Penerbit Alumni.

Ritzer, G & Goodman, DJ. (2009). Teori sosiologi, dari teori sosiologi klasik
sampai perkembangan mutakhir teori sosial postmodern. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.

27
River, William, L. Media Massa Dan Masyarakat Modern (Terjemahan Haris
Munandar), Ja-karta : Kencana. 2008.

Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta : Salemba Empat. 2007.

Rokeach, M. (1969). Beliefs attitudes and values. San Francisco: Jossey-Bass


Inc., Publishers.

Rosengreen, Karl Erick, et All. Media Gratifica-tion Research (Curent


Perspsctive), Lon-don :Sage Publication Beverly Hills. 1985.

Rozali Abdullah, 1983, Pancasila Dasar Negara dan Pandangan


Hidup Bangsa, Rajawali, Jakarta.

Sarlito, Wirawan Sarwono. Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta :PT Raja


Grafindo Persada. 2002.

Scheler, M. (1954). The Nature of sympathy.London: Routledge &Kegan Paul


Ltd.

Sears, D, O., Freedman, J, L., & Peplau, L, A. Psikologi Sosial, Jakarta:


Erlangga. 1985.

Slamet Sutrisno, 2013, Makalah Pancasila Dan Pluralisme Transedental, Tim


Ahli Pusat Studi Pancasila UGM.

Sobur, Alex. Psikologi umum. Pustaka Setia, Bandung: Alfabeta. 2003.

Sunarto. Humas Untuk Layanan Publik. Jakarta: Fakultas Ilmu Komunikasi


Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). 2013.

Sunarwinadi, Ilya. Komunikasi Antar Budaya. Ja-karta: UI Pers. 1993.

Tamburaka, R. (2002). Pengantar ilmu se-jarah, teori filsafat sejarah, sejarah


filsafat & iptek. Jakarta: Rineka Cipta.

Wicker, A. W., A. Theory of Cognitive Dissonance Stanford: Stanford


University Press.1987

Wilber, K. (1997). An Integral theory of conciousness (Journal of Conciousness


Studies). Imprint Academic.

Yudi Latif, Kompas, 29 Maret 2011,Kembali ke Pancasila.Yudi


Latif, 2011, Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Pancasila, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

28
Zanden, James W.Vander. Social Psychology, New York: Random House. 1984.

Penelitian
Fajar, Arief. Pengaruh Pemberitaan Surat Kabar Kompas Terhadap Persepsi
Masyarakat Tentang Penggunaan Tabung Gas. Sura-karta, ASPIKOM. 2012
Hanim, Isma. Penelitian Pengaruh Tayangan Tele-visi Terhadap Sikap (Studi
Korelasional Pengaruh Acara Dahsyat Di Stasiun Televi-si RCTI Terhadap
Sikap Mahasiswa FISIP USU), Medan : USU. 2010.

Malikhah. Korelasi Pengaruh Tayangan Televisi Terhadap Perkembangan


PerilakuAnak Usia Dini (Studi Pada Kelompok B Taman Kanak-Kanak
Aisyiyah Bustanul Athfal Kudus), 2012

Oktaviana, Yessi. Penelitian, Pengaruh Radio Ter-hadap Sikap Mahasiswa (Studi


Korelas-ional Pengaruh Program Acara Akustar di Radio Star FM Terhadap
Sikap Bermusik Mahasiswa Fakultas Sastra USU Medan, USU, 2012.

Oktaviani, Dwi Nurlaila, (Penelitian). Pengaruh Media Massa Terhadap Perilaku


Remaja Bondowoso. UNBRA Malang. 2014

Zahra, Priska. (Penelitian).Pengaruh Intensitas Membaca Surat Kabar Harian Tribun


Jogja Terhadap Kepuasan Masyarakat, Yogya-karta, UAJY. 20113

Undang-Undang :
Undang-Undang Dasar 1945
Undang – Undang Nomor 20 Tahun 1982 Tentang Pertahanan Dan Keamanan.

Internet/ Media Online :


http://fatih-io.biz/definisi dan pengertian pengaruh menurut para ahli.html
http://guru-ppkn.blogspot.co.id/2013/11/landasan-hukum-bela-negara.html

Surat Kabar :
Sindo 25 Februari 2016
Sindo 12 Maret 2016

29
30

Anda mungkin juga menyukai