Pendahuluan
1.1. Pengertian
Dalam industri pengolahan minyak bumi dibutuhkan suatu peralatan untuk memanaskan
fluida yang disebut furnace. Furnace atau heater atau sering disebut fired heater, adalah
suatu peralatan yang digunakan untuk memanaskan cairan di dalam tube, dengan sumber
panas yang berasal dari proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar gas atau cairan
secara terkendali di dalam burner.
Tujuan pemanasan ini adalah agar diperoleh kondisi operasi (suhu) yang diinginkan pada
proses berikutnya dalam suatu peralatan yang lain. Supaya proses pemanasan berlangsung
optimal, maka tube-tube furnace dipasang atau diatur sedemikian rupa sehingga panas yang
dihasilkan dari pembakaran dapat dimanfaatkan.
Rancang bangun furnace juga harus diperhatikan dengan teliti supaya panas yang
dihasilkan tidak terbuang ke udara. Misalnya panas hilang lewat dinding dan cerobong
(stack).
Hal ini berhubungan dengan struktur refraktori untuk dinding serta suhu gas buang dari
pembakaran dan udara excess. Jika suhu stack, dan udara excess tinggi maka akan semakin
banyak panas yang hilang terbawa oleh flue gas. Furnace akan beroperasi dengan efisien,
apabila:
- Sistem penyalaan api burner baik
- Reaksi pembakaran berlangsung sempurna
- Panas pembakaran dari fuel gas dan fuel oil dapat tersalur dengan baik pada cairan
yang dipanaskan
- Permukaan tube furnace bersih
- Dapat memperkecil panas yang hilang baik melalui stack / cerobong maupun dinding
furnace.
1
1.2 Jenis heater
Terdapat berbagai variasi dalam mendesain fired heater. Ditinjau dari bentuk casingnya,
pada umumnya tipe furnace yang digunakan di kilang minyak ada tiga macam, yaitu
berbentuk box, silindris, dan cabin. Tipe desain furnace dapat dilihat di gambar I.1
2
1. Furnace tipe box
Merupakan furnace yang konfigurasi strukturnya berbentuk box. Terdapat berbagai
desain yang berbeda untuk furnace tipe box. Desain ini meliputi berbagai macam
variasi dari konfigurasi tube coil, yaitu horizontal, vertikal, helikal dan arbor.
Gambar 2 memperlihatkan salah satu jenis furnace tipe box dengan coil horizontal dan
diperlihatkan beberapa komponen utamanya.
3
Tube dalam seksi radiasi dalam furnace disebut tube radian/ radiant tube. Panas yang
diambil oleh tube-tube ini terutama diperoleh langsung secara radiasi dari nyala api dan
dari pantulan panas refractory.
Shield tube/ tube pelindung biasanya ditempatkan pada bagian bawah seksi konveksi.
Karena tube-tube ini menyerap baik panas radian maupun panas konveksi, maka tube-
tube tersebut akan menerima kerapatan panas yang tertinggi.
Daerah dengan heat density (kepadatan panas) yang lebih rendah adalah seksi konveksi.
Tube pada seksi ini disebut tube konveksi/ convection tube. Panas dalam seksi konveksi
berasal dari panas hasil pembakaran yang melalui seksi konveksi.
Ukuran dan susunan tube dalam heater tipe box ditentukan oleh tipe operasi heater -
misalnya distilasi crude oil atau cracking, jumlah panas yang diperlukan, dan jumlah
aliran yang melalui tube.
Heater tipe box dapat berbentuk up-draft (arah flue gas ke atas) atau down-draft (arah
flue gas ke bawah), dengan burner gas (fuel gas) atau minyak (fuel oil) yang
ditempatkan di sisi dinding, di lantai, di atap atau kombinasinya.
Setelah tube konveksi yang dipasang di seksi konveksi, tube pelengkap biasanya
dipasang untuk memanaskan udara burner atau membangkitkan steam superheated
untuk keperluan proses atau lainnya.
Dua barisan pipa terbawah dibagian konveksi merupakan “Shield” (shield section).
Dapur cabin mempunyai effisiensi lebih tinggi dari pada dapur jenis lain. Dapur ini
sering dijumpai di industri. Kapasitas maksimum yang dicapai 120 mm BTU.
4
Gambar 3 memperlihatkan salah satu jenis furnace tipe cabin dan diperlihatkan
beberapa komponen utamanya.
5
Panas dipancarkan secara radiasi di bagian silinder. Bagian konveksi berada di atas
bagian radiasi. Diantara bagian radiasi dan konveksi dipasang kerucut untuk
menyempurnakan radiasi (Reradiating Cone). Dapur ini biayanya murah dan harga
bahan bakarnya rendah. Pemanasan yang diperlukan tidak begitu tinggi dengan
kapasitas maksimum 70 mm BTU.
6
Selain ketiga jenis furnace di atas masih terdapat beberapa tipe furnace berdasarkan
susunan dari tube di bagian radiasi dan konveksi.
Kebanyakan heater coil vertikal dipanasi dari bawah, dengan stack langsung dipasang
di atas heater. Namun down draft vertikal heater juga telah digunakan.
1. Bagian Radiasi
Terdiri dari ruang pembakaran dimana tube ditempatkan di sekeliling ruang bakar.
Masing-masing tube dihubungkan dengan elbow. Fluida proses disirkulasikan di dalam
rangkaian tube, dan panas ditransfer dari bahan bakar secara radiasi. Sebagian panas
7
ditransfer secara konveksi antara udara dan bahan baker yang panas dengan tube. Suhu
flue gas (gas buang) yang keluar dari bagian radiasi cukup tinggi (berkisar antara 700
s.d. 1100oC).
2. Bagian konveksi
Untuk merecovery panas sensible dari flue gas, maka fluida proses disirkulasikan pada
kecepatan tinggi melalui rangkaian tube yang dipasang secara parallel maupun tegak
lurus, pada suatu bagian dimana panas ditransfer secara konveksi. Tube kadang-kadang
diberi sirip untuk memperluas permukaan transfer panas dengan flue gas. Efisiensi
furnace dengan bagian konveksi akan lebih besar daripada furnace yang hanya dengan
bagian radiasi saja.
3. Stack
Berfungsi untuk mengalirkan gas hasil pembakaran (flue gas) ke udara bebas.
Bagian konveksi pada furnace biasanya terletak di bagian atas. Tube di bagian radiasi,
ditempatkan di depan dinding isolasi refractory furnace. Antara tube dengan dinding
furnace dipisahkan dengan oleh ruang kosong dengan jarak sekitar satu kali diameter tube.
Meskipun panas yang diterima tube tidak terdistribusi secara merata, panas radiasi akan
menjangkau keseluruhan permukaan tube.
Tekanan di dalam furnace dijaga negatif di bawah tekanan atmosfer demi keamanan.
Tekanan dalam furnace diatur dengan stack draft, atau kadang-kadang dengan draft fan,
yang berada di atas bagian konveksi atau diletakkan di tanah di samping furnace.
Pembakaran udara dilakukan di burner di dalam ruang bakar di bawah tekanan atmosfer
(natural draft burner). Untuk memperoleh pembakaran yang sempurna, perlu ditambahkan
udara excess sesuai dengan perbandingan stoikiometrinya.
Secara umum penggunaan udara excess dinyatakan dalam persen (%) stoikiometri, seperti
ditunjukkan pada tabel 1.1
8
Tabel 1.1 Penggunaan udara excess
Besar kecilnya panas yang hilang bergantung pada udara panas yang dikeluarkan lewat
stack. Laju alir flue gas meningkat dengan bertambahnya udara excess, oleh karena itu,
furnace sebaiknya dioperasikan dengan udara excess yang memadai. Excess udara yang
terlalu kecil akan menyebabkan losses bahan bakar karena adanya sejumlah bahan bakar
yang tidak terbakar. Losses bahan bakar ini kemungkinan bisa lebih besar daripada
efisiensi yang diperoleh karena mengurangi udara excess. Karena itu perlu diupayakan
untuk menghasilkan pembakaran yang sempurna tanpa adanya bahan bakar yang tidak
terbakar.
Suhu flue gas merupakan faktor utama penyebab kehilangan panas. Untuk itu perlu
diupayakan mendinginkan suhu flue gas, dengan merecovery panas sisa melalui suatu
proses perpindahan panas. Untuk mendinginkan flue gas, harus ada fluida dingin yang
9
dikontakkan (dipanaskan). Dengan proses ini suhu flue gas yang terlalu tinggi dapat
diturunkan, yang sering disebut dengan efisiensi panas.
yang disusun parallel dan antara satu dengan yang lain dihubungkan dengan 180o
return bend yang dilas pada pipa atau sambungan khusus yang disebut plug header
Tube yang dipergunakan harus tahan terhadap suhu dan tekanan operasi tertentu sehingga
tidak terjadi perubahan bentuk dan mempunyai daya hantar panas yang tinggi.
Pemilihan material untuk rangkaian tube didasarkan pada beberapa kriteria sebagai
berikut:
- Resistansi terhadap korosi karena fluida panas
- Resistansi terhadap oksidasi karena udara pembakaran
- Ketahanan mekanis terhadap suhu yang tinggi berkaitan dengan : (1) Tekanan
dalam tube yang disebabkan fluida panas, dan (2) Tegangan mekanis yang
disebabkan berat dari rangkaian tube dan fluida yang ada di dalamnya.
Beberapa material utama sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.2, dengan ketahanan
oksidasi karena flue gas pada suhu kerja yang maksimum.
10
Tabel 1.2 Material tube furnace
2. Tube Support
Tube support berfungsi untuk menyangga tube agar tidak melengkung akibat panas
pembakaran pada saat furnace beroperasi. Material yang digunakan harus tahan
terhadap : flue gas, oksidasi, korosi karena liquid sisa bahan bakar (sulfat) dan
memiliki ketahanan panas mekanis yang baik.
Pada beberapa kasus, material yang digunakan berupa logam dengan sedikit atau tanpa
campuran (alloy), tetapi logam ini diproteksi dengan lapisan batu tahan api (refractory
lining) untuk melindungi dari pengaruh flue gas (suhu dan oksidasi). Material ini
terutama banyak digunakan pada bagian konveksi.
11
3. Dinding Dapur
Dinding dapur terdiri atas 4 lapisan, lapisan paling dalam disebut refraktory yang
berfungsi sebagai penahan dan pemantul panas, lapis kedua berupa susunan batu tahan
api yang berfungsi selain untuk tempat melekatnya refraktory juga sebagai isolator,
lapis ke tiga berupa glass wool berfungsi sebagai isolator, lapis keempat berupa plat
baja yang berfungsi sebagai penyekat dapur dari udara luar dan juga sebagai struktur
furnace.
Material yang digunakan sebagai pelapis harus memiliki sifat-sifat yaitu : memiliki
Thermal conductivity yang rendah, memiliki ketahanan mekanis yang tinggi, memiliki
ketahanan yang baik terhadap berbagai variasi temperatur serta mudah dipasang
4. Air Register
Pelat berlubang yang berfungsi untuk mengatur masuknya udara pembakaran pada tiap
tiap burner.
12
5. Pilot Burner
burner kecil yang harus selalu menyala selama furnace sedang beroperasi
6. Burner
berfungsi sebagai tempat terjadinya reaksi pembakaran antara bahan bakar dengan
udara.
7. Peep Hole
berfungsi untuk mengamati bentuk / warna api (flame patern) dari masing-masing
burner.
8. Snuffing Steam
Pipa tempat mengalirkan steam yang berfungsi untuk mengusir (purging) gas-gas sisa
dari dalam ruang pembakaran furnace sebelum dilakukan penyalaan api awal, untuk
mematikan api apabila terjadi kebakaran di dalam dapur dan membantu menciptakan
tarikan udara (draft) di dalam dapur.
9. Explotion Door
berfungsi sebagai alat safety terhadap ruangan furnace apabila sewaktu-waktu terjadi
tekanan lebih di dalam ruang furnace.
10. Stack Damper
Katup yang berfungsi untuk mengatur tekanan dan kecepatan aliran gas hasil
pembakaran yang keluar melewati stack, agar tekanan didalam furnace lebih rendah
dibanding tekanan diluar furnace
11. Soot Blower
Peralatan yang berfungsi untuk membersihkan endapan jelaga di daerah konveksi agar
tidak menghalangi transfer panas. Alat ini dilengkapi dengan nozzle untuk spray steam
atau udara yang ditembakkan ke pipa konveksi
Sootblower didesain untuk mengalirkan 4535 kg steam per jam dengan tekanan
minimum 150 psig di bagian inlet. Untuk mencegah terjadinya erosi di bagian konveksi
dimana sootblower berada, maka dilapisi dengan castable refractory dengan densitas
2000 kg/m3
13
Bab II. Operasi Furnace
Efisiensi furnace merupakan faktor yang paling penting dalam efisiensi kilang. Furnace
dan boiler mengkonsumsi 66 – 75% energi yang ada di kilang. Untuk mengoperasikan
furnace secara aman dan efisien, perlu diperhatikan beberapa faktor seperti : draft, operasi
burner, dan produksi NOx. Tujuan utama dari pengoperasian furnace adalah : menjaga
supaya api tetap menyala dengan baik dalam firebox (ruang pembakaran), menghindari
panas yang berlebihan dalam firebox, serta memaksimalkan proses penyerapan panas
sesuai jumlah bahan bakar yang diberikan.
Draft biasanya diukur di tiga tempat : di lantai firebox, sebelum bagian konveksi dan di
bawah stack damper. Pembacaaan draft yang paling penting berada di bawah bagian
konveksi karena tekanan negatif yang paling kecil berada di sini. Tekanan negatif yang
kecil juga berhubungan dengan susunan tube yang ada di bagian konveksi yang
menghalangi aliran gas yang naik ke atas. Hambatan aliran ini dapat menyebabkan tekanan
di bagian konveksi menuju shift berubah dari sedikit negatif menjadi sedikit positip. Jika
tekanan shift positip maka terjadi loss draft. Kehilangan draft menyebabkan panas
terbentuk dan terkumpul hanya di bawah furnace arch yang dapat menyebabkan kerusakan
14
struktur furnace. Loss draft juga berarti tidak ada udara yang tertarik ke dalam furnace
sehingga burner padam.
Furnace draft biasanya dikontrol dengan posisi bukaan damper yang ada di stack. Damper
yang terbuka memungkinkan lebih banyak flue gas yang mengalir melewati stack, yang
pada akhirnya menaikkan draft dalam furnace. Kenaikan draft diukur sebagai kenaikan
tekanan negatif. Jika damper ditutup draft akan turun. Hal ini diukur sebagai penurunan
tekanan negatif. Pengaturan draft merupakan hal yang penting dalam operasi. Draft yang
terlalu kecil menyebabkan burner mati dan kerusakan struktur furnace. Draft yang terlalu
besar menyebabkan jumlah udara excess yang masuk ke dalam furnace terlalu besar yang
menyebabkan pemborosan bahan bakar.
Pembacaan Draft
Pembacaan draft merupakan perbandingan antara dua tekanan yang berada pada ketinggian
yang sama dan dinyatakan dalam satuan inches of water gauge. Dalam gambar 2.1 terlihat
simple natural draft heater tanpa bagian konveksi. Sesuai dengan hukum hidrolika bahwa
fluida mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah.
Pembacaan draft seperti yang terlihat pada gamber 2.1 seolah-olah berlawanan dengan
prinsip ini.
Sebagai catatan bahwa pembacaan draft dibuat pada ketinggian yang berbeda. Masing-
masing pengukuran pada kenyataannya merupakan perbandingan antara densitas gas yang
ada di dalam dan di luar furnace pada ketinggian tertentu. Perbedaan suhu menyebabkan
perbedaan densitas di dalam dan di luar furnace. Berat molekul gas dalam furnace dengan
udara di luar, kurang lebih sama.
2. Untuk setiap pembacaan draft harus ditambah dengan tekanan udara statik pada
level ketinggian yang sama.
15
Gambar 2.1 Simple natural draft furnace tanpa tube di bagian konveksi (Lieberman)
Gambar 2.1 menunjukkan ilustrasi dari prinsip-prinsip diatas. Sebagai contoh pada 150 ft
o
dibawah garis datum (atau pada ketinggian permukaan laut, suhu 60 F) tekanan udara
sebesar 150 in H2O (inches of water gauge). Instrument standart yang digunakan untuk
membaca draft adalah magnehelic delta pressure gauge
Draft balancing
Air register dan stack damper digunakan secara bersama-sama untuk mengoptimalkan draft
pada furnace. Tujuan menyeimbangkan draft untuk natural draft furnace adalah untuk
menjaga tekanan negatif sekecil mungkin, yaitu sebesar –0,1 in H2O di bawah shock tube,
sebelum memasuki bagian konveksi.
16
Draft yang berlebihan, apakah negatif pressure atau positip pressure dapat menyebabkan
beberapa masalah operasi, seperti ditunjukkan pada gambar 2.2
Jika tekanan operasi di firebox positip, flue gas yang panas akan bocor keluar meskipun
burner nampak beroperasi secara normal. Hal ini dapat merusak support (penyangga) dan
struktur baja serta memperpendek umur furnace. Di samping itu kemungkinan lain yang
bisa terjadi adalah flame impingement di bagian atas radiant tubes.
Jika kita menutup stack damper, tekanan pada bagian konveksi akan meningkat, sehingga
akan menyebabkan draft berkurang dan menurunkan laju flue gas menuju bagian konveksi,
serta meminimalkan laju kebocoran udara (masuknya udara dari luar) di bagian konveksi
dan kemungkinan terjadinya afterburning. Namun jika kita menutup stack damper terlalu
rapat, maka tekanan positip akan meningkat pada inlet bagian konveksi yang harus kita
hindari, karena menyebabkan tekanan
Sebaliknya jika kita membuka stack damper tekanan pada bagian konveksi akan turun
sehingga draft akan meningkat. Jika draft terlalu banyak akan meningkatkan resiko
afterburning karena meningkatknya laju kebocoran udara (masuknya udara dari luar) di
bagian konveksi dan stack
Kita mengatur draft dengan stack damper dan menjaga level udara pembakaran dengan
pengaturan air register untuk mengakomodir pengaturan yang dilakukan stack damper.
17
Sistem Draft
Tekanan draft diperoleh dengan tiga cara, yaitu:
- Forced Draft
Udara untuk pembakaran masuk ruang dapur dengan menggunakan tenaga mekanis,
yaitu blower. Adanya tekanan udara dari blower, maka tekanan udara di dalam ruang
pembakaran menjadi naik. Kelebihan tekanan udara di dlaam ruang dapur akan keluar
malalui stack (cerobong).
- Induced Draft
Udara untuk pembakaran masuk ke ruang pembakaran karena adanya tarikan/isapan
blower. Udara dari ruang pembakaran diisap oleh blower yang dipasang pada stack dan
selanjutnya keluar melalui stack (cerobong). Akibat isapan blower, tekanan draft akan
terjadi di dalam ruang pembakaran dan udara pembakaran akan masuk ke ruang
pembakaran.
- Natural Draft
Tekanan hampa di dalam ruang dapur diperoleh secara alamiah karena ketinggian
stack/cerobong asap dapur. Hembusan angin yang melalui ujung permukaan stack,
maka akan terjadi efek jetting di ujung stack (cerobong) dan juga ditambah adanya
beda density dan tekanan udara antara lapisan bawah dan atas, maka ruang di dalam
dapur menjadi hampa. Hal ini terjadi karena udara di dalam ruang dapur tersedot efek
jetting ujung stack keluar ke udara bebas melalui ujung cerobong. Karena ruang dapur
kondisinya hampa, maka udara untuk pembakaran akan masuk secara alamiah ke dalam
ruang dapur.
Pada premix burner konvensional, seperti terlihat pada gambar 2.3, bahan bakar
dicampurkan dengan udara primer yang mengalir ke dalam burner. Aliran udara primer
harus dimaksimalkan tanpa menaikkan tinggi nyala api dalam burner. Udara primer
mengalir dalam burner bersama-sama dengan bahan bakar. Jumlah udara sekunder yang
18
masuk diatur dengan register udara. Suplai udara sekunder diatur untuk mendapatkan
setpoint O2 yang diinginkan. Setting burner yang benar dan ditambah dengan pencampuran
udara dan bahan bakar yang baik akan menghasilkan suhu nyala api yang maksimal serta
bentuk nyala yang baik (padat dan mengerucut). Udara sekunder yang terlalu banyak
ataupun terlalu sedikit akan menghasilkan pembakaran yang buruk. Sejumlah kecil udara
excess diperlukan untuk menghasilkan pembakaran yang sempurna, sebaliknya terlalu
banyaknya udara excess akan menurunkan suhu nyala api dan efisiensi furnace.
Pembakaran yang tidak sempurna dihasilkan jika suplai udara excess tidak cukup untuk
membakar seluruh bahan bakar secara sempurna. Sejumlah besar gas CO dan H 2 akan
terbentuk akibat pembakaran tidak sempurna, yang membuat furnace menjadi sangat tidak
efisien. Kondisi ini kemungkinan tidak terdeteksi, karena kebocoran di bagian konveksi
dapat menutupi ketidak cukupan suplai udara ke dalam burner. Jika terjadi pembakaran
sempurna di bagian konveksi (afterburning) dapat menyebabkan kerusakan furnace.
Gas hasil pembakaran juga mengandung sejumlah kecil oksigen yang tidak bereaksi, gas
CO dan H2 pada kisaran 100 s.d 200 ppm dan gas NO x. Persamaan 1 menunjukkan reaksi
pembakaran gas methane (CH4) dengan udara excess 20%.
19
CH4 + 2.4O2 + 3.73N2 = CO2 + 2H2O + 0.4 O2 + 3.73N2 + ppm CO + ppm H2 + ppm NOx
F=
(Ts − Ta )(O2,s − O2,c ) 2.1
500
Sebagai contoh, katakanlah suhu stack sebesar 600oF dan suhu udara lingkungan sebesar
100oF, bagian konveksi memiliki 10% Oksigen, dan di firebox mengandung 6% oksigen
yang diukur dibawah shock tube. Berapa persen bahan bakar yang terbuang dengan adanya
kebocoran udara pada bagian konveksi ?
Jawab :
F = (600 −100)(10 − 6) =
4% 500
20
o o
600 F dan suhu lingkungan 100 F, kita mendapatkan sekarang 6% bahan bakar yang
terbuang. Sehingga akan lebih banyak lagi bahan bakar yang harus dibakar di dalam
firebox untuk mengimbangi meningkatnya kebocoran udara.
Seandainya kita mengatur air register kembali seperti semula, dan sebagai gantinya kita
menjepit stack damper, sehingga kita bisa menurunkan laju alir udara dengan stack damper
hingga oksigen pada firebox turun dari 6% menjadi 3%. Oksigen pada bagian konveksi
juga turun katakanlah 5%. Pada kasus ini kita melihat bahwa O 2 juga berkurang menjadi
hanya 2%. Hal ini dikarenakan berkurangnya draft yang melewati heater, yang berarti
tekanan pada bagian konveksi meningkat sehingga menurunkan laju kebocoran udara. Hal
ini menunjukkan bagaimana kebocoran udara bervariasi sesuai dengan kombinasi operasi
antara stack damper dan air register.
tambal kebocoran menggunakan heavy duty alumunium tape, isolasi lumpur, atau silicone
sealer dan dilas dengan logam
Beberapa burner dipasang dengan air register primer dan sekunder, seperti premix burner
yang ditunjukkan pada gambar 2.4 di bawah ini. Udara masuk melalui primary air register
bercampur lebih efisien diandingkan udara yang masuk melalui secondary air register pada
beberapa burner. Dengan demikian kita harus memaksimalkan penggunaan udara primer.
Dan kita dapat melakukannya secara bertahap dengan membuka primary air register
sehingga nyala api mulai terangkat dari burner tip. Sisa kekurangan udara pembakaran
akan disediakan melalui secondary air register.
22
1. meminimalisir laju bahan bakar untuk suhu keluaran heater tertentu, selanjutnya
mengoperasikan pada 0.5 s.d. 1 persen oksigen lebih tinggi
2. memaksimalkan udara primer ke dalam burner dimana burner memilliki udara
primer dan sekunder.
3. mengatur daraft untuk meminimalisir kebocoran udara pada saat memaintain
tekanan negatif yang kecil pada entri bagian konveksi
4. tutup bukaan pilot light, sight port, dan lubang-lubang lain di sekitar burner (udara
pembakaran hanya bercampur dengan sempurna melalui burner air register)
5. Pada saat mengoperasikan pada penurunan laju penyalaan, matikan beberapa burner
jika memungkinkan, burner akan bekerja lebih efisien jika beroperasi
mendekati/pada kapasitas desainnya (jangan lupa untuk menutup air register pada
burner yang tidak terpakai)
6. minimalkan distribusi udara yang tidak merata pada firebox dengan mengatur air
register pada individual burner. Aliran udara yang rendah pada satu bagian heater
akan mempengaruhi kebutuhan oksigen yang lebih besar secara keseluruhan.
7. jagalah burner tetap bersih, burner tip yang tersumbat akan menaikkan kebutuhan
oksigen, lakukan pemeliharaan secara berkala untuk membersihkan burner
8. perhatikan tampilan visual pada firebox
23
- Katub udara pembakaran harus terbuka penuh
- Melakukan steaming out (± 15 menit) hingga ruang pembakaran terbebas dari gas –
gas yang memungkinkan terjadinya ledakan didalam ruang pembakaran.
- Menghubungi petugas KK/LL untuk gas test
3. Penyalaan Burner
Salah satu contoh penyalaan burner
Dalam menyalakan burner, sebaiknya dipilih burner yang menggunakan bahan bakar
gas terlebih dahulu, dan nyalakan burner tersebut secara pelan – pelan. Masukan
obor/api kedalam ruangan furnace (di depan gas burner), kemudian buka valve gas
secara pelan – pelan sampai burner gas menyala. Atur nyala api dan jaga agar tidak
mati. Setelah burner gas nyala, naikkan suhu 10ºC/jam dengan jalan membuka valve
gas pelan – pelan, hingga suhu mencapai 110ºC. Setelah suhu mencapai 110ºC tahan
selama ± 24 jam.
Langkah – langkah tersebut dilakukan bertujuan untuk mengeringkan dinding dapur
agar tidak retak – retak, juga untuk kepentingan operasi unit distilasi.Setelah itu suhu
dinaikan lagi sehingga 275ºC, dengan kenaikan suhu 10ºC/jam, dengan jalan membuka
valve secara pelan – pelan. Apabila bahan bakar gas sudah maksimum dan tidak
mampu menaikan suhu lagi, nyalakan burner yang menggunakan bahan bakar minyak
solar. Cara menyalakan burner dengan fuel oil solar :
- Buka valve oil solar pada kontrol valve. Untuk pertama kali bisa lewat by pass dulu
(manual).
- Buka valve oil solar pada burner.
24
- Buka valve steam (atomisasi) pada burner
- Buka katup udara pembakaran
- Setelah burner oil menyala, atur nyala api dan dijaga jangan sampai mati
- Atur bukaan katup cerobong asap (stack dampar).
Setelah suhu mencapai 250ºC, TIC dapat dirubah ke posisi automatic. Dan setelah ”On
Crude” (minyak sirkulasi diganti minyak mentah /crude oil), naikan suhu sampai pada
suhu operasi. Jika sudah normal fuel oil solar bisa diganti dengan fuel oil residu.
Dalam menyalakan burner yang menggunakan bahan bakar minyak (fuel oil) sering
terjadi kegagalan. Hal – hal yang menyebabkan terjadinya kegagalan tersebut
diantaranya :
- Tekanan bahan bakar minyak (fuel oil) terlalu rendah.
- Kerangan atau pipa saluran fuel oil tersumbat/buntu.
- Aliran steam atomisasi terlalu besar.
- Steam atominasi yang digunakan basah.
25
bereaksi dengan gas sisa hasil pembakaran (SO2) membentuk senyawa asam H2SO4
yang korosif.
Setelah api didalam furnace dimatikan maka sebaiknya dilakukan steaming out, untuk
mengusir sisa-sisa gas bahan bakar. Agar lebih aman maka selama melakukan penurunan
suhu furnace, aliran minyak umpan masih tetap berjalan hingga suhu furnace betul – betul
dingin.
Berikut ini beberapa contoh gangguan – gangguan yang sering terjadi pada furnace,
penyebab dari gangguan tersebut dan cara mengatasinya
26
Tabel 2.2 Gangguan operasi furnace dan cara mengatasi
- Nyala api pendek - Terlalu banyak udara - Atur katup udara pembakaran
pembakaran - Atur Valve steam atomisasi pada
- Terlalu banyak steam burner
atomisasi
- Nyala api - Tarikan udara (draft) - Atur bukaan katup cerobong
membalik (flash rendah (kecil) asap (stack damper)
back) - Tekanan fuel rendah - Kecilkan tip burner (diganti)
- Suhu yang - Aliran fuel rendah - Tambah aliran fuel
dikehendaki tidak - Tip burner terlalu kecil - ganti tiap burner dengan yang
tercapai sesuai
- Stack berasap - Steam atomisasi terlalu - Tambah bukaan valve steam
sedikit atomisasi pada burner
- Terlalu sedikit udara - Atur bukaan katup cerobong
pembakaran asap dan katup udara
pembakaran
- Suhu stack terlalu - Udara pembakaran - Atur bukaan katup cerobong
tinggi terlalu banyak asap (jumlah udara pembakaran
- Suhu skin tube - Tube fouling - Atur pembagian umapan furnace
berlalu tinggi - Nyala api menjilat tube - Perbaiki / atur nyala api
- Furnace bergetar - Tarikan udara kecil - Atur bukaan katup cerobong
(rendah) asap (stack dampar)
- Aliran fuel terlalu kecil - Tambah aliran fuel
- Burner mati - Aliran bahan bakar - Periksa saluran bahan bakar
terhenti - Atur bukaan katup cerobong
- Perbandingan bahan asap dan katup udara
bakar dan udara tidak pembakaran
seimbang
27
Bab III. Pembakaran
Pembakaran merupakan reaksi kimia yang bersifat eksotermis dari unsur-unsur yang ada di
dalam bahan bakar dengan oksigen serta menghasilkan panas. Proses pembakaran
memerlukan udara, namun jumlah udara yang dibutuhkan tidak diberikan dalam jumlah
yang tepat secara stoikiometri, namun dilebihkan. Hal ini bertujuan supaya pembakaran
berlangsung sempurna. Kelebihan udara ini disebut Excess air (udara yang berlebih).
Terdapat dua istilah pembakaran yang berhubungan dengan udara excess, yaitu : (1)
Neutral combustion, merupakan pembakaran tanpa excess atau defisit udara dan tanpa
bahan bakar yang tidak terbakar, (2) Oxidizing combustion, merupakan pembakaran
dengan excess udara. Udara yang berlebih bukan merupakan jaminan pembakaran yang
sempurna
28
- Asap yang dihasilkan sedikit, tidak banyak membentuk jelaga
- Ekonomis, mudah dalam penyimpanan dan pengangkutan
- Mempunyai efisiensi yang tinggi
Nilai kalori bahan bakar merupakan karakteristik utama bahan bakar, nilai kalori atau
heating value bahan bakar padat, cair atau gas dapat dinyatakan sebagai jumlah panas yang
dihasilkan dari pembakaran yang sempurna setiap satuan massa bahan bakar. Nilai kalori
bahan bakar padat dan cair dinyatakan dalam satuan Kcal/kg atau Btu/lb bahan bakar. Nilai
kalori bahan bakar gas dinyatakan dalam Btu/Cuft atau Kcal/m 3 pada temperatur dan
tekanan tertentu.
Pembakaran
Bahan bakar + O2 gas hasil pembakaran + energi panas (3.2)
Reaksi Eksoterm
Reaksi pembakaran dapat dikategorikan menjadi reaksi pembakaran sempurna dan reaksi
pembakaran tidak sempurna. Pembakaran sempurna adalah proses terbakarnya bahan bakar
yang membentuk karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) dengan atau tanpa udara berlebih.
Pembakaran tidak sempurna adalah proses terbakarnya bahan bakar dengan hasil
pembakaran yang mengandung karbon monoksida (CO) dan hidrogen (H2) atau carbon
(C). Untuk mengetahui sempurna atau tidaknya reaksi pembakaran, dilakukan dengan
menganalisa gas buang (flue gas).
30
Perhitungan udara excess dimaksudkan untuk mengetahui berapa jumlah udara berlebih
yang tepat supaya pembakaran berlangsung efisien. Udara excess yang terlalu sedikit bisa
mengakibatkan pembakaran tidak sempurna, sebaliknya apabila udara excess terlalu tinggi
maka banyak energi panas yang terbuang pada stack.
CO2 7,73
H2O 15,46
O2 3,87
N2 72,94
O2 20,946
N2 79,054
Penyelesaian :
Reaksi pembakaran : CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O + Calori
31
Dasar perhitungan : setiap 1 mol CH4 , dibutuhkan O2 sebanyak 2 mol
x = 0,5 mol
32
1. Suhu outlet furnace akan meningkat, sebagaimana penurunan udara excess. Hal ini
disebabkan lebih banyak panas yang diberikan kepada fluida proses, dan panas
yang dibuang melalui stack akan berkurang.
2. Suhu outlet furnace akan turun, sebagaimana penurunan laju alir udara pada saat
melewati titik pembakaran absolut (absolute combustion). Pada kondisi ini akan
diperoleh produk-produk pembakaran tidak sempurna atau pembakaran parsial,
seperti aldehid, keton, dan karbon monoksida yang dibuang melalui stack. Hal ini
juga menyebabkan heating value bahan bakar akan turun dan memungkinkan
terjadinya afterburning.
Dengan demikian akan berbahaya jika furnace dioperasikan dengan jumlah udara yang
tidak mencukupi, karena :
33
1. Produk hasil pembakaran tidak sempurna sangat panas, dan akan menyala dengan
segera jika menemukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Hal ini biasanya akan
menyebabkan afterburn di bagian konveksi dan stack dan bahkan bisa
menyebabkan ledakan.
2. Produk dari pembakaran parsial merupakan polutan yang menyebabkan polusi
udara.
Salah satu definisi dari titik absolute combustion adalah titik dimana suhu outlet furnace
maksimum untuk sejumlah tertentu bahan bakar (sebagaimana diilustrasikan pada gambar
3.2). Sesuai dengan definisi tersebut, kita dapat menyatakan bahwa titik absolute
combustion juga merupakan pembakaran maksimum yang dapat dicapai untuk sejumlah
tertentu bahan bakar (sebagaimana diilustrasikan pada gambar 3.3). Dengan demikian
istilah titik absolute combustion dapat diartikan suhu outlet furnace yang maksimum
ataupun pemakaian bahan bakar yang minimum untuk setiap batasan suhu outlet furnace
yang berhubungan dengan kandungan oksigen dalam flue gas dalam waktu yang sama.
34
Gambar 3.2 Titik absolute combustion sebagai fungsi dari suhu outlet furnace (Lieberman)
Gambar 3.3 Titik absolute combustion sebagai fungsi dari pembakaran maksimum
sejumlah tertentu bahan bakar (Lieberman)
35
sempurna dan pemborosan bahan bakar. Di samping hal-hal tersebut, pembakaran yang
tidak sempurna, akan menyebabkan adanya sejumlah bahan bakar yang tidak terbakar di
burner. Bahan bakar ini akan mengalir ke atas bersama dengan flue gas, melewati bagian
konveksi dan stack. Jika terdapat kebocoran udara di bagian konveksi dan stack, maka
sejumlah hidrokarbon (bahan bakar) yang masih panas tersebut akan dapat bereaksi dengan
oksigen yang bocor dari lingkungan, dan menghasilkan nyala api. Peristiwa ini sering
disebut afterburn atau secondary ignition yang berarti terjadinya proses pembakaran di
bagian konveksi.
Jika bahan bakar yang tidak terbakar atau material yang mudah terbakar lainnya menyala
di bagian konveksi, maka akan terjadi kenaikan suhu di bagian konveksi secara dramatik.
Material di bagian konveksi tidak didesain untuk beroperasi pada suhu yang tinggi,
terutama di bagian fin tube. Fin akan teroksidasi dan jika dingin akan menjadi rapuh
dibandingkan sebelumnya. Tube-tubenya bisa bengkok dan melengkung, sehingga akan
menghambat aliran flue gas.
36
Bab IV. Burner dan Air Preheater
Operasi furnace yang efisien bergantung pada operasi burner secara tepat. Burner dapat
didefinisikan sebagai peralatan yang berguna untuk menghasilkan nyala api pada lokasi
tertentu yang diinginkan dengan cara mencampurkan udara dengan bahan bakar melalui
suatu energi pencampuran tertentu untuk menjaga keberlangsungan nyala api dan
pembakaran yang sempurna.
Dengan demikian fungsi dari burner adalah untuk melakukan pembakaran yang meliputi :
- mencampur bahan bakar dengan udara sesuai dengan perbandingan stoikiometrinya
- menyalakan campuran bahan bakar dengan udara
- memastikan kestabilan dan kesempurnaan pembakaran
Gambar 4.1 mengilustrasikan salah satu jenis rangkaian premix gas burner. Nomor 1
adalah inspirator atau mixer body. Nomor 2 adalah fuel gas discharge orifice dan nomor 3
adalah burner tip atau nozzle. Fuel gas dikeluarkan melalui orifice pada tekanan yang
tinggi. Zona bertekanan rendah yang dihasilkan oleh kecepatan fuel gas dan akan menarik
37
sejumlah udara pembakaran yang disebut udara primer. Jumlah udara primer berkisar
antara 30 s.d. 100% dari total udara pembakaran bergantung pada desain burner dan laju
pembakaran. Campuran udara dan bahan bakar dialirkan melalui mixer body dan
dikeluarkan melalui serangkaian lubang pada burner tip. Lubang-lubang pada nozzle harus
didesain untuk menjaga stabilitas nyala api, bentuk nyala api yang diinginkan serta
memastikan campuran udara dan bahan bakar keluar (disemprotkan) dengan kecepatan
diatas cepat rambat nyala api.
Premix gas burner pada umumnya memiliki kontrol udara primer dan sekunder. Kontrol
udara primer dilengkapi dengan pintu udara primer di bagian masuk inspirator, sedangkan
kontrol udara sekunder dilengkapi dengan rangkaian register udara yang bertempat di
sekitar discharge nozzle. Mode operasi normal adalah pintu udara primer terbuka penuh
dan register udara sekunder diatur untuk memperoleh udara excess yang diinginkan. Pintu
udara primer yang lain disetting jika diperlukan untuk mencegah flashback atau nyala api
padam.
Premix burner memiliki keuntungan dan kerugian jika dibandingkan dengan natural draft
raw gas burner.
38
Beberapa keuntungan premix gas burner adalah volume nyala api yang lebih kecil, fuel gas
orifice yang besar, perubahan laju alir udara yang divariasikan dengan aliran bahan bakar
dan menurunkan potensi penyumbatan di bagian atas nozzle (top plugging), jika senyawa
hidrokarbon tak jenuh atau yang terkondensasi berada dalam fuel gas.
Salah satu item yang menentukan volume nyala adalah kecepatan dan derajat pencampuran
bahan bakar dengan udara. Karena adanya pencampuran awal antara udara dan bahan
bakar, maka intensitas nyala api yang relatif kompak dapat dicapai. Keuntungan kedua
adalah premix burner menyediakan sejumlah kontrol rasio udara dan bahan bakar. Derajat
kontrol rasio udara dan bahan bakar bergantung pada jumlah udara yang ditarik. Prermiks
burner menarik udara pembakaran secara bervariasi menurut tekanan bahan bakar,
sehingga burner jenis ini memiliki beberapa pengaturan udara yang built in.
Kerugian dari premix burner adalah flashback dan nyala api padam. Flashback terjadi jika
kecepatan yang meninggalkan burner tip lebih rendah dibandingkan kecepatan nyala api
yang menyebabkan terjadinya nyala api balik di dalam mixer. Flashback terjadi pada
tekanan bahan bakar yang rendah (<6 psig) atau pada kandungan hidrogen yang tinggi.
Kecepatan nyala api hidrogen yang tinggi merupakan masalah bagi premix burner dan
seringkali menghasilkan backfiring.
Nyala api akan padam jika kecepatan pencampuran udara dan bahan bakar melampaui
kecepatan nyala api. Hal ini dapat terjadi jika tekanan udara berada pada kisaran 22-24 psig
2
(1,54 – 1,70 kg/cm ) jika bahan bakar tidak mengandung hidrogen.
39
Gambar 4.2 VYD Raw gas burner (UOP)
Nomor 1 adalah burner tile, yang bekerja sebagai orifice dan mengontrol jumlah udara di
setiap burner. Nomor 2 adalah burner tip. Fuel orifice dipasang (dimasukkan) ke dalam
burner tip. Nomor 3 adalah flame holder, yang berfungsi untuk membelokkan udara
menjauhi burner tip, sehingga memungkinkan pembakaran terjadi dalam zona kecepatan
yang sangat rendah pada burner tip. Tanpa adanya flame holder nyala api akan berubah
arah. Nomor 4 adalah air register. Burner tile dipasang di dalam furnace pada lantai furnace
sedangkan tip dan air register dibaut di bagian luar furnace. Kesejajaran dan ketepatan
pemasangan sangat penting supaya bisa beroperasi dengan baik.
Burner jenis ini dapat diturunkan tekanannya sampai dengan 1 psig (0,7 kg/cm 2) tanpa
menyebabkan nyala api padam. Sebagian perusahaan memasang instrumen untuk menjaga
tekanan minimum 3 – 4 psig tekanan gas untuk mencegah nyala api padam.
40
melakukan pembakaran dengan menggunakan bahan bakar gas. Gambar 4.3
mengilustrasikan tipikal natural draft combination burner.
Burner seperti ditunjukkan gambar 4.3 merupakan salah satu jenis double block
combination gas and oil burner yang telah digunakan untuk aplikasi natural draft furnace
selama beberapa tahun. Nomor 1 adalah secondary burner tile dan nomor 2 adalah primary
burner tile atau oil tile. Sebagaimana pada raw gas burner, salah satu tujuan dari secondary
tile adalah untuk menjaga stabilitas nyala api untuk pembakaran bahan bakar gas. Burner
jenis ini pada umumnya memiliki empat hingga sembilan gas tip. Setiap gas tip memiliki
lubang penyalaan. Gas tip berada di antara secondary tile dan primary tile.
Oil tip ditempatkan dalam primary tile sedemikian rupa sehingga memberikan kestabilan
pembakaran fuel oil yang baik. Posisi oil tip sangat penting, untuk menghasilkan pola
semburan bahan bakar dan pencampuran udara yang tepat. Jika posisi oil tip terlalu tinggi
dalam primary tile efek resirkulasi akan hilang dan stabilitas nyala akan terganggu. Jika oil
tip terlalu rendah dalam primary tile, minyak akan membentur tile dan memungkinkan
terbentuknya coke serta menyebabkan tumpahan minyak. tip harus dipasang pada
ketinggian yang tepat selama turnaround. Pada zink burner lokasi oil tip yang tepat adalah
41
1 inch (25 mm) dibawah bagian mendatar dari primary tile. Ilustrasi poisi oil tip yang tepat
ditunjukkan pada gambar 4.4
Oil burner
Oil gun menggunakan steam untuk atomisasi minyak, sehingga minyak yang di-spray akan
berubah menjadi butiran-butiran kecil yang berukuran 100 – 200 mikron (droplet). Ukuran
droplet yang kecil memiliki luas permukaan yang tinggi, sehingga laju penguapan akan
semakin cepat. Fuel oil harus dibakar dalam bentuk uap untuk menghindari untuk
mencegah pembentukan partikulat. Gambar di bawah ini menunjukkan bagian dalam oil
gun
42
4.4 Pilot
Sumber nyala api yang kontinyu merupakan salah satu peralatan yang paling penting dalam
furnace. Skenario “Apa yang akan terjadi jika valve fuel gas tidak tertutup rapat?”.
Jawabnya adalah nyala api yang kontinyu dari pilot akan membakar fuel gas yang bocor
dan mencegah terjadinya campuran yang eksplosif.
Pilot adalah peralatan safety, yang berguna sebagai sumber nyala api yang stabil untuk
menyalakan burner. Pilot burner harus dioperasikan pada tekanan fuel gas yang konstan.
Pilot adalah premix burner yang didesain untuk menarik 100% udara pembakaran. Hal ini
memungkinkan pilot tetap menyala, meskipun blower udara pembakaran rusak. Pilot
burner tip didesain dengan sembilan lubang api. Pintu udara harus selalu dibuka, hingga
sembilan nyala api terlihat dari masing-masing lubang api. Pilot memerlukan bahan bakar
yang bersih bebas dari scale dan partikulat. Fuel orifice yang kecil berukuran 1/16 inch (1,5
mm) dan sangat mudah tersumbat. Strainer digunakan untuk mencegah penyumbatan fuel
orifice. Bahan bakar yang direkomendasikan untuk pilot adalah gas alam.
43
dicampur dengan udara dan mulai dibakar. Pada operasi tertentu, minyak dialirkan menuju
burner dan sebelumnya dilewatkan atomizer, yang akan mengkonversi liquid menjadi
jutaan droplet yang sangat kecil, yang diharapkan ukurannya tidak lebih besar dari 10 – 50
micron. Beberapa konversi sangat meningkatkan rasio surface to mass dan secara
substansial memungkinkan droplet untuk menyerap panas lebih cepat. Atomisasi bisa
dilakukan dengan menggunakan steam, udara atau gas bertekanan tinggi. Meskipun ada
beberapa metode yang bisa digunakan untuk atomisasi fuel oil, steam paling banyak
digunakan di refinery karena banyak tersedia.
Bahan bakar yang viscous harus dipanaskan terlebih dahulu. Temperatur yang digunakan
tidak harus diatas flash point minyak. viskositas maksimum yang direkomendasikan untuk
diatomisasi adalah 43 cS (200 SUS). Bahan bakar yang terlalu viscous akan menyebabkan
atomisasi yang buruk, dengan ukuran droplet yang besar dan area kontak dengan udara
pembakaran yang kecil. Hal ini akan berdampak pada pencampuan yang buruk antara
udara dengan bahan bakar. Viskositas yang terlalu rendah menghasilkan atomisasi yang
sangat kecil, yang menyebabkan pembakaran lebih cepat terjadi, sehingga lebih banyak
udara yang diperlukan di bagian mulut burner dan udara sekitar menjadi lebih sedikit. Jika
burner tidak didesain untuk fungsi ini, maka akan mempengaruhi besarnya volume udara
excess yang digunakan.
Burner jenis premix gas burner, sebagian udara akan dicampurkan lebih awal dengan bahan
bakar. Hal ini menghasilkan nyala api yang pendek dan stabil. Rasio laju alir udara / gas
pada burner konstan yang dilakukan dengan mengatur tekanan fuel gas menyebabkan
burner memiliki batasan penurunan laju alir. Burner jenis ini sensitif terhadap kandungan
hidrogen dalam fuel gas (flash back).
44
4.7 Polusi udara
Polutan utama yang dihasilkan dari proses pembakaran diantaranya adalah : (1) Fuel yang
tidak terbakar (CO, CH4, dll), (2) Sulfur oksida SOx (SO2, SO3) dan (3) Nitrogen oksida
NOx (NO, NO2, NO3)
2. Sulfur oksida
Sulfur yang berada dalam bahan bakar akan terkonversi seluruhnya, sebagian besar
menjadi sulfur dioksida, sebagian kecil menjadi sulfur trioksida. Seluruh sulfur dalam
bahan bakar yang diumpankan ke dalam furnace akan keluar dalam flue gas. Untuk
mengurangi emisi senyawa sulfur, kandungan sulfur dalam bahan bakar harus dibatasi.
Karena tidak ada flue gas desulfurization unit, terlalu mahal.
3. Nitrogen oksida
Selama pembakaran hanya nitrogen oksida NO dan NO2 yang terbentuk dalam jumlah
yang signifikan. NO (kurang lebih 90% dari senyawa NO x) terbentuk pada ruang bakar,
akan dikonversi menjadi NO2 pada saat pembuangan lewat stack melalui reaksi
fotokimia dengan oksigen di udara.
(seperti NH3) yang bereaksi dengan oksigen. Sumber-sumber NOx ini terutama
banyak terdapat pada heavy liquid fuel yang memiliki kandungan senyawa nitrogen
yang tinggi (0,2 – 0,6 % berat).
excess) 45
- Menurunkan suhu pada zona pembakaran (combustion zone), dapat dilakukan
dengan beberapa cara
1) Stage udara :
- Zona primer dengan tidak cukup udara
- Sebagian udara diinjeksikan di bawah nyala api pada suhu yang tinggi
2) Staged fuel (untuk bahan bakar gas)
- Sebagian bahan bakar diinjeksikan ke dalam udara keseluruhan
- Sisa bahan bakar diinjeksikan di bawah zona nyala api.
3) Resirkulasi flue gas
Flue gas diinjeksikan kembali dengan udara pembakaran
- Metode lain untuk mengurangi emisi NOx. Flue gas dapat ditangani dengan
o
menggunakan katalis, (injeksi NH3 pada suhu 300 – 450 C, dengan menggunakan
katalis)
Semua air preheater akan rusak akibat serangan korosi yang disebabkan oleh kondensasi
sulfur trioksida. Pada 150 ppm sulfur dalam fuel gas, dengan pengaturan suhu operasi 350
– 400oF bisa meminimalkan serangan korosi. Suhu flue gas yang keluar harus dijaga 50 -
o
100 F diatas titik embun SO3. menyebabkan tidak meratanya pendinginan di air preheater.
46
Gambar 4.7 Sistem air preheat menggunakan regeneratif heater (API 560)
Gambar 4.8 Sistem air preheat menggunakan indirect closed system dengan sirkulasi
mekanik (API 560)
47
Gambar 4.9 Air preheating dengan menggunakan sumber pemanas dari luar (API 560)
48
Bab V. Bahan Bakar
Pemilihan bahan bakar merupakan faktor yang paling penting dalam desain furnace,
terutama karena bahan bakar merupakan salah satu biaya yang paling tinggi dalam operasi
furnace. Pemilihan bahan bakar juga berdampak besar pada kinerja furnace dan biaya
modal secara keseluruhan. Dalam memilih bahan bakar harus mempertimbangkan berbagai
persyaratan diantaranya :
1. Ketersediaan dan biaya
2. Nilai kalor.
3. Kemudahan terbakar.
4. Densitas bahan bakar, khususnya bahan bakar gas dan cair
5. Emisivitas api yang dihasilkan.
6. Komposisi kimia dan produk dari proses pembakaran (termasuk toksisitas bahan
bakar dan produk pembakaran).
7. Ash konten dan komposisi (terutama untuk bahan bakar padat).
8. Efek produk dari pembakaran terhadap produk.
Bahan bakar yang digunakan di furnace dapat dibedakan menjadi bahan bakar gas (fuel
gas) dan bahan bakar cair (liquid oil).
Keuntungan dari bahan bakar gas adalah : (1) Lebih mudah terbakar sempurna dan tidak
menghasilkan asap, (2) Tidak memerlukan pompa transfer, (3) Pengontrolan suhu pada
furnace lebih cepat dan mudah, (4) Tidak memerlukan atomizing steam, (5) Nilai kalor per
satuan berat lebih tinggi. Sedangkan kerugiannya adalah mudah terbakar sehingga perlu
penanganan lebih cermat serta penyimpanannya memerlukan instalasi yang mahal
49
5.2 Bahan bakar cair
Sebagian besar bahan bakar cair berbasiskan minyak. Bahan bakar minyak dapat
diklasifikasikan menjadi distillate fuel seperti kerosene dan gas oil yang memiliki
viskositas rendah dan residual oil yang memiliki viskositas tinggi.
Bahan bakar minyak (fuel oil) viskositas rendah, dalam penggunaanya dapat dipompakan
pada suhu kamar. Akan tetapi untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna dibutuhkan
steam untuk atomisasi agar pencampurannya dengan udara lebih baik. Fuel oil jenis ini
biasanya digunakan pada saat start up unit distilasi hingga kondisi operasi normal.
Fuel oil dengan viskositas yang tinggi merupakan bahan bakar yang paling murah, akan
tetapi paling sulit untuk digunakan. Sehingga untuk pengalirannya/pemompaannya
diperlukan pemanas steam trace pada sistem perpipaannya agar tidak mengalami
kebuntuan. Pada proses pembakarannya juga dibutuhkan steam untuk atomisasi. Fuel oil
jenis ini sering digunakan setelah kondisi operasi normal.
Keuntungan dari bahan bakar minyak adalah : (1) Penanganan lebih mudah, karena flash
point tinggi, (2) Dapat menggunakan produk residu yang mengalami masalah dalam
penjualan, (3) Penyimpanannya memerlukan instalasi yang lebih murah
Adapun kerugian dari bahan bakar minyak diantaranya adalah pour point tinggi sehingga
memerlukan pemanasan dan isolasi, memerlukan pompa transfer dan steam atomizing serta
menimbulkan jelaga pada proses pembakaran
Fuel oil system biasanya memiliki 2 (dua) pompa yang digerakkan dengan motor listrik,
dimana pada operasi normal hanya 1 (satu) pompa yang jalan. Sebelum masuk pompa, fuel
oil yang berasal dari tangki penimbang dilewatkan pada filter terlebih dahulu agar kotoran-
kotoran tidak terikut.
Karena fuel oil memiliki viskositas yang cukup tinggi dan mudah membeku, maka setelah
keluar dari pompa dimasukkan kedalam suatu pemanas (heater) yang menggunakan
pemanas listrik atau pemanas steam.
Pada saat start up, pemanas yang digunakan adalah pemanas listrik. Sedangkan pada saat
normal operasi, pemanas yang digunakan adalah pemanas yang menggunakan media
pemanas steam. Diharapkan suhu fuel oil setelah melewati pemanas tersebut ± 85ºC.
51
Bab VI. Efisiensi Furnace
Efisiensi furnace merupakan unjuk kerja furnace dalam memanfaatkan panas dari hasil
pembakaran dari sejumlah fuel pada fluida yang akan dipanaskan di dalam tube dapur.
Efisiensi panas pada suatu sistem furnace didefinisikan sebagai perbandingan antara energi
yang berguna terhadap energi yang masuk.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung efisiensi panas di furnace
1. Metode panas yang hilang (heat loss)
Dihitung dengan menjumlahkan panas yang masuk dikurangi panas yang hilang
melalui dinding furnace dan asap hasil pembakaran
q −q
in out
efisiensi = ×100% 6.2
q
in
Sebagai gambaran efisiensi sistem furnace diatas dapat dilihat pada tabel 6.1. dari data
pada tabel 6.1, jumlah total energi input sebesar 48 MW dan jumlah energi yang terpakai
sebesar 21 MW, sehingga efisiensi keseluruhan proses furnace sebesar 43%.
53
6.1 Mekanisme perhitungan panas di furnace
Dapur beroperasi atas dasar perpindahan panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan
bakar ditransfer secara konveksi dan radiasi ke fluida umpan (feed) yang mengalir di dalam
tube-tube dapur.
Kemampuan suatu dapur memanfaatkan panas dapat dihitung dari kebutuhan panas masuk
dapur dikurangi panas yang keluar dari dapur, dalam hal ini panas yang diserap oleh fluida
yang mengalir melalui tube dapur.
Data yang dibutuhkan untuk menghitung kemampuan furnace memanfaatkan panas ini
antara lain:
- Jenis dan sifat fluida yang dipanaskan
- Kecepatan aliran fluida
- Suhu fluida masuk dan suhu fluida keluar dari furnace
- Kualitas dan kuantitas bahan bakar yang masuk furnace
- Kondisi utilitas untuk dapur : Steam Atomizing, udara pembakaran dan bentuk / ukuran
furnace.
Untuk kebanyakan furnace, perpindahan panas pertama terjadi pada seksi konveksi,
kemudian pada seksi radiasi. Untuk itu perlu dievaluasi unjuk kerja furnace, guna
menentukan kemampuan pada masing-masing seksi dan panas yang hilang.
Untuk furnace yang beroperasi secara steady state kita dapat melakukan perhitungan panas
dengan menggunakan simple heat balance :
Hf = Hc + Hs + Hg 6.4
Dimana
Hf adalah panas yang disuplai dari bahan bakar
Hc adalah panas yang diambil oleh fluida proses
Hs adalah panas yang hilang melalui struktur furnace
Hg adalah panas yang hilang terbawa flue gas
54
Hf tergantung pada jenis bahan bakar dan desain daripada burner, yang dihitung
berdasarkan
Hf = Qf × CV 6.5
Dimana
Qf adalah fuel flow rate
CV adalah nilai kalori bahan bakar
Panas yang digunakan untuk memanaskan fluida proses dapat dihitung dari
Dimana :
Qc adalah laju alir fluida proses
Cpc adalah panas spesifik rata-rata fluida proses
Tc adalah suhu outlet fluida proses
Ta adalah suhu ambient
Hr adalah reaction energy .
Kehilangan panas melalui struktur furnace secara konduksi melalui dinding furnace dan
secara konveksi dan radiasi dari luar dinding ke atmosfer.
Hs = Ai × k × (Ti – To)
55
Kehilangan panas melalui flue gas dapat dihitung dari :
Dimana :
Qg adalah laju alir flue gas
Cp adalah panas spesifik rata-rata flue gas
g
adalah suhu kelur flue gas.
Tg
Contoh sederhana analisa panas masuk dan keluar furnace dapat dilihat di bawah ini
Contoh 6.1
Bahan bakar jenis Fuel oil API 20 dibakar dan gas-gas hasil pembakaran didinginkan
o
hingga suhu 300 F. heating value dari bahan bakar adalah 17900 btu/lb net,
karbondioksida 13%. Berapa banyak panas yang hilang melalui stack dan berapa pound
flue gas yang dihasilkan ?
Basis 1 lb bahan bakar dan 60oF
Jawab :
Dari gambar 14-2, pada 13% CO 2, maka persentase excess air sekitar 23%. Pembacaan
o
pada grafik dengan pendekatan hingga 25% kurva excess air dan suhu flue gas 300 F,
maka panas yang hilang melalui stack sekitar 6,3%.
Sehingga diperoleh panas yang hilang lewat stack sebesar 0,063 x 17900 btu/lb = 1130
btu/lb
Flue gas yang dihasilkan tiap lb fuel sebesar 16 lb untuk nol persen excess air
Pada 23% excess air, maka : 16 x 1,23 = 19,68 lb
57
58
2. Panas yang hilang melalui dinding
Besarnya panas yang hilang melalui dinding untuk kondisi dinding yang baik, pada
bagian radiasi sekitar 2 – 3%, sedangkan pada bagian konveksi sekitar 1%.
Contoh 6.2
Berapa panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu mixed base oil 40 API sebanyak
Jawab :
o
Panas spesifik pada 100 F = 0,48
Panas spesifik pada 600oF = 0,775
Panas spesifik rata-rata dari suhu 100 menjadi 600oF = (0,48 + 0,775) / 2 = 0, 627
(sebagai catatan, dari grafik 5.1 nelson panas spesifik pada suhu 350oF = 0,627)
59
60
61
DAFTAR PUSTAKA
rd
1. API Standard 560, Fired Heaters for General Refinery Services, 3 edition, 2001
2. Baukal, Charles E., Schwartz, Robert E., Baukal, Charles E. Jr., The John Zink
Combustion Handbook, CRC Press, Boca Raton, Fl., March 27, 2001.
3. Dennis Clary, Fired Heater, 2006 Engineering Design Seminar, UOP LLC.
4. Kardjono, S.A., Furnace dan Boiler, Diktat Akamigas Prodi Refinery Diploma III,
Akamigas, Cepu, 2005
rd
5. Lieberman, N.P., A Working Guide to Process Equipment, 3 edition, McGraw-
Hill, 2008
6. Mullinger, Peter., Jenkins, Barrie. Industrial and Process Furnace – Principle,
Design and Operation, Elsevier, 2008
7. Nelson, W.L., Petroleum Refinery Engineering, 4th edition , Mc Graw Hill Book
Company, 1956
8. Reed, Robert D., Furnace Operations, 3rd edition, Gulf Publishing Company, 1981
9. Risayekti, Peralatan LPG, Diktat Akamigas Prodi Refinery Diploma III, Akamigas,
Cepu, 2006
10. Trambouze, Pierre, Petroleum Refining 4, Materials and Equipment, IFP, 2000
62