Dahulu kala, dikampung Timbarau. Terdapat sebuah keluarga dengan
sepasang anak. Kepala keluarga itu bernama Pak Malin, Istri Pak Malin bernama Ganto Sori. Sedangkan dua anak mereka, yang laki-laki bernama Buyung Pangaduan, dan yang bungsu bernama Kambang Manih. Buyung dan Kambang rajin menjalan perintah agama serta patuh kepada orang tuanya. Disamping itu mereka mempunyai seorang mamak Datuk Tanjua namanya. Beliau merupakan pemimpin adat dikampung Timbarau. Dengan bimbingan orangtua dan mamak mereka Buyunung dan Kambang tumbuh menjadi anak yang baik dan disenangi orang kampung. Keluarga Pak Malin dan Bundo Ganto hidup dengan tenang dan bahagia. Kebahagiaan itu terusik ketika sejenis penyakit aneh menimpa pak Malin dan Bundo Ganto. Badan mereka terasa lemah dan dengan cepat menjadi kurus. Ditubuh mereka kini tinggal kulit pembalut tulang, rambut mereka yang dulu hitam lebat kini rontok. Berbagai tabib telah didatangi beragam obat sudah dicoba. Namun penyakit Pak Malin dan Bundo tak kunjung sembuh. Kambang dan Buyung menghadapi cobaan itu dengan tabah. Keduanya terus mencari tabib serta rajin berdoa untuk kesembuhan orang tua mereka. Doa mereka akhirnya dikabulkan Tuhan. Saat tidur keduanya bermimpi didatangi oleh seorang tua. Wajah orang tua itu bersih dan tubuhnya diliputi cahaya. “ Anak muda penyakit yang diderita orang tua kalian hanya bisa disembuhkan dengan meminum air perasan benalu. Benalu itu terdapat dipohon kayu putih yang tubuh dirimba sebelah timur kampung ini.Hanya kalian berdua yang bisa mengambil benalu itu”. Buyung dan kambang terbangun dari tidur, tak lama kemudian waktu subuhpun masuk. Seusai shalat Shubuh, keduanya bercerita tentang mimpi yang baru saja dialami. Ternyata mereka mengalami mimpi yang sama. “ Kita harus segera mencari obat itu” kata Buyung. “Ya, agar ayah dan ibu cepat sembuh” kata kambang Pagi itu juga keduanya segera menyiapkan segala sesuatunya untuk melakukan perjalanan. Setelah persiapan cukup, keduanya menghadap Datuk Tanjua. “ Tak mungkin hanya kalian saja yang berangkat, saya akan iktut bersama kalian, kata Datuk Tanjua. “ Terima Kasih mak datuk, tapi kalau mamak pergi bersama kami, siapa yang akan merawat ayah dan ibu ? “ kata Kambang. Akhirnya Datuk Tanjua mengizinkan Buyung dan Kambang untuk berangkat mencari obat. Kambang dan Buyung memulai perjalanan mereka melalui hutan yang penuh onak dan duri, hingga pada hari kedua perjalanan mereka, karena sudah terlalu letih merekapun tertidur didalam hutan. Tanpa mereka sadari datanglah seekor Ular yang dengan sigapnya melilit tubuh Kambang. Begitu terbangun Buyung kaget melihat adiknya dalam lilitan ular dan sang ularpun telah siap untuk menerkam si Kambang. Dengan sigap Buyung melompat dan menusuk si Ular dengan sebilah belati hingga sang ular terkejut dan segera melepaskan lilitannya. Akan tetapi si Ular berhasil mengigit si Buyung , sebelum pergi meninggalkan mereka. Kambang segera mengobati kakaknya agar bisa ular itu tidak menjalar kebagian tubuh yang lain. Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan, akhirnya sampailah mereka di sebuah telaga yang airnya sangat jernih. Sambil melihat ikan-ikan yang berenang dengan riang ditelaga tersebut, hingga tercetuslah kata-kata dari mulut si Buyung “ Alangkah senangnya ikan-ikan ditelaga ini, lebih baik saya menjadi ikan daripada tidak bisa membantu orang tua “ gumamnya. “Hati-hatilah berbicara kak,karena kita sedang berada dihutan yang asing“ kata Kambang. “ Aku bersungguh-sungguh bersedia menjadi ikan asalkan ayah dan ibu sembuh Kata Buyung. “ Kalau kakak menjadi ikan , sayapun ikut kak . Supaya penyakit orang tua kita sembuh lebih cepat” , kata Kambang menimpali . Begitu Buyung dan Kambang selesai mengucapkan janji tersebut, mengelegarlah suara petir mengguncang seisi hutan. Kemudian turunlah hujan dengan sangat deras, sebuah keajaibanpun terjadi, perlahan-lahan tubuh Buyung dan Kambang berupa menjadi seekor ikan. Mula-mula kaki mereka menyatu layaknya ekor ikan, lalu tangan menjadi sirip, sedangkan kulit mereka berubah menjadi sisik, akhirnya kepala mereka berubah menjadi kepala ikan. Petir disiang bolong jelas bukan kejadian biasa, Beberapa orang mulai menduga apa yang telah terjadi ?. “Sesuatu yang luar biasa telah terjadi “ucap tetua kampung. Sedangkan dirumahnya Pak Malin dan Bundo ganto merasakan perubahan pada tubuh mereka, tidak lagi terasa sakit dan lemah, nafsu makanpun membaik. Namun didalam hati mereka bertanya-tanya, tentang keajaiban akan kesembuhan yang mereka alami, dan merekapun teringat akan kedua anak mereka yang telah pergi selama dua hari untuk mencari obat demi kesembuhan mereka. Segeralah mereka mendatangi rumah Datuk Tanjua dan bersepakat untuk menyusul Buyung dan Kambang. Keesokan harinya mereka berangkat dan menjelang sore sampailah mereka ditelaga nan jernih. Alangkah kagetnya mereka mendengar suara orang menyapa “Ayah, Ibu, Kami disini “ ujar suara itu. Tiba-tiba munculah dua ekor ikan ke permukaan . “Ayah dan Ibu, inilah kami anak-anakmu. Kami telah berubah wujud menjadi ikan “ teriak Kambang. “Oh, Anakku kenapa menjadi begini” tangis Bundo Ganto. “ Janganlah bersedih ayah dan ibu, kami akan selalu berbakti kepada ayah dan ibu juga kepada kampung kita, kami akan menyembuhkan penyakit setiap orang yang datang kesini untuk meminta tolong”, ujar Buyung. Akhirnya kedua orang tua Buyung dan Kambang dengan berat hati menerima keadaan ini, dan memutuskan untuk tinggal menetap di tepi telaga itu. Kedua ekor ikan itu dapat berbicara dengan kedua orangtua mereka. Namun setelah sepeninggal kedua orang tua mereka, kedua ekor ikan itupun tidak dapat berbicara lagi. Sampai saat ini telaga itu dikenal dengan Sungai Janiah karena kerjernihan sungainya dan ikan-ikan yang hidup didalam sungai tersebut disebut dengan Ikan Sakti.