Pulau Kestabilan Nuklir - Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas
Pulau Kestabilan Nuklir - Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas
nuklir
artikel daftar Wikimedia
Dalam fisika nuklir, pulau kestabilan adalah sekumpulan isotop dari unsur superberat yang
diprediksi memiliki waktu paruh yang jauh lebih panjang daripada isotop-isotop superberat
yang telah diketahui. Menurut prediksi ini, isotop-isotop tersebut akan muncul sebagai "pulau"
di tabel nuklida, terpisah dari isotop-isotop stabil dan isotop radioaktif "primordial" yang
berumur panjang. Secara teori, kestabilan anggota pulau ini terjadi akibat efek "bilangan
ajaib" proton dan neutron yang menambah kestabilan inti atom. Jika berhasil ditemukan,
anggota-anggota pulau ini diprediksi berada di penghujung tabel periodik yang telah
diketahui, dengan jumlah neutron melebihi isotop-isotop yang telah ditemukan saat ini.
Diagram oleh Joint Institute for Nuclear Research Rusia menunjukkan waktu paruh inti-
inti atom superberat, baik sesuai pengamatan (diberi kotak) maupun prediksi (tanpa
kotak), ditampilkan berdasarkan jumlah proton dan neutron. Posisi pulau kestabilan
yang diperkirakan di sekitar Z = 112 ditandai lingkaran putih.[1][2]
Terdapat sejumlah prediksi mengenai lokasi persis pulau kestabilan ini, kebanyakan
menyebutkan wilayah di sekitar nomor atom (Z) 114 (kopernisium, Cn) dan 112 (flerovium, Fl)
dan jumlah neutron (N) sekitar 184 yang diprediksi memiliki kulit neutron penuh.[2] Model-
model prediksi ini memperkirakan bahwa kulit penuh yang terdapat dalam nuklida-nuklida
(inti atom) anggota pulau tersebut akan menambah kestabilan terhadap fisi (pembelahan)
maupun peluruhan alfa. Efek terbesar dari fenomena ini diperkirakan berada dekat Z = 114
dan N = 184, tetapi unsur-unsur di sekitarnya pun diperkirakan ikut memiliki kestabilan
tambahan. Selain itu, ada kemungkinan pulau-pulau kestabilan lain di sekitar nuklida lebih
berat lagi yang memiliki bilangan ajaib ganda (baik jumlah proton dan neutronnya sama
dengan bilangan ajaib). Menurut sebagian perkiraan, waktu paruh unsur-unsur dalam pulau
kestabilan berkisar dalam hitungan menit atau hari, tetapi ada juga perkiraan yang
memprediksi waktu paruh jutaan tahun.[3]
Walaupun model kulit nuklir yang memprediksi keberadaan bilangan ajaib sudah digagas
sejak tahun 1940-an, keberadaan inti atom superberat berumur panjang belum pernah
didemonstrasikan secara pasti. Seperti unsur-unsur superberat lainnya, nuklida-nuklida
anggota pulau kestabilan belum pernah ditemukan di alam, sehingga harus dibuat melalui
reaksi nuklir agar dapat dipelajari. Para ilmuwan masih belum menemukan cara melakukan
reaksi nuklir yang dapat menghasilkan anggota pulau kestabilan. Kemungkinan dibutuhkan
jenis reaksi baru agar dapat menyintesis inti-inti atom yang berada di tengah pulau ini.
Belakangan ini, telah terjadi sintesis unsur-unsur superberat hingga unsur dengan nomor
atom 118 (oganeson) dan memiliki hingga 177 neutron, menunjukkan adanya efek kestabilan
kecil di sekitar nomor atom 110—114 yang dapat berlanjut ke isotop-isotop lain, sehingga
mendukung hipotesis keberadaan pulau kestabilan.[2][4] Selain itu, beberapa inti atom
superberat dengan nomor atom disekitar lokasi pulau kestabilan diduga ditemukan dalam
kristal olivin dalam meteorit pada 2013. Pengamatan unsur superberat di alam ini belum
dikonfirmasi melalui penelitian terpisah, tetapi jika benar dapat menjadi bukti kuat yang
mendukung keberadaan pulau ini.
Latar belakang
Kestabilan nuklida
Komposisi sebuah nuklida atau inti atom ditentukan oleh jumlah proton Z (disebut juga
nomor atom) dan jumlah neutron N, dan jumlah Z + N adalah bilangan massa, A. Inti-inti
dengan nomor atom yang sama merupakan unsur yang sama, dan nomor atom tersebut
menentukan posisi unsur itu di tabel periodik. 3300 nuklida yang diketahui saat ini[5] (dengan
kombinasi Z dan N yang berbeda) biasanya digambarkan dalam sebuah tabel atau diagram
dengan dua dimensi yang menunjukkan bilangan Z dan N (lihat gambar), dan nuklida yang
tidak stabil diindikasikan dengan waktu paruhnya.[6] Hingga 2019, 252 nuklida diketahui
bersifat stabil (tidak pernah diamati mengalami peluruhan).[7] Unsur terakhir yang diketahui
memiliki isotop stabil adalah timbal (Z = 82).[a][b] Semakin berat suatu unsur biasanya
semakin berkurang kestabilannya (diukur berdasarkan waktu paruh isotop berumur
terpanjang).[10] Semakin tinggi jumlah proton suatu unsur, biasanya dibutuhkan rasio
neutron:proton yang lebih tinggi agar stabil, tetapi kestabilan juga menurun jika rasio ini
terlalu tinggi. Alhasil, baik jumlah neutron terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
menyebabkan inti atom menjadi tidak stabil.[11]
Kestabilan inti ditentukan oleh energi pengikatannya, semakin tinggi energi pengikatan maka
semakin stabil suatu inti. Energi pengikatan per nukleon (proton atau neutron) meningkat
selaras dengan nomor atom hingga kawasan sekitar A = 60, lalu menurun.[12] Jika sebuah inti
atom dapat dibelah menjadi dua bagian yang memiliki total energi lebih rendah (akibat energi
pengikatan lebih tinggi), maka inti tersebut tidak stabil. Inti ini dapat bertahan untuk
sementara waktu karena adanya perintang potensial yang menghalangi pembelahan
tersebut, tetapi perintang ini dapat diterobos dengan penerowongan kuantum. Semakin kecil
perintang ini dan semakin kecil total massa hasil pembelahan, maka semakin besar
kemungkinan terjadinya pembelahan per satuan waktu, sehingga waktu paruhnya lebih
pendek.[13]
Proton-proton dan neutron-neutron dalam suatu inti terikat dengan adanya tarikan gaya nuklir
kuat, yang mengimbangi gaya tolak-menolak antara proton-proton yang bermuatan positif
akibat hukum Coulomb. Pada inti-inti yang lebih besar, dibutuhkan lebih banyak neutron (yang
tidak memiliki muatan listrik) untuk mengimbangi gaya tolak-menolak proton yang semakin
besar. Saat para ilmuwan mulai menyintesis unsur-unsur berat yang tidak ditemukan di alam,
mereka menemukan kestabilan unsur semakin berkurang dengan semakin besarnya nomor
massa.[14] Karena itu, muncul spekulasi bahwa suatu saat tabel periodik akan berakhir karena
tidak ada lagi unsur yang mungkin disintesis.[15] Para penemu plutonium (nomor atom 94)
sempat mempertimbangkan menamakannya "ultimium" (dari kata Latin yang berarti
"terakhir").[15] Selanjutnya ditemukan unsur-unsur yang lebih berat, tetapi sebagian langsung
meluruh dalam beberapa mikrosekon, sehingga timbul dugaan bahwa keberadaan unsur-
unsur yang lebih berat akan dicegah oleh pembelahan spontan. Pada 1939, ilmuwan
memperkirakan batas atas tabel periodik adalah sekitar nomor atom 104,[16] dan setelah
ditemukannya unsur-unsur setelah aktinida (golongan aktinida berakhir dengan Z = 103) pada
awal 1960-an perkiraan ini direvisi menjadi 108.[14]
Bilangan ajaib
Keberadaan unsur-unsur superberat mulai disebutkan sejak tahun 1919. Unsur-unsur ini
memiliki nomor atom jauh di atas uranium (Z = 92), unsur terberat yang telah ditemukan saat
itu. Pada tahun tersebut, fisikawan Jerman Richard Swinne mengemukakan pendapat bahwa
unsur-unsur dengan nomor atom sekitar 108 adalah sumber radiasi pada sinar kosmik.
Swinne tidak berhasil melakukan pengamatan dengan hasil yang pasti, tetapi pada 1931 ia
berhipotesis bahwa unsur-unsur transuranium dengan nomor atom sekitar 100 atau 108 bisa
jadi memiliki waktu paruh yang relatif lebih besar atau bahkan ada di alam.[17] Pada 1955,
fisikawan Amerika Serikat (AS) John Archibald Wheeler juga berteori tentang keberadaan
unsur-unsur ini,[18] dan ia dianggap menelurkan istilah "unsur superberat" dalam sebuah
artikel ilmiah yang ia tulis bersama Frederick Werner pada 1958.[19] Namun, gagasan ini tidak
mendapat perhatian besar hingga dasawarsa berikutnya, setelah terjadi kemajuan dalam
model kulit inti. Dalam model ini, inti atom tersusun dalam berbagai lapisan kulit untuk proton
dan untuk neutron, seperti halnya lapisan kulit elektron. Setiap proton dan neutron masing-
masing memiliki tingkat energi yang relatif berdekatan, kecuali jika lapisan kulit sebelumnya
telah penuh maka proton atau neutron selanjutnya membutuhkan energi yang jauh lebih
besar. Dengan demikian, menurut model ini energi pengikatan tiap nukleon dapat mencapai
"puncak" lokal dan inti-inti atom dengan kulit yang penuh menjadi lebih stabil dibandingkan
kulit yang tidak penuh.[20] Teori tentang model kulit inti berasal dari tahun 1930-an, tetapi
perumusan yang benar baru ditemukan pada 1949 secara terpisah oleh fisikawan Jerman
Maria Goeppert Mayer serta Johannes Hans Daniel Jensen et al.[21] Jumlah nukleon yang
menghasilkan kulit penuh disebut "bilangan ajaib". Untuk neutron, diketahui dari pengamatan
bahwa bilangan ajaib ini nilainya 2, 8, 20, 28, 50, 82, dan 126, dan angka berikutnya diprediksi
adalah 184.[4][22] Proton diketahui memiliki bilangan ajaib 2, 8, 20, 28, 50, 82,[23] sedangkan
sejak tahun 1940-an angka 126 telah diprediksi sebagai bilangan berikutnya.[24] Nuklida-
nuklida dengan jumlah neutron dan jumlah proton sesuai bilangan ajaib dianggap "ajaib
ganda" dan memiliki kestabilan lebih tinggi dari tetangganya akibat tingginya energi
pengikatan.[25]
Pada akhir 1960-an model kulit inti yang lebih mutakhir dibuat oleh fisikawan AS William
Myers bersama fisikawan Polandia Władysław Świątecki, serta secara terpisah oleh
fisikawan Jerman Heiner Meldner. Dengan menggunakan model-model ini dan
mempertimbangkan gaya tolak Coulomb, Meldner memprediksi bilangan ajaib berikutnya
untuk proton adalah 114 (alih-alih 126 seperti neutron).[26] Myers dan Świątecki agaknya
adalah ilmuwan pertama yang menyebut istilah "pulau kestabilan", dan kimiawan AS Glenn
Seaborg (yang kelak menemukan banyak unsur superberat), segera menggunakan istilah ini
dan mempopulerkannya.[24][27] Myers dan Świątecki juga memprediksi bahwa beberapa inti
superberat akan berumur lebih panjang akibat tingginya perintang fisi inti atom tersebut.
Model kulit ini kemudian dikembangkan oleh fisikawan Uni Soviet Vilen Strutinsky,
menghasilkan metode makroskopik-mikroskopik, yaitu sebuah model massa inti yang
mempertimbangkan perubahan perlahan akibat model tetesan cair maupun fluktuasi lokal
seperti efek kulit inti. Dengan metode ini, fisikawan Swedia Sven Gösta Nilsson et al. maupun
kelompok-kelompok lainnya dapat menghitung secara rinci kestabilan inti-inti atom dalam
pulau kestabilan.[26] Dengan model ini, Strutinsky, Nilsson, dan kelompok-kelompok berteori
298
Fl (Z = 114, N = 184) adalah sebuah nuklida ajaib ganda dan bukan 310Ubh (Z = 126,
N = 184) seperti yang diprediksi sejak 1957.[26] Setelah ini, muncul berbagai prediksi bilangan
ajaib selanjutnya untuk proton dalam rentang 114 hingga 126, dan belum ada kesepakatan di
kalangan para ilmuwan.[4][28][29]
Penemuan unsur-unsur
superberat
269Sg
14
Seaborgium 106 5m
menit[33]
Minat ilmiah terhadap adanya pulau kestabilan terus meningkat pada tahun 1960-an,
terutama karena beberapa perhitungan memprediksi bahwa akan ada nuklida dengan waktu
paruh miliaran tahun.[37][38] Nuklida-nuklida dalam pulau kestabilan diperkirakan stabil
terutama terhadap terjadinya pembelahan spontan walaupun massa atomnya besar.[26][39]
Muncul pemikiran bahwa jika terdapat unsur-unsur superberat dengan umur yang cukup
panjang, unsur-unsur tersebut akan memiliki sifat nuklir dan kimia yang dapat dimanfaatkan.
Di antaranya, unsur-unsur ini dapat digunakan dalam pemercepat partikel sebagai sumber
neutron, dan dalam senjata nuklir karena diprediksi memiliki massa kritis kecil dan
menghasilkan jumlah neutron tinggi per fisi,[40] dan sebagai bahan bakar nuklir untuk misi
luar angkasa.[29] Karena spekulasi-spekulasi ini, banyak peneliti mencari unsur-unsur
superberat pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an, baik mencarinya di alam maupun
berusaha menyintesisnya dalam pemercepat artikel.[18]
Flerovium, dengan jumlah proton sesuai bilangan ajaib 114, pertama kali disintesis pada
1997 di Institut Bersama untuk Riset Nuklir, Dubna, Rusia, oleh sekelompok fisikawan yang
dipimpin Yuri Oganessian. Dalam penemuan ini, satu atom bernomor 114 dideteksi dengan
umur 30,4 detik, dan produk peluruhannya memiliki waktu paruh dalam hitungan menit.[47]
Inti-inti atom yang dihasilkan dalam eksperimen ini mengalami peluruhan alfa alih-alih reaksi
fisi, dan waktu paruhnya berkali-kali lipat lebih besar dari yan diprediksi. Peristiwa ini
dianggap sebagai "contoh klasik" dari deret peluruhan khas pulau kestabilan, dan menjadi
bukti kuat untuk keberadaan pulau kestabilan di wilayah nomor atom ini.[48] Peluruhan
berantai yang ditemukan pada 1998 ini tidak pernah diamati lagi, dan hingga kini masih tidak
diketahui pasti susunan persisnya.[34] Namun, eksperimen-eksperimen pada dua dasawarsa
selanjutnya berhasil menemukan seluruh unsur hingga oganeson (Z = 118), dengan waktu
paruh melebihi prediksi sebelumnya dan dengan sifat peluruhan yang mendukung teori pulau
kestabilan.[4][36][49] Inti-inti atom yang ditemukan belum mencapai jumlah neutron N = 184
yang diperkirakan sebagai puncak kestabilan, dan pusat pulau kestabilan belumlah
diketahui.[3][4] Inti atom yang telah dikonfirmasi dengan jumlah neutron tertinggi adalah 293Lv
and 294Ts yang masing-masing memiliki 177 proton. Namun, tren yang ada menunjukkan
bahwa kestabilan inti atom meningkat dengan semakin mendekati N = 184. Misalnya, isotop
285
Cn (N = 173) memiliki waktu paruh hampir 105 kali lebih besar daripada isotop unsur yang
sama 277Cn dengan N = 165. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut dalam isotop-isotop
lebih berat yang belum ditemukan.[50]
Waktu paruh isotop-isotop dalam pulau kestabilan belum diketahui karena belum ada inti
atom dari pulau ini yang telah diamati. Para fisikawan berusaha memperkirakannya secara
teoretis, dan kebanyakan meyakini bahwa waktu paruhnya cukup pendek, yakni dalam
hitungan menit atau hari.[3] Namun, beberapa perhitungan teoretis juga menunjukkan
kemungkinan waktu paruh yang panjang, dalam hitungan ratusan tahun,[2][45] atau bahkan
miliaran tahun.[38]
Penuhnya kulit inti pada N = 184 diperkirakan menyebabkan waktu paruh sebagian yang lebih
lama untuk peluruhan alfa dan pembelahan spontan.[2] Kulit yang penuh diperkirakan
menghasilkan perintang pembelahan yang lebih tinggi untuk inti di sekitar 298Fl (N = 184 dan
Z = 114), sehingga mencegah terjadinya pembelahan dan kemungkinan meningkatkan waktu
paruh fisi sekitar 1030 kali lipat inti atom yang kulitnya tidak penuh.[26][60] Sebagai contoh,
isotop 284Fl (Z = 114, N = 170) mengalami pembelahan dengan waktu paruh 2,5 milisekon,
dan dianggap sebagai salah satu nuklida dengan defisit neutron terbesar yang masih
mendapat efek stabilisasi dari kulit inti di sekitar N = 184.[33] Di atas isotop ini, terdapat
isotop-isotop yang belum ditemukan dan sebagian diprediksi mengalami pembelahan
dengan waktu paruh lebih kecil lagi, sehingga memperkecil kemungkinan keberadaan[l] atau
pengamatan[j] inti-inti atom superberat yang tidak berdekatan dengan lokasi pulau kestabilan
(yaitu dengan N < 170 maupun dengan Z > 120 dan N > 184).[11][16] Inti-inti atom ini dapat
mengalami peluruhan alfa atau pembelahan spontan dalam hitungan mikrosekon atau
bahkan lebih kecil lagi (beberapa pembelahan diperkirakan terjadi dengan waktu paruh 10−20
detik jika tidak ada perintang fisi).[53][54][55][60] Sebaliknya, 298Fl (Z = 114, N = 184, diperkirakan
berada di kawasan puncak dari efek stabilisasi kulit inti) kemungkinan memiliki waktu paruh
pembelahan spontan jauh lebih panjang, dalam ukuran 1019 tahun.[26] Di tengah pulau
kestabilan, mungkin akan terjadi persaingan antara peluruhan alfa dan pembelahan spontan,
walaupun prediksi perbandingan kedua reaksi ini sangat tergantung model yang digunakan.[2]
Waktu paruh peluruhan alfa dari 1700 nuklida dengan 100 ≤ Z ≤ 130 telah dihitung
menggunakan model penerowongan kuantum dengan nilai Q peluruhan alfa eksperimental
maupun teoretis, dan waktu paruh hasil perhitungan tersebut sesuai dengan waktu paruh
yang diamati untuk beberapa isotop-isotop terberat.[53][54][55][64][65][66]
Nuklida-nuklida berumur terpanjang dalam pulau ini juga diprediksi berada pada garis yang
disebut garis kestabilan beta, karena peluruhan beta diperkirakan akan bersaing dengan jenis
peluruhan lainnya dekat prediksi lokasi pusat pulau ini, terutama pada isotop-isotop
bernomor atom 111 hingga 115. Tak seperti jenis peluruhan lainnya, peluruhan beta tidak
mengubah nomor massa tetapi hanya mengubah neutron menjadi proton atau sebaliknya,
sehingga dapat menghasilkan inti isobar (bernomor massa sama) yang lebih dekat dengan
pusat pulau kestabilan (dengan surplus massa paling rendah). Misalnya, cabang deret
peluruhan beta kemungkinan dapat ditemukan pada nuklida seperti 291Fl and 291Nh; kedua
nuklida ini jumlah neutronnya hanya sedikit melebihi nuklida-nuklida yang telah diketahui, dan
dapat meluruh melalui sebuah "jalur sempit" menuju pusat pulau kestabilan.[1][2] Namun,
kemungkinan peran peluruhan beta seperti ini masih sangat kecil karena beberapa isotop
dari unsur-unsur di lokasi ini (seperti 290Fl and 293Mc) diperkirakan memiliki waktu paruh
peluruhan alfa yang lebih pendek. Alhasil peluruhan alfa dapat mendominasi tanpa
persaingan berarti dari peluruhan beta, kecuali jika terdapat kestabilan tambahan yang
menghalangi peluruhan alfa pada isomer nuklir tersuperdeformasi nuklida-nuklida ini.[67]
Dengan mempertimbangkan seluruh jenis peluruhan, berbagai model memprediksi
pergeseran pusat pulau (yaitu nuklida dengan umur terpanjang) dari 298Fl ke nomor atom
yang lebih rendah dan memprediksi persaingan antara peluruhan alfa dan pembelahan
spontan pada nuklida-nuklida ini.[68] Di antara prediksi seperti ini adalah prediksi waktu paruh
100 tahun untuk 291Cn and 293Cn,[45][63] 1000 tahun untuk 296Cn,[45] dan 300 tahun untuk
294
Ds;[60] dua yang terakhir memiliki kulit neutron penuh dengan N = 184. Terdapat juga
model yang menyebutkan bahwa kawasan kestabilan tinggi pada 112 < Z < 118 justru
disebabkan oleh deformasi inti, dan pusat pulau kestabilan sesungguhnya untuk inti bulat
berada di sekitar 306Ubb (Z = 122, N = 184).[69] Namun, model ini mendefinisikan pulau
kestabilan sebagai kawasan dengan ketahanan tertinggi terhadap pembelahan alih-alih
kawasan dengan waktu paruh total tertinggi;[69] 306Ubb masih diperkirakan memiliki waktu
paruh pendek dalam hal peluruhan alfa.[2]
Jenis peluruhan lainnya yang berpotensi cukup memengaruhi unsur-unsur superberat adalah
peluruhan gugus (peluruhan yang menghasilkan pancaran lebih besar dari sinar alfa tetapi
lebih kecil dari pembelahan biasa) yang dikemukakan oleh fisikawan Rumania Dorin N.
Poenaru dan Radu A. Gherghescu serta fisikawan Jerman Walter Greiner. Rasio cabang
peluruhan gugus terhadap peluruhan alfa diperkirakan meningkat sesuai nomor atom
sehingga jenis peluruhan ini mungkin mulai menyaingi peluruhan alfa sekitar Z = 124 dan
bahkan mendominasi pada inti-inti berat sekitar Z = 124. Karena itu, peluruhan gugus
diperkirakan berperan besar di atas kawasan pulau kestabilan, kecuali jika pusat pulau
kestabilan ternyata berada pada lokasi yang lebih tinggi dari perkiraan.[70]
Kemungkinan keberadaan
di alam
Walaupun waktu paruh ratusan atau ribuan tahun adalah umur yang cukup panjang untuk
ukuran unsur superberat, waktu tersebut sangat pendek jika dibandingkan dengan usia bumi
(sekitar 4,5 miliar tahun) sehingga nuklida dengan waktu paruh demikian tidak mungkin
bertahan (sebagai nuklida primordial) sejak bumi terbentuk. Selain itu, ketidakstabilan inti-inti
perantara di antara aktinida primordial (232Th, 235U, and 238U) dan pulau kestabilan dapat
menghambat produksi inti-inti atom anggota pulau melalui jalur nukleosintesis alami yang
disebut proses r. Berbagai model memprediksi bahwa pembelahan spontan adalah jenis
peluruhan dominan pada inti atom dengan nomor massa di atas 280, dan fisi terinduksi
neutron (pembelahan yang didahului penangkapan neutron) dan fisi tertunda beta
(pembelahan yang didahului peluruhan beta) adalah jalur reaksi utama. Alhasil, jalur
peluruhan beta menuju pulau kestabilan mungkin hanya didapati dalam sebuah jalur sempit
atau dapat sepenuhnya terhambat oleh proses pembelahan, sehingga mencegah sintesis
nuklida-nuklida dalam pulau ini.[71] Tidak ditemukannya inti-inti superberat seperti 292Hs dan
298
Fl di alam diperkirakan adalah akibat kecilnya rendemen proses r yang dihasilkan oleh
mekanisme ini, serta kecilnya waktu paruh sehingga produk yang tersisa tidak lagi dapat
dideteksi.[72][m]
Proses penangkapan neutron lambat yang digunakan untuk membuat inti berat seperti 257Fm
(100 proton, 157 neutron) dihentikan oleh fenomena "jurang fermium", yaitu pendeknya umur
isotop-isotop fermium akibat terjadinya pembelahan spontan (misalnya, 258Fm memiliki
waktu paruh 370 µs) sehingga mencegah dilanjutkannya proses tersebut ke unsur-unsur
yang lebih berat. Jurang ini dapat dilompati dengan menggunakan rangkaian ledakan nuklir
dengan fluks neutron lebih besar (~1000 kali lebih besar dibandingkan reaktor saat ini)
sehingga meniru proses r yang terjadi di bintang-bintang.[50] Ini juga dapat digunakan untuk
melompati kawasan lain yang diprediksi tak stabil di sekitar A = 275 dan Z = 104–108
sebelum mencapai pulau kestabilan dan menghasilkan jumlah makroskopik unsur-unsur
anggota pulai tersebut.[1] Reaksi seperti ini pertama kali diusulkan pada 1972 oleh Meldner,[1]
tetapi pengaruh fisi terhadap nuklida-nuklida superberat yang menjadi perantara reaksi ini
masih belum diketahui dan dapat berdampak kuat kepada rendemen hasil reaksi seperti
ini.[71]
Diagram dari Badan Tenaga Atom Jepang yang menunjukkan jenis peluruhan
dominan inti-inti yang telah diketahui (ditandai kotak) maupun diprediksi
(tanpa kotak), hingga 149 proton dan 256 neutron. Posisi tanpa warna
menunjukkan inti berumur pendek (waktu paruh di bawah 1 ns). Kawasan
yang berisi lebih banyak isotop stabil terlihat di sekitar lokasi penuhnya kulit
neutron pada jumlah neutron N = 184 (294Ds–298Fl) dan N = 228 (354126),
terpisah oleh jurang berisi inti-inti berumur pendek.[60]
Terdapat juga kemungkinan menghasilkan isotop anggota pulau kestabilan seperti 298Fl
dengan reaksi transfer multi-nukleon dalam tabrakan energi rendah antara inti-inti aktinida
(seperti 238U and 248Cm).[78] Mekanisme kuasifisi terbalik (fusi sebagian diikuti oleh fisi
dengan hasil reaksi menjauh dari simetri)[83] ini mungkin menjadi jalur ke pulau kestabilan
jika efek kulit inti di sekitar Z = 114 cukup kuat, walaupun mungkin hasil reaksi dengan
rendemen lebih tinggi adalah unsur-unsur lebih ringan seperti nobelium dan seaborgium
(Z = 102–106).[50][84] Penelitian awal terhadap reaksi transfer 238U + 238U dan 238U + 248Cm
gagal memproduksi unsur dengan nomor di atas 101 (mendelevium). Namun, tingginya
rendemen pada reaksi 238U + 248Cm membuka kemungkinan bahwa penggunaan pereaksi
yang lebih berat seperti 254Es (jika tersedia) dapat menghasilkan unsur superberat.[85]
Kemungkinan ini juga didukung oleh perhitungan yang selanjutnya dilakukan, yang memberi
kesan bahwa rendemen inti superberat dengan Z ≤ 109 kemungkinan dapat ditingkatkan
dengan menggunakan pereaksi yang lebih berat.[79] Penelitian reaksi 238U + 232Th di Insitut
Siklotron Universitas Texas A&M oleh Sara Wuenschel et al. menemukan beberapa peluruhan
yang tidak diketahui dan kemungkinan berasal dari isotop-isotop kaya neutron dari unsur
superberat dengan 104 < Z < 116, tetapi dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan
dengan jelas nomor atom yang dihasilkan.[79][86] Hasil ini menunjukkan bahwa efek kulit ini
berpengaruh besar terhadap penampang lintang, dan bahwa pada masa yang akan datang
pulau kestabilan mungkin dapat dicapai melalui suatu eksperimen yang melibatkan reaksi
transfer.[86]
Pulau kestabilan lain
Kulit inti yang penuh dalam inti atom di atas pulau kestabilan utama (sekitar Z = 112–114)
dapat menimbulkan pulau-pulau kestabilan yang baru. Terdapat beragam prediksi bilangan
ajaib berikutnya serta dua gagasan mengenai posisi kawasan kestabilan berikutnya, yaitu di
sekitar 354126 (inti dengan 126 proton dan 228 neutron) serta kawasan kedua di sekitar inti
472
164 atau 482164 (dengan 308 atau 318 neutron).[26][60][87] Inti dalam dua pulau kestabilan
ini mungkin memiliki ketahanan relatif tinggi terhadap pembelahan spontan dan memiliki
waktu paruh peluruhan alfa dalam ukuran tahun, sehingga memiliki kestabilan mirip unsur-
unsur di sekitar flerovium (114).[26] Kawasan-kawasan yang relatif stabil juga mungkin
muncul akibat penuhnya kulit proton pada nuklida-nuklida yang stabil terhadap peluruhan
beta; kawasan yang berpotensi mengalami fenomena ini di antaranya 342126[88] dan
462
154.[89] Namun, gaya tolak elektromagnetik antara proton-proton dalam inti-inti berat
tersebut mungkin sangat mengurangi kestabilannya, sehingga keberadaannya mungkin
terbatas hanya dalam pulau-pulau kecil di dekat kawasan dengan efek kulit inti.[90] Akibat
lainnya adalah pulau-pulau ini terpisah dari kawasan nuklida-nuklida umum oleh nuklida-
nuklida perantara dan unsur-unsur dalam "laut ketidakstabilan" yang mengalami pembelahan
dengan luar biasa cepat, sehingga bisa dianggap mustahil ada.[87] Terdapat juga
kemungkinan bahwa di atas nomor atom 126, inti atom akan berada di luar ambang fisi yang
digariskan model tetesan cair, sehingga akan mengalami pembelahan dengan luar biasa
cepat walaupun berada di dekat bilangan ajaib.[88]
Ada juga pendapat bahwa pada kawasan di atas nomor massa 300 terdapat sebuah "benua
kestabilan" yang luas dan terdiri dari fase zat kuark stabil, yang dihipotesiskan berisi kuark up
dan down yang mengalir bebas alih-alih kuark yang terikat dalam proton dan neutron. Wujud
zat seperti ini diteorikan merupakan keadaan energi terendah dari zat barionik dengan energi
pengikatan per barion lebih tinggi dibanding zat nuklir, sehingga mendukung peluruhan zat
inti menjadi zat kuark. Jika wujud zat ini benar-benar ada, zat tersebut dapat disintesis
dengan reaksi fusi yang sama dengan yang menghasilkan inti superberat biasa, dan memiliki
kestabilan terhadap fisi akibat ikatannya yang lebih kuat sehingga dapat mengatasi gaya
tolak Coulomb.[91]
Lihat pula
Tabel periodik
Catatan penjelas
Referensi
Pranala luar
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Pulau_kestabilan_nuklir&oldid=25153880"
Halaman ini terakhir diubah pada 10 Januari
2024, pukul 20.42. •
Konten tersedia di bawah CC BY-SA 4.0 kecuali
dinyatakan lain.