Anda di halaman 1dari 20

BAB III

TUGAS KHUSUS

3.1 Judul
Efisiensi Thermal pada Unit Calciner di PT. Semen Baturaja (Persero)
Tbk.

3.2 Latar Belakang


Era globalisasi seperti sekarang, dimana isu mengenai hemat energi marak
diperbincangakan, isu ini dibuktikan dengan adanya hal-hal yang berkenaan
dengan penghematan maupun peningkatan energi seperti renewable energy. Oleh
karena itu, pemerintah menggalakkan seluruh lapisan masyarakat untuk ikut
menggalakkan program hemat energi khusunya industri untuk menggunakan
energi sebaik dan se-efektif mungkin, tak terkecuali industri semen. Isu hemat
energi inilah yang pada akhirnya mendorong industri semen untuk
mengembangkan teknologi hemat energi dibidang industri semen. Salah satu
teknologi di industri semen yang dapat menyokong hemat energi yaitu calciner
yang diperkenalkan pada tahun 1942. Calciner berfungsi untuk menghemat bahan
bakar dengan membagi reaksi kalsinasi dari rotary kiln sehingga mengurangi
beban kerja rotary kiln.
Calciner merupakan hasil modifikasi suspension preheater yang
memungkinkan untuk mengembangkan dan menyerap lebih dari 60% dari total
masukan panas di zona panas kalsinasi (Critical Calcination Zone) (Turnell,
2001). Dengan pengembangan teknologi ini, kapasitas produksi klinker dapat
ditingkatkan dan terbukti bisa meningkatkan derajat kalsinasi yang tinggi. Dengan
adanya kenaikan derajat kalsinasi yang tinggi di preheater maka proses
pemasakan didalam rotary kiln tinggal sedikit dan pemakaian bahan bakar di main
burner bisa dikurangi sehingga bata tahan api (refractory) di dalam kiln dapat
lebih awet. Selain itu, diameter kiln bisa lebih kecil dan lebih pendek dengan
thermal load lebih rendah. Semua hal ini membuat operasi kiln lebih stabil dan
mudah dikontrol. Hampir semua pabrik semen berlomba untuk mengembangkan
calciner. Dalam pengembangan sistem calciner ini, masing-masing pabrik semen

55
56

mempunyai desain yang berbeda-beda, namun mempunyai tujuan yang sama yaitu
menaikkan derajat kalsinasi dan meningkatkan kapasitas produksi serta
menurunkan konsumsi energi, terutama energi panas yang digunakan pada kiln.
Penggunaan calciner di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk. Sudah dimulai
sejak pertama kali berdiri yaitu pada tahun 1974, artinya penggunaan calciner di
PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk. Sudah berjalan selama lebih kurang 44 tahun.
Dikarenakan penggunaan calciner yang sudah cukup lama, oleh karena itu perlu
diketahui efisiensi thermal dari unit calciner. Efisiensi thermal pada unit calciner
merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan, karena efisiensi thermal
merupakan tolak ukur untuk mengetahui kinerja dari alat calciner. Efisiensi
thermal menggambarkan seberapa baik alat tersebut bekerja ditinjau dari seberapa
banyak thermal (panas) yang hilang. Semakin banyak thermal (panas) yang hilang
akan menyebabkan efisiensi thermal dari calciner berkurang. Hal ini tentunya
menggambarkan bahwa kinerja dari calciner kurang baik.
Maka dari itu dalam kesempatan kerja praktek ini, penulis membahas
mengenai efisiensi thermal pada unit calciner pada di PT Semen Baturaja
(Persero) Tbk.

3.3 Tujuan
Adapun tujuan dari tugas khusus ini yaitu :
1. Untuk mengetahui efisiensi thermal yang terjadi pada unit calciner di
PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.
2. Untuk mengetahui kinerja dari alat calciner.

3.4 Manfaat
Adapun manfaat dari tugas khusus ini yaitu :
1. Diharapkan dapat mengetahui efisiensi thermal yang terjadi pada unit
calciner di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.
2. Diharapkan dapat mengetahui proses yang terjadi di dalam calciner.
3. Diharapkan dapat dijadikan referensi bagi perusahaan dalam
pengembangan alat calciner.
57

3.5 Perumusan Masalah


Calciner merupakan bagian dari preheater yang difungsikan untuk
membantu kinerja kiln dalam mendekomposisi CaCO3 menjadi CaO, maka
calciner diharuskan memliki efisiensi yang layak. Alat calciner di PT. Semen
Baturaja (persero) Tbk. telah beroperasi selama lebih kurang tahun. Mengingat
usia penggunaan calciner yang sudah cukup lama, maka diperlukan adanya
pengecekan mengenai efisiensi thermal dari calciner tersebut. Ditinjau dari
seberapa besar heat loss yang terdapat pada unit calciner di PT. Semen Baturaja
(persero) Tbk. Cara menentukam efisiensi thermal alat calciner adalah dengan
menghitung neraca thermal dari alat calciner maka dapat diketahui seberapa besar
efisiensi thermal dengan melihat heat loss yang terdapat pada unit calciner di PT.
Semen Baturaja (persero) Tbk.

3.6 Tinjauan Pustaka


3.6.1. Calciner
Calciner ialah hasil modifikasi suspension preheater yang memungkinkan
untuk mengembangkan dan menyerap lebih dari 60% dari total masukan panas di
zona panas kalsinasi (Critical Calcination Zone). (Turnell, 2001). Calciner
dibantu bahan bakar batubara yang kontak dengan udara panas dari kiln (udara
tersier) yang berasal dari grate cooler.
Tujuan utama penggunaan Calciner ialah mengurangi beban pembakaran
dari rotary kiln. Pada PT. Semen Baturaja menggunakan preheater dengan 4
tingkat, dimana calciner ditempatkan setelah siklon IIIA dan IIIB, kemudian hasil
calciner menuju siklon IVB dan selanjutnya ke siklon IVA.
Rotary kiln digunakan secara komersial sejak tahun 1880-an, reaktor yang
digunakan untuk mengolah padatan pada suhu tinggi yang waktu reaksi yang lama
dan homogenisasi yang maksimal (Bhatty, 1981). Dengan waktu tinggal yang
lama dan jumlah bahan yang tinggi, sistem kiln ialah sistem paling stabil dalam
operasi dan perhitungan mekanis sederhana. Dengan kata lain, hampir ideal untuk
penanganan langkah-langkah akhir dari pembakaran dan zona pendinginan.
Namun, pertukaran panas antara aliran dan biaya kiln tidak efisien karena luas
58

permukaan terbatas antara padat dan gas sehingga termal efisiensi menjadi
penting untuk dikendalikan sebelum menuju clinker sintering.
Menurut Bhatty (1981) Rotary kiln pada dasarnya ialah sebuah penukar
panas counterflow, dimana disatu sisi kuantitas bahan bakar yang bisa dibakar
dalam sistem kiln dengan jumlah panas yang dapat ditransfer dari pembakaran
bahan bakar produk untuk bahan di dalam kiln. Perbedaan keduanya menentukan
efisiensi thermal kiln. Melihat betapa pentingnya efisiensi termal dalam aplikasi
kiln maka dikembangkan teknologi siklon preheaters (suspension preheater) dan
sistem calciner. Sistem suspension preheater dan calciner telah memberikan
kontribusi signifikan dalam meningkatkan efisiensi termal dari pemanfaatan
energi di industri semen.

3.6.2. Preheater
Preheater bertujuan mempersiapkan temperatur bahan baku menuju tempat
pemasakan utama. Idealnya, diferensial suhu antara bahan baku memasuki kiln
dengan gas meninggalkan kiln adalah menjadi serendah mungkin. Hal ini
dilakukan dengan meningkatkan luas permukaan pertukaran panas.
Pada preheater terdapat dua pendekatan dasar yaitu :
1. Pertukaran panas antara bahan granular yang bergerak menuju akhir (kiln
feed) oleh sistem hisap siklon dengan lintas aliran vertikal kiln off gas. Salah
satu perwujudan prinsip ini dengan aplikasi bypass dari gas melalui perapian.
2. Pertukaran panas antara aliran gas dan padatan (bubuk) tersuspensi di
dalamnya. Desain ini cukup populer karena efisiensi energi tinggi, rentang
suhu yang lebar, kapasitas tinggi, operasi sederhana dan pemeliharaan mudah.
Meskipun perbedaan dalam detail dan pengaturan, secara prinsip semua
suspension preheaters sama. Mereka terdiri dari beberapa tahap diatur vertikal
sedemikian rupa sehingga gas kiln dapat memasuki setiap tahap pada suspension
preheater. Setiap tahap terdiri dari vertikal duct dan siklon. Duct menyediakan
ruang di mana pertukaran panas terjadi antara gas dan padat. Fasa bubuk dari
umpan kiln meningkatkan luas permukaan pertukaran panas. Sistem ini dibangun
59

dengan dasar suhu dari gas dan partikel-partikel yang merata di seluruh duct,
sehingga suhu pada setiap titik permukaan partikel sama.
Suspensi padat dan gas kemudian memasuki siklon dan dipisahkan, dimana
gas meninggalkan siklon melalui pipa vertikal (thimble) dan memasuki top stages
(Gambar 3.1), dan bahan padat jatuh ke dalam stage di bawah. oleh karena itu,
Setiap stage beroperasi sebagai aliran paralel penukar panas yang ideal, tetapi
semua tahap disusun dalam pola counterflow. Dalam prakteknya, suhu bahan
dapat meningkat hingga 150°C - 250°C, disertai penurunan suhu gas.

Sumber : Keefe and Shank., 2002.

Gambar 3.1. Skema Top Stage pada Suspesion Preheater

Berbagai upaya telah dilakukan pada siklon untuk menggantikan vessel


penukar panas dengan lainnya. Beberapa sistem, menggunakan silinder atau
kerucut poros sebagai vessel dengan dasar counterflow. Adapun paten lain seperti
menggunakan serangkaian saluran heliks ke bawah cenderung bukan siklon (Hess,
1982), namun tidak pernah dikembangkan melampaui fase eksperimen. Sehingga
dapat dikatakan kondisi optimum dalam preheater sudah mencapai titik
maksimum.

3.6.3. Siklon
Siklon modern dirancang berbeda dari siklon di awal preheaters dipasang
di 1950-an. Gambar 3.2 mengilustrasikan siklon lama dan baru desain oleh salah
satu utama produsen peralatan. Efisiensi siklon ditingkatkan dengan penggunaan
60

bidal (thimbles) yang dibantu dinding miring untuk memastikan pengurangan


build-up. Selain itu sudut inlet dipertahankan pada sudut tertentu (280 °, dalam hal
ini). inlet dan outlet dijaga luasnya untuk mengurangi kecepatan gas dan,
meminimalkan penurunan tekanan (pressure drop).

Sumber : F.L.Smidth & Co., 2011.


Gambar 3.2. Old and new cyclone designs

Efisiensi pemisahan sama penting ketika mempertimbangkan pemilihan


preheaters pada operasi kiln. Hal penting untuk memastikan bahwa siklon dari
bawah ke atas memiliki efisiensi yang optimum. Meskipun kondisi tersebut
mustahil bila siklon pada bagian bawah memiliki efisiensi yang sama dengan
siklon pada bagian atas, hal ini akibat adanya ganguan suhu dan kesulitan pada
pengaturan thimble akibat bahan baku yang memliki suhu tinggi.
Desain siklon preheater bervariasi dari bawah ke atas untuk mencapai
efisiensi maksimum. Pada bawah, desain menggabungkan bagian silinder pendek
dengan bidal yang relatif singkat, kadang-kadang menggunakan kerucut dengan
dua sudut yang berbeda yang mengurangi kecenderungan penyumbatan siklon di
sekitar inlet ke pipa feed. Perbedaan khas siklon pada tahap preheater yang
berbeda ditunjukkan pada Gambar 3.3. Pada tahap paling atas, siklon lebih tipis
dan lebih tinggi dibandingkan dengan siklon tahap bawah. pada bidal (thimbles)
yang diletakkan lebih dalam, yang umumnya terbuat dari baja ringan. Faktor lain
yang penting dalam penentuan ukuran siklon adalah kecepatan gas yang dapat
61

berdampak pada penurunan tekanan dan efisiensi. Berdasarkan data lapangan


menunjukkan bahwa kecepatan saluran keluar optimal harus 13 - 15 m/s (2560 –
2950 ft/m) di stage yang lebih rendah menurun 8 - 10 m/s (1575 - 1970 ft/m) pada
stage atas (Turnell, 2001)

Sumber : Keefe and Shank.,2002.

Gambar 3.3. Various cyclone configurations

3.6.4. Jenis - Jenis Calciner

Menurut (Turnell, 2001) calciner dibagi berdasarkan tiga jenis dasar, itu :
 sTotal flow calciner
 Tetiary air flow calciner
 Hybrid calciner
Total flow calciner, dimana pembakaran berlangsung dalam campuran gas
keluar kiln dan udara tersier. Oleh karena itu pembakaran dimulai pada kondisi
gas dengan sekitar 10% sampai 14% oksigen dan berakhir pada sekitar 1% hingga
3% oksigen. Raw meal dari preheater dimasukkan ke bagian bawah calciner dan
dialirkan melewati calciner menuju siklon pada stage terbawah dan dibantu
62

dengan gas calciner. Selama proses aliran feed melewati calciner, terjadi
perpindahan panas antara pembakaran bahan bakar dan pada bahan baku.
Tetiary air flow calciner, pembakaran berlangsung di aliran udara. Dengan
kata lain, hal itu dimulai di gas dengan 21% oksigen dan berakhir di sekitar 1
sampai 3% oksigen. Raw meal dari preheater dimasukkan ke dalam calciner pada
ujung burner dan dialirkan ke siklon pada bottom stage.
Hybrid calciner, Hybrid pada dasarnya merupakan kombinasi dari Total
flow calciner dan Tetiary air flow calciner. Dalam Hybrid calciner, pembakaran
dimulai di udara tersier dengan 21% oksigen, seperti dalam Tetiary air flow
calciner, tapi selesai dalam campuran off-gas kiln dan udara tersier, mirip dengan
Total flow calciner. Suhu gas di pintu keluar dari tiga jenis precalciners diatur
berada pada kisaran 870°C hingga 900°C, yang diperlukan untuk kalsinasi batu
kapur namun belum cukup untuk membentuk konisi buildups dan penyumbatan.
Keuntungan Total flow calciner dan Hybrid calciner adalah kestabilan
untuk mengurangi zona aliran dalam off-gas sehingga oksida nitrogen dapat
dikurangi. Tetiary air flow dan Hybrid calciner memiliki keuntungan dalam
memberikan kondisi yang oxygen-rich, terutama menguntungkan untuk bahan
bakar yang sulit dibakar. Selain itu, volume calciner yang dibutuhkan dari Tetiary
air flow calciner kurang dari volume diperlukan Total flow calciner dan Hybrid
calciner.
63

Sumber : Keefe and Shank.,2002.

Gambar 3.4 Sistem Kiln dengan In-line dan Separate-line Calciner

Tingkat yang lebih tinggi dari kalsinasi dapat dicapai dalam operasi
dengan mengendalikan faktor derajat kalisinasi. Derajat kalsinasi pada calciner
tergantung pada:
 Suhu dalam calciner
 Waktu tinggal raw meal
64

 Pemisahan gas / padatan


 Pengaruh sirkulasi debu
 Perilaku kinetik dari bahan baku

3.6.5. Konfigurasi Calciner


Konfigurasi Calciner mempertimbangan jumlah string dan jumlah stage.
Keputusan untuk menggunakan satu, dua, atau tiga string tergantung pada tingkat
produksi yang diinginkan. Menurut data lapangan, preheaters satu string biasanya
diusulkan untuk tingkat produksi 5000-6000 ton/hari. Sebuah preheater dua string
direkomendasikan untuk tingkat produksi yang lebih tinggi dari 6000 ton/hari.
Untuk produksi melebihi 12.000 ton/hari digunkan tiga string siklon.
Jumlah tahap siklon dalam sistem preheater sangat menentukan efisiensi
sistem panas. Hal itu juga bergantung pada tujuan penggunaan panas dari gas
yang keluar meninggalkan sistem. Dalam praktik modern, sebagian besar gas kiln
dari pemanas awal atau sistem precalciner digunakan untuk pengeringan baik
dalam raw mill dan coal mill. Jumlah panas yang tersedia dari preheater untuk
pengeringan bergantung pada jumlah tahap, karena stage yang terakhir
menentukan suhu off gas.

3.6.6. Bahan Bakar Calciner


Batubara dari gerbong dibongkar di daerah unloading dan dengan melalui
serangkaian alat transport, batubara diangkut ke raw coal storage. Sebelum
masuk ke raw coal storage, batubara yang berukuran besar dipisahkan dengan
menggunakan screener kemudian dipecahkan dan selanjutnya bercampur kembali
dengan batubara yang halus. Dari raw coal storage batubara dimasukkan ke raw
coal silo dengan menggunakan reclimer, belt conveyor dan bucket elevator.
Selanjutnya batubara dari raw coal silo diumpankan ke dalam coal mill dengan
menggunakan chain conveyor.
Di dalam coal mill, batubara mengalami proses penggilingan dan
pengeringan dimana prosesnya sama dengan penggilingan bahan mentah. Hanya
saja untuk memisahkan batubara yang telah halus (fine coal) dari gas panasnya
65

digunakan penyaringan berupa dust collector berukuran besar. Fine coal yang
tersaring kemudian disimpan dalam pfister bin dan siap digunakan sebagai bahan
bakar.

3.6.7. Bagian-bagian Calciner


Calciner memiliki tinggi total 26,2 meter dengan lebar 5,8 meter pada
bagian atas dan bawah berbentuk cone dimana cone atas lebih besar diameter dari
pada cone bagian bawah. Hal ini karena feed berupa padatan dan pada bagian
bawah masuk udara tersier yang berupa gas. Selain itu cone yang berdiameter
kecil memberikan tekanan pada udara tersier sehingga lidah api dapat mencapai
tinggi maksimal. Berada di dekat udara tersier input batubara melewati lubang
kecil yang masuk dari 2 arah. Kemudian hasil keluar dari atas dan menuju siklon
IVB.
Calciner tidak memiliki penghisap seperti siklon namun diganti dengan
pendorong udara tersier. Namun tinggi dari calciner umumnya 2 kali lebih tinggi
dari pada siklon (Gambar 3.8). Hal ini hasil pertimbangan nyala api yang mungkin
menyentuh bagian atas dari calciner dan dapat membahayakan seluruh proses.

3.6.8. Prinsip Kerja Calciner

Calciner memiliki 3 input yang terdiri dari calciner feed yang berisi
material hasil siklon dari string A dan String B yang sudah memiliki kadar sangat
rendah. Input kedua yaitu bahan bakar berupa batubara yang masuk dari bagian
bawah, hasil dari coal mill yang memiliki kadar air yang relatif rendah dan
didorong dengan blower. Sumber panas berasal dari udara tersier yang didorong
grate cooler melewati hasil klinker panas sehingga suhu udara tersier diatas 700
o
C. kontak keduanya menghasilkan pemanasan yang memicu reaksi kalsinasi.
Gambar mengenai dimensi dalam calciner dapat dilihat pada Gambar 3.9.
66

Sumber : Flsmidth.,2011.

Gambar 3.5. Bagian dalam Calciner

Reaksi kalsinasi pada calciner PT. Semen Baturaja terjadi pada perubahan
CaCO3 dan MgCO3 menjadi oksida Ca (CaO) dan Oksida Mg (MgO).

CaCO3 CaO + CO2


MgCO3 MgO + CO2
Suhu umum yang terjadi di dalam calciner berkisar 850 oC. hal ini membuat
calciner menghasilkan exhaust gas dalam jumlah besar yang dibutuhkan pada
siklon I hingga III baik string A dan B. exhaust gas ini diharapkan mendorong O2
sehingga pada siklon I string A preheater diharapkan jumlah O2 dibawah 2%.
Karena pada aliran gas ini digunakan dalam pengeringan coal.
Hasil yang diharapkan nantinya reaksi kalsinasi banyak terjadi pada
calciner. Sehingga kiln feed nantinya siap dimasak di dalam kiln. Karena bila suhu
kiln feed tidak siap, hasil klinker tidak akan baik sehingga nantinya pada cement
mill digunakan klinker dalam jumlah besar untuk mencapai kualitas yang
disepakati. Gambar 3.14 menggambarkan laju alir dari calciner.

3.6.9. Spesifikasi Preheater


a. Cyclone Preheater, digunakan untuk pemanasan awal dengan
kapasitas 1700 ton/hari.
b. Cyclone Prehrater dengan precalciner (Secondary burner),
digunakan untuk calsinasi raw meal dengan kapasitas 2500 ton/hari.
67

Sumber : Biro Produksi PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk., 2018.


Gambar 3.6. Bagian dan Dimensi Calciner

CALCINER 5
68

1
2

Gambar 3.7 Blok Diagram Alir

Keterangan :
Input Output
1. Umpan Calciner 4. Exhaust Gas
2. Gas Panas 5. Produk Calciner

3.7 Pemecahan Masalah

Dalam melaksanakan perhitungan efisiensi thermal pada unit calciner di


PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk. Maka dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
3.7.1. Studi Literatur
69

Mencari dan mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan masalah yang


dibahas.
3.7.2. Pengumpulan Data
a. Mengambil data feed kiln rate dan temperatur dari central control
room.
b. Mengambil data coal rate ke calciner dan temperatur dari central
control room.
b. Mengambil data komposisi batubara, Kiln Feed, dan Ash Fine Coal
dari laboratorium Quality Control.
3.7.3. Perhitungan
a. Menghitung berat komposisi calciner feed dari data feed rate kiln
b. Menghitung berat komposisi fine coal dari data feed rate fine coal
c. Menghitung berat komposisi ash fine coal dari data rate ash fine coal
d. Menghitung reaksi kalsinasi
e. Menghitung reaksi pembakaran batubara
f. Menghitung massa O2 yang dibutuhkan reaksi pembakaran
g. Menghitung udara yang dibutuhkan reaksi pembakaran
h. Menghitung udara tersier
i. Menghitung output O2 dan CO2
j. Menghitung exhaust gas
k. Menghitung heat loss
3.7.4. Asumsi
a. Basis perhitungan 1 jam operasi (13.00-14.00 WIB)
b. Reaksi pembakaran terjadi 100%

3.8 Hasil dan Pembahasan


3.8.1 Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa terhadap efisiensi thermal pada
unit calciner di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk., maka didapat hasil sebagai
berikut ini :
70

1. Hasil Perhitungan Total Neraca Massa dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Total Neraca Massa

Tanggal Input (kg) Output (kg)

27 Agustus 2018 211161,6000 211161,6000

28 Agustus 2018 225389,6856 225389,6856

29 Agustus 2018 209871,4500 209871,4500

30 Agustus 2018 251641,7280 251641,7280

31 Agustus 2018 218487,1617 218487,1617

2. Hasil Perhitungan Total Neraca Thermal dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Total Neraca Thermal

Tanggal Input (kkal) Output (kkal)

27 Agustus 2018 157961554,4806 157961554,4806

28 Agustus 2018 153230870,9163 153230870,9163

29 Agustus 2018 124888759,2919 124888759,2919

30 Agustus 2018 141751770,6892 141751770,6892

31 Agustus 2018 146524351,3720 146524351,3720

3. Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal pada Unit Calciner di PT. Semen Baturaja
(Persero) Tbk., dapat dilihat pada tabel 3.3
Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal pada Unit Calciner di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk.

Tanggal Efisiensi Thermal Aktual Efisiensi Thermal Desain


71

(%) (%)

27 Agustus 2018 82,83

28 Agustus 2018 84,43

29 Agustus 2018 86,27 80 - 90 %

30 Agustus 2018 86,93

31 Agustus 2018 83,21

Rata-Rata 84,73

3.8.2 Pembahasan
Calciner pada suatu pabrik semen merupakan alat yang digunakan sebagai
tempat terjadinya proses kalsinasi batu kapur dan pembakaran bahan bakar secara
simultan di suatu pabrik semen. Penambahan calciner pada pabrik semen
bertujuan untuk mengurangi beban panas kiln. Penentuan Efisiensi thermal dari
calciner sangat penting karena menggambarkan kinerja dari calciner, baik atau
tidaknya kinerja calciner dapat dilihat dari efisiensi thermal calciner. Efisiensi
thermal dari calciner dapat dilakukan dengan dua tahap yaitu menghitung neraca
massa dan neraca energi. Perhitungan neraca massa diperlukan dalam perhitungan
neraca energi. Sedangkan, perhitungan neraca energi diperlukan dalam
perhitungan efisiensi thermal calciner.
Pengambilan data untuk perhitungan dilakukan selama lima hari mulai dari
tanggal 27 Agustus 2018 - 31 Agustus 2018, dan dari perhitungan yang telah
dilakukan, dibuat grafik % efisiensi thermal pada Unit Calciner di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk., dapat dilihat pada gambar 3.8.
72

Gambar 3.8 Grafik Data Waktu dan % Efisiensi

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa % efisiensi thermal maksimum yaitu
sebesar 86,93% dan % efisiensi thermal minimum sebesar 82,83%. Selain itu,
efisiensi thermal calciner yang didapat tidak konstan, hal ini dikarenakan kondisi
operasi yang terjadi pada unit calciner di setiap harinya berbeda.
Efisiensi thermal calciner dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besarnya
udara yang berasal dari ID Fan dan heat loss Pada unit calciner di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk., ID Fan yang digunakan mengalami kebocoran sehingga
banyaknya udara yang masuk tidak dapat dikontrol dan menyebabkan false air
atau udara luar yang masuk pada peralatan proses sistem calciner yang beroperasi
pada keadaan vakum.
Suplai oksigen dapat berpengaruh terhadap proses pembakaran. Jika
pesediaan udara berkurang mengakibatkan pembakaran tidak berjalan dengan
sempurna sehingga kadar CO akan meningkat dan panas yang dihasilkan
berkurang. Namun, jika persediaan udara berlebih akan berdampak buruk pada
proses pembakaran karena udara akan mendinginkan panas yang dibutuhkan
didalam sistem sehingga proses pemanasan dan pembakaran batubara menjadi
tidak sempurna. Selanjutnya, kelebihan kadar oksigen pada calciner akan
73

menyebakan nilai heat loss yang semakin meningkat. Selain itu, kebocoran pada
ID Fan juga dapat menyebabkan pembentukan flok-flok yang dapat menghambat
aliran material di dalam calciner.
Heat loss yang diakibatkan oleh kelebihan oksigen akibat kebocoran pada
ID Fan dapat berpengaruh terhadap efisiensi thermal calciner dapat dilihat pada
grafik berikut;

Gambar 3.9 Grafik Pengaruh Heat Loss terhadap Efisiensi Thermal

Gambar 3.9 merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh heat loss


terhadap efisiensi thermal pada unit calciner di PT. Semen Baturaja (Persero)
Tbk. Dari gambar 3.9 dapat diamati bahwa panas yang hilang (heat loss)
berbanding terbalik dengan efisiensi thermal calciner. Semakin besar heat loss
yang dihasilkan, menyebabkan nilai efisiensi thermal calciner semakin kecil. Hal
ini dikarenakan, semakin besar heat loss menggambarkan bahwa semakin banyak
jumlah energi yang tidak termanfaatkan dalam reaksi pembakaran, artinya reaksi
yang terjadi tidak berjalan dengan sempurna.
Heat loss yang dihasilkan disebabkan oleh kadar oksigen yang terlalu
tinggi. Kadar oksigen yang terlalu tinggi ini mengindikasikan udara pembakaran
yang terlalu banyak sehingga jumlah panas yang terbuang akan semakin besar,
74

karena panas ini memanaskan kelebihan udara yang tidak dipakai pada proses
pembakaran. Sehingga, reaksi yang terjadi tidak berjalan dengan sempurna.
Dari data yang didapatkan dapat diketahui bahwa efisiensi thermal unit
calciner PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk., masih termasuk dalam rentang
efisiensi thermal secara design. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja alat calciner
pada PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk., terbilang masih baik untuk digunakan.

3.9 Kesimpulan dan Saran


3.9.1 Kesimpulan
Dari data perhitungan dapat disimpulkan bahwa :
1. Persen rata - rata efisiensi thermal pada unit calciner di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk., yaitu sebesar 84,83%.
2. Kinerja alat calciner ditinjau dari efisiensi thermal unit calciner
terbilang cukup baik. Hal ini ditandai dengan efisiensi thermal unit
calciner masih sesuai dengan efisiensi thermal calciner secara
teoritis.

3.9.2 Saran
1. Perawatan secara rutin pada alat calciner untuk mengatasi flok - flok
yang terjadi di unit calciner.
2. Pengontrolan kadar oksigen untuk mangatasi heat loss yang ditimbulkan.

Anda mungkin juga menyukai