Abstract
Background: In 2019, the new case of HIV in Jepara was 138 cases which caused Jepara
was on high ranked in Central Java. This is caused by the bad behavior of PLWHA, espe-
cially PLWHA who doesn’t obey their ARV Therapy, causing transmission of HIV disease to
others. This study aims to determine the barriers to adherence to ARV Therapy in PLWHA
in Jepara.
Methods: The research used a qualitative method with a case study method. Data collec-
tion by in-depth interviews, observation, and documentation of 8 HIV/AIDS patients loss
to follow-up antiretroviral therapy. Data analysis was done descriptively with the triangula-
tion method.
Results: The results of the analysis showed that lack of knowledge, poor perception of vul-
nerability, side effects of drugs, depression and hopelessness, feeling healthy, fear of being
known to have HIV/AIDS status, stigma and discrimination, lack of support and motiva-
tion, bad roles from family and society, shame, work as a spiritual teacher, Confidence, poor
economic conditions, and forgetting to take medication are factors that hinder adherence
to PLWHA.
Conclusion: The most common barrier to adherence of PLWHA in undergoing antiretro-
viral therapy is lack of knowledge and felt healthy that make PLWHA doesn’t need to take
ARV therapy.
© 2021 Universitas Negeri Semarang
Correspondence Address: pISSN 2798-4265
Universitas Negeri Semarang, Indonesia. eISSN 2776-9968
Email : ikamukarroma07@gmail.com
396
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
397
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
398
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
rendah, maka akan menimbulkan kesadaran putus terapi ARV yang telah dilakukan. Hal
yang rendah dalam mengikuti program terapi ini membuktikan bahwa persepsi keseriusan
ARV dan kedisiplinan pemeriksaan pada bukan penghambat kepatuhan ODHA dalam
informan. menjalani terapi ARV. Sejalan dengan penelitian
Diketahui dari hasil penleitian bahwa yang dilakukan oleh Aji (2010) bahwa tidak
informan memiliki persepsi kerentanan yang ada hubungan yang signifikan antara persepsi
buruk. Informan Al2 dan Ls3 merasa tidak keparahan dengan kepatuhan terapi ARV pada
rentan menularkan penyakit HIV/AIDS karena ODHA.
menggunakna pengaman (kondom) apabila Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak
melakukan hubungan seksual. Informan juga 5 informan (62,5%) menyatakan sudah
merasa tidak rentan terinfeksi penyakit penyerta bisa mengambil manfaat dari terapi ARV.
karena merasa sehat. Sedangkan informan Fb4 Informan Al2, Ls3, dan An5 merasa sehat
dan Rs10 merasa kondisi kesehatan baik serta jika mengkonsumsi obat ARV. Informan Sr9
berpikir bahwa penyakit HIV/AIDS tidak merasa badannya sakit jika tidak minum obat
mudah ditularkan kepada orang lain. Informan ARV. Bahkan informan Rs10 merasa badan
merasa bahwa persepsi kerentanan bukan pegal-pegal hingga tidak bisa bekerja jika
merupakan penghambat dalam menjalani terapi belum mengkonsumsi obat ARV. Sedangkan
ARV yang dilakukan. Akantetapi, persepsi tiga informan (27,5%) belum merasakan
kerentanan yang buruk dengan menganggap manfaat dari terapi ARV, bahkan informan Rn1
bahwa penyakit HIV tidak mudah ditularkan merasa bahwa obat ARV tidak menyembuhkan
dan tidak mudah terinfeksi penyakit penyerta tapi memperparah penyakitnya karena efek
membuat informan meremehkan pentingnya samping yang timbul setelah minum obat ARV.
mengkonsumsi obat ARV. Informan merasa Adanya efek samping yang timbul akibat reaksi
kondisi kesehatan baik sehingga mengacuhkan obat di dalam tubuh menjadikan pasien salah
terapi ARV yang harus dijalani agar dapat dalam mengartikan kegunaan dari obat ARV.
mempertahankan kesehatannya. Hal ini Kondisi tersebut membuat persepsi manfaat
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh informan terhadap kemanfaatan dalam
Shintawati (2014) yang menyatakan bahwa mengkonsumsi obat ARV menjadi rendah
ODHA yang tidak merasakan keparahan hingga menyebabkan ketidakpatuhan dalam
atas kondisi kesehatannya merupakan faktor menjalani terapi ARV. Padahal dengan adanya
penghambat dalam kepatuhan terapi ARV. manfaat yang bisa dirasakan, akan mendorong
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan untuk patuh dalam menajalani terapi
informan, didapatkan hasil bahwa informan ARV yang sedang dijalani (Sisyahid & Indarjo,
Rn1 tidak memiliki persepsi keseriusan 2017). Meskipun sebagian besar informan
terhadap dampak serius pada kesehatan dan yang merasakan manfaat dari mengkonsumsi
kehidupan sosial akibat tidak patuh terapi ARV. obat ARV, informan tetap memilih untuk
Informan tidak takut dengan penyakit HIV- putus terapi ARV. Hal ini menunjukkan bahwa
nya, tapi lebih takut dengan penyakit matanya. adanya faktor lain selain persepsi manfaat yang
Informan Rn1 juga merasa bahwa kehidupan menyebabkan informan tidak patuh dalam
sosial berjalan baik-baik saja. Meskipun menjalani terapi ARV.
melakukan terapi ARV, informan Rn1 tetap Berdasarkan hasil penelitian, bentuk
akan mendapatkan cibiran dari orang lain fisik dan efek samping obat merupakan
karena memiliki penyakit HIV/AIDS. Informan penghambat informan dalam menjalani
merasa bahwa persepsi keseriusan bukan terapi ARV. Informan Rn1 menyatakan
merupakan penghambat dalam menjalani bahwa alasan utama yang melatarbelakangi
terapi ARV yang dilakukan. Hal ini dapat keputusan untuk putus terapi ARV adalah
diketahui karena baik informan yang memiliki karena efek samping yang timbul setelah
persepsi keseriusan yang baik maupun yang mengkonsumsi obat ARV. Menurut informan
buruk tetap memilih untuk putus terapi ARV. Rn1, obat seharusnya membuat sembuh bukan
Informan juga menyatakan bahwa ada alasan memperparah keadaan dengan efek samping
lain yang menyebabkan terjadinya kejadian yang timbul seperti gatal-gatal, mual, dll.
399
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
Keluhan efek samping yang dirasakan oleh ODHA dalam menjalani terapi ARV karena
informan meliputi mual, muntah, pusing, gatal ritual ‘puasa tirakatan’ yang wajib dijalankan
dan ketidaknyamannan lainnya. Kebanyakan penganutnya.
pasien tidak tahan dengan efek samping yang Perasaan depresi dan putus asa
dirasakan akibat mengkonsumsi obat pada merupakan penghambat dalam menjalani
awal menjalani terapi. Hal ini sejalan dengan terapi ARV. Menurut informan, setelah merasa
hasil penelitian yang dilakukan oleh Aji (2010) depresi, putus asa atau frustasi, informan
bahwa pasien akan merasakan efek samping memilih untuk tidak melanjutkan terapi ARV
antara 1 hingga 4 minggu pada awal menjalani yang telah dijalani. Ketidakpatuhan terapi
terapi ARV. Sebelum pasien menjalani terapi ARV pada informan karena merasa depresi,
ARV, petugas layanan wajib memberikan putus asa, atau frustasi dengan keadaan
konseling terkait panduan terapi ARV, efek atau penyakit yang diderita. Sejalan dengan
samping dan informasi lain yang berkaitan beberapa penelitian sebelumnya bahwa depresi
dengan kesuksesan terap ARV yang dijalani oleh merupakan salah satu faktor penghambat
pasien HIV. Akantetapi, kebanyakan informan kepatuhan terapi ARV (Martoni, 2013; Putri &
lebih memilih untuk segera berhenti menjalani Fitri, 2021). Menurut hasil penelitian Putri &
terapi ARV dibanding melakukan konsultasi ke Fitri (2021) menunjukkan bahwa tingkat depresi
layanan kesehatan. Sejalan dengan penelitian- pasien HIV berpengaruh 0,252 kali terhadap
penelitian sebelumnya bahwa efek samping kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi
dan ukuran tablet yang besar merupakan obat ARV. asien HIV yang merasa depresi
kendala dalam kepatuhan terapi ARV pada dan putus asa akan kehilangan rasa percaya
ODHA (Sisyahid & Indarjo, 2017; Buregyeya et diri, cenderung memandang segala hal dari
al., 2017; Irmawati & Masriadi, 2019; Harison sisi negative, merasa sulit Bahagia, memiliki
et al., 2020). pemikiran bahwa dirinya tidak berharga dan
Keyakinan terhadap suatu kepercaya tidak ada harapan untuk mejalani kehidupan
merupakan penghambat kepatuhan ODHA selayaknya orang normal setelah terdiagnosis
dalam menjalani terapi ARV. Informan An5 HIV/AIDS (Parhani, 2016; Lubis, 2016; Putra et
menyatakan bahwa kepercayaan kejawen al., 2019). Padahal salah satu tujuan dari terapi
membuatnya tidak dapat mengkonsumsi ARV adalah memperbaiki dan meningkatkan
apapun bahkan obat ARV karena keharusan kualitas hidup penderita HIV.
dalam menjalankan ritual yang disebut dengan Sebagian besar informan merasakan
“Puasa Tirakatan”. Selain aliran kepercayaan kondisi kesehatan yang baik. Bahkan satu
yang ditetapkan menjadi ‘agama resmi’ di informan yeng merasa kondisi kesehatannya
Indonesia, terdapat banyak aliran kepercayaan baik menjadi acuh terhadap terapi ARV yang
di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya sedang dijalani. Sejalan dengan hasil penelitian
adalah kepercayaan kejawen yang dimiliki yang dilakukan oleh Renju et al., (2017) bahwa
oleh informan dalam penelitian ini. Dalam pasien HIV yang berhenti menjalani terapi
kepercayaan yang diyakini oleh informan, ARV karena pasien merasa sehat dan tidak
terdapat sebuah ritual yang disebut dengan merasakan sakit dalam tubuhnya. Pasien HIV
‘Puasa Tirakatan’. Dengan dijalankannya tidak mengidentifikasi dirinya sebagai orang
puasa tersebut, dapat mengganggu kepatuhan sakit, sehingga menolak atau mengabaikan
ODHA dalam menjalani terapi ARV. Hal itu perawatan yang harus dijalani seumur hidup.
dikarenakan puasa yang dijalani informan Bahkan kebanyakan pasien loss to follow-up
memiliki ketentuan di mana penganutnya tidak terapi ARV di Yayasan Jepara Plus disebabkan
boleh mengkonsumsi apapun kecuali air putih oleh kesehatan yang membaik setelah
meskipun ketentuan tersebut akan berubah mengkonsumsi obat ARV selama beberapa
setiap tahun. Padahal mengkonsumsi obat tahun, kemudian pasien merasa tidak perulu
ARV tidak boleh lewat lebih dari 1 (satu) jam mengkonsumsi obat ARV lagi. Padahal kondisi
dari jadwal mengkonsumsi obat ARV (Yuni, disebabkan oleh manfaat dari mengkonsumsi
2020). Oleh karena itu, keyakinan kejawen obat ARV yang tidak disadari oleh pasien.
informan merupakan penghambat kepatuhan Sebagian kecil informan memiliki
400
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
401
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
menyatakan bahwa teman yang mengetahui menyatakan bahwa petugas kesehatan memiliki
status HIV informan merupakan teman sikap yang kurang baik dalam memberikan
sesama penderita HIV/AIDS. Sebagian besar pelayanan serta memberikan stigma negatif
informan menyatakan bahwa mereka belum hingga membuat informan merasa tidak
siap membuka statusnya kepada teman yang nayaman setiap mengambil obat ARV. Padahal
tidak memiliki nasib sama karena takut dengan seorang petugas kesehatan tidak boleh
respon yang diberikan jika mengetahui status memandang negatif penyakit yang diderita
HIV informan. Menurut informan, peran oleh pasien hingga membuat pasien merasa
teman tidak ada manfaat apabila mengetahui tidak nyaman (Pratiwi et al., 2019). Menurut
status HIV informan. Sejalan dengan hasil hasil penelitian yang dilakukan Duff et al.,
penelitian-penelitian sebelumnya bahwa tidak (2010) menunjukkan bahwa interaksi negative
ada hubungan yang signifikan antara dukungan dengan petugas kesehatan seperti komentar
teman sebaya dengan kepatuhan terapi ARV kasar, sikap jutek, dan perlakuan yang tidak
(Aji, 2010; Irmawati & Masriadi, 2019). dapat diterima seperti berteriak kepada pasien
Pendamping ODHA memiliki peran dapat menjadi penghalang bagi pasien untuk
penting dalam usaha untuk meminimalisir kasus melanjutkan terapi ARV. Oleh karena itu, peran
putus terapi ARV dengan melakukan dukungan buruk petugas kesehatan kepada informan
langsung kepada ODHA yang ditemukan di dapat menjadi penghambat pada kepatuhan
semua layanan HIV dan melakukan kunjungan terapi ARV yang harus dijalaninya.
rumah untuk memantau kondisi ODHA. Semua Sebagian besar informan tidak
informan menyatakan bahwa pendamping mendapatkan dukungan dan motivasi dari
ODHA bukan merupakan penghambat masyarakat dikarenakan ketidaktahuan
kepatuhan terapi ARV. Bahkan satu informan masyarakat akan status HIV informan.
menyatakan bahwa peran pendamping ODHA Informan tidak mengungkapan status HIV-
dapat membuatnya tergugah untuk kembali nya karena takut dengan hasil akhir yang
menjalani terapi ARV. Sejalan dengan hasil buruk, seperti perlakuan diskriminasi dan
penelitian Anok et al., (2018) yang menyatakan stigma negatif dari masyarakat. Menurut Wati
bahwa peran pendamping ODHA memiliki et al., (2017) munculnya perilaku diskriminatif
pengaruh terhadap kepatuhan ODHA dalam pada ODHA disebabkan karena ketidak
menjalani terapi ARV. Berdasarkan wawancara tahuan masyarakat tentang HIV/AIDS,
dengan pendamping ODHA, didapatkan hasil khususnya mengenai mekanisme penularan
bahwa sangat tidak mungkin bagi pendamping HIV/AIDS yang tepat. Akibat dari kurang
ODHA memiliki sikap atau perilaku yang pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS
buruk kepada pasien HIV. Dari penjelasan dapat berdampak pada ketakutan masyarakat
tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan terhadap ODHA yang berujung pada
pendamping ODHA merupakan faktor yang munculnya perilaku diskriminatif. Padahal
dapat memperkuat informan utuk patuh dalam stigma dan perilaku diskriminasi merupakan
menjalani terapi ARV. penghalang terbesar dalam upaya pencegahan
Sebagian besar informan menyatakan dan penularan HIV/AIDS. Berdasarkan
jika dukungan dari tenaga kesehatan kurang hasil wawancara dengan informan, peran
berpengaruh terhadap kepatuhan terapi ARV. masyarakat yang buruk memiliki pengaruh
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan pada kepatuhan terapi ARV informan, berupa
oleh Aji (2010) bahwa tidak ada hubungan yang gangguna psikologis seperti stress dan depresi
signifikan antara dukungan dokter dengan hingga memutuskan untuk berhenti terapi
kepatuhan terapi pasien. Dari hasil wawancara, ARV. Oleh karena itu, adanya keterlibatan
diketahui bahwa hubungan pasien-dokter yang masyarakat dalam kegiatan penyuluhan HIV/
terjalin selama ini hanya sebatas memberikan AIDS diasumsikan dapat mengubah persepsi
dan menerima obat. Hal ini disebabkan ke arah yang positif sehingga dapat mengurangi
oleh keterbatasan waktu petugas kesehatan, stigma dan diskriminasi pada ODHA (Wati et
khususnya dokter dibandingkan dengan al., 2017).
jumlah pasien HIV. Sedangkan satu informan Ketersediaan Pelayanan Kesehatan
402
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
berupa penangan dari tenaga kesehatan ahli untuk kebutuhan sehari-hari saja. Sejalan
dan fasilitas pendukung pelayanan kesehatan dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya
pada pasien HIV. Menurut hasil wawancara bahwa masalah ekonomi, khususnya biaya
dengan pendamping ODHA, didapatkan hasil selama mejalani pengobatan merupakan
bahwa jumlah petugas kesehatan spesialis hambatan terhadap kepatuhan terapi ARV pada
untuk penyakit HIV masih minim sehingga pasien HIV/AIDS (Duff et al., 2010; Harison
menjadi kendala bagi pasien yang ingin et al., 2020). Meskipun obat ARV terdistribusi
melakukan konsultasi secara langsung apabila secara gratis, pasien tetap membutuhkan biaya
ada masalah selama menjalani terapi ARV. baik untuk biaya transportasi atau pendaftaran
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan bagi yang tidak menggunakan jaminan
Harison et al., (2020) bahwa kesulitan dalam kesehatan nasional. Sejalan dengan hasil
melakukan konsultasi dengan dokter ketika penelitian Duff et al., (2010) bahwa biaya makan
mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan sambil menunggu untuk bertemu dengan
menjadi salah satu kendala bagi pasien dalam penyedia layanan kesehatan merupakan salah
menjalani pengobatan ARV. satu kendala terhadap kepatuhan terapi ARV.
Fasilitas layanan HIV di Kabupaten sehingga kurangnya keuangan menjadikan
Jepara dapat dijangkau di Rumah Sakit Umum biaya selama pengobatan merupakan hambatan
Daerah dan puskesmas PDP. Dibandingkan terhadap kepatuhan terapi ARV pada ODHA.
dengan puskesmas PDP, tentunya fasilitas Sebagian besar informan menyatakan
di RSUD lebih memadai. Fasilitas layanan bahwa jarak ke pelayanan kesehatan jauh.
HIV di rumah sakit dapat melayanai pasien Bahkan satu informan menyatakan bahwa
dengan infeksi oportunistik. Sedangkan pada jarak jauh ke pelayanan kesehatan membuat
puskesmas PDP, hanya menyediakan fasilitas informan mudah merasa lelah. Akantetapi
pengambilan obat dan kegiatan dukungan informan tidak menyatakan jika jarak jauh dari
sebaya. Sebagian besar informan yang pernah tempat tinggal ke fasilitas pelayanan kesehatan
mengunjungi fasilitas penyedia layanan menjadi penghambat dalam menjalani terapi
menyatakan jika fasilitas di tempat pengambilan ARV. Justru satu infroman menyatakan bahwa
obat baik. Informan menyatakan bahwa semakin jauh jarak ke fasilitas pelayanan
tempat pengambilan obat bukan penghambat kesehatan membuat informan nyaman karena
kepatuhan dalam menjalani terapi ARV. Hal tidak khawatir akan berpapasan dengan
ini sejalan dengan penelitian Sari (2019) bahwa orang yang dikenal ketika pengambilan obat.
tidak ada pengaruh antara ketersediaan tempat Hasil ini sesuai dengan penelitian-penelitian
layanan terhadap kepatuhan terapi ARV. sebelumnya bahwa jarak rumah yang jauh ke
Akses menurut Laksono (2016) layanan kesehatan tidak ada hubungan yang
terbagi menjadi 3 aspek yaitu akses geografi, bermakna secara statistik terhadap kepatuhan
ekonomi dan sosial. Akses Geografi dalam ODHA (Harahap et al., 2016; Sari, 2019).
didiskripsikan dalam bentuk kemudahan Semua informan menyatakan jika
menjangkau pelayanan kesehatan yang fasilitas transportasi ke pelayanan kesehatan
diukur dengan jarak ke pelayanan kesehatan bukan penghambat kepatuhan terapi ARV
dan ketersediaan transportasi. Sedangkan jika dihubungkan dengan akses untuk
akses ekonomi ditekankan pada kemampuan mendapatkannya. Sedangkan satu inforam
masyarakat dalam mengalokasikan dana untuk merasa fasilitas transportasi menjadi
menjangkau layanan kesehatan. penghambat kepatuhan jika dihubungkan
Sebagian besar informan menyatakan dengan masalah ekonomi. Menurut informan,
bahwa biaya selama menjalani terapi ARV tidak uang untuk biaya perjalanan menggunakan
menjadi penghambat dalam kepatuhan terapi transportasi umum dapat digunakan untuk
ARV. Akantetapi, satu informan menyatakan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Berbeda
bahwa biaya selama menjalani pengobatan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
dapat menghambat kepatuhan terapi ARV. Masa et al., (2017) bahwa di antara variabel
Informan menyatakan bahwa uang yang ekonomi rumah tangga, kepemilikan aset
diperoleh dari kerja serabutan hanya cukup terkait transportasi berhubungan secara
403
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
signifikan dengan kepatuhan terapi ARV. Pasien merasa malu, takut ke Rumah Sakit, pekerjaan
HIV yang memiliki kendaraan pribadi lebih sebagai guru spiritual, kondisi ekonomi yang
banyak cenderung tidak patuh dibandingkan kurang baik, serta lupa minum obat.
dengan pasien yang tidak memiliki kendaraan
pribadi. Kepemilikan aset terkait transportasi
Daftar Pustaka
menunjukkan dua hal yaitu aset digunakan Aji, H. S. (2010). Kepatuhan Pasien HIV Dan AIDS
untuk mencari nafkah dan kepemilikan aset Terhadap Terapi Antiretroviral Di RSUP
dikarenakan staus sosial tinggi. Pada poin Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Promosi
pertama dimaksudkan aset transportasi Kesehatan Indonesia, 5(1), 58–67. https://
digunakan untuk mencari nafkah, maka pasien doi.org/10.14710/jpki.5.1.58-67
HIV menjadi sibuk menjadi sopir sehingga Anok, M. R., Aniroh, U., & Wahyuni, S. (2018).
lupa minum obat atau lupa membawa obat Hubungan Peran Kelompok Dukungan
ketika sedang dalam perjalanan jauh sehingga Sebaya Dengan Kepatuhan Odha Dalam
tidak mengkonsumsi obat ARV, sedangkan Mengkonsumsi ARV Di Klinik VCT RSUD
Ambarawa. Jurnal Ilmu Keperawatan
pada poin kedua berhubungan dengan orang
Maternitas, 1(2), 8. https://doi.org/10.32584/
dengan status sosial tinggi hingga kesulitan jikm.v1i2.147
dalam mendapatkan obat karena status yang Bachrun, E. (2017). Hubungan Dukungan
dimilikinya (Masa et al., 2017). Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat
Hambatan lain dalam menjalani terapi Antiretroviral Pada Orang Dengan HIV/
ARV berdasarkan hasil wawancara dengan AIDS (ODHA). Jurnal Elektronik, 7(1), 57–
informan juga dapat timbul karena merasa 61.
malu jika penyakitnya diketahui oleh orang Buregyeya, E., Naigino, R., Mukose, A., Makumbi,
lain, tidak dapat mengambil obat ke rumah F., Esiru, G., Arinaitwe, J., Musinguzi, J., &
sakit karena takut terkena penyakit Covid-19, Wanyenze, R. K. (2017). Facilitators and
barriers to uptake and adherence to lifelong
pekerjaan sebagai guru spiritual, tidak tau
antiretroviral therapy among HIV infected
cara pengambilan obat, kondisi ekonomi yang pregnant women in Uganda: A qualitative
kurang baik, serta lupa minum obat ARV. study. BMC Pregnancy and Childbirth,
Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya 17(1), 1–9. https://doi.org/10.1186/s12884-
bahwa faktor ekonomi seperti kemiskinan 017-1276-x
dan pengangguran serta lupa minum obat Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara. (2020). Data
dilaporkan sebagai hambatan untama untuk HIV Kabupaten Jepara. Dinas Kesehatan
kepatuhan (Hansana et al., 2013; Moomba & Kabupaten Jepara.
van Wyk, 2019). Duff, P., Kipp, W., Wild, T. C., Rubaale, T., & Okech-
Ojony, J. (2010). Barriers to accessing highly
active antiretroviral therapy by HIV-positive
Kesimpulan women attending an antenatal clinic in a
Dari hasil penelitian mengenai regional hospital in western Uganda. Journal
penghambat kepatuhan terapi Antiretroviral of the International AIDS Society, 13(1), 1–9.
(ARV) pada Orang Dengan HIV/AIDS https://doi.org/10.1186/1758-2652-13-37
(ODHA) di Kabupaten Jepara, maka dapat Hansana, V., Sanchaisuriya, P., Durham,
disimpulkan bahwa faktor penghambat J., Sychareun, V., Chaleunvong, K.,
kepatuhan terapi ARV pada Orang Dengan Boonyaleepun, S., & Schelp, F. P. (2013).
HIV/AIDS (ODHA) di Kabupaten Jepara Adherence to antiretroviral therapy (ART)
adalah kurangnya pengetahuan, persepsi among people living with HIV (PLHIV):
A cross-sectional survey to measure in Lao
kerentanan yang buruk, efek samping obat,
PDR. BMC Public Health, 13(1), 1–11.
keyakinan terhadap kepercayaan yang dianut, https://doi.org/10.1186/1471-2458-13-617
depresi dan keputusasaan, merasa kondisi Harahap, Z., Arguni, E., & Rahayujati, T. B.
kesehatan yang cenderung baik, merasa takut (2016). Determinan ketidakpatuhan terapi
identitasnya terungkap jika mengunjungi antiretroviral pada orang dengan HIV/AIDS
layanan kesehatan, stigma dan diskriminasi dari dewasa. Berita Kedokteran Masyarakat,
lingkungan, kurang dukungan dan motivasi, 32(6), 195. https://doi.org/10.22146/
peran buruk dari (keluarga dan masyarakat), bkm.9825
404
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
Harison, N., Waluyo, A., & Jumaiyah, W. (2020). Primary Health Care and Family Medicine,
Pemahaman pengobatan antiretroviral 9(1), 1–7. https://doi.org/10.4102/phcfm.
dan kendala kepatuhan terhadap terapi v9i1.1343
antiretroviral pasien HIV/AIDS. JHeS Laksono, A. D. (2016). Health Care Accessibility
(Journal of Health Studies), 4(1), 87–95. (Aksesibilitas Pelayanan Indonesia).
https://doi.org/10.31101/jhes.1008 Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan Indonesia,
Hasna, S., Hasnah, N., & Herani, I. (2012). Konsep 5(20).
diri orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) Lubis, N. L. (2016). Depresi: Tinjauan Psikologi.
yang menerima label negatif dan diskriminasi KENCANA.
dari lingkungan sosial. Jurnal Pemikiran Dan Mahardining, A. B. (2010). Hubungan antara
Penelitian Psikologi, 7(1), 29–40. https://doi. Pengetahuan, Motivasi, dan Dukungan
org/10.32734/psikologia.v7i1.2533 Keluarga dengan Kepatuhan Terapi ARV
Hestia. (2019). Pengaruh Informasi dan Motivasi ODHA. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(2),
terhadap Kepatuhan Minum Obat 131–137. https://doi.org/10.15294/kemas.
Antiretroviral (ARV) pada Pasien HIV/AIDS v5i2.1871
di Poli Mawar RSUD Tidar Kota Magelang. Marpaung, I. R. L. (2016). Faktor-faktor yang
Universitas Setia Budi. berhubungan dengan kepatuhan pasien HIV/
Hidayati, U., Sujianto, U., & Kusuma, H. (2017). AIDS dalam menjalani terapi Antiretroviral
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun
Minum Obat ARV Pasien HIV/AIDS: 2016. Universitas Sumatera Utara.
Lieratur Review. In Seminar Ilmiah Nasional Martoni, W. (2013). Faktor-faktor yang
Keperawatan (pp. 54–58). Departemen mempengaruhi Kpeatuhan Pasien HIV/
Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, AIDS di Poliklinik Khusus Rawat Jalan
Universitas Diponegoro. Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil
Irmawati, & Masriadi. (2019). Lost to Follow Up Padang. Jurnal Farmasi Andalas.
ODHA dengan Terapi Antiretroviral (ARV) Masa, R., Chowa, G., & Nyirenda, V. (2017). Barriers
di Yayasan Peduli Kelompok DUkungan and Facilitators of Antiretroviral Therapy
Sebaya Kota Makassar. Journal of The Global Adherence in Rural Eastern Province,
Health, 2(2), 62–70. Zambia: the Role of Household Economic
Jambak, N. A., & Wahyuni, A. (2018). Faktor-Faktor Status. Physiology & Behavior, 16(2), 91–99.
Yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku https://doi.org/10.2989/16085906.2017.1308
Pasien Hiv/Aids. Jurnal Mutiara Ners, 1(2), 386.Barriers
1–10. https://doi.org/10.32883/hcj.v1i2.5 Moomba, K., & van Wyk, B. (2019). Social and
Katz, I. T., Ryu, A. E., Onuegbu, A. G., Psaros, C., economic barriers to adherence among
Weiser, S. D., Bangsberg, D. R., & Tsai, A. patients at Livingstone General Hospital in
C. (2013). Impact of HIV-related Stigma Zambia. African Journal of Primary Health
on Treatment Adherence: Systematic Care and Family Medicine, 11(1), 1–6.
Review and Meta-Synthesis. Journal of the https://doi.org/10.4102/phcfm.v11i1.1740
International AIDS Society, 16(Suppl 2). Parhani, I. (2016). Dinamika Depresi Pada Penderita
https://doi.org/10.4271/961745 Aids. Jurnal Studia Insania, 4(2), 95. https://
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). doi.org/10.18592/jsi.v4i2.1116
Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Pratiwi, A., Rohaeti, & Sukmara, Y. (2019). Dukungan
Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Tenaga Kesehatan dengan Kpeatuhan Minum
Orang Dewasa (p. 94). Direktorat Jenderal ARV pada Penderita HIV di Lapas Pemuda
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Kelas II A Tangerang. Jurnal Kesehatan, 8(1).
Lingkungan. https://doi.org/10.37048/kesehatan.v8i1.57
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Putra, I., Hakim, M. Z., & Heryana, W. (2019).
InfoDATIN Situasi Penyakit HIV AIDS di Keinginan bunuh diri orang dengan HIV
Indonesia (p. 8). Kementerian Kesehatan RI. dan Aids (ODHA) dampingan yayasan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). PKBI DKI Jakarta. Jurnal Ilmiah Rehabilitasi
InfoDATIN Situasi Umum HIV/AIDS dan Sosial, 01(1), 93–110.
Tes HIV (p. 12). Kementerian Kesehatan RI. Putri, A., & Fitri, L. D. N. (2021). Hubungan Tingkat
Kioko, M. T., & Pertet, A. M. (2017). Factors Depresi dengan Kepatuhan Minum Obat
contributing to antiretroviral drug adherence pada ODHA di Puskesmas Temindung
among adults living with HIV or AIDS in a Samarinda. Borneo Student Research, 2(2),
Kenyan rural community. African Journal of 818–826.
405
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
Rahmadani, W. F., Purwoatmodjo, G., Anitasari, Studi Kualitatif Pada Pasien HIV/AIDS
T., & Kusumaningrum, I. (2017). Faktor- dengan Terapi Antiretroviral Lini Kedua di
faktor yang mempengaruhi kepatuhan Provinsi D.I Yogyakarta. Universitas Gadjah
berobat pasien HIV/AIDS dalam menjalani Mada.
terapi Antiretroviral di Puskesmas Manahan Sisyahid, A. K., & Indarjo, S. (2017). Health
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Belief Model dan Kaitannya dengan
Surakarta. Ketidakpatuhan Terapi Antiretroviral pada
Ratnawati, R. (2017). Faktor-faktor yang Orang Dengan HIV/AIDS. Unnes Journal of
Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat Public Health, 6(41).
Antiretroviral di Kelompok Dukungan UNAIDS. (2014). Ambitious Treatment Targets:
Sebaya Sehati Madiun. Journal of Nursing Writing the Final Chapter of the AIDS
Care & Biomolecular, 2(2), 110–114. Epidemic (p. 40).
Renju, J., Moshabela, M., McLean, E., Ddaaki, UNAIDS. (2016). Fast-Track Commitments To End
W., Skovdal, M., Odongo, F., Bukenya, D., Aids By 2030 (p. 8). https://www.unaids.org/
Wamoyi, J., Bonnington, O., Seeley, J., Zaba, sites/default/files/media_asset/fast-track-
B., & Wringe, A. (2017). “Side effects” are commitments_en.pdf
“central effects” that challenge retention Wati, N. S., Cahyo, K., & Indraswari, R. (2017).
in HIV treatment programmes in six sub- Pengaruh Peran Warga Peduli Aids Terhadap
Saharan African countries: A multicountry Perilaku Pengaruh Peran Warga Peduli Aids
qualitative study. Sexually Transmitted Terhadap Perilaku Diskriminatif Pada Odha
Infections, 93, 1–5. https://doi.org/10.1136/ Pengaruh Peran Warga Peduli Aids Terhadap
sextrans-2016-052971 Perilaku. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Sari, M. M. (2019). Faktor-Faktor Yang (e-Journal), 5(2), 198–205.
Mempengaruhi Kepatuhan Terapi Yuni, H. (2020). Artikel Penelitian Analisis Faktor-
Antiretroviral (Arv) Pada Orang Dengan Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Hiv/Aids (Odha) Di Kabupaten Madiun. ODHA dalam Mengkonsumsi Antiretroviral
1–156. repository.stikes-bhm.ac.id di Poliklinik VCT RSUP Dr M Djamil Padang
Shintawati, I. (2014). Faktor Pendukung dan Tahun 2017. In Jurnal Kesehatan Andalas
Penghambat Kepatuhan Penggunaan Obat: (Vol. 9, Issue 3). Universitas Andalas.
406