Anda di halaman 1dari 19

STRUKTUR INTI DAN KERADIOAKTIFAN

A. Partikel Dasar Penyusun Atom

Atom sebagai penyusun dasar materi tersusun atas partikel-partikel dasar,


diantaranya adalah elektron, proton, netron, positron, neutrino dan antineutrino,
muon, dan pion.
1. Elektron
Elektron merupakan partikel penyusun atom yang ditemukan oleh J.J
Thomson pada tahun 1897 melalui percobaan yang menggunakan sebuah alat
yaitu tabung sinar katoda. Hasil percobaan berupa radiasi seberkas sinar yang
berasal dari katoda yang kemudian disebut sinar katoda. Kemudian dalam
penelitiannya lebih lanjut ditemukan bahwa berkas sinar katoda tersebut
bermuatan listrik negatif satu. Sinar katoda yang bermuatan negatif satu itu
dinamakan Elektron oleh J.J Thomson.

Hasil percobaan ini kemudian

mengilhami R.A millikan seorang fisikawan Amerika pada tahun 1905 yang
melakukan percobaan dengan tujuan meneliti besarnya muatan listrik yang
dimiliki oleh setiap elektron. Hasil percobaan R.A Millikan menunjukkan bahwa
setiap elektron bermuatan listrik sebesar 1,6022 x 10-19 coulumb. Kemudian pada
penyelidikan lebih lanjut ditujukan untuk mengetahui besarnya massa satu
elektron yang hasilnya diperoleh sebesar 0,000549 sma atau mendekati 0,00 dan
seterusnya elektron disimbulkan sebagai -1e0.
2. Proton
Setelah ditemukan terdapat partikel sinar yang bermuatan negatif, maka para
ilmuan mencari kemungkinan partikel yang bermuatan lain selain elektron.
Partikel tersebut bermuatan positif yang dikenal dengan nama proton. Proton
merupakan partikel penyusun atom yang ditemukan oleh Goldstein pada tahun
1886 melalui percobaan dengan menggunakan tabung yang serupa dengan tabung
katoda yang digunakan oleh J.J Thomson. Hasil percobaannya menunjukkan
bahwa ada seberkas sinar yang keluar dari elektroda-elektrodanya yang bermuatan
listrik positif satu dan mempunyai massa mendekati harga 1,007276 sma atau

mendekati bilangan satu sma yang arah radiasinya berlawanan dengan arah radiasi
sinar katoda. Partikel-partikel yang diradiasikan oleh elektrode-elektrode dalam
tabung elektrode yang memiliki ciri-ciri tersebut kemudian disebut proton yang
disimbulkan sebagai +1p1 atau 1H1.
3. Neutron
Pada tahun 1920 Rutherford meramalkan tentang kemungkinan besar dalam
inti terdapat partikel dasar yang tidak bermuatan (netral) yang disebut netron.
Kemudian pada tahun 1923 James Chadwick dengan serangkaian percobaannya
menguji kebenaran hipotesis Rutherford yang menyatakan bahwa dalam atom ada
partikel lain yang bermuatan listrik netral. Hasilnya James Chadwick menemukan
bahwa dalam inti atom terdapat partikel penyusun atom yang mempunyai massa
sebesar massa proton dan bermuatan listrik netral. Hasil percobaan James
Chadwick ini menunjukkan bahwa perbedaan ukuran massa atom satu dengan
atom yang lain dari atom-atom yang sejenis adalah minimal sebesar massa satu
proton atau untuk satu neutron massanya sebesar 1,000549 sma atau mendekati
bilangan satu sma yang seterusnya disimbulkan 0n1.
4. Positron
Pada tahun 1932 Anderson menemukan partikel penyusun atom yang
memiliki massa sebesar massa elektron tapi bermuatan listrik positif, yang
kemudian disebut positron. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa
setiap positron memiliki massa sebesar 0,008665 sma atau mendekati 0,00 sma,
kemudian positron disimbulkan sebagai +e0.
5. Neutrino dan Antineutrino
Neutrino merupakan suatu partikel penyusun atom yang ikut teradiasi
menyertai radiasi partikel positron, sedangkan antineutrino merupakan suatu
partikel penyusun atom yang ikut teradiasi menyertai radiasi partikel elektron.
Pada tahun 1956 kebenaran adanya neutrino dan antineutrino baru dapat
dibuktikan setelah melalui serangkain percobaan oleh Pauli yang juga diperkuat
oleh Fermi. Data hasil percobaan menunjukkan bahwa partikel neutrino atau
antineutrino bermassa kurang dari 2 x 10-7 sma atau mendekati 0,00 sma, dan
ridak bermuatan listrik.

6. Muon
Pada tahun 1937 Anderson menemukan suatu partikel penyusun atom dalam
bentuk sinar-sinar kosmik yang bermassa sekitar 207 x massa satu elektron atau
mendekati nilai sebesar 0,1134 sma yang disebut dengan Muon. Muon- muon itu
ada yang bermuatan listrik positif dan ada juga yang bermuatan negatif.
7. Pion
Pada tahun 1947 Powell menemukan partikel penyusun atom yang
dinamakan Pion. Pion adalah seperti Muon yaitu merupakan partikel-partikel yang
berwujud sinar kosmik yang memiliki massa sekitar 273 x massa satu elektron
atau mendekati nilai sebesar 0,1498 sma untuk pion yang bermuatan listrik dan
0,1449 sma untuk pion yang bermuatan listrik netral.

B. Struktur Atom dan Inti Atom

Penggambaran struktur atom didasarkan pada model atom yang berkembang


mulai dari Dalton sampai dengan Mekanika kuantum. Perkembangan yang
terakhir diyakini kebenarannya yaitu model atom mekanika gelombang. Teori
model atom mekanika gelombang lahir melalui pemikiran tiga orang ahli fisika
yaitu Louis de Broglie, Werner Karl Heinsenberg, dan Erwin Scrodinger. Teori ini
h bersifat sebagai
menyatakan bahwa setiap partikel yang bergerak L
selalu

mv , yang mana L=
gelombang yang memiliki panjang gelombang sebesar
panjang gelombang, h= tetapan plank, m= massa yang bergerak, dan v= laju gerak
massa tersebut.
Dalam model atom mekanika gelombang dijelaskan bahwa bangun suatu
atom itu diasumsikan seperti bola yang sebagian besar volume ruangan bola
tersebut relatif kosong dan disinilah kemungkinan terbesar elektron-elektron
berada. Sebagian kecil dari ruangan berbentuk bola yang berada di pusat bola
ditempati oleh hampir semua partikel-pertikal penyusun atom yang kemudian
disebut inti atom.
Di dalam ruangan berbentuk bola yang relatif kosong itu elektron-elektron
selalu bergerak mengorbit inti atom sesuai dengan tingkat energinya masingmasing. Ini berarti bahwa elektron-elektron agar dapat mengorbit pada posisi yang

paling jauh harus mengeluarkan energi yang lebih besar daripada bila ia
mengorbit inti pada posisi yang paling dekat dengan inti atom. Atas dasar tersebut
maka bila elektron-elektron dari orbit yang paling dekat dengan inti itu akan
pindah mengorbit ke posisi orbital yang paling jauh dari inti atom harus
memerlukan tambahan energi, begitu pula sebaliknya.

C. Penyusun dan Susunan Nukleon dalam Nuklida


Dalam reaksi kimia tidak terjadi perubahan dalam inti atom yang bereaksi,
tetapi perubahan inti dapat mempengaruhi reaksi kimia. Oleh sebab itu, dalam
mempelajari kimia perlu memahami tentang inti dan perubahannya. Sifat inti dan
perubahan yang dialaminya merupakan pokok pembahasan kimia inti. Perubahan
inti menghasilkan unsur baru dan energi yang besar, yang keduanya dapat
digunakan untuk keperluan manusia. (Syukri, 1999).
1. Nukleon
Telah dijelaskan bahwa inti atom mengandung dua jenis partikel dasar yaitu
proton (bermuatan positif) dan neutron (tidak bermuatan). Keduanya itu disebut
nukleon, tanpa membedakan apakah itu proton ataukah neutron (Syukri, 1999).
Nukleon adalah partikel-partikel penyusun atom. Nukleus adalah inti atom,
sedangkan isotop atom disebut sebagai nuklida (Retug, 2005). Suatu inti yang
mempunyai jumlah nukleon tertentu disebut nuklida, yaitu atom tanpa electron
pada kulit-kulitnya. Suatu nuklida dapat dinyatakan dengan lambing unsure yang
dilengkapi nomor massa (jumlah nukleon), sedangkan nomor atom boleh ditulis
atau tidak, karena dapat dilihat pada sistem periodik (Syukri, 1999). Sebagai
contoh nuklida:
1
1

H,

16
8

23
11

Na ,

235
92

Istilah nuklida digunakan untuk menyatakan suatu spesies inti tertentu dengan
jumlah proton = Z = nomor atom, jumlah proton + neutron = A = nomor massa.
Simbol suatu nuklida secara umum dapat ditulis
neutron = A Z
2. Penyusun Nuklida

A
Z

X. Dalam hal ini, N = jumlah

Partikel-penyusun nuklida kecuali elektron-elektron berada di nukleus. Di


antara partikel-partikel penyusun nukleus yang sudah diketahui proton dan
netronlah yang merupakan partikel yang bermassa besar sehingga jumlahnya
sangat menentukan besar kecilnya massa nuklida. Jumlah proton dalam sebuah
nuklida selalu sama dengan jumlah elektron, akan tetapi jumlah netron dapat sama
atau lebih besar, daripada jumlah protonnya. Untuk nuklida ringan jumlah netron
sama atau sedikit lebih besar daripada jumlah protonnya. Untuk nuklida berat
jumlah netron selalu jauh lebih besar daripada jumlah protonnya. Nuklida-nuklida
ringan adalah nuklida-nuklida yang mengandung jumlah proton < 30, contohnya
adalah

40
20

Ca

yang tersusun dari 20 elektron, 20 proton, dan 20 netron. Nuklida-

nuklida berat adalah nuklida-nuklida yang mengandung jumlah proton > 30,
contohnya

200
80

Hg yang tersusun dari 80 elektron, 80 proton, dan 120 netron.

3. Susunan Nukleon dan Nuklida

Berdasarkan kesamaan dalam nilai Z, A, dan N, nuklida dapat digolongkan


menjadi 4 tipe, yaitu
1. Isotop, adalah kelompok nuklida dengan Z (nomor atom) sama tetapi
memiliki N (jumlah netron) yang berbeda.Karena sifat kimia suatu unsur
tergantung nomor atomnya maka isotop suatu unsur mempunyai sifat1
2
sifat kimia yang sama. Contohnya 1 H dengan 1 H.
2. Isobar, adalah kelompok nuklida dengan A (nomor massa) sama tetapi

memiliki nomor atom yang berbeda. Karena nomor atomnya berbeda


12
C
maka sifat kimia dan sifat fisikanya berbeda. Contohnya 6 dengan
12
7C.
3. Isoton, adalah kelompok nuklida dengan N (jumlah netron) sama, tetapi

memiliki jumlah proton berbeda.Karena nomor atomnya berbeda maka


24
25
sifat kimia dan sifat fisikanya berbeda. Contohnya 11 Na dengan 12 Mg .
4. Isomer inti atau nuklir, adalah nuklida dengan Z (nomor atom), A (nomor

massa), dan N (jumlah netron) sama, tetapi berbeda dalam tingkat

214
214
energinya. Contohnya 82 Pb * dengan 82 Pb. Tanda bintang (*)
menunjukkan nuklida berenergi tinggi (keadaan tereksitasi) dan
cenderung berubah menjadi normal (tidak berbintang).

Berdasarkan pada kestabilan dalam proses pembentukannya di alam, nuklida


dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Nuklida stabil, yaitu nuklida yang secara alamiah tidak mengalami

perubahan A (nomor massa) maupun Z (nomor atom) tidak meluruh.


2. Radionuklida alam primer, yaitu nuklida yang terbentuk secara alamiah

dan bersifat radioaktif.


3. Radionuklida alam sekunder, yaitu nuklida radioaktif yang secara

alamiah merupakan hasil peluruhan radionuklida alam primer.


14

4. Radionuklida alam terinduksi, misalnya

yang
terbentuk secara
14
N
kontinu dari hasil antaraksi sinar kosmik dengan
di atmosfer.

5. Radionuklida buatan, yaitu nuklida sebagai hasil reaksi transmutasi inti

yang dilakukan di laboratorium.

D. Energi Binding, Gaya dalam Nuklida, Stabilitas dan Model Inti


Dalam inti atom terdapat banyak nukleon yang memiliki sifat yang khas,
sehingga akan menimbulkan perbedaan struktur atau susunan dalam sebuah inti
atom.
1. Energi Binding

Massa total (Mtot) nukleon yang membentuk sebuah inti atom tidak sama
dengan besarnya Massa terukur (Mter) nukleon pembentuk inti dan massa terukur
(Mter) dari nukleus disebut Massa Lebih (MI) atau Massa Binding (Mb) yang
menggambarkan bahwa semua massa lebih sebanding dengan Energi Binding
Semu (Ebs) antar nukleon pembangun nuklida. Hubungan antar energi binding,
massa binding, massa total, dan massa terukur dapat dituliskan melalui persamaan
berikut ini :
Mb = Mtot - Mter
Eb ~ Mb

Massa terukur selalu lebih kecil dibandingkan dengan massa total


nukleonnya. Hubungan antara massa dan energi dapat dituliskan dengan
persamaan berikut ini :
E = mc2
Dengan :
m = massa dalam gram
c = kecepatan gerak cahaya yang besarnya 2,99 x 1010 cm/dt
Dengan 1 sma = 1,66 x 10-24 gram dan 1 eV = 1,6 x 10 -19 Joule maka diperoleh
harga massa 1 sma ekuivalen dengan energy sebesar 931 MeV. Energi pengikat
nukleon dalam suatu nuklida dapat ditentukan berdasarkan pada jumlah nukleon
dan massa terukur dari nuklidanya.
Contoh :
Diketahui nukleon pembangun nukleus Helium terdiri atas 2 netron yang
setiap netron bermassa 1,00867 dan 2 proton yang setiap proton bermassa
1,00782. Diketahui pula bahwa massa terukur nukleus Helium adalah
4,00260 sma. Besarnya energi binding untuk setiap nukleon dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut :
Massa 2 netron = 2x1,00867 sma = 2,01734 sma
Massa 2 proton = 2x1,00782 sma = 2,01564 sma
Jumlah massa pembangun (Mtot) inti He = 4 nukleon = 4,0328 sma
Jumlah massa terukur (Mter) inti He = 4 nukleon = 4,00260 sma
Selisih massa sebesar 0,03038 sma ekuivalen dengan energi binding semu
(Ebs) sebesar 0,03038 sma x 931 MeV/sma = 28,2960 MeV. Untuk dapat
mengikat setiap nukleon diperlukan energi binding semu (Ebs) atau energi
pengikat rata-rata pernukleon sebesar = 28,2960 MeV/4 nukleon = 7,07
MeV/nukleon.
Pengkajian energi binding semu (Ebs) didasarkan pada asumsi bahwa :

a) Seluruh ruang nuklida berisi penuh dengan netron dan proton sehingga

volume nukleus ekuivalen dengan nomor massanya dan kemudian


disebut dengan energi volume.
b) Energi binding yang bekerja dipermukaan sama dengan yang bekerja

di bawah permukaan atau bagian dalam dari suatu nukleus.


c) Tidak adanya pengaruh energi coulomb yang ditimbulkan oleh nukleon

yang bermuatan listrik, dalam hal ini adalah proton dan electron.
d) Telah terjadi distribusi nukleon yang bermuatan dan tidak bermuatan

listrik secara merata di seluruh bagian nuklida.


e) Besar kecilnya energi binding tidak dipengaruhi oleh ganjil genapnya

bilangan yang menyatakan jumlah proton dan netron.


Koreksi lebih lanjut menunjukkan bahwa besarnya energi binding total
sesuai dengan jumlah nukleonnya. Nukleon dalam nukleus tidak dapat
dimampatkan, dan saling berinteraksi yang diikat dengan energi binding. Selain
itu, besar kecilnya energi binding tidak hanya dipengaruhi oleh nomor massa
nuklida (A) dan muatan nuklida (Z) akan tetapi juga dipengaruhi :
a) Keberadaan energi volume nucleus
b) Keberadaan energi permukaan nucleus
c) Pengaruh energi Coulumb oleh nukleon bermuatan
d) Distribusi muatan dalam nuklida
e) Pasangan energi proton dan netron

Untuk dapat mengakomodasikan semua faktor yang mempengaruhi harga


energi binding nukleon dalam nuklida maka Weizsaker melakukan pengkajian
dan menemukan suatu persamaan energi

binding

yang selanjutnya

disempurnakan oleh W.D Myers dan W.J Swiatechi hasilnya disebut


persamaan energy binding (Eb) yang bentuknya sebagai berikut :
Eb = C1A [1 k ((N Z)/A)2 ]- C2A2/3 [1 k ((N Z)/A)2] C3Z2A-1/3 +
C4Z2A-1 + d (pers.2)

Dimana :
C1 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh energi volume = 15,677
MeV
C2 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh energi permukaan =
18,560 MeV
C3 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh energi coulomb = 0,717
MeV
C4 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh distribusi muatan = 1,211
MeV
K = tetapan = 1,79 ; N = jumlah proton ; A = nomor massa
D = pengaruh pembentukan pasangan jumlah Z dan N, bila genap-genap =
11/(A1/2) ; ganjil-ganjil = -11/(A1/2) ; dan genap-ganjil atau ganjil-genap
=0
Koreksi untuk energi volume nukleus terjadi bila ada perbedaan antara
jumlah netron dan protonnya yang menyebabkan ketidaksimetrisan sehingga
energi volume nukleus menjadi berkurang. Perbedaan antara jumlah netron dan
proton juga dapat menurunkan pengaruh kerapatan massa nukleon dipermukaan
sebesar ((N Z)/A)2, lebih lanjut akan menambah energi binding nukleon secara
keseluruhan dalam nucleus. Besarnya energi binding juga dipengaruhi oleh
pembentukan pasangan antara proton Z dan netron N. Pasangan Z N genapgenap akan menambah besar energy binding, dan pasangan Z-N ganjil-ganjil akan
mengurangi energi binding.
Energi binding dari semua nucleus dapat dinyatakan sebagai fungsi dari
volume atau nomor massa (A) dan jumlah muatan (Z) dalam tinjauan tiga
dimensi. Atas dasar keterangan tersebut maka persamaan 1 dapat diubah menjadi
kebentuk persamaan baru berikut :
Eb = (Z)(MH) + (A-Z)(MN) Mter .persamaan (3)

Dengan MH adalah energi massa proton = 938,79 MeV dan MN adalah energi
massa netron = 939,57 MeV, Mter = energy massa terukur. Bila data energi massa
proton dan netron dimasukkan ke dalam persamaan 3 akan dipersamaan baru
sebagai berikut :
Eb = 939,57 MeV + 938.790 MeV Mter. Maka:
Mter = 939,57 MeV + 938,790 MeV Eb persamaan (4)
Sudah diketahui bahwa N = A - Z. Data ini digunakan untuk mengganti N yang
ada dalam persamaan (2) hasilnya :

Hasil dari penggantian N ini selanjutnya digunakan untuk


mensubstitusi Eb yang ada dalam persamaan (4) dan hasilnya menjadi:
..pers. (5)

Persamaan tersebut disederhanakan menjadi:

Disederhanakan lagi menjadi:

Yang mana dalam persamaan ini diketahui bahwa:

10

f ( A) f 3( A ) f 2 ( A)

4 f1 ( A )

Persamaan (6) merupakan persamaan massa parabola, yang mana


diketahui

f1( A) 0,717 A

bahwa

111,036 A 1 132,89 A

dan f 2(A) 132,89 A

113,029 ; f 3(A) 951,958 A 14,66 A

dan f1(A) ; f 2 ( A) ; f 3( A) merupakan koefieen yang harganya tergantung pada A.


Dari persamaan parabola diatas diperoleh harga untuk nomer massa atau volume
massa (A) yang sama bagi isotop nuklida yang ada dalam satu garis parabola.
Puncak kurve parabola memberikan harga A minimum dan energy binding yang
maksimum.
Untuk mendapatkan petunjuk tentang jumlah muatan nuklida (Z) dari suatu
nuklida yang bernomor massa (A) dapat diketahui dengan menggunakan

persamaan berikut:

ZA

f
2 ( A)

2 f ......... pers.(8)
1( A )

Yang mana ZA adalah nomer muatan suatu nuklida dengan massa yang minimum
dan energi binding yang maksimum yang ada dalam suatu isobar. Persamaan
diatas dapat diperoleh bahwa: nuklida yang nomer massanya (A) = 157
mempunya ZA= 62,69; dan bila (A) = 156 maka harga ZA= 64,33. Massa
permukaan sesuai dengan persamaan parabola tersebut sering digunakn untuk
mengetahui alur proses peluruhan partikel beta yang dilakukan oleh nuklida dalam
satu isobar. Peluruhan akan berakhir setelah diperoleh nuklida yang bermassa
minimum sebaliknya berenergi binding maksimum, yaitu sebuah nuklida yang
paling stabil dalam satu isobarnya.
2. Gaya-Gaya dalam Nuklida
Gaya gaya pengikat nukleon penyusun nuklida sebenarnya merupakan
bentuk radiasi partikel-Prtikel yang diserap oleh nukleon-nukleon. Kajian teori
tentang radiasi partikel sebagai gaya-gaya pengikat nukleon tersebut seterusnya
disebut teori meson atau muon.

11

Berdasarkan teori meson Yukawa, dilakukan pengkajian lebih lanjut baik


secara laboratoris dan teoritis, hasilnya ditemukan muon-muon yang bermassa
207 kali massa satu elektron yang berupa sinar-sinar kosmik oleh Yukawa (pada
tahun 1937). Dalam pengkajian lebih lanjut pada tahun 1947, ditemukan partikel
yang massanya 270 kali massa satu electron yang memiliki ciri-ciri sebagaimana
diterangkan dalam teori meson Yukawa, dan partikel ini lebih lanjut dikenal
sebagai pion.

3. Stabilitas Nuklida
Nuklida yang stabil didasarkan pada besar kecilnya massa biding (Mb) yang
setara dengan energi binding (Eb). Energi binding real untuk setiap nukleon
penyusun nukleus dari suatu nuklida yang sudah dikenal hamper selalu konstan,
yaitu antara 6 MeV sampai dengan 9 MeV. Nuklida yang energi binding real
untuk setiap nukleonnya kurang dari 6 MeV bersifat tidak stabil dan radioaktif.
Besi dan nikel merupakan nuklida yang paling stabil karena mempunyai energi
binding yang paling maksimum. Nuklida yang mempunyai energi binding yang
besar pasti memiliki tingkat kestabilan yang tinggi dan biasa terdapat dalam kerak
bumi dan meteorit.
Sifat keradioaktifan sebuah nukleus sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya
massa nukleus. Besar kecilnya massa nukleus dipengaruhi oleh jumlah proton dan
netronnya.

Sifat

keradioaktifan

sebuah

nuklida

juga

dipengaruhi

oleh

perbandingan antara jumlah proton dan netronnya, dan genap ganjilnya jumlah
proton dan jumlah netron tersebut. Hal ini berdasarkan dari sifat nuklida radioaktif
yang dapat memancarkan sebagian dari massanya.
Bila jumlah proton sama besar dengan jumlah netronnya maka energi
binding real hasil penentuan dengan menggunakan persamaan energi binding akan
menjadi besar. Hal ini disebabkan karena tanpa adanya koreksi pada energi
volume dan permukaan nukleus, yang keduanya merupakan komponen
pembangun energi binding. Selain itu, jika waktu paruh semakin kecil, berarti
kestabilan nukleus dalam nuklida semakin kecil pula sebaliknya.

12

Perbedaan antara jumlah proton dan netron semakin besar maka stabilitas
nukleus sebuah nuklida semakin berkurang sehingga semakin mudah mengalami
reaksi nuklir. Jadi kestabilan inti dipengaruhi oleh jumlah proton dan netron,
apabila netron sama dengan proton maka inti stabil.
E. MODEL-MODEL INTI
Hingga saat ini tidak ada suatu teori mendasar yang dapat menjelaskan
semua sifat inti yang diamati. Sebagai gantinya, berbagai model telah
dikembangkan, yang masing-masing hanya berhasil menjelaskan beberapa dari
semua sifat inti. Beberapa pendapat tentang model suatu inti atom (nukleus).
1. Model Tetes Cairan (Liquid drop)
Nukleon penyusun nukleus saling tarik menarik sehingga jarak antar
nukleon menjadi sangat rapat. Nukleon-nukleon yang ada di permukaan nukleus
mendapatkan gaya tarikan yang lebih kuat ke arah dalam nukleus daripada
kemampuannya menarik dan menyebabkan bentuk dari nukleus cenderung
menjadi bulat seperti setetes cairan yang mempunyai kerapatan yang tinggi
(mendekati

bilangan

1014

g/cm3).

Pada

tahun

1935,

C.v. Weiszacker

mengemukakan bahwa-bahwa sifat-sifat inti yang berkaitan dengan ukuran


geometris, massa, dan energi ikatnya mirip dengan yang telah diketahui tentang
sebuah tetes cairan. Pada tetes cairan, kerapatannya konstan, ukurannya
berbanding lurus dengan jumlah partikel atau molekul dalam tetesan dan kalor
uap, atau energi ikatnya berbanding lurus dengan massa atau jumlah partikel yang
membentuk tetesan.
Bila nukleus menerima suatu aksi dari luar maka seluruh nukleon penyusun
nukleus memberikan reaksi secara bersama-sama. Bila nukleus ditembak dengan
menggunakan sebuah partikel dan setelah mengenai nukleus partikel berbaur dan
memberikan tambahan energi, seterusnya energi itu akan didistribusi dan diserap
oleh semua nukleon penyusun nukleus sehingga energi dalam dari setiap nukleon
akan naik dan secara akumulatif energi dalam dari nukleus juga akan naik, dan
nukleus dalam keadaan tereksitasi. Dalam keadaan ini, sifat dari nukleus menjadi
tidak stabil. Untuk mencapai kestabilannya kembali, nukleus akan melakukan

13

reaksi nuklir. Hasil dari reaksi nuklir dapat berwujud energi panas, radiasi partikel
dan gelombang elektromagnet. Terpancarnya partikel-partikel dari nukleon dapat
dianalogkan dengan teruapnya molekul-molekul air dari tetes cairan.
2. Model Kulit Inti
Dalam model tetes cairan, nukleon-nukleon tidak diperlakukan secara
tersendiri, tetapi masing-masing efeknya dirata-ratakan terhadap seluruh inti.
Model ini berhasil dalam menerangkan beberapa sifat inti seperti energi ikat per
nukleon. Tetapi ternyata beberapa sifat inti lainnya seperti energi keadaan-keadaan
tereksitasi dan momen-momen magnet, ternyata memerlukan suatu model
mikroskopik yang turut memperhitungkan perilaku masing-masing nukleon.
Model kulit inti didasarkan pada nuklida yang memiliki jumlah proton atau
netron sesuai dengan bilangan-bilangan bulat tertentu memiliki stabilitas yang
tinggi, ia sukar mengalami reaksi nuklir. Bilangan-bilangan bulat yang dimaksud
adalah 2,8,20,28,50,82, dan 126. Contoh nuklida yang mempunyai nukleus stabil
yang mengandung sejumlah proton dan netron yang masing-masing sesuai dengan
bilangan-bilangan tersebut adalah : 8O16 dan 16S32. Contoh nuklida dengan nukleus
stabil yang mengandung jumlah proton dan netronnya merupakan bilangan ganjil
adalah nuklida dari 6C13 dan 8O17. Contoh nuklida dengan nukleus stabil yang
jumlah protonnya genap adalah nuklida

P31 dan 9F19. Bila beberapa nuklida

15

dengan nukleus yang memiliki jumlah proton dan netronnya merupakan bilangan
genap, yang bila disusun secara berurutan dari yang yang kecil ke yang besar
hasilnya mirip dengan jumlah maksimum elektron yang dapat mengorbit di orbital
elektron utama terluar sesuai dengan konfigurasi elektron dalam nuklida-nuklida
yang stabil, yang jika dituliskan secara berurutan hasilnya yaitu, 2,8,18, 32, 50,
dan 72. Bilangan-bilangan tersebut disebut bilangan ajaib. Pada bilanganbilangan ajaib ini, inti-inti diketahui stabil dan jumlahnya banyak sekali.
Nukleon-nukleon pembentuk nukleus bergerak mengorbit pusat nukleus
pada orbitalnya masing-masing sesuai dengan tingkat energinya. Energi yang
dimiliki oleh nukleon yang ada di permukaan nukleus harus mengeluarkan
energinya cukup besar. Bila ketersediaan energinya kurang maka nukleon-nukleon
yang ada di permukaan nukleus akan mudah meninggalkan posisinya. Bila hal ini

14

terjadi maka susunan nukleon dalam nukleus akan berubah, artinya terjadi reaksi
nuklir. Atas dasar itulah maka nukleon-nukleon yang ada di permukaan nukleus
sangat berperan dalam proses terjadinya reaksi nuklir.
3. Model Kolektif Inti
Model kolektif nukleus merupakan hasil penggabungan antara model tetes
cairan dan model kulit nukleus. Dalam model kolektif nukleus susunan nukleonnukleon penyusunan nukleus berlapis-lapis sebagaimana dijelaskan dalam model
kulit nukleus, akan tetapi bila nukleus menerima tambahan energi dari luar maka
energi itu akan didistribusikan merata ke seluruh nukleon penyusun nukleus
tersebut. Bila dampak dari penyerapan energi itu menyebabkan nukleus dari
nuklida harus memberikan reaksi maka reaksi itu merupakan akumulasi dari
reaksi yang diberikan oleh semua nukleon penyusun nukleusnya.
F. Keradioaktifan
Sifat nuklida radioaktif dapat meluruhkan sebagian dari massa nuklidanya
menjadi bentuk energi radiasi dan bentuk energi yang lain, misalnya dalam bentuk
energi panas, serta menghasilkan nuklida, ataupun isotop nuklida baru. Energi
radiasi hasil peluruhan nuklida radioaktif antara lain berupa radiasi alfa, radiasi
beta, dan radiasi gamma (Retug, 2005).
Nuklida radioaktif alami ada yang digolongkan ke dalam nuklida-nuklida
radioaktif berat yang mempunyai nomor nuklida (Z) > 83, dan nuklida radioaktif
ringan yang mempunyai nomor nuklida < 83.
Nuklida-nuklida radioaktif berat berdasarkan kemampuannya meluruh
secara berkelanjutan. Nuklida radioaktif berat umumnya cenderung mengurangi
massanya dengan jalan memancarkan sinar alpha (Susilo, 1994). Nuklida jenis ini
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga deret radioaktif, yakni:
1). Deret isotop nuklida uranium 238,
Deret isotop nuklida U-238, yang dimulai dari peluruhan membentuk
isotop nuklida Th-234 yang disertai dengan radiasi alfa.
238
92

234
90

Th + 42 He

15

Kemudian meluruh membentuk isotop nuklida U-234 diikuti oleh radiasi


beta.
234
90

234
91

Th

Th + -01

Dilanjutkan meluruh membentuk isotop nuklida Th-230 disertai dengan


radiasi alfa.
234
91

230
89

Th

Th

4
+ 2 He

Kemudian meluruh lagi membentuk isotop nuklida Ra-226 uang diikuti


radiasi alfa,
230
89

226
87

Th

Th + 42 He .

Begitulah seterusnya sampai diperoleh suatu nukleus dari nuklida yang


stabil.
2). Deret isotop nuklida U-235,
Dimulai dari peluruhan yang menghasilkan isotop nuklida Th-231 yang
diikuti oleh radiasi alfa.
235
92

231
90

Th + 42 He

Kemudian meluruh membentuk isotop nuklida Pa-231 yang disertai dengan


radiasi beta.
231
90

Th

231
91

Th + -01

Seterusnya meluruh menjadi isotop nuklida Ac-227 yang diikuti dengan


radiasi alfa.
231
91

Th

227
89

Ac

4
+ 2 He

Selanjutnya meluruh lagi membentuk nuklida Th-227 yang disertai dengan


radiasi beta, begitu seterusnya sampai diperoleh isotop nuklida yang
mempunyai nukleus stabil.
227
89

Ac

227
90

Th + -01

3). Deret nuklida Th-232


Dimulai dari peluruhan yang membentuk isotop nuklida Ra-228 yang
disertai dengan radiasi alfa.

16

232
91

228
89

Th

Ra

4
+ 2 He

Kemudian meluruh membentuk isotop nuklida Th-228 diikuti radiasi beta.


228
89

228
90

Ra

Ra + -01

Selanjutnya meluruh menghasilkan isotop nuklida Ra-224 serta radiasi alfa.


228
90

226
88

Ra

Ra + 42 He

Berikutnya meluruh menjadi isotop nuklida Rn-220 yang disertai dengan


radiasi alfa, begitu seterusnya sampai diperoleh isotop nuklida dengan
nukleus stabil.
226
88

224
86

Ra

Rn

4
+ 2 He .

1. Hukum Pergeseran Radioaktif

Hasil pengamatan Fajans dan Soddy yang dilakukan pada tahun 1913
terhadap peluruhan isotop-isotop nuklida radioaktif yang memancarkan partikel
alfa dan beta mendasari diangkatnya satu hukum baru yang berkaitan dengan
peristiwa yang dialami oleh nuklida-nuklida radioaktif, yang kemudian disebut
hukum pergeseran radioaktif yang isinya sebagai berikut.
Bila suatu isotop nuklida radioaktif induk meluruhkan partikel alfa dan
menghasilkan isotop nuklida radioaktif anak, yang menyebabkan nomor massanya
(A) berkurang empat dan nomor nuklidanya (Z) berkurang dua. Bila dicantumkan
dalam tabel periodik maka isotop nuklida radioaktif anak akan diletakkan pada
posisi kedua disebelah kiri isotop nuklida radioaktif induk. Contohnya bila isotop
nuklida radioaktif

232
90

Th memancarkan partikel alfa atau 42 He akan menghasilkan

isotop nuklida radioaktif

228
88

Ra .

232
90

unsur-unsur maka isotop nuklida


232
90

228
88

Th
228
88

Ra + 42 He . Dalam sistem periodik

Ra tempatnya ada di kolom ke-2 sebelum

Th .
Isi dari hukum pergeseran radioaktif kedua adalah sebagai berikut. Bila

suatu isotop nuklida radioaktif induk memancarkan partikel beta akan

17

menghasilkan isotop nuklida radioaktif anak yang nomor massanya (A) sama
dengan nomor massa isotop nuklida radioaktif induk, akan tetapi nomor
nuklidanya (Z) menjadi bertambah satu. Bila dituliskan dalam tabel periodik maka
isotop nuklida radioaktif anak diletakkan pada posisi kesatu di sebelah kanan
isotop nuklida induk. Contohnya bila isotop radioaktif

228
88

Ra sebagai induk

memancarkan partikel beta negatif dan menghasilkan isotop nuklida radioaktif


228
89

Ac sebagai anak.

228
88

maka isotop nuklida


nuklida

228
88

228
89

Ra
228
89

Ac +

0
-1

. Dalam tabel periodik unsur-unsur

Ac ditempatkan pada kolom pertama setelah isotop

Ra .

2. Kinetika Peluruhan Nuklida Radioaktif

Kinetika peluruhan nuklida radioaktif adalah kinetika reaksi orde satu. Salah
satu cara untuk mengetahui bahwa suatu isotop nuklida itu bersifat radioaktof
ialah dengan menentukan laju peluruhannya. E Von Schweidler mengemukakan
bahwa peluruhan radioaktif dapat dinyatakan dengan teori kemungkinan,
misalnya kemungkinan meluruhnya sebuah nuklida radioaktif hanya tergantung
pada selang waktu tertentu. Jika kemungkinan terjadinya peluruhan dinyatakan
dengan p maka p=L.dt, yang mana L=tetapan peluruhan atau tetapan
perbandingan, dan dt= selang waktu. Berdasarkan kemungkinan terjadinya
peluruhan maka dapat dinyatakan pula kemungkinan tidak terjadi peluruhan
dengan suatu persamaan:
1-p=1-L.dt

Kemungkinan suatu nuklida radioaktif meluruh selama 2 x selang waktu maka


persamaannya:

(1-L.dt)2

n
Untuk nx selang waktu maka persamaannya menjadi: (1-L.dt)

Oleh karena n.dt = jumlah dari selang waktu = jumlah kesseluruhan waktu = t,
maka persamaannya menjadi:

18

Bila jumlah nuklida radioaktif semula adalah No, dan nuklida radioaktif yang
belum mengalami peluruhan setelah waktu t adalah N, maka dari persamaan laju
reaksi orde satu dapat diturunkan rumus: N/No = e-L.t dan persamaan tersebut
dapat dituliskan dalam bentuk logaritma sebagai berikut: ln (N/No) = -L.t =
2,303 log (N/No) dan waktu peluruhan t dapat dihitung dengan persamaan: t=
(2,303/L)log (No/N) dan hubungan waktu paruh (t1/2) dengan konstanta laju
peluruhan (L) dapat dinyatakan dengan persamaan: t1/2 = (2,303/L) log (2/1) atau
t1/2 = (2,303/L) log 2 = (0,693)/L. Waktu puruh adalah waktu yang diperlukan
agar nuklida radioaktif meluruh separuhnya.
3. Peluruhan Spontan

Spontanitas peluruhan dapat diketahui dari waktu paruh peluruha dan


energitik dari dua spesies nuklida sebelum peluruhan Vc
terjadi
Z 2 e 2 berwujud
Z1yang
R1 R2
potensial coulomb (Vc) yang dapat dinyatakan dengan:
1
1
3
3
dimana R= Ro.A1/3 dan R= A1/3 sehingga Vc 0,96 Z1 .Z 2 A1 A2 MeV ,
dan e = besar muatan; R=jari-jari nuklida ;R o=tetapan kebebasan dari A harganya
antara 1,1 x 10-13 cm sampai dengan 1,6 x 10-13 cm; a=nomer atau volume massa;
Z= nomer atom atau jumlah muatan nuklida. Bila nuklida radioaktif induk secara
spontan meluruh menjadi dua spesies yang sama dalam nomer atom dan nomer
massanya, maka persamaan tersebut dapat diringkas menjadi: Vc=0,96(Z2)/A1/3
Mev.

19

Anda mungkin juga menyukai