Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No.

2 Tahun 2022
journal homepage: https://jmb.lipi.go.id/jmb

BERNEGOSIASI DENGAN PANDEMI: ADAPTASI PEMUDA


TERHADAP TATANAN SOSIAL PANDEMI
NEGOTIATING WITH PANDEMIC: YOUTH ADAPTATION TO
THE PANDEMIC SOCIAL ORDERS
B.J. Sujibto¹, Aulia Rachma Diah²

¹,²UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Email korespondensi: bj.sujibto@uin-suka.ac.id

ABSTRAK
Artikel ini mendiskusikan proses adaptasi pemuda dalam tatanan sosial baru yang diproduksi oleh pandemi,
seperti protokol Covid-19 hingga konsekuensi-konsekuensi sosio-kultural lainnya. Interpretasi pemuda terhadap
aturan pandemi, memaksimalkan peran dan status sosial mereka di tengah masyarakat melalui proses sosial
yang menyejarah dapat memunculkan diskursus penting dalam konteks akselerasi terhadap budaya-budaya baru
pandemi. Generasi muda yang identik dengan digital native di satu sisi, dan penggerak perubahan di sisi lain
mempunyai cara sendiri dalam beradaptasi dan merespons budaya-budaya baru di tengah pandemi. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggali data primer melalui wawancara terhadap mahasiswa-
mahasiswa di Yogyakarta. Data primer ini kemudian diperkuat dengan data sekunder yang dikumpulkan melalui
observasi dan media massa. Artikel ini menemukan tiga hal penting. Pertama, kesadaran menjaga kesehatan diri
dan keluarga yang kemudian bermuara pada spirit kolektif, yaitu sehat bersama masyarakat. Kedua, akselerasi
dan adaptasi terhadap dunia digital yang memberi ruang kepada pemuda untuk berkiprah di ranah sosial. Pandemi
mempercepat dunia digital dan sekaligus memaksa masyarakat untuk dapat menggunakannya. Ketiga, ketegangan
budaya terjadi karena proses adaptasi yang konstan terhadap aturan-aturan pandemi. Tiga penemuan ini dibingkai
dalam proses sosial yang menjadi fokus utama untuk melihat peran aktor sekaligus struktur sosial di sekitarnya.

Kata kunci: Covid-19, Budaya Pandemi, Negosiasi, Adaptasi Pemuda

ABSTRACT
This article discusses youth adaptation to the pandemic social orders introduced by the Covid-19 protocol
and other socio-cultural consequences. While maximizing social role and social status in society through durable
processes, youth interpretation of the pandemic rules have created important discourses in the context of shaping
new pandemic cultures. Having acknowledged as digital natives on the one hand, and agents of change, on the
other hand, youths have their own way of adapting and challenging the new cultures of a pandemic. By using a
qualitative approach, primary data were collected through interviews with undergraduate students in Yogyakarta
and then supported by secondary data collected through observations, documents, and news. This article has
found three important points. The first is an awareness of maintaining oneself health and family which then leads
to a collective spirit, that is to build a healthy community. The second is an accelerative way to the digital world
giving youth a flash opportunity to take part in the social sphere. The pandemic has been accelerating the digital
platforms and at the same time has forced youths to be able to use them. The third is cultural tensions inevitably
arising due to the constant process of adaptation to the pandemic rules. These three findings are staged in a social
process to see the role of actors and the social structures in particular.

Keywords: Covid-19, Pandemic Culture, Negotiation, Youth Adaptation

PENDAHULUAN
Setelah dua tahun lebih pandemi Covid-19 tidak, pandemi telah memaksa masyarakat global
menghantam kehidupan global, tatanan sosial dan beradaptasi dengan tatanan sosial baru secara
budaya baru pun tidak terelakkan telah mewarnai cepat dan masif. Adaptasi sosial yang super-cepat
kehidupan sosial masyarakat dengan proses sosial tersebut harus didukung oleh proses pemaknaan
dan budaya yang terjadi secara simultan dan perubahan sosial yang distingtif (Morgan, 2020),
kompleks (Pietrocola et al., 2020). Sadar atau bahkan dengan pendekatan radikal (Davies,

DOI: 10.55981/jmb.1628 253


Naskah Masuk: 5 April 2022 Revisi akhir: 25 Juli 2022 Diterima: 27 Juli 2022
ISSN 1410-4830 (print) | e-ISSN 2502-1966 (online) | © 2022 The Author(s). Published by BRIN Publishing.
This is an open access article under the CC BY-NC-ND license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-
nd/4.0/).
B.J. Sujibto, Aulia Rachma Diah

2021), untuk melihat perkembangan masyarakat (Rahmawati & Putri, 2020) dengan berfokus
yang pelik. Proses sosial dan budaya melalui pada pencapaian hasil belajar (Ulfa & Mikdar,
pendekatan interaksionisme membuka ruang 2020). Selain itu, pemuda juga turut andil dalam
fleksibel di mana cultural performance dengan mengedukasi masyarakat tentang protokol
narasi dan simbol (Alexander & Smith, 2020) kesehatan melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN),
yang lahir di tengah pandemi dapat mengubah salah satunya dengan melakukan sosialisasi
cara menginterpretasi pola dan bentuk interaksi pencegahan Covid-19, pembagian masker, dan
masyarakat di level mikro (Collins, 2020). Situasi hand sanitizer kepada masyarakat setempat
masyarakat seperti ini, oleh para ilmuwan sosial, (Indira & Tantri, 2020).
disebut the fractured society (Monaghan, 2020) Kecenderungan umum riset tentang pemuda
dengan variasi konsep yang secara geneologis di tengah pandemi terpola ke dalam empat arus
dapat dilacak hingga ke risk society-nya Ulrich utama. Pertama, riset yang berfokus kepada
Beck (Sadiki & Saleh, 2021; Walby, 2021; kesehatan mental pemuda (Sharpe et al., 2021).
Moreira & Pinto da Costa, 2020; Nygren & Riset-riset dengan topik ini mengelaborasi aspek-
Olofsson, 2020; Ward, 2020). aspek psikologis seperti pengalaman depresi, stres
Sebagai krisis kemanusiaan yang harus dan gangguan psikis lainnya (Kovacs et al., 2021;
dihadapi bersama, respons multidimensional Długosz, 2021). Kedua, riset-riset yang menyasar
(Gilligan et al., 2020) dan multidisipliner penting kepada dunia kerja dan pengangguran yang
dalam menghadapi pandemi agar kehidupan sosial dialami pemuda karena pandemi (Lambovska et
stabil dan tetap produktif (Saputra et al., 2021). al., 2021; Opratko et al., 2021; Igwe et al., 2020).
Di antara banyak kelompok sosial yang menjadi Aspek ini menempatkan kelompok pemuda
perhatian riset, partisipasi dan eksistensi peran secara integral dalam kehidupan di mana kondisi
anak muda ikut diedarkan. Sebagai kategori sosial rentan seperti itu dapat mengancam stabilitas
yang mempunyai andil penting dalam masyarakat, sosial masyarakat. Ketiga, partisipasi pemuda
para pemuda berpartisipasi mendukung dalam mengawal, mengkritik, dan memulihkan
kebijakan-kebijakan Covid-19 dan sekaligus kondisi sosial masyarakat di tengah pandemi
terlibat dalam menggerakkan masyarakat agar (Aitken, 2021; Rew et al., 2021; Ismangil &
sadar kesehatan. Peran mereka tunjukkan Lee, 2021). Keempat, selain memulihkan kondisi
melalui kegiatan olahraga (futsal dan bola voli) sosial masyarakat, pemuda turut andil dalam
sebagai ikhtiar menjaga kesehatan dan terhindar berperan memberikan inovasi dan kreativitas
dari Covid-19 (Kuncoro et al., 2021), termasuk dalam menopang perekonomian masyarakat
dengan bersepeda (Sujibto & Arba’atun, 2021). melalui pengenalan media sosial dan platform
Lebih umum, faktor-faktor yang mempengaruhi digital marketing (Lestari et al., 2021). Kondisi
anak muda bergerak yaitu pengetahuan, motivasi, ini dimanfaatkan oleh pemuda untuk melakukan
dan masalah kesehatan (Helmina et al., 2021). pemberdayaan masyarakat agar mampu
Dalam aspek pengembangan ekonomi di tengah memanfaatkan teknologi digital di masa pandemi.
pandemi, inovasi pemuda sebagai digital native Topik-topik terkait kecenderungan keempat ini
yang menguasai teknologi informasi dibutuhkan memosisikan pemuda sebagai lokomotif sosial
untuk melakukan transformasi bisnis seperti yang aktif dan dapat membantu proses pemulihan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masyarakat dengan lebih cepat.
ke dunia digital dengan mengenalkan platform
Artikel ini menganalisis proses sosial
digital dalam memasarkan produk di masa
dan budaya anak muda di Yogyakarta dalam
pandemi (Alfian, 2021). Kreativitas pemuda
beradaptasi dengan aturan-aturan pandemi,
dalam pemanfaatan media sosial terbukti mampu
memaknai simbol-simbol sosial yang menyertai
meningkatkan perekonomian selama pandemi
sekaligus terlibat menjalankan perannya
Covid-19 (Lestari et al., 2021). Sementara itu, di
dalam bersosialisasi dan berkontestasi di
ranah pendidikan mahasiswa mendorong adanya
tengah masyarakat. Secara khusus, artikel ini
inovasi dalam metode learning from home dan
mengungkap proses sosial—melalui negosiasi
strategi pelaksanaannya lebih menyenangkan

254 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269
BERNEGOSIASI DENGAN PANDEMI: ADAPTASI PEMUDA TERHADAP TATANAN SOSIAL PANDEMI

dan adaptasi—anak muda terhadap tatanan mikro)—dan di sisi lain muncul sosiologi makro
sosial baru yang dihadirkan pandemi. Pertanyaan yang diperkokoh oleh Emile Durkheim dengan
tentang bagaimana proses interpretasi dan the collective entity of society yang kemudian
internalisasi aturan 3M (menggunakan masker, dikenal sebagai teori fungsionalisme (Šubrt et
menjaga jarak, dan mencuci tangan) menjadi al., 2020). Hingga dewasa ini, diskursus mikro-
diskusi menarik demi mengungkap cara, makna, makro dan relasi aktor-struktur terus berkembang
dan pola yang diartikulasikan dan dikontestasikan dengan pendekatan-pendekatan yang semakin
oleh pemuda. Dari proses internalisasi pemaknaan beragam. Sosiolog penganjur interaksionisme
terhadap aturan-aturan terkait pandemi yang telah simbolik George H. Mead menawarkan konsep
membentuk simbol dan makna budaya baru di menarik tentang “diri” manusia yang menyatukan
masyarakat dapat dijustifikasi sebagai peran dua komponen: “Aku” (I) dan “Aku” (Me). “I”
sosial dan sekaligus bentuk eksistensi anak muda adalah individu, komponen subjektif, aktif dan
yang telah menjadi bagian integral dalam struktur kreatif. “Me” adalah komponen objektif dan pasif,
dan sistem sosial secara lebih luas. yang terutama didasarkan pada sikap kelompok
Artikel ini tidak hanya berangkat dari teori sosial atau masyarakat (Wiley, 2021). Selain itu,
aktor sosial dan dunianya, tetapi sekaligus Erving Goffman memperkenalkan dramaturgi,
mempertegas peran dan eksistensi aktor sosial di mana individu-individu sebagai aktor sosial
berupa anak muda sebagai subjek sosial yang terlibat dalam pertunjukan (tindakan sosial) untuk
mampu menciptakan kulturnya sendiri di tengah menciptakan kesan (Lehn et al., 2021; Carter &
masyarakat yang dihantam pandemi Covid-19. Fuller, 2015).
Untuk itu, pemaknaan terhadap bentuk-bentuk Upaya integrasi aktor-struktur (sosial) dan
simbol dan budaya baru seperti menggunakan penjembatanan ekstrim mikro-makro di atas
masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan terus bermunculan untuk mencari titik temu agar
menghindari kerumunan yang dilakukan dengan peran sosial semakin menempatkan posisi yang
unsur-unsur kreatif dan adaptif membutuhkan proporsional. Norbert Elias memperkenalkan
analisis yang mampu mengungkapkan secara konsep figurasi (Cerulo & Scribano, 2021; Liston,
distingtif proses dan makna budaya-budaya 2017); Hans Gerth dan C. Wright Mills ikut
tersebut. Sehingga budaya-budaya pandemi membahas relasi psikologi sosial melalui buku
yang membentuk tatanan sosial khas anak Character and Social Structure (Braun, 2015);
muda ini dapat dimaknai sebagai proses sosial- sosiolog Antony Gidden secara fundamental
historis yang lahir dari pergulatan pengalaman, dan komprehensif berkontribusi dalam topik
interpretasi, refleksi, dan kontestasi yang dikemas ini melalui teori strukturasi (Canary & Tarin,
dalam lokus proses sosial dan sekaligus social 2017; McGarry, 2016; Giddens, 1984); Peter
performance yang berulang. L. Berger dan Thomas Luckmann mencetuskan
konstruksionisme sosial untuk memperkuat
fenomenologi sosial (Vera, 2016; Berger &
TINJAUAN KONSEPTUAL
Luckmann, 1966); dan Bourdieu mendesain
konsep habitus yang mampu meleburkan
Peran aktor sosial ketegangan antara aktor dan struktur sosial
Dalam disiplin sosiologi, konsep peran sosial (Wacquant, 2016; Edgerton & Roberts, 2014;
(social role) berada dalam pusaran perdebatan Bourdieu, 1996; Bourdieu, 1977). Pada esensinya,
tentang agen/aktor dan struktur, dan secara lebih dua kutub di atas ingin melihat tentang bagaimana
luas bersitegang dalam kutub interaksionisme tatanan dan struktur sosial terkonstruksi menjadi
dan fungsionalisme (Turner, 2006), yang telah pengetahuan yang dapat diterima di tengah
berkembang dengan variasi dan pendekatan baru masyarakat.
(Smyth, 2021). Perdebatan ini bisa dilacak sejak Peran sosial sendiri dirumuskan oleh
Max Weber di satu sisi—dengan memperkenalkan antropolog Ralph Linton sebagai seperangkat
the representatives of individualism dan perilaku individu yang menempati status (posisi)
tindakan aktor (galib dikenal dengan sosiologi tertentu dalam masyarakat (Porczyński, 2021;

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269 255
B.J. Sujibto, Aulia Rachma Diah

Cragg, 2015; Linton, 1936). Sebuah peran Proses sosial dan budaya
merepresentasikan aspek dinamis dari status
Proses sosial terjadi karena kontribusi baik dari
(Karim, 2018), dan bahkan secara ekstrim
aktor maupun struktur itu sendiri. Secara spesifik,
Blumer mempertegas bahwa peran tidak
proses sosial selalu berfokus kepada eksistensi
statis dan mengalami improvisasi pada setiap
aktor dan peran-perannya yang terjadi dalam
individu dengan tujuan memenuhi ekspektasi
struktur, atau dalam konteks geopolitik disebutkan
orang lain (Johnson, 2008). Konsep peran di
bahwa proses sosial terjadi dalam sebuah region
sini ingin mengungkapkan bagaimana individu
(baca: struktur) (Paasi, 2001). Dalam bahasa
berkontribusi pada tugas pemeliharaan komponen
Elias, ia harus mendiagnosis dan menjelaskan
sosial (organisasi dan subsistem) masyarakat yang
tren jangka panjang dan tidak terencana, namun
dalam perspektif fungsionalisme dijalankan oleh
terstruktur dan terarah dalam perkembangan
“fungsi sistem”. Artinya, ada kesamaan tugas yang
struktur sosial dan kepribadian yang membentuk
pada dasarnya menempatkan peran sosial sebagai
infrastruktur dari apa yang biasa disebut ‘sejarah’
jembatan konseptual antara individu manusia dan
(Elias, 1997).
fungsi sosial (Šubrt et al., 2020). Dengan merujuk
Banton, Loudfoot menyebutkan empat prinsip Proses sosial adalah sebuah usaha dalam
dasar peran sosial yang menjadi pertimbangan lingkungan sosial di mana aktor dan struktur
para ilmuwan sosial, yaitu cooperation, ’bridge’ dapat saling memperkuat atau bahkan saling
between society and the individual, ’carries a kontradiktif. Konsep ini tidak ambisius sebagai
message’ from the drama, dan the objectivity of konstruksi sosial yang mengandaikan skema-
the natural sciences (Loudfoot, 1972). Empat skema yang relatif ketat, seperti setidaknya
prinsip ini secara praktis menyasar kepada dua dapat dilacak seperti yang diperkenalkan
level (mikro-makro), yaitu level individual di Berger, Giddens dan Bourdieu, yang menuntut
mana (1) individu tertentu dapat bertindak dan durable maupun, dalam literatur lain, disebut
bahkan merasa sangat berbeda dalam situasi atau sebagai “natural history” (Lopata & Levy,
posisi yang berbeda; dan (2) jika tidak, individu 2003). Proses sosial di sini sejalan dengan apa
yang berbeda mungkin berperilaku sangat mirip yang dikembangkan oleh Elias untuk menandai
dalam hubungan yang serupa dan pada level perkembangan sosial (Elias, 1997). Dalam
kolektif/grup di mana ia berfungsi membedakan konteks mikro, interaksionisme secara umum
tugas, yang masing-masing diasumsikan oleh dapat membaca proses sosial secara baik seperti
individu-individu tertentu (Turner, 2006). dramaturginya Goffman atau dari Alexander
yang memunculkan konsep social performance
Peran sosial anak muda dalam konteks proses yang pada akhirnya dapat ditandai sebagai ritual
sosial dan budaya terkait tatanan dan budaya baru simbolik (Alexander, 2004).
yang muncul selama pandemi menjadi celah
untuk bisa dieksplorasi secara mendalam sebagai Selanjutnya, aspek lain dari proses sosial
konsep baru. Artikel ini menekankan tentang adalah dimensi jumlah dan skala partisipasi
bagaimana konsep peran sosial anak muda dalam aktor individu dan kolektif, serta dari perspektif
upaya memahami dan mengartikulasikan proses ruang dan waktu. Proses ini dapat terjadi pada
adaptasi mereka dengan kebiasaan-kebiasaan tingkat mikro, meso, dan makro sosial, yang
baru selama pandemi. Jelas bahwa peran individu pada puncaknya dapat mempengaruhi kehidupan
sangat penting bagi setiap masyarakat, karena manusia secara kolektif dalam aspek budaya dan
kreativitas individu menyumbangkan energi baru peradaban jangka panjang dan bertahan lama.
bagi pembaharuan (Šubrt et al., 2020). Dalam Produk sosial dan budaya yang dilahirkan karena
konteks fenomenologi, proses agensi dan aktor pandemi pada akhirnya menjadi tatanan sosial
dari anak muda seperti ini bisa dilacak sebagai kolektif. Karena proses sosial dengan adaptasi
cara untuk menemukan “we” yang berkontribusi terhadap aturan dan budaya baru tercipta secara
menciptakan berbagai pengalaman, norma dan terus-menerus, melalui proses figurasi yang tidak
bahkan emosi secara kolektif (Szanto & Moran, direncanakan dengan mengatur keseimbangan
2016). dan kekuatan yang berfluktuasi sebagai elemen

256 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269
BERNEGOSIASI DENGAN PANDEMI: ADAPTASI PEMUDA TERHADAP TATANAN SOSIAL PANDEMI

integral dari hubungan manusia (Šubrt et al., dalam artian yang luas (Webel & Galtung,
2020). Satu di antara contoh mencolok adalah 2007). Aspek konfliktual tersebut menempatkan
tentang variasi produk fashion berupa masker negosiasi sebagai proses ideal dalam menghadapi
yang ikut mewarnai proses sosial (ekonomi) di fenomena keterkejutan dan ketegangan kultural
tengah pandemi (Fadlia, 2021). yang, secara bebas, membuka ruang infiltrasi
meaning-making di tengah Covid-19. Secara
Negosiasi ke adaptasi umum, ketegangan muncul karena adanya
tekanan (Alexseev, 2010) yang beroperasi karena
Introduksi konsep proses sosial dan budaya pengalaman dan secara khusus karena konteks
di atas pada prinsipnya adalah kerja negosiasi konflik (Be’eri et al., 2019). Ketegangan muncul
sosial dalam konteks yang natural dan pandemi. sebagai sebuah proses sosial sekaligus psikologis
Beragam istilah seperti proses sosial, relasi di mana aktor menghadapi kesatuan kuadrat
dan interaksi, negosiasi, atau sosialisasi adalah dualitas: inside/outside and past/future. Relasi
justifikasi dari serangkaian cara dan proses dua hal yang prinsipil dari pengalaman manusia
adaptasi untuk integrasi sosial melalui beragam seperti ini pada akhirnya mengarah kepada aspek
pendekatan, termasuk seperti processes of subjektif dan sekaligus pengalaman sosial, antara
exchange (Blau, 1960). Perangkat-perangkat masa lalu dan masa depan yang berhubungan
pendekatan interaksionisme dan proses meaning- dengan ketidakpastian masa depan (uncertainties
making (Neto, 2013) menjadi prinsip penting about the future). Dalam konteks sosial,
dalam konteks pemaknaan-pemaknaan tatanan ketegangan mengalami proses internalization
sosial baru melalui proses interaksi, sosialisasi, dan externalization sebelum terbentuk menjadi
negosiasi dan adaptasi. Jika ditarik ke istilah realitas (Teixeira & Dazzani, 2019).
paling umum dalam studi ilmu-ilmu sosial,
Pandemi Covid-19 melahirkan tatanan
proses demikian terbingkai secara konseptual-
sosial baru yang tidak selalu mulus diterima oleh
operasional dalam terma interaksi sosial yang
masyarakat. Pemuda termasuk kelompok sosial
general. Beberapa literatur yang dapat dirujuk
yang mengalami proses adaptasi secara intensif
di sini, misalkan, dari Simmel melalui sosiasi
dengan menegosiasikannya dalam aspek sosial
(Kaern et al., 1990), Weber dengan teori tindakan
dan budaya. Pada konteks yang lebih ekstrem,
sosial yang secara spesifik memperkenalkan
ketegangan sosial dapat memunculkan kecemasan
subjective meaning (Longhofer & Winchester,
sosial sekaligus (Vavilina & Kotov, 2017) karena
2016; Goddard, 1973), fenomenologi dunia sosial
ketidakharmonisan, segregasi dan bahkan konflik
Schutz (Pula, 2021; Schutz, 1967), sosiologi
dan kekerasan dapat muncul secara bersamaan.
pengetahuan (Berger & Luckmann, 1966;
Selama pandemi, pengalaman burn-out, stres,
Mannheim, 1954), hingga perkembangan terbaru
dan depresi yang dihadapi pemuda adalah fakta
tentang cultural sociology yang dimotori oleh
yang secara telanjang memperkokoh pengaruh
Jeffrey C. Alexander (Larsen, 2014; Alexander,
dan efek ketegangan sosial maupun kultural.
2003).
Dari penjelasan geneologi konseptual di atas, Ketegangan budaya muncul karena terjadinya
artikel ini mengetengahkan negosiasi budaya ketidakselarasan dengan budaya dan kebiasaan
sebagai konsep yang dipakai untuk melihat proses baru, baik karena adanya perbedaan di antara
adaptasi anak muda selama pandemi, karena aktor maupun dalam prosesnya (Miu, 2008).
proses adaptasi mereka mengalami dinamika Namun begitu, ia terjadi dengan relatif dinamis
yang bahkan dihadapkan dengan keterkejutan dan karena budaya tidak secara langsung berubah
ketegangan. Dengan demikian, konsep negosiasi drastis maupun punah (Tarry, 2011). Sifat-sifat
diperlukan untuk menganalisis proses adaptasi fleksibel yang melekat dengan budaya memberi
pemuda yang tidak mulus tersebut. Selain itu, ruang proses negosiasi yang lebih dinamis. Hal ini
konsep ini berkembang secara ekstensif dalam berbeda misalnya dengan ketegangan-ketegangan
studi ilmu sosial terkait erat dengan konflik, yang terjadi di ranah politik dan ekonomi.
perselisihan dan hubungan-hubungan konfliktual

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269 257
B.J. Sujibto, Aulia Rachma Diah

Dengan negosiasi yang intens, beragam kualitatif yang nantinya dapat memetakan dan
keterkejutan dan ketegangan budaya yang memformulasikan proses mendasar tentang
lahir di tengah pandemi dapat diadaptasikan pemahaman, respons dan adaptasi anak muda
melalui serangkaian proses sosial dan budaya dengan budaya-budaya pandemi.
dengan beragam bentuk partisipasi aktor Yogyakarta menjadi lokasi riset dengan
sosial anak muda. Proses bernegosiasi dengan pertimbangan karena aktivisme dan dinamika
pandemi memaksimalkan semua pendekatan, pemuda, khususnya mahasiswa, sangat menonjol.
termasuk peran aktor—dari self ke sociocultural Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar
connection dengan memperhatikan objectivity dengan berjubel ilmuwan dan para intelektual;
dan subjectivity—seperti dalam kajian mahasiswa sebagai bagian dari dunia akademis
autoethnographic, yang pada gilirannya menyasar membuka ruang bagi aktivitas pergerakan,
hingga komunitas, wilayah, dan negara (Ali & intelektual, dan dinamika sosial secara luas.
Davis-Floyd, 2022). Melalui proses negosiasi Kami memilih lima informan melalui metode
yang intens, adaptasi untuk mencapai penyesuaian purposive sampling dengan semi terstruktur
antara kelompok sosial dan lingkungannya, melalui (Dawson, 2009) dengan kategori subjek
dalam konteks tatanan sosial baru pandemi, yang yaitu mahasiswa dari bermacam kampus di
menguntungkan bagi eksistensi dan pertumbuhan Yogyakarta. Mahasiswa masuk dalam kategori
dapat terwujud secara gradual (Woolston, 1917). pemuda sehingga dalam artikel ini peneliti
menggunakan kata anak muda, pemuda dan
METODE mahasiswa secara bergantian dengan pemaknaan
Karena terjadinya proses adaptasi sosial yang serupa, yaitu merujuk kepada mahasiswa
dan budaya secara logis telah menciptakan itu sendiri. Nama-nama informan kami nyatakan
tatanan-tatanan baru dalam praktik keseharian dalam inisial, yaitu IBIA, AWS, ANU, SSM,
masyarakat, pengalaman pemuda sebagai aktor dan RM. Karakteristik utama informan meliputi
yang aktif dan sekaligus kelompok sosial yang mahasiswa (1) yang aktif dalam kegiatan
strategis menjadi subjek yang menarik untuk organisasi dan sosial, (2) duduk di tahun kedua
ditelisik. Pemaknaan proses tentang peran, cara kuliah, dan (3) mewakili kampus-kampus besar di
dan artikulasi pemuda terhadap budaya baru Yogyakarta. Kami melakukan wawancara daring
yang terbentuk karena pengaruh pandemi dapat melalui aplikasi Whatsapp untuk mendapatkan
mewarnai diskursus sosial tentang proses adaptasi data-data primer. Untuk memperkuat data primer,
dan sekaligus respons pemuda terhadap yang- kami melengkapinya dengan data-data sekunder
dapat-disebut budaya-budaya pandemi. Budaya- melalui observasi fakta-fakta di lapangan dan
budaya pandemi ini pada esensinya adalah berita-berita dari media daring baik dari lembaga
bagian integral dari realitas sosial masyarakat itu resmi pemerintah maupun media independen.
sendiri, di mana peran aktor, proses sosial dan Data-data tersebut dianalisis dilakukan
aspek-aspek historis ikut memperkokoh proses prosedur standar seperti penyajian data, reduksi
terbentuknya budaya-budaya baru tersebut. data, pengkodean (coding), tabulasi (tabulating)
Untuk menjawab secara komprehensif dan dan kesimpulan. Untuk memperkuat analisis
penelitian ini, pendekatan kualitatif digunakan data-data riset, kami menjalankan proses
untuk mendapatkan kedalaman analisis dari triangulasi (Yin, 2016), yaitu sebuah usaha untuk
data-data lapangan. Pendekatan kualitatif dipakai memeriksa kebenaran data dan informasi yang
sebagai metode riset agar proses, pemahaman, dan diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang
respons pemuda tentang budaya-budaya pandemi yang berbeda melalui sumber data seperti
menjadi terbaca (to make visible) secara intensif dokumen, arsip, observasi dan wawancara.
dan komprehensif (Maxwell, 2013). Desain Terakhir, kami bersetia kepada metode induktif
seperti ini dipakai demi mendapatkan data yang (Leavy, 2014) di mana fakta-fakta (data) di
maksimal dan detail di lapangan karena peneliti lapangan menjadi tumpuan untuk bernegosiasi
menjadi instrumen utama di balik pendekatan dengan teori yang sekaligus menjadi peta utama
dalam menyusun kesimpulan.

258 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269
BERNEGOSIASI DENGAN PANDEMI: ADAPTASI PEMUDA TERHADAP TATANAN SOSIAL PANDEMI

HASIL DATA LAPANGAN Pengalaman menggunakan peranti dan


aplikasi digital sebagai medium interaktif
Akselerasi digital membuat masyarakat cakap terhadap teknologi
Pandemi telah mengintervensi secara radikal informasi, khususnya bagi mereka para pebisnis
proses transformasi ke dunia digital di mana yang sebelumnya tidak pernah berjualan secara
pergerakan fisik dan kontak sosial masyarakat online. Situasi pandemi menjadi momentum bagi
dibatasi secara ketat oleh aturan dan protokol peningkatan aktivitas jual beli barang secara
kesehatan. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang online melalui berbagai marketplace seperti
sebelumnya dilakukan secara langsung tatap Shopee, Lazada, Tokopedia, dan sebagainya.
muka (luring atau luar jaringan) berubah menjadi Dalam laporan Kementerian Koperasi dan UKM,
sistem daring (dalam jaringan). Hal tersebut terdapat peningkatan belanja online sebesar 26%
dilaksanakan sebagai upaya pemerintah untuk atau setara dengan 3,1 juta transaksi selama masa
mengajak masyarakat agar ikut serta mengurangi pandemi Covid-19 yang mengubah pola perilaku
persebaran virus Covid-19. Kegiatan-kegiatan masyarakat terhadap belanja online (Merdeka,
di dunia sosial, pendidikan, agama, dan bisnis 2021). Sehingga memacu para pebisnis untuk
dilakukan secara daring. Di dalam ranah kampus, berinovasi dalam memanfaatkan teknologi
misalnya, akses perpustakaan berubah menjadi digital sebagai wadah pemasaran. Di sisi lain,
sistem daring karena adanya pandemi (IBIA, pengaruh penurunan pendapatan akibat pandemi
wawancara pada 8 Juni 2021). Dalam kondisi menjadikan para pebisnis harus memanfaatkan
demikian, akselerasi ke dunia digital menjadi media sosial sebagai tempat memasarkan barang
keniscayaan yang secara masif diikuti oleh (ANU, wawancara pada 6 Oktober 2021).
masyarakat. Dalam proses transformasi ke dunia digital,
Peralihan masif ke dunia digital dihadapi anak-anak muda menjadi aktor yang mewarnai
oleh anak muda sebagai tantangan yang harus proses adaptasi sosial dan negosiasi budaya
diadaptasikan menjadi kebiasaan baru baik dengan piranti dan aplikasi yang berkembang
di ranah akademik (sekolah) maupun dalam dalam dunia digital. Pemuda berkontribusi
lingkungan sosial secara umum. SSM secara dalam menciptakan inovasi dan ide-ide baru
tersurat menyatakan bagaimana tuntutan sebagai bentuk adaptasi yang bermanfaat di
“imigrasi” ke ranah digital sudah menjadi tengah pandemi Covid-19, contohnya melalui
keniscayaan di tengah tuntutan pandemi. pemanfaatan teknologi dalam dunia usaha
yang banyak didorong oleh peran para pemuda
“Hal yang paling mempengaruhi dan mengubah
saya yaitu yang awalnya bisa berinteraksi secara (Purwanti, 2021). Ketersediaan fasilitas digital
tatap muka berubah menjadi serba daring serta yang terus bertumbuh-kembang secara masif
menuntut masyarakat untuk dapat beradaptasi, menciptakan ruang kreatif dan produktif yang
bagaimanapun caranya harus bisa menyesuaikan dapat diisi secara maksimal.
khususnya bagi mahasiswa baru yang dari awal
kuliah sudah menggunakan sistem pembelajaran Interaksi sosial yang masif berpusat di
daring” (SSM, wawancara pada 27 Agustus dunia digital—mulai dari pemanfaatan media
2021). sosial hingga berbelanja online—mempengaruhi
kehidupan sosial anak-anak muda. Anak-anak
Meskipun kenyataannya sistem pembelajaran
muda menjadi pengguna aktif peranti digital
daring masih kurang efektif dirasakan oleh
dengan melakukan inovasi dan kreasi untuk
mahasiswa di perguruan tinggi, karena kendala
kebutuhan sosialisasi di tengah situasi pandemi.
ketidakstabilan koneksi internet, keterbatasan
Dengan begitu, pandemi COVID-19 telah
kuota internet, dan metode pembelajaran yang
mengubah kehidupan manusia dan meningkatkan
monoton, adaptasi dan inovasi terhadap metode
minat pemuda dalam berinteraksi secara online.
pembelajaran daring perlu ditingkatkan. Karena
Hal itu disebabkan karena jarangnya mengadakan
faktanya, metode pembelajaran daring kadang
perkumpulan secara tatap muka selama pandemi,
membuat kurang nyaman dalam menyerap
sehingga ketika adanya kegiatan online seperti
pengetahuan (ANU, wawancara pada 6 Oktober
rapat terkadang memesan GoFood atau membuat
2021).

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269 259
B.J. Sujibto, Aulia Rachma Diah

sesuatu yang instan-instan di rumah dapat mencuci tangan setelah bepergian atau setelah
menjadi alternatif baru ketika dulu sebelum menyentuh sesuatu. Pembiasaan seperti ini
adanya pandemi sering melaksanakan rapat dilakukan selama pandemi sebagai upaya untuk
di tempat makan (AWS, wawancara pada 23 peduli terhadap kesehatan diri sendiri (AWS,
Agustus 2021). wawancara pada 23 Agustus 2021). Dorongan
Adaptasi dalam sistem daring pun diterapkan lain untuk menjaga kesehatan di tengah pandemi
oleh berbagai komunitas atau organisasi juga dipicu karena adanya berita-berita tentang
sebagai jembatan komunikasi para anggotanya. korban yang meninggal akibat Covid-19 (IBIA,
Pengadaan acara seminar daring dengan istilah wawancara pada 8 Juni 2021).
‘webinar’ menjadi alternatif selama pandemi. “Himbauan melakukan protokol kesehatan
Tentu saja nyawa sebuah komunitas maupun awalnya dari pemerintah, namun seiring
organisasi terdapat pada pemikiran-pemikiran berjalannya waktu penerapan protokol kesehatan
para anggotanya. Oleh karenanya, koordinasi menyadarkan diri saya sendiri karena kesehatan
dan komunikasi secara daring menjadi kebutuhan itu penting dan tidak susah untuk dilakukan.
Sebelum pandemi pun saya selalu menjaga
para anggotanya, contohnya melalui rapat daring.
kesehatan” (RM, wawancara pada 30 September
Rapat maupun kegiatan secara daring selalu 2021).
diprioritaskan untuk menghindari kerumunan
selama masa pandemi Covid-19 (AWS, Sementara itu, pemberitaan mengenai
wawancara pada 23 Agustus 2021). kasus pasien yang terkonfirmasi Covid-19
rupanya menyadarkan kalangan pemuda untuk
lebih waspada dalam menjaga kesehatan diri.
Hidup sehat bersama Dorongan ini muncul karena himbauan dari
Selain terjadi perkembangan transformasi ke pemerintah dan kasus yang meningkat. Upaya
dunia digital yang semakin pesat, pandemi untuk menggunakan masker saat bepergian
memotivasi masyarakat secara luas untuk selalu dilakukan dan mencuci tangan menjadi
melakukan pola hidup sehat agar terhindar hal wajib yang selalu dilakukan saat di tempat
dari virus Covid-19. Masyarakat dari kalangan umum bahkan sepulang dari beraktivitas di luar
anak-anak muda seperti mahasiswa mengalami rumah. Dengan adanya pemberitaan peningkatan
perubahan pada pola hidup untuk tetap menjaga jumlah kasus, menjaga protokol kesehatan
kesehatan selama pandemi, seperti rajin mencuci tepat dilakukan meskipun ketika pemberitaan
tangan, menggunakan masker saat keluar ruangan, menyatakan tentang kasus Covid-19 menurun,
berolahraga secara rutin, dan menjaga pola makan terkait himbauan menjaga jarak satu sama lain
sehat. Motivasi untuk melakukan pola hidup masih sulit untuk dihindari (ANU, wawancara
sehat dipengaruhi karena adanya pandemi yang pada 6 Oktober 2021).
membuat setiap individu menyadari kesehatannya Selain sebagai upaya menjaga diri selama
dengan mengatur pola hidup sehat, pola makan, pandemi Covid-19, para pemuda turut andil
dan olahraga (RM, wawancara pada 30 September dalam bertanggung jawab atas kesehatan keluarga
2021). dan lingkungannya. Sikap ini dilakukan atas
Perubahan pola hidup yang lebih sehat dasar kesadaran pemuda untuk turut menjaga
banyak dirasakan oleh kalangan mahasiswa. kesehatan dan keutuhan keluarganya. Dengan
Dorongan dan kemauan menjaga kesehatan begitu, muncul kesadaran kohesi sosial di mana
selalu bersamaan dengan kekhawatiran tentang sikap saling menjaga satu sama lain sangat erat
bahaya pandemi. Ada kecemasan di tengah situasi dirasakan bahkan di kalangan keluarga sekalipun.
ketidakpastian. Kondisi seperti ini memunculkan Meskipun dorongan adanya penerapan protokol
kesadaran untuk meningkatkan imunitas diri dan kesehatan bermula dari anjuran pemerintah,
sekaligus meminimalisir penyebaran Covid-19. namun seiring berjalannya waktu hal ini menjadi
Pandemi menjadikan tiap individu mampu sebuah kebutuhan untuk menjaga diri dan
bertanggung jawab lebih untuk kesehatan diri dan orang-orang di sekitar (SSM, wawancara pada
lingkungannya. Seperti halnya kebiasaan dalam 27 Agustus 2021). Bahkan tidak sedikit yang

260 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269
BERNEGOSIASI DENGAN PANDEMI: ADAPTASI PEMUDA TERHADAP TATANAN SOSIAL PANDEMI

Sumber: Diperoleh dari data observasi


Gambar 1. Spanduk protokol Covid-19 di Yogyakarta

merasa kurang nyaman saat adanya perintah mengingatkan terkait protokol kesehatan (AWS,
untuk menerapkan protokol kesehatan di awal wawancara pada 23 Agustus 2021). Tantangan
pandemi. Proses untuk mengingatkan diri sendiri terberat untuk menerapkan protokol kesehatan
untuk menjalankan protokol kesehatan 3M adalah tentang bagaimana selalu disiplin dalam
awalnya memang tidak mudah dan tidak nyaman penerapannya (ANU, wawancara pada 6 Oktober
seperti harus cuci tangan setiap waktu dan jaga 2021).
jarak (SSM, wawancara pada 27 Agustus 2021). Terlihat bahwa motivasi para pemuda untuk
Terlebih dengan penggunaan masker setiap keluar menjalankan protokol kesehatan 3M muncul
ruangan. Tentu saja, kebiasaan yang baru ini harus karena adanya himbauan dari pemerintah yang
diterima sebagai ikhtiar mengurangi penyebaran ditransfer ke dalam kesadaran diri demi menjadi
Covid-19. Ketidaknyamanan tersebut tidak kesehatan diri dan keluarga. Kesadaran seperti
berlangsung lama, karena seiring berjalannya ini terbentuk karena motivasi kohesi sosial, yaitu
waktu masyarakat dapat menerimanya. sebagai tanggung jawab pemuda untuk saling
“Terkadang rasa malas ada saat melakukan menjaga kesehatan keluarga dan masyarakat
protokol kesehatan, seperti harus bolak-balik secara umum. Tetapi dalam praktiknya,
cuci tangan, keluar bareng keluarga harus jaga penerapan protokol kesehatan merupakan
jarak, dan selalu pakai masker di mana-mana yang kultur baru yang tidak mudah mudah dilakukan
membuat pengap. Namun seiring berjalannya karena itu memerlukan proses sosial dan budaya
waktu sudah bisa menerima dan menjadi
secara konsisten dan menyejarah. Di sisi lain,
kebiasaan” (IBIA, wawancara pada 8 Juni 2021).
pemberitaan demi pemberitaan tentang kasus
Adaptasi terhadap kebiasaan baru seperti ini pasien Covid-19 yang meningkat dapat menjadi
mengalami tegangan yang tidak mudah dilakukan pengingat bagi anak muda agar bersiap dengan
di kalangan anak-anak muda, seperti menjaga kebiasaan baru.
jarak satu sama lain dan kesulitan untuk untuk
Secara spesifik, anak muda menjadi tumpuan
menolak orang yang ini bersalaman, sehingga
dalam proses integrasi sosial bersama masyarakat
butuh proses untuk lebih sigap ketika ada yang
luas untuk beradaptasi dengan pandemi. Seperti

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269 261
B.J. Sujibto, Aulia Rachma Diah

dilaporkan UNICEF, anak muda dapat menjadi “Penerapan protokol kesehatan selama pandemi
yang terdepan dalam menemukan cara-cara menjadi budaya meskipun masih menjadi
baru dan inovatif untuk berkomunikasi dengan paksaan di kalangan tertentu. Karena ketika tidak
menerapkan protokol kesehatan di tempat umum
pemerintah, media massa, layanan medis, dan kita tidak mendapat akses bahkan mendapat
komunitas mereka melalui saluran-saluran seperti sanksi dari pemilik tempat atau pemerintah” (RM,
radio, Whatsapp, pesan teks, media sosial, dan wawancara pada 30 September 2021).
video conference (UNICEF, 2020). Kesempatan
Anak-anak muda membutuhkan proses
belajar yang luas dan potensi besar untuk
negosiasi di tengah keterkejutan demikian dengan
berkolaborasi dengan agensi-agensi lain di
cara melakukan adaptasi dengan kebiasaan baru
lingkungan sosial yang berbeda membuat daya
selama pandemi Covid-19. Karena telah menjadi
kreativitas dan produktivitas anak muda semakin
kebiasaan yang terus dilakukan dan dinormalisasi
meningkat pesat tanpa melupakan lingkungan
sebagai aturan bersama di tengah pandemi, anak
sosial di mana mereka bertumbuh.
muda merasa terasingkan jika tidak menerapkan
protokol kesehatan. Meskipun pada mulanya
Dalam negosiasi mengikuti kebijakan dari pemerintah, kesadaran
Perubahan sosial dan budaya yang terjadi dan dorongan untuk mengikuti protokol kesehatan
selama pandemi Covid-19, seperti interaksi akhirnya tumbuh dari diri sendiri. Sehingga
sosial secara tatap muka yang dibatasi diri sendiri pasti terasa asing apabila berada di
karena adanya kebijakan physical distancing, tengah orang-orang yang taat mengikuti protokol
memaksa anak-anak muda berhadapan dengan kesehatan (RM, wawancara pada 30 September
keterkejutan dan ketegangan sosial-budaya. 2021).
Anak-anak muda dihadapkan pada pengalaman- “Bahkan apabila diri sendiri tidak memakai
pengalaman interaksi sosial yang tidak tunggal masker saat di luar ruangan, pasti merasa malu
dalam menerapkan protokol kesehatan, seperti karena dilihat oleh banyak orang. Ibaratnya seperti
menjaga jarak dan bersalaman dengan orang kita melakukan kejahatan” (IBIA, wawancara
lain. Ketika yang mengajak bersalaman adalah pada 8 Juni 2021).
orang yang lebih tua, justru kita tidak enak jika Tantangan berat selama menerapkan protokol
menolaknya (AWS, wawancara pada 23 Agustus kesehatan adalah menjaga jarak yang dirasakan
2021). Pengalaman ketegangan budaya seperti itu pula oleh masyarakat secara luas. Hal ini
melahirkan kekhawatiran yang turut dirasakan memunculkan adanya resistensi dan ketegangan
oleh pemuda. Namun begitu, anak-anak muda budaya yang luas karena kebiasaan interaktif dan
terus melakukan proses negosiasi untuk mencari berkontak secara komunal di tengah lingkungan
solusi yang proporsional. mereka dipaksa harus berubah. Kehidupan di
Selain itu, di tengah situasi pandemi tengah pandemi mengubah pola bersosialisasi
Covid-19, terdapat pergeseran aktivitas sebelum yang sebelumnya terjaga ikatannya melalui
memasuki tempat umum. Mayoritas tempat silaturahmi. Namun, adanya penerapan menjaga
umum seperti toko, mal, kafe, warung makan, jarak selama pandemi Covid-19 terkadang dapat
dan bank menyediakan tempat mencuci tangan memutus cara silaturahmi antarmasyarakat seperti
dan pengecekan suhu badan sebelum memasuki sediakala (RM, wawancara pada 30 September
area. Pengunjung pun diwajibkan untuk memakai 2021).
masker karena masing-masing tempat umum di Produk-produk budaya pandemi pun terus
atas mempunyai aturan ketat dengan penerapan bermunculan seperti new fashion terkait jenis-
sanksi. Bahkan di tengah situasi pengetatan jenis masker yang cocok dan nyaman untuk
aturan pandemi, masyarakat tidak mendapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari selama
akses masuk apabila tidak menerapkan protokol pandemi. Saat ini banyak macam masker yang
kesehatan secara baik sebelum memasuki tempat marak beredar seperti masker kain, masker
umum. duckbill, masker KF-94, dan beragam jenis
masker lain dengan aneka warna dan motif.

262 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269
BERNEGOSIASI DENGAN PANDEMI: ADAPTASI PEMUDA TERHADAP TATANAN SOSIAL PANDEMI

Sumber: Diperoleh dari data primer


Gambar 2. Model masker duckbill mahasiswa di Yogyakarta

Kondisi seperti ini menciptakan tren fashion DISKUSI DAN PEMBAHASAN


tersendiri di kalangan anak-anak muda dengan Kondisi sosial disruptif karena pandemi Covid-19
determinasi dan preferensi masing-masing. telah menantang interpretasi dan artikulasi
Variasi jenis-jenis masker dipakai sesuaikan tentang peran sosial di tengah struktur masyarakat
dengan warna dan model pakaian. Tren masker yang mengalami adaptasi terhadap kebiasaan-
pun menjadi fashion dan budaya yang melekat kebiasaan baru. Eksistensi dan peran aktor sosial
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat ketika menjadi faktor penting dalam menjalankan proses
hendak keluar (ANU, wawancara pada 6 Oktober negosiasi di tengah keterkejutan karena produksi
2021). budaya dan kebiasaan baru pandemi yang
“Adanya pemakaian masker yang menjadi menuntut proses adaptasi yang persisten. Setiap
kebiasaan selama pandemi Covid-19, masker individu dan aktor memiliki status dan sekaligus
akan berkembang menjadi bagian dari fashion” peran masing-masing di ranah sosial. Aktor-aktor
(AWS, wawancara pada 23 Agustus 2021) dan sosial berupa anak muda telah memaksimalkan
“protokol kesehatan telah menjadi habit apalagi peran dan sekaligus posisi mereka dalam
pemakaian masker yang merambah ke fashion,
karena jika tidak memakainya seperti ada yang
bernegosiasi dengan lingkungan sosial di tengah
kurang” (RM, wawancara pada 30 September pandemi. Karena posisi dan status tersebut dapat
2021). memunculkan suatu peran di mana di dalamnya
diisi oleh aktor secara otonom (Cragg, 2015;
Pengalaman bernegosiasi di tengah produksi
Linton, 1936). Dengan adanya peran dalam suatu
budaya pandemi memberi ruang kepada anak-anak
struktur masyarakat, setiap individu dan aktor
muda untuk menciptakan bentuk-bentuk adaptasi
berkontribusi dalam pemeliharaan sistem sosial
terhadapnya. Proses tersebut telah melahirkan
yang berproses secara alamiah. Pengalaman
pemaknaan baru mengenai penerapan protokol
hidup di tengah pandemi mengharuskan proses
kesehatan 3M yang telah menjadi kebiasaan
negosiasi dan adaptasi dengan kebiasaan-
dalam kehidupan masa kini. Sebagian anak muda
kebiasaan baru demi menjaga kohesi sosial dan
merasa teralienasi apabila tidak menerapkan
integrasi. Dalam situasi demikian, peran dan
protokol kesehatan 3M ketika beraktivitas di luar
kontribusi sosial pemuda sebagai kelompok sosial
rumah. Selain teralienasi, kemudahan akses di
dapat diwujudkan sejalan dengan transformasi
ruang publik sangat sulit didapatkan apabila tidak
digital yang masif selama pandemi.
mematuhi protokol kesehatan.

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269 263
B.J. Sujibto, Aulia Rachma Diah

Harus diakui bahwa dunia digital telah pandemi dengan mengatur pola hidup sehat
menjadi lokus kontestasi peran dan sekaligus seperti pola makan dan olahraga. Dorongan lain
status sosial yang dimanfaatkan oleh anak-anak untuk menjaga kesehatan di tengah pandemi
muda dengan jelajah kreativitasnya yang brilian juga dipicu karena adanya berita-berita tentang
untuk menegosiasikan pengalaman-pengalaman korban yang meninggal akibat Covid-19. Proses
kolektif mereka ke ranah sosial. Intensitas sosial demikian merupakan bagian dari adaptasi
penggunaan dunia digital akhirnya menggiring terhadap aturan dan kultur baru yang tercipta
anak-anak muda untuk berkreasi memanfaatkan secara terus-menerus, melalui proses figurasi
new media sebagai wahana baru yang dapat yang tidak direncanakan dengan mengatur
menjembatani interaksi sosial dengan masyarakat. keseimbangan dan kekuatan yang berfluktuasi
Pandemi secara koersif mengkondisikan aktor- sebagai elemen integral dari hubungan manusia
aktor digital native seperti pemuda untuk (Šubrt et al., 2020). Meskipun dorongan adanya
beradaptasi dengan perkembangan dunia digital penerapan protokol kesehatan bermula dari
dengan tanpa melihat jenis kelamin dan status anjuran pemerintah, namun seiring berjalannya
gender mereka. Anak-anak muda secara aktif waktu hal ini menjadi sebuah kebutuhan untuk
terus beradaptasi dengan dunia digital sebagai menjaga diri dan masyarakat sekitar. Artinya, ada
sarana mempertegas peran, posisi, dan status kesamaan tugas yang pada dasarnya menempatkan
sosial mereka. peran sosial sebagai jembatan konseptual antara
Untuk itu, penegasan posisi dan peran sosial individu manusia dan fungsi sosial (Šubrt et al.,
pemuda melalui memaksimalkan platform digital 2020).
telah menciptakan kultur yang berorientasi Pengalaman bernegosiasi dan beradaptasi
digital sebagai justifikasi bagi kreativitas dengan budaya baru pandemi secara umum,
anak muda yang inovatif (Šubrt et al., 2020). seperti interaksi sosial yang dibatasi dengan
Dalam proses transformasi digital yang masif, penerapan physical distancing dan terbentuknya
peran dan kreativitas pemuda muncul sebagai sikap alergi (atau bahkan parno) ketika
upaya bernegosiasi dan beradaptasi dengan mendapati orang lain berbatuk di tempat
situasi dan kondisi pandemi yang membatasi umum, memunculkan tensi kultural yang terjadi
ruang gerak dengan aturan seperti physical karena adanya tekanan (Alexseev, 2010) aturan
distancing. Di tengah keterbatasan ruang gerak seperti protokol kesehatan dengan pengalaman-
fisik seperti itu anak-anak muda ditantang untuk pengalaman kultural yang disharmoni (Be’eri et
tetap berkontribusi dalam beradaptasi dengan al., 2019). Introduksi berupa aturan dan kebijakan
kebiasaan-kebiasaan baru selama pandemi. pemerintah untuk mengurangi persebaran
Dalam aspek untuk menjaga dan memperkuat Covid-19 seperti 3M pada awalnya adalah “paket
struktur sosial dengan posisi-posisi yang diduduki paksaan” yang kemudian berproses secara natural
oleh kelompok pemuda, kegiatan-kegiatan secara menjadi kebiasaan kolektif. Anak-anak muda
daring menjadi prioritas demi menghindari dihadapkan pada paket aturan untuk menerapkan
kerumunan selama masa pandemi Covid-19. protokol kesehatan di tempat umum agar mereka
Digital oriented telah menjadi kultur baru yang dapat diterima dan mendapatkan akses sosial baik
dimanfaatkan oleh pemuda dan mahasiswa tidak dalam struktur negara maupun kehidupan sosial
hanya untuk kepentingan pendidikan, tetapi juga secara umum. Bayang-bayang sanksi sosial dan
menjadi media untuk kepentingan bisnis. kultural secara langsung juga membebani mereka.
Peran dan partisipasi anak muda pada Karena adaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru
puncaknya dapat berpengaruh secara kolektif. masih dianggap sebagai paksaan oleh anak-anak
Di masa pandemi Covid-19, proses adaptasi muda, ketegangan baik secara personal maupun
kebiasaan-kebiasaan baru juga termotivasi kolektif menjadi sebuah keniscayaan. Dalam
karena menjalankan protokol kesehatan dan situasi demikian, kecemasan sosial dan personal
pola hidup sehat. Motivasi untuk melakukan sudah tidak terelakkan (Vavilina & Kotov, 2017).
pola hidup sehat dipengaruhi oleh tuntutan

264 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269
BERNEGOSIASI DENGAN PANDEMI: ADAPTASI PEMUDA TERHADAP TATANAN SOSIAL PANDEMI

Tatanan sosial dan budaya baru pandemi pemahaman mereka terhadap proses sosial dan
pada satu sisi telah terinternalisasi ke dalam kebudayaan yang muncul di tengah pandemi
setiap tindakan aktor sosial, termasuk anak- dapat mendukung proses adaptasi terhadap
anak muda. Tetapi di sisi lain, intervensi kreatif tatanan sosial baru pandemic secara intensif dan
anak-anak muda untuk menginterpretasi tatanan komprehensif.
sosial dan budaya baru dengan ciri khas pemuda
akhirnya memperkaya makna dan praktik sosial PENUTUP
di tengah pandemi. Ada konflik identitas antara
kesamaan (similarity) dan perbedaan (difference) Deskripsi di atas telah mewedarkan hasil penelitian
yang dimunculkan oleh tatanan dan budaya baru tentang proses negosiasi, adaptasi dan kontestasi
pandemi sehingga tekanan dan gangguan merasa anak muda terhadap aturan-aturan baru pandemi,
asing, dan bahkan merasa salah sendiri, menjadi yang pada gilirannya dapat mencerap bagaimana
konsekuensi logis bagi anak-anak muda yang respons, motivasi dan cara mereka dalam
menolak dan melanggar protokol Covid-19. Para menghadapi tatanan-tatanan sosial pandemi.
pemuda turut merasakan adanya keterkejutan Artikel ini menemukan tiga hal penting, yaitu (1)
yang memunculkan kecemasan sosial dalam kesadaran menjaga kesehatan diri dan keluarga
proses penerapan protokol kesehatan, mereka dan juga semangat untuk melestarikan kesehatan
merasa teralienasi dan seperti melakukan kolektif; (2), akselerasi dan adaptasi terhadap
kejahatan apabila tidak menerapkan protokol dunia digital yang memberi ruang kepada pemuda
kesehatan secara ketat di ruang publik. untuk berkiprah dalam lingkungan sosial; dan (3)
terjadinya negosiasi di tengah keterkejutan sosial-
Sementara itu, keterkejutan dan tensi terhadap budaya yang diproduksi oleh pandemi sehingga
tatanan budaya dan sosial pandemi terjadi karena proses adaptasi terhadapnya dapat membentuk
ketidakselarasan dengan budaya dan kebiasaan pemaknaan-pemaknaan baru, baik sebagai tren
baru, baik karena adanya perbedaan di antara aktor fashion temporal maupun menyejarah menjadi
maupun dalam prosesnya (Miu, 2008). Selaras tatanan hidup new normal.
dengan itu, suasana konfliktual budaya semakin
Tiga temuan tersebut berpusat kepada
diperkuat oleh relasi status sosial, misalkan ketika
eksistensi dan peran aktif aktor sosial berupa anak
yang mengajak bersalaman adalah orang yang
muda yang dapat terefleksikan sebagai justifikasi
lebih tua. Anak-anak muda mengalami kekikukan
proses sosial melalui cara bernegosiasi dengan
sosial dalam situasi demikian. Selain itu, produk-
tatanan sosial-budaya baru pandemi. Kesadaran
produk sosial dan budaya pandemi juga muncul
aktor sosial untuk bernegosiasi dengan “produk
dalam proses kontestasi tren fashion terkait
pandemi” yang kerap kali konfliktual pada
penggunaan masker. Fashion dan tren masker
akhirnya dapat merealisasikan peran dan sekaligus
ini memberi ruang terbuka bagi proses negosiasi
posisi mereka, seperti akselerasi dunia digital dan
identitas anak-anak muda, antara strata dan status
tren fashion pada model-model masker. Refleksi
sosial secara umum.
penting dalam riset ini menunjukkan bagaimana
Untuk itu, terbentuk beragam aturan terkait konsep dan praktik negosiasi menjadi modal kuat
pandemi yang memaksa dan sebuah keniscayaan dalam proses adaptasi terhadap tatanan sosial
lahirnya tatanan dan produk sosial-budaya baru dan budaya baru yang acapkali memunculkan
dibutuhkan sebuah proses negosiasi antaraktor keterkejutan dan tensi. Proses adaptasi di tengah
dengan lingkungannya secara intens yang pada situasi keterkejutan dan disrupsi karena pandemi
gilirannya dapat diadaptasi oleh lingkungan sosial membutuhkan negosiasi di mana peran dan status
secara komunal. Kesiapan bernegosiasi dengan sosial anak-anak muda dapat dimaksimalkan.
pandemi, dari berbagai pendekatan dan metode,
Namun begitu, artikel ini tetap mempunyai
telah membuat jalan bagi proses adaptasi yang
keterbatasan pada aspek geografis yang sangat
lebih mudah bagi pemuda. Negosiasi di sini
mungkin memunculkan perbedaan pemahaman,
dijalankan dengan kesadaran aktor terhadap
pola dan pendekatan anak muda terhadap protokol
lingkungan sosial sehingga interpretasi dan
Covid-19. Implikasi dari semua itu adalah, tentu

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269 265
B.J. Sujibto, Aulia Rachma Diah

saja, tentang perbedaan cara dan bentuk anak- Bourdieu, P. (1996). State nobility elite schools in the
anak muda dalam menghadapi dan sekaligus ikut field of power (p. 499).
serta mengonstruksi tatanan-tatanan sosial baru Braun, J. (2015). What social theory can learn from
yang tercipta karena pandemi. Cara demikian Hans Gerth and C. Wright Mills’s “Character
and social structure: The psychology of social
dapat melengkapi diskursus tentang pemahaman
institutions.” The American Sociologist, 46(3),
anak muda dalam bersosialisasi, berkontestasi dan 414–433.
bernegosiasi sehingga melahirkan makna-makna Canary, H. E., & Tarin, C. A. (2017). Structuration
sosial yang baru. Proposal ini penting dinyatakan theory. The International Encyclopedia of
secara terbuka agar potensi lahirnya diskursus Organizational Communication, 1–15. https://
baru dalam topik serupa dapat memperkuat doi.org/10.1002/9781118955567.wbieoc197
perdebatan dan sekaligus membuka ruang lebar Carter, M. J., & Fuller, C. (2015). Symbolic inter-
terciptanya teori-teori baru yang kompatibel. actionism. Sociopedia, May 2016. https://doi.
org/10.1177/205684601561
Cerulo, M., & Scribano, A. (2021). The Emotions in
DAFTAR PUSTAKA the Classics of Sociology. In The Emotions in
Aitken, S. C. (2021). Pandemic and protest: young the Classics of Sociology. Routledge. https://
people at the forefront of US Pandemonium. doi.org/10.4324/9781003088363
Children’s Geographies, 0(0), 1–12. https://doi. Collins, R. (2020). Social distancing as a critical test
org/10.1080/14733285.2021.1900542 of the micro-sociology of solidarity. American
Alexander, J. C. (2003). The meanings of social life: a Journal of Cultural Sociology, 8(3), 477–497.
cultural sociology. https://doi.org/10.1093/acp https://doi.org/10.1057/s41290-020-00120-z
rof:oso/9780195160840.003.0010 Cragg, S. (2015). Status and role in early states: A
Alexander, J. C. (2004). Cultural pragmatics: social comparative analysis. July 2016.
performance between ritual and strategy. Davies, K. (2021). Festivals post Covid-19. Leisure
Sociological Theory, 22(4), 527–573. Sciences, 43(1–2), 184–189. https://doi.org/10
Alexander, J. C., & Smith, P. (2020). COVID-19 and .1080/01490400.2020.1774000
symbolic action: global pandemic as code, Dawson, C. (2009). Inroduction to Reseach Methods.
narrative, and cultural performance. American
Długosz, P. (2021). Factors influencing mental health
Journal of Cultural Sociology, 8(3), 263–269.
among American youth in the time of the
https://doi.org/10.1057/s41290-020-00123-w
Covid-19 pandemic. Personality and Individual
Alexseev, M. (2010). Are cultural tensions “cultural”? Differences, 175(November 2020). https://doi.
In W. Ascher & J. M. Heffron (Eds.), Cultural org/10.1016/j.paid.2021.110711
Change and Persistence. Palgrave Macmillan.
Edgerton, J. D., & Roberts, L. W. (2014). Cul-
Alfian, V. M. (2021). Peran anak muda melakukan tural capital or habitus? Bourdieu and
inovasi untuk UMKM di masa dan pasca pan- beyond in the explanation of enduring
demi. Prosiding Seminar Nasional …, 1, 7–26. educational inequality. Theory and Research
Ali, I., & Davis-Floyd, R. (2022). Negotiating the in Education, 12(2), 193–220. https://doi.
pandemic. In Negotiating the pandemic. https:// org/10.1177/1477878514530231
doi.org/10.4324/9781003187462 Elias, N. (1997). Towards a theory of social processes:
Be’eri, E., Beeri, M., & Cohen, T. (2019). Cultural A translation. The British Journal of Sociology,
competence in a context of ethnic tension. Israel 48(3), 355–383. https://doi.org/10.2307/591136
Journal of Health Policy Research, 8(1), 1–5. Fadlia, A. (2021). Masker sebagai budaya baru tren
https://doi.org/10.1186/s13584-019-0317-5 fesyen di Indonesia Pendahuluan. JSRW
Berger, P. L., & Luckmann, T. (1966). The Social con- (Jurnal Senirupa Warna), 9(2). https://doi.
struction of reality: Treatise in the sociology. org/10.36806/jsrw.v9i2.115
Blau, P. M. (1960). A Theory of social integration. Giddens, A. (1984). The constitution of society. Polity
The American Journal of Sosiology, 65(6), Press.
545–556. Gilligan, M., Suitor, J. J., Rurka, M., & Silverstein,
Bourdieu, P. (1977). Outline of a theory of practice: M. (2020). Multigenerational social support in
16 (Cambridge studies in social and cultural the face of the COVID-19 pandemic. Journal
anthropology, series number 16). In Antrop- of Family Theory & Review, 12(4), 431–447.
ologiske Mesterværker (p. 134). https://doi.org/10.1111/JFTR.12397

266 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269
BERNEGOSIASI DENGAN PANDEMI: ADAPTASI PEMUDA TERHADAP TATANAN SOSIAL PANDEMI

Goddard, D. (1973). Max Weber and the objectivity Lambovska, M., Sardinha, B., & Belas, Jr., J. (2021).
of social science. History and Theory, 12(1), Impact of the Covid-19 pandemic on youth
1–22. unemployment in the European Union. Eko-
Helmina, S. N., Linawati, H., & Nisa, H. (2021). nomicko-Manazerske Spektrum, 15(1), 55–63.
Pengetahuan dan motivasi kepatuhan protokol https://doi.org/10.26552/ems.2021.1.55-63
kesehatan Covid-19 : Survei online pada Larsen, H. (2014). Cultural sociology as social
mahasiswa Jawa Timur. Buletin Penelitian Kes- research: A conversation with Jeffrey C.
ehatan, 49(2), 71–80. https://doi.org/10.22435/ Alexander. Sosiologisk Tidsskrift, 22 (1)(May
bpk.v49i2.4214 2013), 75–90.
Igwe, P. A., Ochinanwata, C., Ochinanwata, N., Leavy, P. (Ed.). (2014). The Oxford Handbook of
Adeyeye, J. O., Ikpor, I. M., Nwakpu, S. qualitative research. In The Oxford handbook of
E., Egbo, O. P., Onyishi, I. E., Vincent, O., qualitative research. Oxford University Press.
Nwekpa, K. C., Nwakpu, K. O., Adeoye, A. Lehn, D. vom, Ruiz-Junco, N., & Gibson, W. (Eds.).
A., Odika, P. O., Fakah, H., Ogunnaike, O. O., (2021). The Routledge international handbook
& Umemezia, E. I. (2020). Solidarity and social of interactionism (p. 413). Routledge.
behaviour: how did this help communities
Lestari, A. P., Kumara, L., Jajang, M., Khairunnisa,
to manage COVID-19 pandemic? Interna-
N., Pamulang, U., & Selatan, T. (2021). Peran
tional Journal of Sociology and Social Policy,
pemuda kreatif dalam pemanfaatan media
40(9–10), 1183–1200. https://doi.org/10.1108/
sosial sebagai. 1(April).
IJSSP-07-2020-0276
Linton, R. (1936). The study of man: An introduction.
Indira, W., & Tantri, I. D. A. M. (2020). Penyadaran
Appleton-Century-Crofts.
protokol kesehatan dan pelestarian budaya
selama pandemi melalui kegiatan KKN di Desa Liston, K. (2017). Norbert elias, figurational sociology
Ped Nusa Penida. SEGARA WIDYA: Jurnal and feminisms. In L. Mansfield, J. Caudwell,
Hasil Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, B. Wheaton, & B. Watson (Eds.), The Palgrave
8(2), 114–119. handbook of feminism and sport, leisure and
physical education (pp. 357–373). https://doi.
Ismangil, M., & Lee, M. (2021). Protests in Hong
org/10.1057/978-1-137-53318-0_23
Kong during the Covid-19 pandemic. Crime,
Media, Culture, 17(1), 17–20. https://doi. Longhofer, W., & Winchester, D. (Eds.). (2016). Social
org/10.1177/1741659020946229 theory re-wired: New connections to classical
and contemporary perspectives. Routledge
Johnson, D. P. (2008). Contemporary sociological
Taylor & Francis Group.
theory. Springer.
Lopata, H., & Levy, J. A. (2003). Social problems
Kaern, M., Phillips, B. S., & Cohen, R. S. (Eds.).
across the life course (H. Lopata & J. A. Levy
(1990). Georg Simmel and contemporary
(Eds.)). Rowman & Littlefield Publishers, Inc.
sociology. In Georg Simmel and Contemporary
Sociology. Kluwer Academic Publishers. Loudfoot, E. M. (1972). The concept of social role. Phi-
losophy of the Social Sciences, 2(1), 133–145.
Karim, M. F. (2018). Middle power, status-seeking
https://doi.org/10.1177/004839317200200110
and role conceptions: the cases of Indonesia
and South Korea. Australian Journal of Inter- Mannheim, K. (1954). Ideology and utopia: An
national Affairs, 72(4), 343–363. https://doi.org introduction to the sociology of knowledge.
/10.1080/10357718.2018.1443428 Routledge & Kegan Paul. https://doi.
org/10.2307/2603547
Kovacs, B., Caplan, N., Grob, S., & King, M. (2021).
Social networks and loneliness during the Maxwell, J. A. (2013). Qualitative research design: An
COVID-19 pandemic. Socius, 7. https://doi. interactive approach. SAGE Publications Inc.
org/10.1177/2378023120985254 McGarry, O. (2016). Knowing ‘how to go on’:
Kuncoro, D. W., Yarmani, Y., & Ilahi, B. R. (2021). structuration theory as an analytical prism in
Antusias pemuda karang taruna madya karya studies of intercultural engagement. Journal
terhadap olahraga di masa pandemi Covid-19 of Ethnic and Migration Studies, 42(12),
di Desa Serumbung Kabupaten Bengkulu 2067–2085. https://doi.org/10.1080/136918
Utara. SPORT GYMNASTICS : Jurnal Ilmiah 3X.2016.1148593
Pendidikan Jasmani, 2(1), 147–158. https://doi. Merdeka. (2021). Kemenkop catat transaksi belanja
org/10.33369/gymnastics.v2i1.14861 online meningkat 26 persen selama pandemi.
Merdeka.Com.

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269 267
B.J. Sujibto, Aulia Rachma Diah

Miu, C. Y. (2008). Exploring cultural tensions in Purwanti, T. (2021). Pemerintah apresiasi pemuda
cross-cultural social work practice. Social dalam penanganan pandemi. CNBC Indonesia.
Work, 53(4), 317–328. https://doi.org/10.1093/ Rahmawati, & Putri, E. M. I. (2020). Learning from
sw/53.4.317 home dalam perspektif persepsi mahasiswa
Monaghan, L. F. (2020). Coronavirus (COVID-19), era pandemi Covid-19. Prosiding Seminar
pandemic psychology and the fractured society: Nasional Hardiknas, 1, 17–24.
a sociological case for critique, foresight and Rew, L., Yeargain, O., Peretz, C., & Croce, E.
action. Sociology of Health and Illness, 42(8), (2021). “I’m losing everything all over again”:
1982–1995. https://doi.org/10.1111/1467- Responses from youth experiencing homeless-
9566.13202 ness during the COVID-19 pandemic. Archives
Moreira, D. N., & Pinto da Costa, M. (2020). The of Psychiatric Nursing, 35(6), 653–657. https://
impact of the Covid-19 pandemic in the doi.org/10.1016/j.apnu.2021.08.002
precipitation of intimate partner violence. Sadiki, L., & Saleh, L. (2021). The COVID-19 pan-
International Journal of Law and Psychiatry, demic and possibilities for Arab ‘risk society.’
71. https://doi.org/10.1016/j.ijlp.2020.101606 Melbourne Asia Review, 6(May). https://doi.
Morgan, M. (2020). Why meaning-making matters: org/10.37839/mar2652-550x6.11
the case of the UK Government’s COVID-19 Saputra, N., Ardyansyah, F., Palupiningtyas, D., &
response. American Journal of Cultural Soci- Khusna, K. (2021). Work-from-home produc-
ology, 8(3), 270–323. https://doi.org/10.1057/ tivity in indonesia : First time experience of
s41290-020-00121-y virtual working during Covid-19 time. Jurnal
Neto, F. L. (2013). Cultural sociol- Masyarakat dan Budaya, 23(1), 13–26. https://
ogy. Sociopedia.Isa, 43–62. https://doi. doi.org/10.14203/jmb.v23i1.1122
org/10.1017/9781316677452.004 Schutz, A. (1967). The phenomenology of the social
Nygren, K. G., & Olofsson, A. (2020). Managing world. Northwestern University Press. https://
the Covid-19 pandemic through individual doi.org/10.5840/schutz2019115
responsibility: the consequences of a world risk Sharpe, D., Rajabi, M., Chileshe, C., Joseph, S. M.,
society and enhanced ethopolitics. Journal of Sesay, I., Williams, J., & Sait, S. (2021).
Risk Research, 23(7–8), 1031–1035. https:// Mental health and wellbeing implications of
doi.org/10.1080/13669877.2020.1756382 the COVID-19 quarantine for disabled and
Opratko, B., Bojadžijev, M., Bojanić, S. M., Fiket, I., disadvantaged children and young people:
Harder, A., Jonsson, S., Nećak, M., Neegard, evidence from a cross-cultural study in Zambia
A., Ortega Soto, C., Pudar Draško, G., Sauer, and Sierra Leone. BMC Psychology, 9(1), 79.
B., & Stojanović Čehajić, K. (2021). Cultures https://doi.org/10.1186/s40359-021-00583-w
of rejection in the Covid-19 crisis. Ethnic and Smyth, L. (2021). Rethinking social roles: Conflict
Racial Studies, 44(5), 893–905. https://doi.org and modern life. Sociology, 55(6), 1211–1227.
/10.1080/01419870.2020.1859575 https://doi.org/10.1177/00380385211007753
Paasi, A. (2001). Europe as a social process and Šubrt, J., Kumsa, A., & Ruzzeddu, M. (2020). Explain-
discourse: Considerations of place, bound- ing social processes. Springer. https://doi.
aries and identity. European Urban and org/10.4324/9781315634722
Regional Studies, 8(1), 7–28. https://doi.
Sujibto, B. J., & Arba’atun, M. (2021). Inventing the
org/10.1177/096977640100800102
pandemic lifestyles: Bicycle tourism during
Pietrocola, M., Rodrigues, E., Bercot, F., & Schnorr, S. Covid-19. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat:
(2020). Science education in pandemic times: Media Pemikiran Dan Dakwah Pembangunan,
what can we learn from COVID-19 on science 5(2), 293–318. https://doi.org/10.14421/
technology and risk society. April 2021. https:// jpm.2021.052-02
doi.org/10.35542/osf.io/chtgv
Szanto, T., & Moran, D. (Eds.). (2016). Phenomenol-
Porczyński, D. (2021). Afterword: The sociology of a ogy of sociality discovering the ‘we.’ In The
movie actor. Przegląd Socjologii Jakościowej, phenomenology of sociality: discovering the
17(3), 240–249. https://doi.org/10.18778/1733- “we” (pp. 1–337). Routledge. https://doi.
8069.17.3.13 org/10.4324/9781315688268
Pula, B. (2021). Does phenomenology (still) mat- Tarry, E. (2011). Is west really best? Social and
ter? Three phenomenological traditions and cultural tensions international students experi-
sociological theory. International Journal of ence having studied at British universities.
Politics, Culture and Society, 0123456789. Journal of Further and Higher Education,
https://doi.org/10.1007/s10767-021-09404-9 35(1), 69–87. https://doi.org/10.1080/030987
7X.2010.540316

268 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269
BERNEGOSIASI DENGAN PANDEMI: ADAPTASI PEMUDA TERHADAP TATANAN SOSIAL PANDEMI

Teixeira, A. de M. B., & Dazzani, M. V. M. (2019). Wacquant, L. (2016). A concise genealogy and anatomy
Subjective and cultural tensions in the identity of habitus. Sociological Review, 64(1), 64–72.
experience of being black. Human Arenas, https://doi.org/10.1111/1467-954X.12356
2(3), 378–390. https://doi.org/10.1007/s42087- Walby, S. (2021). The COVID pandemic and
019-00057-x social theory: Social democracy and public
Turner, J. H. (Ed.). (2006). Handbook of health in the crisis. European Journal of
sociological theory. Springer. https://doi. Social Theory, 24(1), 22–43. https://doi.
org/10.4324/9781315418773-4 org/10.1177/1368431020970127
Ulfa, Z. D., & Mikdar, U. Z. (2020). Dampak pandemi Ward, P. R. (2020). A sociology of the Covid-19
Covid-19 terhadap perilaku belajar, sosial dan pandemic: A commentary and research
kesehatan bagi mahasiswa FKIP Universitas agenda for sociologists. Journal of
Palangka Raya. JOSSAE : Journal of Sport Sociology, 56(4), 726–735. https://doi.
Science and Education, 5(2), 124. https://doi. org/10.1177/1440783320939682
org/10.26740/jossae.v5n2.p124-138 Webel, C., & Galtung, J. (Eds.). (2007). Handbook
UNICEF. (2020). COVID-19 : Bekerja dengan dan of peace and conflict studies. In Handbook of
untuk anak muda. Unfpa, Ifrc, 0–35. https:// peace and conflict studies. Routledge. https://
www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc doi.org/10.4324/9780203089163
=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ve Wiley, N. (2021). Reflexivity in george herbert
d=2ahUKEwjJqMGy-YfyAhUimeYKHcMe mead. Studies in Symbolic Interaction,
Ck4QFjAAegQIBRAD&url=https%3A%2F 52, 61–72. https://doi.org/10.1108/S0163-
%2Fwww.unicef.org%2Findonesia%2Fsites 239620210000052005/FULL/XML
%2Funicef.org.indonesia%2Ffiles%2F2020-
Woolston, H. B. (1917). Social adaptation: A study in
06%2FCOVID-19-Bekerja-dengan-dan-unt
the development of the doctrine of adaptation
Vavilina, N. D., & Kotov, D. A. (2017). New as a theory of social progress. The American
opportunities for regional development: From Journal of Theology, 21(2), 8–11.
social tension to social cooperation. Regional
Yin, R. K. (2016). Qualitative research from start
Research of Russia, 7(2), 162–168. https://doi.
to finish. The Guilford Press. https://doi.
org/10.1134/S2079970517020101
org/10.1111/fcsr.12144
Vera, H. (2016). Rebuilding a classic: The
social construction of reality at 50. Cul-
tural Sociology, 10(1), 3–20. https://doi.
org/10.1177/1749975515617489

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 253–269 269

Anda mungkin juga menyukai