Anda di halaman 1dari 11

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK CENGKEH DENGAN

MENERAPKAN ILMU PERPINDAHAN PANAS PADA PERALATAN


PENYULINGAN MINYAK ATSIRI

Oleh :

Sarwoko 1),Arif Setyo Nugroho 2),Martinus Heru Palmiyanto 3)


1)2)3)
Jurusan Teknik Mesin,Akademi Teknologi Warga Surakarta

ABSTRACT
Clove oil industry , temperature dissociation energy of diatomic is principal dissociation energy of diatomic
required to process distillation takeplace .In distillation can be conventional , loss of external air, temperature
dissociation energy of diatomic is not paid attention . re- design is distillation device of conventional oil of clove
meant to increase efficiency from the device by the way of optimal of temperature dissociation energy of
diatomic yielded from fuel baking.
Redesigned technology provides installation around the boiler pipes and oil separator with a better construction
material isolation having 0.02m thickness.its called a glasswool the heat conductivity of this glasswool is 0,07
W/M.K.The matrial of oil separator is stainless steel with 0.005 M thickness by isolation,
The boiler pipes have low temperature gradient at each altitude distillation boiller.Obtained low temperature
gradient at each boiler pippes .Steam boiler in the boiler is more secure in the oil yield could be incresead by
4,17% .With the use of agood oil separators,clove oil can be produced much more secure oil cleane, increased
by12,51% .

Key words : Destilations,heating surface,yield,temperature gradients

I. PENDAHULUAN

Salah satu cara untuk mendapatkan minyak atsiri (termasuk minyak cengkeh) adalah dengan
metode penyulingan. Penyulingan adalah cara untuk mendapatkan minyak atsiri dengan cara
mendidihkan bahan baku yang dimasukkan ke dalam ketel hingga terdapat uap yang diperlukan, atau
dengan cara mengalirkan uap jenuh (Guenther, E., 1987). Metode penyulingan untuk mendapatkan
minyak cengkeh adalah penyulingan dengan air dan uap, dimana daun cengkeh tidak bersinggungan
langsung dengan air, tetapi hanya bersinggungan dengan uap air sebagai hasil pendidihan di dasar
ketel suling.
Dalam industri kecil di daerah-daerah penghasil cengkeh, banyak digunakan metode
penyulingan secara konvensional. Metode penyulingan tersebut masih menggunakan alat yang sangat
sederhana, dimana konstruksi alat tidak memperhitungkan rugi-rugi panas selama proses penyulingan.
Pada proses penyulingan, panas adalah energi utama yang diperlukan agar proses bisa berlangsung.
Panas digunakan untuk mendidihkan air, dimana uap air yang terbentuk akan masuk ke jaringan
tanaman dan akan menguapkan minyak cengkeh. Panas juga dibutuhkan untuk menjaga suhu didalam
ketel agar uap yang terbentuk tetap dalam fase uap sampai masuk ke pendingin, sehingga kondensasi
tidak terjadi di dalam ketel suling. Jika kondensasi terjadi di dalam ketel, akan timbul air kondensat
yang akan membasahi daun cengkeh. Jika daun cengkeh basah, minyak yang terkandung pada daun
cengkeh akan sulit teruapkan oleh uap air. Hal ini akan menyebabkan menurunnya efisiensi minyak
yang bisa dihasilkan oleh sejumlah daun cengkeh yang disuling.
Untuk menjamin uap yang terbentuk di dalam ketel tetap berada pada fase uap kering, perlu
diadakan perbaikan atau penambahan komponen pada alat penyulingan. Bila fase uap dalam ketel
suling tetap berada pada fase uap, maka penguapan minyak cengkeh dapat terjadi pada keseluruhan

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 1


daun di dalam ketel suling. Bila minyak yang ikut teruapkan oleh uap air lebih banyak, maka efisiensi
minyak yang dihasilkan dapat lebih banyak pula.
Suatu penyulingan minyak cengkeh dikatakan menghasilkan efisiensi minyak yang baik bila
minyak cengkeh hasil penyulingan memiliki kadar eugenol yang tinggi. Penyulingan dengan uap
kering dapat menghasilkan minyak kuat yang kaya akan eugenol. Penyulingan dengan uap kering pada
keseluruhan ketel dapat terjadi bila ketel diisolasi dengan baik (Sastroharnidjojo,2005).
Suatu alat penyulingan minyak atsiri sederhana yang terdiri dari pemanas, ketel suling, dan
pendingin dapat digunakan untuk melakukan proses penyulingan, proses penyulingan dapat lebih
efektif bila menggunakan alat pemisah minyak yang didesain untuk bisa memisahkan minyak dari air
dengan baik (Ghozali, M. 2002).
Dalam suatu penyulingan minyak atsiri, ketel suling harus diisolasi dengan baik. Hal ini
dilakukan agar uap tidak terkondensasi di dalam ketel dan supaya daun tidak menggumpal, karena bisa
berakibat minyak di dalam daun sukar diuapkan sehingga efisiensi minyak menurun (Guenther, E.
1987).

II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN


A. BAHAN DAN PERALATAN
Bahan yang dipergunakan untuk pendesainan ulang adalah:
a. Sebagai bahan isolasi adalah glass wool setebal 0,02 m dengan harga konduktifitas panas sebesar
0,076 W/m.K (Incropera. F.D. 1996). Alasan penggunaan isolasi glasswoll adalah karena glasswoll
mampu mengisolasi ketel suling dengan baik. Distribusi temperatur tiap ketinggian ketel suling
memiliki gradien yang kecil dibanding material lain.
b. Alat pemisah minyak cengkeh dari air dibuat dari stainless stell dengan ketebalan 0,0005 m.

Alat yang Digunakan

Ketel
Penyulingan

Daun Cengkeh
Pendingin
Air

Alat Pemisah Minyak

Penyulingan Dengan Air dan Uap


Gambar 1 Penyulingan minyak atsiri

1. Alat pemisah, minyak cengkeh dengan air


2. Sebagai alat ukur dipergunakan:
 Termometer alkohol skala 110oC dengan ketelitian 1oC.
 Termokopel tipe K.
 Multimeter digital model APPA 25 sebagai thermocouple reader.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Perpindahan Panas Dalam Dapur Pemanas
Perpindahan panas yang dihasilkan karena pembakaran bahan bakar dan udara, yang berupa
api dan gas asap (yang tidak menyala) dipindahkan kepada air, uap ataupun udara, melalui bidang

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 2


yang dipanaskan (heating surface) pada suatu instalasi dapur pemanas dengan tiga cara, yaitu:
perpindahan panas konduksi, perpindahan panas konveksi, perpindahan panas radiasi.
Sebagai sumber panas dalam dapur adalah nyala api dimana besarnya panas yang dihasilkan
dalam pembakaran bahan bakar dinyatakan dengan (Muin, S.A., 1988) :
Q f  W f  ( LHV )   f ...............( 1 )
dimana: Wf = Pemakaian bahan bakar, (kg/h).
LHV = Nilai bakar terendah, (kkal/kg).
ηf = Efisiensi dapur, 0,90

Konstruksi tungku pembakaran dari alat penyulingan minyak atsiri (gambar 2), tungku
pembakaran dapat dilihat sebagai sebuah silinder. Suatu silinder dianggap sebagai sistem satu dimensi
dengan gradien suhu benda hanya merupakan fungsi jarak radial ( Holman, J.P., 1994 ).

q
Ketel Suling
q q
Sumber
Panas

Ruang
Pembakaran Dapur
Pemanas

Gambar 2. Konstruksi tungku pembakaran


2. Perpindahan Panas pada Ketel Suling
Bidang pemanas (heating surface) primer pada ketel adalah bidang yang langsung kontak
dengan air ketel, sedang sisi-sisi lainnya langsung berhubungan (kontak) dengan sumber panas. Bila
bidang pemanas yang bersentuhan dengan zat cair dipelihara pada suhu yang lebih tinggi dari suhu
jenuh zat cair, akan terjadi pendidihan. Fluks kalor yang yang berlangsung bergantung pada perbedaan
antara suhu permukaan dan suhu jenuh zat cair. Bila permukaan yang dipanaskan terbenam di bawah
permukaan-bebas zat cair, proses itu disebut didih kolam (pool boiling).

Gambar 3. Kurva tipe pendidihan untuk air pada tekanan atmosfer; Fluks panas permukaan, q s sebagai fungsi
dari excess temperature, ΔTe = Ts – Tsat

Mekanisme fisik dari pool boiling ditunjukkan pada gambar 3. Dari gambar dapat dilihat
beberapa daerah pendidihan. Daerah pendidihan ditentukan dengan besarnya temperatur berlebih
Te  , yang besarnya:
Te = Ts  Tsat ..............................( 2 )

Daerah-daerah tersebut adalah :


a. Free convection, jika ∆Te ≤ ∆Te,,A, dimana ∆Te,A ≈ 5oC. Pada daerah ini terdapat arus konveksi bebas
yang menyebabkan gerakan fluida di dekat heating surface. Pada daerah ini, zat cair di dekat

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 3


permukaan dipanaskan, mengalami pemanasan sampai agak panas lanjut, lalu menguap dalam
perjalanan naik ke permukaan.
b. Nucleate boiling, jika ∆Te,A ≤ ∆Te ≤ ∆Te,C , dimana ∆Te,C ≈ 30oC. pada daerah ini terbentuk
gelembung-gelembung pada heating surface. Jika suhu diteruskan lagi, gelembung-gelembung
terbentuk lebih cepat, dan naik ke permukaan zat cair.
c. Transition boiling, jika ∆Te,C ≤ ∆Te ≤ ∆Te,D, dimana ∆Te,D ≈ 120oC. pada daerah ini gelembung
terbentuk dengan cepat sehingga menutupi seluruh heating surface, menghalangi masuknya aliran
zat cair baru ke tempat itu. Pada saat ini gelembung-gelembung uap mulai menggabung dan
membentuk lapisan uap yang akan menutupi heating surface.
d. Film boiling, jika ∆Te ≥ ∆Te,D. Pada daerah ini heating surface sudah tertutup lapisan uap. Pada titik
D fluks kalornya minimum.
Besarnya flux panas yang ditransfer selama proses pendidihan pada fase nucleate pool boiling,
dinyatakan dengan (Incropera. F.D. 1996) :

 g l   v  
3
 c p ,l Te 
1
2
qs   f h fg    .............................(3)
   C h Pr n 
   s , f fg l 
dimana besarnya nilai Cs,f dan nilai n tergantung dari kombinasi antara cairan dan permukaan
heating surface, yang mana besarnya ditunjukkan pada tabel 1 dibawah.

Tabel 1. Nilai Cs,f untuk berbagai kombinasi fluida-permukaan pemanas


Fluid – Surface combination Cs,f n
Water – copper
Scored 0.0068 1.0
Polished 0.0130 1.0
Water – stainless stell
Chemically etched 0.0130 1.0
Mechanically polished 0.0130 1.0
Ground and polished 0.0060 1.0
Water – brass 0.0060 1.0
Water – nickel 0.006 1.0
Water - platinum 0.0130 1.0
(Sumber: Incropera. F. D. 1996)

Besar Critical heat flux untuk nucleate pool boiling adalah:


g  l   v 
14 12
  l  v 

q max = h fg  V     ……………………….(4)
24   v2   l 
Sedangkan untuk besarnya heat flux minimum adalah:
 q  l   v 
14


q min = C v h fg  2 
……………………………(5)
  l   v  
Pada pendidihan fase film pool boiling besar bilangan Nusselt adalah :
 g  l   v hfg D 3 
14
hconvD
Nu D =  C  ……………………(6)
kv  vv kv Ts  Tsat  
dimana untuk besarnya C adalah 0,62 untuk silinder horisontal dan 0,67 untuk bola. Pada heating
surface  300oC, perpindahan panas secara radiasi menjadi sangat signifikan dan perlu
diperhitungkan. Besar koefisien perpindahan panas total adalah:
h 4 3 = hconv
43
 hrad h 1 3 ……………………(7)
3
jika hrad  hconv maka digunakan: h = hconv  hrad ……………………..(8)
4
dimana besaarnya koefisien radiasi hrad dinyatakan dengan: hrad =
 Ts4  Tsat
4

…………. (9)

Ts  Tsat

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 4


dimana :  = Emisivitas dari benda padat
 = Konstanta Stevan-Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m2K4)
Besarnya laju penguapan air selama pendidihan (Incropera. F.D.1996) :
qs
m  ....................................................................(10)
h fg
D 2
dimana ; qs = Laju perpindahan panas, (W). = q s 
4
hfg = Panas penguapan, (J/kg).
Untuk mengetahui distribusi temperatur untuk tiap ketinggian ketel suling, ketel suling
dipandang sebagai sebuah pipa tanpa penutup pada kedua sisinya, dengan fluida panas mengalir
didalam pipa. Dengan menganggap temperatur permukaan ketel suling konstan maka berlaku
persamaan (Incropera. F.D. 1996) :
Ts  Tm ( x)  Px 
 exp   h  ………………….(11)
Ts  Tm,i  m c 
 p 
dimana : Ts = Temperatur permukaan pipa, (K).
Tm(x)= Temperatur tengah sejarak x, (K).
Tm,i = Temperatur tengah fluida masuk pipa, (K).
h = Koefisien konveksi rata-rata, (W/m2K).
P = Surface perimeter (P = πD untuk circular tube), (m).
Dengan menyatakan laju perpindahan panas total konveksi sebagai qconv, maka (Incropera. F.D.
1996):
qconv  m c p Ts  Tm,i   Ts  Tm,o 
qconv  m c p Ti  To  ………………(12)
qconv  h A s Tlm
dimana : As = luas permukaan, (m2).
ΔTlm = log mean temperature difference, (K).
To  Ti
ΔTlm = …………………(13)
T
ln  o 
 Ti 
Aliran luar
T , ho

Tm,o
Tm,i

Aliran dalam
m hi x

Gambar 4 Perpindahan panas antara udara luar dengan fluida


Dalam kasus ketel suling, dimana ketel suling bersinggungan dengan udara luar dengan suhu tertentu,
ketel suling dapat dianggap sebagai pipa yang bersinggungan dengan udara luar (gambar 4 ). Pada
sistem seperti ini persamaan 14 menjadi (Incropera. F.D. 1996) :

To T  Tm,o  PL 
  exp   U  ........................(14)
Ti T  Tm,i  m c 
 p 
dan q  U As Tlm ............................(15)
dimana : T∞ = Suhu udara luar, (K).
U = Koefisien perpindahan panas total (average overall heat transfer coefficient),
(W/m2K).

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 5


3. Perpindahan Panas pada Kondensor
Pada pendingin terjadi proses perpindahan panas konveksi yang berkaitan dengan perubahan
fase fluida. Perubahan fase yang terjadi adalah proses pengembunan (kondensasi), yaitu perubahan
fase dari fase uap menjadi fase cair. Jika suhu suatu plat lebih rendah dari suhu jenuh uap yang berada
di sekitarnya, maka akan terjadi kondensasi pada permukaan plat tersebut. Karena adanya pengaruh
gaya gravitasi maka embun akan mengalir ke bawah, jika permukaan plat basah karena zat cair, akan
terbentuk suatu lapisan yang halus, dan proses ini disebut kondensasi film (film condensation). Jika zat
cair tidak membasahi permukaan, maka akan terbentuk tetesan-tetesan yang jatuh dari permukaan
secara rambang. Proses ini disebut kondensasi tetes (dropwise condensation).
Dalam proses kondensasi film, permukaan plat tertutup oleh film. Film ini merupakan tahanan
termal terhadap laju perpindahan panas. Pada kondensasi tetes, tidak semua permukaan plat tertutup
lapisan. Ada sebagian permukaan yang terbuka terhadap uap, sehingga laju perpindahan panas lebih
tinggi dibanding dengan laju perpindahan panas pada kondensasi film.

Analisa kondensasi film pada plat vertikal dengan memperhatikan


x gambar 5 di samping, dimana:
Ts = Suhu plat, (K).
Ts Tsat Tsat = Suhu uap jenuh, (K).
y = Tebal film, (m).
y

Gambar 5. Kondensasi film pada plat rata vertikal

Dengan mengabaikan gaya viscous dan distribusi suhu linier antara kondisi uap dan dinding
didapatkan (Incropera. F.D. 1996) :
q  hL ATsat  Ts  ………………………….(16)
dimana: q = Laju perpindahan panas, (W).
hL = Koefisien konveksi, (W/m2K).
A = Luas penampang plat, (m2).
dengan besar laju kondensasi (Incropera. F.D. 1996):
q h ATsat  Ts 
m  L .......................................(17)
hfg hfg
dimana h fg  h fg 1  0,68  Ja  . Ja adalah bilangan tanpa dimensi yang besarnya =
C p ,l Tsat  Ts 
Ja  dengan Cp,l adalah panas jenis cairan.
h fg
Pendingin pada alat penyulingan minyak cengkeh berupa pipa horisontal yang dibenamkan di
dalam kolam air. Gambar 6, menunjukkan bagian pipa pendingin, dimana di dalam pipa terjadi
kondensasi film. Condensate

Uap Uap

Condensate

Gambar 6 Kondensasi film pada pipa horizontal


Besarnya koefisien konveksi dari kondesasi pada pipa horizontal adalah ( Incropera. F.D. 1996 ):
1
 g   v kl 3hfg  4

hD  0,555 l l  .............................(18)
 l Tsat  Ts D 
Persamaan di atas berlaku pada harga angka Reynold yang rendah, yaitu:
  vU m,v D 
Re D ,i     35000 ..................................(19)
 v i

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 6


hfg  h fg  C p ,l Tsat  Ts  ..................(20)
3
Dengan besar kalor latent (Incropera. F.D. 1996):
8
Untuk harga angka Reynold campuran:
   l  2  ...........................(21)
1
D
Re m  Gl  Gv   
    v  

DGv DGl hD 1
Dengan Rev   20000 dan Rel   5000 digunakan  0,026 Prl 3 Re m ...... .(22)
0 ,8

v l kl

C. METODE PENELITIAN
Variasi pengambilan data untuk analisa :
1. Mengambil data menggunakan alat penyulingan minyak cengkeh konvensional.
2. Mengambil data menggunakan alat penyulingan minyak cengkeh dimana tungku pemanas, ketel
suling diisolasi dengan glass wool.
Mengambil data menggunakan alat penyulingan minyak cengkeh dimana ketel suling sudah diisolasi
START

Survey literature dan s urvey lapang a n :


1. Perpustakaan T. Mesin UNS, T. Kimia UNS, Pusat UNS
2. Industri penyulingan minyak cengkeh

Penentuan alat yang bisa digunakan untuk meningkatkan


efisiensi penyulingan serta penentuan pendesainan ulang
yang bisa dilakukan.

Tidak
Disepakati

Ya
Pembuatan alat yang digunakan dan pendesainan konstruksi
alat penyulingan minyak cengkeh yang baru

Penentuan alat ukur dan penempatannya

Penerapan teknologi dalam rangka pendesainan ulang, yaitu:


1. Isolasi panas pada ketel suling.
2. Penggunaan alat pemisah minyak cengkeh dari air

Setting peralatan untuk pengambilan data

Pengambilan data sebanyak 3 kali pada konstruksi alat yang


berbeda

Analisa Data

Kesimpulan

STOP

Gambar 7. Diagram alir tahapan pendesainan

Prosedur Pengambilan Data


1. Jumlah air yang diperlukan selama penyulingan.
Untuk tiga variasi pengambilan data, jumlah air yang dibutuhkan berbeda, karena tergantung dari
besarnya energi panas untuk penguapan.
2. Jumlah bahan bakar yang diperlukan selama penyulingan,Jumlah daun cengkeh sekali
penyulingan.
3. Jumlah efisiensi minyak cengkeh sekali penyulingan.
Setelah minyak cengkeh dipisahkan dari air, minyak cengkeh diukur massanya dengan
menggunakan timbangan. Pengukuran berat minyak cengkeh dilakukan pada masing-masing
variasi.
4. Temperatur pada masing-masing titik pengukuran.

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 7


Penempatan alat ukur untuk pengambilan data terlihat pada gambar 8

10 8 5 6

9 13
7 3

1
11
12
14

Gambar 8 Penempatan Alat Ukur.


Keterangan:
1.Temp Dasar Ketel Suling (Heating Surface) 8.Temp dinding plat sebelah dalam (ketel bagian
atas)
2.Temp didih air (Saturated Temperature) 9.Temp dinding plat sebelah luar (ketel bagian
bawah)
3. Temp uap 10 cm di atas permukaan air. 10.Temp dinding plat sebelah luar (ketel bagian atas)
4. Temp uap 40 cm di atas permukaan air. 11.Temp luar dasar ketel (yang bersinggungan
dengan api)
5. Temp uap 80 cm di atas permukaan air. 12.Temp permukaan luar isolasi tungku api
6. Temp uap masuk pendingin. 13.Temp air pendingin
7. Temp dinding plat sebelah dalam (ketel bagian bawah). 14.Temp cairan keluar dari pendingin.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. HASIL
Dari data pengamatan bisa dibuat trend temperatur pada tiap ketinggian ketel suling. Data
yang dibuat trend yaitu pada waktu ke 225 – 300 menit. Data yang labih lengkap bisa dilihat dibawah
ini
Tabel 2 Distribusi temperatur sepanjang ketinggian ketel suling
Distribusi Temperatur Sepanjang Ketinggian Ketel Suling
Ketinggian Ketel Suling Tidak Diisolasi Ketel Suling Diisolasi
Ketel Suling Glasswoll 0,02 m
x Tm(x) Tm(x) Tm(x) Tm(x)
(m) (K) (oC) (K) (oC)
0 392.00 119.00 392.00 119.00
0.1 389.10 116.10 391.01 118.01
0.2 387.42 114.42 390.34 117.34
0.3 386.09 113.09 389.81 116.81
0.4 384.98 111.98 389.38 116.38
0.5 384.03 111.03 389.02 116.02
0.6 383.20 110.20 388.72 115.72
0.7 382.46 109.46 388.46 115.46
0.8 379.31 106.31 388.23 115.23

Bila hasil perhitungan di atas digambar dalah sebuah grafik grafik pengaruh isolasi pada distribusi
temperatur uap tiap ketinggian ketel suling menjadi :

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 8


Temperatur 121,00

Tanpa
114,00 Isolasi
Isolasi GlassWoll
2 cm
107,00

100,00
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
Ketinggian Ketel Suling

Gambar 9. Grafik pengaruh isolasi pada distribusi suhu sepanjang ketel suling

Temperatur Uap pada Ketinggian 0 m


PENYULINGAN
KONVENSIONAL
105
Temperatur

DENGAN ISOLASI
GLASSWOLL
95 0,02 M

85
220 240 260 280 300
Waktu Penyulingan

Gambar 10. Temperatur uap pada ketinggian 0 m dari permukaan air untuk dua variasi penyulingan

Temperatur Uap pada Ketinggian 0,1 m


113 Penyulinga
Konvensional
n
Temperatur

103 Denga
Isolasi
n
Glaswoll
93 0,02m

83
220 240 260 280 300
Waktu Penyulingan

Gambar 11. Temperatur uap pada ketinggian 0,1 m dari permukaan air untuk dua variasi

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 9


Temperatur Uap pada Ketinggian 0,4 m
111
Penyulingan
Temperatur konvensional
100
Dengan
iisolasi
89

78
240 260 280 300
220

Waktu Penyulingan

Gambar 12. Temperatur uap pada ketinggian 0,4 m dari permukaan air untuk penyulingan

Temperatur Uap pada Ketinggian 0,8 m

Penyulingan
Konvnsional
Temperatur

98
Dengan
Isolasi

88

78
220 240 260 280 300
waktu Penyulingan

Gambar 13.Temperatur uap pada ketinggian 0,8 m dari permukaan air untuk dua variasi penyulingan

Dari grafik di atas bisa dilihat bahwa untuk tiap ketinggian ketel suling, temperatur uap pada
penyulingan dengan menggunakan isolasi pada ketel suling memiliki nilai temperatur yang lebih tinggi
daripada penyulingan konvensional tanpa isolasi. Bisa disimpulkan bahwa penyulingan dengan isolasi
pada ketel suling lebih menjamin tidak terjadinya kondensasi di dalam ketel suling.

Tabel 3. Peningkatan rendemen minyakcengkeh pada beberapa kapasitas produksi


No Kapasitas produksi Rendemen minyak yang dihasilkan Peningkatan
1 65 kg 1,2 kg -
2 70 kg 1,5 kg 25 %
3 80 kg 2,0 kg 40 %

B. PEMBAHASAN
Dari percobaan dengan tiga variasi didapat rendemen minyak yang meningkat untuk tiap variasi.
Jumlah peningkatan rendemen minyak serta prosentase rendemen dibanding bahan baku adalah:
Tabel 4. Perhitungan kenaikan rendemen minyak cengkeh
Prosentase
Rendemen
No Prosentase rendemen kenaikan
minyak
rendemen minyak
1 1,2 kg (1,2/65)kg = 1,846 % -
2 (1,25/65)kg = 1,923 4,17%
1,25 kg
%
3 (1,35/65)kg = 2,077 12,51%
1,35 kg
%

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 10


Untuk mengetahui meningkatnya perekonomian penyuling dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Harga daun cengkeh per kg = Rp. 350,00
Harga minyak cengkeh per kg = Rp. 30.000,00
Jumlah daun cengkeh dalam satu kali penyulingan = 65 kg

Tabel 5. Perhitungan perekonomian penyuling


Prosentase
Hasil Hasil Beaya
No Keuntungan kenaikan
Penyulingan Total Produksi
perekonomian
1 1,2 kg Rp. 36.000,00 Rp. 22.750,00 Rp. 13.250,00 -
2 1,25 kg Rp. 37.500,00 Rp. 22.750,00 Rp. 14.750,00 11%
3 1,35 kg Rp. 40.500,00 Rp. 22.750,00 Rp. 17.750,00 34 %

Keterangan :
1. Penyulingan konvensional
2. Penyulingan dengan isolasi pada ketel suling saja.
3. Penyulingan dengan isolasi pada ketel suling dan alat pemisah minyak yang sudah didisain ulang

IV. SIMPULAN
Dari pendesainan ulang alat penyulingan minyak cengkeh konvensional di desa Wonokeling,
Karangannyar dapat disimpulkan bahwa:
1. Tungku pembakaran masih layak untuk digunakan. Tungku pembakaran mampu
menghasilkan energi panas dari pembakaran bahan bakar yang cukup untuk mendidihkan air
di dalam ketel suling, yaitu sebesar 55650.39 W. Energi panas ini mampu memanaskan
heating surface sebesar 469 oC dengan saturated temperature 121 oC.
2. Isolasi yang paling bagus adalah glasswoll dengan ketebalan 0,02 m.
3. Dengan adanya isolasi glasswoll pada ketel suling, gradien temperatur di dalam ketel suling
relatif lebih kecil dibanding dengan tanpa isolasi.
4. Dari pendesainan alat penyulingan dengan isolasi glasswoll 0,02 m didapatkan temperatur uap
pada puncak ketel suling sebesar 106 oC. Pendesainan menggunakan saturated temperature
111 oC.
5. Dari data pengamatan, pada saturated temperature yang sama (111 oC), penyulingan dengan
isolasi glasswoll 0,02 m pada ketel suling didapatkan temperatur puncak ketel suling sebesar
105 oC.
6. Didapatkan rendemen minyak yang meningkat dalam sekali penyuligan dengan bahan baku 65
kg. Untuk pemberian isolasi glasswoll 0,02 m didapatkan peningkatan rendemen 4,17 %.
Untuk penggunaan alat pemisah minyak pada ketel yang diisolasi didapatkan peningkatan
rendemen minyak sebesar 12,51 %.
7. Dengan peningkatan rendemen minyak cengkeh, untuk penyulingan dengan isolasi ketel
didapatkan keuntungan Rp. 14.750,00 (meningkat 11%). Untuk penggunaan alat pemisah
minyak pada penyulingan dengan ketel yang diisolasi didapatkan keuntungan Rp. 17.750,00
(meningkat 34%).

V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Ghozali Muhammad, 2002, ”Alat Penyulingan Minyak Atsiri ”, Fak. Teknik UNS, Surakarta.
[2] Guenther Ernest, 1987, ” Minyak Atsiri ”, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
[3] Holman, J.P. 1994, ”Perpindahan Kalor ”, Erlangga, Jakarta.
[4] Incropera, F.P. 1996, ”Fundamental of Heat and Mass Transfer ”, John Willey and Sons, Canada.
[5] Muin, S.A. 1988, ”Pesawat-pesawat Konversi Energi I – Ketel Uap ”, Rajawali Pers, Jakarta.
[6] Sastroharnidjojo hardjono,2005, ”Potensi minyak Atsiri Indonesia”, Makalah Workshop
Kewira-usahaan UGM dan Ikhimki,Yogyakarta

Jurnal Teknika ATW_Edisi06 11

Anda mungkin juga menyukai