Disusun oleh :
Nama : Istiani
Nim : 11160606
Kelas : 7G
PEMBAHASAN
6. Waktu Pelaksanaan
Evaluasi kinerja dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau menurut kondisi
pekerjaan atau kondisi perusahaan. Pertama, bagi pekerjaan yang bersifat sementara atau
harus diselesaikan dalam waktu yang relative pendek, evaluasi kinerja dilakukan menjelang
atau segera setelah pekerjaan itu diselesaikan. Kedua, untuk pekerjaan dalam jangka lama,
seperti unit-unit dalam perusahaan atau organisasi, evaluasi kinerja dilakukan secara rutin
periodik. Evaluasi tersebut dapat dilakukan setiap akhir minggu, setiap akhir kuartal, setiap
akhir semester atau setiap akhir tahun.
Ketiga, evaluasi kinerja dapat dilakukan secara khusus pada saat tertentu bila
dirasakan timbul masalah atau penyimpangan sehingga perlu melakukan tindakan korektif.
Keempat, evaluasi kinerja diperlukan untuk atau dalam rangka program organisasi dan
kepegawaian, seperti identifikasi kebutuhan latihan, perencanaan karir, pemberian
penghargaan, rotasi dan promosi, penyusunan skala upah, analisi jabatan, dll.
2. HR Score Card (pengukuran kinerja & strategi SDM)
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human Resources yang
mencoba memperjelas peran sumber daya manusia sebagai sesuatu yang selama ini dianggap
intangible untuk diukur perannya terhadap pencapaian misi, visi dan strategi
perusahaan.“What Gets Measured, Get Managed, Gets Done”, itulah dasar pemikiran dari
konsep HR Scorecard.
Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu sistem pengukuran
yang dinamakan Human Resource (HR) Scorecard. Pengukuran ini merupakan
pengembangan dari konsep Balanced Scorecard, dimana pengukuran Human Resource
Scorecard lebih menfokuskan pada kegiatan SDM atau menilai kontribusi strategic yang
terdiri dari 3 (tiga) dimensi rantai nilai yang diwakili oleh Fungsi SDM, Sistem SDM, dan
perilaku karyawan yang strategik.[1]
Karakteristik manusia pada dasarnya sulit dipahami, sulit dikelola, apalagi diukur.
Padahal kita tahu, sumber daya manusia adalah asset terpenting yang sangat powerful dan
penuh misteri dari sebuah perusahaan. Oleh karena itu. HR Scorecard mencoba mengukur
sumber daya manusia dengan mengkaitkan antara orang-strategi-kinerja untuk menghasilkan
perusahaan terbaik, dan juga menjabarkan misi, visi dan strategi, menjadi aksi HR yang dapat
diukur kontribusinya. Keduanya menggambarkan hubungan sebab (leading/intangible) dan
akibat (lagging/tangible), yang kuncinya adalah disatu sisi ingin menggambarkan manusia
dengan segala potensinya, dan disisi lain ada konteribusi yang bisa diberikan dalam
pencapaian sasaran perusahaan.
Human Resource Scorecard, merupakan salah satu mekanisme yang secara
komprehensif mampu mengambarkan dan mengukur bagaimana sistem pengelolaan SDM
dapat menciptakan value atau kontribusi bagi organisasi. Becker et.al (2001) mengungkapkan
beberapa manfaat HR Scorecard bagi perusahaan sebagai berikut :
1. Memperjelas perbedaan antara HR Doables (kinerja) SDM yang tidak mempengaruhi
implementasi strategi perusahaan dengan HRD Deliverable (kinerja SDM yang mempunyai
pengaruh terhadap implementasi strategi perusahaan).
2. Menyeimbangkan proses penciptaan nilai (HR Value proposition) dengan pengendalian biaya
disatu sisi dan investasi yang diperlukan disisi lainnya.
3. Menggunakan leading indikator (indikator yang menilai status faktor kunci kesuksesan yang
mendorong implementasi strategi perusahaan). Model SDM strategik memberi kontribusi
yang menghubungkan keputusan SDM dan sistim dengan HR Deliverable, dimana
mempengaruhi key performance driver dalam implementasi strtaegi perusahaan (misalnya:
kepuasan pelanggan atau fokus peningkatan kompetensi karyawan).
4. Menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi.
5. Mengarahkan profesional SDM secara aktif mengelola tanggung jawab terhadap
implementasi strategi perusahaan.
6. Mendukung perubahan dan fleksibilitas.
Model 7 (tujuh) langkah dalam merancang suatu system pengukuran Human Resource
Scorecard, yaitu :
1) Mendefinisikan strategi bisnis perusahaan dengan jelas.
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu dilaksanakan adalah
mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi pengembangan perusahaan secara
keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan
perusahaan menciptakan nilai, strategi-strategi apa yang dapat membuat perusahaan sukses,
ukuran-ukuran apa yang bias menunjukkan kesuksesan perusahaan harus sudah terformulasi
dengan jelas dan sudah terkomunikasikan dengan baik keseluruh lapisan karyawan atau
Organisasi. Departemen SDM sebagai bagian dari perusahaan, mutlak dalam
mengembangkan strateginya harus mengacu pada arah dan strategi yang telah ditetapkan
perusahaan. Jadi strategi bisnis harus diklarifikasi dengan terminology yang detail dan dapat
dilaksanakan oleh pelakunya. Kuncinya adalah membuat sasaran perusahaan dimana
karyawan memahami peran mereka dan organisasi mengetahui bagaimana mengukur
kesuksesan meraka (kinerja karyawan) dalam mencapai sasaran tersebut
2) Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai sebuah modal strategis.
Professional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui mengapa dan bagaimana
SDM dapat mendukung pencapaian strategi tersebut. Departemen SDM dapat menjadi model
strategi, apalagi bila manager lini dan manager SDM mau berbagi tanggung jawab dalam
poses implementasi strategi tersebut. Dalam proses perumusan kasus bisnis, perlu dilakukan
suatu observasi pendahuluan untuk menyusun rekomendasi yang akan diberikan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan perusahaan pada akhirnya bagaimana oraganisasi
mengeksekusi strateginya secara efektif, bukan sekedar isi dari strategi itu sendiri.
3) Menciptakan Peta Strategi.
Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu melakukan serangkaian
aktivitas spesifik yang bila digambarkan akan membentuk suatu proses rantai penciptaan
nilai. Proses penciptaan nilai bagi pelanggan inilah yang disebut dengan model rantai nilai,
meski belum terartikulasi sepenuhnya. Peta strategi membagi proses penciptaan nilai menjadi
empat pespektip, yaitu pertumbuhan dan pembelajaran, proses internal, pelanggan dan
financial.
4) Mengindentifikasikan HR Deliverable dalam Peta Strategi.
Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu antara strategi bisnis
perusahaan dengan programprogram yang dijalankan oleh department SDM. Semakin sering
titik temu diantara keduanya terjadi, maka semakin strtaegis pula peran SDM dalam
perusahaan tersebut..Untuk merealisasikan hal ini, para professional di departemen SDM
harus mampu memahami aspek bisnis perusahaan secara keseluruhan. Bila hal ini tidak
terpenuhi, para manajer dari fungsi lain tidak akan menghargai kebijakan yang diambil oleh
departemen SDM. Berdasarkan strategi perusahaan, department SDM kemudian membuat
HR Deliverables yang dirancang untuk mendukung realisasi dari strategi dan kinerja
perusahaan seperti apa yang memerlukan kompetensi, reward dan tugas organisasi yang
tepat.
5) Menyelaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverables.
Setelah HR Deliverables ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah menyesuaikan HR
Deliverables tersebut dengan arsitektur SDM yang dimilki oleh departemen SDM yakni
Fungsi, Sistem, dan Perilaku karyawan.
6) Merancang Sistim Pengukuran Strategik.
Setelah tercipta keselarasan antara HR Deliverables dengan arsitektur SDM, maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran strategis (key performance indicator) untuk
tiap HR Deliverables. Dalam proses penyusunan HR Scorecard, HR deliverabales merupakan
sasaran strategis yang harus dicapai oleh departemen SDM.
7) Mengelola Implementasi melalui pengukuran
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang digambarkan dalam model
diatas, hasilnya menjadi alat yang sangat berguna untuk menjaga skor pengaruh SDM
terhadap kinerja organisasi.
Para profesional SDM harus secara teratur mengukur HR Deliverable yang
didefinisikan dalam rangka memastikan bahwa driver dan enabler tersebut masih dianggap
signifikan. Dengan demikian untuk mengembangkan sistim pengukuran kinerja organisasi
kelas dunia tergantung pada pemahaman yang jelas apa strategi bersaing dan sasaran
operasional perusahaan, serta penentuan tentang kompetensi karyawan dan tingkah laku yang
dibutuhkan untuk mencapai sasaran perusahaan.
Lebih jauh lagi HR Deliverable adalah persyaratan untuk menyesuaikan keselarasan
internal dan eksternal sistim SDM, dan kemudian digeneralisasikan ke keuntungan bersama
yang sebenarnya. Sistim pengukuran kinerja SDM dapat menciptakan value bagi perusahaan,
hanya bila sistim tersebut secara hati-hati disesuaikan dengan strategi bersama dengan
sasaran operasional perusahaan. Selanjutnya perusahaan sebaiknya melakukan benchmark
dengan sistim pengukuran lainnya.
Perlu di ingat bahwa elemen penting dari HR Scorecard adalah indentifikasi HR
Deliverable, penggunaan HPWS (High Performance Work Systems), HR Sistim Alignment
dan HR Efficiency. Hal tersebut merefleksikan keseimbangan (balance) antara kontrol biaya
dan penciptaan nilai (value creation). Kontrol biaya berasal dari pengukuran HR Efficiency.
Sedangkan penciptaan value (value creation) berasal dari pengukuran HR Deliverable,
kesejajaran sistim SDM eksternal, dan HPWS. Ketiga hal terakhir adalah elemen penting dari
HR arsitektur yang membentuk rantai nilai dari fungsi ke sistim lalu ke tingkah laku
karyawan.
Tabel 2.1
Ukuran Scorecard perusahaan agar Merefleksikan Strategi Secara Utuh
Perspektif Ukuran
Ukuran yang efektif KPI Scorecard perusahaan adalah ukuran yang mampu
menjelaskan strategi perusahaan secara memadai, dan tidak semua hal harus diukur. Yang
perlu diukur adalah hal-hal yang penting dan strategis saja. Di luar scorecard akan ada
sejumlah ukuran dan rasio-rasio penting lain yang diperlukan untuk melengkapi ukuran-
ukuran strategis di dalamnya.
Ukuran yang digunakan oleh perusahaan pada perspektif keuangan terdiri dari 5
(lima) ukuran yaitu: Account Receivable-Collection Period, Operating Cost, Profitability,
Investment, dan Return on Equity (ROE). Pemilihan ukuran untuk perspektif finansial
bergantung pada tahap siklus bisnis organisasi. Berdasarkan Rencana Bisnis Tahun depan dan
keadaan keuangan saat ini berada dalam tahap bertumbuh. Perusahaan dalam menghasilkan
produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Untuk hal ini, perusahaan harus
melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan
berbagai produk dan jasa baru. perusahaan juga berusaha untuk memperluas pangsa pasarnya
agar dapat mencapai tingkat pengembalian yang diinginkan.
Tujuan finansial perusahaan dalam tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat
pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran,
kelompok pelanggan, dan wilayah. Ukuran Return on Equity (ROE), Revenue from Data
Management, dan Revenue from Access to Data merupakan ukuran yang relevan karena
sesuai dengan kondisi perusahaan yang sedang bertumbuh serta sejalan dengan sasaran
pertama di bidang keuangan yakni peningkatan pendapatan. Ukuran yang lain yaitu Account
Receivable-Collection Period, Operating Cost, dan Investment juga sudah sesuai dengan
sasaran perusahaan di perspektif ini yaitu peningkatan kinerja manajemen keuangan yang
sehat melalui optimalisasi sumber dan penggunaan dana.
Untuk mewujudkan sasaran perspektif pelanggan yang telah ditentukan, yakni
perluasan pangsa pasar maka keberadaan ukuran yang menerangkan strategi perluasan pasar
menjadi kebutuhan yang mendesak. Sayangnya, di dalam scorecard yang ada saat ini
perluasan pasar belum mendapatkan perhatian yang memadai. Hanya ada satu KPI yang
menerangkan perluasan pasar. KPI tersebut adalah KPI Number of New Customer. KPI ini
digunakan untuk mengukur jumlah pelanggan yang menggunakan produk atau jasa untuk
pertama kalinya. Jumlah pelanggan yang meningkat diukur oleh KPI belum berarti positif
bagi perusahaan. Bisa saja pelanggan yang dulunya menggunakan produk perusahaan beralih
kepada produk lain. Hal ini secara keseluruhan tidak memberi pengaruh signifikan dalam
peningkatan pendapatan perusahaan. Oleh karena itu untuk menegaskan sasaran perusahaan
maka ukuran yang secara tegas mengukur peningkatan pangsa pasar merupakan kebutuhan
yang relevan bagi perusahaan. Untuk memenuhi maksud ini maka KPI Market Share (%) bisa
digunakan untuk membantu perusahaan dalam memfokuskan diri pada peningkatan pangsa
pasar yang dikehendaki.
Untuk mewujudkan target-target pada perspektif keuangan dan pelanggan maka
perspektif internal menyiapkan faktor-faktor pendorong terwujudnya target-target tersebut.
Sesuai dengan inisiatif strategis yang tampak dalam rencana bisnis.
Dari hal-hal tersebut dan berdasarkan analisis deskripsi KPI yang ada maka ukuran
yang relevan untuk perusahaan dalam perspektif ini adalah: Data Accuracy, On Time
Delivery Service, Solved Complaint, Number of New Product, dan Lead Time for Product
Development.
Setelah ketiga perspektif awal dalam scorecard perusahaan di atas, maka adalah
perlu perspektif karyawan yang merupakan pilar untuk mewujudkan kinerja istimewa dalam
tiga perspektif sebelumnya. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan karyawan
memfokuskan pada pengukuran strategi yang dikembangkan untuk manajemen sumber daya
manusia agar bisa mendukung pencapaian sasaran kinerja yang diinginkan oleh
perusahaan. Ukuran-ukuran ini merupakan syarat penting dan strategis untuk perusahaan
agar kinerja istimewa perusahaan memiliki dasar yang kuat untuk direalisasikan. Ukuran
yang telah digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kategori ini adalah Number of Skilled
Employees, Employee Satisfaction Index, dan Number of Training Days. Dari keseluruhan
KPI yang ada pada scorecard untuk perspektif ini, tiga KPI tersebut cukup relevan untuk
menciptakan infrastruktur yang dibutuhkan tiga perspektif sebelumnya. Satu alternatif
tambahan ukuran yang dapat ditambahkan untuk mengukur strategi pemberdayaan seperti
yang telah digariskan dalam rencana bisnis perusahaan. yaitu Empowerment Index yang
mengukur tingkat pemberdayaan karyawan dalam perusahaan.
A. PENGEMBANGAN
1. Defini Pengembangan
Ada berbagai macam perumusan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang
definisi dari pengembangan. Pengembangan organisasi merupakan program yang
berusaha meningkatkan efektifitas keorganisasian dengan mengintergrasikan keinginan
individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian atau
perusahaan. Secara khusus proses ini merupakan usaha mengadakan perubahan secara
berencana yang meliputi suatu sistem total sepanjang periode tertentu, dan usaha
mengadakan perubahan itu berkaitan dengan misi organisasi atau perusahaan
(Wursanto,2005:319). Sedangkan Sutarto memberikan kesimpulan bahwa pengembangan
organisasi adalah rangkaian kegiatan penataan dan penyempurnaan yang dilakukan secara
berencana dan terus-menerus guna memecahkn masalah-masalah yang timbul sebagai
akibat daro adanya perubahan sehingga organisasi dapat mengatasi serta menyesuaikan
diri dengan perubahan dengan menerapkan ilmu perilaku yang dilakukan oleh pejabat
dalam organisasi/ perusahaan itu sendiri atau dengan bantuan dari luar organisasi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengembangan merupakan usaha yang
dilakukan secara terus-menerus meliputi keseluruhan perusahaan demi meningkatkan
efektifitas dan kesehatan sebuah organisasi atu perusahan dengan menetapkan asas-asas
dan praktek yang dikenal dalam kegiatan organisasi.
Pada makalah ini akan dijelaskan terlebih dahulu tentang berbagai macam
pengembangan, pengembangan disini berbeda dengan pelatihan. Perbedaan akan
tampak pada pembahasan selanjutnya. Jenis-jenis pengembangan yang dapat
dilakukan ada beberapa yaitu yang pertama pengembangan organisasi, pengembangan
sumber daya manusia (SDM), pengembangan manajemen. Pengembangan ini, satu
dengan yang lain saling mendukung dan meinginkan keefisienan dan keefektifan
perusahaan atau organisasi.
Ada dua tujuan utama program pengembangan karyawan, pertama pengembangan ini
dilakukan untuk menutup “gap” anatara kecakapan atau kemampuan karyawan
dengan permintaan jabatan. Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-
sasaran kerja yang telah ditetapkan. Selain itu pengembangan ini akan membantu
menghindarkan diri dari keusangan dan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.
Pelatihan lebih berorientasi pada pekerjaan saat ini, fokusnya kepada pekerjaan
seseorang saat ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan-ketrampilan tertentu
dan kemampuan untuk dapat melaksanakan pekerjaannya dengan segera mungkin.
Pengembangan berfokus pada aspek-aspek kinerja yang kurang nyata, seperti sikap
dan nilai. Sebuah sistem pengalaman pengembangan yang terencana untuk semua
karyawan, tidak hanya pada manajer, dapat membantu memperluas keseluruhan
tingkat kapabilitas dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi. Pengembangan
memiliki ruang lingkup yang lebih luas dalam upaya dalam upaya untuk memperbaiki
dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan sikap dan sifat-sifat
kepribadian.
Beberapa kapablitas menejemen yang penting dan umum adalah orientasi tindakan,
pembuatan keputusan yang berkualitas, nilai etika, dan keterampilan teknis. Selain itu,
ada beberapa kemampuan nonteknis yang harus dikembangkan untuk keahlian
teknologi yang memiliki tuntutan tinggi, yaitu kemampuan untuk bekerja di bawah
tekanan, bekerja sendiri, menyelesaikan masalah-masalah dengan cepat, dan
menggunaka pengetahuan masa lalu dalam situasi baru.
Baik perusahaan maupun individu dapat menganalisis apa yang dibutuhkan oleh
seorang lewat pengembangan untuk menyebutan kelebihan dan kekurangan. Metode-
metode yang digunakan antara lain penggunaan pusat-pusat penilaian (assessment
centers), pengujian psikologis, dan penilaian kinerja.
Sebelum melakukan pengembangan maka harus mengetahui secara jelas apa yang
harus dikembangkan dalam diri maupun organisasi harus mengetahui kebutuhan agar
mencapai efektifitas dan efisien kerja. Dalam pengembangan ada beberapa dignostik
yang bisa digunakan. Namun biasanya hanya satu macam intervensi saja yang berasal
dari metode diagnostik yang tersedia. Maka yang paling baik adalah metode
diagnostik yang tersedia, maka yang paling baik adalah menangani diagnostik terlebij
dahulu sebagai kategori kegiatan umm yang relevan untuk semua usaha
pengembangan, kemudian melanjutkannya dengan mempertimbangkan intervensi
secara lebih khusus. Proses pengidentifikasian kriteria yang dapat membantu dalam
memilih metode diagnostik yang paling sesuai dengan kebutuhan.
Ada 3 teknik dalam pengumpulan data dalam proses pengidentifikasian masalah yang
akan di atasi dengan melakukan pengembangan, yaitu:
Lata atau teknik ini adalah yang paling banyak digunakan. Daftar pertanyaan
dipergunakan secara universal karena banyak tujuan, sehingga kegunaannya,
biayanya, dan manfaatnya dikenal oleh pengembangnya. Daftar pertanyaan pada
umumnya merupakan cara tidak langsung untuk mengumpulkan jenis informasi
tertentu dan yang paling sering diselesaikan dengan secara anonim yang memiliki
keuntungan adalah terlindungnya identitas dari responden sehingga mampu
memancing perasaan dan pendapat kuat yang tidak akan ditanyakan secara terbuka.
2. Teknik wawancara
Metode ini berusaha mengembangkan keterampilan SDM yang berbeda dalam sebuah
perusahaan atau organisasi. Keterampilan yang akan dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan dalam organisasi tersebut agar kinerja dapat berjalan lancar dan efektif.
B. EVALUASI KERJA
1. Pengertian
Penilaian unjuk kerja merupakan sebuah sistem pengendali dengan aspek baik
”umpan balik (feedback)” maupun ”umpan maju (feedforward)” (Jewell & Siegall,
1998: 209).
Penilaian unjuk kerja memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara
priibadi dalam hal bagaimana unjuk kerjanya dipandang. Proses ini juga memberikan
umpan balik yang penting kepada mereka yang bertugas dalam penerimaan karyawan,
pemeriksaan, pemilihan, dan pelatihan karyawan perusahaan saat itu. Misalnya, pola
hasil penilaian yang buruk di antara karyawan yang baru menunjukkan bahwa proses
yang dipergunakan untuk menerima karyawan tersebut perlu ditinjau kembali.
Pendekatan sifat pribadi untuk penilaian unjuk kerja ini secara tradisional
memusatkan perhatian pada loyalitas, kepandaian, dan perangai orang tersebut.
Pendekatan sifat pribadi terhadap penilaian unjuk kerja sangat tergantung dari
persepsi penilai terhadap sifat tersebut, dan persepsi itu sendiri dipengaruhi oleh
pendapat, pengalaman dan bias pribadi penilai. Oleh sebab itu, alat ukur pendekatan
sifat pribadi mempunyai keandalan yang rendah dan jarang sekali dipergunakan.
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan hasil yang diperoleh dari pekerjaan
yang dilakukan. Meskipun pengukuran unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai
kelihatannya merupakan penyelesaian yang baik, tetapi hanya sedikit saja jenis
pekerjaan yang cocok diukur dengan cara pendekatan ini. Pertama, pengukuran
tersebut tergantung pada catatan yang tepat, dan catatan mungkin saja tidak tepat dan
tidak lengkap (atau bahkan tidak ada sama sekali). Kedua, hasil yang dicapai suatu
organisasi jarang sekali tergantung dari hasil pekerjaan pribadi.
a. Atasan Langsung
Sembilan puluh lima persen dari keseluruhan evaluasi kinerja pada tingkat yang lebih
rendah dan menengah dalam suatu organisasi dilaksanakan oleh atasan langsung para
pekerja.
b. Rekan kerja
Evaluasi dari rekan kerja (peers) adalah salah satu cara yang dapat dijadikan sebagai
sumber data penilaian yang paling dapat dipercaya. Pertama, evaluasi dari rekan kerja
sangat erat hubungannya dengan kegiatan. Interaksi sehari-hari memberi mereka
sebuah sudut pandang pemahaman yang menyeluruh terhadap kinerja pekerjaan
seorang pekerja. Kedua, evaluasi dari rekan kerja, sebagai penghitung hasil, akan
menghasilkan beberapa penilaian yang mandiri, sedangkan seorang pimpinan hanya
dapat menghasilkan penilaian dalam bentuk evaluasi tunggal. Namun pada sisi lain
evaluasi dari rekan kerja dapat dirusak oleh ketidakinginan rekan kerja untuk saling
melakukan evaluasi dan oleh bias persahabatan maupun perselisihan.
Cara ini memberikan umpan balik kinerja dari lingkaran penuh hubungan sehari-hari
yang mungkin dilakukan oleh seorang pekerja, mulai dari hubungan dengan petugas
ruangan surat, pelanggan, pimpinan, dan rekan kerja. Dengan mengandalkan umpan
balik dari rekan kerja, pelanggan, dan bawahan diharapkan akan memberikan setiap
orang lebih dari sekedar rasa berpartisipasi dalam proses penilaian, dan meraih hasil
yang lebih tepat dalam menilai kinerja para pekerja.
Berikut adalah metode umum penilaian sebuah kinerja (Robbins, 2002 : 262) :
• Esai Tertulis
Metode paling mudah untuk menilai suatu kinerja adalah dengan menulis sebuah
narasi yang menggambarkan kelebihan, kekurangan, prestasi masa lampau, potensi
dan saran-saran mengenai seorang karyawan untuk perbaikan.
• Keadaan Kritis
Di dalam metode ini, dicatat faktor-faktor kinerja, seperti kualitas dan kuantitas kerja,
tingkat pengetahuan, kerjasama, loyalitas, kehadiran, kejujuran, dan inisiatif.
Selanjutnya si penilai memeriksa daftar tersebut dan menilai setiap faktor sesuai
dengan skala peningkatan.
• Skala Peningkatan Perilaku
Skala ini mengkombinasikan elemen penting dari metode keadaan kritis dengan
metode pendekatan grafik skala penilaian: si penilai menilai para pekerja berdasarkan
pada hal-hal dalam rangkaian kesatuan, tetapi poin-poinnya merupakan contoh
perilaku aktual di dalam pekerjaan, bukan sekedar deskripsi atau ciri-ciri umum.
• Perbandingan Multipersonal
6. Permasalahan Potensial
Meskipun suatu organisasi mungkin mencoba untuk membuat proses penilaian kinerja
yang bebas dari unsur-unsur bias pribadi, prasangka, atau dari ketidakwajaran,
permasalahan potensial dapat terbentuk dalam proses (Robbins, 2002 : 265). Evaluasi
seorang karyawan akan mengalami penyimpangan, jika faktor-faktor berikut ini
berlaku menyeluruh.
• Kriteria Tunggal
Di saat para pekerja dinilai dengan sebuah kriteria kerja tunggal, walaupun kinerja
yang berhasil pada pekerjaan tersebut menuntut kinerja yang lebih baik berdasarkan
beberapa kriteria, para pekerja hanya akan berkonsentrasi pada kriteria tunggal
tersebut dan mengesampingkan faktor-faktor terkait lainnya.
Pada saat si penilai memiliki toleransi positif di dalam penilaiannya, kinerja seorang
individu dinilai lebih, sehingga penilaian tersebut lebih tinggi dari yang seharusnya.
• Lingkaran Kesalahan
Lingkaran kesalahan (hallo error) adlah kecenderungan seorang penilai untuk sifat
seseorang mempengaruhi penilaiannya terhadap sifat yang lain dari orang tersebut.
• Kesalahan yang Sama
Orang-orang yang bekerja untuk seorang penilai yang memiliki perbedaan yang
rendah cenderung dinilai lebih merata daripada keadaan mereka yang sebenarnya.
Banyak sifat yang dianggap berhubungan dengan kinerja yang baik, tetapi dalam
kenyataannya sering tidak atau memiliki sedikit kaitan dengan kinerja.
Penekanan Perilaku
Dengan pencatatan buku harian yang berisikan keadaan-keadaan kritis khusus untuk
tiap pekerja, penilai dapat terbantu dalam membuat keputusan agar lebih akurat.
Dengan melatih para penilai, kita dapat membuat mereka menjadi penilai yang lebih
akurat
4. STANDAR KINERJA & EVALUASI KINERJA SERTA
A. StandarKinerja
1. Definisi Kinerja
Menurut Ilyas (2002) kinerja adalah penampilan karya personal baik kualitas maupun
kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun
kelompok kerja personal.
Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu kompetensi berarti individu atau organisasi
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi tinngkat kinerja dan produktivitasnya,
kompetensi tersebut dapat diterjemahkan ke dalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang
tepat untuk mencapai hasil kinerja (Peni, 2005, Cit. Christaliana Ika, 2007).
Menurut Mangkunegoro (2002) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya.
2. Model Teori kinerja
Menurut Ilyas (2002), untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja personal
dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga kelompok
variabel yang mempengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel individu, variabel
organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi
perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja personal. Perilaku yang
berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus
diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
Gibson, 1987 (Cit. Ilyas,2002), menyampaikan model teori kinerja dan melakukan analisis
terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu.
a. Variabel individu, dikelompokkan pada sub variabel kemampuan, latar belakang dan geografis.
Sub variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
perilaku dan kinerja. Sedangkan variabel geografis mempunyai efek tidak langsung pada
perilaku dan kinerja individu.
b. Variabel psikologis, terdiri dari sub variabel persepsi, sikap, kepribadian belajar dan
motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja
sebelumnyan dan variabel geografis. Variabel psikologis merupakan variabel yang komplek
dan sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan karena seseorang individu masuk dan
bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang dan ketrampilan berbeda
satu dengan lainnya.
c. Varibel organisasi, berefek tidak langsung terhadap perilaku kinerja individu yang digolongkan
dalam sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Menurut Kopelmen, (Cit. Ilyas, 2002), sub variabel imbalan berpengaruh untuk
meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja
individu.
Berdasarkan penelitian Gibson dan Kopelmen yang dilakukan pada sampel dan
komunitas masyarakat di Amerikas Serikat, supervisi dan kontrol tidak tampak jelas
hubungannya dengan kinerja. Hal ini dimungkinkan variabel tersebut tidak berperan secara
bermakna pada tatanan dan budaya masyarakat pekerja Amerika. Dalam hal ini budaya
Amerika sudah dalam kondisi tidak membutuhkan kontrol dan supervisi yang ketat dari
organisasi dan atasan langsung, tingkat kinerja sudah pada tingkat yang optimum.
Di Indonesia, variabel supervisi dan kontrol masih sangat penting pengaruhnya dengan
kinerja individu. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Ilyas (1998) tentang kinerja dokter,
ditemukan hubungan yang bermakna antara variabel kontrol dan supervisi dengan kinerja
individu.
3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Mangkunegoro (2002) menyebutkan faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja
adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan
pendapat Keith Davis (1964, Cit.Christalina Ika) yang merumuskan bahwa : Human
Performance = Ability + Motivation, Motivation = Attitusde + Ssituasion, Ability =
Knowledge + Skill.
a. Faktor kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata
(IQ 110 -120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pelajaran sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
keahliannya.
b. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi
(situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah
untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental
yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap
mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental,
fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik,
memahami tujuan, dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan
menciptkan situasi kerja.
A. Standar Kinerja
Evaluasi kinerja melibatkan komunitas yang jelas mengenai target dan standar;
penetapan tujuan yang spesifik dan dapat diukur; dan umpan balik (feedback) yang
berkelanjutan, (Pophal, 2008).
1. Standar kinerja
Standar kinerja menjabarkan tentang pekerjaan yang tercakup dalam satu pekerjaan tertentu.
Ini adalah langkah sangat penting sebelum menetapkan tujuan, tapi perlu maju satu langkah
lebih jauh dengan menerangkan bagaimana setiap pekerjaan harus dilakukan untuk
memenuhi standar pekerjaan tersebut. Tanpa standar, masalah kinerja dapat menjadi sangat
rancu.
Langkah pertama dalam pembuatan standar kinerja adalah mengidentifikasi aspek-aspek
penting dalam pekerjaaan. Sebagian besar pekerjaan memiliki tiga sampai enam bidang
tanggungjawab kunci. Ketika kita mencoba menunjukkan tanggungjawab-tanggungjawab ini,
jangan hanya melihat tugas rutin yang dikerjakan, tapi pertimbangkan hasil atau tujuan akhir
dari dari tugas tersebut.
Setelah area tanggung jawab teridentifikasi, perlu dibuat tiga atau empat standar (atau hasil
kunci) yang mencerminkan tingkat kinerja yang memuaskan. Penting sekali bahwa standar
tersebut dapat diukur: Bila tidak, maka standar tersebut hanya akan menjadi indikasi subjaktif
tentang bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan dan tak akan membantu karyawan atau
perusahaan. Standar efektif menggunakan angka, batas waktu, dan batas toleransi kesalahan
untuk menjadi tolak ukur kinerja yang obyektif.
Sebelum menentukan tingkat kinerja tertentu, sebaiknya dibuat garis dasar kinerja untuk jenis
kerja yang sedang ditangani. Setelah itu membuat target minimal tingkat kinerja. Tingkat
minimal ini menjadi standar dan tolak ukur bahwa suatu kinerja dianggap layak. Berdasarkan
tingkat kelayakkan minimal, maka dapat ditentukan standar istimewa dan ketidaklayakan
dalam kinerja. Untuk masing-masing standar kita akan menentukan tingkat kinerja
bagaimana yang melebihi dan kurang dari harapan kita.
Huber, Diane L (2006) menambahkan bahwa komponen sebuah penilaian yang komprehensif
meliputi menggambarkan kemampuan yang diperlukan (job description), menggabungkan
kemampuan pekerja/ pegawai dengan pekerjaan yang diharapkan (personal selection),
meningkatkan kemampuan staf ( staff development), meningkatkan motivasi staf (staff
development and reward system).
2. Penentuan Target
Tenaga pemersatu yang berada dalam setiap perusahaan adalah bahwa, setidaknya secara
teoritis, setiap orang dalam perusahaan bekerja untuk tujuan yang sama, yaitu keberhasilan
perusahaan. Sebuah pemahaman yang jelas tentang tujuan yang mendasari perusahaan dan
bagaimana setiap karyawan berkontribusi kepada tujuan tersebut dapat meningkatkan
semangat dan produktivitas.
Ada beberapa keuntungan dari pembuatan tujuan yang jelas dan terukur. Tujuan yang
spesifik dan terukur menciptakan keteraturan dan kesatuan tujuan bagi seluruh unsur dalam
perusahaan. Tujuan yang jelas memungkinkan karyawan dan manajer untuk mengembangkan
pandangan yang lebih luas tentang tujuan perusahaan. Setelah tujuan ditetapkan, manajemen
akan lebih mampu mengambil keputusan berdasarkan arahan perusahaan dan karyawan.
Setelah tujuan mulai tercapai, tingkat percaya diri karyawan dan manajer pun meningkat.
Penyususnan target itu sendiri adalah sebuah proses yang memungkinkan manajer dan
karyawan untuk terus mengupayakan peningkatan. Tujuan perusahaan harus memiliki
karakteristik-karakteristik berikut :
a. Spesifik. Sangat penting bahwa tujuan harus spesifik dan terukur. Ketika tujuan departemen
atau perusahaan tidak jelas, motivasi pun berkurang.
b. Telah disepakati bersama. Dorong para manajer dan penyelia agar bekerja sama dengan
karyawan dalam penyusunan tujuan. Ketika dua orang bekerja untuk mencapai tujuan yang
sama, maka peluang untuk mencapai tujuan tersebut akan bertambah secara substansial.
c. Sulit tetapi dapat dicapai. Target harus realistis, harus menantang tapi mungkin untuk dicapai.
d. Komprehensif. Target harus mencakup tujuan perusahaan. Target dapat dibuat untuk kegiatan
manajemen dan juga staf.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan target :
a. Melibatkan Karyawan dalam Pembuatan Target
Karyawan harus dilibatkan dalam proses penyusunan target. Mereka akan lebih
antusias bekerja untuk mencapai target bila mereka diberi peluang untuk memberi masukan
berdasarkan pengalaman dan aspirasi pribadi. Ini adalah standar utama dalam manajemen :
komitmen tercipta dari keterlibatan.
Hidup seorang karyawan melebihi ruang lingkup kerjanya saja, target pribadi dan pekerjaan
saling berkaitan secara integral. Upaya dalam menyusun target harus juga memfokuskan pada
target pribadi, bukan hanya target profesional.
Karyawan akan lebih merasa bertanggungjawab pada target yang dibuat berdasarkan
ketertarikan pribadi dan sekaligus kebutuhan perusahaan. Komitmen tersebut akan berakibat
pada pencapaian target secara lebih efektif dan cepat.
Meski target pribadi penting, tetapi tujuan perusahaanlah yang harus mendasari target
departemen dan individu. Ketika upaya karyawan tidak diarahkan pada tugas dan tujuan yang
sesuai dengan tujuan perusahaan, maka tidak ada prestasi yang dicapai. Karyawan menjadi
tidak produktif.
b. Pertimbangan Tambahan
Hubungan menjadi kuat ketika orang mengetahui apa yang diharapkan dari satu sama lain.
Pertimbangkan poin-poin berikut ketika menentukan target :
1) Jangan anggap bahwa target telah diketahui oleh karyawan. Elemen terpenting dari penyusunan
target adalah membantu memahamkan karyawan tentang apa yang diharapkan dari mereka
agar mereka dapat memonitor kinerja mereka sendiri. Pastikan bahwa Anda telah
mengkomunikasikan target kepada karyawan Anda, pastikan bahwa mereka memahami target
tersebut, dan pastikan bahwa mereka mengetahui apa yang Anda anggap sebagai kinerja yang
tidak layak.
2) Pastikan bahwa target telah ditulis. Penulisan target menjadikan lebih berpeluang untuk
dicapai. Bentuk tertulis adalah cara yang baik untuk memastikan bahwa Anda dan karyawan
sama-sama mengetahui tentang target yang ditentukan.
3) Libatkan karyawan dalam mengevaluasi kerja mereka. Jangan tutup-tutupi proses penyusunan
target. Beri karyawan tanggungjawab untuk mengukur dan melaporkan kesuksesan mereka
dalam mencapai target. Beri mereka kesempatan untuk mempunyai rasa memiliki terhadap
targetnya sendiri.
4) Analisis perkembangan secara rutin. Jangan membuat target dan kemudian mengevaluasi hanya
setahun sekali dalam proses evalusi resmi. Susun waktu pelaporan secara sering bila Anda
dapat menganalisis perkembangan dan mengubah target sesuai kebutuhan.
5) Anggap penyusunan target sebagai proses yang dinamis. Kuncinya adalah memastikan bahwa
target individu mendukung target perusahaan secara keseluruhan. Jika suatu target tidak
mendukung target perusahaan atau target tidak realistik, hapuslah dan ubahlah target tersebut.
6) Terangkan dengan jelas konsekuensi dari tidak tercapainya target. Harus ada konsekuensi dari
tidak tercapainya target. Bila tidak ada konsekuensi, karyawan Anda akan segera merasa
bahwa tidak ada perbedaan antara mengerjakan tugas yang Anda minta dan tidak. Lebih jauh
lagi, setelah Anda menentukan konsekuensi tertentu, maka harus diterapkan.
Tidak ada yang lebih membuat prestasi bagi karyawan dari ketidaktahuan tenatng
bagaimana pekerjaan mereka berkontribusi terhadap keseluruhan kerja perusahaan. Dengan
pembuatan target yang spesifik, terukur dan dapat dicapai, Anda telah mengambil langkah
untuk pengakuan terhadap prestasi karyawan.
6. Waktu Pelaksanaan
Evaluasi kinerja dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau menurut kondisi
pekerjaan atau kondisi perusahaan. Pertama, bagi pekerjaan yang bersifat sementara atau
harus diselesaikan dalam waktu yang relative pendek, evaluasi kinerja dilakukan menjelang
atau segera setelah pekerjaan itu diselesaikan. Kedua, untuk pekerjaan dalam jangka lama,
seperti unit-unit dalam perusahaan atau organisasi, evaluasi kinerja dilakukan secara rutin
periodik. Evaluasi tersebut dapat dilakukan setiap akhir minggu, setiap akhir kuartal, setiap
akhir semester atau setiap akhir tahun.
Ketiga, evaluasi kinerja dapat dilakukan secara khusus pada saat tertentu bila
dirasakan timbul masalah atau penyimpangan sehingga perlu melakukan tindakan korektif.
Keempat, evaluasi kinerja diperlukan untuk atau dalam rangka program organisasi dan
kepegawaian, seperti identifikasi kebutuhan latihan, perencanaan karir, pemberian
penghargaan, rotasi dan promosi, penyusunan skala upah, analisi jabatan, dll.
Pengembangan Standar Kinerja
Standar kinerja (performance standards) adalah persyaratan tugas, fungsi atau perilaku yang
ditetapkan oleh pemberi kerja sebagai sasaran yang harus dicapai oleh seorang karyawan.
Menurut Randall S. Schular & Susan E. Jackson (1999) “Ada tiga jenis dasar kriteria
kinerja”, yaitu:
Kriteria berdasarkan sifat (memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan).
Kriteria berdasarkan perilaku (kriteria yang penting bagi pekerjaan yang membutuhkan
hubungan antar personal).
Kriteria berdasarkan hasil (kriteria yang fokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan).
Berikut ini diberikan beberapa keuntungan atau manfaat penggunaan standar operasi/
produksi dalam perusahaan:
Dapat dikuranginya macam bahan baku maupun barang jadi yang harus ada dalam
persediaan.
dengan adanya standardisasi barang-barang jadi maka pembuatannya pun menjadi lebih
mudah dalam arti tidak perlu dilakukan penghitungan atau perubahan ukuran, sifat barang
setiap mulai produksi sehingga akan menghemat waktu, tenaga dan modal.
Dengan dihematnya waktu pembuatan maka penyerahan barang jadi ke konsumen akan dapat
tepat waktu.
Pengiriman barang tidak akan salah karena barang-barang telah dikelompokkan terlebih dulu
berdasarkan standarnya masing-masing.
Manajemen operasi yang efektif membutuhkan standar yang dapat membantu perusahaan
untuk menentukan hal- hal berikut.
Muatan pekerja dari setiap barang yang diproduksi (biaya pekerja).
Kebutuhan staf (berapa orang yang dibutuhkan untuk memproduksi barang yang dibutuhkan).
Perkiraan biaya dan waktu sebelum produksi dilaksanakan (untuk membantu mengambil
beragam keputusan dari perkiraan biaya hingga ke keputusan untuk membuat sendiri atau
membeli).
Jumlah kru dan keseimbangan pekerjaan (siapa yang mengerjakan apa dalam satu aktivitas
kelompok atau pada satu lini produksi).
Tingkat produksi yang diharapkan (jadi, baik manajer maupun pekerja tahu apa saja yang
termasuk dalam satu hari kerja normal).
Dasar perencanaan insentif pekerja (apa yang menjadi acuan untuk memberikan insentif yang
tepat).
Efisiensi karyawan dan pengawasan (sebuah standar diperlukan untuk mengetahui apa yang
digunakan dalam penentuan efisiensi).
Standar tenaga kerja yang ditetapkan secara benar ini mewakili waktu yang dihabiskan oleh
seorang pekerja rata- rata untuk melaksanakan aktivitas tertentu di bawah kondisi kerja
normal.
Standar kinerja pekerjaan (performance standard) menetapkan tingkat kinerja pekerjaan yang
diharapkan dari pelaksana pekerjaan dankriteria pengukuran kesuksesan pekerjaan. Standar
kinerja pekerjaan membuat eksplisit kuantitas dan atau kualitas kinerja yang diharapkan
dalam tugas dasar yang ditentukan sebelumnya dalam deskripsi pekerjaan. Standar kinerja
pekerjaan ini biasanya berupa pernyataan mengenai kinerja yang dianggap diterima dan dapat
dicapai atas sebuah pekerjaan tertentu. Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
dalam standar kinerja pekerjaan diantaranya adalah :
Standar kinerja pekerjaan ini mempunyai dua fungsi. Pertama, menjadi tujuan atau sasaran
upaya karyawan. Jikalau standar telah terpenuhi, karyawan akan merasakan adanya
pencapaian dan penyelesaian. Kedua, standar kinerja pekerjaan ini merupakan kriteria
pengukuran keberhasilan sebuah pekerjaan. Tanpa adanya standar, tidak ada sistem
pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja karyawan. Beberapa diantaranya dapat
menjadi disfungsional. Contoh, standar tidak tertulis diperusahaan Jepang adalah bahwa
seorang karyawan harus bekerja luar biasa lamanya setiap hari guna membuktikan
loyalitasnya kepada perusahaan. Karoshi, atau kematian yang diakibatkan kelebihan kerja,
menjadi konsekuensi yang harus ditanggung karyawan.
Penerapan standar kinerja untuk posisi manajerial dan profesional lebih baru permunculannya
dengan aplikasi manajemen berdasarkan sasaran Management by objectives ( MBO).
Sekalipun standar kinerja cenderung membentuk standar kinerja yang dapat diterima oleh
rata-rata pemangku jabatan tertentu, manajemen berdasarkan sasaran cenderung lebih
berorientasi ke masa depan, dalam pengertian bahwa metode ini melibatkan penetapan
sasaran atau tujuan yang menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi. Sedangkan jantung
dari MBO ini adalah sasaran-sasaran yang secara obyektif terukur dan disepakati bersama
oleh karyawan dan manajer. Instrumen ini mengkombinasikan pengembangan dengan
evaluasi. Karyawan dan manajer bersama-sama memformulasikan sasaran-sasaran yang
berfungsi sebagai kriteria penilaian, fokus pada aktivitas karyawan, dan basis bagi penilaian
kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Bentuk dari MBO haruslah mencakup
tempat untuk mendaftar tujuan-tujuan, menulis kerangka waktu untuk pencapaiannya, dan
menggambarkan hasil-hasil yang terukur yang mengindikasikan pencapaian sasaran.
Adapun prosedur dari metode penilaian MBO ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
1. Setiap bawahan diminta untuk menentukan bagi dirinya sendiri sasaran atau target prestasi
kerja jangka pendek beserta cara-cara bagaimana ia dapat memperbaiki pola kerjanya sendiri
serta pola kerja dari unitnya.
2. Atasan dan bawahan bersama-sama membicarakan apa yang diperlukan untuk mencapai
sasaran tersebut dan untuk menyesuaikan terhadap organisasi sebagai keseluruhan.
3. Pada akhir masa penilaian yang ditetapkan (misalkan 6 bulan ) mereka bertemu lagi untuk
menilai apakah sasaran-sasaran dapat dicapai dengan baik, membahas perihal apa saja yang
dapat diperbaiki dan menetapkan sasaran-sasaran baru untuk masa penilaian berikutnya.
Sebagai upaya untuk saling mengisi, maka atasan menuliskan hasil penilaian yang terperinci
mengenai bawahannya dan bawahannya menuliskan prestasi kerja yang dapat atau tidak
dapat dicapainya.
Persyaratan dan Prosedur pembuatan standar kinerja pekerjaan sangatlah majemuk. Dalam
ancangan yang sangat terpusat, atasan mungkin langsung menulis standar dan langsung
memberitahukannya kepada para karyawan. Dalam ancangan partisipatif, lebih terdapat
banyak interaksi antara penyelia dan kalangan karyawan. Prosedur partisipatif dalam rangka
menyusun standar kinerja adalah sebagai berikut :
1. Penyelia menjalin kerja sama dari para bawahan dalam menyusun standar kinerja dan
prosedur yang perlu diikuti ketika menuliskannya.
2. Setiap bawahan menuliskan standar tentatif untuk setiap aspek pekerjaannya dan
menyampaikan usulan pendahuluan kepada penyelia.
3. Setiap bawahan menemui penyelia guna membahas standar tentatif dan mencapai
kesepakatan atas dokumen akhir.
4. Standar ini digunakan oleh karyawan untuk menelusuri seberapa baik pekerjaannya, dan
oleh karyawan maupun penyelia dipakai untuk menilai kinerja karyawan.
Sekiranya memungkinkan, standar kinerja pekerjaan ini tertulis dalam istilah kuantitatif,
namun praktiknya beberapa aspek pekerjaan memang sulit dikuantifikasikan, dan pernyataan
kualitatif mesti digunakan. Dimana seorang pimpinan harus memperhatikan prestasi kerja
karyawannya. Prestasi kerja karyawan ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
baik tidaknya kinerja karyawan tersebut.
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan fungsional
(functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical base), sensitivitas (sensitivity),
pengembangan sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum (legal
appropriateness).
a. Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk
melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja
harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b. Valid atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.
c. Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
d. Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja, bukan
hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.
e. Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan lingkungan
organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada
lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang
sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
f. Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Agar penilaian fair, ada lima elemen yang harus diperhatikan:
Sementara itu, untuk melakukan penilaian yang objektif, Anda harus mempertimbangkan
enam elemen di bawah ini:
Data aktual
Perilaku karyawan yang positif dan negatif
Keberanian atau ketegasan Anda
Sistem penilaian yang terstruktur
Formulir yang tidak rumit
Kemampuan menilai
Proses Penilaian Kinerja
Berikut adalah langkah-langkah yang harus Anda lakukan untuk menilai kinerja anak buah
atau pegawai Anda.
2. Buat penilaian
Gunakan data-data yang telah dipersiapkan tersebut sebagai landasan menilai dan
memberikan umpan balik. Penilaian dan umpan balik ini umumnya termasuk sebagai draf
penilaian (sementara). Meskipun demikian, Anda tetap harus serius membuatnya.
Dengan mengetahui kriteria dan langkah-langkah di atas, Anda dapat melakukan penilaian
kinerja yang efektif. Dengan demikian, penilaian kinerja tidak lagi menjadi kegiatan yang
menegangkan atau sia-sia. Ujung-ujungnya, produktivitas karyawan, unit kerja, dan
perusahaan meningkat dari tahun ke tahun.
Ukuran Kinerja
Ukuran kinerja ini membahas mengenai sistem ukuran kinerja, yang menggabungkan
informasi keuangan dengan informasi non keuangan. Tujuan dari sistem ukuran kinerja
adalah untuk membantu menerapkan strategi.
Pertama, hal itu dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan
kepentingan jangka panjang perusahaan. Semakin besar tekanan yang diberikan untuk
mencapai tingkat laba saat ini, semakin besar kemungkinan bahwa manajaer unit bisnis akan
mengambil tindakan jangka pendek yang mungkin salah dalam jangka panjang.
Kedua,, manajer unit bisnis mungkin tidak mengambil tindakan yang berguna untuk jangka
panjang, guna memperoleh laba jangka pendek.
Ketiga, menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan mendistorsi
komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajemen senior. Jika manajer unit bisnis
dievaluasi berdasarkan anggaran laba mereka, mereka mungkin mencoba untuk menetapkan
target laba yang mudah dicapai, sehingga mengarah pada data perencanaan yang salah untuk
seluruh perusahaan karena laba yang dianggarkan mungkin saja lebih rendah dari yang
seharusnya dapat dicapai.
Keempat, pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi
data. Ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Pada satu tingkat, manajer bias saja memilih
metode akuntansi yang meminjam dari laba masa depan untuk memenuhi target periode
sekarang.
Kesimpulannya, mengandalkan pada ukuran keuangan saja adalah tidak mencukupi untuk
memastikan bahwa strategi akan dilaksanakan dengan sukses. Solusinya adalah untuk
mengukur dan mengevaluasi manajer unit bisnis menggunakan berbagai ukuran, baik
nonkeuangan maupun keuangan. Ukuran nonkeuangan yang mendukung implementasi
strategi disebut factor kunci keberhasilan atau indicator kunci kinerja.
Perusahaan lebih cenderung untuk menggunakan ukuran nonkeuangan ditingkat yang lebih
rendah dalam organisasi untuk pengendalian tugas dan penilaian keuangan ditingkat yang
lebih tinggi untuk pengendalian manajemen. Campuran dari ukuran keuangan dan
nonkeuangan sebenarnya diperlukan di semua tingkatan dalam organisasi.
Balanced scorecard adalah suatu contoh dari sistem ukuran kinerja. Menurut para pendukung
pendekatan ini, unit bisnis harus diberikan cita-cita dan diukur dari empat perspektif berikut
ini:
1. Keuangan (contohnya: margin laba, tingkat pengembalian atas aktiva, arus kas)
2. Pelanggan (contohnya: pangsa pasar, indeks kepuasan pelanggan)
3. Bisnis internal (contohnya: retensi karyawan, pengurangan waktu siklus)
4. Inovasi dan pembelajaran (contohnya persentase penjualan dari produk baru).
Aspek yang paling penting dari system pengukuran kinerja adalah kemampuannya untuk
mengukur hasil dan pemicu sedemikian rupa sehingga menyebabkan organisasi bertindak
sesuai dengan strateginya. Organisasi tersebut mencapai keselarasan cita-cita dengan cara
mengaitkan tujuan keuangan dan strategi keseluruhan dengan tujuan di tingkat lebih rendah
yang dapat dipantau dan dipengaruhi di tingkatan organisasi yang berbeda. Dengan ukuran-
ukuran ini, semua karyawan dapat memahami bagaimana tindakan mereka mempengaruhi
strategi perusahaan.
Karena ukuran-ukuran ini secara eksplisit terkait dengan strategi suatu organisasi, maka
ukuran-ukuran dalam scorecard harus spesifik untuk strategi tertentu dan oleh karena itu
spesifik untuk organisasi tertentu. Walaupun ada kerangka pengukuran kinerja yang generik,
tidak ada scorecard yang generik.
Ukuran-ukuran scorecard dikaitkan dari atas ke bawah dan dikaitkan dengan target tertentu di
seluruh organisasi. Tujuan dapat menjelaskan suatu strategi lebih lanjut sehingga organisasi
tersebut mengetahui apa yang perlu dilakukan dan berapa banyak yang harus diselesaikan.
Terakhir, scorecard menekankan gagasan mengenai hubungan sebab akibat antara ukuran-
ukuran tersebut. Dengan menampilkan secara eksplisit hubungan sebab akibat tersebut, suatu
organisasi akan memahami bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan (misalnya: kualitas
produk) memicu ukuran-ukuran keuangan (misalnya: pendapatan).
Scorecard bukanlah sekedar daftar ukuran. Melainkan, masing-masing ukuran dalam
scorecard harus dikaitkan satu sama lain secara eksplisit dalam hubungan sebab akibat,
sebagai suatu alat untuk menerjemahkan strategi menjadi tindakan.
Semakin baik hubungan ini dipahami, maka semakin siap pula setiap individu dari organisasi
untuk memberikan kontribusi secara langsungdan jelas terhadap keberhasilan strategi
organisasi.
Menurut Ivancevich (1992), kemampuan menghasilkan data yang akurat dan reliable akan
meningkatk jika mengikuti suatu proses sistematis yang terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu :
Dimensi kinerja atas karyawan yang dinilai disebut dengan criteria evaluasi. Menurut
Ivancevich (1992), suatu criteria yang efektif harus memiliki karakteristik sebagao berikut :
a. Dapat dilakukan secara arbitari, artinya waktu pelaksanaan penilaian kinerja dapat
ditentukan secara sembarang.
b. Setiap karyawan dievaluasi dengan jadwal tunggal.
c. Jadwal evaluasi adalah pada suatu saat penyelesaian dari suatu siklus tugas.
Beberapa pihak yang dijadikan sebagai penilai dalam menilai kinerja karyawan antara lain :
A. PENGEMBANGAN INSTRUMEN
2.2 Standar kinerja pegawai Gambar Proses Penggunaan Instrumen Evaluasi Kinerja
4. Penilai mengisi instrumen evaluasi kinerja Evaluasi sumatif Isi Instrumen Isi instrumen
evaluasi kinerja pada prinsipnya sama dan berisi antara lain butir-butir :
a) Nama Organisasi/perusahaan,
g) Catatan penilai,
i) Tanda tangan penilai dan ternilai. Instrumen juga sering berisi penjelasan cara mengisi
instrumen, definisi mengenai dimensi, dan indikator penilaian. Selain itu teknik penskoran
juga dijelaskan.
5. Skala Penilaian Evaluasi kinerja merupakan proses pengukuran, yaitu mengukur kinerja
karyawan. Pengukuran adalah penetapan angka atau kata-kata pada butir-butir, keadaan,
kejadian atau kinerja untuk menunjukkan adannya perbedaan. Pengukuran terdiri atas empat
skala, yaitu : Skala rasio Skala interval Skala ordinal Skala nominal
6. Deskriptor Level Kinerja DLK adalah skala bobot yang melukiskan tingkatan kinerja
untuk setiap indikator kinerja karyawan. Agar evaluasi kinerja bersifat sensitif artinya dapat
membedakan kinerja karyawan yang sangat baik dan baik dengan kinerja karyawan yang
sedang, buruk, dan sangat buruk. Setiap indikator kinerja dilengkapi dengan Deskriptor Level
Kinerja (DLK) atau Performance Level Descriptor (PLD). DLK dapat terdiri atas halhal
berikut :
1) Angka, angka digunakan untuk membobot bersifat sewenang-wenang, artinya tidak ada
ukuran yang seragam. Skala angka dapat dari 10-100 atau 1-10. Misal, DLK daftar penilaian
pekerjaan pegawai negri menggunakan skala 10-100.
2) Kata sifat. DLK dapat menggunakan kata sifat, seperti sangat buruk, buruk, sedang, baik,
dan sangat baik.
3) Kombinasi angka dan kata sifat. Pemberian skala yang paling banyak digunakan adalah
antara angka dan kata sifat.
7. Contoh Deskriptor Level Kinerja (DLK) Angka Kata Sifat 100-90 Sangat Baik 89-80 Baik
79-70 Sedang 69-50 Buruk 49-40 Sangat Buruk
Sebelum digunakan dalam system evaluasi kerja, instrument evaluasi kinerja harus diuji
coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Instrument evaluasi kerja harus valid dan
reliable. Suatu instrument evaluasi kinerja disebut valid, artinya instrument tersebut dapat
mengukur kinerja karyawan yang harus diukur setelah melaksanakan pekerjaannya. Suatu
instrument dikatakan reliable atau dapat dipercaya jika digunakan untuk mengukur kinerja
pegawai yang sama oleh penilai yang berbeda hasilnya sama atau tidak jauh berbeda.
9. Dimensi dan Indikator Kinerja Untuk Uji Coba Instrumen DIMENSI INDIKATOR
SKALA JAWABAN
1 1. Hasil kerja
2. Perilaku kerja
2.3 Ketelitian
3. Sifat Pribadi
3.1 Kepemimpinan
3.2 Kejujuran
3.3 Kreativitas 2 3 4 5
Setiap organisasi mempunyai model system evaluasi kinerja yang berbeda mengenai
dimensi kinerja, indikator kinerja, standar kinerja, dan instrument yang berbeda satu sama
lain. Model-model umum dan instrumennya yang digunakan di berbagai organisasi:
1. Model Esai adalah metode evaluasi kinerja yang penilainya merumuskan hasil
penilaiannya dalam bentuk esai. Isi esai melukiskan kekuatan dan kelemahan indikator
kinerja karyawan yang dinilai. Model ini menyediakan peluang yang sangat baik untuk
melukiskan kinerja ternilai secara terperinci. Keunggulan evaluasi kinerja model esai
memungkinkan penilai melukiskan kinerja ternilai sangat terperinci karena bentuknya
terbuka walaupun indikator kinerjanya terstruktur. Kelemahan evaluasi kinerja model esai
adalah memerlukan waktu untuk menyusun satu esai tentang kinerja karyawan. Penilai harus
merumuskan hasil observasi kinerja ternilai dalam bentuk esai mengenai setiap indicator
kinerja.
a) Contoh Instrumen Model Esai Nama Pegawai : Supervisor : Social security Number
Pegawai : Departement/Posisi : Tanggal jatuh tempo penilaian : Tanggal Penilaian :
Butir-butir berikut telah Anda lakukan dengan baik : Butir-butir berikut memerlukan
perbaikan untuk posisi Anda di perusahaan : Butir-butir lainnya : Tanggapan pegawai
yang dinilai : Tanda tangan pegawai Tanda tangan Supervisor Tanda tangan manajer
Tanggal : Tanggal : Tanggal :
2. Model Critical Incident Insiden kritikal (critical incident) adalah kejadian kritikal atau
penting yang dilakukan karyawan dalam pelaksanaan tugasnya. Dengan berperilaku sesuai
standar, para karyawan dapat mencapai standar kinerja yang ditetapkan. Para supervisor
mengobservai perilaku dan mengevaluasi kinerja para karyawannya setiap hari. –
Keunggulan Model Critical Incident Dengan pengawasan yang dilakukan setiap hari oleh
penilai, dapat mebuat karyawan bekerja sesuai standar kinerja yang ditetapkan dan terlindar
dari kecelakaan kerja. Kelemahan Model Critical Incident
(1) Jika penilai tidak membuat catatan kerja harian karena malas/lupa, maka penilaian
kinerjanya tidak lengkap.
(2) Jika penilai mempunyai 10 anak buah/ lebih, maka waktunya akan habis hanya untuk
membuat catatan.
(3) Memerlukan waktu, mahal, dan mewajibkan penilai mempunyai keterampilan verbal,
analitis, objektif, akurat.
(4) Karyawan akan merasa terganggu karena merasa diawasi secara terus menerus oleh
atasanya.
b) Contoh Instrumen untuk Model Evaluasi Kinerja Critical Incident Nama pegawai :
Sunoto Batubara Nama penilai : Dr. Arief Tanggal Perilaku Positif Pegawai Unit
kerja : Lab Kimia Energi Periode penilaian : 1 Jan – 30 Des 2005 Tanggal Perilaku
Negatif Pegawai 2-1-2005 Melaporkan keboccoran pipa saluran limbah sehingga
pencemaran dapat diminimalisasi. Mengingatkan teman sekerjanya untuk
membersihkan dan menyimpan peralatan lab. sebelum pulang 8-1-2005 Tidak
menutup kembali botol bahan kimia setelah menuangkan isinya ke gelas percobaan.
11-1-2005 Merencanakan proyek laboratorium dengan teliti sebelum melakukan
percobaan 18-1-2005 Makan permen di dalam ruangan laboratorium 29-1-2005
Berupaya memperbaiki sendiri kompor listrik sehingga anggaran dapat dihemat. 30-1-
2005 Meninggalkan bahan kimia dimeja lab, tidak menempatkannya di rak. 4-2-2005
Menyelesaian proyek sampai pukul 20.30 dan pada hari libur. 6-2-2005 Terlambat
memberikan laporan perkembangan proyek 5-2-2005 Membantu teman sekerjanya
yang menghadapi problem untuk menganalisis reaksi kimia. 8-2-2005 Tidak memakai
peralatan keselamatan kerja ketika bekerja.
3. Ranking Methode yaitu mengurutkan para pegawai dari nilai tertinggi sampai yang paling
rendah. Metode ini dimulai dengan mengobservasi dan menilai kinerja para karyawan,
kemudian me-ranking kinerja mereka. Di Indonesia metode ini dipraktikkan oleh pegawai
negeri dalam Daftar Urutan kepangkatan. Metode ini digunakan untuk mekanisme pembinaan
dan pengembangan karir. Jika ada jabatan yang lowong, kesempatan pengisian jabatan
diberikan kepada pegawai berdasarkan urutanya.
c) Contoh Ranking Methode Nama Pegawai Rangking Jumlah Nilai Arief al-fatih 1 9
Achmad Albar 2 7 Nadya 3 5 Mutiara 4 4 Ali Barkah 5 2
4. Metode Checklist
• Evaluasi kinerja model checklist berisi daftar indikator-indikator hasil kerja, prilaku kerja,
atau sifat pribadi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam metode checklist,
penilai mengobservasi kinerja ternilai, kemudian memilih indikator yang melukiskan kinerja
atau karakteristik ternilai dan memberikan tanda ( atau X ).
d) Contoh Model Checklist dengan Bobot Nama Pegawai Nama Pegawai Jabatan
Jabatan :: :: :: Unit Kerja Unit Kerja Masa Penilaian Masa Penilaian Jabatan Jabatan ::
:: :: Bobot Indikator Kinerja Cek di sini Bobot Indikator Kinerja Cek di sini 7,5
Bekerja lembur jika diminta V 7,5 Bekerja lembur jika diminta V 5,5 Teliti dalam
mengaudit V 5,5 Teliti dalam mengaudit V 5,0 Membantu pegawai lain jika diminta -
-- -- 5,0 Membantu pegawai lain jika diminta 4,5 Merencanakan audit sebelum
dilaksanakan V 4,5 Merencanakan audit sebelum dilaksanakan V 4,0 Mendengarkan
masukan yang diaudit - -- -- 4,0 Mendengarkan masukan yang diaudit - -- -- -- -- -- --
-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- - - -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -
-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- --
-- -- -- -- -- -- 0,5 Kemampuan berbahasa inggris baik - -- -- 0,5 Kemampuan
berbahasa inggris baik 100 100 Total bobot Total bobot - -- -- -
5. Model Graphic Rating Scales Ciri Graphic Scales adalah indicator kinerja karyawan
dikemukakan beserta definisi singkat. Deskripsi kinerja dikemukakan dalam bentuk skala
yang masing-masing mempunyai nilai angka. Dalam metode ini, penilai mengobservasi
indikator kinerja karyawan ternilai dan memberi tanda centang (V) atau silang (X) pada
skala.
– Keunggulan :
• Nilai kinerja setiap karyawan dengan mudah dibandingkan dengan rata-rata nilai seluruh
karyawan.
• Mudah dipahami oleh penilai dan ternilai.
– Kelemahan :
e) Contoh Instumen Graphic Rating Scale Nama Karyawan Judul Pekerjaan Unit kerja :
Indikator Kinerja Pemilai Periode Penilaian Tidak Memuaskan Dibawah Rata-rata
Rata-rata Kuabtitas Kerja Kualitas Kerja Dapat dipercaya Inisiatif Adaptabilitas Kerja
sama Pernyataan karyawan yang dinilai : Saya Setuju Tidak Setuju Karyawan :
Tanggal : Penilai: Tanggal: dengan pernyataan ini :..............................................Baik
Sangat Baik
6. Model Forced Distribution Model evaluasi kinerja Forced Distribution adalah sistem
evaluasi kinerja yang mengklasifikasi karyawan menjadi 5 sampai 10 kelompok kurva
normal dari yang sangat rendah sampai yang sangat tinggi.
7. Model Forced Choice Scale Sistem evaluasi kinerja ini dikembangkan oleh Angkatan
Darat Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Kemudian, sistem ini diadopsi oleh
organisasi lain, misalnya perguruan tinggi. Contoh satu butir dari Forced Choiced untuk
menilai kinerja seorang professor adalah :
Lanjutan Model Forced Choice Scale Berikut kelemahan dari sistem metode ini adalah :
• Memerlukan kemauan penilai untuk mengevaluasi ternilai karena mereka tidak mengetahui
apakah mereka telah menilai baik atau buruknya kinerja ternilai.
• Karena tidak mengetahui nilai kinerjanya, karyawan tidak mendapatkan balikan tentang
kinerjanya dalam melaksanakan tugas.
• Dan faktanya Angkatan Darat Amerika Serikat meninggalkan sistem Forced Choice pada
tahun 1950.
8. Model Behaviorally Anchor Rating Scale (BARS) Sistem evaluasi kinerja model BARS
merupakan sistem evaluasi yang menggunakan pendekatan perilaku kerja yang digabungkan
dengan sifat pribadi. BARS terdiri dari atas suatu seri, 5-10 skala perilaku vertical untuk
setiap indikator kinerja. Anchor-anchor tersebut disusun dari yang nilainya tinggi sampai
nilai yang rendah. Anchor tersebut dapat berupa critical incident yang diperoleh melalui job
analysis. Di Indonesia, model ini digunakan dan dipakai secara meluas di lembaga
pemerintah dan perusahaan milik negara.
9.. Model Behavior Observation Scale (BOS) Model system evaluasi kinerja BOS sama
dengan BARS. Keduanya didasarkan pada prilaku kerja. Perbedaannya, dalam BOS,
penilaian diminta untuk menyatakan berapa kali prilaku tersebut muncul. Penilaian
mengobservasi perilaku ternilai berdasarkan anchor perilaku yang tersedia, kemudian
memberikan cek pada skala deskripsi level kinerja yang tersedia.
10. Model Behavior Expectation scale (BES) Untuk mengukur kinerja yang diharapkan oleh
organisasi, disusunlah instrument evaluasi kinerja behavior expectation scale (BES)
atau skala perilaku yang diharapkan yang setiap anchor-nya dimulai dengan kata
“dapat diharapkan”.
h) Contoh Intrumen BES Indikator Kebiasaan Kerja Skala 5 Indikator Kebiasaan Kerja
Dapat diharapkan datang ke tempat kerja 5 hari seminggu 4 3 Dapat diharapkan
memberi tahu supervisor dalam hal absen / terlambat masuk kerja 2 1 Dapat
diharapkan tidak masuk kerja 2-3 hari per minggu
12. 360 Degree Performance Apprasial Model Dalam system ini model evaluasi kinerja yang
digunakan adalah system evaluasi Esai, MBO, BARS, Checklist, dan sebagainya. Formulir
penilain yang didistribusikan kepada para penilai sering berada di tempat berbeda seperti e-
mail, untuk menditribusikan instrument evaluasi kinerja dan mengolah hasilnya, kemudian
menyampaikan hasilnya kepada ternilai. Selanjutnya, hasil penilaian dianalisis untuk
mendapatkan nilai rata-rata yang kemudian diberikan kepada ternilai sebagai balikan.
System evaluasi kinerja Paired Comparison Model adalah kinerja setiap karyawan
dibandingkan dengan kinerja karyawan lainnya, sepasang demi sepasang. System
perbandingan pasangan juga dapat digunakan unutk menyusun skema pergantian pejabat
dalam birokrasi organisasi. Sebagi contoh, system perbandingan dapat digunakan untuk
menyusun daftar urutan kepangkatan (DUK) pegawai negeri. Jika terjadi lowongan jabatan
dalam unit organisasi, pegawai dengan DUK tertinggi (pangkat dan hasil penilain kinerjanya)
secara otomatis dapat ditunjuk untuk penggantiannya.
A. MENEJEMEN KINERJA
B. PERENCANAAN KINERJA
Perencanaan kinerja merupakan bagian awal manajemen kinerja karyawan sepanjang tahun.
Perencanaan kinerja adalah pertemuan antara ternilai (appraisee) dengan superiornya atau
penilaian (apraisor) yang antara lain membahas: Tugas, pekerjaan dan tanggung jawab
ternilai Kompetensi yang diperlukan ternilai Standar kinerja ternilai Menentukan cara
pegawai akan mencapainya kinerjanya. Proses pengukuran kinerja dan instrument yang di
gunakan, serta waktu pelaksanaan penilaian dan ternilai terus memahami tehnik pengukuran
kinerja ternilai. Merencanakan pengembangan kompensasi ternilai
• Kompetensi
• Perilaku
• Kompensasi
• Penstafan
• Perencanaan suksesi
• Promosi
• Menentukan strategi
• Akuntabilitas
• Tujuan
• Pengembangan
• Mentoring
• Perencanaan Karir
• Pengakuan
adalah proses sepanjang tahun dimana pegawai melaksanakn tugas atau pekerjaanya dan
berupaya mencapai kinerjanya dengan menggunakan kompetensi kerjanya. Tanggung Jawab
Karyawan Komitmen pencapaian tujuan. Mempersiapkan telaah kinerja. Megumpulkan dan
berbagi data kinerja. Berkomunikasi secara terbuka dan teratur dengan manajernya. Meminta
balikan dan pelatihan kerja.
D. PENILAIAN KINERJA
Penilaian kinerja dimulai dengan mengumpulkan data kinerja para pegawai sepanjang masa
evaluasi kinerja. Penilai mengobservasi indikator kinerja karyawan kemudian
membandingkanya dengan standar kinerja karyawan. Penilaian kinerja dilakukan secara
formatif dan sumatif.
Wawancara Evaluasi Kinerja adalah pertemuan langsung antara penilai dan ternilai untuk
membahas hasil evaluasi kinerja ternilai dan menyusun rencana kinerja ternilai untuk tahun
yang akan datang. Tujuan Wawancara Evaluasi Kinerja :
3. Mengubah kinerja, prilaku kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan
pekerjaan ternilai yang tidak memenuhi persyaratan standar kinerjnya
1. Mengembangkan kinerja, penilai dan ternilailah yang mengetahui problem ditempat kerja
dan merekalah yang harus menyelesaikannya.
2. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang sedang terjadi dalam diri karyawan
2. Kepemimpinan
a.Perasaan persamaan
3. Proses Wawancara Kinerja Mulai Persiapan Kayawan menerima? Nilai hasil evaluasi
kinerja Penilai dan ternilai membahas kinerja karyawan dan menyusun rencana kinerja
ternilai yang akan datang Selesai tidak tidak Menyampaikan dan membahas hasil evaluasi
kinerja dengan karyawan Karyawan naik banding Banding diteliti oleh peneliti banding ya
Banding diterima? Karyawan mendapatkan nilai baru
4. Lanjutan Proses Wawancara Kinerja Persiapan. Proses wawancara evakuasi kinerja perlu
dipersiapkan secara cermat. Tempat,waktu,dan agendanya. Persiapan ini diperlukan lkarena
evaluasi kinerja dapt menjadi sumber konflik antara penilai dan ternilai. Menyampaikan hasil
evaluasi kerja. Penilai memberikan penjelasan secara lisan mengenanai nilai tersebut disertai
data hasil observsi penilaian mengenai proses pelaksaan pencapaian kinerja ternilai. Sikap
ternilai. Setelah menerima nilainya,ternilai dapat menrima atau menolak nilai tersebut. Jika
menerimnya,nilai mempuyai kekuatan tetap setelah trnilai menandatangani instrumen
evaluasi kinerja.
F. BANDING
1. Pengertian Banding dalam evaluasi kinerja adalah upaya manajerial dari ternilai yang tidak
puas terhadap nialai evaluasi kinerja yang diberikan pada penilai dan meminta kepada atasan
penilai.
2. Proses penilaian banding Proses pemeriksaan banding ada 2 cara, yaitu proses
pemeriksaan secara langsung dan tidak langsung. • Dalam proses pemeriksaan langsung,
penilai banding memanggil penilai dan ternilai dan melakukan dengar pendapat kedua belah
pihak. • Sedangkan pemeriksaan tidak langsung. Proses ini terjadi , misalnya dalam DP3
pegawai negeri indonesia. ternilai yang tidak puas terhaap nilai yng diberikan oleh atasannya
akan mengajukan banding dengan mengisi kolom banding dalam formolir DP3 .
Lanjutan Banding 3. Banding melalui pegadilan Sistem evaluasi kinerja yang tidak mepunyai
proses banding dapat menyebabkan pegawai yang merasa dirugikan oleh penilaian atasannya,
membawa kasusnya kepengadilan perdata, ia menggugat atasanya atau perusahaan ke
pengadilan karena merasa diperlakukan tidak adil. G.Sentra Asesmen Sentra asesmen adalah
suatu proses (bukan tempat atau unit organisasi) dimana individu karyawan ternilai/asesi
dievaluasi oleh penilai ketika ia mengikuti suatu seri situasi yang meyerupai altar pekerjaan
yang sesungguhnya dengan menggunakan metode tertentu. Sentra asesmen merupakan suatu
prosedur yang dipakai oleh manajemen SDM untuk mengevaluasi personel mengenai sifat-
sifat, kemampuan, dan kompetensi yang relevan dengan keefektifan dan efisiensi organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://meidymona.blogspot.com/2016/01/makalah-evaluasi-kinerja.html
Becker, B.E, M.Am Huselid, dan D. Ulrich, The HR-Scorecard Linking People, Strategy, and
Performance. (Boston:Harvard Business School Press, 2001).
http://mgt-sdm.blogspot.com/2010/11/human-resource-scor ecard-dalam.html
AS’ad, Moh. 2003. Psikologi Industri seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty
http://ururureaoka.blogspot.com/2011/06/pengembangan-dan-evaluasi-kerja.html
http://dayats123.blogspot.com/2015/06/standar-kinerja.htmlss
http://fekool.blogspot.com/2015/10/pengembangan-standar-kinerja.html
https://www.slideshare.net/ariefanzarullah1/instrumen-evaluasi-kinerja