Anda di halaman 1dari 56

The Party

(The Proposition #0.5)

by

Katie Ashley

1|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


THE PARTY

Sinopsis:

Setelah putus dengan ―friend with benefits‖ terakhirnya, hal terakhir


yang Aidan Fitzgerald butuhkan adalah pertanyaan menjengkelkan
dari keluarga tentang status bujangannya. Tapi setelah berdiri sebagai
wali untuk putra keponakannya, Mason, dan itulah yang ia dapatkan
dari pesta pembaptisan. Melarikan diri murka ayah dan saudara-
saudara perempuannya, yang ia inginkan hanyalah pergi ke pesta
Natal perusahaan. Di sana ia bisa minum dan menemukan gadis untuk
dibawa pulang.

Hal terakhir yang Emma Harrison inginkan adalah menghadiri


pesta—apalagi pesta di tempat kerja. Setelah menyelenggarakan
perayaan tahunan memperingati kematian tunangannya bersama
teman-teman dekatnya, Emma akhirnya punya keberanian untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri dan menjadi seorang ibu.
Meyakinkan sahabat baiknya, Connor, yang sedikit mabuk untuk
menjadi donor spermanya jauh lebih mudah daripada yang ia
pikirkan, dan yang tersisa sekarang adalah untuk memulai prosesnya.
Tapi sahabat dan juga rekan kerjanya, Casey, mendesak Emma untuk
datang di pesta Natal perusahaan demi bos barunya.

Baik Aidan maupun Emma tidak bisa membayangkan apa yang


terjadi pada mereka di pesta itu.

®LoveReads

The Party dimulai tepat setelah The Proposal berakhir dan kemudian
flashback 3 bulan sebelum The Proposition. Dalam novella ini kita
akan tahu lebih banyak tentang Emma dan kehidupan Aidan sebelum
pertemuan pertama mereka di pesta Natal perusahaan.

2|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


Prolog

-Masa Kini-
Melirik jam di dashboard mobil, Emma meringis. Hari untuk me-
manjakan dirinya sendiri di spa sedikit terlambat dari seharusnya.
Oke, tiga puluh menit itu tidak tepat untuk dikatakan sedikit
terlambat. Sekarang hanya tinggal satu jam sebelum dia dan Aidan
seharusnya tiba di Pesta Natal perusahaannya. Entah bagaimana
dalam waktu 1 jam itu mereka harus menitipkan Noah dulu ke rumah
keponakan Aidan, Megan, sejak dia dengan senang hati menawarkan
diri menjaga Noah untuk mereka.

Ketika ia meluncur hingga berhenti di lampu merah, dia mencari-cari


lalu mengeluarkan telepon dari tasnya. Jari-jarinya bergerak lincah di
atas keyboard saat dia mengetik,

‗Lima menit lagi sampai rumah. Penata rambutnya terlambat,


Maafkan aku.‘

Dia tidak tahu bagaimana respon Aidan saat ia mengirim pesan teks
padanya. Beberapa pesan terakhirnya tidak dijawab, dan ia takut
untuk menelepon rumah karena mungkin Noah masih tidur siang.

Aidan telah memberinya kejutan tadi pagi saat sarapan dengan


memberinya hadiah di awal Natal—sebuah voucher untuk Spa Sydell
dimana Emma bisa menghabiskan harinya dimanjakan dengan
perawatan wajah dan pijat sebelum rambutnya ditata dan wajahnya
dirias untuk pesta. Sekarang setelah dia menjadi ibu rumah tangga,
Emma menikmati kapan saja dia bisa memiliki harinya hanya untuk
dirinya sendiri. Saat ini yang paling menakjubkan, terutama karena
Aidan bersenang-senang menghabiskan waktu ‗ala pria‘ bersama
Noah.

Tapi sekarang Emma bahkan tidak ingin mulai bertanya-tanya


bagaimana Aidan bisa bersiap-siap untuk ke pesta dengan Noah yang
merangkak kesana kemari dan masuk ke segala tempat. Semua yang

3|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


dilakukan Emma hanya tinggal memakai gaun pestanya, tetapi ketika
ia meninggalkan Aidan dan Noah tadi pagi, Aidan hanya memakai
celana pendek usang dan belum mandi atau bercukur.

Dia memacu mobilnya memasuki jalanan masuk rumah dan pelan-


pelan masuk ke garasi. Meraih tasnya, ia melompat keluar dan
bergegas ke dapur. Beau menemuinya di ambang pintu.

―Hiya, boy. Coba aku tebak. Daddy marah dan tidak mau berbicara
denganku?‖

Beau memiringkan kepalanya ke arah Emma, membuatnya tertawa.


―Oke, coba aku ulangi lagi. Di mana para pria?‖

Beau mengibaskan ekornya sebelum berbalik dan keluar dari dapur.


―Oke, kalau begitu aku akan mengikutimu.‖

Melirik ke ruang tamu, Emma melihat televisi menyala.

―Aidan?‖ Ia memanggil saat ia mulai menyusuri lorong. Beau duduk


di luar pintu kamar tidur utama, sambil mengibaskan ekornya di
lantai. Emma tersenyum dan menepuk kepalanya. ―Kau benar-benar
anak yang baik. Terima kasih membiarkan aku tahu dimana mereka
berada.‖

Ketika Emma mulai memasuki kamar tidur, dia berhenti mendadak.


Berbaring di salah satu sisi tempat tidur, Aidan sedang tidur nyenyak
dengan tangan kanannya menutupi kepalanya. Di sampingnya, Noah
berbaring di posisi yang sama. Senyum melengkung di bibir Emma,
dan dia tidak bisa menghentikan kehangatan yang menyebar melalui
dadanya saat melihat dua orang yang paling dicintainya di seluruh
dunia. Mengambil ponsel dari tasnya, dia berjinjit ke tempat tidur. Dia
mengambil beberapa foto dari ayah dan anaknya yang wajahnya
sangat mirip itu.

Sekarang Emma tahu mengapa pesannya tak terjawab. Aidan tidak


marah—dia tertidur nyenyak. Pelan-pelan duduk di samping Aidan,
Emma membungkuk dan mencium pipinya kemudian memberikan
ciuman sekilas pada mulutnya yang hangat.

4|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


―Bangun, tukang tidur. Sudah waktunya bersiap-siap untuk pesta,‖
kata Emma di bibirnya.

Sementara Aidan nyaris tidak bergerak, suaranya menyebabkan Noah


meregangkan kepalan tangannya di atas kepalanya dan kakinya
menendang-nendang. Emma mengulurkan tangan melewati pinggang
Aidan untuk menggendong Noah. Mencium pipinya, Emma berkata,

―Halo malaikat. Apakah kau merindukan Mommy?‖ Mata biru Noah


yang masih mengantuk terbuka—mata tajam yang sama dengan
ayahnya. Seringai kecil terbentuk di bibir Noah, yang membuat
Emma meleleh. Tangan mungilnya menggapai untuk menyapukan
jari-jarinya di atas pipi Emma.

Emma mencium masing-masing jari tangan Noah sebelum berpura-


pura menggigitnya, yang selalu membuat Noah tertawa. ―Aku rindu
padamu, dan aku akan merindukanmu malam ini juga. Tapi Megan
akan menjagamu dengan baik, dan kau bisa bermain dengan Mason.‖

Noah bergumam menanggapinya, meraih helaian rambut merah yang


suka dia putar-putar dengan jari-jarinya.

Mendengar dengkuran Aidan, Emma menggelengkan kepala. ―Ayo,


mari kita bangunkan Daddy.‖ Emma mendudukkan Noah di sebelah
Aidan. ―Ayolah. Bangunkan dia,‖ perintahnya. Sambil menyeringai,
Noah langsung mengulurkan tangan dan memukulkan tangannya
berulang kali di dada Aidan.

―Dada!‖ Teriaknya.

Mata Aidan terbuka, dan ia menatap liar di sekitar ruangan sebelum


akhirnya melihat ke arah Emma. Mulutnya menguap lebar sebelum ia
berbicara.

―Sekarang ada caranya membangunkan tidur. Hanya senang dia tidak


dekat dengan selangkanganku,‖ gumam Aidan sebelum menggosok
matanya.

Emma tertawa. ―Hei, aku mencoba menciummu, tetapi kau tidak mau
bangun.‖
5|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
Dengan seringai seksi ciri khasnya, Aidan menjawab, ―Sialan, aku
benci melewatkan yang satu itu.‖

Aidan mulai bergerak mendekatinya, tapi Emma mendorongnya


kembali. ―Well, Kau tidak akan melewatkan banyak dengan Noah di
tempat tidur, belum lagi fakta kita akan terlambat ke pesta Natal.‖

―Siapa yang peduli tentang tepat waktu? Kita bisa hanya muncul
sebentar saja.‖ Menarik dirinya ke posisi duduk, Aidan menatap
Emma sejenak, mengamati penampilannya. ―Kau tampak cantik,‖
gumamnya.

Kehangatan memenuhi pipi Emma. ―Terima kasih. Dan terima kasih


lagi untuk hadiah di awal Natalku. Aku mengalami hari yang paling
menakjubkan.‖

Aidan tersenyum. ―Terima kasih kembali.‖ Aidan mengulurkan


tangan, dengan lembut mengambil salah satu ikal rambut Emma yang
terurai di antara jari-jarinya—dia dan Noah sama-sama memiliki
obsesi dengan rambut Emma. ―Aku sangat senang kau membiarkan
rambutmu tergerai.‖

―Aku melakukannya untukmu—Aku tahu kau menyukainya ikal


rambutku tergerai.‖

Aidan mengedipkan mata pada Emma. ―Sama seperti pada malam


pertama aku melihatmu.‖

Sambil menyeringai, Emma berkata, ―Ya, tapi perbedaan malam itu


dan malam ini adalah aku akan pulang denganmu. Tidak seperti dua
tahun lalu ketika aku bilang kau adalah orang terakhir di bumi yang
ingin aku tiduri.‖

Aidan tertawa. ―Sungguh besar perbedaan yang terjadi dalam dua


tahun itu, ya?‖ Aidan membungkuk untuk mencium leher Emma.
―Kau harus mengakui bahwa kita telah membuat hampir semua
perubahan besar dalam dua puluh empat bulan terakhir. Tidak hanya
kau akhirnya tidur denganku berkali-kali—‖

6|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


Emma memukul lengan Aidan dengan main-main yang membuat
Aidan menarik diri dan mengedipkan mata padanya.

―Tapi kau menikah denganku, memberiku putra yang tampan, dan


sekarang hamil lagi dengan anakku.‖

―Dengan putrimu,‖ goda Emma.

Sambil mengerang, Aidan menjawab, ―Kita belum begitu yakin


apakah dia perempuan.‖ Aidan menghela napas dan menggelengkan
kepalanya. ―Tapi kalau iya, aku berharap dia tidak akan pernah
berkencan dengan pria seperti aku.‖

―Sekarang berhentilah merendahkan dirimu. Kau seorang playboy


yang bereformasi, ingatkan?‖

―Ya benar.‖

―Masa lalu adalah masa lalu, dan semua yang kita miliki adalah kita
sekarang dan masa depan.‖

―Tapi kita tidak akan memiliki masa sekarang jika bukan karena masa
laluku yang terkenal buruk atau masa lalumu yang agak tragis.‖

Emma tersenyum. ―Memang benar. Kurasa kita berutang segalanya


untuk satu pesta, ya?‖

Aidan mengangguk. ―Yeah, tentu saja kita akan melakukannya!‖

®LoveReads

7|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


Bab 1

-WAKTU ITU-
DUA TAHUN YANG LALU...

Suara nyaring nada dering ponsel menembus samar-samar alam


bawah sadar Aidan Fitzgerald. Berguling di tempat tidur, tangannya
memukul-mukul secara membabi buta di sepanjang meja samping
tempat tidur untuk menemukannya. Begitu jari Aidan menyentuh
ponselnya, ia menyambarnya, ibu jarinya mengusap bar di layar dan
membawa ke telinganya. ―Ello?‖ Gumamnya setengah mengantuk.

―Tolong beritahu aku, kau tidak lupa hari apa ini?‖ Suara ayahnya
menggelegar di telepon.

Sambil mengerang, Aidan menarik dirinya ke posisi duduk di tempat


tidur. Dia menempelkan ponsel ke telinganya kemudian dengan kasar
mengusap kotoran dan rasa kantuk keluar dari mata birunya. ―Selamat
pagi untukmu juga, Pop.‖

―Aku bersumpah demi semua yang kudus bahwa jika kau mabuk pada
saat pembaptisan cucu baptismu, aku pribadi akan memukul
pantatmu!‖

Kata-kata ayahnya seakan menyiram dirinya langsung terjaga. Melirik


dari atas bahunya, ia melihat waktu pada jam digital. 09:00. Tiga jam
sebelum ia diharapkan hadir di gereja Kristus Raja untuk acara
pembaptisan cucu keponakannya. Meskipun dia bukanlah pilihan
yang tepat untuk pekerjaan itu, entah bagaimana dia mau
melakukannya demi keponakannya, Megan, meyakinkan dia untuk
mengambil peran sebagai bapak baptis bayinya, Mason.

―Aku tidak mabuk, Pop. Aku hanya tidur larut malam. Sekarang hari
sabtu, dan tidak semua orang dari kita memiliki tubuh yang disetel ke
jam militer.‖

8|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


Ketika ayahnya mendengus sebagai tanda tidak setuju di ujung
telepon, Aidan membayangkan sebuah gambaran sempurna ayahnya
yang hampir dapat dipastikan dalam keadaan marah. Dia hanya bisa
mendengar ayahnya sedang mencengkeram ketat telepon nirkabel
bersama postur tubuhnya yang tegak lurus seperti senapan dengan
kepalanya berambut seputih salju yang mengguncang tanda setuju.

―Ya, aku hanya bisa membayangkan kau butuh istirahat setelah larut
malam melakukan sesuatu hanya Tuhan yang tahu,‖ gerutu Patrick.

Sebuah seringaian melengkung di bibir Aidan ketika ia memikirkan


malam sebelumnya, petualangan R-rated (hanya untuk orang dewasa).
Memikirkan kembali tidak membantu ereksi yang muncul pada pagi
hari dan sudah mulai ingin berolahraga. ―Dengar, aku sudah bangun,
dan aku akan berada di sana untuk menjemputmu pada jam sebelas,
dan kita akan memiliki waktu satu jam sebelum pelayanan. Oke?‖

―Sebaiknya begitu.‖

―Dan merindukan perasaan bersalah yang lain? Aku tidak akan


memimpikannya,‖ kata Aidan sebelum ia menutup telepon. Dia
melemparkan telepon kembali ke meja nakas. Membenamkan
kembali di balik selimut, ia kemudian meraup cewek pirang berkaki
panjang yang telah menjadi teman tidur Friday Night-nya selama
enam minggu terakhir.

―Apa kamu harus pergi?‖ Tanya Lydia sambil menguap.

―Belum,‖ jawab Aidan, mengular tangannya ke lekukan payudaranya.

Saat putingnya mengeras di bawah sentuhannya, Lydia mengerang


dengan lembut. ―Panggilan telepon tentang apa?‖

Aidan berhenti mencium punggung Lydia yang telanjang. ―Hanya


ayahku. Dia ingin memastikan aku sudah bangun dan sadar untuk
anak baptisku yang akan di baptis hari ini.‖

Lydia mendengus. ―Kau akan berada di gereja pada acara pem-


baptisan?‖

9|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


―Yap, aku ayah baptis,‖ jawabnya, menekan ereksinya ke pantat
Lydia yang telanjang.

Sambil menggoda, Lydia bergoyang-goyang menjauhinya. ―Kupikir


wali baptis seharusnya menjadi panduan moral dan spiritual untuk
anak-anak.‖

Aidan tertawa. ―Apakah kamu mencoba untuk mengatakan kalau aku


akan menjadi pengaruh buruk bagi Mason?‖

Lydia melirik ke belakang ke arahnya. ―Ayolah, Aidan. Kamu orang


terakhir di bumi ini yang perlu memberikan bimbingan apapun untuk
anak-anak. Semua tahu kamu suka minum dan menyutubuhi wanita.‖

―Dan aku cukup sialan baik untuk keduanya, kan?‖

Lydia tertawa. ―Kau dan egomu itu.‖

―Bisakah kita berhenti bicara?‖

―Kecuali untuk hal-hal yang kotor?‖

―Tepat.‖ Aidan menggigiti Lydia sepanjang bahu telanjangnya. ―Hari


ini akan menjadi semacam emosional yang merepotkan. Aku hanya
ingin melupakan tentang semua omong kosong dengan
menyutubuhimu sampai tidak sadar. Tubuhmu selalu seperti pengalih
perhatian yang baik.‖

Bukannya bersemangat dengan sentuhannya, alih-alih tubuh Lydia


menegang. ―Jadi pada dasarnya kamu ingin memanfaatkan diriku?‖

Bibir Aidan berhenti di lehernya. ―Tidak, bukan itu yang kumaksud.‖

Lydia menghentakkan kepalanya ke belakang untuk menjepit Aidan


sambil memberi tatapan dingin.

―Sangat jelas terdengar seperti itu.‖

Aidan mendengus dengan frustrasi. ―Wow, sangat bagus emosi


berputar 180 derajat.‖

10 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Well, maaf, aku tidak terlalu senang ketika seorang pria menyindir
bahwa aku hanya untuk melupakan apapun kekacauan itu dari
pikirannya.‖

―Bukan itu yang kumaksud. Tapi jangan mencoba untuk meneriakkan


apapun yang terjadi diantara kita lebih dari yang sebenarnya.‖

Lydia memiringkan alisnya. ―Dan kamu anggap apa kita ini?‖

―Kita hanya teman tidur, Lydia. Apa tepatnya yang kita lakukan jika
tidak saling menguntungkan untuk seks?‖

―Aku pikir apa yang telah kita lakukan selama enam minggu terakhir
adalah sedikit lebih dari sejumlah kecanggunganmu,‖ tukasnya.

―Oh Tuhan, jangan bilang kamu sekarang mencari undangan untuk


pergi denganku di acara pembaptisan anak baptisku hari ini?‖

―Aku yakin sekali tidak. Aku hanya ingin membuat percakapan.‖

Aidan menggelengkan kepala berambut pirangnya. ―Aku bisa melihat


kemana arah pembicaraan ini. Kau pikir bertemu dengan keluargaku
secara ajaib akan membuat kita lebih dari sekedar dua orang yang
hanya bertemu untuk seks sekali atau dua kali seminggu?‖

Menggeser menjauh menuju pinggir tempat tidur, Lydia menarik


selimut untuk menutupi dadanya sebelum memelototi Aidan. ―Kau
bisa menjadi seorang bajingan yang benar-benar nyata, apa kau tahu
itu?‖

Aidan mengangkat tangannya dengan frustrasi. ―Sekarang aku tidak


tahu, aku bingung apa sih masalahmu? Kupikir kita sangat bersenang-
senang saat bersama-sama, dan kita bisa memiliki lebih banyak –
khususnya sebelum aku harus pergi ke hari yang benar-benar seperti
neraka.‖
―Kita memang bersenang-senang, tapi aku tidak ingin kau
memanfaatkan aku, Aidan. Tidak ada wanita menyukai ide bahwa dia
hanyalah potongan pantat yang bisa digunakan kapanpun atau dengan
cara apapun oleh beberapa orang tolol yang menginginkannya,
11 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
terutama ketika pria itu ingin meredam emosinya untuk sementara
waktu. Aku seorang manusia, kau tahu, aku memiliki perasaan.‖

Oh Sial. Ini dia. Pembicaraan ‗Aku ingin lebih‘ mau tidak mau akan
merusak situasi semua kebaikan tentang teman tidur atau
berhubungan seks tanpa komitmen yang pernah menjadi bagian dari
dirinya. Banyak hal yang telah terjadi begitu hebat dengan Lydia.
Aidan bertemu dengannya pada suatu malam setelah bekerja di
tempat nongkrong favoritnya, O‘Malley. Mereka minum selama satu
jam atau lebih secara biasa tanpa memikirkan untuk melakukan
pembicaraan agar saling mengenal sebelum pulang ke tempat Lydia
untuk seks terpanas yang ia miliki dalam jangka waktu yang lama.

Setelah seks putaran ketiga ketika ia merangkak keluar dari tempat


tidur Lydia untuk pergi, ia menyinggung topik ketemuan sekali atau
dua kali seminggu. Masih merasakan kabut seks, Lydia lebih dari
bersedia. Jadi selama enam minggu terakhir, Aidan merasa puas
dengan apa yang mereka miliki, dan ia tidak ingin lebih.

Tentu saja, masalahnya adalah setiap melakukan hubungan seksual ia


selalu membuat jelas bahwa ia tidak ingin lebih. Tapi setiap saat hal
itu bisa kacau dengan beberapa cewek yang berpegangan pada
harapan besar bahwa mereka menjadi seseorang yang akan
menjinakkannya. Dengan kebencian dan rasa jijik terbakar di wajah
Lydia tertuju pada dirinya, sekarang sepertinya dia hendak bergabung
dengan deretan panjang mantan teman kencannya.

Aidan memiringkan alisnya kepadanya. ―Jadi itu saja? Kita sudah


selesai karena tiba-tiba kau merasa dimanfaatkan?‖

Lydia menyambar kembali selimut dan melempar keluar dari tempat


tidur. ―Pergi! Keluar dari rumahku, kau anak bajingan!‖

―Baik, dengan senang hati,‖ Aidan menggerutu sambil melepaskan


diri dari selimut. Saat ia berdiri dari tempat tidur, seketika Lydia
melemparkan celana Aidan ke arahnya. Celananya langsung
mengenai wajahnya diikuti dengan bajunya. ―Jesus, aku akan pergi,
oke? Percayalah aku tidak ingin tinggal lebih lama satu detikpun
disini denganmu.‖
12 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aidan sedikit melompat saat memakai celananya. Semburan kata-kata
Lydia telah memadamkan hasratnya bersamaan dengan ereksinya. Dia
tidak perlu repot-repot mengancingkan celananya atau mengenakan
bajunya. Dia menyambar sepatunya yang ia lepaskan di ruang tamu
sebelum menghentakkan kakinya keluar dari pintu depan.

Sialan, sulit dipercaya.

Satu-satunya panggilan telepon dari ayahnya berhasil menghentikan


hasrat seksnya dengan Lydia selamanya. Apakah ini mengenai cewek
dan pertemuan keluarga? Terakhir kali ia benar-benar berani
membawa seorang gadis di sekitar keluarganya hampir enam tahun
yang lalu. Sudah dua tahun setelah dia putus karena sesuatu hal
dengan mantan tunangannya, Amy. Pada waktu itu, ia tidak
memikirkan apapun saat meminta teman kencan terbarunya untuk
bergabung dengannya. Terlepas dari semuanya, pada tanggal 4 Juli itu
hanyalah BBQ biasa – atau seperti yang dia pikir. Tapi saat bertemu
dengan ibu dan ayahnya pada bulan itu, semua aroma yang bisa dia
dengar adalah lonceng pernikahan. Dua hari kemudian dia mulai
menyebut mereka sebagai ―kami‖, dan Aidan berhenti meneleponnya.
Aidan tidak merasa senang dengan kata ―kami‖.

Dia tidak pernah melakukan hal itu dan tidak akan pernah.

Well, hal itu sepenuhnya tidaklah benar. Dia sudah mencoba


monogami, berkencan—bahkan bertunangan, tapi ia merasa terluka
begitu parahnya jadi dia bersumpah tidak akan pernah lagi melakukan
hal itu.

Tujuh tahun kemudian, ia senang menjadi sosok bujangan tanpa


memiliki bahkan rencana menikah. Meskipun hal itu tampaknya
menjadi misi keluarganya dalam kehidupannya untuk membuat
dirinya segera menikah, menetap, dan memiliki banyak anak.

Aidan bergidik saat ia memasuki halaman rumahnya. Tidak ada hal


sialan itu akan pernah terjadi.

®LoveReads

13 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 2

Setelah mandi dengan santai kemudian mencukur, Aidan mengenakan


setelan terbaiknya sebelum menuju keluar pintu untuk menjemput
ayahnya. Sama seperti yang ia perkirakan, Patrick sudah menunggu-
nya di halaman.

―Sekarang baru jam sebelas,‖ kata Aidan saat Patrick membuka pintu.

―Aku tidak mengatakan apa-apa.‖

Aidan menyeringai. ―Aku hanya menyebutkan fakta-fakta jika kau


mencoba mengatakan kalau aku terlambat.‖

―Apakah kau benar-benar berpikir aku seperti sebagian orang tua


yang banyak tingkah?‖ Patrick merenung saat ia memasang sabuk
pengamannya.

―Kau mulai sedikit bertingkah seperti mereka, Pop.‖

Patrick tertawa. ―Fakta ini pasti gara-gara aku terlalu banyak


menghabiskan waktuku pada hari Sabtu di VFW. Para lansia lainnya
telah menulari aku.‖

Aidan menyeringai. ―Yeah, aku yakin karena itu.‖

―Apakah kau ingat sudah membelikan hadiah untuk Mason?‖

Melawan keinginan untuk memutar matanya, Aidan menjawab, ―Ya,


Pop. Sudah.‖

―Aku hanya bertanya. Mengapa kau begitu mudah tersinggung? Apa


kau tidak cukup tidurmu semalam?‖

Aidan mengalihkan pandangannya dari jalan untuk menatap ayahnya.


―Aku menolak menjawab pertanyaan yang satu itu, terima kasih.‖

―Kedengarannya kau merasa sangat bersalah. Kau harus membawa


teman wanitamu untuk acara pembaptisan.‖
14 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dengan mendengus, Aidan menjawab, ―Tidak, aku tidak berpikir
begitu.‖

―Merasa malu dengan keluargamu?‖

―Tentu saja tidak. Selain itu, dia bukan seperti kebanyakan wanita,
setidaknya dari semua teman. Kami bukan apa-apa lagi.‖ Sambil
menghirup napas, ia bergumam, ―Bukan berarti kami sudah terlalu
jauh melangkah.‖

Patrick mendesah. ―Aku masih berharap suatu hari nanti sebelum aku
mati, aku bisa menghadiri pembaptisan putra atau putrimu.‖

Aidan tidak bisa menahan diri menyentakkan tangannya di setir, yang


menyebabkan mobil berbelok di jalanan. ―Pop, please. Aku ingin
berhasil melewati perjalanan hari ini tanpa rasa bersalah, oke?‖

―Jadi aku salah berharap kau menikah dan memiliki anak-anak?‖

Dengan kasar, Aidan mengendalikan mobil memasuki tempat parkir


di belakang gereja. ―Aku menegaskan, aku sudah selesai dengan
percakapan ini, oke? Hal yang paling mendekati, aku akan berdiri
menjadi orang tua sebagai wali baptis Mason. Setuju?‖

Patrick mengangguk dengan sedih. ―Baik nak. Terserah apa yang


kamu katakan.‖

―Bagus. Sekarang ayolah. Tidak setiap hari cucu pertamamu yang


hebat dibaptis, kan?‖

―Benar,‖ kata Patrick, sambil tersenyum.

Setelah keluar dari mobil, Aidan langsung menuju bagasi. Dia


mengeluarkan tas dari toko perhiasan yang berisi kotak dibungkus
halus dengan kata Mason menyilang di dalamnya. Meskipun ia sudah
membeli yang kecil, Aidan membayangkan itu akan membuatnya
terlihat semakin kecil dengan bentuk Mason yang mungil. Anak itu
baru berusia – enam minggu terlalu muda untuk pembaptisan biasa,
tapi karena sudah mendekati Natal, saat inilah waktu yang terbaik

15 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
seluruh keluarganya berkumpul bersama-sama, termasuk adiknya,
Julia, yang tinggal di negara bagian Amerika lainnya.

Saat mereka melangkah memasuki gereja, Patrick memberi isyarat


Aidan ke salah satu sisi ruangan. Ketika ia membuka pintu, ia
dibombardir oleh saudara-saudara perempuannya dan keluarga
mereka. Semua keponakan perempuan dan laki-laki ingin
memeluknya dan menceritakan tentang apa yang terjadi di sekolah
atau kelas dansa atau latihan sepak bola. Dia memberikan perhatian
penuh satu persatu. Akhirnya, mereka meninggalkan dia untuk ke
Patrick, dan ia bisa mengambil napas dengan santai.

Setelah menyerahkan hadiah untuk Mason ke iparnya, Tim, ia


berpaling kepada kakaknya Angie.

―Well, inikah ayah baptisnya,‖ renungnya.

Aidan menyeringai. ―Tidak diragukan lagi.‖

Angie memeluk Aidan dengan erat. ―Kami sangat tersanjung kamu


setuju melakukan hal ini untuk Mason. Dia laki-laki kecil yang
beruntung.‖

Aidan menarik diri dan menatap agak ragu pada kakaknya. ―Terus
terang, aku masih terkejut bahkan secara perspektif aku membuat list
sebagai calon ayah baptisnya. Tentunya ada yang lebih… bagaimana
aku harus mengatakan ini? Pilihan yang paling pantas?‖

Angie menggelengkan kepalanya. ―Kau satu-satunya di dunia ini yang


Megan inginkan.‖

Sebuah tarikan lembut menarik jantung Aidan saat ada yang


menyebut nama Megan. Dia selalu berusaha keras untuk tidak
memanjakan sembilan keponakannya, tapi ia selalu memiliki ikatan
yang kuat dengannya.

Melepaskan mantelnya, ia melirik ke sekeliling ruangan. ―Berbicara


mengenai dirinya, dimana Megan dan Little Man of the hour (pria
kecil yang paling dikagumi)?‖

16 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Angie tertawa. ―Oh, Megan di dalam dengan Mason. Dia bilang dia
ingin memilih beberapa rosario sebelum pembaptisan.‖

Aidan mengangguk saat menyadari keadaan di dalam ruangan terlihat


sangat besar dengan semua keponakan laki-laki dan perempuan yang
masih muda. Membutuhkan sesuatu untuk keluar dari kekacauan ini,
ia berkata, ―Aku akan duduk dengannya sebentar.‖

Sudut bibir Angie melengkung ke atas. ―Mungkin pertama-tama kau


harus mampir ke bilik pengakuan dosa?‖

―Ha, ha,‖ gumamnya sebelum menyelinap keluar dari ruangan.

Berdiri di pintu yang mengarah ke dalam gereja, ia mengintip altar.


Dia melihat Megan di salah satu bangku depan, berlutut di salah satu
anak tangga. Aidan melangkah menuju altar. Ketika ia melihat Megan
telah selesai berdoa dan hanya menatap salib yang sangat besar,
Aidan berlutut dan membuat tanda salib di dadanya sebelum
meluncur duduk di bangku di sampingnya.

―Hey Mama yang seksi,‖ katanya dengan suara rendah.

Megan tersenyum padanya saat ia menyelipkan rosario ke dalam saku


mantelnya. ―Hey Ankle. Senang kau bisa datang.‖

Aidan menggelengkan kepalanya saat mendengar julukan yang sudah


lama diberikan Megan kepadanya. Karena cucu pertama, Megan
menghabiskan banyak waktu dengan orangtua Aidan. Ketika Megan
pertama kali mulai bisa berbicara, ia tidak bisa mengatakan ‗Uncle
(paman) Aidan‘. Entah bagaimana namanya menyatu menjadi
‗Ankle‗. Tak satu pun dari para keponakan yang lain memanggilnya
seperti itu- hal itulah yang menjadi salah satu aspek dari ikatan khusus
mereka.

Aidan menjulurkan lehernya untuk melihat Mason yang tertidur di


keranjang tidur di samping Megan. ―Kau tahu aku tidak akan
melewatkan ini untuk apapun di dunia ini. Maksudku, hal ini tidak
setiap hari seorang pria semuda diriku akan menjadi ayah baptis
keponakannya.‖

17 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Percayalah, aku sangat terhormat akan kehadiranmu.‖ Megan
menatapnya dari atas sampai ke bawah sebelum menggelengkan
kepalanya. ―Aku menduga kau memiliki malam yang liar tadi
malam.‖

―Apa yang membuatmu mengatakan itu?‖

―Hmm, dari kantong di bawah matamu dan fakta Papa meneleponku


sampai dua kali pagi ini untuk melihat apakah aku sudah mendengar
kabar darimu.‖

Aidan menyentuhkan tangannya ke pipinya. ―Serius? Kupikir aku


terlihat cukup menakjubkan.‖

―Selalu saja kau begitu sombong.‖ Megan menyenggol bahunya


dengan main-main. ―Yakin kita tidak perlu memercikkan sedikit air
suci untukmu?‖

―Ha, sangat lucu. Ibumu sudah menganjurkan aku melewatkan untuk


melihatmu dan langsung menuju bilik pengakuan dosa.‖

―Aku yakin dia ada benarnya. Maksudku, serius, kapan terakhir kali
kau berada di gereja?‖

Aidan melengkungkan alisnya yang pirang ke arahnya. ―Apa ini,


Inkuisisi Spanyol (interogasi yang sangat kejam)?‖

Megan tertawa. ―Oh, man, ini mengingatkan aku pada film Monty
Python yang kita tonton secara maraton.‖

Aidan menyeringai. ―Ibumu begitu marah ketika aku membiarkan


kamu ikut menonton itu ketika kau sekitar tujuh tahunan.‖ Dia
menggelengkan kepalanya. ―Aku tidak percaya kau cukup pintar
untuk mengingat sebagian besar dari humor itu.‖

―Kau selalu seperti pengaruh buruk, tapi toh aku tetap mencintaimu.‖

Membungkuk, Aidan mencium pipi Megan. ―Dan aku mencintaimu,


juga, meskipun banyak sekali waktu itu kamu seperti hama yang agak
menjengkelkan.‖ Melihat kemarahan Megan, Aidan mengedipkan

18 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
mata. ―Kita memiliki beberapa kali waktu menyenangkan bersama-
sama, kan?‖

―Yap, benar.‖

Mereka duduk diam selama beberapa detik. ―Jadi bagaimana


keadaanmu?‖ Dia menunjuk ke Mason. ―Kau tahu, menjadi seorang
mom baru dan semuanya?‖ tanya Aidan.

Megan memain-mainkan ujung pada gaunnya. ―Aku baik-baik saja.‖

Sambil bersedekap di dadanya, Aidan mengatakan, ―Sekarang kau


tahu kan, tidak sopan berbohong pada paman favoritmu.‖

Dia menghela napas, meniup beberapa helai rambut pirangnya dari


wajahnya. ―Oke baik. Menjadi ibu tunggal ternyata jauh lebih sulit
daripada yang kupikirkan, bahkan dengan bantuan Mom dan Dad.
Aku merasa stres sepanjang waktu dengan mencoba menyelesaikan
sekolah perawat, dan secara mental… aku nyaris berantakan.
Bagaimana lagi?‖

Aidan merangkul bahu Megan, menariknya lebih dekat dengan


dirinya. ―Ah, Sayang. Aku benci mendengar hal itu.‖

Megan mengangkat bahu. ―Tidak apa-apa. Tidak ada yang bisa kamu
lakukan.‖

―Masih tidak ada kabar dari si Douchebag (seseorang yang sangat


brengsek) itu?‖

Melirik ke tangannya yang terlipat di pangkuannya, Megan


menggelengkan kepalanya. ―Tidak sejak terakhir kali ia mengirimkan
cek setelah ia menandatangani kontrak dengan Falcons.‖

Aidan menggeram memikirkan si punker yang telah menghamili


Megan. Kalau saja dia bisa memukulnya… Dia tidak peduli bahwa si
brengsek itu tingginya 6‘3 (190,5 cm) sebagai penyerang team
Atlanta Falcons. Dia akan memastikan untuk menata kembali
wajahnya dengan baik saat menyomot buah zakarnya sebagai suvenir.

19 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Aku tahu apa yang kau pikirkan, dan dia tidak layak untuk itu,‖ Kata
Megan.

Dengan mengedipkan mata, Aidan menjawab, ―Jangan khawatirkan


aku tentang yang satu itu.‖

―Setidaknya dengan uang yang dia kirim, aku bisa menempati


apartemenku sendiri. Aku butuh sedikit kebebasan dari Mom dan
Dad.‖

Aidan menggelengkan kepalanya. ―Kau seharusnya tinggal di rumah


dan menumpang mereka selama mungkin.‖

Megan tertawa. ―Terima kasih banyak. Aku pikir kamu dan semua
orang akan mengerti tentang keinginan untuk berdiri di atas kedua
kakimu sendiri dan tidak perlu dalam pilihan hidupmu secara terus
menerus selalu dianalisa oleh keluargamu.‖

―Kau memang benar,‖ Aidan merenung. Dia hanya bisa


membayangkan bagaimana Angie mencintai Megan dengan
memberikan nasihat setiap hari tentang apa yang dia lakukan itu benar
atau salah. Hell, dia melakukan hal itu juga pada dirinya, dan Aidan
bahkan bukan anaknya. Tapi sebagai saudara tertua, Angie selalu
menjadi ibu kedua. Dan selama lima tahun sejak ibunya meninggal, ia
menikmati pekerjaan itu dengan semangat baru.

Lengannya mengetat di sekeliling Megan, ia berkata, ―Jadi kau


bersedia membayar uang sewa apartemen, tapi kau tidak ingin
mengambil tawaranku?‖

Dia memutar matanya. ―Serius, Ankle? Tidak ada jalan di neraka ini
kamu benar-benar menginginkan aku hidup denganmu.‖

―Hei sekarang, perhatikan mulutmu. Kita berada di gereja demi


Kristus!‖ candanya.

Megan tertawa. ―Dengar, penawaranmu benar-benar sangat manis,


tapi percayalah, kau akan menyesal dalam satu jam setelah Mason dan
aku pindah ke tempatmu.‖

20 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Aku hampir tidak pernah melihat kalian tidur di kamar tamu di lantai
atas dan aku pulang sudah larut malam. Aku bahkan bisa
memindahkan Beau keluar ke halaman belakang dan memberimu
ruang basement.‖

―Biar kutebak. Bagian dari tawar-menawar ini akan mencakup aku


mengurusi cucianmu dan memasakkan makananmu?‖

Sambil menggosokkan dagu, Aidan menjawab, ―Hmm, kedengaran-


nya menarik.‖

―Tentu saja itu ada dalam pikiranmu.‖

―Tidak ada salahnya kau mengurus paman favoritmu.‖ Ketika dia


tidak menjawab, Aidan meremas bahunya. ―Oke, aku hanya
menggodamu, dan aku tidak akan mengharapkan kamu mencuci dan
memasak. Mengapa kau tidak membiarkan aku membantumu?‖

Megan menggelengkan kepalanya. ―Tawaranmu kedengaran sangat


manis, dan aku seharusnya mengambil kesempatan itu. Tapi aku harus
melakukan ini sendiri.‖

―Bagus. Jadilah seorang yang keras kepala.‖

―Ini adalah sifat keluarga Fitzgerald, ingatkan?‖

Aidan menyeringai. ―Benar.‖

―Well, kupikir dengan kemurahan hatimu kau tidak bisa berpikir


jernih mengenai apakah si buzz kill (perusak suasana) itu mau
menerima aku dan Mason di rumahmu.‖

―Benarkah?‖

―Mmm, hmm, hanya berpikir tentang yang satu itu. Kau sudah
membawa aroma rumahmu minggu itu untuk beberapa seks panas,
dan wanita itu akan melihat cewek muda berkeliaran di dalam rumah
atau mendengar bayi sedang menangis. Dude, kau akan mabuk di
kamar tidur dengan bolamu yang membesar dan membiru.‖

21 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aidan membelalakkan matanya. ―Margaret Elizabeth McKenzie, jaga
mulutmu di dalam gereja!‖

―Aku belajar semuanya dari pamanku yang sangat nakal.‖

Dengan mendengus karena frustrasi, Aidan mengatakan, ―Aku


menekankan padamu, aku tidak pernah membawa wanita ke rumah.‖

Megan memutar matanya. ―Ya Tuhan, kamu seperti seorang pemain.‖

―Bukankah kau juga?‖

Megan menyeringai. ―Aku tidak bisa menahan diri ingin menyoroti


perilaku burukmu. Maksudku, aku sudah dipermainkan oleh beberapa
pria sejenis dirimu, berkali-kali sampai terbakar bahkan lebih. Aku
seorang wanita yang menjadi bahan cibiran, ingat?‖

Aidan meringis membayangkan bagaimana ia memperlakukan


perempuan – sangat banyak para gadis seperti Megan. Bagaimana
bisa ia ingin mengebiri Ayah Mason padahal dia sendiri tidak lebih
baik dari dia? Well, kecuali faktanya dia sangat yakin selalu memakai
kondom untuk memastikan tidak akan ada Aidan junior di luar sana.

Megan melirik arlojinya. ―Maukah kau mengawasi Mason sementara


aku akan ke tempat pengakuan dosa dengan cepat?‖

Mata Aidan melebar saat ia melihat ke arah keranjang bawaan untuk


tidur bayi. ―Um, Meg, aku tidak-‖

―Oh, ayolah. Dia sedang tidur lelap, dan kau akan baik-baik saja.
Selain itu, kamu walinya.‖

―Ya, sebuah posisi yang tidak ingin aku setujui.‖

Megan menyapu tangannya ke pinggul. ―Aku harus pergi ke


pengakuan dosa sebelum aku berdiri di altar dengan anakku, Ankle.
Apakah kau benar-benar ingin mengatakan tidak padaku?‖

―Baik, baik. Pergilah.‖

―Terima kasih,‖ katanya, sebelum mencium pipi Aidan.


22 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Suara hak sepatunya terdengar menuju altar. Belum sampai satu menit
setelah Megan menghilang ke salah satu tempat pengakuan dosa,
Mason mulai membuat keributan. Sambil membungkuk, Aidan
mengguncang dia sedikit, berharap mencegah kekacauan. Tapi ketika
wajah mungil si bayi itu tampak kusut, Aidan bergumam, ―Oh, sial.‖

Suara raungan keluar dari bibir Mason yang menggema di seluruh


gereja. ―Hey Little Man, jangan lakukan itu.‖ Dia mengguncang
keranjang itu lebih cepat, yang hanya tampak semakin membuat
Mason jengkel.

―Kau benar-benar harus menggendongnya ketika dia menangis seperti


itu,‖ terdengar suara di atas bahunya.

Dia melirik ke belakang lalu melihat ketiga putra kakaknya, Becky,


sedang menatap dengan skeptis padanya.

Dari usia sebelas tahun, Percy, dengan ekspresi jengkel, Aidan tahu
dia telah memberikan saran untuknya.

―Baik,‖ gerutu Aidan.

Dia membungkuk dan dengan lembut menyelipkan tangannya di


bawah tubuh Mason yang sedang menggeliat. Dia sudah dipakaikan
baju untuk Pembaptisan, Aidan merasa kesulitan memegang baju
yang banyak rendanya di tangannya, terutama karena ia khawatir akan
menyakitinya. Akhirnya, ia bisa melepaskan Mason dari keranjang
bayi sialan itu. Aidan menyangga bahu bayi itu dan memberinya
beberapa tepukan untuk menenangkan.

―Ayolah, Little Man. Kau sudah bebas. Berhentilah menangis,‖


katanya.

Keponakannya yang berusia tiga belas tahun, John, mendengus.


―Wow, Megan pasti telah menghisap sesuatu ketika ia memilihmu
sebagai ayah baptis.‖

Aidan merengut dari atas kepala Mason ke arah John. ―Sekedar


informasi untukmu, akulah satu-satunya yang dia inginkan untuk
pekerjaan itu.‖
23 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Beri dia barang kegemarannya,‖ saran Georgie yang berusia lima
tahun.

Aidan mengerutkan alisnya yang pirang. ―Apanya?‖

―Dude, apa kau bercanda,‖ kata John.

Dia mencondongkan tubuhnya ke Aidan dan menyambar tas popok


Mason. Mengaduk-aduk di dalamnya, ia mengeluarkan dot dan
melambaikannya di depan Aidan sebelum memasukkan di mulut
Mason yang terbuka lebar. Seketika, bayi itu menjadi tenang.

Dengan napas lega, tatapan Aidan memandang tiga anak laki-laki itu.
Ketiganya mengenakan celana khaki, kemeja putih berkancing, dasi
merah, dan blazer biru. Dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum.
―Pakaian yang bagus. Kalian bisa lulus untuk boy band seperti
Osmond atau yang lainnya.‖

―Siapa?‖ Tanya Percy.

―Jangan pikirkan,‖ gumamnya.

Melirik di belakang ketiga anak-anak itu, ia menghela napas lega saat


melihat Megan keluar dari tempat pengakuan dosa. Dia lebih dari siap
untuk menyerahkan Mason kembali kepadanya.

Megan tersenyum padanya. ―Bisakah kau menolak pesona Mason?‖

―Ha, sangat lucu.‖

―Yeah, aku mendengar suaranya di seluruh ruang pengakuan dosa.‖


Dia mengulurkan tangannya dan mengambil Mason dari Aidan.
Meringkukkan bayinya mendekatkan di dadanya, kemudian ia
tersenyum pada Aidan. ―Kau tahu, kau tampak seperti alami saat
menggendongnya.‖

Aidan membuka mulut untuk protes, tapi tawa John memotongnya.


―Serius? Dia hampir tidak bisa mengeluarkan Mason dari keranjang
bayi itu, belum lagi dia tidak tahu apa dot itu.‖

24 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Dia selalu bisa belajar,‖ Megan berpendapat.

―Yeah, jangan menahan napasmu untuk yang satu itu,‖ jawab Aidan.

Saat itulah pastur melangkah mendatangi mereka. ―Miss McKenzie,


kami siap untuk memulai.‖

Megan mengangguk. ―John, Percy, Georgie – pergilah berlari dan


beritahu yang lain acara segera dimulai.‖

―Oke, ― jawab Georgie sebelum berlari menyusuri lorong.

Setelah ketiga anak laki-laki itu bergegas pergi, Megan menyeringai.


―Siap?‖

Aidan tersenyum ke arahnya. ―Sesiap yang aku bisa.‖

®LoveReads

25 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 3

Setelah merapikan wadah terakhir yang di tempatkan di atas meja,


Emma Harrison melangkah mundur ke belakang untuk memastikan
bagaimana semuanya terlihat. Bukan berarti ketiga sahabatnya benar-
benar mempedulikan bagimana pengaturan segala sesuatunya diatas
meja. Malam ini lebih mengenai kebersamaan dan dukungan daripada
penampilan. Namun dari sisi kesempurnaan dan Emma sebagai Public
Relations merasa perlu untuk mengatur segala sesuatunya dengan
tepat.

Cahaya lilin berpendar di seluruh bagian ruang makan sementara di


latar belakangnya terdengar sayup-sayup musik orkestra memainkan
lagu-lagu Natal yang meriah. Meskipun saat ini suasana Natal, di
bagian tengah meja bukanlah rangkaian bunga poinsettia. Sebaliknya,
buket besar yang berisi rangkaian bunga-bunga liar yang masih
segar—lebih seperti bunga-bunga di pegunungan dimana ia
dibesarkan. Di tengah buket bunga terdapat foto mendiang tunangan
terakhirnya, Travis.

Hari ini adalah 15 Desember—peringatan 5 tahun kematian Travis.


Hari yang menandai dimana berakhirnya kehidupan sempurna yang
telah mereka miliki bersama. Terampas oleh pengemudi mabuk yang
meninggalkan pesta liburan dengan melewati garis pembatas jalan—
menewaskan seketika pengemudi itu dan Travis.

Kebanyakan orang tak dapat memahami perayaan kehidupan untuk


seseorang yang telah meninggal. Tetapi saat mendekati peringatan
tahun pertama kematian Travis, sahabat baik Emma sejak kelas 7,
Connor Montgomery, mempunyai ide untuk menandai tanggal
tersebut setiap tahunnya dengan minum dan makan malam di restoran
favorit Travis.

Emma menyukai ide tersebut dan mengundang semua teman sekamar


dan sahabat Travis dari sekolah kedokteran, Nate Rossi, dan
tunangannya, Casey Turner, yang kebetulan menjadi sahabat Emma
juga. Di tahun pertama mereka mencoba makan di restoran, namun
26 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
emosi yang mereka rasakan terlalu berat sekali. Di tahun berikutnya,
mereka memutuskan untuk mengadakan di rumah seseorang—dengan
makanan dan minuman yang sama namun dengan situasi yang lebih
intim dan tenang untuk sebuah acara yang sedikit agak muram.

Bunyi bel pintu membawa Emma keluar dari lamunannya. Ia buru-


buru ke pintu depan dan membukanya lebar-lebar. ―Hai, guys!‖
teriaknya.

Teman baiknya selama tujuh tahun, Casey dan Nate, berdiri di teras,
memakai jaket dan syal melindungi dinginnya bulan Desember. Casey
melambaikan tangannya, dimana keduanya membawa botol anggur.
―Halo, halo. Kami datang membawa semangat.‖

Emma tertawa saat melihat botol alkohol lain di tangan Nate. ―Aku
senang mendengarnya. Connor mengirimkan pesan lima menit yang
lalu kalau dia sedang dalam perjalanan setelah membeli makan
malam.‖

Nate tersenyum lebar saat ia dan Casey melangkah ke serambi.


―Hanya karena rasa sayangku pada Travis aku mau makan makanan
Italia dari Olive Garden.‖

Sambil melepaskan jaketnya, Casey mengangguk. ―Ingat saat kita


mengajaknya ke sebuah tempat yang lebih otentik di pinggiran kota,
dan dia seperti, ‗Ini bukan makanan Italia yang sebenarnya!‘.‖

―Kasihan Travis. Dia sudah terlalu lama hidup di pegunungan


sehingga dia tidak bisa mengikuti gaya hidup di perkotaan.‖ Emma
merenung.

Nate menggelengkan kepalanya. ―Itu hanya bagian dari daya tarik


Travis.‖

Emma tersenyum. ―Ya, benar.‖ Ia baru saja selesai menggantungkan


jaket-jaket mereka saat Connor menerobos masuk melalui pintu,
dengan membawa kantong makanan yang tampak berat.

―Aku disini, jadi kita bisa segera memulai pestanya,‖ teriak Connor.

27 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Kupikir mungkin aku lebih bersemangat dengan makanannya
daripada kehadiranmu,‖ goda Emma.

―Terserahlah,‖ jawabnya, mencondongkan tubuhnya lalu mencium


pipi Emma. Kemudian Connor melewatinya menuju ruang makan
untuk meletakkan kantong-kantong makanannya di meja. Piring-
piring disebar, dan makanan dipindahkan dari wadah plastik ke piring
keramik peninggalan mendiang ibu Emma. Lalu anggur dituang ke
gelas kristal. Setelah semuanya siap, mereka duduk.

Selama makan malam, anggur terus dituangkan sebebas pembicaraan.


Untuk sesaat, mereka berkutat pada memori masa lalu yang berkaitan
dengan saat ini. Barulah setelah makanan di piring mereka bersih,
Travis sekali lagi menjadi topik pembicaraan.

―Tolong katakan padaku apa kamu membuat makanan penutup favorit


Travis?‖ Tanya Connor, seraya mengelus perutnya.

Emma tersenyum lebar. ―Bagaimana menurutmu?‖

Connor memutar matanya lagi yang menandakan penuh kenikmatan.


―Baguslah. Aku sudah ngidam Red Velvet cake sepanjang minggu
ini!‖

Setelah melangkah ke dapur untuk mengambil cake-nya, ia berterima


kasih kepada resep rahasia Grammy-nya, Emma kembali ke ruang
makan. Saat ia membagikan potongan cake, mereka memulai dengan
tradisi lainnya—menceritakan kisah favorit mengenai Travis.

Ketika tiba saatnya Connor untuk bercerita, ia menelan anggur


dengan sekali tenggak. ―Kisah favoritku tentang Travis …‖ Dia
menghela nafas panjang saat ia memiringkan kepalanya. ―Saat aku
mengaku kepadanya.‖

Emma mengerang dan menutup matanya. ―Ya Tuhan, jangan yang


satu itu.‖

Nate memandang antara Emma dan Casey. ―Tunggu, kupikir aku


belum mendengar yang satu ini.‖

28 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Casey menggelengkan kepalanya. ―Aku juga.‖

Connor menyeringai. ―Dengar, aku menyimpan cerita terbaik untuk


yang paling akhir.‖

Emma mendengus. ―Aku tak tahu tentang yang satu itu.‖

Setelah menatap tajam ke Emma, Connor melanjutkan. ―Jadi


gambarannya‖

Emma terkekeh geli. ―Apakah ini, the Golden Girls dengan Sophia
dan ‗gambaran dirinya—di Sicily?‖

Connor berdehem. ―Bisakah aku menceritakan cerita sialanku, ku-


mohon?‖

―Baik, baik.‖

―Jadi ceritanya, saat kami berada di dalam ruang loker pemain bola
yang sudah kosong. Travis dan aku lagi bertugas mengurusi peralatan,
jadi kami orang terakhir yang kembali dari latihan. Kami berdiri tanpa
mengenakan apapun kecuali alat pelindung kelamin, dan itu hanya
membuatku—‖

―Bahwa kau jatuh cinta pada Travis?‖ Tanya Casey.

―Ya Tuhan tidak!‖ Jawab Connor. Ia menoleh ke Emma dan


tersenyum. ―Jangan tersinggung Em. Tapi Travis sama sekali bukan
tipeku.‖

Emma tersenyum lebar. ―Jangan khawatir aku tidak tersinggung.


Sekarang selesaikan ceritanya.‖

―Pokoknya, begitu dia mengeluarkan sialannya itu dari lokernya


untuk mandi, dan aku tahu ini saatnya atau tidak sama sekali.
Maksudku, aku sudah mengaku pada Emma beberapa minggu
sebelumnya. Seperti Emma, Travis sudah menjadi sahabat priaku
sejak SMP, jadi aku tahu dia seharusnya tahu. Jantungku berdebar
sangat keras di telingaku aku yakin dia bisa mendengarnya. Tapi aku
tahu aku tak bisa menunggu sehari lagi, apalagi satu menit lagi, tanpa

29 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
mengatakan padanya bahwa aku seorang gay. Jadi, aku merengkuh
pundaknya, memutar tubuhnya, dan mengatakan, ‗Trav, aku tahu kau
akan membenciku setelah aku mengatakan ini, dan aku mengerti jika
kau tak mau berbicara denganku lagi. Tapi dude, aku gay‘.‖

Mata gelap Nate melebar. ―Sialan. Apa yang dia lakukan?‖

Bibir Connor melengkung membentuk senyum lebar. ―Dia


mengatakan, ‗Conman*, bagus sekali kamu mau melepaskan
bebanmu dengan mengatakan padaku saat kita berdua telanjang, tapi
aku tahu sudah lama kau suka mengedipkan mata pada tim lawan.
Dan aku tak peduli. Kau sahabatku, dan semua itu yang paling
penting‘.‖

Casey menatap Emma. ―Apakah kau menceritakan pada Travis bahwa


Connor seorang gay?‖

Emma menggelengkan kepalanya dengan geram. ―Tidak, tentu saja


tidak. Itu bukan kisahku untuk diceritakan.‖

Dengan tertawa, Connor melanjutkan, ―Kau akan terkejut dengan


reaksinya. Tapi itulah Trav. Di satu sisi, dia adalah tipikal atlet laki-
laki yang jantan, kasar dan ceroboh. Tapi sesekali ia juga memiliki
sisi sialan lembut.‖ Connor menghela nafas. ―Ia seorang yang paling
manis, pria paling menerima dan menyenangkan yang pernah aku
temui. Dan salah satu teman terbaik yang pernah kumiliki.‖

Air mata berkembang di mata Emma. ―Ya benar.‖

Casey mengangkat gelas anggurnya. ―Untuk Travis. Salah satu pria


terbaik yang sudah diambil dari kita dengan begitu cepat.‖

Emma mencondongkan tubuhnya ke depan dan mendentingkan


gelasnya dengan yang lain. ―Untuk Travis.‖

Sesaat sebelum tengah malam, Casey dan Nate mulai beranjak


pulang. Saat Nate membantu Casey mengenakan jaketnya, Casey
bertanya, ―Kita jadi pergi ke pesta kantor besok malam, kan?‖

Emma mengerutkan hidungnya. ―Aku tak tahu, Case.‖


30 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Dan mengapa tidak?‖ Tanya Casey.

―Setelah malam ini, hal terakhir yang ingin kulakukan adalah


berdandan untuk sekumpulan perbincangan yang tak penting dengan
cocktail dan hidangan pembuka hors d‘ouvers.‖

Casey menggoyangkan jarinya ke arah Emma. ―Karena Nate bekerja,


kau berjanji kau akan menjadi teman kencanku. Lagipula. Kau sudah
lama tidak mengunjungi kantor itu. Kau harus menampakkan dirimu.‖

Emma menghela napas pasrah. Dia sangat benci mengakuinya, Casey


benar. Setelah empat tahun di pekerjaan lamanya, ia telah
dipindahkan ke Burke and Company di bulan Oktober lalu atas
permintaan salah satu rekan kerja sebelumnya. Bos Emma, Therese,
menggunakan pengaruhnya untuk memberinya pekerjaan dan
kenaikan gaji yang cukup besar. Emma tahu ia tak mau
mengecewakan Therese. ―Baik, baik. Aku akan menjadi teman
kencanmu.‖

Casey tersenyum lebar. ―Bagus. Aku senang mendengarnya. Dan


kenakan sesuatu yang super seksi. Karena pesta Natal di gedung itu
akan ada lebih dari sekedar lelaki single yang memenuhi syarat di
perusahaan kita.‖

Sambil memutar matanya, Emma bertanya, ―Coba aku tebak. Kau


akan menganjurkan gaun hijau yang kau pilihkan untuk kupakai
ketika aku bernyanyi di pesta kantor tahun lalu?‖

―Ooh, gaun yang praktis memperlihatkan punggungmu, memiliki


garis leher yang sangat rendah, dan menampilkan dadamu yang
mengagumkan itu?‖

―Ya, yang itu.‖

Casey menjulurkan kepalanya. ―Oh yeah, banyak pria akan


melakukan apapun yang kau inginkan.‖

―Luar biasa,‖ gumam Emma.

®LoveReads
31 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 4

Setelah memeluk Nate dan Casey agak lama, mereka keluar menuju
ke teras. ―Bye guys. Aku sangat mencintai kalian,‖ kata Emma,
sambil melambaikan tangannya untuk terakhir kalinya sebelum
menutup pintu. Ia berjalan kembali ke ruang tengah dan duduk di sofa
di samping Connor. Sambil menghela dan mengeluarkan napas
panjang, ia mencengkeram salah satu bantal di dadanya.

―Itu tidak baik, Em.‖

―Apa?‖ tanyanya.

―Akting yang kau lakukan.‖

Emma menaikkan salah satu alisnya ke arah Connor. ―Akting apa?


Kupikir sudah waktunya kau berhenti minum anggurmu, apalagi jika
kau tak menginap malam ini.‖ Saat Emma mengulurkan tangannya
untuk mengambil gelas Connor, dia menepis tangan Emma yang
menyebabkan mereka berdua tertawa.

―Kau tidak bahagia. Aku bisa mengatakan itu.‖

―Tentu saja tidak. Saat seperti ini selalu membuatku sedih,‖ Emma
berpendapat.

Connor menggelengkan kepalanya. ―Sepertinya ada yang lebih dari


itu.‖ Ia bersandar mendekat pada Emma hingga paha dan bahu
mereka bersentuhan. ―Katakan padaku.‖

Sambil menggigiti bibirnya, Emma menatap ke pangkuannya. ―Kau


tahu apa itu.‖

―Soal bayi?‖

Emma mengangguk.

―Apakah ini karena pembicaraanku dengan Travis di telepon yang


terakhir kali itu?‖ Saat Emma mengangkat bahu, Connor memberinya
32 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
senyum penuh kesedihan. ―Aku tidak akan pernah melupakan
bagaimana suaranya saat itu. Kupikir aku tak pernah mendengar ia
sebahagia itu sepanjang hidupku—well, kecuali pada malam pesta
pertunanganmu. ‗Conman, kau tak akan mempercayainya. Aku akan
menjadi seorang ayah!‘ katanya.‖

Air mata membasahi mata Emma saat ingatan yang menyakitkan


menyengat jiwanya mulai bertambah buruk dan membuatnya
terbakar. Sudah seminggu haidnya terlambat. Ia benar-benar panik
saat berpikir ia hamil, namun Travis sangat gembira. Walaupun
mereka telah bertunangan lebih dari setahun, Emma masih belum
bersedia untuk menikah. Yang ada dalam pikirannya Travis masih
kuliah di kedokteran dan ia baru saja memulai karirnya. Namun
Travis sama sekali tidak peduli tentang hal itu—ia hanya ingin Emma
menjadi istrinya.

Terisak-isak, Emma menyapukan punggung tangannya pada


hidungnya. ―Ia terus saja mengatakan, ‗Yeah, sekarang kau harus
melangkah ke depan dan menikah denganku seperti yang telah
berulang kali aku memohon padamu‘!‖ ujarnya, suaranya sarat
dengan emosi. Ia tidak berhenti untuk menghapus air mata di pipinya.
―Ia tidak pernah tahu ada perubahan. Aku mendapatkan menstruasiku
setelah dia berangkat kerja di hari ia mendapat kecelakaan.‖

Connor meraih Emma dan menariknya ke dalam pelukannya. Isakan


keras dan menyesakkan menggoncang tubuhnya saat Connor
mengayun dirinya maju mundur. ―Emmie Lou, ia meninggal sebagai
salah satu pria yang paling bahagia di dunia. Bersyukurlah tentang hal
itu.‖
―Ya… tapi dia seharusnya tidak meninggal. Dia seharusnya ada disini
bersamaku. Dia seharusnya bersama Nate melakukan praktek, dan
kami… kami seharusnya memiliki anak.‖

―Tidak baik berpikiran seperti itu,‖ bantah Connor. Ia menarik diri


dan menangkup wajah Emma dengan tangannya. ―Kau harus
melanjutkan hidup. Travis menginginkan kamu bahagia—
menemukan seseorang untuk menjalani hidup bersama-sama dan
menjadi seorang ibu seperti yang selalu kau impikan.‖
33 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Saat Connor menyebutkan tentang menjadi seorang ibu, napas Emma
tercekat. Sebuah ide—sesuatu yang agak gila untuk seseorang seperti
dirinya—yang berkedip-kedip di pikirannya selama beberapa bulan.
Sekuat apapun ia berusaha menepisnya, sedangkan untuk
mewujudkan hal itu tidak akan bisa atau tak akan berhasil, ide itu
terus berkembang. ―Connor, jika aku memintamu melakukan sesuatu
untukku, maukah kau melakukannya?‖

Alis mata Connor naik dan bertanya-tanya. ―Kenapa aku merasa


mungkin aku sebaiknya menjawab tidak?‖

―Please?‖

―Apa itu?‖

Ragu-ragu, Emma menarik napas dalam-dalam. Ia tak yakin apakah ia


benar-benar akan mengungkapkan dan mengakuinya. Akhirnya, ia
menemukan keberanian untuk bertanya, ―Maukah kau memiliki bayi
denganku?‖

Menyentakkan tangannya dari wajah Emma, Connor berdiri dengan


tiba-tiba dari sofa. ―Maaf?‖

―Kau satu-satunya pria di dunia ini yang kucintai. Aku ingin kau
memberiku anak yang selalu kuinginkan—aku ingin kau menjadi
ayah dari bayiku.‖

Mata Connor melotot. ―Emma, kau ingat kan kalau aku benar-benar
gay dan sedang menjalin hubungan dengan pria yang kucintai. Aku
tidak bisa…‖ ia menyapukan tangannya ke rambutnya dengan liar.
―Aku bahkan tak tahu bagaimana caranya untuk memulai melakukan
hal itu denganmu.‖

Melihat ekspresi panik dan kalimat Connor, Emma tak dapat menahan
tawanya. ―Aku tak memintamu tidur denganku untuk membuat bayi
tersebut.‖

―Kau tidak memintaku untuk itu?‖

34 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Emma menggelengkan kepalanya. ―Tidak, tentu saja tidak. Maksudku
aku ingin kau menjadi pendonor sperma— seperti di sebuah klinik
atau yang lainnya, bukan di kamar tidur.‖

Memandangi Emma di tengah keterkejutannya, Connor akhirnya


paham, dan ia mengeluarkan nafas panjang yang dilebih-lebihkan.
―Oh… syukurlah.‖

―Tapi terima kasih untuk membuatku tahu bahwa berhubungan seks


denganku akan menjadi mimpi terburuk dalam hidupmu,‖ canda
Emma.

Dengan senyum meminta maaf, Connor duduk kembali bersamanya


di sofa. ―Jangan tersinggung, Emmie Lou. Kau tahu ‗tak ada wanita
untukku‘ kapal sudah lama berlayar, sesuatu yang tidak mungkin
menjadi kenyataan.‖

―Hmm, iya, aku percaya aku melakukan sesuatu pada waktu itu.‖

Connor mengernyit. ―Saat itu aku hanya berpikir jika aku mencoba
bermesraan dengan seorang gadis, aku akan tahu dan yakin bahwa
aku benar-benar gay.‖

Emma tertawa. ―Dan aku senang bisa membantumu mengetahui hal


itu.‖

Sambil tersenyum lebar, Connor berkata, ―Jika aku ingat dengan


benar, aku benar-benar terangsang denganmu.‖

―Oh, ew!‖ teriak Emma sebelum menutupi wajahnya dengan kedua


tangannya. Ingatan Emma langsung kembali ke pesta ulang tahun
Connor yang ke 15. Semua teman mereka yang lainnya sudah pulang,
meninggalkan mereka berdua di ruang bawah tanah rumah orang tua
Connor. Walaupun banyak gadis yang tergila-gila padanya, Connor
tak pernah berpacaran ataupun berkencan. Sebaliknya, ia lebih suka
menggoda mereka dan nongkrong dengan Emma.

Setelah menyelundupkan setengah botol Jack Daniels milik ayahnya,


dengan berurai air mata ia mengaku pada Emma bahwa ia berpikir ia
mungkin sama sekali tidak tertarik pada para gadis. Ia memohon pada
35 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Emma untuk mengijinkannya menciumnya, serta mencumbunya
untuk melihat apakah ia benar-benar seorang gay. Mengingat Emma
tak pernah tahu bagaimana langkah pertama melakukan hal itu dengan
siapapun, dia agak enggan melakukannya. Emma mengintipnya
melalui sela-sela jarinya dan menggelengkan kepalanya. ―Aku tak
percaya kau adalah laki-laki pertama yang membuatku bergairah.‖

Connor tergelak. ―Aku percaya aku melakukan sesuatu lebih dari


membuatmu bergairah. Aku cukup yakin aku membuatmu melupakan
segalanya pada malam itu sampai aku orgasme di celanaku!‖

Emma memukul lengannya dengan bercanda. ―Ugh, aku tak percaya


kau ingat itu semua.‖

―Yeah, itu bukan hanya fakta aku bercumbu dengan sahabat baikku
merupakan salah satu pembunuh hasrat. Hal itu juga pada akhirnya…
aku mulai berfantasi tentang seorang laki-laki.‖

Memutar matanya, Emma berkata, ―Sekali lagi, terima kasih banyak


untuk mengingatkanku tentang fakta itu. Hal itu sama sekali tidak
memberiku saran atau apapun mengenai kondisiku yang sama sekali
tak pernah berkencan!‖

―Oh ayolah, Emmie Lou, kau memiliki setengah populasi pria yang
begitu bernafsu denganmu pada saat itu, dan jika kau mau
mengeluarkan kepalamu dari pantatmu dan kembali ke permainan
berkecan, kau akan melihat lelaki normal dimana-mana yang ingin
bercinta dengan tubuh indahmu itu.‖

―Yeah, mereka ingin tidur denganku. Mereka hanya tidak ingin


mengenalku atau memiliki hubungan berkomitmen. Sekali mereka
mengetahui bahwa aku orang yang ketinggalan jaman dan tak mau
berhubungan seks pada pertemuan pertama, mereka akan melarikan
diri.‖

Kemudian keheningan sangat tidak nyaman, Connor menghela napas.


―Ini adalah bagian dimana kau mengangkat topik tentang bayi lagi,
kan?‖

36 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Aku tak percaya kau betindak begitu terkejut tentang semua itu. Kau
tahu seberapa besar aku menginginkan anak—bagaimana aku selalu
ingin memiliki keluarga besar. Umurku tiga puluh tahun beberapa
bulan lagi. Kalau bukan sekarang atau tidak sama sekali, dan itu
waktunya semakin dekat.‖

―Jadi kenapa kau tidak menemukan lelaki untuk hidup bersama dan
memiliki beberapa anak. Kau tahu, kamu bisa mencari di website
Eharmony atau semacamnya. Maksudku, Nate pasti mengenal
seseorang yang memenuhi syarat yang dapat dijodohkan denganmu.‖

Emma mendengus dengan kesal. ―Aku benar-benar tidak memiliki


hubungan dengan seseorang sejak Travis meninggal, dan aku tak
yakin apakah benar-benar ada seseorang untukku di luar sana.‖

―Tapi bahkan kau belum mencoba. Maksudku, dengan ibumu terkena


kanker dan meninggal, kau telah menutup diri begitu lama. Mungkin
sudah saatnya kamu benar-benar membuka dirimu lagi,‖ debat
Connor.

Menggeleng-gelengkan kepalanya, Emma berkata, ―Tidakkah kau


mendengarkan aku? Aku ingin seorang bayi. Semua orang yang
kucintai dalam hidupku telah hilang dan mati.‖ Ia membawa
tangannya ke perutnya. ―Aku ingin ada kehidupan tumbuh di dalam
diriku—sebuah bagian dari aku dan orang tuaku.‖

―Em—‖

Air mata berkilau di matanya. ―Aku memiliki begitu banyak cinta


untuk diberikan ke seorang anak. Aku mohon, Connor.‖

Connor meraih gelas anggurnya dan menenggak sisanya. Ia lalu


berdiri dari sofa dan terhuyung-huyung kembali ke ruang makan.
Emma memperhatikan saat ia menyambar botol anggur yang terakhir
dan mengisi gelasnya.

Ketika ia kembali sampai ke pintu, ia menggelengkan kepalanya.


―Tapi kenapa kau membutuhkan aku? Kenapa kau tak pergi saja ke
bank sperma dan memilih sampel dari Brad Pitt dengan IQ 170?‖

37 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Karena aku tak peduli tentang tampang Brad Pitt dan IQ tinggi.‖

Connor mendengus. ―Terima kasih sialan banyak. Kau yakin tidak


tahu bagaimana menambah uang taruhan dalam permainan kartu, ya?‖

Emma memutar matanya. ―Bukan itu maksudku. Aku berpikir bisa


melewati hal-hal yang dangkal, tapi sementara kita sedang
menyinggung topik itu, ya, kau akan membawa DNA yang paling
sempurna untuk bayiku, baik dalam penampilan maupun kecerdasan,
oke?‖

―Terserah apa katamu,‖ ia menggerutu sebelum meneguk lagi


anggurnya dengan agak banyak. Ia menjatuhkan diri kembali di sofa
di sampingnya.

―Connor, tidak dapatkah kau melihat gambaran yang sangat besar di


sini. Jika aku tidak bisa memiliki bayi dengan seseorang yang begitu
romantis yang aku cintai, aku masih ingin memilikinya dengan
seseorang yang kusayangi. Aku tahu kau orang yang baik dan layak,
dan kau sepertinya akan menjadi seorang ayah yang baik.‖ Saat
Connor tak mengatakan apa-apa, Emma mendekat padanya. ―Dan
pikirkan tentang orang tuamu. Selain Grammy dan Granddaddy,
bayiku tidak akan memiliki kakek dan nenek, dan aku tahu orang
tuamu sudah menjadi kakek dan nenek yang hebat untuk anak-anak
kakak perempuanmu.‖

―Itu benar,‖ gumam Connor, masih tidak memandang tatapan penuh


harap Emma.

Emma menghela napas. Ia tahu dia baru saja membuat Connor resah,
dan itu akan membutuhkan waktu bagi Connor untuk memikirkan
semuanya. ―Dengar, aku minta maaf telah mendorongmu.‖ Saat
Emma hendak beranjak dari sofa, Connor meraih lengannya.

―Oke.‖

Emma mengerutkan kedua alis ke arahnya. ―Oke apanya?‖

Connor menghembuskan napasnya dengan berisik. ―Oke, aku akan


menjadi ayah dari bayimu atau pendonor sperma atau apapun itu.‖
38 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dada Emma terasa sesak, dan ia hampir tidak bisa bernapas.
―Benarkah?‖

Connor mengangguk. ―Yeah, kenapa tidak.‖

―Tapi apakah kau yakin? Maksudku, kau tidak membutuh waktu


untuk memikirkan hal itu?‖

―Nope. Ayo kita membuat bayi.‖

Emma menjerit kesenangan sebelum melingkarkan lengannya ke


leher Connor dan memeluknya erat. ―Ya Tuhan! Aku tak percaya kau
benar-benar mau melakukannya!‖ ia menarik diri dan mencium kedua
pipi Connor. ―Aku sangat mencintaimu.‖

―Aku juga mencintaimu, Emmie Lou.‖

Emma mengenduskan kepalanya di leher Connor. ―Tapi apa yang


membuatmu berubah pikiran?‖

―Travis.‖

Emma melemparkan pandangannya untuk menatap Connor. Sebuah


seringai terbentuk di bibir Connor. ―Rasanya seperti aku hampir bisa
mendengar dia mengatakan padaku untuk melakukannya— untuk
membuatmu bahagia karena dia tak dapat melakukannya.‖

Air mata kesedihan bercampur kebahagiaan menggenang di matanya.


―Aku tak akan pernah cukup mengatakan terima kasih kepadamu
karena mau melakukan hal ini. Aku tak bisa membayangkan rasa
bahagia seperti yang kurasakan saat ini.‖

Connor mengusap pipi Emma dengan ibu jarinya. ―Kupikir hari


dimana kamu hamil dan tampak sehat akan mengalahkan momen ini.‖

Emma tersenyum. ―Atau hari di mana bayi kita lahir?‖

Connor mengangguk. ―Dan jika dia laki-laki, aku mau memberinya


nama Travis—Travis Connor Montgomery.‖

39 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Aku tidak ingin nama yang lain, khususnya untuk bayi ini akan
memiliki nama keluargamu.‖ Emma memiringkan kepala ke arahnya.
―Tapi bagaimana jika ia perempuan?‖

―Travisina?‖ Connor mengusulkan.

Emma terkikik geli. ―Tidak, kurasa aku tidak setuju.‖

Connor tertawa. ―Kita akan punya cukup waktu untuk mencari nama
perempuan.‖

―Selama bayi itu sehat, aku tak peduli apa jenis kelaminnya.‖

Connor menjauh darinya untuk meraih gelas anggur mereka. ―Mari


minum untuk calon bayi kita.‖

―Untuk bayi kita,‖ Emma berkata sebelum mendentingkan gelasnya


dengan milik Connor.

®LoveReads

*Conman: julukan pria gay

40 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 5

Aidan bergegas masuk melalui pintu depan Commerce Country club.


Dia mengangguk pada beberapa koleganya. Jari-jarinya bergerak
membetulkan dasi pada tuksedonya. Dia baru saja mengenakan
setelan sialan ini selama tiga puluh menit, dan sudah terasa seperti
mencekiknya. Setelah melihat teman kerja terdekatnya, Blake, ia
berjalan berputar-putar menghindari para pasangan yang ingin
bertemu dengannya.

―Well, halo, Fitzy, bagaimana acaranya?‖ Tanya Blake.

Tanpa respon, Aidan menyentak gelas Scotch dari tangan Blake dan
menghabiskannya dalam satu tegukan yang menyala-nyala.

―Hmm, seburuk itu ya?‖ Tanya Blake dengan seringai.

―Maaf bung. Aku bersama keluarga seperti dalam neraka sepanjang


hari sialan ini.‖

―Acara pembaptisan itu?‖

Aidan mengangguk. ―Itu di siang harinya, tapi kemudian ada pesta di


rumah kakakku.‖ Aidan bergidik saat dia memikirkan bagaimana dia
disudutkan oleh setiap saudara perempuannya sepanjang siang.

Meskipun mereka melakukannya pada waktu yang berbeda, pesan


mereka adalah satu kesatuan. Dia sudah berumur tiga puluh dua
tahun, dan inilah waktu yang tepat baginya untuk berumah tangga dan
melanjutkan nama keluarga. Hal itu seakan hidup di neraka. ―Aku
baru saja lolos satu jam yang lalu.‖

Blake mengerutkan alisnya yang cokelat. ―Maksudmu, tidak ada


minuman keras apapun yang tepat di pesta itu, setidaknya untuk
menghilangkan ketegangan?‖

―Yeah, tapi kalau aku mulai menenggak minuman seperti pemabuk,


hal itu hanya membuat kakak-kakak perempuanku akan memberi

41 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
rentetan omong kosong lebih banyak lagi padaku. Belum lagi ayahku
akan bergabung dengan omelannya juga.‖

―Kalau begitu, kurasa sudah saatnya kau mulai meminum minuman


berat. Mengapa kau tidak menuju ke bar sana dan mengambil Scotch
lagi untuk kita berdua?‖ saran Blake.

―Mungkin aku akan mengambil dua untukku dan satu untukmu,‖


gerutu Aidan.

―Pelan-pelanlah sobat. Masih belum terlalu malam.‖

Aidan menganggukkan kepalanya dan sekali lagi berjalan berkelak-


kelok kekanan-kiri dari kerumunan. Dia hampir sampai bar ketika
seseorang menabraknya, menyebabkan dia kehilangan pijakan
sejenak. Aidan berbalik untuk melihat visi di depannya. Dia sudah
pernah melihat dan mengacaukan beberapa wanita cantik sebelumnya,
tapi wanita ini adalah seseorang yang sangat spesial dan menarik.
Pipinya seperti pualam putih merona karena malu, dan ia
menyembunyikan wajahnya di balik helaian rambut merah menyala
yang jatuh bergelombang di punggungnya yang telanjang. Dan sialan
jika dia tidak mengenakan gaun hijau zamrud indah yang memeluk
ketat lekuk tubuhnya seperti kulit kedua. Aidan menyukai wanita
berambut merah, tetapi diantara semuanya, ia paling menyukai jika si
rambut merah memakai warna hijau. Sesuatu tentang warna itu
seakan mengeluarkan setiap detail fitur yang sempurna.

―Apakah kau baik-baik saja?‖ Aidan akhirnya bertanya.

Wanita itu mengangguk mati-matian. ―Aku sangat menyesal. Hak


sepatuku terjebak sesaat di karpet tadi. Itulah mengapa aku
menabrakmu.‖
Aidan memberikan senyum memukau terbaiknya. ―Tidak ada yang
terluka.‖

―Sekali lagi, aku minta maaf,‖ katanya.

Sebelum Aidan bisa menghentikan wanita itu, ia berbalik dan menuju


sisi lain ruangan. Saat Aidan mengamati pantatnya yang berlekuk, dia
42 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
menggelengkan kepalanya dan melawan dorongan untuk
menyesuaikan diri pada genangan panas di bawah pinggangnya.
Sekarang ada perkembangan yang menarik. Dia tipe wanita yang akan
dia nikmati untuk dibawa pulang ke rumah dan memastikan wanita itu
akan meneriakkan namanya berulang ketika dia orgasme. Kedok
pemalu yang dimiliki wanita itu memicu minat Aidan karena dia bisa
bertaruh cukup banyak bahwa dengan warna rambutnya, wanita itu
memiliki kepribadian yang berapi-api.

Setelah meraih dua Scotch, dia kembali ke Blake. Dua dari teman-
teman kerja yang lain, Chris dan Oliver, telah bergabung dengan
Blake.

―Hey guys,‖ kata Aidan dengan senyum berseri-seri.

Blake menatap bingung ke arah Aidan saat ia mengambil gelasnya.


―Apa kau sudah minum banyak sebelum ini?‖

―Tidak, mengapa?‖

―Karena langkahmu seperti menari-nari padahal lima menit yang lalu


kau tidak begitu.‖

Aidan tertawa.‖Itu karena aku menemukan wanita yang ingin aku


ajak menghabiskan malam.‖

―Sialan, kau bekerja begitu cepat. Siapa dia?‖ Tanya Chris.

―Dia wanita berambut merah menyala dalam gaun hijau yang akan
kunikmati dan menghabiskan berjam-jam membujuk gairah nakalnya
yang tersembunyi agar muncul.‖

Oliver mengerang. ―Sialan, itu Emma Harrison.‖

Aidan membelalakkan matanya. ―Benarkah? kau bisa


mengidentifikasi dirinya hanya dengan deskripsi sangat sedikit yang
aku berikan padamu?‖

43 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dengan bersidekap di dadanya, Oliver mengatakan, ―kaki jenjang,
payudaranya yang luar biasa, matanya hijau, rambutnya panjang
warna merah dan agak pemalu?‖

Aidan tersedak Scotch–nya. ―Yeah, itu dia.‖

Oliver menggelengkan kepalanya. ―Semoga beruntung dengan yang


satu itu, bro. Dia bekerja selantai denganku, dan setengah dari para
lelaki disana sudah mencoba untuk mengajaknya berkencan dan
ditolak.‖

Menelan sisa minumannya, Aidan hanya menyeringai. ―Oh, aku suka


tantangan. Aku biasanya orgasme lebih keras di akhir malam.‖

Chris dan Blake mendengus tertawa. ―Hanya kau, man,‖ jawab Blake.

―Kau harus mengakui bahwa mengejar wanita itu membuat gairah


bertambah.‖ Aidan berpendapat.

Chris mengangkat bahu. ―Tidak saat aku terangsang sekali seperti


malam ini. Aku lebih suka mereka hanya rebah dengan kaki terbuka.‖

―Terserah, bung.‖ kata Aidan, menjulurkan lehernya mengamati


kerumunan. Akhirnya, ia melihat si seksi berbaju hijau zamrud.
―Siapa namanya yang kau sebutkan tadi?‖

―Emma.‖

―Terima kasih. Sekarang aku permisi dulu, aku akan berusaha keras
mendapatkan Emma lalu merentangkan paha indahnya untukku.‖

―Semoga berhasil. kau akan membutuhkan itu,‖ kata Oliver.

Aidan hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak pernah


membutuhkan keberuntungan untuk deal dengan seorang wanita. Dia
memiliki penampilan, daya tarik seksual, dan personalitasnya. Jadi
bukan masalah jika beberapa pria tidak kompeten dari bagian PR
telah ditolak Emma. Dia tidak akan ditolak.

®LoveReads

44 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 6

Pria itu menatapnya lagi… dan tersenyum. Setelah menangkap pria


yang sangat tampan yang ia temui sebelumnya sedang mengincar
dirinya di ruangan yang penuh sesak, Emma bersumpah untuk tidak
melihat ke arahnya lagi. Sebaliknya, ia mencoba fokus pada
percakapan antara Casey dan gadis-gadis lain dari lantai tempat
kerjanya. Tapi ketika ia mengintip dari balik bulu matanya, ia
menangkap pria itu sedang memandanginya. Tampak jelas dia tidak
malu dan secara terbuka menatapnya. Jadi akhirnya Emma
memperoleh keberanian untuk membalasnya dengan tersenyum malu-
malu.

Dan itu adalah permainan yang telah mereka mainkan selama lima
menit terakhir – mencuri pandang dan saling tersenyum.

―Dengan siapa yang kau menyeringai?‖ Tanya Casey.

―Tidak ada,‖ kata Emma dengan cepat berbohong.

―Ooh, aku pikir Em sedang mencari mangsa,‖ kata Therese sambil


menyeringai.

―Tidak,‖ protes Emma.

―Ya, benar,‖ kata Casey, sorot matanya mengamati seluruh ruangan.

―Jadi siapa pria yang beruntung itu?‖

Emma mendesah. ―Baik. Aku secara harfiah menabraknya beberapa


menit yang lalu dalam perjalanan kembali dari kamar mandi. Dia
tampaknya benar-benar tertarik, tapi aku terlalu malu untuk tinggal
dan mengobrol gara-gara hak sepatuku tersangkut di karpet bodoh
itu.‖

Casey menyeringai. ―Ooh, terdengar menjanjikan. Apakah dia seksi?‖

45 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Tanpa melirik, Emma bisa melihat gambaran pria di depannya sejelas
siang hari- mata birunya menusuk tajam, rambut pirang agak krem,
dan tinggi, bentuk tubuhnya agak berotot. ―Yeah, dia benar-benar
tampan.‖

Mata gelap Casey melebar. ―Oh sial! Em baru saja menyebut seorang
pria tampan.‖

―Oh terserah.‖ Emma menggigit bibirnya selama satu menit sebelum


akhirnya berkata, ―Aku benar-benar ingin tahu siapa dia. Aku-aku
ingin berbicara dengannya lagi.‖

―Bicara dengannya? Tidak baby girl, setidaknya, kami ingin kau


mendapatkan teman kencan. Maksudku, aku belum pernah melihatmu
terpicu menginginkan seorang pria selama ini,‖ kata Casey.

―Jadi dimana dia?‖ Tanya Therese.

―Well, jangan membuatnya tampak begitu kentara. Dia sedang


bersandar pada salah satu tiang marmer.‖

Dia tidak berani melihat saat teman-temannya langsung berbalik


menatap pria misterius itu. Casey terkesiap ngeri.

―Apa ada yang salah? Siapa dia?‖ tanya Emma.

―Tidak, sama sekali tidak. Itu Aidan Fitzgerald.‖

―Jadi?‖

Casey menggelengkan kepalanya dengan liar. ―Dia sangat seksi, Em,


jadi kau harus menjauhinya kecuali jika kamu mau dimanfaatkan!‖
jawabnya.

Therese mengangguk. ―Dia memiliki reputasi sangat buruk sebagai


seorang playboy. Aku mendengar kalau ia hanya bisa bekerja dengan
sekretaris yang sudah tua karena ia meniduri semua yang lainnya.‖

Mata Emma melebar. ―Serius?‖

46 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Temannya yang lain, Rachel, mengatakan, ―Dia tertangkap basah
pada acara amal tahun lalu dengan celana di sekitar pergelangan
kakinya sedang menyetubuhi salah satu istri pendonor.‖

―Kita tidak tahu berapa banyak wanita yang dia tiduri di gedung ini,‖
kata Casey.

―Oh Tuhan,‖ gumam Emma saat ia berjuang melawan gelombang


rasa mual bergulir pada dirinya. Bagaimana mungkin ia bisa
berpapasan dengan bajingan seperti itu? Ketika dia melirik ke arahnya
lagi, pria itu masih menatap – atau mungkin itu lebih seperti sedang
mengerling padanya.

―Sial, kurasa dia akan datang kemari,‖ kata Casey.

Ketika mereka mulai beringsut menjauh, mulut Emma menganga.


―Kau meninggalkan aku sendirian dengan playboy yang terkenal itu?‖

Casey memutar matanya. ―Kau akan baik-baik saja. Katakan saja


padanya untuk menyingkir.‖

―Terima kasih banyak,‖ Emma menggerutu.

Dengan langkahnya yang tampak jelas angkuh, Aidan berjalan


mendekatinya. ―Halo lagi.‖

―Hai,‖ kata Emma singkat.

―Kurasa setelah pertemuan kita sebelumnya kita belum mendapat


kesempatan secara resmi berkenalan. Aku Aidan Fitzgerald.‖

―Ya, aku sudah tahu.‖

―Benarkah?‖

Emma menyeringai padanya. ―Ya, reputasimu lebih mendahuluimu.‖

Aidan memiringkan alisnya padanya. ―Oh, jadi seseorang yang cantik


sepertimu dari divisi Humas sudah tahu banyak tentang eksploitasi
Pemasaran-ku?‖

47 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Bagaimana kau tahu aku-‖

Aidan menyeringai ke arahnya. ―Aku juga memiliki mata-mata,


terutama mereka yang kebetulan tahu tentang seseorang yang begitu
seksi berambut sangat merah bernama Emma sebagai dari divisi
Humas.‖

Emma melawan dorongan untuk memutar mata ke arahnya. Ya


Tuhan, dia begitu sombong. Jika ada satu hal yang dia tidak bisa
hadapi dalam diri seorang pria adalah ego mereka, dan dia tidak yakin
apakah dia pernah bertemu dengan seorang pria yang begitu lebih
sombong daripada Aidan.

Menurunkan suaranya, Aidan bertanya, ―Jadi apa jawabanmu kalau


kita keluar dari sini dan mungkin kembali ke rumahmu? Suatu tempat
dimana kita bisa saling mengenal sedikit lebih baik.‖

―Apakah kau memintaku untuk berhubungan seks, Mr Fitzgerald?‖


Tanyanya dengan ketus.

Mata pria itu melebar karena terkejut. ―Kau bisa memanggilku Aidan,
dan semua yang aku inginkan hanyalah pergi ke suatu tempat yang
sedikit tidak ramai. Kita bisa mampir ke bar pertama yang kita lewati
jika kau menginginkannya.‖

Emma menyilangkan tangan di depan dadanya. ―Ya, aku yakin kau


lebih suka membuatku sangat mabuk jadi aku akan lebih bersemangat
tidur denganmu, kan? Maksudku, apa kemungkinannya kalau kau
benar-benar ingin mendengar pendapatku tentang masalah Ekonomi
atau siapa yang akan menang pada pertandingan Superbowl tahun
ini?‖

Melihat ekspresi kebingungan di wajah Aidan, Emma menggigit


bibirnya untuk menahan tawa.

―Maaf?‖ Tanyanya.

―Oh, kurasa kau mendengarkanku dengan baik. Aku akan


membayangkan kau tidak menyukai kalau ditolak. Tapi dengarkan

48 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dengan seksama saat aku mengatakan bahwa aku tidak menghargai
bila diajak berhubungan seks oleh playboy perusahaan.‖

Tanpa rasa takut, pria ia mengerutkan bibirnya. ―Benarkah?‖

―Ya, benar.‖

Aidan membungkuk lebih dekat dengannya, ujung jarinya menyentuh


lembut di sepanjang lengan Emma. ―Babe, jika kamu takut teman-
temanmu berpikir buruk tentang dirimu karena kamu ingin
berhubungan seks denganku, maka kita tidak perlu pergi bersama-
sama. Tidak ada seorangpun yang tahu, hanya kau dan aku.‖

Emma menyentakkan lengannya menjauh. ―Aku tidak ingin tidur


denganmu.‖

Aidan menyeringai. ―Oh ya, kamu menginginkannya.‖ Dia menepuk


ringan pelipis Emma. ―Di dalam benakmu mengatakan kamu jijik
padaku karena reputasiku suka main perempuan, tapi tubuhmu
berpikir sebaliknya.‖

―Aku tidak berpikir begitu,‖ dengus Emma, mengambil langkah


mundur. Dia tidak suka fakta bahwa ternyata tubuhnya bereaksi pada
pria itu, terutama hawa panas muncul di antara kedua kakinya.

Membungkuk, napas Aidan seolah membakar daun telinganya. ―Lalu


kenapa putingmu tiba-tiba mengeras?‖

Emma tersentak dan mendorongnya ke belakang sebelum


menyilangkan lengannya di atas dadanya sendiri.

―Mungkin karena ini bulan Desember dan hawanya dingin?‖ Dia


menggelengkan kepalanya. ―Jujur saja, kau benar-benar sangat
menjijikkan.‖

―Seks saat marah bisa benar-benar panas, dan aku bertaruh, kau sudah
lama tidak melakukannya.‖ Dia mengedipkan matanya sambil
menarik Emma mendekat padanya. ―Jadi kau bisa menumpahkan
semuanya padaku.‖

49 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Seringai kemenangan Aidan telah mendorong kemarahan Emma
sampai melewati batas.

―Aku akan mengatakan hal ini untuk terakhir kalinya. Kau pria
terakhir di bumi ini yang aku inginkan untuk tidur denganku.
Mungkin hal ini mengejutkan bagimu, tapi aku benar-benar memiliki
prinsip dan keberatan, dan semua hal itu menyatakan bahwa kau
merupakan salah satu bajingan paling egois yang pernah kutemui.
Ada beberapa hal yang lebih buruk daripada menjadi lajang dan hidup
tanpa seks, Mr Fitzgerald. Pergi dari sini denganmu dan
membiarkanmu menyentuh satu inci dari tubuhku akan menjadi hal
yang paling merendahkan yang akan aku lewati. Jadi dengan hormat
aku memintamu untuk menyingkir dari hadapanku. Karena dengan
cara ini atau cara lain, kau sebaiknya pergi menjauh dariku. Entah aku
akan memanggil pihak keamanan atau menendang bolamu sampai
kau berlutut untuk membuatmu supaya pergi.‖

Mulut Aidan menganga karena syok sebelum mata birunya menyipit


ke arah Emma. ―Baiklah. kau yang rugi.‖ Kemudian Aidan berbalik
dan berjalan menjauhinya, meninggalkannya terengah-engah.

Casey dan teman-teman lainnya datang bergegas kembali


mendekatinya. ―Oh Tuhan! Kau luar biasa, Em!‖ Kata Casey.

―Kau dengar?‖ kata Emma dengan suara melengking.

Casey mengangguk. ―Kami mencoba untuk tidak menguping, tapi


kami tidak bisa menahannya.‖

Therese menyeringai. ―Kau benar-benar mengatakan itu padanya.‖

―Ya, Kurasa aku melakukannya.‖

Rachel menepuk punggung Emma. ―Kau seharusnya bangga pada


dirimu sendiri. Aku yakin dia tidak pernah mendapati seorang wanita
berbicara seperti itu padanya.‖

Emma mendesah. Dia tidak tahu bagaimana perasaannya. Sekarang


setelah aliran adrenalin tidak lagi memompa di dalam dirinya, dia
tidak merasa begitu sombong. Sebaliknya, dia merasa malu pada apa
50 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
yang dia katakan kepadanya. Dia berharap dia bahkan tidak pernah
bertatap muka dengan Aidan lagi.

Casey meraih tangannya. ―Ayolah. Mari kita merayakan ini dengan


minum.‖

Emma tertawa. ―Serius?‖

―Yup, kita semua harus bersulang untukmu yang telah menolak Mr.
Aidan Manwhore Fitzgerald!‖

―Apakah kau keberatan jika kita melakukannya di tempat lain? Aku


tidak ingin mengambil risiko berpapasan dengan dia lagi malam ini.‖

―Dia sudah pergi.‖

Tersentak, Emma berkata, ―Benarkah?‖

Therese menjulurkan kepalanya. ―Dia langsung keluar lewat pintu


depan klub tepat setelah kau mengatakan padanya untuk pergi.‖

Casey menyeringai. ―Jadi kita bisa tetap tinggal disini untuk minum
dan bersantai. Oke?‖

Memaksakan bibirnya untuk tersenyum, Emma berkata, ―Oke.‖

Tidak ada lagi yang dia ingin lakukan saat ini daripada melupakan
pertemuannya dengan Aidan Fitzgerald.

®LoveReads

51 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Epilog

[Dua Minggu Sebelum The Proposition]


Tiga Bulan Kemudian...

Melirik ke arah ponselnya, Emma meringis. Lalu lintas Atlanta


brengsek. Tidak perduli jika dia pergi tiga puluh menit atau satu jam
sebelum ia harus berada di suatu tempat, selalu saja dia terlambat
karena kemacetan. Sepatu haknya mengetuk-ngetuk sepanjang trotoar
saat ia bergegas menyusuri trotoar menuju Kedai Kopi Grind.
Wajahnya menyeringai lebar saat melihat Connor melambaikan
tangannya dari meja dekat jendela.

Saat Emma mendorong pintu, bel yang sangat akrab di telinganya


berdenting di atas kepalanya. Dia berjalan cepat mendekati Connor.
―Aku minta maaf sekali! Aku bersumpah, aku sudah meluangkan
waktuku agak lama.‖

Connor tersenyum. ―Tidak apa-apa. Aku datang lebih dulu dan


memesan untukmu.‖

―Aw, kau begitu manis.‖ Emma membungkuk dan memberinya


ciuman di pipi Connor. Perlahan Emma duduk di kursinya, dia
mengangkat bahu untuk melepaskan mantelnya. Ketika dia me-
nangkap tatapan Connor, Emma menaikkan alisnya saat kepedulian
membanjiri dirinya. ―Apakah kau baik-baik saja?‖

Connor mendesah. ―Aku dan Jeff bertengkar.‖

―Oh tidak. Aku sangat sedih mendengarnya.‖ Emma mengulurkan


tangannya dan meremas tangan Connor. ―Kau tidak putus, kan?
Maksudku, kalian berdua tampak begitu sempurna dan bahagia.‖
Air mata menggenang di mata gelap Connor. ―Tidak kalau aku
menyetujui ultimatumnya.‖

52 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Alis Emma berkerut. ―Tolong jangan katakan padaku dia ingin kalian
pindah lagi. Aku tidak tahan memikirkan kamu tinggal di Savannah.
Itu terlalu jauh.‖

―Ini bukan tentang pindah.‖

―Lalu apa itu?‖

Tangisan yang tertahan meletus dari bibir Connor sebelum dia


berpaling dari Emma.

―Tolong beritahu aku apa itu,‖ pinta Emma.

Connor akhirnya menatap seperti ketakutan ke arahnya. ―Dia


mengatakan dia akan meninggalkan aku jika aku setuju menjadi ayah
dari anakmu.‖

Emma menyentakkan tangannya dari tangan Connor dan menutup


mulutnya dengan ketakutan. ―Tapi mengapa ia ingin meminta sesuatu
seperti itu darimu?‖

Connor mengangkat bahunya dan mengusapkan tangannya bolak-


balik ke rambutnya. ―Dia selalu agak cemburu dengan perasaanku
terhadap dirimu. Dia berpikir jika aku memiliki anak denganmu, hal
itu hanya akan membuat ikatan kita bahkan lebih kuat.‖

Menggigit bibir bawahnya, Emma tidak berani membantah mengenai


kebenaran dari asumsi Jeff. Memiliki anaknya yang menjadi bagian
dari Connor akan selalu mengikat mereka bersama-sama.

―Tapi dia tahu kau akan menandatangani kontrak yang mengatakan


kau tidak akan memiliki kewajiban secara emosional atau masalah
keuangan.‖

Dia menggelengkan kepalanya. ―Dia tidak bodoh, Emmie Lou. Dia


tahu saat anakku mulai tumbuh di dalam dirimu, aku akan
menginvestasikan emosionalku.‖ Dia tersenyum sedih ke arah Emma.
―Dan bagaimana mungkin tidak? Aku menyukai anak-anak, dan aku
mencintaimu.‖

53 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Tapi hal itu tidak harus menjadi sesuatu yang membuat kalian
berpisah. Bagaimana jika aku berbicara dengannya? Bagaimana jika
aku—‖

―Itu tidak akan mengubah apapun.‖

Sebuah gerigi, seakan mengoyak dada Emma terasa menyakitkan, dan


dia harus berjuang untuk bernapas. ―Kau tidak akan menjadi donor
sperma untukku lagi, kan?‖ dia mempertanyakan hal itu sambil
berbisik.

―Maafkan aku, Em, tapi aku tidak bisa,‖ jawabnya dengan air mata
sekali lagi yang mengalir dari matanya.

Siksaan emosional dengan cepat berubah menjadi kemarahan. ―Ya,


kau bisa! Kau hanya bersikap egois dan tidak mau!‖ Bentaknya.

Connor tersentak ke belakang seakan Emma menamparnya. ―Em,


kumohon. Aku sudah bersama Jeff selama tiga tahun. Aku
mencintainya. Aku berkomitmen dengannya, begitu juga dia dengan-
ku.‖

―Dan aku mencintaimu dan sudah berada di sisimu selama delapan


belas tahun. Jika Jeff benar-benar mencintaimu, dia tidak akan
membuatmu memilih diantara kita atau menolak memberi kesempatan
untukmu menjadi seorang ayah.‖

―Dia belum siap untuk menjadi seorang ayah. Aku harus meng-
hormati keinginannya.‖

Emma mengangkat tangannya ke atas. ―Baik, kalau begitu dia tidak


harus menjadi seorang ayah dan kau juga tidak. Yang kubutuhkan
adalah DNA-mu dari klinik!‖

―Aku tidak bisa.‖


Air mata menyengat mata Emma. ―Kau benar-benar akan men-
cegahku menjadi seorang ibu?‖

54 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dengan cemberut, Connor menjawab, ―Aku bukan satu-satunya
pilihan. Ada ribuan donor di luar sana, kau bisa memilihnya. Kau
tidak harus memiliki spermaku.‖

―Sudah aku katakan sebelumnya bahwa aku tidak ingin memiliki bayi
dengan sembarang orang. Mereka bisa mencampur sampelnya, dan
aku bisa berakhir dengan memiliki anak dari beberapa pembunuh
berantai itu. Lebih dari apapun di dunia ini, aku ingin mengenal dan
mencintai orang itu—persis seperti kau.‖

―Maafkan aku, tapi kau harus mencari orang lain.‖

Air mata mengalir bebas di pipi Emma. ―Bagaimana bisa kamu


melakukan hal ini padaku? Kau berjanji bahwa kau akan
membantuku—dan Travis memberitahumu untuk melakukannya—
dan sekarang kau akan berpaling dan menolakku?‖

―Tidak semudah itu, Em.‖

―Sepertinya cukup jelas bagiku. Kurasa itulah yang sangat


menyakitkan. Aku tidak tahu mengapa kau tidak mau berjuang
untukku—untuk membuat sebuah ultimatum dengan Jeff.‖

Mata gelap Connor menyipit padanya. ―Tidakkah kau mengerti? Aku


berjuang untukmu! Aku berdebat dengan Jeff sampai mukaku biru,
tapi disinilah dimana kita berada sekarang. Aku bisa memilihmu dan
kehilangan pria yang kucintai, atau aku bisa memilih untuk tidak
menjadi donor sperma untukmu.‖

Emma menggelengkan kepalanya. ―Kau lupa satu bagian dari


pernyataan yang terakhir. Jika kau memilih untuk tidak menjadi donor
sperma untukku, maka kau akan kehilangan aku juga.‖

Ketika Emma mulai bangkit dari kursinya, Connor meraih lengannya.


―Emma, jangan melakukan hal ini!‖

―Maafkan aku. Tapi inilah yang aku rasakan.‖

―Tapi kau tahu bagaimana aku mencintaimu,‖ protes Connor.

55 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
―Mungkin. Maksudku, aku pikir kau mencintaiku, tapi kurasa tidak
cukup banyak.‖

Kemudian dia melepaskan diri dari cengkeraman Connor dan berjalan


keluar dari kedai kopi. Meraba-raba di dalam tasnya, Emma
mengeluarkan ponselnya saat ia bergegas menyusuri trotoar menuju
mobilnya. Dia hampir tidak bisa menahan isak tangisnya saat ia
memutar nomor yang begitu familiar.

―Hei Case, ini aku. Apa kau punya waktu sebentar?‖

-END-

E-Book by
Ratu-buku.blogspot.com

Seri The Proposition by Katie Ashley:

The Party (The Proposition #0.5)

The Proposition (The Proposition, #1)

The Proposal (The Proposition, #2)

The Pairing (The Proposition, #3)

56 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Anda mungkin juga menyukai