Anda di halaman 1dari 99

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam dunia Industri peminyakan tepatnya industri pengolahan minyak bumi


maupun industri petrokimia, Energi merupakan komponen biaya yang cukup besar
dan cukup menarik perhatian baik berupa Refinery Fuel, Listrik, Steam maupun
bentuk energi lain. Seperti hal nya operasi suatu unit pengolahan/Kilang, besar
kecilnya keuntungan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya pemakaian dan
penggunaan energi di unit kilang tersebut.
Upaya pengelolaan sumber energi dalam rangka menghemat/meminimize
penggunaannya merupakan langkah penting untuk dapat meminimize biaya operasi
atau memaximize keuntungan. Upaya pengelolaan sumber energi ini juga tidak
berarti sekedar hanya memonitor penggunaannya, namun juga pengarahan, kontrol
dan pengorganisasian energi dalam suatu prosedur, peralatan, uang serta orang
atau pekerja yang terlibat langsung didalamnya.
Keuntungan maximum yang akan diraih tidak hanya sekedar meminimunkan
pemakaian atau konsumsi bahan bakar, tetapi juga termasuk didalamnya adalah
memaximumkan efisiensi penggunaan energi yang terukur dengan jelas, bahkan
dimungkinkan perlunya langkah-langkah modifikasi maupun perubahan sistem jika
diperlukan. Adapun faktor atau langkah-langkah penting dalam upaya meminimize
pemakaian refinery fuel baik fuel oil maupun fuel gas antara lain sebagai berikut:

1.1 Penetapan Refinery Fuel.


Pada dasarnya pemakaian refinery fuel untuk Furnace/Dapur dan Boiler
merupakan bagian energi yang sangat erat kaitannya dengan kinerja atau
efisiensi dapur maupun Boiler.
Agar supaya pemakaian Refinery Fuel tidak boros yang menyebabkan biaya
operasi menjadi tinggi, maka diperlukan pemantauan yang sangat penting
terhadap efisiensi dapur maupun boiler.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah pemakaian
Refinery Fuel antara lain:

1
a, Faktor Eksternal:
Faktor eksternal(diluar sistem dapur/furnace) antara lain tidak tercapainya
tempratur outlet dapur yang disebabkan Fouling pada Preheater atau
perubahan sumber fluida (dari up stream unit dirubah menjadi tanki) maupun
karena sebab-sebab lain misalnya Start/Stop unit dan lain lain.

b. Faktor Internal
Faktor ini dimaksudkan faktor yang ada dalam sistem dapur/fuel yang
menyebabkan operasi dapur maupun boiler tidak effisien.
Untuk mengendalikan pemakaian refinery fuel, maka kedua faktor
tersebut harus di kontrol dengan sebaik-baiknya sehingga pemakaian refinery
fuel aktual mendekati target minimum yang di tetapkan. meminimize panas
hilang disekitar konstruksi dapur, seperti : hilangnya panas pada dinding
dapur, stack atau cerobong, isolasi dan burner yang kurang perawatan
sehingga menciptakan panas pembakaran yang tidak maksimal, dlsb.

1.2 Penetapan target pemakaian fuel.


Target pemakaian Fuel untuk setiap dapur umumnya didasarkan pada
efisiensi desain (untuk dapur atau boiler baru) atau didasarkan atas
Performence test setelah Turn Arround (TA) unit untuk dapur atau boiler lama.
Terkait dengan uraian di atas, maka dalam bab-bab berikut ini, dimuat
bab tentang bahan bakar yang menguraikan lebih rinci tentang jenis-jenis
bahan bakar yang pada umumnya dipakai dalam suatu industri, maupun sifat-
sifat fisis bahan bakar tersebut, yang semua itu merupakan dasar untuk
pengelolaan refinery fuel dan perhitungan efisiensi dapur di suatu industri.
Dalam bab berikutnya, dimuat bab tentang Proses Pembakaran di
dalam dapur yang merinci tentang pembakaran kimia dan fisika selama
proses pembakaran terjadi serta langkah-langkah persiapan sebelum refinery
fuel menuju ke dalam proses pembakaran. Selanjutnya pada bab terakhir
memuat uraian tentang teknik perhitungan efisiensi dan penetapan target
pemakaian fuel dalam upaya meminimize pemakaiannya.

2
BAB-2
DAPUR (FURNACE)

2.1 Tinjauan umum


Furnace dalam proses pengolahan minyak bumi atau refinery proses, juga
dikenal sebagai “ Cracker” adalah perangkat pemanas yang sangat penting dalamn
proses pengolahan minyak mentah menjadi produk-produk bahan bakar dan
petrokimia. Sehingga dapat dikatakan bahwa Furnace merupakan salah satu
peralatan yang mutlak dimiliki oleh suatu instalasi pengolahan minyak bumi, yang
berfungsi untuk memanaskan minyak mentah/umpan sebelum dipisahkan dalam
kolom pemisah (Fraksionator), menghasilkan berbagai produk yang diinginkan
berupa gas yang paling ringan hingga fraksi residue yang paling berat.

Gambar 2. 1 Refinery Unit

3
Gambar 2.2 Diagram Fuel

.kondisi vakum atau atmosfir pada suhu sangat tinggi (biasanya antara 300 hinbgga
400 0C ) dan dengan tekanan yang dikontrol secara ketat. Proses pemanasan ini
membantu memecah molekul-molekul yang lebih besar dalam minyak mentah
menjadi senyawa yang lebih kecil, yang dapat diolah lebih lanjut menjadfi produk-
produk seperti bensin, diesel, pelumas dan bahan kimia, sesuai perencanaan proses
dan produk yang diinginkan.
Furnace di refinery proses dapat menggunakan berbagai jenis bahan bakar
seperti gas alam, batu bara, dan minyak sebagai sumber energi untuk memanaskan
minyak mentah. Proses pemanasan juga dapat diatur dengan menggunakan
teknologi canggih, seperti sistem kontrol otomatis dan teknologi pemulihan panas,
yang memungkinkan penggunaan energi yang lebih efisien dan meningkatkan
productifitas proses refinery.

4
Didalam proses penyulingan (Distilasi) minyak bumi, minyak mentah atau crude
oil di alirkan melalui pipa-pipa di dalam dapur ( Tube Coils). Kemudian dipanaskan
dengan nyala api yang diterima secara radiasi dan konveksi sampai tempratur
tertentu sehingga tercapai penguapan fraksi-fraksi minyak bumi yang di inginkan
sesuai dengan rencana pengolahan.
Umumnya ada 3 (tiga) jenis utama perpindahan panas, termasuk perpindahan
panas yang dapat terjadi pada dapur(furnace) penyulingan minyak bumi yaitu :

a. Konduksi
Merupakan perpindahan panas melalui suatu medium atau material tanpa adanya
perpindahan massa atau pergerakan partikel. Ini terjadi ketika dua benda dengan
suhu yang berbeda bersentuhan, sehingga energi panas dapat berpindah dari benda
dengan suhu yang lebih tinggi ke benda dengan suhu yang lebih rendah melalui
konduksi.

b. Konveksi
Merupakan perpindahan panas melalui pergerakan massa yang dihasilkan oleh
perbedaan densitas antara dua medium yang berbeda, seperti cairan atau gas. Ini
dapat terjadi dalam aliran fluida yang diakibatkan oleh perbedaan suhu atau
perubahan tekanan.

c. Radiasi
Merupakan panas melalui pancaran energi elektromagnetik dalam bentuk
gelombang elektromagnetik seperti sinar ultraviolet dan sinar-X. Radiasi panas dapat
berpindah melaui ruang hampa udara dan tidak memerlukan adanya medium atau
kontak fisik antara benda-benda yang terlibat.

5
Stack

Damper
Explosion
door

Convection
Section

Radiant
Section

Burner

Gambar 2.3 Furnace

6
2.2 Jenis-jenis Dapur
Adapun jenis-jenis dapur dapat dibagi dalam 3 type yakni sebagai berikut:
- Box type furnace.
- Cabin/A type furnace
- Vertical cylindrical furnace

Funnace Type Box

“Furnace Type Cabin”

7
“Furnace Cyllindrical Type”

“Vertical Cylindrical Heater”

Pengunaan dapur-dapur ini tergantung pada :


- Heat duty/Kapasitas panasnya, dimana heat duty > 60 – 80 MM BTU per jam
dipakai untuk Cabin/A type furnace dan < 60-80 MM BTU per jam dipakai
untuk Vertical Cylindrical type furnace.
- Fuel yang digunakan

8
Pemakaian Dapur.
Dalam proses pengolahan minyak bumi, pemakaian dapur dapat di golongkan
kedalam 3 group:
- Group Pertama, Dapur yang digunakan hanya untuk memanaskan tanpa atau
sedikit sekali terjadi perubahan komposisi dari material/bahan yang di proses.

- Group kedua; Dapur yang digunakan untuk memanaskan bahan dengan


terjadinya perubahan komposisi dari bahan tersebut di dalam coils dapur

- Group ketiga; Dapur yang digunakan untuk memanaskan bahan/material


dengan terjadi perubahan komposisi dari bahan tersebut, tetapi perubahan
komposisi tersebut bukan terjadi dalam coils, melainkan terjadi perubahan
tersebut pada Reaktor.

2.3 Peralatan Dapur


Dapur yang berfungsi sebagai penghasil panas untuk memanasi
umpan/bahan, haruslah mempunyai nilai effisiensi dan ekonomis. Untuk mencapai
itu, maka dapur dilengkapi dengan beberapa fasilitas peralatan pokok antara lain
sebagai berikut:

- Burner. - Economizer
- Tube Coils. - Stack & Damper
- Dinding dapur - Air Preheater (APH)

2.3.1. Burner
Burner berfungsi sebagai tempat terjadinya pembakaran bahan bakar(Fuel Oil/Fuel
Gas), untuk mendapatkan nyala api dengan syarat tertentu dan menghasilkan panas.
Sementara bahan bakar yang digunakan dapat berupa:
- Bahan bakar Gas
- Bahan bakar cair
- Bahan bakar campuran keduanya (Gas & Cair)

9
Sedangkan Burner itu sendiri terdiri dari:
- Burner gun
- Air draft
- Air Register
- Combustion Chamber
Jenis-jenis Burner antara lain :
- Low Pressure Air Atomizing Burner.
- Rotary Burner
- High Pressure Steram Jet Burner
- Internal Mixing Medium Pressure Air Burner.

Gambar 2.4 Low-Pressure Air Atomizing Burner

Gambar 2.5. Rotary Burner

10
Gambar 2.6 High- Pressure Steam Jet Burner

Gambar 2.7 Internal Mixing Medium-Pressure Air Burner

Gambar 2.8 Penampang Burner

11
Gambar 2.9 Burner

Gambar 2.10 Api Dalam Ruangan Dapur

Susunan Burner atau letak Burner didalam dapur terdiri dari beberapa Type antara
lain :
- Type A. UP FIRED
- Type B. ENDWALL FIRED
- Type C. SIDEWALL FIRED
- Type D. SIDEWALL FIRED MULTI LEVEL

12
Gambar 2.11 Posisi Burner

2.3.2 Tube Coils


Tube Coils merupakan tempat mengalirnya bahan/material/umpan yang akan
dipanaskan. Pemilihan tube coils yang digunakan mengalirkan fluida yang akan
dipanaskan dalam dapur tergantung dari suhu yang akan dicapai.
- Untuk tempratur 10000F, dipakai Carbon Steel
- Untuk tempratur 1000-12000F, dipakai Chrome-Alloy Steel
- Untuk tempratur 15000F, dipakai Nikel Chrome Alloy Steel

13
Namun demikian umumnya untuk Crude Distilling Unit (CDU) banyak dipakai
material dari Carbon Steel.Apabila kita menginginkan luas permukaan pemanasan
yang lebih luas, maka umumnya banyak dipakai jenis Extended Surface Tube antara
lain (Gambar):
- Stud - Transversal
- Helix - Longitudinal
Stud

Helix Transversal Longitudinal

Gambar 2.12 Posisi Tube Coil Di Dalam Dapur (Radiant Tube)

14
Gambar 2.13 Horizontal & Vertical Tube Coil

2.3.3 Dinding Dapur


Dinding dapur merupakan bagian dari dapur yang berfungsi untuk meng-isolir
panas. sehingga panas yang diserap oleh umpan mencapai nilai maximum. Untuk itu
maka dinding dapur di design sedemikian rupa dan terdiri dari bahan
padatan/campuran tertentu sehingga panas hilang akibat penyerapan dinding dapur
dapat di perkecil. Dinding dapur secara umum terdiri dari : Refractory - Batu tahan
api – Isolasi - Plate baja.

Gb. Structur dinding dapur


d c b a Keterangan :
a. Refractory
b. Batu tahan api
c. Isolasi
d. Plate baja

Pada bagian dalam adalah fire brick/Refractory(batu tahan api), Insulation


brick(isolasi). Antara fire brick diberi jarak 1-2 inch(diberi rock wool/fire asbes.

15
Pemasangan fire brick dilengkapi anchor(pengait) agar tidak rontok. Untuk
pemasangan Refractory yang baru, perlu dilakukan dry out (mengusir moisture
secara bertahap).

Isolasi
Isolasi merupakan bagian dari dinding dapur yang berfungsi antara lain:
- Menjaga panas dalam heater.
- Menjaga dinding (shell) bagian luar agar tetap lebih dingin.
- Keamanan pada saat operasi dan saat maintenance(perbaikan)
- Stabilitas struktur casing.

Sementara bahan dari isolasi tersebut berupa:


- Batu tahan api
- Serat dari bahan keramik

Pada prinsipnya fungsi dinding dapur adalah memaksimalkan perpindahan panas


yang diserap umpan dan memperkecil panas yang diserap oleh dinding dapur
(Memper kecil panas hilang melalui dinding dapur)
Dengan kata lain, proses perpindahan panas pada Furnace terjadi antara fluida
yang dipanasi dengan panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar.
Berdasarkan pertukaran panas tersebut maka efisiensi furnace sangat menarik untuk
dihitung sebagai indikasi layak atau tidaknya furnace dioperasikan.

Sumber energy panas yang dihasilkan oleh bahan bakar inilah yang menjadi titik
tolak permasalah, sehingga konsumpsi bahan bakar dalam furnace perlu mendapat
sorotan khusus. Pembahasan materi kuliah tentang Refinery Fuel & Loss sangat
membantu usaha efisiensi pemanfaatan panas dalam industry perminyakan.

Ada 3 (tiga) macam metode perpindahan panas yang kita kenal yaitu Konveksi,
Konduksi dan Radiasi. Ketiga metode perpindahan panas tersebut terjadi dalam
proses pembakaran bahan bakar di furnace/dapur.

16
1. Konveksi.
Hantaran panas yang disebabkan oleh aliran fluida. Atau dengan kata lain,
Perpindahan panas dalam suatu fluida dari tempratur tinggi ke tempratur
rendah disertai perpindahan molekul dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Sebagai contoh : Perpindahan panas pada minyak didalam pipa furnace
(Tube Coils).

2. Konduksi :
Hantaran panas yang disebabkan oleh hantaran zat padat. Sebagai contoh
yaitu perpindahan panas dari permukaan pipa dapur ke fluida (crude oil) yang
mengalir dalam pipa/tube coils.
.
3. Radiasi.
Hantaran panas yang disebabkan oleh pancaran gelombang
Elektromagnetik.
Sebagai contoh : Perpindahan panas dari sumber api di burner ke permukaan
pipa dapur / tube coils
Dari definisi jenis perpindahan panas tersebut diatas maka perpindahan panas yang
terjadi pada dinding dapur umumnya adalah perpindahan panas secara konduksi
dan perpindahan secara Radiasi. Setiap perpindahan panas, beda suhu sebagai
pendorongnya dan setiap perpindahan panas tersebut selalu ada tahanan atau
hambatan yang kita kenal dengan tanda “ R “.
Pada sistem konduksi : ( terjadi di dinding dapur !!)

x = Jumlah perpindahan panas

k = Konduktivitas

A = Luas perpindahan panas

Sedangkan :

Q = Jumlah panas

17
Dijelaskan secara hokum fundamental dari tahanan dan tekanan bila dugunakan di
dalam konduksi yaitu :

Dimana :

Q = Heat transfer …… Btu/hour

A = Luas permukaan ....ft2

T1, T2 = Temperatur of hot and cold surface

k = Conductivity …….Btu/oF ft2 . Hour

L = Tebal dari bahan….. ft

Harga “ k ” (Conductivity) tergantung pada :

 Bahan /Material

 Suhu / Temperatur = BTU / oF. ft2 . hour

 Luas Permukaan

 Waktu

Harga “ k ” ini dapat dilihat pada tabel 17.1 buku “Nelson” Petroleum Refinery
Engineering – Hal 529.
Biasanya bahan-bahan tidak hanya terdiri dari pipa, tapi juga tanki, atau dinding saja.
Namun perhitungannya sama, hanya mungkin perbandingan suhunya akan berbeda
untuk masing – masing, sehingga untuk hal ini perlu adanya harga sebagai berikut
misalnya :

18
k1 , k2 , k3 .................... dst

atau L1 , L2 , L3 .......... dst

atau DT1 , DT2 , DT3 ..... dst

Sehingga :

Biasanya factor = Resistance = Tahanan = R

R = Tahanan/Resistance

Maka :

Sehingga :

Kemudian dapat dicari jumlah DT1, DT2, DT3

DT = DT1 + DT2, + DT3

Namun demikian ada juga heat loss / panas yang hilang, yang tergantung pada:

19
à Materials
à Kondisi
à Suhu

(lihat Table 17.3 “Nelson” hal cetakan ke 4 hal. 531)

Untuk sederhananya apabila heat transfer melalui dinding yang rata dengan ratio
masing-masing tahanan adalah A1 = A2 = A3 maka berbeda temperatur akan
sebanding dengan tahanannya.
DT1 : DT2 : DT3 = R1 : R2 : R3

Contoh soal :

Panas yang hilang melalui dinding furnace yang terdiri dari :

9 inch fire brick


4,5 inch brick sil-o-cel (Tebal dan bahan dinding dapur )
4 inch red brick
¼ inch Asbestos sheet

Conductivity à lihat tabel 17.1 “Nelson”.


Suhu dalam dinding Dapur / Furnace : 1800 oF
Suhu luar dinding Dapur/ Furnace : 200 oF

Ditanya : Berapa banyak panas yang hilang tiap jamnya melalui 10 ft2 (seluas
dinding 10 ft2 ).

Penyelesaian :

Dari tabel 17.1 memberikan data konduktivity sebagai berikut :

k1 = 0.82
k2 = 0.125
k3 = 0.52

k4 = 0.23

20
Q = 3443, 6 BTU

Juga dapat dihitung perbedaan temperatur pada masing –masing bahan dinding
dapur tersebut .

Sehingga dengan demikian maka dapat ditentukan tempratur bagian masing-masing


lapisan dinding dapur sebagai berikut :

21
452

Sistem Konveksi (Terjadi di dalam Tube Coils / pipa dalam dapur !!!
( Isi pipa dalam dapur merupakan bahan/umpan yang akan dipanaskan)

Uo = Over all koeff heat transfer (mewakili seluruh panas)

Pada perpindahan panas dari fluida panas A ke – fluida dingin B maka timbul
beberapa tahanan R yakni R1– R2 –R3. Oleh karena tahanan pada ketebalan pipa
merupakan tahanan pada logam yang sangat kecil sekali, maka R2 sering
diabaikan . Sehingga tahanan yang ada adalah R1 & R3 saja.

R = R1 + R3

22
Fluida–Solid–Fluida.

 ho = film coef.of transfer outside


 hi = film coef.of transfer inside
 Lw = Tebal dari pipa
 kw = Konduktivitas
 Ro, Ri = Tahanan karena kotoran/korosi/kekasaran pipa
 Ao = Luas permukaan pipa luar
 Ai = Luas permukaan bagian dalam
 Aw = Luas permukaan pipa dan dinding pipa.
Rumus-rumus diatas hanya berlaku dalam perhitungan terhadap pipa-pipa yang
baru/bersih.

Untuk pipa – pipa yang sudah dipakai, karena sudah mengandung deposite, maka :

Rd = Fouling factor yang didapat dari hasil pengamatan dan percobaan yang
kemudian dibuat dalam bentuk table (fouling factor):

23
Sehingga : Clean piping :

Deposite piping :

Q = U . A. ∆t

Kondisi clean piping (pipa bersih) : Q = Uc . A. ∆t

Kondisi deposite piping (pipa kotor) : Q = Ud . A. ∆t

Bila Uc > Ud maka 

Jaminan pada saat kotor tapi hasil mampu memindahkan panas dengan baik apabila

Pada saat nilai Ud tertentu, pipa tersebut harus di cleaning dan agar supaya Rd table
terpenuhi, maka clean tube dilakukan bersamaan.
Konveksi

Konveksi merupakan konduksi melalui aliran suatu film fluida liq atau fluida gas.
Panas ini harus dipindahkan melalui film yang mengalir. Biasanya film ini sangat tipis
dan ketebalan tidak mudah diukur dan dianggap ”L”. Oleh karenanya diambil suatu
parameter lain untuk mengontrol tahanan fluida tentang panas, yaitu dengan
dinyatakan huruf “h”.

h = Film coefisient of heat transfer (koefisien perpindahan panas suatu film.)

Maka bila suatu persamaan konduksi digunakan untuk perpindahan panas melalui
suatu fluida, panas nya sebagai berikut

24
Selanjutnya untuk tahanan Ro dan Ri biasanya dikenal juga dengan tahanan
“Fouling”(Rd) atau Over all transfer rate, “H”

Sehingga rumus untuk Fluida :

Q = Ho x Ao x Dt (outside)

= Hi x Ai x Dt (inside)

Contoh perhitungan sederhana:

Suatu panas sedang dipindahkan oleh suatu gas melalui dinding standar 2 inch dari
pipa ke dalam suatu air. Bila diketahui:

 ho = 6 Btu/oF.ft2.hour
 hw = 500 Btu/oF.ft2.hour hi
 k = 12.25 Btu/oF.ft2.hour
 Rd = 0 ( pipa bersih, baru)
Ditanya : Over all heat transfer (H) ?

Penyelesaian : Gunakan table 13.2 Nelson !!

25
2.3.4 Economizer
Economizer merupakan bagian dari dapur yang dugunakan unutk memanfaatkan
panas yang masih dikandung oleh Flue gas, sehingga panas ini dapat dipakai untuk
keperluan lain. Economizer ada 2 macam yaitu:
- Water Economizer
- Air Economizer
Yang biasa dilewatkan dalam economizer adalah steam basah, sehingga steam
basah setelah lewat economizer akan dapat dihasilkan steam kering dengan
tempratur dan tekanan yang lebih tinggi dari steam basahnya.

2.3.5 Stack & Damper


Stack merupakan saluran pembuangan gas hasil pembakaran bahan bakar di
dalam dapur. Gas hasil pembakaran (Flue gas) yang keluar lewat stack (cerobong
asap) kadang-kadang masih mengandung panas yang cukup tinggi, sehingga untuk
memanfaatkan panas ini bisa dipasang suatu peralatan yang disebut Economizer.
Pemasangan peralatan tambahan ini tergantung pada fasilitas yang dimiliki serta
untuk keperluan proses tertentu.
Ketinggian stack untuk pembuangan gas hasil pembakaran ini biasanya di tinjau
dari beberapa faktor seperti misalnya :
- Disesuaikan dengan draft (forced draft atau Natural draft).
- Pertimbangan masalah pencemaran lingkungan (Pollution) sebagai akibat
penyebaran dari produk yang berbahaya ataupun beracun dari gas hasil
pembakaran.
Adapun Damper berfungsi untuk mangatur draft dan mengarahkan flue gas ke
sistem pemanasan udara dalam dapur. Posisi damper ini tidak boleh terlalu lebar,
karena meskipun pembakaran cukup baik, namun tidak effisien sebab udara terserap
ke ruang bakar dan temperatur flue gas menjadi naik (Heat loss tinggi)

26
Gambar 2.14 Gambar Flue Stack

Gambar Damper :
• Untuk mengotrol draft pada furnace
• Tidak digunakan untuk mengontrol udara
pembakaran
• Pada contoh yang digunakan di sini, digunakan
untuk mengarahkan flue gas ke sistem
pemanas udara.

27
Gambar 2.15 Damper

• UNTUK MEGATUR DRAFT DI DALAM DAPUR.


• POSISI DAMPER TERLALU LEBAR PEMBAKARAN BAIK TAPI TDK
EFISIEN, BERKURANG KARENA UDARA TERSEDOT KE RUANG BAKAR
DAN TEMPATUR FLUE GAS NAIK (HEAT LOSS TINGGI)
.
2.3.6 Air Preheater system
Air Preheater (APH) merupakan serangkian system peralatan yang berfungsi
untuk memanasankan udara pembakaran yang menuju ke Burner.
Seperti diketahui bahwa pembakaran bahan bakar dapur untuk menghasilkan panas,
membutuhkan udara (O2/Oksigen) yang ideal/sesuai, baik secara kwantitatif/jumlah
udara maupum tempratur/suhu udara tersebut.
Pamanasan udara pembakaran itu sendiri dapat menggunakan Flue gas (gas
hasil pembakaran) panas yang mencapai + 450 oF dalam turbular Exchanger.
Hasil penelitian para ahli memberikan gambaran bahwa Air Preheater system ini,
dapat menaikkan effisiensi dapur dari 80 % menjadi 91 %. Dan Flue gas (gas hasil
pembakaran) yang keluar dari stack diatur temperatur + 180 oC untuk mencegah
adanya kondensasi SO2 yang sangat korosif.

28
Peralatan & Fasilitas Air Preheatere

• Digunakan untuk memanaskan


udara yang menuju burner
• Mendinginkan gas buang
• Menghilangkan panas
• Meningkatkan efisiensi furnace
• Efisiensi keseluruhan >90%

Gambar 2.16 Air Preheater

29
BAB-3
BAHAN BAKAR (FUEL)

Bahan bakar yang merupakan sumber penghasil panas, perlu mendapat


pertimbangan terhadap hal-hal atau unsur-unsur yang mempengaruhi nilai panasnya
atau hasil pembakarannya, agar dapat dapat dicapai panas pembakaran yang
maksimal. Adapun nsur-unsur yang mempengaruhi nilai panas tersebut antara lain
misalnya; Kandungan air (H2O), Belerang (S) dan lain sebagainya.

3.1 Jenis-Jenis Bahan Bakar


Jenis-jenis bahan bakar secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Bahan Bakar berupa padatan; Kayu, Batubara dll.
- Bahan Bakar berupa cairan; Bahan bakar yang berasal dari minyak bumi
seperti Kerosine, Solar, Resdue dan lain sebagainya.
- Bahan Bakar berupa Gas; Gas Alam, Gas Kilang dan lain sebagainya.

Menurut proses terbentuknya dapat dibedakan atas :


- Bahan Bakar Primer, yaitu bahan bakar langsung diperoleh dari alam dan
sebelum dipakai sebagai bahan bakar hanya perlu persiapan yang minimum
(sederhana). Contohnya;
Kayu : Cukup di tebang.dipotong. dikeringkan, kemudian langsung digunakan.
Batubara: Cukup dipecah, /dihancurkan, diayak dan dipisahkan sesuai
ukuran.
Gas Alam: Dilakukan pemisahan terhadap kondensatnya (Condensate
Separation)
- Bahan Bakar Secundair, yaitu bahan bakar yang diperoleh dari proses
penyiapan secara intensif dimana halini berlainan dengan sifat bahan bakar
semula. Contohnya; Bahan bakar berupa Gasoline, Kerosine, Solar, dst yang
berasal dari Crude Oil/minyak mentah. Gas Kota, yang diperoleh dari proses
Pyrolisa (Distilasi kering) batubara

30
Dalam industry perminyakan ataupun industry kimia lainnya, berbagai jenis bahan
bakar dapat digunakan. Bahan Bakar minyak (Cair) umumnya akan lebih mudah
terbakar dan memberikan nyala api yang baik dalam pembakarannya bila dalam
bentuk kabut.
Pada umumnya sumber dan jenis-jenis bahan bakar yang banyak digunakan dalam
industry adalah sebagai berikut :

a. Gas.
Gas sebagai bahan bakar, biasa diperoleh dari hasil pengolahan (Refinery
Fuel Gas) atau dari Gas Alam (Natural Gas) yang mempunyai nilai kalori
rendah, karena umumya gas alam mempunyai kandungan carbon dioksida
(CO2) dan Nitrogen (N2) cukup tinggi.Namun demikian Gas alam (Natural Gas)
sering digunakan sebagai bahan bakar utama dalam industri pengolahan
minyak karena sifat kebersihannya.
Natural Gas (Gas Alam).
Merupakan Gas yang dihasilkan dari suatu proses pengeboran dengan
kandungan terbesar adalah: Methane (C1), Ethane (C2), Propane (C3),
Buthane (C4) , Pentane (C5).

Gambar 3.1 Tanki Fuel Gas

31
Sering digunakan untuk menggerakkan mesin, pemanas dan boiler atau untuk
menghasilkan listrik melalui turbin gas.
Natural gas secara fisik, berada dalam bentuk gas pada suhu &
Tekanan normal. Sifat lain, LPG tidak berwarna dan tidak berbau secara
alami. Namun dalam aplikasi industri dan rumah tangga, penambahan zat
pengindra bau seperti Merkaptan dilakukan untuk mendeteksi kebocoran gas
dengan mudah. Densitas Natural gas lebih ringan dari udara sehingga gas tsb
cenderung naik ke atas jika terlepas ke lingkungan terbuka. Titik didih dan
pemadatan natural gas terdiri dari campuran berbagai komponen, dengan
methane (CH4) menjadi komponen utama Methan memiliki titik didih sekitar -
162 OC ( - 260 OF).
Namun pada suhu dan tekanan normal tetap berada dalam fase gas.. Sifat
yang lain, kurang larut dalam air dibandingkan dengan bahan bakar lain seperti
ethanol & methanol. Namun gas-gas lain yang terkandung dalam natural gas seperti
ethana, propana dan butana dapat larut dalam minyak bumi atau pelarut organik
lainnya. Konduktivitas Thermal Natural Gas memiliki konduktivitas thermal yang
sama dengan LPG.

b. LPG (Liquified Petroleum Gas)


Gas bumi yang dicairkan dengan komponen utama propane (C3H8) dan butanr
(C4H10). Menurut jenisnya, LPG dikelompokkan menjadi LPG Propane, LPG Butane
dan LPG campuran (mix) yang merupakan campuran dari kedua jenis LPG tersebut.
LPG secara fisik, berada dalam bentuk cair pada suhu & Tekanan normal. Sifat lain,
LPG tidak berwarna dan tidak berbau secara alami. Namun dalam banyak negara
ada yang menambahkan Etil merkaptan untuk memberikan bau khas guna
mendeteksi kebocoran gas dengan cepat. Densitas LPG lebih tinggi dari udara
sehingg LPG cenderung mengendap ke bawah jika terlepas ke lingkungan terbuka.
Titik didih LPG Propan (C3H8) -42 deraja Celsius, LPG Butane – 0.5 derajat celsius/
0
31.1 F. Dan dalam kondisi tertentu LPG dapat mengalami pemadatan/berubah
menjadi cairan. Sifat yang lain, kurang larut dalam air dan Konduktivitas Thermal
yang tinggi, artinya Gas LPG mampu menghantarkan panas dengan efisien.
Bahan ini dapat dipakai sebagai bahan bakar dengan menguapkannya pada
evaporator.

32
Gambar 3.2 LPG Tanker & Storage LPG
c. Naphtha
Pada umumnya banyak dipakai sebagai bahan bakar di pabrik pembuatan hydrogen
(H2) di samping Refinery Fuel Gas atau Gas Alam. Produk minyak bumi ini (Naphtha)
digunakan sebagai bahan bakar di industri pengolahan minyak, biasanya digunakan
sebagai bahan bakar alternatif ketika pasokan gas alam terganggu.
.
d. Diesel/Kerosine
Bahan ini termasuk Middle Distilate Fuel, pada umumnya dipakai untuk Boiler,
Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan mesin-mesin turbine. Beberapa pabrik
pengolahan minyak mulai menggunakan bahan bakar alternatif seperti biomassa,
solar, dan limbah yang dapat diubah menjadi bahan bakar.

e. Batu bara
Batu bara digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap yang digunakan
dalam proses pengolahan minyak.

f. Fuel oil
Bahan ini merupakan minyak fraksi dari Residue, dan banyak dipakai sebagai bahan
bakar dapur-dapur berapi maupun Boiler, bahkan unit-unit pengolahan (Refinery)
bahan bakar fuel oil ini, dioperasikan secara bersama-sama dengan fuel gas. Bahkan
kedua fuel oil & fuel gas ini sering dioperasikan secara bergantian, saat stock salah
satu fuel tersebut mengalami gangguan baik teknis maupun non teknis.

33
Gambar 3.3 Tangki Fuel Oil

Gambar !!

Gambar 3.4 Contoh Fuel Oil

3.2 Pemilihan Refinery Fuel sebagai bahan bakar


Dari berbagai jenis bahan bakar seperti tersebut diatas, maka pemilihan
bahan bakar yang akan digunakan baik pada industri haruslah berdasarkan
pertimbangan biaya/harga bahan bakar tersebut disamping pertimbangan
lainnya seperti jaminan ketersediaan serta tujuan proses dari industry itu sendiri.
Dalam industri perminyakan khususnya, bahan bakar yang mempunyai nilai jual
murah dan sulit dipasarkan biasanya dipakai sebagai bahan bakar tersebut.

34
Untuk bahan bakar cair, misalnya Visbreaker Tar, Vacuum Bottom, Lube
Extract, Mixed Residue dan lain-lain tergantung jenis bahan bakar yang
diproduksi. Sedangkan untuk bahan bakar gas, misalnya Refinery Fuel Gas yang
dipergunakan sebagai bahan bakar adalah yang tidak lagi mengandung potensi
produk lain, misalnya kandungan C3 & C4 (LPG), Ethylene maupun Sulphur (S).
Pada sebagian besar industri perminyakan (Refinery),bahan bakar cair
dan bahan bakar gas dapat dipakai secara bersamaan. Namun untuk
menghindari adanya losses dari kelebihan gas (Refinery Fuel Gas) yang dibakar
di Flare, maka pola operasi pemakaian bahan bakar adalah memaksimumkan
pemakaian Refinery Fuel Gas dan meminimumkan pemakaian Fuel Oil.

3.3 Sifat-sifat Kimia


Dalam pemakaiannya, sifat-sifat bahan bakar harus diketahui terlebih dahulu
terutama untuk kepentingan agar diperoleh efisiensi dari taknik pembakaran,
cara-cara handling, cara-cara atomizing maupun untuk Keselamatan Kerja dan
Lindungan Lingkungan (KKLL). Hal yang tidak kalah penting dalam pencapaian
efisiensi dan taknik pembakaran di dapur/furnace (Refinery Combustion) adalah
adanya impuritas yang terkandung pada fuel. Definisi impuritas pada bahan
bakar adalah:”Zat-zat yang tidak diinginkan atau kontaminan yang terdapat
dalam bahan bakar” diantaranya :
- Sulphur (S)
- Nitrogen (N)
- Logam-logam berat (timbal, mercury).

Pentingnya pemahaman mengenai impuritas dalam proses pembakaran di


kilang-kilang minyak (Unit-unit Refinery), karena dapat menimbulkan dampak
antara lain sebagai berikut :
- Mempengaruhi efisiensi pembakaran (menurunkan nilai kalori hasil
pembakaran bahan bakar) .
- Mempengaruhi Performa peralatran.(Korosi & pengendapan pada sistem
pembakaran, Kerusakan pada mesin turbin dan boiler, Penurunan umur
pakai peralatan)

35
- Lingkungan ( Pencemaran udara dan emisi gas beracun, efek rumah kaca
dan perubahan iklim, Pengaruh terhadap kualitas air dsan tanah).
Sifat - sifat bahan bakar dalam proses pembakaran yang perlu diketahui antara
lain
3.3.1 Komposisi Kimia
Untuk fuel Oil, komposisi kimia secara umum adalah:
Carbon = 81 – 86 % wt
Hydrogen = 11 – 14 % wt
Oxygen = 0.3 – 0.6 % wt
Nitrogen = 0.01 – 1.0 % wt
Water = 0.5 % wt
Ash = 0.5 % wt
Sulphur = 0.3 – 0.5 % wt
Untuk Refinery.Fuel Gas, komposisinya ber variasi tergantung jenis fuel gas yang
diolah serta cara pemerosesannya. Sebagai contoh komposisi Refinery.fuel gas
adalah sebagai berikut:
CH4 32.0 % vol
C2H4 7.0 % vol
C2H6 27.0 % vol
C3H6 8.5 % vol
C3H8 20.0 % vol
C4H8 0.5 % vol
C4H10 0.5 % vol
H2S 4.5 % vol

3.3.2 Kandungan Sulphur


Efek sulphur terhadap nilai kalori dapat dijelaskan dengan dua aspek
utama yaitu efek langsung dan efek tidak langsung.

Efek langsung : Sulphur itu sendiri memiliki nilai kalori yang rendah. Ketika
sulphur terbakar, panas yang dihasilkan relatif kecil dibandingkan dengan bahan
bakar utama.

36
Ini berarti sebagian dari energi yang seharusnya dihasilkan dari pembakaran
bahan bakar, namun justru digunakan untuk membakar sulphur.

Efek tidak langsung : Pembakaran sulphur menghasilkan SO2, yang memilki nilai
kalori yang rendah atau bahkan nol. Karena SO2 tidak memberikan kontribusi
signifikan terhadap energi yang dihasilkan selama pembakaran, sulphur secara
efektif mengurangi nilai kalori.

Pada proses pembakaran bahan bakar, terjadilah reaksi antara hydrocarbon


dengan oksigen, maka sulphur yang terkandung dalam bahan bakar juga ikut
bereaksi menurut persamaan reaksi :

SO2 + O2 -------- SO2


2 SO2 + O2 -------- 2SO3

Selanjutnya SO2 dan SO3 hasil reaksi tersebut bertemu dan bereaksi dengan
uap air (H2O) yang berasal dari udara pembakaran maupun dari bahan bakarnya
sendiri. Persamaan reaksi lanjutan tersebut adalah sebagai berikut:

SO2 + H2O ------------ H2SO3


2SO3 + H2O ------------ H2SO4

37
Gambar 3.5 Refinery Unit

Hasil-hasil reaksi tersebut diatas terikut didalam Flue gas hasil pembakaran
sehingga mempunyai sifat korosi asam. Sifat korosi flue gas hasil pembakaran
sangat mungkin terjadi tergantung dari:
- Konsentrasi dari H2O dan SO3
- Tempratur operasi dari dapur, dimana kondisi didalam dapur harus selalu
dijaga pada tempratur kondensasi atau “Dew Point” dari SO3
Dalam praktek, maka untuk low sulphur fuel biasanya tempratur operasi dapur
dijaga sekitar 176oC. Pada tempratur yang jauh melebihi dari “dew point” 176 0C
akan menyebabkan adanya heat losses yang keluar melalui cerobong.
Sedangkan pada tempratur dibawah 1760C akan menyebabkan kondensasi
sehingga mengakibatkan korosi terhadap peralatan.
Disamping sifat korosi seperti telah diuraikan diatas, adanya kandungan
sulphur didalam bahan bakar menyebabkanpanas hasil reaksinya menjadi
rendah, sehingga kandungan SO2 di dalam bahan bakar sangat menentukan
harga dari bahan bakar tersbut.

38
Menurut Peraturan Pemerintah tentang Keselamatan Kerja dan lindungan
Lingkungan diberikan batasan kandungan sulphur didalam Flue Gas yang
dibuang keudara 800 ppm (maksimum).
Oleh karenanya besar kecilnya kandungan sulphur didalam bahan bakar menjadi
sangat pentingdalam pemilihan bahan bakar.

3.3.3 Nilai Kalori


Untuk menentukan nilai kalori dari bahan bakar, umumnya dipakai dua istilah
yaitu:
 Gross Heating Value (GHV)
 Lower Calorific Value (LHV)

 Gross Heating Value (GHV)


GHV atau juga disebut HHV (Higher Heating Value) merupakan nilai kalor total
yang terkandung dalam bahan bakar atau bahan yang dibakar. Ini mencakup
panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar, serta panas yang
dilepaskan oleh kondensasi uap air dalam gas buang. Jadi HHV atau GHV
mencerminkan jumlah energi yang tersedia secara total dalam bahan bakar.

 LHV (Lower Heating value)


LHV atau juga dikenal sebagai NCV (Net Calorific Value) merupakan nilai kalor
yang diukur setelah mengurangi jumlah panas yang terkandung dalam uap air
hasil kondensasi dari gas buang. Jadi LHV hanya mencerminkan energi yang
tersedia setelah uap air dikondensasikan dan tidak lagi ada dalam fase gas.
Pemilihan antara GHV dan LHV tergantung pada kebutuhan dan tujuan
pengukuran. Misalnya dalam aplikasi seperti perhitungan efisiensi thermal pada
proses pembakaran, LHV sering digunakan karena mengabaikan panas yang
tidak tersedia setelah kondensasi uap air. Namun dalam konteks lain, seperti
pembandingan bahan bakar berbeda, GHV dapat digunakan untuk mendapatkan
gambaran yang lebih lengkap tentang nilai kalor total yang terkandung dalam
bahan bakar. Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
LHV = GHV – ( Latent Heat of Vaporization x Moisture Content),

39
Dimana :
- LHV adalah lower heating value dalam satuan energi (kJ/kg, Btu/lb dlsb)
- GHV adalah Gross heating value dalam satuan energi yang sama dengan
LHV.
- Latent Heat of vaporization adalah panas latent uap air yang dihasilkan
saat kondensasi uap air. Nilai ini biasanya diberikan dalam satuan energi
per unit massa (misalnya kJ/kg atau Btu/lb
- Moisture content adalah persentase kandungan air dalam bahan bakar.

Perhitungan GHV dari fuel oil biasanya melibatkan analisa Laboratorium yang
komperhensif untuk memnperoleh data yang akurat. GHV fuel oil juga dapat
diestimasi dengan menggunakan nilai kalor jenis yang diketahui dan metode
perhitungan yang disebut “Metode Dulong”. Metode Dulong ini merupakan
metode perkiraan yang memperkirakan GHV berdasarkan komposisi kimia bahan
bakar. Rumus perkiraan GHV adalah sebagai berikut :

GHV = 33.33 x C + 1444,4 x (H – (O/8)) + 9.3 x S.

Dimana: C = Kadar karbon dalam persen berat, wt%.....( sekitar 85-90 wt%)
H = kadar hydrogen dalam persen berat, wt%.....( sekitar 10-12 wt%)
O = kadar oxygen dalam persen berat, wt%........( biasanya ,< 1wt%)
S = kadar belerang dalam persen berat, wt%.......( sekitar 1 – 5 wt%)

Pada reaksi pembakaran bahan bakar, potensi panas yang dibebaskan


merupakan (sebagian besar) dari reaksi hydrocarbon dan sulphur (C/H/S) dengan
oksigen dari udara pembakaran. Besarnya nilai kalori yang dibebaskan adalah
menurut persamaan reaksi sebagai berikut:.
Reaksi Nilai kalori
C + O2 -------------- CO2  8.100 Kcal/kg C
2H2 + O2 -------------- 2H2O  34.400 Kcal/kg H
S + O2 -------------- SO2  2.500 Kcal/kg S

40
Maka pengertian :
 GHV : adalah panas yang dihasilkan perkilogram fuel, berlaku bila
suhu awal dan akhir = 15 oC, dan air yang terbentuk berupa
cairan. Dengan demikian GHV dapat dirumuskan dalam
persamaan berikut :
GHV = (C% x 8100) + (H% x 34.400) + S% x 2500 Kcal/kg

Kenyataan dalam operasi, flue gas yang keluar dari stack tempraturnya masih
tinggi (diatas dew point), sehingga air yang ikut bersama-sama flue gas berupa
uap dan terikat dalam sampel analisa.
Maka rumus GHV cocok dipakai untuk penentuan harga fuel, maupun kalkulasi
secara cepat. Untuk menghitung nilai panas secara cepat, berlaku persamaan
sebagai berikut :
a. Bahan bakar Cair:

QU = 12400 – 2100 (Spec.Grav)2 Kcal/kg

b. Bahan Bakar Gas:


QU = 13.1384 (215 + 1500 x Spec.Grav Gas) x 1/Sp.Grav Btu/lbs.
QU = 7.2991 (215 + 1500 x Spec.Grav Gas) x 1/Sp.Grav Kcal/kg.

 LHV : Merupakan selisih antara GHV dengan panas yang dibebaskan


oleh kondensasi uap air menjadi air. Besarnya panas yang
dibebaskan = 600 Kcal/kg, dengan demikian maka LHV dapat
dihitung menurut persamaan :
LHV = (C% x 8100)+(H% x 29000)+(S% x 2500) – (W% x 600) Kcal/kg
Hubungan antara High (Upper) dengan Lower heating value dapat dinyatakan
menurut persamaan:
QL = QU - 1040 W
Dimana : W = Berat air yang terbentuk untuk setiap pound dari fuel.
1040 = Faktor pengurang dari Upper (QU) menjadi Lower (QL)
pada tekanan konstant
Untuk fuel gas, nilai kalornya dapat dihitung lebih teliti menurut komposisinya.

41
3.3.4 Impurities
Impurities didalam bahan bakar biasanya terdiri atas pasir, air maupun
kotoran lain misalnya kerak. Impurities dari air didalambahanbakar dapat
menyebabkan api pembakaran tidak stabil dan menurunkan nilai kalori dari bahan
bakar. Sedangkan impurities lain seperti pasir/kerak dapat menyebabkan
clogging.

3.3.5 Ash (abu)


Abu dari residual fuel minyak berat biasanya terdiri atas metal/logam
antara lain Mg, Si, V dan Fe dan sebagainya. Komponen tersebut dapat
menurunkan titik leleh dari batu tahan api,sehingga cepat rusak, Sedangkan pada
komposisi tertentu Vanadium dapat menyebabkan pipa-pipa pembuluh menjadi
mudah retak atau rapuh (Brittle).

3.4 Sifat-Sifat Fisika


3.4.1 Spec.Gravity.
 Spec.Gravity dari gas.
Spec.Gravity dari gas dapat dihitung dari komposisinya, Jika komposisi
tidak diketahui, maka dapat diukur dengan schilling apparatur atau
langsung dihitung malalui ratio antara barat gas dengan berat udara
pada P-T-V yang sama, maka:
M
Spec.Gravity Gas = ---- dimana, M = berat molekul
29

Kaitannya dengan density,jika diketahui bahwa Density udara = 1.2930 Kg/NM 3


(metric system) maka :
Density Gas = (Spec.Grav) Gas x 1.2930

 Spec.Garvity dari minyak

42
Merupakan ratio antara berat minyak dengan berat air pada volume
yang sama dan pada tempratur tertentu. Perbandingannya dengan
tempratur kadang-kadang dinyatakan dalam dua cara yaitu :
o Spec.Grav 15/15oC, berarti minyak dan air diukur pada volume dan
temperatur yang sama.
o Spec.Grav 15/40C, berarti air diukur pada 4 0C, karena pada 40C
density Air = 1 kg/liter. Dari pengertian tersebut diatas, maka
Spesific Gravity minyak (Spec.Gravity 15/40C) dapat dinyatakan
dalam persamaan :

Spec.Grav 15/4o C = Spec.Grav 15/15o C x 0.9991

3.4.2 Specific Heat


Adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu dari 1
kilogram substansi sebesar 10C dibanding dengan air pada berat yang sama,
dimana Specific Heat dari air pada tempratur antara 15–160C atau 60 – 610C
besarnya = 1
Satuan Specific Heat dinyatakan dengan : Btu/Lb 0F atau Cal/gram 0C.
Specific Heat dari berbagai density dari minyak untuk bermacam-macam
tempratur dinyatakan dalam suatu persamaan atau dapat menggunakan grafik-
grafik.

3.4.3 Heat Content.


Adalah merupakan total panas yang diperlukan oleh 1 kilogram minyak untuk
menaikkan suhu dari nol derajat (00C) sampai suhu tertentu (T0C). Dengan
demikian maka Heat Content dari M kg minyak pada suhu T 0C adalah sebagai
berikut:

Q = { M x (Co + Cr) x T } Kcal


2

43
Hubungan antara Heat Content (Kcal/Kg) dengan berbagai variasi suhu dari
bermacam-macam density minyak dinyatakan dalam grafik maupun penggunaan
persamaan yang berlaku.

3.4.4 Condradson Carbon Residue (CCR).


Condradson Carbon Residue dari residual fuel yang biasanya dinyatakan
dalam persen berat (% wt), dapat memberikan potensi terbentuknya kerak sekitar
Burner Throat/Tip, yang dapat menyebabkan tekanan bahan bakar menjadi tinggi,
sehingga arah dan panjang api berubah.
Bila kerak tersebut terbentuk disekeliling dinding luar pipa-pipa pembuluh maka
dapat menyebabkan terhambatnya proses perpindahan panas, dan pada
akhirnya dapat menurunkan efisiensi dapur
.
3.4.5 Viskositas.
Viskositas dari bahan bakar yang akan digunakan di dalam suatu dapur,
merupakan salah satu sifat yang sangat penting yaitu memungkinkan bahan
bakar tersebut mudah dipompakan atau tidak (Pumpability) dan mudah
dinyalakan atau tidak (Flammable). Agar bahan bakar tersebut mempunyai sifat
flammable, maka harus dicari viskositas yang tepat untuk memudahkan teknik
pengkabutannya (atomizing).
Di dapur-dapur kilang minyak, biasanya viskositas bahan bakar dijaga antara 25-
44 centistoke. Untuk menjaga viskositas tersebut, biasanya dikondisikan pada
tempratur tertentu (ada koreksi antara temperatur dengan viskositas), dengan
memasang pemanas (Fuel Conditioning) pada fuel systemnya.

3.5 Pengelolaan Bahan Bakar


Sebelum dilakukan pembakaran dalam dapur berapi, bahan bakar harus
dikelola dengan baik sehingga tujuan untuk memperoleh pembakaran optimum dari
bahan bakar dapat tercapai.
3.5.1 Pengelolaan bahan bakar gas (Refinery Fuel Gas)
Bahan bakar gas seperti natural gas maupun gas-gas kilang adalah paling
mudah dihandle dan dibakar. Hampir tidak ada persiapan-persiapan yang harus

44
dilakukan untuk bahan bakar gas Pada umumnya komponen bahan bakar gas terdiri
atas 85-95% Hidrogen dan Methane, sedang sisanya adalah hydrokarbon lain,
Nitrogen dan inert gas lain, yang diperoleh dari K.O. Drum maupun Vessel.

Secara proses phisis fraksi berat ikutan di dalam bahan bakar gas dipisahkan di
dalam drum/vessel menjadi kondensat.
Sedangkan bahan bakar gas kering yang diperoleh langsung disalurkan ke
dalam dapur-dapur berapi maupun boiler sebagai Refinery Fuel Gas dengan tekanan
sekitar 15-20 psig pada burner dan nilai bakar berkisar 1000 BTU/Ft3.
Proses pembakaran bahan bakar gas yang terjadi adalah sebagai berikut :

Panas yang dibebaskan


berkisar 23000 BTU/lb
Udara Bahan Bakar Gas Flue Gas

Nitrogen (N2) Karbon (C) Air (H2O)


Oksigen (O2) Hidrogen (H2) CO2,N2,SO2,SO3
Excess O2

Contoh Blok Diagram Pengelolaan bahan bakar adalah sebagai berikut:


Gambar III.1: Typical Refinery Fuel Gas System.

Vessel/Drum - 3 LPG Vaporizer

Mix Drum 6”
12”
16” 16”
Vessel/Drum

8” 10” 6” 10” 6”
Sumber gas Sumber gas Sumber gas

45
Vessel/Drum - 1 Vessel/Drum - 2

Dari blok diagram sederhana di atas, maka tujuan dari pengelolaan bahan bakar gas
(Refinery Fuel Gas System) adalah untuk mensuplai bahan bakar gas ke dalam
dapur-dapur berapi, boiler, gas engine maupun gas turbin pada tekanan dan nilai
panas yang konstan.
Di dalam Refinery Fuel Gas System termasuk di dalamnya adalah pipa
pengumpul (Pipe Header), mix drum dan pipa penyalur, sebagai back up system,
biasanya dilengkapi dengan system Vaporizer (LPG) yang berguna untuk
mempertahankan agar tekanan di dalam drum konstan. Apabila terjadi tekanan
berlebih, maka gas tersebut akan dibuang ke flaring system.

 Mix Drum
Umumnya tekanan gas pada burner di dapur-dapur berapi maupun boiler
dipertahankan pada 15-20 psig. Untuk menghindari adanya penurunan tekanan pada
saluran pipa distribusi maupun control valve, maka tekanan operasi di dalam mix
drum biasanya dipertahankan pada kisaran 30-40 psig.
Apabila bahan bakar gas dipakai untuk gas turbine di Kilang, maka tekanan bahan
bakar gas harus berkisar 125-150 psig, dan biasanya dibuat terpisah.

 System Perpipaan
Saluran distribusi gas antara mix drum headers pada burners biasanya berdasarkan
perhitungan kehilangan tekanan antara 0.2 – 0.5 psi untuk setiap 100 ft panjang
pipa.

3.5.2 Pengelolaan bahan bakar cair (Refinery Fuel Oil)


Pengelolaan bahan bakar cair (Refinery Fuel Oil) dirancang untuk tujuan agar dapat
menjamin kontinyuitas pengadaan fuel oil ke burner-burner pada dapur berapi.
Refinery Fuel Oil system terdiri atas fasilitas tanki penimbun, pemompaan,
pemanasan dan distribusi dari fuel Oil pada tekanan, temperatur dan viscosity sesuai

46
dengan yang dikehendaki, sehingga pengkabutan dan pembakaran bisa
dilaksanakan dengan baik.
Contoh Blok Diagram sederhana dari Pengelolaan bahan bakar cair (Fuel Oil)
adalah sebagai berikut :

Gambar Tyfical Refinery Fuel Oil System

Steam

Kondensat TI PI
Steam
LI
F.Oil TI
Make up Tanki penimbun Dual strainer Motor Pump
PI

Turbin Pump
Condensate

Ke burners

Dapur
Recircuration Heater

Heater
Distribusi Dual
Ke burners
Strainer
Dapur

PIC

Tanki Penimbun
Kapasitas tanki penimbun fuel oil biasanya dirancang untuk persediaan selama 5
hari (atau lebih) dari operasi pada normal firing rate di semua dapur berapi maupun

47
boiler ysng menggunakan fuel oil, dan biasanya terdiri dari satu atau lebih tanki
penimbun. Untuk fuel oil yang sumbernya terdiri dari beberapa macam komponen
(misal LSWR, Vacuum Bottom, Flux) maka disarankan mempunyai dua buah tanki
untuk memberi kesempatan Blending maupun Settling.
Temperatur dalam tanki harus di kontrol sehingga tidak melebihi temperatur
penguapan air, dan memenuhi syarat temperatur pemompaan. Untuk itu tanki fuel oil
dilengkapi dengan Temperatur Indicator (TI) ataupun Automatic Tempratur Control
(TC), dan tanki tersebut di isolasi.
 System Pemompaan dan Pemanasan.
System pemompaan dan pemanasan untuk mengatur viskositas fuel oil seperti yang
diinginkan, pada umumnya merupakan paket yang tidak terpisahkan. Tekanan
pemompaan dan temperatur fuel oil setelah pemanasan biasanya tergantung dari
jenis burner yang dugunakan.
Untuk jenis burner “Steam/air atomizing” biasanya bertekanan rendah, sedangkan
untuk jesis burner “Pressurized Atomizing” bertekanan tinggi.
Adanya penurunan/kehilangan tekanan karena gesekan dipipa, strainer, maupun
burner, maka pompa fuel oil biasanya dirancang dengan tekanan 125-150 % lebih
tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan seluruh dapur-dapur berapi sebagai
konsumen fuel oil. Sehingga diperoleh viskositas yang sesuai untuk tujuan
pengkabutan pada burner-burner didalam dapur berapi.

 System Perpipaan
Saluran isap dari pipa fuel oil umumnya di desain sedemikian rupa sehingga
kehilangan tekanan pada saluran tersebut tidak melebihi 0.3 Psi untuk setiap 100 ft
panjang pipa.
Saluran tekan sampai ke burner-burner serta sirkulasi biasanya dilengkapi dengan
isolasi, untuk mempertahankan temperatur pengkabutan pada burner-burner
maupun temperatur fuel oil pada tanki penimbun.

3.5.3 Pembakaran Fuel Oil


Penanganan pembakaran fuel oil lebih komplek bila dibandingkan dengan fuel
gas. Seperti telah diuraikan diatas, pengelolaan fuel oil meliputi berbagai kegiatan

48
yaitu penimbunan, dipanaskan agar dicapai kondisi dimana mudah dipompakan dan
pengkabutan (gasified) maupun atomisasi sehingga dapat mudah terbakar
Ada dua grade fuel oil yang umumnya dipergunakan sebagai bahan bakar kilang
pengolahan minyak, yaitu grade No 2 dan grade No.6.
Fuel Oil grade No.2 adalah jenis bahan bakar cair ringan, mudah dialirkan dan di
atomisasi tanpa pemanasan.
Fuel Oil grade No.6 adalah jenis bahan bakar cair berat, sangat viscous dan
membutuhkan pamanasan pada kisaran 175oF sampai dengan 225oF sehingga
dicapai viskositas yang sesuai dengan desain burner atomizer. Fuel Oil grade No.6
ini juga dapat menyebabkan timbulnya partikel-partikel zat yang tidak terbakar dan
asap pada flue gas hasil pembakaran, dan menyebabkan fouling pada permukaan
pipa terutama pada daerah konveksi.
Proses pembakaran bahan bakar cair yang terjadi adalah sebagai berikut:

Udara Bahan bakar cair


Panas yang dibebaskan
Nitrogen (N2) Hidrogen(H2) berkisar 18.500 BTU/lb
Oksigen(O2) Karbon(C)
Sulphur(S)
Ash Air (H2O)
Nitrogen (N2) CO2, N2.SOx,NOx,Ash,
Excess O2

3.6 Pengaturan tekanan pada suplai bahan bakar


Pengaturan suplai bahan bakar pada tekanan konstan sangat diperlukan, boiler
misalnya, suplai bahan bakar yang dibutuhkan hanya akan berubah jika beban boiler
berubah, dimana tekanan fuel yang disediakan akan bekerja pada range sesuai alat
kontrolnya.
Jika tekanan suplai fuel terlalu tinggi, boiler akan terbeban penuh dan control
valve terbuka sebagian. Keadaan ini menyebabkan alat kontrol terlalu sensitive
sehingga tekanan steam boiler tidak stabil. Maka tekanan fuel harus diatur sesuai
panas (BTU) yang dibutuhkan.

49
Jika tekanan suplai fuel terlalu rendah, panas yang disediakan tidak cukup
memenuhi beban boiler walaupun control valve terbuka penuh.
Untuk ketelitian pengukuran aliran suplai bahan bakar gas misalnya, tekanan fuel
gas harus stabil, karena aliran gas diukur berdasarkan tekanan dan di konversikan
secara matematik ke satuan volume pada tekanan standard. Maka jika tekanan
suplai gas berubah-ubah suplai (Volume) bahan bakar gas juga berubah-ubah.
Pada operasi dapur maupun boiler harus dilindungi dari suplai fuel yang
berlebihan akibat tekanan fuel terlalu tinggi pada up stream, sehingga akan
menimbulkan bahaya kebakaran pada alat maupun manusia.
Pada kondisi dimana tekanan suplai fuel bervariasi pada range yang lebar,
biasanya dipasang dua buah regulator besar dan kecil secara paralel, dimana
keduanya diset pada tekanan yang berbeda. Valve yang besar akan menutup pada
saat tekanan up stream rendah, dan aliran (rendah) akan diatur oleh valve yang
kecil, demikian sebaliknya.

3.7 Optimasi pembakaran di dapur.


Selama berlangsungnya proses pembakaran di dapur, diperlukan perhatian terhadap
kondisi nyala api yang optimum. Kondisi nyala api optimum yang dimaksud meliputi
warna api, panjang dan arah api,warna asap, atomizing dan kejadian-kejadian lain
disekitar proses pembakaran.
Beberapa kondisi nyala api sebagai hasil proses pembakaran yang terjadi adalah
sebagai berikut :
a) Nyala yang menghambur (puffing flame)
Diakibatkan karena banyaknya air yang terkandung didalam fuel oil atau
kondensat
steam atomizing
b) Nyala berputar dalam burner tile.
Diakibatkan tekanan fuel oil terlalu tinggi atau tekanan steam atomizing terlalu
rendah.
Biasanya beda tekanan antara fuel oil dan steam atomizing. diset antara 1.5 2.0
kg/cm2
c) Pengkabutan (atomizing) kurang sempurna

50
Diakibatkan suhu fuel oil terlalu rendah, Viskositas fuel terlalu tinggi disamping
tersumbatnya lobang burner tip sehingga proses pengkabutan terhambat.

d) Flame impingment.
Diakibatkan oleh suhu fuel oil terlalu tinggi, viskositas terlalu rendah atau karena
api mengenai burner tile. Berubahnya sudut pancar lobang burner tip karena erosi
juga dapat menyebabkan flame impingment.

e) Oil dripping
Adanya fuel (butir-butir bahan bakar cair) jatuh sebelum terbakar, penyebabnya
selain Viskositas fuel tidak tepat, atomizing kurang sempurna atau posisi gun burner
tidak tepat (terlalu tinggi/terlalu rendah).

f) Nyala api tiba-tiba mati.


Disebabkan oleh adanya air didalam fuel oil, terlalu banyak steam atomizing atau
karena kondensat yang terbawa steam, lobang burner tip buntu, perbandingan
steam/fuel ataupun udara/fuel kurang proporsional
.
g) Flame instability
Nyala api tidak stabil bisa disebabkan karena steam atomizing terikut kondensat,
ketidak setimbangan api yang keluar dan kembali ke quarl blok, atau kurang
sempurnya pencampuran fuel oil dengan steam atomizing didalam inner atomizer.

h) Flash back atau back fire


Diakibatkan karena katub (damper) terlalu menutup sehingga kesetimbangan draft
terganggu, penyalaan terlambat atau sekonyong-konyong kerangan fuel dibuka
lebar.

i) Warna nyala api


Warna nyala api keputih-putihan, karena udara/steam atomizing terlalu sedikit.
Biasanya diikuti dengan adanya asap hitam keluar cerobong. Warna nyala api

51
orange, adalah nyala yang baik dan proses pembakarannya sempurna. Biasanya
diikuti asap putih keluar dari cerobong.

Langkah-langkah untuk mengoptimalkan efisiensi pembakaran antara lain :


a) Menjaga udara pembakaran dipergunakan secara tepat.
Adanya udara pembakaran terlalu berlebihan akan mendinginkan ruang
pembakaran, sebaliknya jika kurang maka terjadi proses pembakaran tidak
sempurna. Pada dapur dengan air preheater, maka diupayakan temperatur
udara setinggi mungkin.
b) Menjaga temperatur fuel sedemikian Viskositas fuel terjaga konstan.
c) Menjaga tekanan fuel, udara dan steam atomizing tetap pada tekanan dan
jumlah yang proporsional.
d) Melakukan pembersihan burner tip secara berkala.

Langkah-langkah untuk mengoptimalkan efisiensi pertukaran panas didalam


dapur atau boiler antara lain :
a) Secara berkala mengoperasikan soot blower, untuk mengusir endapan jelaga
pada permukaan pipa diruang konveksi

b) Memasang strainer pada bagian isap pompa fuel maupun udara yang akan
masuk kedapur, dan membersihkan secara rutin.

c) Menghindari adanya flame impingment yang dapat mengakibatkan pemanasan


berlebih pada lokasi tertentu pipa pembuluh, sehingga menimbulkan kerak
didalam pipa karena terjadi reaksi rengkah, bahkan bisa menimbulkan hot spot
yang dapat menyebabkan pipa pembuluh pecah.

52
BAB-4
PROSES PEMBAKARAN DIDALAM DAPUR

4.1 Stoichiometri Pembakaran


Proses pembakaran adalah proses pencampuran atau proses reaksi kimia
antara bahan bakar hydrocarbon (C & H) dengan Oxygen (O 2) sehingga terbentuk
api yang menghasilkan panas dan gas hasil pembakaran (Flue gas). Adapun bahan
bakar (H-C) ada tiga jenis yang umum digunakan yaitu gas, minyak dengan
viskositas tinggi & rendah. Sementara kebutuhan Oksigen untuk pembakaran diambil
dari udara sekitar/bebas sehingga secara langsung udara berpengaruh terhadap
proses pembakaran. Unsur Api, bahan ini digunakan untuk mencapai kondisi dimana
pembakaran dapat berlangsung dengan sendirinya.

Persamaan kimia dalam stoichiometric combustion atau pembakaran sempurna


bahan bakar hidrokarbon dengan oksigen dari udara adalah:
Sebagai contoh misalnya, methan yang merupakan gas alam persamaan reaksinya
adalah:
CH4(g) + 202(g) CO2 (g)+2H2O(g) + heat

Sama seperti halnya dengan diesel/solar sebagai bahan bakar, persamaan reaksi
kimianya :
4C12H23(l)+7102(g) 48CO2(g) + 46H2O(g) + heat

Rumus reaksi pembakaran dapat bervariasi tergantung pada jenis bahan


bakar yang terlibat dalam proses pembakaran.berikut ini adalah beberapa contoh
rumus reaksi pembakaran bahan bakar hidrokarbon (Contoh : Metana)
Metana (CH4) adalah komponen utama dalam gas alam dan merupakan
contoh bahan bakar hidrokarbon.

53
Reaksi pembakaran sempurna metana dengan oksigen dituliskan sebagai berikut :

CH4 + 2 02 CO2 + 2H20

Dalam reaksi ini, metana (CH4) bereaksi dengan dua molekul oksigen (O2) dan
menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan dua molekul air (H2O).

Pembakaran Bahan Bakar Karbon (Contoh : Karbon padat)


Karbon padat seperti batu bara atau arang juga dapat mengalami pembakaran.
Reaksi Pembakaran sempurna karbon dengan oksigen dapat dituliskan sebagai
berikut:
C + O2 CO2

Dalam reaksi ini, karbon (C) bereaksi dengan oksigen (O2) dan menghasilkan
karbon dioksida (CO2).
Bahan bakar hidrokarbon yang lebih kompleks seperti Propana (C3H8) dapat
mengalami pembakaran dengan oksigen. Reaksi pembakaran sempurna propana
dengan oksigen dapat dituliskan sebagai berikut :

C3H8 + 502 3CO2 + 4H20

Dalam Reaksi ini, Propana (C3H8) bereaksi dengan lima molekul oksigen (O2) dan
menghasilkan tiga molekul karbon dioksida (CO2) dan empat molekul air (H2O).
Setiap reaksi pembakaran bahan bakar akan menghasilkan energi panas dengan
rumus umum :
Q = m x Cp x ΔT

Dimana “Q” adalah jumlah panas yang dilepaskan atau heat release (dalam satuan
energi, seperti joule atau kalori), m adalah massa bahan bakar yang terlibat dalam

54
reaksi (dalam satuan kilogram), c adalah kapasitas kolor spesifik bahan bakar
(dalam satuan energi per massa dan per suhu, seperti joule/kg 0k atau kalori / gram
0
C), ΔT adalah perubahan suhu yang terjadi selama reaksi (dalam satuan suhu,
seperti kelvin atau celcius).
Rumus Reaksi Pembakaran :
Q = M X ΔH
Dimana : Q adalah jumlah panas yang dilepaskan atau heat release (dalam satuan
energi,seperti joule atau kalori), m adalah massa bahan bakar yang terbakar (dalam
satuan kilogram) ΔH adalah entalpi perubahan reaksi pembakaran (dalam satuan
energi per massa, seperti joule/kg atau kalori / gram).

Rumus Pembakaran bahan bakar padat :


Q = m x HHV
Dimana : Q adalah jumlah panas yang dilepaskan atau heat releas (dalam satuan
energi, seprti joule atau kalori), m adalah massa bahan bakar padat yang terbakar
(dalam satuan kilogram), HHV adalah nilai kolor bahan bakar padat atau nilai kolor
tinggi (dalam satuan energi per massa, seperti joule/kg atau kalori/gram).
Q = m x Cp x ΔT
Where
Q = the absorbed duty
m = the flow rate of the process fluid
Cp = the specific heat of the process fluid
ΔT = the change in temperature

For Example :
Calculate the total absorbed duty if m = 600.000 lb/h (75.60 kg/s),
Cp = 0.826 Btu/lb-oF, (3458 ) / kg-oC), and the temprature increases from 200 0F to
300 0F, (93 oC to 149 oC)
Q = 600.000 X 0.826 X (300-200)
Q = 49 560 000 Btu/h
Q = 50 MMBtu /h or 14.5 MW

55
The rated duty of the heater in this example is there fore 50 MM Btu/h (14.5 MW).
The absorption of this duty is split batween the radiant and convection section, as
shown in figure 2-1.
Untuk mengenal proses pembakaran bahan bakar didalam dapur/Furnace,
diperlukan pemahaman tentang beberapa hal berikut ini :

 Bahwa bahan bakar gas merupakan gas ideal, sehingga kita harus ingat dengan
rumus-rumus gas ideal ;

PV = n RT
PV
= Constant
T

 Hukum Dalton : Ptotal = Ṕ1 + Ṕ2 + Ṕ3…….+ Ṕn

Hukum Amagat : Vtotal = Ṽ1 + Ṽ2 + Ṽ3……+ Ṽn


 Fraksi Volume = Fraksi mole = Fraksi Tekanan

n ṽ p’
Y = = =
N V P

 Volume 1 mole gas dalam keadaan STP = 359 ft3 = 22.4 ltr.

 Unsur-unsur mayor dalam Bahan Bakar terdiri dari C (Carbon) & H (Hydrogen).
Unsur-unsur minor : Nitrogen-Oxygen-Sulphur-logam-logam dll.

 Kadang-kadang analisa bahan bakar : Oxygen selalu dianggap terlihat dengan


hydrogen sebagai uap air, sehingga dengan demikian ada H 2 bereaksi dengan
O2 dan tak seluruh H2 bisa dibakar memberikan panas sehingga Net hydrogen =
Total hydrogen / Equivalent hydrogen yang terikat dengan oxygen.
 Pada reaksi pembakaran, C berubah CO atau CO 2 tergantung pada
kesempurnaan pembakarannya. Hydrogen memberikan H2O , S memberikan
SO2. Nitrogen (N) tidak bereaksi

56
Secara Stoichiometri pembakaran, proses pembakaran merupakan proses reaksi
kimia sehingga perhitungan-perhitungan pembakaran mengikuti perhitungan reaksi
kimia yang terjadi. Satuan yang digunakan dalam perhitungan reaksi pembakaran
adalah satuan “Mole”. Reaksi yang terjadi dalam proses pembakaran bahan bakar
yang umumnya komposisi hydrocarbon, yaitu Carbon (C) dan Hydrogen (H), maka
reaksi pembakaran adalah:

C + O2  CO2 + 32840 KJ/Kg Carbon


2H2 + O2  H2O + 119440 KJ/Kg. Hydrogen

Pada umumnya, karena pengelolaan bahan bakar yang kurang baik, suplai udara
pembakaran yang tidak cukup atau hal-hal lain, dapat menyebabkan reaksi tidak
sempurna, misalnya persamaan sebagai berikut:

C + 1/2 O2  CO + 9290 KJ/Kg Carbon


2H2 + O2  H2O + 119440 KJ/Kg. Hydrogen

Dari persamaan-persamaan reaksi tersebut diatas menunjukkan bahwa adanya


reaksi tidak sempurna menyebabkan nilai kalori yang dibebaskan rendah, tidak
effisien, beracun, juga menghasilkan partikel-partikel carbon terikut didalam gas hasil
pembakaran (g.h.p) dan menyebabkan polusi udara. Oleh karena itu teknik
pembakaran untuk memperoleh pembakaran sempurna menjadi suatu hal yang
sangat penting dalam pengoperasian suatu dapur.
Pada reaksi pembakaran, atom C berubah CO atau CO2 tergantung pada
kesempurnaan pembakarannya, hydrogen (H) memberikan H2O, S memberikan
SO2. Adanya Nitrogen (N) didalam udara kisaran perbandingan volume O2 : N2 = 21
: 79 merupakan komponen yang tidak mudah terbakar(inert).
Tetapi ada sejumlah kecil yang bereaksi dengan oxygen pada tempratur tinggi
membentuk Nox yang merupakan Polutan udara.
Dengan demikian maka hasil reaksi yang tidak dikehendaki didalam reaksi
pembakaran bahan bakar didalam dapur berapi adalah SO2, SO3, CO dan NOx

57
Nama Heating Lbudara/
Reaksi Bahan BM Value Lbbb
bakar (Btu/Lb) No Exces
H2 + 1/2O2  H2O
C + O2  CO2
Hydrogen 2 61400 34.6
C + 1/2O2  CO
Carbon 12 14600 11.6
CO + ½ O2  CO2
Carbon 12 4400 5.8
S + O2  SO2
CO 28 4050 2.48
CH4 + 2O2  CO2 +
Belerang 32 10160 4.35
2H2O
Methan 16 23920 17.28
C2H4 + 3O2  2CO2 +
Ethylene 28 21650 14.81
2H2O
Ethan 30 22350 16.13
C2H6 + 31/2O2 2CO2 +
3H2O

Pembakaran yang sempurna.


Pembakaran yang sempurna merupakan suatu pembakaran dimana semua
bahan bakar habis terbakar (bereaksi) dengan sejumlah oxygen yang tepat untuk
kebutuhan bahan bakar. Jadi perbandingan unsur yang terdapat dalam bahan bakar
dengan oxygen adalah tepat dimana analysa gas hasil pembakaran tidak terlihat
adanya CO. Dengan perkataan lain perbandingan antara unsur-unsur yang terdapat
dalam bahan bakar dengan oxygen adalah secara “Stochiometri” dimana dalam
analisa gas hasil pembakaran tidak terlihat adanya CO.

CH4 + 2O2  CO2 + 2H2O + kalori

Pembakaran sempurna adalah pembakaran yang paling baik, karena panas yang
dihasilkan adalah paling besar.

58
Mengenai perbandingan antara unsur-unsurnya didalam bahan bakar dan
oxygen bisa stochiometri, bisa juga tidak stoichiometri
Oleh karena pada dasarnya tidak ada yang sempurna, maka gas hasil
pembakaran (ghp) harus dianalysa untuk mengetahui sampai sebarapa jauh derajat
ketidak sempurnaan pembakaran tersebut.

Pembakaran Lengkap

CH4 + 3O2  CO2 + 2H2O + O2 + kalori

Pembakaran lengkap merupakan pembakaran dimana semua komponen-


komponen bahan bakar habis terbakar (bereaksi) sehingga didalam analysa gas
hasil pembakaran tidak ditunjukkan adanya C, CO, dan H2, namun masih ada O2.
Karena itu untuk mendapatkan pembakaran yang lengkap dalam praktek digunakan
Oxygen (O2) yang berlebihan (Exces Air). Tetapi excess air yang terlalu besar tidak
diinginkan dalam operasi dapur, karena kelebihan udara ini akan menyerap
sebahagian panas hasil pembakaran.
Untuk mencapainya agar terjadi pembakaran lengkap yang diharapkan, perlu
adanya pengaturan supply udara. Sehingga excess air dapat dibatasi dan kehilangan
panas dapat ditekan

Pembakaran tak sempurna.


Merupakan suatu pembakaran dimana tidak semua bahan bakar/komponen
bahan bakar terbakar menjadi CO2 dan H2O tetapi sebahagian oxygen dan
komponen bahan bakar membentuk CO. Hal ini disebabkan kekurangan oxygen
yang dibutuhkan untuk pembakaran. Dalam operasi pembakaran di dapur, hal ini
harus dihindari karena juga merupakan kerugian dimana bahan bakar yang tidak
terbakar ini tidak menghasilkan panas, bahkan menyerap sebahagian panas hasil
pembakaran, disamping itu CO merupakan racun/berbahaya.

59
4.2 Panas Pembakaran
Panas pembakaran merupakan sejumlah panas yang dihasilkan oleh suatu reaksi
pembakaran bahan bakar.
- Net Heating Value (NHV)
Sejumlah panas yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran dikurangi dengan
sejumlah panas yang dibutuhkan untuk pengembunan uap air yang terbentuk
dari reaksi pembakaran
- Gross Heating Value (GHV)
Merupakan sejumlah panas yang dihasilkan dari reaksi pembakaran termasuk
panas yang dibutuhkan untuk mengembunkan uap air yang terbentuk dari
reaksi pembakaran.

4.3 Analysa Gas Hasil Permbakaran.


Analisa gas hasil pembakaran atau gas buang adalah proses pengukuran dan
analisa komposisi gas yang dilepas dari proses pembakaran melalui cerobong
(Stack). Analisa ini memberikan informasi tentang tingkat berbagai polutan dan
efisiensi pembakaran Biasanya dilakukan dengan anlysa Orsat, yaitu analysa untuk
mengetahui kandungan CO2, O2 dan CO. Juga melalui cerobong ini dapat diambil
sampel untuk mengetahui kandungan Nitrogen oksida, sulphur dioksida (SO2).
Pengukuran lainnya mungkin meliputi partikel debu, suhu dan tekanan. Mengapa
analysa ini diperlukan, karena didalam prakteknya banyaknya udara yang digunakan
untuk pembakaran sesungguhnya tidak diketahui.
Pada suatu proses pembakaran dalam dapur, banyaknya bahan bakar yang
diperlukan dapat diukur dengan Flow meter. Tetapi banyak udara yang digunakan
tidak diukur, kalaupun diukur biasanya hanya untuk udara primer saja. Sehingga
banyak nya udara secundair yang dimasukkan dalam dapur juga tidak diketahui,
untuk itu digunakan analisa gas hasil pembakaran.
Gas buang hasil proses pembakaran bahan bakar (Flue Gas) dapat dilakukan
analisis dengan menggunakan bermacam-macam teknik dan peralatan tergantung
sifat komponen polutant yang diinginkan.

60
Berikut ini ada beberapa peralatan yang umum digunakan untuk meng-analisa
konsentrasi gas buangan / flue gas:
- Flue Gas Analyzer.
- Gas Chromatography (GC).
- Mass Spectrometry (MS).
- Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR).
- Electrochemical sensors.
- Particulate matter monitors.
Terkadang Flue Gas harus di analisa dengan menggunakan lebih dari satu macam
teknik pengukuran sehingga data tersebut dapat digunakan untuk memeriksa kondisi
operasi yang kurang / tidak efektif dan dapat mencegah pencemaran lingkungan.
Analisa gas buang penting untuk alasan lingkungan dan keamanan.
Konsentrasi tinggi polutan dalam gas buang dapat memiliki dampak negatif pada
kualitas udara dan kesehatan manusia. Informasi yang diperoleh dari analisis gas
buang juga dapat membantu mengidentifikasi area dimana pembakaran dapat
dioptimalkan dalam rangka mengurangi emisi dan meningkatkan efisiensi

Sample

CO O2 CO2
.
III II I
100
Buret ukur

CuCl2+HCl KOH Leveling Botol


Pyrogalol

10
I Berisi KOH
II Berisi Pyrogalol
III Berisi CuCl2 + HCl

61
Prinsip Pesawat Orsat terdiri dari 3 buah tabung reaksi yang di isi bahan-bahan
kimia untuk menyerap gas CO2, gas O2 dan gas CO. Lalu juga sebuah buret ukur
dengan kapasitas 100 cc dan sebuah Leveling Botol.
Leveling Botol berfungsi untuk mengalirkan gas atau menarik sampel ke
dalam buret gas, sekaligus mengukur ketinggian permukaan cairan yang ada dalam
buret gas dan % gas yang diukur.
Buret gas disini diselubungi jacket air agar gas yang di ambil suhunya sama dengan
suhu kamar. Perlu diketahui dan diperhatikan bahwa Pesawat Orsat bukanlah
Instrument Precisi. Oleh karena itu dalam cara penggunaannya harus diperhatikan
antar lain:
- Adanya kebocoran-kebocoran dari sambungan slang.
Untuk mengecek kebocoran diambil udara luar dengan volume tertentu, lalu
leveling botol di angkat ke atas beberapa lama. Apabila volume udara
berkurang, itu berarti ada kebocoran.
- Chemical yang dipergunakan
Chemical yang ada dalam pipet reaksi dengan pemakaian yang cukup lama
akan menurunkan aktivitasnya, Untuk itu pada waktu-waktu tertentu, harus
diganti..
- Urutan-urutan penyerapan tidak boleh di rubah, harus dari tabung I-II-III (pada
gambar)
Udara kelebihan
Persent kelebihan udara dalam pembakaran = ------------------------- x 100 %
Udara theoritis
atau

Udara kelebihan
% Kelebihan Udara = ---------------------------------------------- x 100%
(Total Udara – Udara kelebihan

Perlu dicatat bahwa apabila dalam gas hasil pembakaran terkandung CO,
maka Oxygen bebas yang terdapat dalam analysa Orsat bukan merupakan
kelebihan Oxygen. Tapi kelebihan oxygen yang sebenarnya adalah diperoleh
dengan mengurangkan equivalent oxygen yang digunakan untuk mengubah CO
menjadi CO2 kepada oxygen bebas.

62
Contoh Perhitungan.
1. Sebuah dapur menggunakan bahan bakar gas alam yang dianggap terdiri dari
senyawa H-C saja (Gas inert di abaikan). Gas hasil pembakaran setelah di
analysa dengan Pesawat Orsat :
CO2 : 9.5 % vol
O2 : 2.0 % vol
CO : 1.8 % vol
N2 : 86.7 % vol
Ditanya :
- Berapa perbandingan mole net hydrogen terhadap carbon dalam bahan bakar
- Berapa % kelebihan udara yang digunakan dlm pembakaran (Excess air = ?)

Jawab : Basis 100 mol g.h.p kering !!

Mole C Mole O2
CO2 9.5 mole 9.5 9.5
O2 2.0 mole - 2.0
CO 1.8 mole 1.8 0.9
N2 86.7 mole - -
11.3 12.4

Semua berasal dari udara Oxygen yang kelihatan. diperoleh dari


analysa Orsat
21
O2 masuk = ------ x 86.7 mole = 23.05 mole
79
O2 yang tidak kelihatan dari analysa Orsat = O 2 yang di ikat oleh H2 untuk
membentuk H2O = 23.05 – 12.4 = 10.65 mole
H2 + ½ O2 H2O
21.3 mole H2 + 10.65 O2 21.3 mole H2O

Net Hydrogen

63
Sudah tanpa panas pengembunan H2O

Jadi: Net Hydrogen = 21.3 = 1.88


C 11.3

Kelebihan O2 = 2.0 – 0,9 = 1,1 %

 % Kelebihan udara yang digunakan untuk pembakaran :

1.1 x 100% = 5.01 %


23.5 – 1.1

4.4 Udara untuk pembakaran


Pada soal di atas di ambil anggapan bahwa udara yang digunakan udara
kering ( tidak ada uap air yang dikandung) tetapi dalam praktek udara yang
digunakan selalu mengandung uap air, apalagi untuk udara tropis seperti di negara
kita yang mempunyai relatif humidity yang tinggi.
Dalam hal ini maka uap air yang berasal dari pembakaran, berasal dari :
1. Rreaksi pembakaran H2 dalam bahan bakar dan O2 dari udara.
2. Uap air yang dibawa oleh udara untuk pembakaran.

Apabila bahan bakar menggunakan minyak berat sebagai bahan bakar maka dalam
proses pembakaran bahan bakar tersebut dipakai uap air (steam) untuk atomisasi.
Perlu juga diperhitungkan apabila udara yang digunakan untuk pembakaran
adalah udara basah, maka untuk mengetahui berapa uap air yang terdapat dalam
udara perlu diketahui berapa % kelembapan atau relatif humidity nya.

Contoh Perhitungan-2 : (W.L Nelson Table 14-3 Hal 416) !!!

2. Fuel oil yang berupa Mid Continent Tapped Crude yang juga mengandung 1.1 %
Oxygen & Nitrogen. Ditunjukkan pada table 14.3 Nelson sebagai berikut :

64
0
API = 27.1
C ( Carbon ) = 86.1%
H2 ( Hydrogen) = 12.0 %
S ( Sulphur ) = 0.35 %
Ash Content = 0.45 %

Gross Heating Valve (GHV) = 19.376 BTU/lb


Lb udara/Lb bahan bakar yang di butuhkan untuk pembakaran pada 0% Excess
Air = 14.7 ( Stochiometri). % CO2 pada O(nol) % Excess air = 15.7 %

Hitung : Net Heating Valve (NHV) Fuel oil tsb

Penyelesaian :
H2 + ½ O2  H2O
Panas yang dibutuhkan jika 1 lb H2O di embunkan pada suhu 60oF = 1058.2 BTU
BM H2 = 2
BM H2O = 18
1 lb mole H2 bila dibakar, menghasilkan 1 lb mol H2O
2 lb H2 bila dibakar, menghasilkan 18 lb H2O

Basis perhitungan 1 lb fuel oil :


H2O yang dihasilkan = 0.12 lbmole x 18/2 = 1.08 lb.

NHV = GHV – Panas Pengembunan H2O


= 19376 BTU – (1.08 lb x 1058.2 BTU/lb)
= 18233 BTU.

Contoh perhitungan N0.3 ( Example 14-6 W.L Nelson Hal 428) !!!
3. Jika fuel (soal-2) di atas di bakar dengan 50% Excess air,

Hitunglah : Analysa Orsat dari flue gas dan Analysa gas hasil pembakaran kering

65
Penyelesaian : Basis 1 lb Fuel
.
C + O2  CO2
H2 + ½ O2  H2O
S + O2  SO2

0.861 lb
Mole C = = 0.0717 lbmole
12 lb/lbmole

0.12 lb
Mole H2 = = 0.0600 lbmole
2 lb/lbmole

0.0035 lb
Mole S = = 0.0001 lbmole
32 lb/lbmole

0.011 lb
Mole O2 = = 0.0004 lbmole
30 lb/lbmole

Note : Mole N2 & O2 = (BM : 14 + 16 =30 lb/Lbmole)

Oxygen yang dibutuhkan untuk :

Carbon = 1 x 0.0717 = 0.0717 lb mole


Hydrogen = ½ x 0.06 = 0.03 lb mole
Sulphur = 1 x 0.0001 = 0.0001 lbmole
Total = 0.1018 lb mole
0.0004
Oxygen dalam fuel = = 0.0002 . (dianggap N 2 : O2 = 1 : 1)
2
O2 yang dibutuhkan untuk pembakaran non Excess air
= (0.1018 – 0.0002) lb mole = 0.1016 lb mole.
Excess air 50 % = 0.1016 x 0.50 = 0.0508 lb mole.

66
O2 yang dibutuhkan untuk Excess air 50% :
= 0.1016 + 0.0508 = 0.1524 lbmole.

79
N2 dari udara = x 0.1524 = 0.5733 lbmole.
21
N2 dalam fuel = 0.0002 lb mole.
N2 dalam flue gas = 0.5735 lb mole

Orsat Analisis nya:

Lbmole %
CO2 0.0717 10.30
SO2 0.0001 0.01
O2 Excess 0.0508 7.30
N2 0.5735 82.39
Total 0.6961 100.00

H2O yang terbentuk = 0.06 lbmole. Sehingga :

Analysa gas basah :


Lbmole %
CO2 = 0.0717 9.48
SO2 = 0.0001 0.01
O2 = 0.0508 6.72

N2 = 0.5735 75.85

H2O = 0.0600 7.94

T o t al = 0.7561 100.00

67
BAB 5
TARGET PEMAKAIAN REFINERY FUEL
(PERFORMANCE)

Unjuk kerja suatu dapur dalam unit pengolahan (Refinery) sangat erat
hubungannya dengan masalah Energi. Kehilangan energi dalam perpindahan panas
terjadi ketika energi yang seharusnya ditransfer dari suatu objek ke objek lainnya,
hilang atau berkurang dalam jumlah yang tidak diinginkan. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa faktor, termasuk konduksi, konveksi dan radiasi.
Kehilangan energi melalui konduksi terjadi ketika panas berpindah dari satu
objek ke objek lain melalui kontak langsung. Proses ini dapat terganggu oleh
keberadaan bahan isolasi atau perbedaan suhu antara kedua objek yang
berhubungan.
Kehilangan energi melalui konveksi terjadi ketika panas ditransfer aliran fluida,
seperti udara atau air. Kehilangan energi melalui kinveksi dapat terjadi jika ada
turbulensi perubahan suhu atau ketidak stabilan dalam aliran fluida.
Kehilangan energi melalui radiasi terjadi ketika objek memancarkan panas
melalui gelombang elektromagnetik. Hal ini dapat terganggu oleh penghalang yang
menghalangi radiasi panas atau perbedaan suhu antara objek yang memancarkan
panas dan objek yang menerima panas.
Biasanya performance suatu dapur dinilai berdasarkan Effisiensinya. Jadi
dapur yang baik, efisiensinya tinggi dan sebaliknya yang kurang baik effisiensinya
rendah. Dapur-dapur yang bekerja secara batch dimana banyaknya panas yang
tidak bermanfaat pada saat dapur mulai bekerja dan dapur pada saat berhenti
bekerja efisiensinya sangat rendah (bisa mencapai hanya 15%).Effisiensi dapur yang
bekerja secara kontinyu jauh lebih tingi, namun demikian efisiensinya paling tinggi
berkisar 60 % - 75 %.
Efisiensi pembakaran adalah rasio antara jumlah enegi yang dikeluarkan
selama pembakaran bahan bakar dengan jumlah energi yang terkandung dalam
bahan bakar yang dibakar. Efisiensi pembakaran umumnya diukur dalam persentase

68
dan dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja mesin pembakaran seperti Boiler,
tungku dan mesin pembakaran dalam kendaraan.
Efisiensi pembakaran yang lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit limbah dan
emisi yang tidak diinginkan, serta mengurangi kebutuhan bahan bakar dan beaya
operasional yang terkait. Namun, mencapai efisiensi pembakaran yang lebih tinggi
dapat menjadi tantangan karena adanya kerugian dalam proses pembakaran seperti
kehilangan panas melalui dinding dan pipa, kondensasi, dan kehilangan panas dari
produk sampingan.
Efisiensi pembakaran dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, seperti
memperbaiki desain sitem, meningkatkan isolasi, menggunakan bahan bakar yang
lebih efisien, dam memelihara mesin atau sistem dengan baik untuk meminimalkan
kehilangan energi. Selain itu, penggunaan teknologi kontrol emisi seperti
penambahan alat pemurni gas buang juga dapat meningkatkan efisiensi pembakaran
dengan mengurangi jumlah emisi yang dihasilkan dari proses pembakaran.

Energy Intensity Index (EII) adalah sebuah indikator yang digunakan untuk
mengukur efisien Energi suatu Industriatau suatu sektor tertentu.indikator ini
mengukur jumlah energi yang dibutuhkan per unit out put dari suatu industri atau
sektor.EII biasanya di hitung dalam satuan energi per unit fiksi produksi, seperti
energi per unit produksi atau energi per unit pendapatan.
Semakin rendah nilai EII, semakin efisien energi digunakan dalam proses
produsi.Hal ini daapat mengurangi biaya operasional dan dapat membantu
menguragi emisi gas rumah kaca dan polutan lainnya yang dihasilakn dari proses
produksi.Sebagai contoh, industri yang menggunakan teknologi yang lebih efisien
energi dan mengadopsi praktik produksi bersih (Clean production) dapat mewakili
nilai EII yang lebih rendah dibandingkan dengan industri yang tidak melakukan
upaya untuk meningkatkan efisien energinya.
Indikator EII sering digunakakn oleh pemerintah, Lembaga internasional,dan
perusahaan efisien energi dan melakukan pemantauan terhadap perkembangan
efisien energi dari waktu ke waktu. Selain itu, EII juga dapat digunakan sebagai salah
satu kriteria dalam pengambilan keputusan investasi dan perencanaan strategis di
bidang industri.

69
5.1 Effisiensi Dapur
Effisiensi dapur adalah perbandingan antara panas yang berguna terhadap input
panas total, sedangkan panas berguna tersebut adalah panas yang digunakan
untuk memanaskan muatan/beban/umpan suatu dapur
Input panas total adalah seluruh panas total yang dimasukkan ke dalam dapur
meliputi panas yang diberikan oleh bahan bakar, panas yang diberikan atomizing
steam, panas yang dibawa oleh udara pembakaran dan panas yang dibawa bahan
bakar dari filter (Panas sensibel). Kadang-kadang kita dapat menyatakan :

Panas berguna
Effisiensi dapur = x 100 %
Panas berguna + Panas hilang

Panas yang hilang adalah sejumlah panas yang tidak berguna yang keluar
melalui dinding dapur, Fondasi, Atap, lubang-lubang dan panas yang dibawa oleh
gas hasil pembakaran (g.h.p).
Dari sejumlah panas ini, yang paling besar adalah panas hilang di bawa oleh gas
hasil pembakaran. Untuk dapur-dapur yang modern, panas hilang melalui dinding,
atap, fondasi dan lubang-lubang dapur dapat diperkirakan + 10 %. Sisanya adalah
panas yang dibawa oleh gas hasil pembakaran, sehingga biasanya panas ini
dimanfaatkan untuk Economizer atau Preheater.
Berdasarkan teori neraca panas didalam dapur atau boiler, maka perhitungan untuk
menentukan Thermal effisiensi atau efisiensi didapur dapat dilakukan dengan 3(tiga)
cara yaitu :
 Menentukan panas berguna dan Input panas total
 Menentukan panas berguna dan panas yang hilang
 Menentukan panas masuk dan panas keluar.
Namun, umumnya yang banyak digunakan adalah cara yang sederhana dan mudah
yaitu cara pertama.

70
5.1.1 Menentukan Panas yang berguna
Untuk menentukan panas yang berguna, haruslah diketahui kondisi input dan
output dari beban yang dimasukkan.
Metode yang dipakai adalah methode Neraca Panas. Di samping itu sifat fisik dari
beban juga harus diketahui.
Contoh.

To Vi s/d Vn
Ti Ln

Crude oil dengan °Api dan sifat distilasi yang tertentu pada suhu Ti akan dimasukkan
he dalam dapur menghasilkan suatu uap dengan komposisi: Vi s/d Vn dan residu Ln,
untuk panas yang berguna adalah :

HV1 + ….HVn + HLn + ΔH uap – H crude oil


(To) (To) (To) (To) (Ti)

5.1.2 Menentukan input panas total:


Panas masuk dapur
- Panas sensibel udara pembakaran : m.Cp.Δt
- Panas sensibel bahan bakar fuel oil : m.Cp.Δt
- Panas sensibel bahan bakar fuel gas : m.Cp (camp)..Δt
- Panas sensibel yang dibawa oleh steam: pakai steam table
- Panas sensibel dari H2O yang terdapat dalam bahan bakar
- Panas pembakaran dari bahan bakar

 Untuk fuel oil: dilihat dari nilai kalori (NHV & GHV) Yang diperoleh dari
grafik/table.
 Untuk gas ditentukan nilai kalori rata-rata seperti tabel dibawah ini.

71
Contoh untuk menentukan nilai calori rata-rata dari suatu “Refinery fuel gas”.

Refinery fuel gas dari suatu kilang pada hari tertentu menunjukan analysa sebagai
berikut: ( Ref. Table 14.4”Combustion Characteristic of Gas Fuel”, W.L Nelson Edisi
ke-4 Hal 414)

BM
Fuel % LHV %berat
Lb/lb Kcal/Kg
Gas Vol Kcal/Kg % molxBM= %berat
mole
28680 x 73.00 =
H2 36.14 28680 2.02 36.14 x 2.02 = 73.00
20.936.4
3636 x 5.11 =
H2S 0.15 3636 24.08 0.15 x 24.08 = 5.11
185.8
11955 x 43.94 =
C1 2.74 11955 16.04 2.74 x 1604 = 43.95
5.254,2
5.42 x 30.07 = 11351 x 162.97 =
C2 5.42 11351 30.07
162.98 18.499.9
11.24 x 44.10 = 11080 x 497.884 =
C3 11.24 11080 44.10
495.68 54.921,3
4.95 x 58.12 = 10905 x 287.694 =
iC4 4.95 10905 58.12
287.69 31.372,6
25.69 x 58.12 10933 x 1493.1 =
nC4 25.69 10933 58.12
=1493.10 163.240,6
6.11 x 72.15 = 10821 x 440.83 =
iC5 6.11 10821 72.15
440.84 44.703,3
7.51 x 72.15 = 10843 x 541.84 =
nC5 7.51 10843 72.15
541.85 58.752,8
3544.2 397.866.9

Ditanya: Nilai calori rata-rata

72
Jawab :
1. Dari buku Perry atau Nelson di peroleh harga-harga LHV/Low Heating Value-
Kcal/Kg, seperti pada kolom diatas yaitu 28680, 3636………..dst.
2. Tentukan BM masing-masing komponent fuel gas
3. Konversi % vol ke % wt dengan cara
BM = lb/lbmol lb = BM x lbmole
%wt = % lbmole x lb/lbmole = % lb = % wt
397.866,9
4. Nilai calori rata-rata = = 11.226 Kcal/kg
35,442

5.1.3 Menentukan Panas yang hilang


Panas yang hilang melalui dinding, pondasi, atap dapur serta lubang karena radiasi
ditentukan dengan cara perhitungan heat transfer. Tapi hal ini sulit dilakukan karena
bentuk dapur yang tidak sederhana, factor-factor geometris, perhitungannya juga
sulit dan merupakan pendekatan.
Biasanya semua jenis panas ini menjadi panas yang hilang karena radiasi, meskipun
tidak semua dikarenakan radiasi (± 10%).
Yang paling mudah adalah menentukan panas yang hilang dibawa oleh g.h.p, karena
hal ini bisa ditetapkan dengan adanya analysa g.h.p. dan lalu meninggalkan g.h.p.

Q = m x Cp x Δt

(analysa) (tabel) (selisih suhu standard dan suhu meninggalkan g.h.p)

Contoh soal
4000 Bbl/day crude oil 37 °API keluar dari preheater masuk dapur pada suhu 300°F.
Menurut analysa, crude oil ini akan menghasilkan bahan-bahan sebagai berikut

:
Bahan % Vol °API

73
Bensin 87 ON 12 64.5
Bensin regular 16 51.0
Kero 6 44
Diasel fuel 16 37.3
Gasoil 12 31.5
Topped crude 37 -
Total 99
Loss 1

Dari curva Equilibrium Flash Vaporazation (EFV) Atmosferic untuk Crude Oil tersebut
dapat ditentukan bahwa suhu yang dibutuhkan untuk penguapan 63 % hasil adalah
sebesar 6950F.
a. Hitunglah berapa total beban panas dapur.
b. Bila Effisiensi 81%, berapa jumlah kebutuhan bahan bakar jika dalam hal ini
dipakai bahan bakar yang mempunyai NHV = 1475 Btu/Ft3

4000 bbl/day

37 0API 300oF 695oF

Penyelesaian
Note : Beban dapur = panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 300 0F ke 695
o
F plus panas untuk menguapkan sebanyak 63% Crude Oil

74
Panas berguna
Efisiensi = x 100 % = 81 %
` Panas masuk

Pada appendix A Nelson hal 907.:


37 OAPI lb/jam untuk 1000 BPD = 12.237
Jadi 4000 BPD = 4 x 12.237 = 48.948 lb/hr
1. Panas sensible untuk menaikkan suhu Crude Oil dari 300 OF – 695 OF = Q

Q = m x Cp x Δt

Cp 300OF = 0.59 x 1.01 = 0.5959


Cp 695OF = 0.82 x 1.01 = 0.8282
Cp rata-rata = 0.7121
Q = 48.948 lb/hr x 0.7121 BTU/lb0F x 3950F = 13.768.069 BTU/hr
2. Panas yang di perlukan untuk menguapkan crude oil pada 695 OF.
4000 bbl/day x 42 gall/bbl x 1hari / 24 jam = 7000 gal/jam
Appe
Latent
ndix
% Heat of Total
A Mol
Fraksi Vo Gallon/jam Lb/jam Mol/jam evap Latent
Lb/ wt
l BTU/ heat
gallo
jam
n
Bensin 12 0.12 x 7000 = 840 6.01 5048 90 56.1 0 0
87 ON
Bensin 16 0.16 x 7000 = 6.46 7235 125 58 42 303.870
Reg
1120
Kero 6 0.06 x 7000 = 420 6.71 2818 165 17.1 68 191.624
Diesel 16 0.16 x 7000 = 6.98 7818 217 36 73 570.714
fuel
1120
Gasoil 12 0.12 x 7000 = 840 7.23 6073 320 19 72 437.256
Toppe 37 0.37 x 7000 = - - - - - -
d
2590
crude
Loss 1 0.01 x 7000 =70 - 245 35 7 0 -
1.503.464
a. Jadi, Total beban dapur = 13.768.069 Btu/jam + 1.503.464 Btu/jam
= 15.271.533 BTU/ jam

75
b. Eff = Panas berguna
Panas yang disuplai

0.81 = 15.271.533 BTU/jam


m x (1475) BTU/ft3
3

m = 15.271.533 BTU/jam m = 12.782 ft /jam

(0.81)(1475)BTU/ft3

Dengan cara yang sama, maka dapur pada eff. Tertentu, kebutuhan fuel dapat
dihitung sebagaimana table berikut:

Efisiensi (%) Fuel (ft3/jam)


85 12.181
81 12.782
75 13.805
70 14.791
65 15.929
60 17.256
55 18.825

Dari data tsb, maka Fuel Loss (utk soal diatas) dan kerugian akibat proses
pembakaran bahan bakar dapur dapat dihitung

5.2. Perhitungan Effisiensi Dapur


5.2.1. Permasalahan
Dalam menganalisa Performance Dapur biasanya dinilai dari effisiensinya. Makin
tinggi Effisiensinya maka dapur itu makin baik, dan sebaliknya dikatakan dapur itu
kurang baik bila effisiensinya rendah.
Perhitungan effisiensi dapur berikut ini didasarkan atas pengamatan pada saat
mengolah minyak mentah “kawengan”.
Menganalisa effisiensi dapur, kita tidak lepas dan selalu terlibat dengan masalah
panas, yang dalam hal ini panas tersebut antara lain :
- Panas yang dikandung oleh umpan masuk dapur
- Panas yang diserap oleh umpan.
- Panas yang di supply oleh bahan bakar
- Panas yang hilang dibawa oleh flue gas (Gas hasil pembakaran)

76
5.2.2 Langkah- langkah Perhitungan
Langkah – langkah perhitungan dimaksud antara lain :
 Menentukan kandungan panas umpan masuk dapur.
 Menentukan panas yang diserap oleh umpan.
yaitu panas umpan keluar dapur dikurangi panas umpan masuk dapur.
Panas keluar dapur ditentukan berdasarkan jumlah umpan yang teruapkan.
 Menentukan panas yang disupply oleh bahan bakar yaitu terdiri dari ;
- Panas yang dikandung oleh steam atomizing
- Panas sensible udara pembakaran
- Panas yang dikandung oleh fuel oil untuk pembakaran
- Panas pembakaran fuel oil
- Panas pembakaran fuel gas.
 Menentukan panas yang hilang dibawa oleh flue gas lewat cerobong asap ;
t2 t1
Qx = mx ( qx – qx ).
Dimana ; Qx = jumlah panas yang dibawa oleh zat x.BTU
Mx = jumlah lbmole zat x.
t2
qx = Panas zat x pada tempratur-t2 …….. BTU/lbmole.
t1
qx = Panas zat x pada tempratur-t1 …….. BTU/lbmole

 Membuat Neraca Panas

Panas yang diserap umpan


 Effisiensi dapur = x 100 %
Panas yang di supply oleh bahan bakar

5.2.3. Data perhitungan

- Data kondisi operasi ;


Tempratur Umpan masuk dapur : 176oF.
Tempratur Umpan keluar dapur : 662oF.
Tekanan Evaporator : 17.6 Psia

77
Temperatur stack : 700oF.
- Data Umpan;
Jumlah masuk dapur ltr/day : 280000
Spec. Grav. 60/60oF : 0.8550
o
API Gravity : 34.0
Distillation
o
IBP F : 156.
o
10 % Vol F : 279.
o
20 % Vol F : 392.
o
30 % Vol F : 469.
o
40 % Vol F : 518.
o
50 % Vol F : 558.
o
60 % Vol F : 608.
o
70 % Vol F : 662

- Data Produk ; - Berupa uap didalam Evaporator, yakni ;


Bensin- Kerosine – solar-PH Solar
- Berupa cairan yakni Residue
SG 60/60oF : 0.9136
o
API Grav : 23.4

- Data Fuel Oil ; Spec.Grav. 60/60oF : 0.9227


o
API Grav. : 21.9
Visc. Kin 140oF : 30 cSt.
Temperatur : 230 oF

- Data Fuel Gas ;


Komposisi % moles
H2S -
CO2 32.95
N2 0.42
CH4 62.22
C2H6 2.26

78
C3H8 0.84
iC4H10 0.19
nC4H10 0.26
iC5H12 0.12
nC5H12 0.11
C6H14 0.14
C7H16+ 0.49

Data ini diambil dari Laboratorium ( Lampiran .9)

5.2.4. Perhitungan.
Basis Temperatur : 60oF.
Waktu : 1 jam Operasi
- Menentukan panas yang di serap oleh umpan.
t30% + t50% + t70%
tv =
3

469 + 558 + 662


=
3

= 563oF

t70% - t10% (662 – 279)oF


Slope = =
60% 60%

= 6.4 oF/%

Koreksi temperature = - 43oF (Lampiran 1)

Mean Average Boiling Point = 563oF + ( - 43oF)

= 520oF

K = 11.6 (Lampiran 1)

Enthalpy umpan masuk dapur = (83 – 23) x 0.977 BTU/lb. (Lampiran 2)


= 58.62 BTU/lb.

79
Menentukan % umpan yang teruapkan.
Merupakan ASTM Dist ke EFV Dist. dari umpan ;
Slope DRL (Distillation Reference Line) = 6.4 oF/%
Slope FRL (Flash Reference Line) = 4.7 oF/% (Lampiran 3a)
50% DRL = t10% + (50 – 10) % x Slope DRL
= 279 + 40 x 6.4 oF
= 535oF
T50% (DRL – FRL) = 28oF (Lampiran 3b)
50 % FRL = 535oF – 28oF
= 507 oF
Menentukan temperature % vol yang lain seperti table berikut,
Dimana ;
- Untuk DRL dipakai Reference t10% dgn slope DRL
- Untuk FRL dipakai Reference t50% dgn slope FRL

%Vol ASTM Dist –DRL Flash Vaporation –


FRLoF
10 : 279 + (10-10) x 6.4 = 507 – ( 50 – 10) x 4.7 =
279 319
20 : 279 + (20- 10) x 6.4 = 507 – ( 50 – 20) x 4.7 =
343 366
30 : 279 + (30- 10) x 6.4 = 507 – ( 50 – 30) x 4.7 =
407 413
40 : 279 + (40- 10) x 6.4 = 507 – ( 50 – 40) x 4.7 =
471 460
50 : 279 + (50- 10) x 6.4 = 507 – ( 50 – 50) x 4.7 =
535 507
60 : 279 + (60- 10) x 6.4 = 507 – ( 50 – 60) x 4.7 =
599 554
70 : 279 + (70- 10) x 6.4 = 507 – ( 50 – 70) x 4.7 =
663 601
80 : 279 + (80- 10) x 6.4 = 507 – ( 50 – 80) x 4.7 =

80
727 648
90 : 279 + (90- 10) x 6.4 = 507 – ( 50 – 90) x 4.7 =
791 695
Ratio t; 10 % vol = 0.98
20 % vol = 0.82
30 % vol = 0.67
40 % vol = 0.57
50 % vol = 0.48 (Lampiran 3c)
60 % vol = 0.41
70 % vol = 0.34
80 % vol = 0.28
90 % vol = 0. 23

ASTM Dist. oF Ratio Flash Vaporation oF


% Vol
Curva DRL Δt Δt Δt FRL Curva
10 270 279 - 0.98 - 319 319
20 392 343 49 0.82 40.18 366 406.18
30 469 407 62 0.67 41.54 413 454.54
40 518 471 47 0.57 26.79 460 486.79
50 558 535 23 0.48 11.04 507 518.04
60 608 599 9 0.41 3.69 554 557.69
70 662 663 -1 0.34 -0.34 601 600.66
80 735 727 8 0.28 2.24 648 650.24
90 842 791 51 0.23 11.73 695 706.73

Dari table diatas, maka dapat dilukis curva ASTM Dist dan curva EFV Dist
pada tekanan 1 atm (14.7 Psi). Lampiran 4.
Dari kedua curva didapatkan titik potong (22.5% ; 419 oF). Sehingga diperoleh suhu
didih pada Tek. 17.6 Psi yaitu sebesar = 435oF ------------- Lampiran 5.
Dari titik (22.5% ; 435oF) di lukis curva EFV Dist tek.17.6 Psi yaitu curva yang
sejajar dengan curva EFV tek. 14.7 Psi.

81
Dengan menarik temperature 662oF (Kondisi umpan keluar dapur) maka akan
memotong curva EFV Dist Tek.17.6 Psi. Titik potong ini menunjukan persentase
yang teruapkan dari umpan.
Hasil menunjukan ;
o Teruapkan = 77.5% vol
o Cairan = 22.5 % vol
Dimana yang teruapkan ini berupa ;
o Bensin
o Kerosine
o Solar
o PH Solar
Sedangkan cairan adalah produk; Residue.
Persentase Berat: SG 60/60oF dari umpan = 0.8550
SG 60/60oF dari Residu = 0.9136
0.8550 = 0.225 x 0.9136 + 0.775 x SG 60/60 Teruapkan.

0.8550 – 0.20556
SG 60/60oF Teruapkan =
0.775

= 0.8380
= 37.4o API.
Persentase berat yang teruapkan,
0.8380
= 0.775 x
0.8550

= 0.7596
= 75.96 %.

Persentase berat cairan/ Residue = 24.04 %.

Kandungan panas uap pada 662oF;


o
API = 37.4
K = 11.6

82
Tek operasi = 17.6 Psia.
Sehingga kandungan panas uap keluar uap = 323 BTU/lb. (lampiran 2)

Kandungan panas cairan pada 662oF


o
API = 23.4
K = 11.7 * (Visc.Kin 122oF = 47 cs) (Lampiran 7)
Sehingga kandungan panas cairan dari dapur = 353.67 BTU/lb. .

Umpan: Jumlah masuk dapur = 280000 ltr/day


Sg 60/60oF = 0.8550
Temperatur masuk dapur = 176 oF
Kandungan panas pada 176oF = 58.62 BTU/lb
Temperatur keluar dapur = 662 oF
Kandungan panas pada 662oF ;
Berupa uap = 323 BTU/lb
Berupa cairan = 353.67 BTU/lb
Persentase teruapkan = 75.96 % wt
Persentase cairan = 24.04 % wt
Konversi Kg ke lb = 2.2

Panas umpan keluar dapur berupa uap.


0.7596 x 280000 x 0.8550 x 2.2 x 323
=
24

= 5.384.223.3 BTU/jam.

Panas umpan keluar dapur berupa cairan


0.2404 x 280000 x 0.8550 x 2.2 x 353.67
=
24

= 1.865.813.7 BTU/jam

83
Jumlah panas umpan keluar dapur =
(5.384.223.3 + 1.865.813.7) BTU/jam = 7.250.037 BTU/jam
Panas umpan masuk dapur :
28000 x 0.8550 x 2.2 x 58.62
= = 1.286.415.9 BTU/jam
24

Total panas yang diserap oleh umpan = 5.963.621,1 BTU/jam


Panas yang di supply oleh bahan bakar:
Panas yang di supply oleh fuel oil :
Pemakaian Fuel Oil untuk kilang + Boiler = 18330 ltr/day
Pemakaian Fuel Oil untuk boiler = 11000 ltr/day
Pemakaian Fuel Oil untuk kilang = 7330 ltr/day

Panas yang diserap umpan dapur = 5.963.621.1 BTU/jam.


Panas yang diserap umpan Reboiler = 891.890.5 BTU/jam. (Perhitungan)

Perb; Fuel oil untuk Reboiler = 891.890.5


Fuel oil untuk dapur 5.963.621.1
= 15 : 100
Jadi : Pemakaian Fuel Oil untuk kilang = 7330 ltr/day
15
Fuel Oil untuk Reboiler = x 7330 = 956 ltr/day
115

Pemakaian Fuel Oil untuk dapur kilang ----------- = 6374 ltr/day.

Data Fuel Oil ;


- Sg 60/60oF = 0.9227
o
- API Grav = 21.9
- Visc.Kin 140oF = 30 cs
Visc.Kin 122oF = 47 cs. (Konversi)
- Enthalpy 230oF = 79.70 BTU/lb (Lamp.2)
- K = 11.7 (Lamp.7)
- Net heating value = 18030 BTU/lb (Lamp.6)

84
Kandungan panas Fuel Oil.
6374 x 0.9227 x 2.2 x 79.70
= = 42. 967.7 BTU/jam
24

Panas pembakaran Fuel Oil,


6374 x 0.9227 x 2.2 x 18030
= = 9.720.301.7 BTU/jam
24
+
Total panas di supply oleh fuel oil = 9.763.269.4 BTU/jam

Kandungan Panas Steam


Kebutuhan atomizing steam.
= 0.4 lb tiap lb fuel oil (Nelson. Hal. 426)
6374 x 0.9227 x 2.2
= 0.4 x
24
= 215.65 lb/jam.

Temperatur Steam = 338oF


Enthalpy , H338oF = 2800 BTU/lb mole.
H60oF = 250 BTU/lb mole. (Lamp.10)

Kandungan panas steam


215.65
= x (2800 – 250)
18

= 30550.4 BTU/jam

Panas yang disupply oleh Fuel Gas.

85
Jumlah pemakaian Fuel gas di tentukan dengan cara pendekatan sebagai berikut
: Data tgl 1-31 Oktober 1982:

Kapasitas masakan Pemakaian gas


Masakan
ltr/bulan NM3/bulan

Ledok 2.722.482
75000
Kawengan 4.928.014

7.650.496
Pemakaian gas untuk masak kawengan sebanyak 4.928.014 ltr/bln
4.928.014 75000
= x
7.650.496 30

= 1610.36 NM3 ltr/bln

Pemakaian gas untuk kawengan dengan kapasitas 280000 ltr/day atau 8.400.000
ltr/bulan
8.400.000
= x 1610.36 NM3/day
4.928.014

= 2744.92 NM3/day

Pemakaian gas untuk 2 buah dapur.


= 2/3 x 2744.92
= 1829.95 NM3/day

1829.95 520
= x x 35.314 cuft/jam
24 550

= 2545,744 cuft/jam

Dimana ; 2/3 : dari 3 buah dapur , 2 diantaranya untuk memanaskan umpan.

520
: Perubahan NM3 (90oF) ke M3 (60oF)
550

86
35.314 : Konversi M3 ke Cuft.

Panas Pembakaran Gas.


Berdasarkan hasil analisa komposisi gas, maka dapat dihitung panas pembakaran
gas tersebut seperti pada table berikut :

Basis 1 lbmole, temp. 60oF.


NHV
Total heat
Komposisi BTU/lb at % Mole BM *) Berat
BTU
60oF*)
H2S -
CO2 32.95 44 14.498
N2 0.42 28 0.118
CH4 21540 62.22 16.03 9.974 214.840.0
C2H6 20450 2.26 30.05 0.679 13.885.6
C3H8 19960 0.84 44.06 0.370 7.385.2
iC4H10 19650 0.19 58.08 0.110 2.161.5
nC4H10 19700 0.26 58.08 0.151 2.974.7
iC5H12 19470 0.12 72.09 0.087 1.693.9
nC5H12 19540 0.11 72.09 0.079 1.543.7
C6H14 19420 0.14 86.11 0.121 2.349.8
C7H16+ 19340 0.49 100.13 0.491 9.495.9
26.678 256.330.3
Note : *) Lampiran 8.
Dengan demikian panas pembakaran gas = 256330.3 BTU/lbmole.
Jumlah pemakaian gas =
2545.744 Cuft/jam
= 2545.744 Cuft/jam
379 Cuft/lbmole
= 6,72 lbmole/jam
Jadi jumlah panas yang di supply oleh Fuel Gas.
= 256330.3 x 6.72

87
= 1.722.539.6 BTU/jam.

Menentukan jumlah lbmole C dan H2 dari Fuel (hydrocarbon).


Lbmole C dan H2 dari Fuel gas :
Dari analisa komposisi gas diketahui
Berat CH4 = 9.974 lb/lbmole gas.
Total berat CH4 dalam fuel gas
= 9.974 x 6.72
= 67 lb/jam

C/H ratio = 2.98 ------- H = 67/3.98


= 16.834 lb/jam
H2 = 16.834 lbmole/jam
2
= 8.417 lb/jam

C = 67 – 16,834 lb/jam
= 50.166 lb/jam
= 50.166 lbmole/jam
12
= 4.18 lbmole/jam

Selanjutnya dengan cara yang sama, dapat ditentukan jumlah mole C dan H 2 dari
masing- masing komponen fuel gas tersebut sebagaimana seperti tabel pada
halaman berikut ini :

88
Fuel Gas Masuk dapur = 6.72 lbmole/jam
Berat tiap
Berat total C/H H2 C
Komposisi lbmole fuel
(lb) Ratio (lbmole) (lbmol)
gas.(lb).
CH4 9.974 67 2.98 8.42 4.18
C2H6 0.679 4.56 3.97 0.46 0.30
C3H8 0.370 2.49 4.46 0.23 0.17
iC4H10 0.110 0.74 4.76 0.06 0.05
nC4H10 0.151 1.01 4.76 0.09 0.07
iC5H12 0.087 0.58 4.96 0.05 0.04
nC5H12 0.079 0.53 4.96 0.04 0.04
C6H14 0.121 0.81 5.11 0.07 0.056
C7H16+ 0.491 3.3 5.21 0.266 0.231
9.686 5.137
Lbmole C dan H2 dari fuel oil
Fuel oil = 6374 ltr/day
6374 x 0.9227 x 2.2
=
24
= 535.75 lb/jam
Rumus ;
% wt H = 26 – 15 x sg 60/60oF
= 26 – 15 x 0.9227.
H = 12.16 % wt
= 0.1216 x 536.75 lb/jam
= 65.27 lb/jam
65.27
H2 =
2
= 32.64 lbmole/jam.
% wt C = 100 – 12.16 = 87.84
C = 0.8784 x 536.75 = 471.48 lb/jam

89
C = 471.48/12
= 39,29 lbmole/jam (BM “C” = 12)
Total lbmole C dalam Fuel = 5,137 + 39,29
= 44,424 lb mole/jam
Total lbmole H2 dalam Fuel = 9,686 + 32,64
= 42,324 lbmole/jam

Menentukan jumlah lbmoles gas hasil pembakaran


- Orsat analisis : CO2 = 7.2 % vol
O2 = 10.7 % vol
N2 = 82.1 % vol
- Assumsi ; - Udara terdiri dari N2 = 79%
Fuel oil terdiri dari C dan H
Perhitungan.
Reaksi pembakaran ;
C + O2 ----------------------------- CO2
H2 + ½ O2 ------------------------- H2O
Lbmole C dalam fuel lb mole CO2
Lbmole H2 dalam fuel lbmole H2O
Gas hasil pembakaran :
CO2 = ………………………. 44.424 lbmole/jam.
H2O = ………………………. 42.324 lbmole/jam
10.7
O2 = x 44,424 = 66,019 lbmole/jam
7.2

82.1
N2 = x 44.424 = 506.557
7.2

Dasar ; N2 masuk = N2 keluar


Jumlah udara masuk dalam dapur ;
100
= x 506.557
79

90
= 641.2 lbmole/jam

Kelebihan Udara (Excess Air)


Oxygen yang diperlukan untuk pembentukan :
CO2 = 44.424 lbmole/jam
42.324
H2O = = 21.162 lbmole/jam
2

Total O2 = 65.586 lbmole/jam

79
N2 = x 65.586 = 246.728 lbmole/jam
21

Jumlah udara unntuk pembakaran = 312.314 lbmole/jam .(non excess air)


Kelebihan udara (Excess Air),
641.2 – 312.314
= x 100% = 51.3%
641.2
Panas sensible udara :
o o
90 F 60F
qud = mud ( qud - qud )

mud = 641.2 lbmole/jam.


o
90 F
qud = 415 BTU/lbmole. (Lampiran 10)
60oF
qud = 200 BTU/lbmole.

qud = 641.2 (415 – 200)

= 137858 BTU/jam

Penentuan panas yang hilang dibawa oleh Flue Gas

Panas yang hilang dibawa oleh Flue Gas terdiri dari panas yang hilang dibawa oleh ;

- CO2
- H2O
- C2

91
- N2

Pada temperature stack (700oF)

Dengan Lampiran 10 maka dapat ditentukan jumlah panas yang hilang yang dibawa
oleh masing-masing gas hasil pembakaran sebagai berikut :

- Panas hilang dibawa CO2 ;


700oF 60oF
Q =m (q - q )
CO CO CO CO
2 2 2 2

Q = 44.424 ( 6500 – 250) = ----------------- 277650 BTU/jam


CO
2

- Panas hilang dibawa H2O :


700oF 60oF
Q H2O = m H2O (q H20 - q H20 )

Q H20 = 42.324 ( 5950 – 270) = ------------ 240400 BTU/jam

- Panas hilang dibawa O2 :


700oF 60oF
Q O2 = m O2 ( qO2 - q O2 )

Q O2 = 66.019 ( 4750 – 200) = --------------- 300386 BTU/jam

- Panas hilang dibawa N2 ;


-
700oF 60oF
Q N2 = m N2 ( q N2 - q N2 )

Q = 506.557 ( 4750 – 200 ) = -------------- 2304834 BTU/jam


N2
Total panas hilang dibawa Flue Gas = --------- 3123270 BTU/jam

92
Neraca Panas.
Panas masuk system ;
- Panas pembakaran Fuel Oil = 9.720.301.7 BTU/jam
- Kandungan panas Fuel Oil = 42.967.7 BTU/jam
- Panas pembakaran Fuel Gas = 1.722.539.6 BTU/jam
- Panas Sensible dari udara = 137.858.0 BTU/jam
- Kandungan Panas Steam
– Atomizing = 30.550.4 BTU/jam

Total = 11.654.217.4 BTU/jam

Panas Keluar system ;


- Panas Diserap umpan = 5.963.621.1 BTU/jam
- Panas hilang dibawa Flue Gas = 3.123.270.0 BTU/jam

- Panas Hilang lewat dinding dapur = 2.567.326.3 BTU/jam

Neraca Panas

Panas BTU %
Masuk………………… :
Keluar ; 11.654.217.4 100.0
Diserap Umpan…………
Lewat Stack -------------- 5.963.621.1 51.2
Dinding dapur & 3.123.270.0 26.8
Losses-- 2.567.326.3 22.0

100.0

5.963.621.1
Effisiensi dapur = x 100 % = 51.2 %
11.654.217.4

93
Contoh lain tentang Perhitungan “Effisiensi Furnace/Dapur” suatu proses
distililasi minyak bumi.
Diketahui : Produk

Bensin 87 ON : 12% Vol

Bensin Regular : 16% Vol


P=35 Psig Kerosine : 6 % Vol

Diesel Fuel : 16 % Vol


Feed

36oAPI
K=11.5 Gasoil : 12 % Vol

Fuel Gas : 28.000 Ft3/jam


H2 : 36.19 % Vol
C1 : 2.74
Bottom Prouct : 37 % Vol
C2 : 5.42
Loss : 1 % Vol
C3 : 12.63
C3= : 3.25
I C4 : 25.70
n C4 : 5.01 Data Dist ASTM Feed EFV Dist
I C5 : 1.63
n C5 : 7.43 IBP : 100 200
5 % Vol 150 230
Density : 0.7 lb/ft3
10 % Vol 200 252
20 % Vol 286 310
30 % Vol 330 332
40 % Vol 410 380
50 % Vol 495 435
60 % Vol 560 461
70 % Vol 645 516
80 % Vol 730 572
85 % Vol 810 614
90 % Vol 865 628
Feed masuk dapur = 250oF dengan rate 100.000 bbl/day
Tekanan operasi = 350 Psig

94
Bensin 87  64.5 oAPI
Bensin req  51.0 oAPI
Kero  44.0 oAPI
Diesel  37.3 oAPI
Gasoil  31.5 oAPI

Ditanya : Efisiensi Dapur

Perhitungan :

Fuel LHV %wt Kcal


%Vol BM
Gas Kcal/Kg %mol x Bm %wt x LHV
28680 x 73.002 =
H2 36.19 28680 2.02 36.19x202=73.002
2093697.36
C1 2.74 11955 116.04 = 43.45 = 525422.25
C2 542 11351 30.07 = 162.98 = 1849985.98
C3 12.63 11980 44.10 =556.98 = 6672620,40
C3= 3.25 11700 42.0 =136.50 =1597050.00
IC4 25.70 10905 58.12 =1493,63 =16288580.40
nC4 5.01 10933 58.12 =291.18 =3183470.94
IC5 1.63 10821 72.15 =117.60 =780735.15
nC5 7.43 10843 72.15 = 536.07 =581260701
3411.942 38804169.49

38804169.49
1. Calori rata-rata = 11373,04488 Kcal/kg
3411.942
= 11373.04488 x 1.8 BTU/lb

= 20471,481 BTU/lb

Jumlah fuel = 28.000 ft3/jam

= 28.000 ft3/jam x 0.7 lb/ft3

= 19.600 lb/jam.

Jumlah Calori yang dihasilkan = 19600 lb/jam x 20471.481 BTU/Lb

= 401241027.6 BTU/jam

= (Panas yang disupply.) !!

2. Product :

Bensin 87 ON : 12 % Vol

95
Bensin Req : 16 % Vol

Kerosine : 16 % Vol

Diesel F : 16 % Vol

Gasoil : 12 % Vol

Losses : 1 % Vol

37 % Vol

% Vol teruapkan = (100 - 37) % vol = 63 % vol

3. Menentukan suhu flash :

 Disini kita dimaksudkan membuat phase diagram, apabila tekanan operasi > 1
atm.

 Apabila tekanan operasi 1 atm, suhu flash = suhu pada EFV dist sesuai
dengan % vol teruapkan.
(Misal : 60 % vol EFV temperatur nya xoF maka suhu Flash LHK 60%
teruapkan dalam xoF)  langsung diambil dari Dist EFV, asalkan EFV dist
pada 1 atm juga.

 V.A.B.P ASTM = t10 + t30 + t50 + t70 + t90


5

= 200 + 380 + 495 + 645 + 865


5
= 507oF

 Slope ASTM = t90 – t10 = 865 – 200 = 8.3


80 80

 Menentukan Tc/Temperatur Kritis  dgn FiG 12-10 Edmister


V.A.B.P = 507oF Tc – VABP = 342oF
o
API Grav = 36 Tc – 507 oF = 342oF
Tc = 507 oF + 342oF
Tc = 849 oF
 Menentukan Pf / Tek.Focal  dgn FiG 12-11 Edmister
VABP-ASTM = 507oF

96
o
API Grav = 36 Pc = 680oPsia
Slope = 8.3
 Menentukan PF/Tek.focal  dgn FiG 12-12 Edmister
VABP = 507oF PF – Pc = 225
Slope = 8.3 PF = 225 + 680 = 905 Psia.

 Menentukan TF / Temperatur Focal  dengan FiG 12-13 Edmister


VABP = 507oF T F – TC = 114 oF
Slope = 8.3 TF – 849oF = 114 oF  TF = 114 + 849 = 963oF

Hasil – hasil TF, PF, TC dan PC serta data EFV dist di plot dalam grafik log (tersedia)
Dari hasil plot tersebut diatas, ternyata dengan 63% teruapkan dan tekanan 35 Psia
diperoleh suhu flash 550oF (35 Psig = 35 + 14,7 = 49.7 Psia).

4. Menentukan Sensible Heat


Dalam hal ini sensible heat untuk menaikkan dari suhu 250oF ke 550oF
Q = m Cp.dt.
FiG : 5-1 Nelson : Cp 250oF = 0.56 x 0.98 = 0.55
Cp 550oF = 0.73 x 0.98 = 0.72

Cp rata-rata = 0.55 + 0.72 = 0.635


2

m = 100.000 bbl/day
= 100 x 12310 lb/jam (APP,,A” Nelson Hal: 907)
= 1231000 lb/jam.

dt = 550 oF – 250 oF = 300 oF

Q = m.Cp.dt.
= 1231000 lb/jam x 0.635 BTU/lboF x 300 oF
= 234505500 BTU/jam

5, Menentukan Latent Heat yang teruapkan

97
100.000 bbl/day = 100.000 bbl/day x 42 gall/bbl x 1 hari/24 jam

= 175.000 gallon/jam

Lb/ Laten Total latent


%
Product Gall/jam gall Lb/jam heat of heat,
Vol
*) evap **) Btu/jam

0.12 x
Bensin 6.0 21.000x6.01=126.21
12 175,000 0 0
87 ON 1 0
= 21.000
0.16 x
Bensin 6.4 180.880 x 42
16 175.000 = 180.880 42
Reg 6 = 7. 596.960
= 28.000
0.06 x
6.7 70.455 x 68
Kerosine 6 175.000 = 70.455 68
1 = 4.790.940
= 10.500
0.16 x
6.9 195.440 x 83
Diesel F 16 175.000 = 195.440 83
8 = 16.221.520
= 28.000
0.12 x
7.2 151.830 x 93
Gasoil 12 175.000 151.830 93
3 = 14.120.190
= 21.000

Total = 42.729.610

*) Appendix A Nelson (hal : 905-909)


**) FiG 5-8 Nelson .

Total Latent heat = 42.729.610 BTU/jam


Total beban panas dapur = (42.729.610 + 234.505.500) BTU/jam
= 277.235.100 BTU/jam

Panas yang berguna


Effisiensi Dapur = = x 100%
Panas yang disupplay

277.235.100 BTU/jam
= x 100%
401.241.027.6 BTU/jam

98
= 69.8 %

99

Anda mungkin juga menyukai