mengilhami R.A millikan seorang fisikawan Amerika pada tahun 1905 yang
melakukan percobaan dengan tujuan meneliti besarnya muatan listrik yang
dimiliki oleh setiap elektron. Hasil percobaan R.A Millikan menunjukkan bahwa
setiap elektron bermuatan listrik sebesar 1,6022 x 10-19 coulumb. Kemudian pada
penyelidikan lebih lanjut ditujukan untuk mengetahui besarnya massa satu
elektron yang hasilnya diperoleh sebesar 0,000549 sma atau mendekati 0,00 dan
seterusnya elektron disimbulkan sebagai -1e0.
2. Proton
Setelah ditemukan terdapat partikel sinar yang bermuatan negatif, maka para
ilmuan mencari kemungkinan partikel yang bermuatan lain selain elektron.
Partikel tersebut bermuatan positif yang dikenal dengan nama proton. Proton
merupakan partikel penyusun atom yang ditemukan oleh Goldstein pada tahun
1886 melalui percobaan dengan menggunakan tabung yang serupa dengan tabung
katoda yang digunakan oleh J.J Thomson. Hasil percobaannya menunjukkan
bahwa ada seberkas sinar yang keluar dari elektroda-elektrodanya yang bermuatan
listrik positif satu dan mempunyai massa mendekati harga 1,007276 sma atau
mendekati bilangan satu sma yang arah radiasinya berlawanan dengan arah radiasi
sinar katoda. Partikel-partikel yang diradiasikan oleh elektrode-elektrode dalam
tabung elektrode yang memiliki ciri-ciri tersebut kemudian disebut proton yang
disimbulkan sebagai +1p1 atau 1H1.
3. Neutron
Pada tahun 1920 Rutherford meramalkan tentang kemungkinan besar dalam
inti terdapat partikel dasar yang tidak bermuatan (netral) yang disebut netron.
Kemudian pada tahun 1923 James Chadwick dengan serangkaian percobaannya
menguji kebenaran hipotesis Rutherford yang menyatakan bahwa dalam atom ada
partikel lain yang bermuatan listrik netral. Hasilnya James Chadwick menemukan
bahwa dalam inti atom terdapat partikel penyusun atom yang mempunyai massa
sebesar massa proton dan bermuatan listrik netral. Hasil percobaan James
Chadwick ini menunjukkan bahwa perbedaan ukuran massa atom satu dengan
atom yang lain dari atom-atom yang sejenis adalah minimal sebesar massa satu
proton atau untuk satu neutron massanya sebesar 1,000549 sma atau mendekati
bilangan satu sma yang seterusnya disimbulkan 0n1.
4. Positron
Pada tahun 1932 Anderson menemukan partikel penyusun atom yang
memiliki massa sebesar massa elektron tapi bermuatan listrik positif, yang
kemudian disebut positron. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa
setiap positron memiliki massa sebesar 0,008665 sma atau mendekati 0,00 sma,
kemudian positron disimbulkan sebagai +e0.
5. Neutrino dan Antineutrino
Neutrino merupakan suatu partikel penyusun atom yang ikut teradiasi
menyertai radiasi partikel positron, sedangkan antineutrino merupakan suatu
partikel penyusun atom yang ikut teradiasi menyertai radiasi partikel elektron.
Pada tahun 1956 kebenaran adanya neutrino dan antineutrino baru dapat
dibuktikan setelah melalui serangkain percobaan oleh Pauli yang juga diperkuat
oleh Fermi. Data hasil percobaan menunjukkan bahwa partikel neutrino atau
antineutrino bermassa kurang dari 2 x 10-7 sma atau mendekati 0,00 sma, dan
ridak bermuatan listrik.
6. Muon
Pada tahun 1937 Anderson menemukan suatu partikel penyusun atom dalam
bentuk sinar-sinar kosmik yang bermassa sekitar 207 x massa satu elektron atau
mendekati nilai sebesar 0,1134 sma yang disebut dengan Muon. Muon- muon itu
ada yang bermuatan listrik positif dan ada juga yang bermuatan negatif.
7. Pion
Pada tahun 1947 Powell menemukan partikel penyusun atom yang
dinamakan Pion. Pion adalah seperti Muon yaitu merupakan partikel-partikel yang
berwujud sinar kosmik yang memiliki massa sekitar 273 x massa satu elektron
atau mendekati nilai sebesar 0,1498 sma untuk pion yang bermuatan listrik dan
0,1449 sma untuk pion yang bermuatan listrik netral.
mv , yang mana L=
gelombang yang memiliki panjang gelombang sebesar
panjang gelombang, h= tetapan plank, m= massa yang bergerak, dan v= laju gerak
massa tersebut.
Dalam model atom mekanika gelombang dijelaskan bahwa bangun suatu
atom itu diasumsikan seperti bola yang sebagian besar volume ruangan bola
tersebut relatif kosong dan disinilah kemungkinan terbesar elektron-elektron
berada. Sebagian kecil dari ruangan berbentuk bola yang berada di pusat bola
ditempati oleh hampir semua partikel-pertikal penyusun atom yang kemudian
disebut inti atom.
Di dalam ruangan berbentuk bola yang relatif kosong itu elektron-elektron
selalu bergerak mengorbit inti atom sesuai dengan tingkat energinya masingmasing. Ini berarti bahwa elektron-elektron agar dapat mengorbit pada posisi yang
paling jauh harus mengeluarkan energi yang lebih besar daripada bila ia
mengorbit inti pada posisi yang paling dekat dengan inti atom. Atas dasar tersebut
maka bila elektron-elektron dari orbit yang paling dekat dengan inti itu akan
pindah mengorbit ke posisi orbital yang paling jauh dari inti atom harus
memerlukan tambahan energi, begitu pula sebaliknya.
H,
16
8
23
11
Na ,
235
92
Istilah nuklida digunakan untuk menyatakan suatu spesies inti tertentu dengan
jumlah proton = Z = nomor atom, jumlah proton + neutron = A = nomor massa.
Simbol suatu nuklida secara umum dapat ditulis
neutron = A Z
2. Penyusun Nuklida
A
Z
40
20
Ca
nuklida berat adalah nuklida-nuklida yang mengandung jumlah proton > 30,
contohnya
200
80
214
214
energinya. Contohnya 82 Pb * dengan 82 Pb. Tanda bintang (*)
menunjukkan nuklida berenergi tinggi (keadaan tereksitasi) dan
cenderung berubah menjadi normal (tidak berbintang).
yang
terbentuk secara
14
N
kontinu dari hasil antaraksi sinar kosmik dengan
di atmosfer.
Massa total (Mtot) nukleon yang membentuk sebuah inti atom tidak sama
dengan besarnya Massa terukur (Mter) nukleon pembentuk inti dan massa terukur
(Mter) dari nukleus disebut Massa Lebih (MI) atau Massa Binding (Mb) yang
menggambarkan bahwa semua massa lebih sebanding dengan Energi Binding
Semu (Ebs) antar nukleon pembangun nuklida. Hubungan antar energi binding,
massa binding, massa total, dan massa terukur dapat dituliskan melalui persamaan
berikut ini :
Mb = Mtot - Mter
Eb ~ Mb
a) Seluruh ruang nuklida berisi penuh dengan netron dan proton sehingga
yang bermuatan listrik, dalam hal ini adalah proton dan electron.
d) Telah terjadi distribusi nukleon yang bermuatan dan tidak bermuatan
binding
yang selanjutnya
Dimana :
C1 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh energi volume = 15,677
MeV
C2 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh energi permukaan =
18,560 MeV
C3 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh energi coulomb = 0,717
MeV
C4 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh distribusi muatan = 1,211
MeV
K = tetapan = 1,79 ; N = jumlah proton ; A = nomor massa
D = pengaruh pembentukan pasangan jumlah Z dan N, bila genap-genap =
11/(A1/2) ; ganjil-ganjil = -11/(A1/2) ; dan genap-ganjil atau ganjil-genap
=0
Koreksi untuk energi volume nukleus terjadi bila ada perbedaan antara
jumlah netron dan protonnya yang menyebabkan ketidaksimetrisan sehingga
energi volume nukleus menjadi berkurang. Perbedaan antara jumlah netron dan
proton juga dapat menurunkan pengaruh kerapatan massa nukleon dipermukaan
sebesar ((N Z)/A)2, lebih lanjut akan menambah energi binding nukleon secara
keseluruhan dalam nucleus. Besarnya energi binding juga dipengaruhi oleh
pembentukan pasangan antara proton Z dan netron N. Pasangan Z N genapgenap akan menambah besar energy binding, dan pasangan Z-N ganjil-ganjil akan
mengurangi energi binding.
Energi binding dari semua nucleus dapat dinyatakan sebagai fungsi dari
volume atau nomor massa (A) dan jumlah muatan (Z) dalam tinjauan tiga
dimensi. Atas dasar keterangan tersebut maka persamaan 1 dapat diubah menjadi
kebentuk persamaan baru berikut :
Eb = (Z)(MH) + (A-Z)(MN) Mter .persamaan (3)
Dengan MH adalah energi massa proton = 938,79 MeV dan MN adalah energi
massa netron = 939,57 MeV, Mter = energy massa terukur. Bila data energi massa
proton dan netron dimasukkan ke dalam persamaan 3 akan dipersamaan baru
sebagai berikut :
Eb = 939,57 MeV + 938.790 MeV Mter. Maka:
Mter = 939,57 MeV + 938,790 MeV Eb persamaan (4)
Sudah diketahui bahwa N = A - Z. Data ini digunakan untuk mengganti N yang
ada dalam persamaan (2) hasilnya :
10
f ( A) f 3( A ) f 2 ( A)
4 f1 ( A )
f1( A) 0,717 A
bahwa
111,036 A 1 132,89 A
persamaan berikut:
ZA
f
2 ( A)
2 f ......... pers.(8)
1( A )
Yang mana ZA adalah nomer muatan suatu nuklida dengan massa yang minimum
dan energi binding yang maksimum yang ada dalam suatu isobar. Persamaan
diatas dapat diperoleh bahwa: nuklida yang nomer massanya (A) = 157
mempunya ZA= 62,69; dan bila (A) = 156 maka harga ZA= 64,33. Massa
permukaan sesuai dengan persamaan parabola tersebut sering digunakn untuk
mengetahui alur proses peluruhan partikel beta yang dilakukan oleh nuklida dalam
satu isobar. Peluruhan akan berakhir setelah diperoleh nuklida yang bermassa
minimum sebaliknya berenergi binding maksimum, yaitu sebuah nuklida yang
paling stabil dalam satu isobarnya.
2. Gaya-Gaya dalam Nuklida
Gaya gaya pengikat nukleon penyusun nuklida sebenarnya merupakan
bentuk radiasi partikel-Prtikel yang diserap oleh nukleon-nukleon. Kajian teori
tentang radiasi partikel sebagai gaya-gaya pengikat nukleon tersebut seterusnya
disebut teori meson atau muon.
11
3. Stabilitas Nuklida
Nuklida yang stabil didasarkan pada besar kecilnya massa biding (Mb) yang
setara dengan energi binding (Eb). Energi binding real untuk setiap nukleon
penyusun nukleus dari suatu nuklida yang sudah dikenal hamper selalu konstan,
yaitu antara 6 MeV sampai dengan 9 MeV. Nuklida yang energi binding real
untuk setiap nukleonnya kurang dari 6 MeV bersifat tidak stabil dan radioaktif.
Besi dan nikel merupakan nuklida yang paling stabil karena mempunyai energi
binding yang paling maksimum. Nuklida yang mempunyai energi binding yang
besar pasti memiliki tingkat kestabilan yang tinggi dan biasa terdapat dalam kerak
bumi dan meteorit.
Sifat keradioaktifan sebuah nukleus sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya
massa nukleus. Besar kecilnya massa nukleus dipengaruhi oleh jumlah proton dan
netronnya.
Sifat
keradioaktifan
sebuah
nuklida
juga
dipengaruhi
oleh
perbandingan antara jumlah proton dan netronnya, dan genap ganjilnya jumlah
proton dan jumlah netron tersebut. Hal ini berdasarkan dari sifat nuklida radioaktif
yang dapat memancarkan sebagian dari massanya.
Bila jumlah proton sama besar dengan jumlah netronnya maka energi
binding real hasil penentuan dengan menggunakan persamaan energi binding akan
menjadi besar. Hal ini disebabkan karena tanpa adanya koreksi pada energi
volume dan permukaan nukleus, yang keduanya merupakan komponen
pembangun energi binding. Selain itu, jika waktu paruh semakin kecil, berarti
kestabilan nukleus dalam nuklida semakin kecil pula sebaliknya.
12
Perbedaan antara jumlah proton dan netron semakin besar maka stabilitas
nukleus sebuah nuklida semakin berkurang sehingga semakin mudah mengalami
reaksi nuklir. Jadi kestabilan inti dipengaruhi oleh jumlah proton dan netron,
apabila netron sama dengan proton maka inti stabil.
E. MODEL-MODEL INTI
Hingga saat ini tidak ada suatu teori mendasar yang dapat menjelaskan
semua sifat inti yang diamati. Sebagai gantinya, berbagai model telah
dikembangkan, yang masing-masing hanya berhasil menjelaskan beberapa dari
semua sifat inti. Beberapa pendapat tentang model suatu inti atom (nukleus).
1. Model Tetes Cairan (Liquid drop)
Nukleon penyusun nukleus saling tarik menarik sehingga jarak antar
nukleon menjadi sangat rapat. Nukleon-nukleon yang ada di permukaan nukleus
mendapatkan gaya tarikan yang lebih kuat ke arah dalam nukleus daripada
kemampuannya menarik dan menyebabkan bentuk dari nukleus cenderung
menjadi bulat seperti setetes cairan yang mempunyai kerapatan yang tinggi
(mendekati
bilangan
1014
g/cm3).
Pada
tahun
1935,
C.v. Weiszacker
13
reaksi nuklir. Hasil dari reaksi nuklir dapat berwujud energi panas, radiasi partikel
dan gelombang elektromagnet. Terpancarnya partikel-partikel dari nukleon dapat
dianalogkan dengan teruapnya molekul-molekul air dari tetes cairan.
2. Model Kulit Inti
Dalam model tetes cairan, nukleon-nukleon tidak diperlakukan secara
tersendiri, tetapi masing-masing efeknya dirata-ratakan terhadap seluruh inti.
Model ini berhasil dalam menerangkan beberapa sifat inti seperti energi ikat per
nukleon. Tetapi ternyata beberapa sifat inti lainnya seperti energi keadaan-keadaan
tereksitasi dan momen-momen magnet, ternyata memerlukan suatu model
mikroskopik yang turut memperhitungkan perilaku masing-masing nukleon.
Model kulit inti didasarkan pada nuklida yang memiliki jumlah proton atau
netron sesuai dengan bilangan-bilangan bulat tertentu memiliki stabilitas yang
tinggi, ia sukar mengalami reaksi nuklir. Bilangan-bilangan bulat yang dimaksud
adalah 2,8,20,28,50,82, dan 126. Contoh nuklida yang mempunyai nukleus stabil
yang mengandung sejumlah proton dan netron yang masing-masing sesuai dengan
bilangan-bilangan tersebut adalah : 8O16 dan 16S32. Contoh nuklida dengan nukleus
stabil yang mengandung jumlah proton dan netronnya merupakan bilangan ganjil
adalah nuklida dari 6C13 dan 8O17. Contoh nuklida dengan nukleus stabil yang
jumlah protonnya genap adalah nuklida
15
dengan nukleus yang memiliki jumlah proton dan netronnya merupakan bilangan
genap, yang bila disusun secara berurutan dari yang yang kecil ke yang besar
hasilnya mirip dengan jumlah maksimum elektron yang dapat mengorbit di orbital
elektron utama terluar sesuai dengan konfigurasi elektron dalam nuklida-nuklida
yang stabil, yang jika dituliskan secara berurutan hasilnya yaitu, 2,8,18, 32, 50,
dan 72. Bilangan-bilangan tersebut disebut bilangan ajaib. Pada bilanganbilangan ajaib ini, inti-inti diketahui stabil dan jumlahnya banyak sekali.
Nukleon-nukleon pembentuk nukleus bergerak mengorbit pusat nukleus
pada orbitalnya masing-masing sesuai dengan tingkat energinya. Energi yang
dimiliki oleh nukleon yang ada di permukaan nukleus harus mengeluarkan
energinya cukup besar. Bila ketersediaan energinya kurang maka nukleon-nukleon
yang ada di permukaan nukleus akan mudah meninggalkan posisinya. Bila hal ini
14
terjadi maka susunan nukleon dalam nukleus akan berubah, artinya terjadi reaksi
nuklir. Atas dasar itulah maka nukleon-nukleon yang ada di permukaan nukleus
sangat berperan dalam proses terjadinya reaksi nuklir.
3. Model Kolektif Inti
Model kolektif nukleus merupakan hasil penggabungan antara model tetes
cairan dan model kulit nukleus. Dalam model kolektif nukleus susunan nukleonnukleon penyusunan nukleus berlapis-lapis sebagaimana dijelaskan dalam model
kulit nukleus, akan tetapi bila nukleus menerima tambahan energi dari luar maka
energi itu akan didistribusikan merata ke seluruh nukleon penyusun nukleus
tersebut. Bila dampak dari penyerapan energi itu menyebabkan nukleus dari
nuklida harus memberikan reaksi maka reaksi itu merupakan akumulasi dari
reaksi yang diberikan oleh semua nukleon penyusun nukleusnya.
F. Keradioaktifan
Sifat nuklida radioaktif dapat meluruhkan sebagian dari massa nuklidanya
menjadi bentuk energi radiasi dan bentuk energi yang lain, misalnya dalam bentuk
energi panas, serta menghasilkan nuklida, ataupun isotop nuklida baru. Energi
radiasi hasil peluruhan nuklida radioaktif antara lain berupa radiasi alfa, radiasi
beta, dan radiasi gamma (Retug, 2005).
Nuklida radioaktif alami ada yang digolongkan ke dalam nuklida-nuklida
radioaktif berat yang mempunyai nomor nuklida (Z) > 83, dan nuklida radioaktif
ringan yang mempunyai nomor nuklida < 83.
Nuklida-nuklida radioaktif berat berdasarkan kemampuannya meluruh
secara berkelanjutan. Nuklida radioaktif berat umumnya cenderung mengurangi
massanya dengan jalan memancarkan sinar alpha (Susilo, 1994). Nuklida jenis ini
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga deret radioaktif, yakni:
1). Deret isotop nuklida uranium 238,
Deret isotop nuklida U-238, yang dimulai dari peluruhan membentuk
isotop nuklida Th-234 yang disertai dengan radiasi alfa.
238
92
234
90
Th + 42 He
15
234
91
Th
Th + -01
230
89
Th
Th
4
+ 2 He
226
87
Th
Th + 42 He .
231
90
Th + 42 He
Th
231
91
Th + -01
Th
227
89
Ac
4
+ 2 He
Ac
227
90
Th + -01
16
232
91
228
89
Th
Ra
4
+ 2 He
228
90
Ra
Ra + -01
226
88
Ra
Ra + 42 He
224
86
Ra
Rn
4
+ 2 He .
Hasil pengamatan Fajans dan Soddy yang dilakukan pada tahun 1913
terhadap peluruhan isotop-isotop nuklida radioaktif yang memancarkan partikel
alfa dan beta mendasari diangkatnya satu hukum baru yang berkaitan dengan
peristiwa yang dialami oleh nuklida-nuklida radioaktif, yang kemudian disebut
hukum pergeseran radioaktif yang isinya sebagai berikut.
Bila suatu isotop nuklida radioaktif induk meluruhkan partikel alfa dan
menghasilkan isotop nuklida radioaktif anak, yang menyebabkan nomor massanya
(A) berkurang empat dan nomor nuklidanya (Z) berkurang dua. Bila dicantumkan
dalam tabel periodik maka isotop nuklida radioaktif anak akan diletakkan pada
posisi kedua disebelah kiri isotop nuklida radioaktif induk. Contohnya bila isotop
nuklida radioaktif
232
90
228
88
Ra .
232
90
228
88
Th
228
88
Th .
Isi dari hukum pergeseran radioaktif kedua adalah sebagai berikut. Bila
17
menghasilkan isotop nuklida radioaktif anak yang nomor massanya (A) sama
dengan nomor massa isotop nuklida radioaktif induk, akan tetapi nomor
nuklidanya (Z) menjadi bertambah satu. Bila dituliskan dalam tabel periodik maka
isotop nuklida radioaktif anak diletakkan pada posisi kesatu di sebelah kanan
isotop nuklida induk. Contohnya bila isotop radioaktif
228
88
Ra sebagai induk
Ac sebagai anak.
228
88
228
88
228
89
Ra
228
89
Ac +
0
-1
Ra .
Kinetika peluruhan nuklida radioaktif adalah kinetika reaksi orde satu. Salah
satu cara untuk mengetahui bahwa suatu isotop nuklida itu bersifat radioaktof
ialah dengan menentukan laju peluruhannya. E Von Schweidler mengemukakan
bahwa peluruhan radioaktif dapat dinyatakan dengan teori kemungkinan,
misalnya kemungkinan meluruhnya sebuah nuklida radioaktif hanya tergantung
pada selang waktu tertentu. Jika kemungkinan terjadinya peluruhan dinyatakan
dengan p maka p=L.dt, yang mana L=tetapan peluruhan atau tetapan
perbandingan, dan dt= selang waktu. Berdasarkan kemungkinan terjadinya
peluruhan maka dapat dinyatakan pula kemungkinan tidak terjadi peluruhan
dengan suatu persamaan:
1-p=1-L.dt
(1-L.dt)2
n
Untuk nx selang waktu maka persamaannya menjadi: (1-L.dt)
Oleh karena n.dt = jumlah dari selang waktu = jumlah kesseluruhan waktu = t,
maka persamaannya menjadi:
18
Bila jumlah nuklida radioaktif semula adalah No, dan nuklida radioaktif yang
belum mengalami peluruhan setelah waktu t adalah N, maka dari persamaan laju
reaksi orde satu dapat diturunkan rumus: N/No = e-L.t dan persamaan tersebut
dapat dituliskan dalam bentuk logaritma sebagai berikut: ln (N/No) = -L.t =
2,303 log (N/No) dan waktu peluruhan t dapat dihitung dengan persamaan: t=
(2,303/L)log (No/N) dan hubungan waktu paruh (t1/2) dengan konstanta laju
peluruhan (L) dapat dinyatakan dengan persamaan: t1/2 = (2,303/L) log (2/1) atau
t1/2 = (2,303/L) log 2 = (0,693)/L. Waktu puruh adalah waktu yang diperlukan
agar nuklida radioaktif meluruh separuhnya.
3. Peluruhan Spontan
19