(Studi
Kasus pada Odha Loss To Follow Up Therapy)
Article History: Latar Belakang: Jumlah temuan kasus baru di Kabupaten Jepara pada tahun 2019
Submitted 01 Juli 2021 sebanyak 138 kasus yang menyebabakn Kabupaten Jepara menempati peringkat yang
Accepted 02 Agustus 2021 tinggi di Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku buruk ODHA
Published 30 Nopember 2021 khususnya pada ODHA yang tidak patuh menjalani terapi ARV sehingga menyebabkan
terjadinya penularan penyakit HIV kepada orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk
Keywords: mengetahui penghambat kepatuhan terapi ARV pada ODHA di Kabupaten Jepara.
HIV/AIDS, Antiretroviral Metode: Penelitian menggunakan metode kualitatif studi kasus. Pengumpulan data
Therapy, Barrier of Adherence dengan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi terhadap 8 pasien HIV/AIDS
Loss to follow up terapi ARV. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan metode
DOI: triangulasi.
https://doi.org/10.15294/ Hasil: Hasil analisis menujukkan bahwa kurang pengetahuan, persepsi kerentanan yang
ijphn.v1i3.47892 buruk, efek samping obat, depresi dan keputusasaan, merasa sehat, takut diketahui sta-
Article Info
tus HIV/AIDS, stigma dan diskriminasi, kurang dukungan dan motivasi, peran buruk
dari keluarga dan masyarakat, malu, pekerjaan sebagai guru spiritual, keyakinan, kondisi
ekonomi buruk, serta lupa minum obat merupakan faktor yang menjadi penghambat
dalam kepatuhan ODHA.
Kesimpulan: Penghambat paling umum terhadap kepatuhan ODHA dalam menjalani
terapi ARV adalah ODHA kurangnya pengetahuan dan merasa sehat hingga merasa tidak
perlu menjalani terapi ARV.
Abstract
Background: In 2019, the new case of HIV in Jepara was 138 cases which caused
Jepara was on high ranked in Central Java. This is caused by the bad behavior of
PLWHA, especially PLWHA who doesn’t obey their ARV Therapy, causing transmission
of HIV disease to others. This study aims to determine the barriers to adherence to ARV
Therapy in PLWHA in Jepara.
Methods: The research used a qualitative method with a case study method. Data
collection by in-depth interviews, observation, and documentation of 8 HIV/AIDS
patients loss to follow-up antiretroviral therapy. Data analysis was done descriptively
with the triangulation method.
Results: The results of the analysis showed that lack of knowledge, poor perception of
vulnerability, side effects of drugs, depression and hopelessness, feeling healthy, fear of
being known to have HIV/AIDS status, stigma and discrimination, lack of support and
motivation, bad roles from family and society, shame, work as a spiritual teacher,
Confidence, poor economic conditions, and forgetting to take medication are factors that
hinder adherence to PLWHA.
397
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
398
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
ini dikarenakan informan tidak mampu menyatakan bahwa ODHA yang tidak
menjelaskan dengan baik tentang HIV/AIDS merasakan keparahan atas kondisi
dan terapi ARV. Kurangnya pemahaman kesehatannya merupakan faktor penghambat
informan tentang penyakit yang diderita dalam kepatuhan terapi ARV.
menyebabkan ODHA salah dalam mengambil Berdasarkan hasil wawancara dengan
keputusan. Diketahui dari hasil penelitian informan, didapatkan hasil bahwa informan
bahwa informan Rn1 memutuskan untuk Rn1 tidak memiliki persepsi keseriusan
berhenti terapi ARV karena kurang paham terhadap dampak serius pada kesehatan dan
tentang efek samping dari obat ARV. Sesuai kehidupan sosial akibat tidak patuh terapi ARV.
dengan hasil dari penelitian-penelitian Informan tidak takut dengan penyakit HIVnya,
sebelumnya bahwa pemahaman informan tapi lebih takut dengan penyakit matanya.
memiliki hubungan terhadap kepatuhan Informan Rn1 juga merasa bahwa kehidupan
informan dalam menjalani terapi ARV pada sosial berjalan baik-baik saja. Meskipun
ODHA (Aji, 2010; Mahardining, 2010). melakukan terapi ARV, informan Rn1 tetap
Pemahaman yang buruk tentang penyakit akan mendapatkan cibiran dari orang lain
HIV/AIDS dan Terapi ARV dapat karena memiliki penyakit HIV/AIDS.
menyebabkan ketidakpatuhan informan dalam Informan merasa bahwa persepsi keseriusan
menjalani terapi ARV. Sejalan dengan hasil bukan merupakan penghambat dalam
penelitian Anok et al., (2018) yang menyatakan menjalani terapi ARV yang dilakukan. Hal ini
jika pengetahuan merupakan salah satu faktor dapat diketahui karena baik informan yang
yang mendukung kepatuhan pasien dalam memiliki persepsi keseriusan yang baik
melakukan pengobatan. Apabila pengetahuan maupun yang buruk tetap memilih untuk putus
informan tentang pengobatan rendah, maka terapi ARV. Informan juga menyatakan bahwa
akan menimbulkan kesadaran yang rendah ada alasan lain yang menyebabkan terjadinya
dalam mengikuti program terapi ARV dan kejadian putus terapi ARV yang telah
kedisiplinan pemeriksaan pada informan. dilakukan. Hal ini membuktikan bahwa
Diketahui dari hasil penleitian bahwa persepsi keseriusan bukan penghambat
informan memiliki persepsi kerentanan yang kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi ARV.
buruk. Informan Al2 dan Ls3 merasa tidak Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
rentan menularkan penyakit HIV/AIDS karena Aji (2010) bahwa tidak ada hubungan yang
menggunakna pengaman (kondom) apabila signifikan antara persepsi keparahan dengan
melakukan hubungan seksual. Informan juga kepatuhan terapi ARV pada ODHA.
merasa tidak rentan terinfeksi penyakit Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak
penyerta karena merasa sehat. Sedangkan 5 informan (62,5%) menyatakan sudah bisa
informan Fb4 dan Rs10 merasa kondisi mengambil manfaat dari terapi ARV. Informan
kesehatan baik serta berpikir bahwa penyakit Al2, Ls3, dan An5 merasa sehat jika
HIV/AIDS tidak mudah ditularkan kepada mengkonsumsi obat ARV. Informan Sr9
orang lain. Informan merasa bahwa persepsi merasa badannya sakit jika tidak minum obat
kerentanan bukan merupakan penghambat ARV. Bahkan informan Rs10 merasa badan
dalam menjalani terapi ARV yang dilakukan. pegal-pegal hingga tidak bisa bekerja jika
Akantetapi, persepsi kerentanan yang buruk belum mengkonsumsi obat ARV. Sedangkan
dengan menganggap bahwa penyakit HIV tidak tiga informan (27,5%) belum merasakan
mudah ditularkan dan tidak mudah terinfeksi manfaat dari terapi ARV, bahkan informan Rn1
penyakit penyerta membuat informan merasa bahwa obat ARV tidak menyembuhkan
meremehkan pentingnya mengkonsumsi obat tapi memperparah penyakitnya karena efek
ARV. Informan merasa kondisi kesehatan baik samping yang timbul setelah minum obat ARV.
sehingga mengacuhkan terapi ARV yang harus Adanya efek samping yang timbul akibat reaksi
dijalani agar dapat mempertahankan obat di dalam tubuh menjadikan pasien salah
kesehatannya. Hal ini sejalan dengan penelitian dalam mengartikan kegunaan dari obat ARV.
yang dilakukan oleh Shintawati (2014) yang Kondisi tersebut membuat persepsi manfaat
399
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
400
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
Bahagia, memiliki pemikiran bahwa dirinya pasien HIV tidak mengkonsumsi obat ARV
tidak berharga dan tidak ada harapan untuk ketika sedang Bersama dengan pasangannya.
mejalani kehidupan selayaknya orang normal Sebagian kecil informan pernah
setelah terdiagnosis HIV/AIDS (Parhani, 2016; menerima pendangan negatif dan perlakuan
Lubis, 2016; Putra et al., 2019). Padahal salah diskriminasi dari lingkungannya, sehingga
satu tujuan dari terapi ARV adalah stigma negatif dan tindakan diskriminasi
memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup merupakan penghambat ODHA dalam
penderita HIV. menjalani terapi ARV. hal ini sejalan dengan
Sebagian besar informan merasakan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati et al.,
kondisi kesehatan yang baik. Bahkan satu (2017) bahwa tindakan diskriminasi dan
informan yeng merasa kondisi kesehatannya pemberian stigma negatif dapat membuat
baik menjadi acuh terhadap terapi ARV yang seseorang tidak mau melakukan tes HIV,
sedang dijalani. Sejalan dengan hasil penelitian mengeatahu hasil tes, dan tidak mau melakukan
yang dilakukan oleh Renju et al., (2017) bahwa pengobatan serta berusaha untuk
pasien HIV yang berhenti menjalani terapi menyembunyikan status HIV-nya. stigma
ARV karena pasien merasa sehat dan tidak negative terhasap pasien HIV dapat
merasakan sakit dalam tubuhnya. Pasien HIV mengganggu kepatuhan terapi ARV dengan
tidak mengidentifikasi dirinya sebagai orang mengorbankan koping adaptif dan dukungan
sakit, sehingga menolak atau mengabaikan sosial yang telah diterima (Katz et al., 2013).
perawatan yang harus dijalani seumur hidup. Dukungan dan motivasi sangat penting
Bahkan kebanyakan pasien loss to follow-up bagi pasien HIV agar patuh dalam menjalani
terapi ARV di Yayasan Jepara Plus disebabkan terapi ARV. Semua informan merasa
oleh kesehatan yang membaik setelah memperoleh dukungan dan motivasi yang baik
mengkonsumsi obat ARV selama beberapa dari keluarga, teman, pendamping ODHA,
tahun, kemudian pasien merasa tidak perulu maupun masyarakat, sehingga secara umum
mengkonsumsi obat ARV lagi. Padahal kondisi dukungan dan motivasi bukan penghambat
disebabkan oleh manfaat dari mengkonsumsi kepatuhan dalam menjalani terapi ARV. Akan
obat ARV yang tidak disadari oleh pasien. tetapi, berdasarkan analisis dari pernyataan
Sebagian kecil informan informan terkait stigma dan diskriminasi,
memiliki persepsi bahwa masalah psikologis informan, serta kemampuan
pengungkapan identitas diri merupakan pembiayaan kesehatan informan, dapat
penghambat dalam menjalani terapi ARV. disimpulkan bahwa sebagian besar informan
Sejalan dengan hasil penelitian Masa et al., kurang mendapatkan dukungan dan motivasi.
(2017) bahwa pasien ART akan mengalami Kurangnya dukungan dan motivasi yang
kesulitan dalam memperoleh obat ARV karena diterima oleh informan merupakan
tidak ingin mengungkapkan status HIV-positif- penghambat kepatuhan dalam menjalani terapi
nya kepada orang lain khususnya pada ARV. Menurut hasil penelitian yang dilakukan
pasangan karena takut pada stigma negatif oleh Kioko & Pertet (2017) menunjukkan
yang akan diterima. Hasna et al., (2012) juga bahwa pasien yang merasa memiliki banyak
menyatakan bahwa dampak dari dukungan sosial cenderung menjadi pasien
pengungkapan identitas diri, pasien HIV dapat yang lebih patuh dalam mengkonsumsi obat
mengalami pelabelan negatif atau pandangan ARV.
negatif (berupa kutukan, aib dll) dan tindakan Peran keluarga dalam memberikan
diskriminasi (berupa dijauhi keluarga, dukungan dan motivasi serta stigma dan
pemisahan alat makan, dikucilkan oleh diskriminasi terhadap informan dapat
lingkungan, dll). Sedangkan menurut mempengaruhi keputusan untuk putus terapi
penelitian Buregyeya et al., (2017) ARV. Sebagian besar informan menyatakan
menunjukkan bahwa kurangnya pengungkapan jika dukungan dari keluarga memiliki pengaruh
status HIV merupakan alasan paling umum terhadap kepatuhan informan dalam menjalani
untuk melewatkan minum obat ARV karena terapi ARV. Hal ini sejalan dengan hasil dari
401
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
beberapa penelitian sebelumnya bahwa kasus putus terapi ARV dengan melakukan
dukungan keluarga memiliki pengaruh dukungan langsung kepada ODHA yang
terhadap kepatuhan minum obat ARV ditemukan di semua layanan HIV dan
(Ratnawati, 2017; Anok et al., 2018; melakukan kunjungan rumah untuk memantau
Mahardining, 2010; Bachrun, 2017; Irmawati kondisi ODHA. Semua informan menyatakan
& Masriadi, 2019). Menurut Jambak & bahwa pendamping ODHA bukan merupakan
Wahyuni (2018) menunjukkan bahwa informan penghambat kepatuhan terapi ARV. Bahkan
yang tidak memiliki dukungan keluarga satu informan menyatakan bahwa peran
memiliki peluang 6,57 kali tidak mengalami pendamping ODHA dapat membuatnya
perubahan pada penyimpangan perilaku tergugah untuk kembali menjalani terapi ARV.
dibandingkan dengan responden yang Sejalan dengan hasil penelitian Anok et al.,
mempunyai dukungan keluarga yang (2018) yang menyatakan bahwa peran
mendukung untuk terapi ARV. Sedangkan pendamping ODHA memiliki pengaruh
sebagian kecil informan tidak mendapatkan terhadap kepatuhan ODHA dalam menjalani
dukungan dari keluarga untuk rutin terapi ARV. Berdasarkan wawancara dengan
mengkonsumsi obat ARV. Hal tersebut karena pendamping ODHA, didapatkan hasil bahwa
informan tidak mengungkapkan identitasnya sangat tidak mungkin bagi pendamping ODHA
kepada pihak keluarga dan kurangnya memiliki sikap atau perilaku yang buruk
informasi yang dimiliki oleh keluarga sehingga kepada pasien HIV. Dari penjelasan tersebut
memberikan respon negatif. Tindakan dapat disimpulkan bahwa keberadaan
diskriminasi dari keluarga memberikan pendamping ODHA merupakan faktor yang
dampak serius terhadap kepatuhan informan dapat memperkuat informan utuk patuh dalam
dalam menjalani terapi ARV. Informan yang menjalani terapi ARV.
sering terpapar oleh perlakuan diskriminasi Sebagian besar informan menyatakan
dapat membuat kondisi psikologinya jika dukungan dari tenaga kesehatan kurang
memburuk, seperti merasa frustasi dengan berpengaruh terhadap kepatuhan terapi ARV.
status HIV-nya dan memutuskan untuk Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
berhenti terapi ARV. Oleh karena itu, peran oleh Aji (2010) bahwa tidak ada hubungan
buruk keluarga kepada informan dapat menjadi yang signifikan antara dukungan dokter dengan
penghambat pada kepatuhan terapi ARV yang kepatuhan terapi pasien. Dari hasil wawancara,
harus dijalaninya. diketahui bahwa hubungan pasien-dokter yang
Sebagian kecil informan menyatakan terjalin selama ini hanya sebatas memberikan
jika sikap teman setelah mengetahui status HIV dan menerima obat. Hal ini disebabkan oleh
informan tetap baik. Informan juga keterbatasan waktu petugas kesehatan,
menyatakan bahwa teman yang mengetahui khususnya dokter dibandingkan dengan jumlah
status HIV informan merupakan teman sesama pasien HIV. Sedangkan satu informan
penderita HIV/AIDS. Sebagian besar informan menyatakan bahwa petugas kesehatan
menyatakan bahwa mereka belum siap memiliki sikap yang kurang baik dalam
membuka statusnya kepada teman yang tidak memberikan pelayanan serta memberikan
memiliki nasib sama karena takut dengan stigma negatif hingga membuat informan
respon yang diberikan jika mengetahui status merasa tidak nayaman setiap mengambil obat
HIV informan. Menurut informan, peran teman ARV. Padahal seorang petugas kesehatan tidak
tidak ada manfaat apabila mengetahui status boleh memandang negatif penyakit yang
HIV informan. Sejalan dengan hasil penelitian- diderita oleh pasien hingga membuat pasien
penelitian sebelumnya bahwa tidak ada merasa tidak nyaman (Pratiwi et al., 2019).
hubungan yang signifikan antara dukungan Menurut hasil penelitian yang dilakukan Duff
teman sebaya dengan kepatuhan terapi ARV et al., (2010) menunjukkan bahwa interaksi
(Aji, 2010; Irmawati & Masriadi, 2019). negative dengan petugas kesehatan seperti
Pendamping ODHA memiliki peran komentar kasar, sikap jutek, dan perlakuan
penting dalam usaha untuk meminimalisir yang tidak dapat diterima seperti berteriak
402
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
kepada pasien dapat menjadi penghalang bagi mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan
pasien untuk melanjutkan terapi ARV. Oleh menjadi salah satu kendala bagi pasien dalam
karena itu, peran buruk petugas kesehatan menjalani pengobatan ARV.
kepada informan dapat menjadi penghambat Fasilitas layanan HIV di Kabupaten
pada kepatuhan terapi ARV yang harus Jepara dapat dijangkau di Rumah Sakit Umum
dijalaninya. Daerah dan puskesmas PDP. Dibandingkan
Sebagian besar informan tidak dengan puskesmas PDP, tentunya fasilitas di
mendapatkan dukungan dan motivasi dari RSUD lebih memadai. Fasilitas layanan HIV di
masyarakat dikarenakan ketidaktahuan rumah sakit dapat melayanai pasien dengan
masyarakat akan status HIV informan. infeksi oportunistik. Sedangkan pada
Informan tidak mengungkapan status HIVnya puskesmas PDP, hanya menyediakan fasilitas
karena takut dengan hasil akhir yang buruk, pengambilan obat dan kegiatan dukungan
seperti perlakuan diskriminasi dan stigma sebaya. Sebagian besar informan yang pernah
negatif dari masyarakat. Menurut Wati et al., mengunjungi fasilitas penyedia layanan
(2017) munculnya perilaku diskriminatif pada menyatakan jika fasilitas di tempat
ODHA disebabkan karena ketidak tahuan pengambilan obat baik. Informan menyatakan
masyarakat tentang HIV/AIDS, khususnya bahwa tempat pengambilan obat bukan
mengenai mekanisme penularan HIV/AIDS penghambat kepatuhan dalam menjalani terapi
yang tepat. Akibat dari kurang pengetahuan ARV. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari
masyarakat tentang HIV/AIDS dapat (2019) bahwa tidak ada pengaruh antara
berdampak pada ketakutan masyarakat ketersediaan tempat layanan terhadap
terhadap ODHA yang berujung pada kepatuhan terapi ARV.
munculnya perilaku diskriminatif. Padahal Akses menurut Laksono (2016) terbagi
stigma dan perilaku diskriminasi merupakan menjadi 3 aspek yaitu akses geografi, ekonomi
penghalang terbesar dalam upaya pencegahan dan sosial. Akses Geografi dalam
dan penularan HIV/AIDS. Berdasarkan hasil didiskripsikan dalam bentuk kemudahan
wawancara dengan informan, peran menjangkau pelayanan kesehatan yang diukur
masyarakat yang buruk memiliki pengaruh dengan jarak ke pelayanan kesehatan dan
pada kepatuhan terapi ARV informan, berupa ketersediaan transportasi. Sedangkan akses
gangguna psikologis seperti stress dan depresi ekonomi ditekankan pada kemampuan
hingga memutuskan untuk berhenti terapi ARV. masyarakat dalam mengalokasikan dana untuk
Oleh karena itu, adanya keterlibatan menjangkau layanan kesehatan.
masyarakat dalam kegiatan penyuluhan HIV/ Sebagian besar informan menyatakan
AIDS diasumsikan dapat mengubah persepsi bahwa biaya selama menjalani terapi ARV
ke arah yang positif sehingga dapat tidak menjadi penghambat dalam kepatuhan
mengurangi stigma dan diskriminasi pada terapi ARV. Akantetapi, satu informan
ODHA (Wati et al., 2017). menyatakan bahwa biaya selama menjalani
Ketersediaan Pelayanan Kesehatan pengobatan dapat menghambat kepatuhan
berupa penangan dari tenaga kesehatan ahli terapi ARV. Informan menyatakan bahwa uang
dan fasilitas pendukung pelayanan kesehatan yang diperoleh dari kerja serabutan hanya
pada pasien HIV. Menurut hasil wawancara cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja.
dengan pendamping ODHA, didapatkan hasil Sejalan dengan hasil penelitian-penelitian
bahwa jumlah petugas kesehatan spesialis sebelumnya bahwa masalah ekonomi,
untuk penyakit HIV masih minim sehingga khususnya biaya selama mejalani pengobatan
menjadi kendala bagi pasien yang ingin merupakan hambatan terhadap kepatuhan
melakukan konsultasi secara langsung apabila terapi ARV pada pasien HIV/AIDS (Duff et al.,
ada masalah selama menjalani terapi ARV. 2010; Harison et al., 2020). Meskipun obat
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan ARV terdistribusi secara gratis, pasien tetap
Harison et al., (2020) bahwa kesulitan dalam membutuhkan biaya baik untuk biaya
melakukan konsultasi dengan dokter ketika transportasi atau pendaftaran bagi yang tidak
403
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
menggunakan jaminan kesehatan nasional. tinggi. Pada poin pertama dimaksudkan aset
Sejalan dengan hasil penelitian Duff et al., transportasi digunakan untuk mencari nafkah,
(2010) bahwa biaya makan sambil menunggu maka pasien HIV menjadi sibuk menjadi sopir
untuk bertemu dengan penyedia layanan sehingga lupa minum obat atau lupa membawa
kesehatan merupakan salah satu kendala obat ketika sedang dalam perjalanan jauh
terhadap kepatuhan terapi ARV. sehingga sehingga tidak mengkonsumsi obat ARV,
kurangnya keuangan menjadikan biaya selama sedangkan pada poin kedua berhubungan
pengobatan merupakan hambatan terhadap dengan orang dengan status sosial tinggi
kepatuhan terapi ARV pada ODHA. hingga kesulitan dalam mendapatkan obat
Sebagian besar informan menyatakan karena status yang dimilikinya (Masa et al.,
bahwa jarak ke pelayanan kesehatan jauh. 2017).
Bahkan satu informan menyatakan bahwa jarak Hambatan lain dalam menjalani terapi
jauh ke pelayanan kesehatan membuat ARV berdasarkan hasil wawancara dengan
informan mudah merasa lelah. Akantetapi informan juga dapat timbul karena merasa
informan tidak menyatakan jika jarak jauh dari malu jika penyakitnya diketahui oleh orang
tempat tinggal ke fasilitas pelayanan kesehatan lain, tidak dapat mengambil obat ke rumah
menjadi penghambat dalam menjalani terapi sakit karena takut terkena penyakit Covid-19,
ARV. Justru satu infroman menyatakan bahwa pekerjaan sebagai guru spiritual, tidak tau cara
semakin jauh jarak ke fasilitas pelayanan pengambilan obat, kondisi ekonomi yang
kesehatan membuat informan nyaman karena kurang baik, serta lupa minum obat ARV.
tidak khawatir akan berpapasan dengan orang Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya
yang dikenal ketika pengambilan obat. Hasil ini bahwa faktor ekonomi seperti kemiskinan dan
sesuai dengan penelitian-penelitian pengangguran serta lupa minum obat
sebelumnya bahwa jarak rumah yang jauh ke dilaporkan sebagai hambatan untama untuk
layanan kesehatan tidak ada hubungan yang kepatuhan (Hansana et al., 2013; Moomba &
bermakna secara statistik terhadap kepatuhan van Wyk, 2019).
ODHA (Harahap et al., 2016; Sari, 2019).
Semua informan menyatakan jika Kesimpulan
fasilitas transportasi ke pelayanan kesehatan Dari hasil penelitian mengenai
bukan penghambat kepatuhan terapi ARV jika penghambat kepatuhan terapi Antiretroviral
dihubungkan dengan akses untuk (ARV) pada Orang Dengan HIV/AIDS
mendapatkannya. Sedangkan satu inforam (ODHA) di Kabupaten Jepara, maka dapat
merasa fasilitas transportasi menjadi disimpulkan bahwa faktor penghambat
penghambat kepatuhan jika dihubungkan kepatuhan terapi ARV pada Orang Dengan
dengan masalah ekonomi. Menurut informan, HIV/AIDS (ODHA) di Kabupaten Jepara
uang untuk biaya perjalanan menggunakan adalah kurangnya pengetahuan, persepsi
transportasi umum dapat digunakan untuk kerentanan yang buruk, efek samping obat,
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Berbeda keyakinan terhadap kepercayaan yang dianut,
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh depresi dan keputusasaan, merasa kondisi
Masa et al., (2017) bahwa di antara variabel kesehatan yang cenderung baik, merasa takut
ekonomi rumah tangga, kepemilikan aset identitasnya terungkap jika mengunjungi
terkait transportasi berhubungan secara layanan kesehatan, stigma dan diskriminasi
signifikan dengan kepatuhan terapi ARV. dari lingkungan, kurang dukungan dan
Pasien HIV yang memiliki kendaraan pribadi motivasi, peran buruk dari (keluarga dan
lebih banyak cenderung tidak patuh masyarakat), merasa malu, takut ke Rumah
dibandingkan dengan pasien yang tidak Sakit, pekerjaan sebagai guru spiritual, kondisi
memiliki kendaraan pribadi. Kepemilikan aset ekonomi yang kurang baik, serta lupa minum
terkait transportasi menunjukkan dua hal yaitu obat. Daftar Pustaka
aset digunakan untuk mencari nafkah dan Aji, H. S. (2010). Kepatuhan Pasien HIV Dan AIDS
kepemilikan aset dikarenakan staus sosial Terhadap Terapi Antiretroviral Di RSUP Dr.
404
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
Kariadi Semarang. Jurnal Promosi Kesehatan (Journal of Health Studies), 4(1), 87–95.
Indonesia, 5(1), 58–67. https:// https://doi.org/10.31101/jhes.1008
doi.org/10.14710/jpki.5.1.58-67 Hasna, S., Hasnah, N., & Herani, I. (2012). Konsep
Anok, M. R., Aniroh, U., & Wahyuni, S. (2018). diri orang dengan HIV dan AIDS (ODHA)
Hubungan Peran Kelompok Dukungan yang menerima label negatif dan
Sebaya Dengan Kepatuhan Odha Dalam diskriminasi dari lingkungan sosial. Jurnal
Mengkonsumsi ARV Di Klinik VCT RSUD Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, 7(1),
Ambarawa. Jurnal Ilmu Keperawatan 29–40. https://doi.
Maternitas, 1(2), 8. https://doi.org/10.32584/ org/10.32734/psikologia.v7i1.2533
jikm.v1i2.147 Hestia. (2019). Pengaruh Informasi dan Motivasi
Bachrun, E. (2017). Hubungan terhadap Kepatuhan Minum Obat
Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Antiretroviral (ARV) pada Pasien HIV/AIDS
Minum Obat di Poli Mawar RSUD Tidar Kota Magelang.
Antiretroviral Pada Orang Dengan HIV/ Universitas Setia Budi.
AIDS (ODHA). Jurnal Elektronik, 7(1), 57– Hidayati, U., Sujianto, U., & Kusuma, H. (2017).
61. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Buregyeya, E., Naigino, R., Mukose, A., Makumbi, Minum Obat ARV Pasien HIV/AIDS:
F., Esiru, G., Arinaitwe, J., Musinguzi, J., & Lieratur Review. In Seminar Ilmiah Nasional
Wanyenze, R. K. (2017). Facilitators and Keperawatan (pp. 54–58). Departemen Ilmu
barriers to uptake and adherence to lifelong Keperawatan, Fakultas Kedokteran,
antiretroviral therapy among HIV infected Universitas Diponegoro.
pregnant women in Uganda: A qualitative Irmawati, & Masriadi. (2019). Lost to Follow Up
study. BMC Pregnancy and Childbirth, ODHA dengan Terapi Antiretroviral (ARV)
17(1), 1–9. https://doi.org/10.1186/s12884- di Yayasan Peduli Kelompok DUkungan
017-1276-x Sebaya Kota Makassar. Journal of The
Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara. (2020). Data Global Health, 2(2), 62–70.
HIV Kabupaten Jepara. Dinas Kesehatan Jambak, N. A., & Wahyuni, A. (2018). Faktor-Faktor
Kabupaten Jepara. Yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku
Duff, P., Kipp, W., Wild, T. C., Rubaale, T., & Pasien Hiv/Aids. Jurnal Mutiara Ners, 1(2),
OkechOjony, J. (2010). Barriers to accessing 1–10. https://doi.org/10.32883/hcj.v1i2.5
highly active antiretroviral therapy by HIV- Katz, I. T., Ryu, A. E., Onuegbu, A. G., Psaros, C.,
positive women attending an antenatal clinic Weiser, S. D., Bangsberg, D. R., & Tsai, A. C.
in a regional hospital in western Uganda. (2013). Impact of HIV-related Stigma on
Journal of the International AIDS Society, Treatment Adherence: Systematic Review
13(1), 1–9. and Meta-Synthesis. Journal of the
https://doi.org/10.1186/1758-2652-13-37 International AIDS Society, 16(Suppl 2).
Hansana, V., Sanchaisuriya, P., Durham, J., https://doi.org/10.4271/961745
Sychareun, V., Chaleunvong, K., Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011).
Boonyaleepun, S., & Schelp, F. P. (2013). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi
Adherence to antiretroviral therapy (ART) HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang
among people living with HIV (PLHIV): A Dewasa (p. 94). Direktorat Jenderal
cross-sectional survey to measure in Lao Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
PDR. BMC Public Health, 13(1), 1–11. Lingkungan.
https://doi.org/10.1186/1471-2458-13-617 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016).
Harahap, Z., Arguni, E., & Rahayujati, T. B. (2016). InfoDATIN Situasi Penyakit HIV AIDS di
Determinan ketidakpatuhan terapi Indonesia (p. 8). Kementerian Kesehatan RI.
antiretroviral pada orang dengan HIV/AIDS Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018).
dewasa. Berita Kedokteran Masyarakat, InfoDATIN Situasi Umum HIV/AIDS dan
32(6), 195. https://doi.org/10.22146/ Tes HIV (p. 12). Kementerian Kesehatan RI.
bkm.9825 Kioko, M. T., & Pertet, A. M. (2017). Factors
Harison, N., Waluyo, A., & Jumaiyah, W. (2020). contributing to antiretroviral drug adherence
Pemahaman pengobatan antiretroviral dan among adults living with HIV or AIDS in a
kendala kepatuhan terhadap terapi Kenyan rural community. African Journal of
antiretroviral pasien HIV/AIDS. JHeS Primary Health Care and Family Medicine,
405
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
406
Sholihatul Mukarromah, Muhammad Azinar / Penghambat Kepatuhan Terapi / IJPHN (1) (3) (2021)
407