Saat sedang bermain, tiba-tiba langit menjadi gelap. Hujan deras pun
turun. Akibatnya, cat putih di tubuh si kecil hitam menjadi luntur. Kambing-
kambing putih berteriak kesal melihatnya.
"Pantas hujan turun! Pasti gara-gara kambing hitam bermain bersama kita.
Dia memang pembawa masalah!"
Si kecil hitam sedih sekali. Ia berlari pulang dan bertanya pada ibunya.
"Apa betul, kambing hitam memang pembawa masalah?"
"Tentu saja tidak, Nak. Kambing-kambing putih menjauhi kita hanya
karena kita berbeda. Tapi jangan khawatir. Ibu yakin, suatu saat mereka
akan menyadari kalau pendapat itu salah..."
Suatu hari, si kecil hitam menonton anak-anak kambing putih yang sedang
bermain. Tiba-tiba dia melihat seekor serigala mendekati kambing-
kambing putih. Para kambing putih lari kocar-kacir. Seekor kambing putih
tertangkap.
Tanpa rasa takut, si kecil hitam berlari mendekat. Ia mengambil buah-buah
busuk yang berserakan di tanah dan melempari si serigala.
ALAMAT = http://dongengadalahcerita.blogspot.co.id/2015/06/dongeng-si-hitam-dan-putih.html
Saat itu, masuklah seorang petugas pemadam kebakaran untuk menyelamatkannya, tetapi si
Orang Sakit berkata:
"Tidak usah pedulikan saya," kata si Orang Sakit, "Selamatkanlah orang yang sehat terlebih
dahulu."
"Bisakah engkau memberi tahu saya alasan anda berkata begitu?" tanya si Pemadam
Kebakaran.
"Saya merasa ini adalah pilihan yang paling baik dan adil," kata si Orang Sakit. "Yang kuat
harus didahulukan karena mereka bisa menyumbangkan tenaganya dan memberikan jasanya
lebih banyak dibandingkan orang yang lemah dan sakit-sakitan."
Si Pemadam Kebakaran merenung beberapa saat, lalu berkata "Saya bisa saja mengabulkan
permintaan kamu tadi, tapi coba anda jelaskan, tugas dan jasa-jasa apa saja yang bisa
diberikan oleh orang yang sehat dan kuat?"
"Tugas orang yang lebih kuat adalah membantu orang yang lemah."
Si Pemadam Kebakaran kembali merenung sebentar, lalu berkata kembali, "Saya mengerti
bahwa kamu berada dalam kondisi kurang sehat, tapi saya tidak mengerti mengapa engkau
begitu bodoh." Lalu si Pemadam Kebakaran pun mengangkat si Orang Sakit dari tempat
tidurnya dan menyelamatkannya keluar dari rumah yang terbakar.
Orang yang lebih kuat, sepantasnya membantu orang yang lebih lemah.
ALAMAT = http://www.ceritakecil.com/cerita-dan-dongeng/Orang-Sakit-dan-Petugas-Pemadam-
Kebakaran-156
Pemilik kebun ini, di setiap musim panen, selalu membanggakan hasil panennya yang sangat
baik. Pada musim semi, dia bisa menunjukkan bunga-bunga yang mekar pada pohonnya dan
di musim gugur dia bisa memetik apelnya yang telah ranum.
Suatu hari, pemilik kebun ini melihat murid sekolah ini dengan sembarangan memanjat
pohon buah dan menjatuhkan buah-buahan yang telah masak maupun belum masak. Murid
nakal ini bahkan mematahkan dahan-dahan pohon, dan melakukan begitu banyak kerusakan
sehingga pemilik kebun ini mengirimkan laporan berisikan keluhan kepada kepala sekolah di
mana anak tersebut bersekolah. Kepala sekolah ini datang segera ke kebun tersebut dan
membawa murid-murid yang lain di belakangnya. Kepala sekolah ini ingin memarahi dan
menghukum murid nakal tersebut dan memberikan contoh kepada murid lainnya bahwa
setiap perbuatan yang nakal, akan mendapatkan hukuman. Tetapi apa yang terjadi? rencana
kepala sekolah tersebut menjadi berantakan dan malah memperparah keadaan, karena saat
murid-murid yang lain melihat pohon apel yang telah ranum, mereka langsung menyerbu ke
kebun dan memanjat pohon serta memetik buah apel dari pohon.
ALAMAT = http://www.ceritakecil.com/cerita-dan-dongeng/Murid-Nakal-Kepala-Sekolah-dan-
Pemilik-Kebun-160
Home » dongeng » dongeng Indonesia » DONGENG ASAL USUL DANAU TOBA | DONGENG ANAK
DUNIA
DONGENG ASAL USUL DANAU TOBA | DONGENG ANAK DUNIA
dongeng, dongeng Indonesia
Dongeng Asal Usul Danau Toba - Toba...! Toba...! Toba....!!! Ayo kita ke ladang.
Hari telah siang! Tak lama Toba keluar dari rumah panggungnya membawa jala,
cangkul dan peralatan lain. Toba menghampiri Parlin sahabatnya. Ayo, kita pergi
kawan! Toba berkata dengan semangat.
Toba dan Parlin tinggal di pedalaman bagian utara pulau Sumatra. Mereka hidup
dari bertani dan menjala ikan di sungai.
Hari itu Toba memutuskan menjala ikan. Dengan semangat, Toba menebar
jaring ke dalam sungai. Setelah menunggu beberapa lama, Toba menarik jala.
Oh... seekor ikan besar, berwarna emas sangat indah, terperangkap di sana.
Toba sangat girang. Dengan hati-hati Toba meraih ikan itu seraya
memasukkannya ke dalam wadah.
Esok paginya Toba bekerja seperti biasa. Pemuda yatim-piatu itu sangat rajin.
Hasil panen padinya kali ini sangat baik, buah dar ketekunannya. Seusai
memanen padi, Toba merasa lelah dan lapar. Ia pun beranjak pulang untuk
bersantap siang.
Ketika sudah di dalam rumah Toba, sangat heran. Lauk-pauk telah terhidang di
atas meja bambu. Aroma masakannya sungguh harum. Belum sirna rasa
herannya, Toba melihat seorang wanita bersimpuh dekat perapian. Wanita itu
sangat cantik. Rambutnya hitam legam panjang terurai. Wajahnya bak bulan
purnama. Dengan rasa takjub Toba menghampiri.
Hei, wanita. Siapakah engkau? Darimana engkau datang? Toba bertanya.
Hah...! Bagaimana mungkin? Toba semakin heran. Kanda telah lama aku
memohon kepada Sang Pemilik Hidup, agar aku berubah menjadi manusia dan
pria yang menemukanku hendaklah menikah denganku, kata si wanita
menjelaskan sambil terisak. Mendengar penuturan wanita itu, Toba sangat
terharu.
Kanda harus bersumpah. Kelak jika kita mempunyai anak, kanda tidak boleh
mengatakan bahwa dia anak ikan!
Dua tahun setelah menikah, seorang anak laki-laki lahir. Mereka memberinya
nama Samosir. Namun ada yang aneh pada diri Samosir. Hingga berusia tujuh
tahun, dia senantiasa merasa lapar. Baru saja makan, dia sudah merasa sangat
lapar kembali dan minta makan lagi. Lapar dan lapar, begitulah Samosir. Jatah
santap siang untuk ayahnya yang dititipkan ibunya, acapkali dimakannya di
tengah-tengah perjalanan dan Toba ayahnya hanya makan sisa-sisanya.
Karena jarang santap siang, tubuh Toba menjadi kurus dan lemah. Samosir juga
sangat nakal. Dia suka memukul teman sepermainannya hingga menangis jika
kehendaknya tidak dituruti. Nasehat ayah dan ibunya tidak pernah dihiraukan.
Namun, Toba tetap sabar terhadap kelakuan Samosir yang tidak terpuji.
Mudah-mudahan anakku berubah menjadi anak yang baik, harap Toba dalam
doa-doanya.
Saat itu cuaca sangat terik. Toba sangat lelah. Peluh bercucuran pada wajahnya
yang tirus. Panen jagung saat itu berhasil baik. Sambil menunggu Samosir
mengantar santap siang, Toba duduk di bawah pohon jambu yang rindang.
Samosir, mengapa isi bungkusan ini hanya tinggal tulang-tulang ikan? tanya
Toba kepada anaknya. Wajahnya tampak gusar.
Ayah. Tadi aku merasa sangat lapar dan haus, hingga aku memakannnya, jawab
Samosir.
Tetapi ayah, tadi aku sungguh lapar. Makanan yang disediakan tak cukup bagiku
karena ayah pelit. Ayah sungguh pelit! Samosir berteriak pada ayahnya.
Melihat tingkah anaknya yang semakin tidak sopan, Toba pun murka.
"Ibu..ibu...ibu...! Mengapa ayah mengatakan aku anak ikan! Benarkah itu ibu?
Tiba-tiba langit mendung, lalu hujan turun sangat deras, petir menyambar-
nyambar, guruh menggelegar. Si wanita lenyap, kembali ke alamnya. Dari bekas
telapak kakinya memancar mata air besar, menggenangi daratan luas hingga
menjadi danau luas dan indah. Danau Toba.
ALAMAT = http://dongengadalahcerita.blogspot.co.id/2015/07/dongeng-asal-usul-danau-toba-
dongeng.html
Home » dongeng » dongeng Indonesia » Dongeng Berlian dan Sekantong Gandum | DONGENG
ANAK DUNIA
Dongeng Berlian dan Sekantong Gandum | DONGENG ANAK DUNIA
dongeng, dongeng Indonesia
Dongeng Berlian dan Sekantong Gandum - Syahdan, satu waktu di suatu negeri,
hiduplah seorang saudagar yang kaya raya, bernama Pak Ulung. Sesuai dengan
namanya, Pak Ulung adalah saudagar yang memiliki sifat ulung dan ulet dalam
bekerja. Perniagaannya sampai ke berbagai negeri yang sangat jauh. Berbagai
macam barang diniagakan. Ketika Pak Ulung pulang, ia membawa keuntungan
beserta oleh-oleh berbagai rupa.
Pak Ulung telah lama ditinggalkan oleh istrinya, Bu Ulung, menghadap Sang
Pencipta. Pak Ulung memiliki dua orang anak lelaki, bernama Si Tulus dan Si Irus.
Si Tulus dan Si Irus sudah remaja. Mereka hidup dalam gelimang kecukupan
harta. Rumahnya besar, tanahnya luas, dan pembantunya banyak.
Suatu hari, Pak Ulung jatuh sakit. Demi kesembuhan, berbagai tabib didatangi
untuk menyembuhkan Pak Ulung. Namun sakit Pak Ulung tak kunjung sembuh,
bahkan semakin bertambah parah. Dan perniagaan Pak Ulung pun dipercayakan
pada pembantu-pembantu Pak Ulung.
Ayah jangan berkata begitu, Ayah tidak boleh berputus asa, rintih sedih Si Tulus.
Pak Ulung melanjutkan kata-katanya, kalian adalah lelaki, kelak harus hidup
mandiri. Ayah selama ini telah memberi kalian harta dan ilmu yang
berkecukupan.
Namun kini yang tersisa, cuma rumah yang sederhana ini, sebidang tanah dengan
sekantong gandum, dan sebutir besar berlian. Kalian tinggalah di rumah ini
sampai mandiri. Sisanya pilihlah untuk bekal hidup kalian.
Dan kesokan harinya, Pak Ulung pun menghadap Sang Pencipta. Sedih betul Si
Tulus dan Si Irus. Namun mereka harus melanjutkan kehidupan. Maka teringatlah
keduanya akan wasiat sang ayah. Sebidang tanah beserta sekantong bibit
gandum, dan sebutir berlian besar.
Aku memilih sebutir berlian. Bagian Kak Tulus saja sebidang tanah dan sekantong
gandum itu, ucap Si Irus.
Si Tulus bimbang. Nilai sebidang tanah dan sekantong bibit gandum sangatlah
sedikit dibanding sebutir besar berlian itu, pikir Si Tulus.
Maka keesokan harinya pergilah Si Irus ke Kota Raja, untuk menjual berlian.
Lupalah Si Irus akan nasihat sang ayah. Tidak mencari kerja, dihabiskannya
sedikit demi sedikit hartanya. Sementara sang kakak, Si Tulus, cemas
menunggunya di rumah.
Si Tulus, dengan sekantong bibit gandum dari sang ayah, mulailah berladang di
sebidang tanah ayahnya. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun berganti.
Si Tulus terus bekerja, senantiasa berdoa, serta tak lupa berderma. Berawal dari
petani sederhana hingga menjadi tuan tanah, dan pula belajar berniaga seperti
ayahnya dulu. Sedangkan Si Irus hidup terlunta-lunta di Kota Raja.
Dan pada satu ketika, Si Tulus pergi ke Kota Raja. Hingga tidak sengaja
bertemulah Si Tulus dengan seorang pemikul barang yang terlihat letih dan tua,
dengan topi lebar menutupi kepalanya.
Boleh saya bawa barangnya Tuan, Cukuplah sekedar makan buat saya, pinta lirih
sang pemikul.
Hati Si Tulus berdesir. Sepertinya tidak asing suara sang pemikul. Si Tulus
menatap lebih dekat dan mengangkat topinya. Dan ternyata pemikul tersebut
adalah Si Irus! Dipeluknya tubuh lusuh sang adik. Dan Si Irus pun juga
terperanjat, menyadari sang kakak.
Dan Si Irus pun cuma bisa tertunduk malu. Namun Si Tulus tetap menggandeng
Si Irus pulang.
ALAMAT = http://dongengadalahcerita.blogspot.co.id/2015/06/dongeng-berlian-dan-sekantung-
gandum.html
Home » dongeng » dongeng Indonesia » Dongeng Si Dada Emas | DONGENG ANAK DUNIA
Atas laporan dari pengawalnya, kemudian si gadis miskin disuruh datang ke istana
untuk dimintai keterangan. Raja bersama permaisurinya tercengang dikala
mendengar keterangan dari gadis miskin itu. Akhirnya gadis miskin itu dinikah oleh
raja sebagai istri kedua, karena sang Raja benar-benar ingin mendapatkan keturunan.
Tidak lama kemudian gadis miskin yang telah dikawin raja itu akhirnya hamil dan dia
mengidam daging rusa. Sekalipun gadis miskin yang dinikahi, tetapi sang Raja begitu
kasih sayang, sehingga apa yang diminta selalu dituruti. Bahkan untuk mencari daging
rusa sang Raja terjun sendiri berburu ke hutan. Melihat sayangnya yang luar biasa
kepada istrinya kedua. Kini permaisurinya mulai cemburu.
Pada saat raja berburu tiba-tiba istrinya yang miskin melahirkan tiga anak yang
berdada emas, satu perempuan dan dua laki-laki, ternyata benar apa yang pernah
dikatakan oleh gadis miskin tersebut.
Pada saat melahirkan si miskin mata dan telinga ditutup, hal ini merupakan aturan
dari kerajaan. Dengan rasa kesedihan si miskin tak bisa melihat, serta mendengarkan
tangis dari anaknya, dan juga tidak bisa mengenalinya.
Saat itu bertepatan juga dengan anjing beranak tiga ekor, satu betina dan dua jantan.
Ketiga anak anjing itu dimuat di baki lalu dibawa ke istana perlu ditukarkan dengan
ketiga anak miskin tersebut. Sementara ketiga anak si miskin itu dibawa ke tempat
yang jauh dari istana. Ibu si miskin yang baru saja melahirkan tadi ditaruh di kolong
istana tepatnya di bawah jamban dalam keadaan terikat.
Kini tibalah sang Raja dari hutan sambil membawa daging rusa. Beliau dipersilahkan
permaisurinya untuk melihat ketiga ekor anjing yang baru saja dilahirkan dari si
miskin itu. Saat melihat ketiga anjing itu raja marah-marah, dan menganggap si
miskin adalah pembohong.
Lambat laun ketiga anak itu besar dan menginjak dewasa. Mereka dibesarkan oleh
petani, dan selama itu mereka berada di kebun. Mereka tidak tahu, bahwa dirinya
anak raja, sementara ibunya dalam keadaan diikat. Pada lain kesempatan sang Raja
mengadakan pesta yang banyak sekali hiburannya. Diantara hiburannya adalah
penyambungan ayam. Mendengar kabar ini, Inang pengasuh yang sangat mencintai
anak-anak berdada emas itu menyuruh mereka agar ikut serta menyambung ayam.
Nenek Inang Pengasuh berkata, “Hai cucuku, kesanalah kamu ikut menyambung
ayam?” “Ayam apa yang harus saya bawa, sementara tidak punya ayam,” tanya sang
cucu. Nenek berkata lagi, ” Nanti kau saya buatkan ayam agar ikut menyambung
ayam”.
Kemudian dibuatkan seekor ayam dengan menyulap seekor kucing, lalu menjadi ayam
jantan. Setelah mendapat ayam, lalu si anak-anak berdada emas cepet-cepet menuju
istana.
Permaisuri telah dihantui dengan rasa khawatir dikala melihat anak berdada emas itu,
sementara Raja merasa penasaran atas kekalahannya itu. Sang Raja berkata, “Besok
kita mengadakan lagi menyambung ayam, oleh karena itu datanglah anak-anak!”
Esok harinya si nenek membuatkan ayam siluman lagi, sambil mengatakan, bila
nantinya kamu menang, maka janganlah minta emas, tetapi mintalah wanita yang
sedang diikat di bawah kolong jamban, sementara dia sudah berlumut, karena sudah
lama bertempat di bawah jamban tersebut, dan itulah benar-benar ibumu.
Setelah si nenek tadi mengatakan hal yang mengagetkan tadi, maka mereka berdada
emas berupaya sekali untuk membebaskan ibunya yang sedang diikat di bawah
kolong jamban.
Setiba di istana mereka berdada emas mengatakan, “Kemenangan kali ini kami tidak
mengharapkan uang emas, tetapi minta dibebaskannya wanita yang diikat di kolong
bawah jamban itu.
Raja berkata, “Kalian punya maksud apa dengan orang semacam itu? Dia benar-benar
pembohong! Si Dada emas berkata,” Wanita itu adalah ibu kami. Raja bertambah
heran dan tercengang mendengar ucapan anak tersebut.
Tidak lama kemudian muncullah Inang dan burung nuri sahabat anak-anak berdada
emas itu. Kini burung nuri dan yang hadir saat itu sedang bercerita tentang beberapa
tahun yang lalu tentang si miskin melahirkan di istana ketepatan sang Raja berburu
ke hutan.
Burung Nuri terus bercerita tentang si miskin lahir, tetapi permaisuri mengatakan
kepadanya, hai burung nuri, berhentilah kamu cerita! Permaisuri merasa takut
kejahatannya terbongkar. Akan tetapi sang Raja minta kepada burung nuri agar
meneruskan ceritanya, karena tertarik sekali.
Setelah burung nuri bercerita panjang lebar, maka tiba-tiba sang Raja menangis,
karena selama ini tertipu permaisurinya, karena selama ini membiarkan selirnya
terlantar di bawah jamban. Setelah itu ibu terlantar langsung dibebaskan serta
dimandikan dengan bersih. Dia segera menemui anak-anaknya dan saling berpelukan,
karena selama ini tidak pernah menjumpai dan baru kali ini mereka sama-sama tahu.
Begitu juga sang Raja yang selama ini bersalah, dia juga ikut memeluk selirnya dan
anak-anaknya.
Ternyata yang bohong adalah permaisuriku, untuk itu dia segera memerintah kepada
pengawalnya untuk menangkapnya lalu diikat dan ditaruh dibawah jamban, sebagai
ganti selirku. Biar dia merasakan akibat perlakuan jahat itu.
ALAMAT = http://dongengadalahcerita.blogspot.co.id/2015/06/dongeng-si-dada-emas-dongeng-
anak-dunia.html