Anda di halaman 1dari 20

Aktualisasi Ideologi Pancasila di Era Globalisasi

Demi Menjaga Tetap Tegaknya NKRI

Oleh: Suprapto Estede

Materi Pembinaan Pengamanan Ideologi Pancasila Bagi Siswa/siswi dan Santriwan/wati wilayah
Bojonegoro bagian Barat.

Beberapa pokok materi yang disampaikan pada forum ini mencakup:


1. Makna aktualisasi ideologi Pancasila
2. Pentingnya menjaga dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa
3. Peran Pemuda/Pelajar dalam menjaga tetap tegaknya NKRI

Makna Aktualisasi Ideologi Pancasila

Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara


memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat dapat mewujudkan
nilai-nilai Pancasila dalam perilaku nyata dengan memulai dari diri sendiri dan keluarga, dan
mengajak orang lain, untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila itu dapat dilakukan melalui cara-cara:

Pertama, aktualisasi Pancasila secara obyektif, yaitu melaksanakan Pancasila dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara, meliputi bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif, serta dalam bidang
kehidupan kenegaraan lainnya. Seluruh kehidupan kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan
atas filsafat negara Pancasila, asas politik kedaulatan rakyat, dan tujuan negara berdasar asas
kerohanian Pancasila.

Kedua, aktualisasi Pancasila secara subyektif, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi,
perseorangan, warganegara, dan penduduk. Aktualisasi ini sangat ditentukan oleh kesadaran, ketaatan
serta kesiapan individu untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila. Sikap dan tingkah laku
seseorang sangat menentukan terlaksananya nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya dalam segala
aspek kehidupan.

Menjaga dan Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan

Pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sekurang-kurangnya dapat dipahami dari
pemahaman yang benar terhadap cita-cita dan tujuan bangsa, kondisi masyarakat bangsa yang
majemuk dan pluralistik, wawasan kebangsaan/wawasan nusantara, dan pengamalan atau aktualisasi
nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ketiga.
Beberapa penjelasan secara ringkas terhadap hal-hal tersebut telah pernah disampaikan dalam
berbagai kesempatan forum yang sama, sebagaimana beberapa materi yang terlampir, sehingga tidak
perlu ditulis lagi pada materi ini.

Dalam menghadapi era globalisasi, kita harus melihat dua karakteristik masyarakat Indonesia untuk
pembangunan bangsa. Pertama, kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman budaya. Kedua,
dinamika masyarakat dan keterbukaan budaya terhadap perubahan dan pembaruan. Masyarakat
majemuk Indonesia yang sedang mengalami perkembangan yang amat pesat karena dampak
pembangunan nasional maupun karena rangsangan globalisasi, memerlukan pedoman bersama
(common frame of reference) dalam menghadapi berbagai tantangan demi keutuhan dan masa depan
bangsa.

Peran Pemuda/Pelajar

Pemuda/Pelajar menduduki posisi dan peran amat penting dalam upaya memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa. Oleh sebab itu proses pewarisan nilai-nilai Pancasila, baik secara vertikal maupun
horizontal, utamanya melalui proses pendidikan, amatlah penting. Dalam hal ini, pemuda, khususnya
pelajar, dapat mengambil peran sesuai dengan statusnya sebagai pelajar, dengan mempersiapkan dan
membekali diri sebaik-baiknya untuk pada waktunya nanti menerima tongkat estafeta dari generasi
tua untuk mengisi kemerdekaan bangsa di era globalisasi dan era informasi ini.

Perlu senantiasa disadari bahwa globalisasi yang dibarengi dengan kemajuan luar biasa di bidang
teknologi informasi sekarang ini, lebih-lebih di masa datang, di samping banyak membawa manfaat,
juga tidak sedikit membawa dampak negatif dalam semua aspek kehidupan, pengaruh budaya asing
masuk dengan bebasnya ke setiap kota, setiap desa, bahkan setiap ruang di rumah-rumah penduduk.
Disadari atau tidak, pengaruh kemajuan teknologi informasi itu amatlah besar dan membawa banyak
perubahan. Oleh sebab itu, memperkokoh ketahanan nasional dalam berbagai aspek kehidupan,
khususnya ketahanan ideologi, menjadi kebutuhan primer dalam menjaga integritas dan eksistensi
bangsa, dengan tetap mengindonesiakan manusia Indonesia.

Khusus untuk para kawula muda dan pelajar dapat ditambahkan, bahwa pada era sekarang ini, agar
pada masa mendatang tidak hanya menjadi penonton di negeri sendiri, setidak-tidaknya setiap pelajar
harus menguasai beberapa kemampuan dasar, yang dapat diperoleh dari bangku sekolah atau dari luar
sekolah, yang mencakup: komunikasi (khususnya penguasaan bahasa internasional, minimal bahasa
Inggris), teknologi informasi/komputer (termasuk penguasaan dunia maya atau internet) serta
manajemen (termasuk manajemen investasi). Sudah barang tentu, dengan tetap menjaga dan
mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, sehingga dapat menjadi hamba Allah yang
shaleh sekaligus menjadi warganegara Indonesia yang Pancasilais.

Success is not a Destination ....., it is a Journey!

Selamat Belajar!

Suprapto Estede
Dosen PPKN STIE Cendekia Bojonegoro

* Disampaikan dalam forum Pembinaan Ideologi Pancasila yang diselenggarakan oleh Badan
Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang Linmas) Kabupaten Bojonegoro, tanggal
13 Juni 2006 di Aula SMAN 1 Kalitidu, Bojonegoro.

Posted by Suprapto Estede at 7:47 AM

Labels: aktualisasi, globalisasi, ideologi, Pancasila


Selama enam puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian
dan dinamika sejarah sistem politik, sejak jaman demokrasi parlementer, era demokras
terpimpin, era demokrasi Pancasila, hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap
jaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya
sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu
titik terminal sejarah. Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira
munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang.

Pada era globalisasi, ancaman terhadap negara tidak dapat lagi diterjemahkan sebagai ancaman militer
saja. Melainkan banyak ancaman non militer di bidang idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya yang
juga perlu diperhitungkan dan menuntut kepekaan serta kewaspadaan dari semua pihak.

Kondisi itu menyebabkan sebagian masyarakat Indonesia berfikir dan bersikap sedemikian liberal.
Nuansa kebebasan yang terjadi juga mendorong berkembangnya paham radikal dan penyimpangan
terhadap keyakinan beragama maupun hadirnya budaya asing yang menggusur budaya asli Indonesia.

Pada akhirnya mendegradasi nilai Pancasila. Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara menjadi
terabaikan dan kurang bermakna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai
luhur yang terkandung di dalamnya seperti gotong royong, musyawarah untuk mufakat, dan toleransi
dalam kemajemukan telah ditinggalkan dan banyak masyarakat menjadi lebih individualistis,
kapitalistis, dan fanatis.

Ada beberapa pertanyaan yang muncul pada saat sekarang ini :

Dimanakah Pancasila kini berada?

Mengapa kita seolah melupakan Pancasila?

Bagaimana reaktualisasi nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Pertanyaan seputar Dimanakah Pancasila kini berada, penting dikemukakan karena sejak reformasi
1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk
disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa.
Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dibahas, dan apalagi diterapkan, baik dalam konteks
kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan.

Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi, justru di tengah denyut kehidupan bangsa
Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.

Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah “lenyap” dari kehidupan kita. Pertama,situasi
dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun
global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945, 66 tahun yang lalu telah
mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa
yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:

(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;

(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban
asasi manusia (KAM);
(3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi
kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan
terhadap “manipulasi” informasi dengan segala dampaknya.

Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa
Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam
corak perilaku
kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan tersebut
diperlukan reaktualisasi nilai-nilai pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia
dalam menjawab
berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik persoalan yang datang dari
dalam maupun dari luar. Kebelum-berhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-nilai
Pancasila tersebut menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa Indonesia.

Kedua, terjadinya euphoria reformasi (perasaan sangat bahagia atau gembira) sebagai
akibat dari traumatisnya masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu
yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi reformasi untuk menanggalkan segala hal yang
dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengan sesuatu yang baru,
berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional’ tentang pentingnya kehadiran Pancasila
sebagai grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi payung kebangsaan yang menaungi
seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan afiliasi
politik.

Memang, secara formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi tidak dijadikan pilar
dalam membangun bangsa yang penuh problematika saat ini. Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan
terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini
absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang
terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur dan masif(banyak) yang
tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak
sepaham dengan pemerintah sebagai “tidak Pancasilais” atau “anti Pancasila”. Pancasila diposisikan
sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang digunakan
untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era
reformasi, muncullah demistifikasi (penolakan mistik atau mitos) dan dekonstruksi (memahami
secara lebih mandiri, tanpa didominasi pemikiran yang sudah tertanam dalam masyarakat) Pancasila
yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim sebelumnya.
Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif dan
bersifat monolitik sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan.

Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, merupakan kesalahan


mendasar. Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa
tertentu. Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Pancasila
adalah dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang bernama
Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya. Rezim
pemerintahan akan berganti setiap waktu dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara
akan tetap ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan.

Untuk itu perlu kita melakukan reaktualisasi (membumikan kembali), restorasi (mengembalikan)
atau revitalisasi (proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya
kurang terberdaya) nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama
dalam rangka menghadapi berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa datang.
Problema kebangsaan yang kita hadapi semakin kompleks, baik dalam skala nasional, regional
maupun global, memerlukan solusi yang tepat, terencana dan terarah dengan menjadikan nilai-
nilai Pancasila sebagai pemandu arah menuju hari esok Indonesia yang lebih baik.

Oleh karena Pancasila tak terkait dengan sebuah era pemerintahan, termasuk Orde Lama, Orde Baru
dan orde manapun, maka Pancasila seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan menjadi jati
diri bangsa yang akan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari waktu ke waktu.
Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan arah perjalanan bangsa dalam
memasuki era globalisasi di berbagai bidang yang kian kompleks dan rumit.

Reformasi dan demokratisasi di segala bidang akan menemukan arah yang tepat
manakala kita menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa dan
bernegara yang penuh toleransi di tengah keberagaman bangsa yang majemuk ini. Reaktualisasi
Pancasila semakin menemukan relevansinya di tengah menguatnya paham radikalisme,
fanatisme kelompok dan kekerasan yang mengatasnamakan agama yang kembali marak
beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasi terus dikonsolidasikan, sikap
intoleransi dan kecenderungan mempergunakan kekerasan dalam menyelesaikan
perbedaan, apalagi mengatasnamakan agama, menjadi kontraproduktif bagi perjalanan bangsa
yang multikultural ini. Fenomena fanatisme kelompok, penolakan terhadap kemajemukan dan
tindakan teror kekerasan tersebut menunjukkan bahwa obsesi membangun budaya demokrasi
yang beradab, etis dan eksotis serta menjunjung tinggi keberagaman dan menghargai perbedaan
masih jauh dari kenyataan.

Krisis ini terjadi karena luluhnya kesadaran akan keragaman dan hilangnya ruang publik
sebagai ajang negosiasi dan ruang pertukaran komunikasi bersama atas dasar solidaritas
warganegara. Demokrasi kemudian hanya menjadi jalur antara bagi hadirnya pengukuhan egoisme
kelompok dan partisipasi politik atas nama pengedepanan politik komunal dan pengabaian
terhadap hak-hak sipil warganegara serta pelecehan terhadap supremasi hukum.

Dalam perspektif itulah, reaktualisasi Pancasila diperlukan untuk memperkuat paham


kebangsaan kita yang majemuk dan memberikan jawaban atas sebuah pertanyaan akan dibawa ke
mana biduk peradaban bangsa ini berlayar di tengah lautan zaman yang penuh tantangan dan
ketidakpastian? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu menyegarkan kembali pemahaman
kita terhadap Pancasila dan dalam waktu yang bersamaan, kita melepaskan Pancasila dari stigma
lama yang penuh mistis bahwa Pancasila itu sakti, keramat dan sakral, yang justru membuatnya
teraleinasi dari keseharian hidup warga dalam berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah tata
nilai luhur (noble values), Pancasila perlu diaktualisasikan dalam tataran praksis yang lebih
‘membumi’ sehingga mudah diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan.

Sebagai ilustrasi misalnya, kalau sila kelima Pancasila mengamanatkan terpenuhinya “keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”, bagaimana implementasinya pada kehidupan ekonomi yang sudah
mengglobal sekarang ini?

Kita tahu bahwa fenomena globalisasi mempunyai berbagai bentuk, tergantung pada pandangan dan
sikap suatu Negara dalam merespon fenomena tersebut. Salah satu manifestasi globalisasi
dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan suatu Negara ke Negara lain, yang
setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk-produk ke manca negara,
sedemikian rupa sehingga rakyat harus “membeli jam kerja” bangsa lain.
Implementasi sila ke-5 untuk menghadapi globalisasi dalam contoh kasus di atas adalah bagaimana
kita memperhatikan dan memperjuangkan “jam kerja” bagi rakyat Indonesia sendiri, dengan
cara meningkatkan kesempatan kerja melalui berbagai kebijakan dan strategi yang berorientasi
pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan usaha meningkatkan “Neraca Jam
Kerja” tersebut, kita juga harus mampu meningkatkan “nilai tambah” berbagai produk kita
agar menjadi lebih tinggi dari “biaya tambah”; dengan ungkapan lain, “value added” harus lebih
besar dari “added cost”. Hal itu dapat dicapai dengan peningkatan produktivitas, daya saing
dan lapangan kerja untuk SDM di Indonesia dengan mengembangkan serta menerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang didorong oleh kebutuhan pasar global dan domestik. Pasar
domestik nasional harus menjadi pendorong utama.

Maka dari itu, kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya para tokoh dan cendekiawan di
kampus-kampus serta di lembaga-lembaga kajian lain untuk secara serius merumuskan implementasi
nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima silanya dalam berbagai aspek kehidupan
bangsa dalam konteks masa kini dan masa depan. Yang juga tidak kalah penting adalah
peran para penyelenggara Negara dan pemerintahan untuk secara cerdas dan konsekuen serta
konsisten menjabarkan implementasi nilai-nilai Pancasila tersebut dalam berbagai kebijakan yang
dirumuskan dan program yang dilaksanakan. Hanya dengan cara demikian sajalah, Pancasila sebagai
dasar Negara dan sebagai pandangan hidup akan dapat ‘diaktualisasikan’ lagi dalam kehidupan kita.

Memang, reaktualisasi Pancasila juga mencakup upaya yang serius dari seluruh komponen bangsa
untuk menjadikan Pancasila sebagai sebuah visi yang menuntun perjalanan bangsa di masa
datang sehingga memposisikan Pancasila menjadi solusi atas berbagai macam persoalan
bangsa. Melalui reaktualisasi Pancasila, dasar negara itu akan ditempatkan dalam kesadaran baru,
semangat baru dan paradigma baru dalam dinamika perubahan sosial politik masyarakat Indonesia.

Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana dengan baik sehingga
tidak menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya. Meskipun kita berbeda suku, agama,
adat istiadat dan afiliasi politik, kalau kita mau bekerja keras kita akan menjadi bangsa besar yang
kuat dan maju di masa yang akan datang.

Melalui gerakan nasional reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, bukan saja akan menghidupkan
kembali memori publik tentang dasar negaranya tetapi juga akan menjadi inspirasi bagi para
penyelenggara negara di tingkat pusat sampai di daerah dalam menjalankan roda pemerintahan yang
telah diamanahkan rakyat melalui proses pemilihan langsung yang demokratis. Demokratisasi
yang saat ini sedang bergulir dan proses reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung
akan lebih terarah manakala nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Gerakan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, dapat dilakukan jika kesadaran masing masing individu
cukup tinggi. Untuk itulah, kita mulai dari segala hal demi terus memberadakan pancasila dari diri
kita sendiri, terhadap hal yang kecil, dan dimulai dari sekarang. Dengan demikian, keterbiasaan kita
memudahkan nilai nilai pancasila agar tetap ada dalam setiap dimensi kehidupan.
Reaktualisasi dan Revitalisasi Pancasila

SEBAGAI warga negara tentu kita tidak lupa dinamika sejarah kelahiran Pancasila sebagai ideologi
atau dasar Negara Republik Indonesia, di mana pada Jumat, 1 Juni 1945, di Pejambon, Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) yang
diketuai Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat bersama para anggota melakukan sebuah rapat besar dan
penting sebagai lanjutan rapat sebelumnya yang sudah pernah digelar.

Agenda rapat membicarakan dasar negara bagi Indonesia, sebuah negara dan bangsa yang sedang
dipersiapkan kelahirannya oleh BPUPKI. Berbagai penggalian dan usulan pemikiran, ide dan gagasan
tentang cikal bakal Pancasila dihimpun dari berberapa tokoh nasional saat itu.

Gagasan-gagasan itu disampaikan Muhammad Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Dr Soepomo.


Terakhir, usulan cikal bakal Pancasila datang dari Ir Soekarno, dengan sila pertama, nasionalisme;
kedua, internasionalisme atau perikemanusiaan; ketiga, mufakat atau demokrasi; keempat,
kesejahteraan social; kelima, ketuhanan.

Kelima sila itu disebut Pancasila. Sila artinya asas atau dasar. Atas kelima dasar tersebut bangsa
Indonesia didirikan kekal dan abadi. Urutan sila Pancasila yang diucapkan Ir Soekarno pada 1 Juni
1945 tidak persis sama seperti urutan sila Pancasila saat sekarang yang susunan silanya sudah
diurutkan mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Tetapi hal
itu tidak perlu terlalu dipertentangkan, sebab yang terpenting makna ataupun substansi pemikiran dan
nilai-nilai yang terkandung pada sila-sila Pancasila tersebut.

Nilai-nilai Pancasila lahir dari jiwa seluruh rakyat Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara yang
mengkristal bisa diterima semua elemen masyarakat Indonesia sekaligus menjadi perekat dan pelita di
tengah bangsa yang plural dan majemuk. Pancasila dilahirkan sebagai ideologi yang menjadi sumber
dari segala sumber hukum di Indonesia dan menjadi salah satu bukti negara berdaulat, merdeka dan
bebas dari segala penjajahan. Pancasila telah digunakan sebagai instrumen perjuangan hingga saat ini
(reformasi) untuk mempererat dan mempersatukan seluruh komponen bangsa dari Sabang sampai
Merauke.

Yang jadi pertanyaan adalah, apakah pemerintah sejak masa reformasi sudah menjalankan ideologi
Pancasila secara benar? Pemerintah era reformasi masih berafiliasi dengan kapitalisme global dan
koruptif, serta melupakan sekaligus memuseumkan Pancasila.

Cita-cita mendirikan negara melalui sitem politik dan ekonomi yang bisa mewujudkan kesejahteraan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia belum bisa diwujudkan.

Rakyat Indonesia mengetahui dan merasakan, pada masa reformasi sekarang Indonesia belum
sepenuhnya berdaulat. Bangsa kita belum mandiri/berdaulat dalam bidang pangan, energi,
pertambangan, perkapalan dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) masih dikuasai pihak asing.
Kita hanya mampu berafiliasi dengan kapitalisme global yang dijalankan negara-negara maju. Negara
kita belum bisa sejajar dengan negara-negara maju, misalnya Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Jerman,
Jepang, Cina dan Singapura, yang mandiri dan berdaulat dalam semua bidang. Negara Cina misalnya,
tetap mempertahankan ideologi komunis tapi mampu mandiri dalam bidang ekonomi di tengah arus
globalisasi, serta mensejajarkan dirinya dengan negara-negara maju. Sumber daya manusia warganya
dipersiapkan secara matang dengan keterampilan yang mumpuni dan mampu bersaing pada lingkup
global. Bagaimana dengan negara kita?

Reaktualisasi dan Revitalisasi


Pancasila sebagai ideologi negara yang memiliki unsur konsep ideologis dan etis, perlu di
reaktualisasi (penajaman ulang) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, Pancasila sudah
final dan harga mati. Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam pemerintahan/birokrasi, lembaga
pendidikan, lembaga masyarakat, wirausaha dan pergaulan di lingkungan masyarakat harus kembali
dipertajam dan digiatkan. Pancasila harus dijadikan landasan fundamental.

Merenungkan, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai (intrinsik dan instrumental) yang terkandung
di dalam Pancasila menjadi suatu keniscayaan. Karena, realitanya sudah lama Pancasila dilupakan
sehingga berimplikasi terjadinya erosi pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara
disebabkan ketidakseriusan pemerintah memahami dan menjalankan makna nilai-nilai yang
terkandung di dalam Pancasila.

Terbukti, pada setiap pengambilan kebijakan ataupun keputusan yang berpihak pada kepentingan
masyarakat sering melanggar dan menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Tentu, masyarakatlah yang
jadi korban kebijakan/keputusan salah tersebut. Akibatnya, masyarakat putus asa, apatis, tidak
berpengharapan dan sering melakukan tindakan anarkis. Sebab, tidak ada gunanya bicara tentang
Pancasila kalau perut lapar dan terus dililit kemiskinan.

Bukti lain adalah tingginya angka pengangguran (kurang lebih 7,5 juta jiwa) akibat minim dan tidak
tersedianya lapangan kerja, putus sekolah, gelandangan dan pengemis, jatuh sakit akibat pelayanan
kesehatan yang tidak serius, serta maraknya korupsi di lembaga pemerintahan, legislatif dan yudikatif.
Pemerintah menjanjikan pengobatan gratis, tapi kenyataanya di tingkat bawah (daerah) sering
menyimpang.

Pemerintah menjanjikan pendidikan gratis tapi kenyataanya di lapangan hanya komersialisasi


pendidikan, banyak pungutan liar yang membebani orang tua peserta didik. Inilah dampak kebijakan
ekonomi pemerintah yang selalu berpihak pada ekonomi kapitalis global dan menafikan sistem
ekonomi Pancasila.

Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut rakyat Indonesia merindukan sosok pemimpin (presiden
dan wakil presiden) melalui Pilpres 9 Juli 2014, yang berwibawa, serta betul-betul menjalankan
substansi nilai-nilai Pancasila dan berjuang bagi rakyat.

Terkait dengan reaktualisasi Pancasila sebagai dasar negara, memang tidak hanya tugas pemerintah,
legislatif, dan yudikatif, tetapi tugas bersama seluruh elemen masyarakat Indonesia. Namun,
pemerintah sebagai penyelenggara negara perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat, apa
sebenarnya makna hakiki Pancasila sebagai dasar negara.

Pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa Pancasilalah satu-satunya ideologi yang ada
di negara ini. Pancasilalah ideologi yang mampu merekatkan persatuan dan kesatuan masyarakat
Indonesia yang plural dan majemuk. Segala kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan ideologi
Pancasila dan UUD 1945. Jadikan Pancasila sebagai pelita besar dan referensi untuk kepentingan
hukum, ekonomi, sosial, politik, pertahanan keamanan dan budaya tanpa memberikan sedikit pun
ruang gerak bagi kelompok-kelompok tertentu yang ingin mengganti dan merongrong Pancasila.
Pancasila semestinya menjadi moral bersama yang mempertautkan elemen semua agama dalam
pengaturan ruang publik di Indonesia. Pancasila harus dijadikan titik temu yang mampu menjawab
tantangan lokalisasi dan arus globalisasi, sehingga perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang siap
pakai melalui pelatihan-pelatihan keahlian dan keterampilan sejak dini. Sebab, di era globalisasi ini
dunia semakin sempit karena faktor ilmu pengetahuan, teknologi dan informatika yang kian maju dan
canggih.

Sedangkan untuk merespon perkembangan demokrasi dan globalisasi, Pancasila sebagai dasar negara
harus terbuka dan tidak kaku. Pancasila harus mampu beradaptasi dan mengakomodasi perubahan-
perubahan sepanjang zaman. Pancasila sebagai ideologi yang bukan dogmatis harus siap direvitalisasi
setiap saat sesuai kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia.

Revitalisasi dilakukan bukan untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi negara, tapi demi pelurusan
makna nilai-nilai yang dikandungnya secara efektif dan tidak diragukan, serta bisa mengakomodasi
hal-hal yang belum diatur untuk kesejahteraan masyarakat.

Hal paling perlu direvitalisasi adalah nilai-nilai intrinsik dan instrumental, misalnya eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Sebab, di dalamya terkandung nilai nalar, nilai ilmu pengetahuan, nilai
sumber daya manusia dan kehidupan, yang pengelolaannya juga harus bernilai. Nilai-nilai yang
terkandung pada kelima sila Pancasila harus benar-benar diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila seyogianya dijadikan sebagai referensi untuk tata kelola kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, karena Pancasila menjadi keniscayaan dalam pembinaan
seutuhnya karakter warga negara Indonesia.

(Oleh : Benyamin Nababan MM) Penulis seorang pendidik


1.Latar Belakang
Pada Zaman modern ini telah hadirnya sebuah era baru,yaitu Era
Globalisasi.Globalisasi sendiri memiliki arti bahwa dunia ini sudah tidak ada
lagi batasan.Bisa kita bandingkan dengan era sebelum globalisasi, yang mana
seakan-akan adanya sekat sekat atau batasan-batasan dalam berbagai aspek
dalam dunia ini.Seperti contohnya adalah dalam bidang komunikasi.Pada zaman
dahulu arus komunikasi masih sangat lamabat,misalnya ada seseorang akan
mengirimkan sebuah informasi untuk orang lain,cara yang bisa dilakukan
adalah dengan surat.Untukinformasi tersebut dapat diterima oleh si penerima
maka membutuhkan banyak waktu agar informasi dapat diterima.
Dalam bidang lain ada bidang informasi, pada zaman dahulu arus informasi
sangat lambat, dan membutuhkan banyak waktu .Jika dibandingkan dengan Era
Globalisasi sekarang arus informasi menjadi sangat cepat yang sudah
menggunakan internet.Dengan adanya internet arus informasi menjadi sangat
cepat dan selalu menghadirkan informasi yang terbaru.Globalisasi tidak hanya
mencakup bidang diatas saja,tetapi hampir semua bidang kehidupan di dunia
ini.
Era Globalisasi melanda hampir semua negara di dunia ini termasuk dengan
negara kita Indonesia.Globalisasi juga meberi banyak perubahan juga dalam
kehidupan Bangsa Indonesia.Hal itu pasti terjadi karena arus globalisasi dunia ini
sangatlah kuat.Perubahan yang diterima dari Globalisasi dalam kehidupan
Bangsa Indonesia ada yang berdampak positif dan negatif.
Hal yang memberikan dampak positif pasti sangat diterima,karena akan
membuat bangsa Indonesia menjadi lebih baik , menjadi negara maju dan
mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia.Tetapi ada juga yang memberikan
dampak negatif,yang membuat terhambatnya Bangsa kita mencapai tujuan
Nasional. Tujuan Nasional Bangsa kita ada dalam Pembukaan UUD ’45 Alinea
Ke-4.Disitu terdapat 3 hal yaitu: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Tujuan Nasional itulah yang harus dicapai bangsa ini agar kita mampu bertahan
menjadi negara yang dihormati di dunia ini.Tetapi dengan adanya globalisasi
menjadi sebuah tantangan baru bagi Indonesia, untuk mencapai tujuan yang
Bangsa ini inginkan. Sampai sekarangpun kita Bangsa Indonesia masih
berjuang untuk mencapainya, walau dengan kerasnya arus globalisasi.
Oleh karena itu perlunya aktualisasi Pancasila dalam menghadapi era
Globalisasi agar tujuan Nasional dapat tercapai.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan ini diharapkan agar pembaca dapat memaknai
serta mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila dan undang – undang 1945 dalam
mengahadapi era Globalisasi ini.Dan mengerti arti dari globalisasii,paradigma
baru dan paham kebangsaan. Penulisan ini dibuat agar Bangsa Indonesia dapat
mengahadapi arus yang kuat dariGlobalisasi.Dan menjadi Bangsa yang tangguh
dan tidak terkalahkan.
3. Ruang Lingkup
Penulisan ini mencakup dalam mengaktualisasikan Pancasila dalam Era
Globalisasi agar mencapai tujuan Nasional,pengertain dnri Globalisasi itu
sendiri ,paradigma baru dan Paham kebangsaan.
Bab II. AKTUALISASI PANCASILA
1.Globalisasi
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar
manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya
populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu
negara menjadi semakin sempit.Globalisasi adalah suatu proses di mana antar
individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung,
terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena
globalisasi di dunia.
a. Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang
seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa
komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan
massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya
yang berbeda.
b. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional,
peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi
semacam World Trade Organization (WTO).
c. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama
televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini,
kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru
mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam
bidang fashion, literatur, dan makanan.
d. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup,
krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama
dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan.
Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan
berkurangnya peran negara atau batas-batas negara. Globalisasi menyangkut
dalam berbagai bidang di dunia,hampir semua bidang terkena oleh
arus globalisasi.Bdang-bidang tersebut daiantaranya adalah bidang
informasi,komunikasi,ekonomi sosial dan budaya.
Dalam bidang informasi seperti kita tahu arus informasi pada zaman dahulu
sngatlah lamban.Tapi bisa kita lihat pada zaman sekarang arus informasi itu
sangatlah cepat.Setiap detik pun bisa ada informasiterbaru.Jadi di era Globalisasi
ini sudah tidak ada lagi batasan karena adanya dukungan dari teknologi .dan
setiap orang bebas untuk bisa mengakses informasi yang tersebar dan yang ada
dari berbagai media.
Hal tersebut membuat informasi sangatlah mudah sekali untuk didapat.Pada Era
sekarang arus informasi tidak mengenal lagi batasan-batasan,seperti batasan
waktu dan wilayah yang dapat menghambat arus informsi.Dan pada Zaman
sekarang setiap oran bisa mengakses informasi apapun yang diinginkan
dimanapun dan kapanpun.Dandengan begini globalisasi dalam bidang informasi
telah memberikan dampak positif.Yaitu setiap orang dapat mengetahui informasi
yang terbaru.
Dalam bidang komunikasipun juga mengalami globalisasi. Pada zaman dahulu
orang orang berkomunikasi masih sangat terbatas.Karena masih terbatas oleh
wilayah waktu dan teknologi yang dipakai.Orang-oranzaman dahulu jika ingin
berkomunikasi denga orang yang berdomisili yang jauh,cara yang diunakan
adalah dengan saling mengrirmisurat.Dan sangat mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi dengan orang yang diluar negri kareana akan membutuhkan
waktu yang sangat banyak.
Tapi dengan adanya teknologi yang semakin berkembang membuat batasan-
batasan yang tadinya menghambat menjadi hilang dan setiap orang bisa
berkomunikasi dengan siapa saja,dimana saja dan kapansaja.Hal ini membuat
manusia dalam melakukan aktivitas menjadi lebihdipermudah.Dan akan
memepererat pertemanan maupun persaudaraan.
Lain lagi dalam bidang ekonomi,globalisasi membuat para pelaku ekonomi
menjadi lebih mudah dalam melakukan tindak ekonomi.Parapelaku ekonomi
mendapatkan keuntungan yang lebih terhadapa arus globalisasi.Karena sudah
tidak ada batasan lagi untuk melakukan kegiatan bussines denga pelaku
ekonomi lainnya.Batasan-batasnapun juga sudah ada juga yang dihilangkan.
Seperti kita lihat di ASEAN yang membuat para anggotanya untuk bisa bebas
berdagang antar nagara lagi.Hal ini memeberikan dampak positif dan negatf juga
pada Bangsa Indonesia.Dampak negatifnya adalah produsen dalam negri yang
tidak terlalu kuat akan tergerus dengan adanya produsen luar negri yang
menghasilkan produk lebih baik .
Sehingga akan ada banyaknya produsen-produsen yang akan gulung
tikar.Dampak positif akan diterima dan dirasakan langsung oleh para produsen
yang memiliki modal yang besar.karena produsen ini akan mudah untuk bisa
mengekspor barangnya keluar negeri.Oleh karena itu Bangsa indonesia harus kuat
dalam melndungi para produsen yang bermodal kecil.
Dalam bidang budaya dan sosial juga mengalami globalisasi.Bisa kita lihat dalam
bangsa Indonesi dalam bidang budaya.Adanya dampak negatif dalam
budaya kita.Bisa dilihat dari berbagai aspek.Contohnya yang cukup terlihat
adalah dalam pakaian,banyak generasi muda yang lupa akan jati diri bangsanya
yang sopan dan santun.para generasi muda lebih memilih untuk mengikuti budaya
luar daripada budayanya sendiri.Bahkan banyak para generasi muda yang lupa
akanbudayanya.Oleh karena itu perlu adanya Aktualisasi Pancasila dalam
kehidupan Bangsa Indonesia.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi globalisasi:
# SELO SOEMARDJAN
Globalisasi adalah terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar
masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah yang
sama.

# KAMUS BAHASA
Globalisasi merupakan fenomena yang menjadikan dunia mengecil dari segi
perhubungan manusia. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan tekhnologi
yang sangat cepat

# CENDEKIAWAN BARAT
Globalisasi adalah satu proses kehidupan yang serba luas, tidak terbatas, dan
merangkum segala aspek kehidupan, seperti politik, sosial, dan ekonomi yang
dapat dinikmati oleh seluruh umat amnusia di dunia ini

2. Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi sendiri mempunyai pengertian bahwa nilai nilai yang terkandung
dalam Pancasila diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini merupakan
salah satu cara yang ampuh untuk menghadapi arus globalisasi yang kuat yang
menyerang berbagai bidang di Indonesia.
Dengan aktualisasi Pancasila bisa untuk diterapkan dalam setiap
pengambilan keputusan.Dan perkembangan era globalisasi bukan merupakan
penghalang untuk tetap memakai pancasila sebagai dasar Negara, karena
pancasila menganut ideology terbuka yang bisa menerima perkembangna
zaman.
Sehingga dengan mengaktualisasikan Pancasila, ini bisa membangun nilai
moral bangsa kita dan masyarakat Indonesia menjadi kuat dan tidak kalah pada
era Globalisai.Dan negara kita menjadi makmur dan menjadi negara yang
terpandang Aktualisasi Pancasila juga akan membuat tercapainya tujuan
nasional,yang terdapat dalam UUD ’45 alinea ke 4.Walaupun sulit untuk
mencapainya tetapi harus terus untuk teap mengusahakannya.
3. Paradigma Baru
Dengan mengaktualisasikan Pancasila maka akan melahirkan paradigam baru
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Istilah paradigma pada
mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas
Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan
bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma
makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi
pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.

Berikut adalah penerapan Pancasila di bidang sebagai Paradigma Baru :


A.Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia.
Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat
manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.

Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan


harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan
aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya
peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat
manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di
berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan.
a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik

Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat
manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan
martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai
subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan
adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang
sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan
otoriter.

Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas
kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik
didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena
itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral
ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral
keadilan.Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik
yang santun dan bermoral.

Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa


Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin
diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman
untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:

• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik,


budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan
keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan
konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan
yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan
kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang
mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan),
masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-
nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
~ nilai toleransi;
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).

b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi

Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem


dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara
khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan
(sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang
mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem
ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat
manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun
makhluk tuhan.

Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal
yang hanyamenguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia
lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam
sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.

Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara
keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi
kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak
dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.

Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk


persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan
penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila
Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini
menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan
Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem
Ekonomi Pancasila.

Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk


sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu
mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga
masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada
ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih
memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang
mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama
pembangunan ekonomi nasional.

Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi.
Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit
pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu
mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan
daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan,
dan partisipatif. Dalam
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan
memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga
atau meningkatkan kepastian hukum.

c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila


bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini
sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh
karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan
martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab,
kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi
manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu
meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan
dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya
dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya
yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa
persatuan sebagai bangsa.

Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan
diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya
tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan
sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma
pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya
perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti
yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan
hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).

Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak


negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem
perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat
dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi
daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan
memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan
pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin
keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan
keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).

Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria


sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi
kebudayaan – kebudayaan di daerah:

(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan
sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan,
kedaerahan, maupun golongannya;

(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad
masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai
satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan
masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui
musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya
yang mendahulukan kepentingan perorangan;

(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.

d. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum

Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa


Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna
bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja,
tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem
pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa.
Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).

Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,


wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut
untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan
semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta
keyakinan pada kekuatan sendiri.

4. Paham Kebangsaan
Paham Kebangsaan merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan
bagaimana bangsa itu mewujudkan masa depannya. Dalam mewujudkan paham
tersebut belum diimbangi adanya legitimasi terhadap sistem pendidikan secara
nasional, bahkan masih terbatas muatan lokal, sehingga muatan nasional masih
diabaikan. Tidak adanya materi pelajaran Moral Pancasila atau Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) atau sertifikasi terhadap Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di setiap strata pendidikan, baik
formal, nonformal, maupun di masyarakat luas.
Paham kebangsaan kita adalah bahwa ideologi bangsa kita
adalahPancasila.Dan semua harus bersumber dan sesuai dengan pacasila.karena
dengan Pancasila akan mempersatukan kita dan membuat Bangsa kita tetap utuh
dan menjadi satu .Dengan paham ini akan membauta bangsa kita tidak ada
perpecahan satu sama lain.
Bab 3. Penutup
1. Kesimpulan
Jadi globalisasi adalah dunia yang tanpa batas.Dan merupakan sebuah momok
yang ada pada Zaman sekarang ini.Globalisasi mencakup berbagai macam
bidang kehidupan semua negara di dunia termasukIndonesia.Cara untuk
menghadapinya adalah denga aktualisasiPancasila.Ini merupakan cara yang
ampuh untuk menghadapi arus globalisasi.Dengan cara ini bangsa Indonesia
akan mencapai tujuan Nasionalnya.Pancasila juga dapat diterapkan dalam
berbagai bidang sehingga dapa tmelahirkan sebuah paradigma baru dalam
Bangsa ini yang berguna untuk kemajuan bangsa ini sendiri.Dan akan menjadi
sebuah pemahaman baru bagi bagnsa kita yang mencirikan bangsa kita dengan
negara lain
2.Saran
Diharapkan bagi para pembaca agar dapat menerapkan yang dibahas
dikehidupan sehari – hari agar menciptakan bangsa yang lebih baik lagi dan
mewujudkan cita – cita bangsa ini.Dan menjadikan bangsa indonesia menjadi
lebih baik dan kuat dalam menghadapi arus globalisasi dan mencapai tujuan
nasionalnya.

Anda mungkin juga menyukai