Anda di halaman 1dari 5

Nama : Khairul Faiz Batubara

Nim : 3004233002
Matkul : MPES
Judul artikel jurnal : Inklusi Keuangan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Pengentasan
Kemiskinan: Bukti Dari Indonesia Bagian Timur

Konteks hubungan antara pembangunan sektor keuangan dan


pertumbuhan ekonomi menyatakan bahwa ketika laba perusahaan
tumbuh dengan baik maka akan mendorong perkembangan kondisi
keuangan masyarakat, oleh karena itu keuangan tidak menyebabkan
pertumbuhan ekonomi, melainkan respon terhadap tuntutan sektor riil.
Selaras dengan pernyataan Lucas dan Miller bahwa keuangan yang
berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi merupakan proposisi
yang digunakan untuk membahas bukti empiris. Sementara Romer
(1986) menilai bahwa sebagai bentuk peran sektor keuangan dalam
mendorong pertumbuhan endogen melalui dampak positif akumulasi
modal, investasi, dan tabungan. Faktor lain seperti inovasi teknologi
finansial cenderung mendorong berkembangnya pertumbuhan ekonomi
di masa depan.
Gambaran Umum
Saat ini posisi sektor keuangan terkait pertumbuhan ekonomi menjadi
Permasalahan
salah satu topik yang banyak diteliti. Beberapa hipotesis menyatakan
pembangunan sesuai dengan tabungan dalam negeri, akumulasi modal,
inovasi teknologi, pertumbuhan pendapatan, dan determinasi finansial.
Meski demikian, konteks pembangunan di sektor keuangan
diperkirakan akan mengarah pada kondisi “inklusi keuangan”, yang
menjadi pertimbangan sebagai: “...kemudahan aksesibilitas dan
ketersediaan layanan keuangan formal, seperti deposito di bank, kredit,
asuransi, dll., untuk semua peserta dalam suatu perekonomian.”
Maka hubungan antara sektor keuangan dan sektor riil atas dasar
pertumbuhan ekonomi, berkembang menjadi konsep “trickel down
effect”,yang berarti mendorong pertumbuhan, dan pengentasan
kemiskinan karena adanya distribusi pendapatan.
Perlunya pemahaman yang baik mengenai hubungan antara inklusi
keuangan dan pertumbuhan ekonomi menjadi perhatian penting dalam
pembangunan nasional. Kedua sektor ini memainkan peran penting
dalam merumuskan kebijakan pemerataan pendapatan dan mengurangi
kemiskinan, seperti yang terlihat di Indonesia Timur. Oleh karena itu,
penelitian ini menganalisis secara empiris kontribusi inklusi keuangan
terhadap pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan
ketimpangan pendapatan di Indonesia Timur.

Berdasarkan uraian peneliti sebelumnya menyatakan bahwa dampak


yang ditimbulkan oleh berkembangnya sektor keuangan mempunyai
Das Sain
kemampuan terhadap pengentasan kemiskinan secara tidak langsung
dan dampak ini disebabkan adanya korelasi antara variabel ekonomi
dan keuangan.
Inklusi keuangan, yaitu penggunaan jasa keuangan formal yang
merupakan salah satu ciri pembangunan keuangan yang mendapat
banyak perhatian publik dan minat penelitian pada awal tahun 2000an,
yang berasal dari temuan penelitian yang menghubungkan pengentasan
kemiskinan dengan eksklusi keuangan (Baba- jide dkk., 2015).
Konteks pembangunan di sektor keuangan diperkirakan akan mengarah
pada kondisi “inklusi keuangan”, yang menjadi pertimbangan sebagai:
Das Solen
“...kemudahan aksesibilitas dan ketersediaan layanan keuangan formal,
seperti deposito di bank, kredit, asuransi, dll., untuk semua peserta
dalam suatu perekonomian.” Kim dkk (2018).
Inklusi keuangan diakui sebagai suatu proses yang menandai kemajuan
dalam kuantitas, kualitas, efektivitas dan efisiensi layanan keuangan
perantara, yang membantu meningkatkan kehidupan, menumbuhkan
peluang dan memperkuat perekonomian (Mlambo dan Ncube, 2011)

Demirguc-Kunt dan Klapper (2012) menganalisis tabungan, kredit,


metode pembayaran, dan metode manajemen risiko menggunakan
Penelitian
Indeks Keuangan Global (Global Financial) di 148 negara. Analisis
Terdahulu
deskriptifnya menunjukkan bahwa sekitar 50 persen orang dewasa
memiliki rekening bank di lembaga keuangan formal yang tersebar di
seluruh dunia, sementara separuh sisanya tidak memiliki rekening bank.
Demikian pula, 35 persen dari mereka yang tidak memiliki rekening
menghadapi tingginya biaya hidup, jarak, dokumentasi/rekam jejak
transaksi, dan kendala lainnya. Hal ini selalu dibedakan dengan alasan
rasional dan terjadi antar negara, karena inefisiensi yang menghambat
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kemiskinan secara tidak
langsung akibat aksesibilitas finansial yang tidak merata.
Uddin dkk. (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan
pembangunan di bidang keuangan terhadap kemiskinan. Penelitian
mereka lakukan dengan menggunakan data yang diperoleh tahun 1976-
2010 di Bangladesh dengan pendekatan Autoregreive Distribution Lag
(ARDL). Hasilnya menunjukkan bahwa pembangunan jangka panjang
di sektor perbankan dikaitkan dengan pengentasan kemiskinan.
Sementara itu, dalam jangka pendek terdapat kausalitas dua arah antara
pengembangan sektor perbankan dan pengentasan kemiskinan. Oleh
karena itu, temuan ini merekomendasikan para pengambil kebijakan
untuk mengembangkan sektor keuangan guna mengentaskan
kemiskinan secara bertahap. Penelitian ini semakin diperkuat oleh
Uddin dkk., pada tahun 2014 menggunakan variabel pertumbuhan,
dengan data yang diperoleh dari tahun 1970 – 2011 di Bangladesh
melalui pendekatan ARDL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para
pemimpin politik di Bangladesh mempunyai kemampuan dalam
pengentasan kemiskinan dengan memberikan kredit kepada Usaha
Kecil dan Menengah (UKM), sehingga mendorong lapangan kerja, dan
mengurangi kemiskinan.
Boukhatem (2016) menyatakan bahwa banyak penelitian percaya
bahwa kontinuitas usai dampak inklusi keuangan terhadap pertumbuhan
ekonomi adalah pengurangan kemiskinan. Namun dalam penelitian
Boukhatem, asumsi pertumbuhan dihilangkan, sehingga hubungan
keuangan inklusif dan pengentasan kemiskinan bersifat satu langsung,
dengan data yang diperoleh dari 67 negara berpendapatan rendah dan
menengah pada tahun 1988-2012. Hasilnya menunjukkan bahwa
pembangunan keuangan berdampak langsung terhadap pengentasan
kemiskinan. Hal ini dianggap sebagai fenomena peningkatan jumlah
uang beredar atau kredit perbankan yang berkontribusi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, dan peningkatan
transaksi keuangan yang membuka peluang akumulasi modal, distribusi
pendapatan, dan konsumsi yang lancar.
Donou-Adonsou dan Sylwester (2015), menggunakan data dari 71
negara berkembang dari tahun 2002-2011. Berdasarkan efek tetap dan
kuadrat terkecil dua tahap dalam bentuk data panel, penelitian ini
membuktikan bahwa inklusi keuangan mendorong Lembaga Keuangan
Mikro (LKM). Hasilnya menunjukkan bahwa keberadaan LKM di
negara-negara berkembang jika dibandingkan dengan bank memiliki
lebih banyak bentuk inklusi keuangan, sehingga mendorong lapangan
kerja dan mengurangi kemiskinan.

Peneliti tertarik untuk meneliti seputar inklusi keuangan dan


pertumbuhan ekonomi sebagai pengetas atau pengurangan kemiskinan.
Novelty Peneliti Kemudian peneliti mencoba mencari objek penelitian di indonesia yaitu
Indonesia bagian timur mengingat kondisi pertumbuhan ekonomi di
daerah timur masih terbilang belum cukup baik.

Berdasarkan tinjauan literatur sebelumnya, peneliti merasa tertarik


untuk meneliti mengenai inklusi keuangan dan kondisi pertumbuhan
yang merupakan strategi untuk meningkatkan pemerataan ekonomi
terkait dengan kondisi di Indonesia Timur yang di dalamnya meliputi
dua belas provinsi, yaitu: Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku,
Justifikasi
Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua
Barat, dan Papua. Sebab, jika dibandingkan dengan konteks
pembangunan sektor keuangan, sektor pertumbuhan riil, dan fenomena
kemiskinan, Indonesia Timur cukup buruk dibandingkan wilayah
Indonesia Tengah dan Barat. Namun, Indonesia Timur memiliki potensi
daya saing yang dapat dikembangkan di bidang-bidang seperti
pertanian, pariwisata, sumber daya energi dan hasil kekayaan laut.
Maka atas penjelasan diatas menurut hematnya, peneliti merasa penting
untuk melakukan penelitian terhadap inklusi keuangan, pertumbuhan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan yang ada di Indonesia bagian
Timur.

Anda mungkin juga menyukai