Anda di halaman 1dari 3

Di pelataran kampus bumi Parahyangan pada suatu siang, terjadi perdebatan para mahasiswa membicarakan

seseorang yang mereka perebutkan. Amanda Yasa, itulah mahasiswi fakultas hukum yang mereka bicarakan. Amanda
memiliki banyak fans pria. Paras cantik, cerdas, bertalenta, jago karate namun tidak suka tidur sendirian. Anak tunggal
yang sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Memiliki seorang Ayah yang perhatian dan penyabar. Ibunya sangat
lembut. Ia bercita-cita menikah dengan laki-laki yang cerdas, bijaksana dan penyayang seperti ayahnya.
Amanda memiliki sahabat. Titi Sumarno, sahabat Amanda yang juga merupakan tetangganya. Cantik, cerdas dan
sangat memahami Amanda, seakan mereka memang soulmate. Mereka sudah sangat dekat hingga Amanda pun sangat
akrab dengan kakak Titi. Alexander Sumarno, kakak kandung Titi yang sangat perhatian kepada mereka berdua.
Tampan, cerdas, sabar, jago alat musik, idola para cewek. Beda usia yang cukup jauh dengan Titi yakni delapan tahun,
membuat Alex memiliki naluri kebapakan, santun dan penyayang. Alex adalah tempat sandaran Titi dan Amanda kapan
pun dimana pun. Ia berhasil lulus S1 dan mendapatkan beasiswa ke Belanda mengambil gelar Master Hukum.
Amanda memiliki banyak penggemar, namun yang berhasil memesona dirinya hanya satu yakni Rahardian
Subroto. Mas Dian, begitulah Amanda memanggilnya. Anak pertama dari tiga bersaudara. Si Tampan, cerdas, anak
basket, populer, keren, manis, memikat, pokoknya paling perfect dimata Amanda. Pertemuan Amanda Yasa dengan
Rahardian Subroto berawal dari saat Amanda menjadi supporter tim basket, dimana Dian menjadi salah satu pemainnya.
Ketampanan Dian sangat menyita perhatian Amanda. Hingga rasa ingin tahunya yang begitu besar untuk mengenal lebih
jauh sosok Dian, mampu membuatnya menemukan dimana tempat tinggal Dian yakni di kawasan Bandung Selatan.
Amanda dan Titi pergi ke rumah Dian dengan berpura-pura menawarkan jasa guru les pelajaran bagi kedua adik Dian.
Niat mereka berdua pun diterima dengan sangat baik oleh Ibu Subroto.
Akhirnya Amanda berhasil lebih dekat dengan Dian, mulanya Dian hanya mengajak pulang bersama dan
mengantar ke tempat latihan karate. Lambat laun banyak waktu sering mereka habiskan bersama dengan berkuliner
hingga nonton bioskop. Tak lama, mereka berdua resmi berpacaran. Bahagia tentu yang dirasakan Amanda, namun Titi
memperingatkannya agar tetap waspada karena Amanda pernah terlibat tragedi dengan seorang laki-laki.
Hubungan Amanda dan Dian berjalan mulus. Setahap demi setahap, hubungan mereka semakin serius. Hingga
tepat setelah hari wisuda Amanda, Dian melamar Amanda sebagai calon istrinya diatas hamparan Kebun Teh Lembang
saat matahari hendak terbenam. Amanda dibuat bahagia dan tersipu malu terlebih surprise lamaran tersebut juga
melibatkan Ayah, Ibu, sepupu-sepupu Amanda, Titi, serta keluarga Dian. Dalam minggu yang sama, proses lamaran
secara resmi dilangsungkan. Kebahagiaan mereka sempurna, saat sebulan kemudian disatukan dalam ikatan pernikahan.
Awalnya, pernikahan mereka sangat bahagia. Namun, Amanda merasa dunia pernikahan yang ia jalani tidak
seindah yang ia impikan. Ia merasa, antara dirinya dan Dian bagai langit dan bumi. Bahkan meski mereka telah dikaruniai
seorang putri yang cantik bernama Nadia, kebahagiaan itu perlahan terhapus oleh drama-drama pertengkaran mereka.
Setelah menikah, Amanda bekerja di Perusahaan Multinasional yang mengharuskan ia mencurahkan sebagian besar
waktu untuk pekerjaannya, itulah yang menjadikan pemicu pertengkaran mereka. Sementara, Dian menginginkan agar
dirinya saja yang bekerja menghidupi keluarga sedangkan Amanda di rumah mengurus rumah dan anak.
Hari berganti tahun, tak terasa Nadia kini duduk di bangku SMP. Kondisi rumah tangga Amanda masih tetap
sama. Amanda masih belum menemukan kembali sosok suaminya yang dulu begitu hangat, manis dan perhatian seperti
saat awal pernikahan mereka. Dan yang membuat Amanda kuat adalah sosok Ayahnya. Amanda begitu dekat dengan
Ayahnya sejak kecil, begitu pun kini putrinya. Kedekatan Nadia dengan sang Kakek yang biasa ia panggil Tamong,
memberikan kebahagiaan tersendiri bagi Amanda. Namun, seketika kebahagiaan itu sirna saat sosok yang paling ia cintai
harus berpulang menghadap Sang Khalik. Ayah Amanda sakit selama dua tahun terakhir, sejak itulah hubungan sang
Ayah dengan Amanda dan suaminya menjadi sangat dekat. Kini tiba-tiba Ayah Amanda harus berpulang, tentu membuat
Amanda sangat terpukul dan sedih. Tetapi rasa sedih itu perlahan tertutup karena pekerjaan Amanda yang semakin
padat sehingga ia tak mampu meratapi kesedihannya, walau sebenarnya ia masih sangat kehilangan. Untungnya,
secuek-cueknya suaminya, ia tetap mengkhawatirkan kondisi Amanda yang terpuruk karena kehilangan Ayahnya. Titi
dan Alex juga, walau mereka sudah berkeluarga, mereka selalu ada saat Amanda membutuhkan support seperti saat ini.
Sejak berpulangnya sang Ayah, situasi yang dihadapi Amanda semakin rumit. Pekerjaan yang tiada henti. Suami
yang terkadang marah bahkan cemburu buta. Semua itu menyebabkan terbesit di pikiran Amanda untuk bercerai.
Namun, karena berbagai pertimbangan dan setelah melalui proses perdebatan batin yang cukup panjang, akhirnya
Amanda memilih untuk tetap bertahan dan mengalah meski sebenarnya batinnya menjerit. Amanda hanya bisa berdoa
memohon rahmat dan kekuatan dari Allah agar ia mampu menjalani semuanya.
Rapuhnya batin Amanda ditambah kesibukan yang semakin padat, membuat kesehatannya pun ikut terganggu.
Saat ada seminar di Semarang, Amanda tiba-tiba tak sadarkan diri karena ada pendarahan di otak. Amanda pun dilarikan
ke Rumah Sakit. Dian dan Titi menyusul ke Semarang, mereka sangat mencemaskan Amanda. Amanda harus segera
dioperasi, dan operasi berjalan lancar. Saat Amanda setengah sadar, ia merasa ada yang berbeda dengan suaminya. Dian
yang sebelumnya cuek dan agak kasar, kini kata ‘Sayang’ terucap dari bibir suaminya sembari menggenggam tangan
Amanda dengan lembut. Amanda terkejut dan bahagia, ia merasa telah menemukan sosok suaminya yang dulu ia kenal.
Saat Amanda sudah sadar sepenuhnya namun belum dapat beraktivitas sendiri, Dian lah yang membantu Amanda ke
kamar mandi dan merawat nya dengan telaten tanpa rasa canggung. Suasana menjadi hangat. Dian mengutarakan apa
yang ia rasakan dan kekhawatirannya pada Amanda selama ini. Amanda menimpali dengan kata-kata lembut. Akhirnya,
demi keharmonisan hubungan mereka, Amanda memutuskan untuk keluar dari perusahaan dan akan membangun
usahanya sendiri itupun atas izin Dian. Percakapan panjang mereka pun ditutup dengan pelukan hangat penuh cinta.
Keputusan yang telah mereka ambil atas persetujuan bersama, ternyata belum gol seratus persen. Intinya Dian
masih belum rela jika Amanda kembali bekerja meski di kantor milik sendiri. Amanda paham bahwa suaminya seperti itu
karena mencemaskan kesehatan Amanda. Namun tak bisa dipungkiri juga bahwa tuntutan keinginan dan kebutuhannya
tidak akan tercukupi dengan gaji yang diberikan Dian setiap bulannya. Keharmonisan mereka tidak bertahan lama,
perdebatan mulai terjadi lagi, dan Nadia selalu menjadi penengah saat Amanda dan Dian bertengkar. Amanda mulai
gerah dengan situasi pernikahannya. Namun, mereka berdua memilih tidak akan bercerai hingga bersepakat di depan
notaris, seakan pernikahan mereka hanya formalitas saja. Hubungan mereka semakin jauh dari kata harmonis. Walau
sebenarnya di angan-angan Amanda, ia sangat berharap bisa harmonis dan romantis dengan suaminya seperti dulu.
Bulan berganti. Tahun berjalan. Hingga tiba saatnya mereka harus melepas Nadia menikah dengan laki-laki
pilihannya. Tak lama, Nadia dikaruniai anak laki-laki yang memanggil Amanda dengan panggilan Tamong, itu memang
permintaan Amanda karena ia begitu rindu kepada almarhum Ayahnya. Kebahagiaan Amanda bertambah saat lahir cucu
keduanya, cucu perempuan. Namun di usia yang sudah tak muda lagi, Amanda dan Dian masih juga belum akur. Sampai
suatu waktu, saat Dian tengah duduk, ia tidak mampu berdiri dan tidak dapat mengenali kedua cucunya bahkan ia lupa
bahwa Nadia sudah menikah. Dian terkena demensia, stroke, gangguan saraf, dan amnesia bertahap. Amanda sedih,
dalam hatinya ada penyesalan ‘Apakah ia kurang memperhatikan suaminya?’. Karena sakitnya, sikap Dian mulai
berubah. Ia menjadi ramah, murah senyum, dan lembut. Perlahan, keharmonisan Amanda dan Dian telah kembali.
Setahun kemudian, Tuhan memanggil Dian kembali ke pangkuan-Nya. Tangis Amanda pecah. Saat ia ingin
berbenah diri untuk menjalankan perannya sebagai istri yang utuh bagi suaminya, maut memisahkan mereka. Kepergian
suaminya ternyata jauh lebih menyakitkan dari yang ia kira. Sedih, kecewa, kehilangan dan rasa penyesalan yang sangat
besar ia rasakan. Amanda mencurahkan semua kesedihannya pada sahabatnya, Titi. Amanda mengakui kesal dengan
Dian, namun ia juga sangat mencintai suaminya. Sakit yang diderita suaminya, membawa kembali sisi lembut Dian yang
dulu. Rasa cinta Amanda terbangun kembali untuk Dian. Sekarang Amanda rapuh, rasa sakitnya melebihi segalanya.
Selepas kepergian Dian, kenangan manis mereka berdua terus berputar di benak Amanda. Ia masih belum siap
atas kepergian suaminya. Empat puluh hari setelah Dian meninggal, notaris datang ke rumah membawa surat wasiat
yang telah dibuat oleh Dian dan Amanda jauh sebelum Dian sakit. Dalam wasiat tersebut suaminya berpesan, agar
Amanda dan anak cucunya lebih menjalankan ibadah. Untuk harta, dua puluh lima persennya digunakan untuk anak
yatim, orang jompo, dan membantu pesantren. Wasiat tersebut juga menegaskan bahwa dua puluh lima persen harta
mereka akan digunakan sebagai dana abadi. Intinya Dian dan Amanda ingin nantinya anak cucu mereka lebih mencintai
Al-Quran dan bukan demi uangnya. Tak hanya surat wasiat, ternyata terdapat satu surat lagi yang ditulis pribadi oleh
suaminya. Sebuah amplop bertuliskan ‘Hanya untuk Amanda Tersayang’.
‘Teruntuk Amanda, istriku tersayang’. Kalimat pembuka yang mampu membuat Amanda berkaca-kaca. Kata
demi kata Amanda baca dengan seksama. Air matanya menetes saat membaca surat yang ditulis suaminya dengan tulus
khusus untuknya. Kata-katanya penuh cinta, ucapan maaf pun tertulis. Segala bentuk kegalauan serta kerinduan teramat
besar yang dirasakan suaminya tertuang dalam surat. ‘Aku sangat mencintaimu, Sayangku.…’. Belum selesai ia membaca
seluruh isi surat, tangis Amanda tak terbendung. Ia jatuh bersimpuh di sisi tempat peraduan mereka. Sejuta rasa sedih
dan penyesalan berkecamuk dalam hatinya. Melalui surat itu, ia tau apa yang sebenarnya suaminya rasakan selama ini.
Amanda baru menyadari bahwa ada cinta yang sangat besar untuknya, dari seorang laki-laki yang pernah berjanji
menjadi suaminya itu. Tangis Amanda tersengal-sengal, ia tak mampu melanjutkan membaca lembaran yang tersisa.
Surat dari suaminya tak pernah ia bagikan kepada orang lain, termasuk Titi. Ia butuh waktu untuk selesai
membaca semuanya. Amanda tak ada semangat dalam bekerja, Nadia yang menggantikannya menjadi pimpinan
perusahaan. Amanda hanya ingin fokus ke ibadah dan mulai lebih memperhatikan yayasan sosial yang ia bentuk. Pada
akhirnya ia memilih untuk pindah luar kota meninggalkan Nadia dan cucunya ke Lembang. Ia perlu ganti suasana. Di
kediaman baru, Amanda ditemani penjaga kebun. Ia lebih sering berkebun mengoleksi tanaman hias. Titi kadang datang
ditemani suaminya, kadang juga bersama dengan anak cucunya. Jika kangen, ia akan pergi mengunjungi cucunya dan
mengajak Nadia atau Titi berkunjung ke makam suaminya. Kini, Amanda sudah mampu menata perasaan dan melakukan
kesibukan mengelola vila Ayahnya.
Amanda yang ceria telah kembali. Satu waktu, Titi mengabarkan kepada Amanda untuk membantu pindahan
kakaknya dari Swiss ke rumah Jakarta, rumah lama orang tuanya. Satu bulan kemudian, Alex pindahan. Disana Amanda
bertemu Yasmina, anak semata wayang Alex yang sedang hamil besar. Cantik dan lembut seperti Ana, almarhumah Ibu
Yasmina. Akhirnya tiba saat kedatangan Alex di bandara. Di Jakarta, Alex menempati paviliun yang telah disiapkan.
Amanda dan Titi juga turut menginap, tapi di rumah yasmina yang dekat dengan paviliun Alex. Malamnya, Alex
mengajak makan malam bersama. Sambil menunggu makan malam, Amanda melihat-lihat ruangan dan dikagetkan
dengan kemunculan Alex yang masih mengenakan baju koko, sarung dan kopiah. Mereka mulai saling mengobrol,
mengenang nostalgia saat menemukan album foto saat ia dan Titi masih kecil. Saat bercanda dengan Alex, tiba-tiba ada
hal lain yang Amanda rasakan. Canggung dan grogi saat Alex berdiri diam mengamati dirinya. Diam-diam Amanda
mengagumi ketampanan Alex, namun sekejap ia menepis pikirannya. Seketika ia ingat dengan almarhum suaminya.
Namun tak bisa dipungkiri ia mengakui bahwa hanya Alex yang selalu perhatian dan sabar mendengarkan ceritanya,
selain sang Ayah. Ia meyakini bahwa rasa sayangnya kepada Alex hanya rasa sayang seorang adik kepada kakaknya. Tapi
dilain pikiran, ia ragu bahwa Alex sebenarnya adalah cinta pertamanya yang tidak ia akui.
Sejak kepulangan Alex ke Indonesia, mereka jadi sering bertemu entah sekedar mengobrol sampai menonton
konser bersama Titi juga. Namun semakin kesini, rasa canggung juga kerap dirasakan Amanda saat bersama Alex. Waktu
mata mereka bertemu, ada debaran aneh di dada Amanda. Ia masih bingung dengan perasaannya. Cara Alex tersenyum
padanya pun juga berbeda dengan saat tersenyum pada Titi. Hingga tiba suatu waktu, Alex mengajak Amanda berbicara
berdua, tapi Amanda memilih menghindar pergi ke vila miliknya di Lembang. Tak disangka, Alex dan keluarganya datang
mengunjungi Amanda. Akhirnya Amanda dan Alex pun berbicara berdua sambil melihat pemandangan vila. Alex
mengutarakan isi hatinya, ternyata selama ini Amanda adalah perempuan yang dicintai Alex sebelum bertemu dengan
Almarhumah istrinya. Alex mengaku salah langkah, kenapa dulu ia tidak mengejar cinta Amanda sebelum akhirnya
Amanda bertemu dengan Dian. ‘Aku sayang kamu, Amanda Yasa’. Alex mengajak Amanda untuk menikah. Namun
Amanda tak langsung menerima lamaran Alex. Amanda meminta pendapat dulu kepada Nadia. Nadia menyetujuinya
bahkan ia menceritakan juga bahwa suaminya, Titi, Yasmina dan suami Yasmina juga sudah mendukung apapun
keputusan Amanda termasuk menerima lamaran dan menikah dengan Alex.
Pada akhirnya, Amanda dengan yakin menerima lamaran Alex. Mereka pun melangsungkan pernikahan dengan
sakral. Sebelumnya, Amanda dan Alex mengunjungi makam Dian dan Ana. Mereka berdoa untuk kebahagiaan akhirat
kedua mendiang, serta memohon izin untuk melanjutkan hidup mereka dalam ikatan pernikahan. Melangkah maju
dalam lembaran baru. Amanda sangat bahagia, ia bertekad dalam hati ‘Selama Allah mengizinkan, aku, Amanda Yasa,
akan mencintaimu sepenuh jiwa dan ragaku, suamiku tersayang, Alexander Sumarno’.

Anda mungkin juga menyukai