Anda di halaman 1dari 2

Tidak ada contoh kasusnya

7. teory agensi

Teori Agensi adalah teori yang menjelaskan hubungan antara pihak manajemen perusahaan selaku
agen dan pemilik perusahaan selaku pihak principal. Konsep teori agensi menurut Anthony dan
Govindarajan (2005) adalah hubungan agensi ada ketika salah satu pihak (principal) menyewa pihak
lain (agen) untuk melaksanakan suatu jasa dan, dalam melakukan hal itu, mendelegasikan
wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Pihak principal dan agen memiliki
preferensi atau tujuan yang berbeda, yang menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan
agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa masing-masing individu termotivasi oleh kepentingan
dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal
termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas
perusahaannya yang selalu meningkat.

8. Mekanisme pengendalian

Mekanisme pengendalian dalam teori agensi adalah pengawasan (monitoring) dan pembatasan atas
tindakan agen (bonding). Pihak principal menggunakan mekanisme pengawasan untuk mendapatkan
informasi tentang tindakan agen dan mengurangi tindakan oportunistik. Sementara itu, agen
menggunakan pembatasan atas tindakan-tindakannya untuk mengurangi kesempatan
penyimpangan dan memperkuat nilai perusahaan.

Kritik terhadap teori agensi meliputi kritik terhadap asumsi asumsi yang digunakan dalam teori, yaitu
asumsi bahwa manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri, manusia memiliki daya pikir
terbatas mengenai persepsi masa depan, dan manusia selalu menghindari resiko. Kritik juga
terhadap konsep pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan, yang disebut sebagai
pemisahan principal-agent, yang disebut sebagai pemisahan utama dalam teori agensi. Kritik juga
terhadap konsep pemisahan antara pemilik dan manajemen, yang disebut sebagai konflik keagenan,
yang disebut sebagai konflik utama dalam teori agensi.

Ada contoh kasusnya


7. teory agensi

Teori agensi adalah teori yang mengjelaskan hubungan antara pemilik dan agen dalam perusahaan.
Teori ini mendasari banyak praktik manajemen, termasuk sistem pengukuran kinerja dan
kompensasi manajemen.

Sistem pengukuran kinerja dan kompensasi manajemen adalah cara untuk mengukur dan
menganalisis kinerja manajer, serta mengatur kompensasi yang sesuai dengan kinerja tersebut.
Menurut teori agensi, manajer memiliki tujuan pribadi yang berbeda dengan tujuan organisasi, dan
masalah pengendalian utama adalah meningkatkan kinerja manajerial.

Para ahli menganggap bahwa sistem pengukuran kinerja dan kompensasi manajemen adalah salah
satu faktor yang mempengaruhi kinerja manajerial. Sistem pengukuran kinerja akan membuat
manajer termotivasi untuk terus berusaha meningkatkan kinerjanya, sementara kompensasi yang
adil dan layak akan meningkatkan prestasi kerja manajer.

Contoh kasus dari penelitian yang menggunakan teori agensi adalah penelitian yang dilakukan oleh
Handayani (2013), yang menggunakan metode analisis multivariatif dengan partial least square (PLS)
untuk menganalisis pengaruh sistem pengukuran kinerja dan kompensasi manajemen terhadap
kinerja manajerial. Penelitian ini menemukan bahwa sistem pengukuran kinerja dan kompensasi
manajemen memiliki pengaruh positif terhadap kinerja manajerial.

Teori agensi juga mengasumsikan bahwa pemilik dan agen memiliki preferensi atau tujuan yang
berbeda. Masalah pengendalian utama adalah meningkatkan kinerja manajerial, sehingga
meningkatkan kinerja organisasi. Sistem pengendalian manajemen kompensasi harus memiliki daya
tarik bagi tenaga kerja yang berkualitas untuk bergabung dengan organisasi, mempertahankan
tenaga kerja yang sudah berkarya diorganisasi, mengandung prinsip keadilan, menghargai perilaku
positif, mempunyai pengendaliaan biaya, dan terciptanya administrasi pengupahan dan penggajian
yang berdaya guna dan berhasil guna.

8. Mekanisme pengendalian

Mekanisme pengendalian dalam manajemen kinerja dan kompensasi manajemen dapat


dikelompokkan menjadi beberapa komponen:

1. Perencanaan kinerja: Atasan dan bawahan berkolaborasi untuk mengatur tujuan kinerja bawahan
dalam rangka mengoptimalkan kontribusinya terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

2. Komunikasi berkelanjutan: Atasan dan bawahan menjamin bahwa apa yang telah, sedang dan
akan dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan kesepakatan kedua belah
pihak.

3. Pengumpulan data dan informasi: Masing-masing pihak memperhatikan pengumpulan data dan
informasi sebagai bukti pendukung realisasi kinerja bawahan.

4. Pengukuran kinerja: Sistem pengukuran kinerja menggunakan metode seperti target, persentase
peningkatan, dan kualitas kepuasan pelanggan untuk mengukur kinerja individu dan perusahaan.

5. Kompensasi: Pemberian kompensasi yang adil dan layak terhadap manajer akan meningkatkan
prestasi kerja manajer tersebut.

6. Pengendalian biaya: Manajemen kompensasi harus mempunyai daya tarik bagi tenaga kerja yang
berkualitas untuk bergabung dengan organisasi, mempertahankan tenaga kerja yang sudah berkarya
diorganisasi, dan mengandung prinsip keadilan.

7. Kepatuhan kepada perundang-undangan: Manajemen kompensasi harus mempunyai sistem


penggajian yang sesuai dengan perundang-undangan.

8. Administrasi pengupahan dan penggajian: Manajemen kompensasi harus memiliki sistem yang
berdaya guna dan berhasil guna untuk melakukan penggajian dan pengupahan.

Contoh kasus dari penelitian mengenai mekanisme pengendalian dalam manajemen kinerja dan
kompensasi manajemen dapat dilihat di penelitian yang dilakukan oleh Mahoney dan Sipomo
(2009), yang menggunakan metode analisis multivariatif dengan partial least square (PLS) untuk
menganalisis pengaruh sistem pengukuran kinerja dan kompensasi manajemen terhadap kinerja
manajerial. Penelitian ini menemukan bahwa sistem pengukuran kinerja dan kompensasi
manajemen memiliki pengaruh positif terhadap kinerja manajerial.

Anda mungkin juga menyukai