Anda di halaman 1dari 85

PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN SERTIPIKAT ATAS NAMA ANAK

DIBAWAH UMUR TANPA PENETAPAN PENGADILAN (STUDI KASUS PUTUSAN


MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1211 K/PDT/2021)

Abstrak
Perkembangan hukum agraria di Indonesia tentang peralihan hak tanah dilakukan dengan
cara jual beli dalam hal ini terjadi perkembangan. Berdasarkan fakta di lapangan, muncul
permasalahan apabila seorang anak yang masih dibawah umur memiliki hak dari tanah
kemudian hendak melaksanakan suatu perbuatan yang didasarkan oleh hukum mengenai
tanah tersebut khusunya peralihan hak karena proses dari jual beli. Dalam Pasal 1320 KUH
Perdata dengan tegas menyebutkan bahwa suatu perjanjian sah secara hukum apabila
memenuhi syarat kecapakan, sedangkan salah satu penyebab subyek hukum perorangan
dinyatakan belum cakap apabila masih dibawah umur. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji mengenai bagaimana prosedur dan cara untuk melakukan peralihan hak dari tanah
yang dimiliki seorang anak dibawah umur. Metode pendekatan dalam pelaksanaan penelitian
kasus ini yakni yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis. Data yang digunakan sebagai
data sumber utama dalam penelitian ini adalah data sekunder. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa permohonan ahli waris hak milik atas anak belum cakap hukum
dikabulkan yang dikeluarkan pengadilan dan yang bertindak guna melakukan pengaliham hak
dari tanah adalah wali tersebut telah ditetapkan pengadilan. Penetapan perwalian digunakan
sebagai alat bukti yang sah mengenai perwalian ditetapkan dari Pengadilan Negeri bahwa
anak yang masih dibawah umur dilakukan oleh wali kemudian melaksanakan proses jual beli
merupakan benar serta telah terjadi jual beli guna keperluan ahli warisnya.
Kata kunci : Hukum; Jual beli; Perwalian; Tanah

Abstract
The development of agrarian law in Indonesia regarding the transfer of ownership rights to
land through buying and selling has progressed. Based on the facts on the ground, a problem
arises when a child who is still underage has land rights and then wants to take legal action
on the land, especially the transfer of rights due to buying and selling. Article 1320 of the
Civil Code expressly states that an agreement is legally valid if it meets the qualification
requirements, while one of the causes of individual legal subjects is declared incompetent if
they are underage. This study aims to examine the procedures and methods for transferring
rights to land owned by minors. The approach method used in this research is normative
juridical and descriptive-analytical. The data used as the main source of data in this study is
secondary data. The results of this study indicate that the application for heirs of property
rights over minors is granted by the court and the one who acts to make the transfer of rights
from the land is the guardian who has been appointed by the court. The determination of
guardianship is used as legal evidence of the existence of guardianship guaranteed by the
District Court that the minor represented by his guardian to make a sale and purchase is
correct and there has been a sale and purchase for the benefit of his heirs.
Keywords: Law; Sale and Purchase; Trust; Land
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pemegang hak atas tanah seharusnya tidak dapat dimiliki oleh anak dibawah umur, hal
yang memungkinkan menjadi dapat dimiliki oleh anak dibawah umur apabila hal tersebut
didasari dengan adanya kekuasaan orang tua yang bahwasanya membutuhkan penetapan
pengadilan apabila ingin mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain. Hal ini disebabkan
bahwa anak dibawah umur dianggap belum cakap dalam hal melakukan perbuatan hukum
untuk mewakili dirinya sendiri. Atas dasar hal tersebut maka penelitian ini berfokus pada
kasus di Jakarta Timur yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1211
K/PDT/2021, yang mana seorang anak dibawah umur memiliki sebidang tanah dan
orangtuanya menggunakan kekuasaan orang tua untuk melakukan peralihan hak milik dengan
objek tanah sertipikat atas nama anak dibawah umur tersebut berdasarkan Akta Pelepasan
Hak oleh ayah dari anak tersebut tanpa penetapan pengadilan yang mengakibatkan adanya
sengketa terhadap objek tanah hak milik.
Pada dasarnya peralihan hak atas tanah ini ialah beralihnya suatu hak kepemilikan objek
berupa tanah dari pemilik sebelumnya kepada pemilik yang baru. 1 Peralihannya sendiri dapat
melalui 2 (dua) hal yaitu, yang pertama dengan beralih dan kedua dialihkan. Dalam artian
apabila beralih yaitu peralihan hak atas tanah yang terjadi ini karena akibat hukum,
sedangkan dialihkan berarti bahwa peralihannya terjadi karena adanya peristiwa hukum yang
sengaja dilakukan oleh pemegang hak atas tanah tersebut. 2 Terkait dengan dialihkan suatu
objek tanah dapat dengan cara melalui jual beli, waris, hibah dan sebagainya.
Selain peralihan hak atas tanah yang telah disebutkan tersebut di atas, perolehan hak atas
tanah juga dapat dilakukan melalui pelepasan hak. Pelepasan hak atas tanah adalah suatu
perbuatan hukum berupa melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat antara
pemegang hak dan tanahnya melalui musyawarah untuk mencapai kata sepakat dengan cara
memberikan ganti rugi kepada pemegang haknya. Pelepasan hak dilaksanakan dengan akta
autentik yang dibuat dihadapan notaris berupa akta pelepasan hak.
Mengenai jual beli terhadap objek tanah pada umumnya dilakukan berdasarkan
menggunakan prinsip perjanjian yang termuat dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer) yaitu, suatu perjanjian yang pihak satu
mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain membayar harga yang
dijanjikan. Sehingga, karena jual beli merupakan perjanjian, maka jual beli harus memenuhi
syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPer yaitu, yang pertama harus adanya kata
sepakat dari para pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut, kedua para pihak
1
https://journal.unram.ac.id/index.php/privatelaw/article/view/575/285
2
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah,, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 295.
harus memenuhi unsur kecakapan untuk membuat suatu perikatan, ketiga terdapat suatu hal
tertentu dalam perjanjian, dan keempat hal yang diperjanjikan merupakan suatu sebab yang
halal.
Berdasarkan paparan sebelumnya, perjanjian jual beli harus dilakukan dengan
memenuhsi syarat sah perjanjian yaitu dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Diketahui bahwa
kecakapan para pihak menjadi salah satu dari syarat yang penting dari segi subjektif syarat
sah perjanjian. Apabila dilanggar maka akan berakibat batal demi hukum. 3 Hal ini juga dapat
terjadi apabila seseorang yang dibawah umur, dimana anak yang masih di bawah umur di
definisikan sebagai orang yang memiliki usia dibawah 18 tahun kecuali berdasarkan
ketetapan peraturan perundang-undangan ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
Anak usia dibawah umur tergolong tidak cakap melakukan perbuatan hukum dalam hal
ini terutama dalam kepemilikan sertipikat tanah. Berbagai permasalahan menyangkut
pendaftaran sertipikat tanah atas nama anak dibawah umur masih sering terjadi. Hal tersebut
disebabkan masyarakat tidak mengerti dan memahami bagaimana proses persertipikatan
tanah hak milik yang terkait dengan anak dibawah umur. 4
Dalam proses pembuatan akta termasuk akta pelepasan hak dan akta jual beli (AJB)
maupun penyerahan data yuridis dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah sudah
seharusnya tunduk kepada hukum agraria, dimana hukum ini sebagaimana yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang
selanjutnya disebut UUPA, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah dan peraturan lainnya. Terkait dengan itu, Peralihan hak atas tanah tidak bisa
dilakukan sendiri oleh seorang anak karena tidak adanya kecakapan yang dimiliki dan anak
sebagai subjek hukum dianggap masih belum cakap dalam melakukan perbuatan hukum atas
nama dirinya sendiri untuk bertindak dalam pendaftaran maupun peralihan hak atas tanah. 5
Tanah Sendiri berkedudukan dan memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan,
salah satunya adalah sebagai tempat tinggal. Kepemilikan hak atas tanah oleh seorang anak
bisa saja berasal dari berbagai sumber yaitu baik yang berasal dari pemberian wasiat,
pemberian berdasarkan adat warisan, hibah dari orang tua ataupun orang lain kepadanya.
Peralihan hak atas tanah sendiri dilakukan dengan proses jual beli dan diawali dengan
pembuatan akta perikatan jual beli yang dilakukan di hadapan Notaris, istilah perjanjian jual
beli tanah dengan akta perikatan jual beli memiliki makna yang sama yaitu dibuat dihadapan
Notaris dan bersifat sementara atau sebagai perjanjian pendahuluan karena untuk kepentingan

3
Yulia Dewitasari, “Akibat Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian Apabila Terjadi Pembatalan
Perjanjian”, Jurnal Hukum, (2021), hlm.5.
4
Letezia Tobing, Hukum Online, “Menjaminkan Barang Milik Anak di Bawah Umur”, tersedia pada
https://www.hukumonline.com/klinik/a/menjaminkan-barang-milik-anak-di-bawah-umur-lt54d1b06923acd/ ,
diakses pada tanggal 06 Agustus 2023.
5
M. Fuad Fakoto, Weppy Susetyo, “Tinjauan Yuridis Akad Jual Beli Tanah dengan Subjek Hukum Anak
Dibawah Umur”.
pendafataran peralihan hak atas tanah yang dituangkan dalan akta jual beli yang dibuat di
hadapan PPAT.
Seseorang yang cakap, belum tentu berwenang, tetapi yang berwenang sudah pasti
cakap. Dalam aturan batasan umur dari kecakapan terdapat banyak ketentuan. Hukum
indonesia sendiri mengatur batas umur untuk dikatakan cakap dalam melakukan perbuatan
hukum baik dalam lingkungan privat atau publik. Hal ini tidak terkecuali dalam hukum
agraria, khususnya dalam pendaftaran tanah dalam tangka mengatur hubungan-hubungan
hukum dan perbuatan hukum antara orang dengan tanah serta menjamin kepastian hukum
bagi pemilik tanah oleh seseorang atau badan hukum dengan penetapan Pemerintah kepada
seseorang atau Badan Hukum sebagai pemegang hak atas tanah tertentu.
Terdapat putusan hakim yang dikutip dari buku Penjelasan Hukum tentang Batasan
Umur (Kecakapan dan Kewenangan Bertindak berdasar Batasan Umur) terbitan NLRP
sebagai berikut: “Putusan Pengadilan Negeri Palembang No. 96/1973/PN.Plg tanggal 24 Juli
1974 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan di Palembang No.
41/1975/PT.PERDATA tanggal 14 Agustus 1975 (hal. 143), dalam amarnya majelis hakim
memutuskan bahwa ayah berkewajiban untuk memberi nafkah kepada anak hasil perkawinan
yang putus tersebut sampai anaknya berumur 21 tahun. Dalam hal ini, majelis hakim
berpendapat bahwa seseorang yang belum berumur 21 tahun dianggap masih di bawah umur
atau belum dewasa sehingga ayahnya berkewajiban untuk menafkahinya sampai anak
tersebut berumur 21 tahun, suatu kondisi di mana anak tersebut telah dewasa, dan karenanya
telah mampu bertanggung jawab penuh dan menjadi cakap untuk berbuat dalam hukum”.
Berdasarkan paparan dan keputusan hakim tersebut, acuan cakap dalam kasus terntentu
memiliki keberagaman sehingga terbentuknya data yuridis,6 sertipikat, surat kapling, surat-
surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah atau rumah atau tanah yang telah dibeli dari
pemerintah, putusan pengadilan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), akta pelepasan hak,
dan surat-surat perolehan tanah lainnya. Berdasarkan surat pernyataan pemohon mengenai
jumlah bidang, luas, dan situasi tanah-tanah yang dimiliki oleh permohonan. Hal ini termasuk
bidang tanah yang dimohon. Hal ini menjadi ketentuan bagi para pihak yang akan
mengalihkan hak atas tanah sebagai media pertimbangan. Syarat secara fisik akan menjadi
indikator sebuah perjanjian yang sah akan peralihan hak atas tanah tersebut. Tentunya, bagi
pihak yang bersangkutan. Baik dari pengalih maupun pihak yang menerima pengalihan.
Menurut pasal 2 KUHPerdata manusia menjadi pendukung hak dan kewajiban dalam
hukum sejak ia lahir sampai ia meninggal. Tetapi Undang-undang menentukan tidak semua
orang sebagai pendukung hukum (recht) adalah cakap (bekwaan) adalah kriteria umum yang

6
Ade Manan Suherman, Penjelasan Hukum Tentang Batasan Umur, (Jakarta: PT Gramedia, 2010),
hlm.34.
di hubungkan dengan keaadaan diri seseorang, sedangkan berwenang (bevoegd) merupakan
kriteria khusus yang di hubungkan dengan suatu perbuatan atau tindakan tertentu.7
Berdasarkan kriteria kecakapan tersebut, dalam kasus yang terjadi di Jakarta Timur,
dimana Penggugat memiliki sebidang tanah SHM No.47/Desa Gapiramuka. Tanah tersebut
berasal dari konversi tanah milik ada C.No.29, Persil 16b, 13a, KI.I dan KI.II yang Proses
sertifikasi dilakukan oleh Ayah Penggugat pada tahun 1972 selang 3 tahun kemudian, Pada
Tahun 1975, ayah tergugat meninggal dan pada tahun 2013, setelah diperiksa kembali maka
tanah SHM No.47 (hanya ada copy SHM) bahwa tanah milik penggugat dikuasai oleh
Tergugat I (PT Pertamina) dan atas dasar point sebelumnya, penggugat meminta klarifikasi
perihal status tanah kepada turut tergugat (Badan Pertanahan Nasional Jaktim) setelah
peristiwa tersebut, Penggugat membuat laporan kehilangan SHM No.47 sehingga keluarlah
surat keterangan hilang No. Sket/55/IX/2014/Resju dengan dasar surat kehilangan maka
dibuatlah SHM Pengganti (Surat No.00727) untuk mengakomodir SHM No.47 yang hilang
sehingga bahwa penggugat selaku anak yang meiliki sertipikat tanah sebagai pemilik yang
sah atas bidang tanah yang telah dikoversi oleh ayahnya di tahun 1972.
Pembahasan ini menjadi menarik karena memberikan pandangan bahwa sebenarnya
penggugat dalam hal ini tidak cakap melakukan perbuatan hukum terkait pendaftaran tanah
yang pelayanannya dilaksanakan pada Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disebut BPN),
dalam hal kepentingan menghendaki anak di bawah umur harus ditetapkan sebagai pemegang
hak atau pemilik tanah, maka untuk melakukan tindakan hukum harus dilakukan oleh orang
tua atau walinya, namun agar tidak menimbulkan kerugian bagi hak-hak anak di bawah umur
yang diwakili oleh orang tua atau walinya perlu juga ditinjau mengenai pertanggungjawaban
wali tersebut dalam menjalankan kekuasaan atas anak di bawah umur. Selebihnya, juga
Notaris dan PPAT selaku pejabat umum pada persoalan kepentingan, menghendaki anak
dibawah umur harus ditetapkan sebagai pemegang hak atau pemilik tanah. Maka untuk
melakukan tindakan hukum harus dilakukan oleh orang tua atau walinya.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat.
Dasar ketentuan tersebut diambil dari Peraturan Menteri No. 24 tahun 1961 tentang
pendaftaran tanah. Cakap hukum pada peralihan hak atas tanah di Jakarta Timur memenuhi
peraturan yang harus diberlakukan. Prosedur dan mekanisme yang dilakukan oleh BPN dalam
melakukan peralihan atas tanah yakni dengan sosialisasi beragam cara, diantaranya: melalui
loket, pemohon, PPAT, PPAT Camat. Sosialisasi ini dimaksudkan agar masyarakat
memahami ketentuan yang diberlakukan oleh BPN tersebut. Terutama dalam memahami
tentang persyaratan peralihan hak atas tanah.

7
R. soebekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradya Paramita,
2004), untuk selanjutnya di sebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 2.
Serta, agar masyarakat mengerti ketentuan subjek cakap hukum dan ketika tidak cakap
hukum dalam proses peralihan hak atas tanah. Pada penerapan cakap hukum dalam peralihan
hak atas tanah didominasi dengan kepentingan transaksi jual beli tanah dan membagi waris.
Sehingga, kepemilikan atas tanah harus dilakukan sesuai dengan prosedur BPN. Terkait
dengan hal tersebut. dalam hal ini terkait dengan kepemilika dari Penggugat pada sat umur
tersebut Pernyataan dari pihak dari tergugat (pertamina) bahwa telah dilakukan jual beli pada
tahun 1974 antara ayah penggugat dengan tergugat yang dibuat oleh Notaris Raden
Soeratman yaitu Akta Pelepasan Hak No. 56 tanggal 4 September 1974. Namun Notaris
Raden Soeratman telah meninggal dunia sehingga Protokol Notaris disimpan dan dipelihara
oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris Jakarta Pusat. Terhadap kasus itu, Jual beli
yang dilakukan oleh Ayah Pengugat tersebut menyalahi aturan karena Jual Beli atas point
sebelumnya perlu memerlukan izin dari Hakim (pengadilan) yang diatur sesuai Pasal 393
KUHPerdata.
Berdasarkan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, orang
tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang
dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. 8
Kemudian hal ini juga didukung dengan Pasal 309 KUHPer yang menentukan bahwa orang
tua tidak boleh memindahkan harta kekayaan milik anaknya yang belum dewasa denga
memperhatikan aturan dalam Bab VX Buku I KUHper. Dimana hal ini kemudian dikaitkan
dengan adanya perwalian yang diatur dalam Pasal 393 KUHPer terhadap bisanya dilakukan
tetapi dengan adanya kuasa dari pengadilan negeri. Terkait dengan hal tersebut, ayah dari
penggugat yang melakukan peralihan jual beli atas nama anaknya yaitu penggugat sendiri
sudah tidak sesuai dengan Pasal 393 KHPer yang harus menerapkan perwalian dengan
penetapan Pengadilan negeri. Sehingga atas dasar tersebut, Notaris sebagai Pejabat yang
berwenang sudah seharusnya Konsekuensi hukum yang terjadi apabila akta-akta partij yang
muncul telah sesuai dari apa yang diamanatkan oleh Pasal 60 Peraturan Jabatan Notaris
(selanjutnya disebut PJN) atau Reglement op het Notaris Ambt in Nederlands Indie
(Staatsblad 1860:3)9 dan bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut dengan UUJN) sebagai bahan
hukum primer dan bahan komparasi peraturan dalam tesis ini, maka dapatlah dikatakan
bahwa akta-akta tersebut mengalami degradasi dalam kekuatan pembuktiannya dan menjadi
akta dibawah tangan, dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan, ataupun menjadi batal
demi hukum (dianggap tidak pernah ada).

8
Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU Nomor 1 Tahun 1974, LN Tahun 1974 No.1 TLN No.3019,
selanjutnya disebut UUP, Pasal 48.
9
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2017), hlm. 26.
Dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum, notaris terikat oleh ketentuan
perundang-undangan yang mengatur mengenai pelayanan hukum kepada masyarakat,
sehingga notaris dapat memberikan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum,
sehubungan dengan alat bukti tertulis yang bersifat autentik, mengenai keadaan, peristiwa
atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui suatu jabatan tertentu. 10 Kedudukan
notaris sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 staatsblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan
Jabatan Notaris di Indonesia (Reglement op Het Notaris-Ambt in Indonesie), yaitu sebagai
Pejabat Umum dan merupakan perorangan yang memegang jabatan untuk mengurus
kepentingan orang banyak dalam hal ini masyarakat umum. Notaris hadir atas kebutuhan
masyarakat, maka menjadi seorang Notaris berarti mengemban kepercayaan dari masyarakat
agar membuat akta memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Kewenangan notaris
dalam hal ini adalah membuat akta autentik maupun akta-akta yang dikehendaki oleh orang-
orang yang berkepentingan.11 Jabatan Notaris sebagai pengemban jabatan artinya menuntut
pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa serta bertanggung jawab dalam
melayani kepentingan umum. Mengingat kedudukan dan kewenangan notaris yang istimewa
dalam melayani kepentingan umum, maka dalam hal ini seorang notaris perlu memperhatikan
tanggung jawab dan etika. Berbicara mengenai tanggung jawab jabatan notaris, dalam
kewajbannya tidak hanya secara hukum. Akan tetapi, notaris juga bertanggung jawab secara
moral. Dalam hal notaris menemukan hambatan, maka notaris harus melakukan konsultasi
kepada instansi/pihak yang berwenang agar produk yang dibuatnya melindungi para pihak
yang berkepentingan.12
Walaupun menurut Habib Adjie secara substansi Notaris sangat tidak mungkin
membuatkan akta untuk para pihak yang jelas tidak memenuhi syarat objektif suatu
perjanjian13, ataupun secara keseluruhan tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian, namun
dalam praktek tetaplah memungkinkan terjadi penyelundupan hukum (fraus legis) berupa
pembuatan akta yang bertentangan dengan kebenaran materiil dalam hal ini ternyata pada
tahun 1975 tersebut ayah dari penggugat tidak memenuhi ketentuan atau kuasa
memindahtangankan barang milik anaknya untuk menjual tanahnya kepada pihak lain dan
melanggar ketentuan dari kecakapan serta syarat batas umur anak dalam kepemilikan
sertpikat hak atas tanah yang telah di konversi pada tahun 1972 di Badan Pertanahan
Nasional.

10
Yoyon Mulyana Darusman, Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Otentik dan Sebagai
Pejabat Pembuat Akta Tanah, Adil Jurnal Hukum, Vol. 7, No 1, (Juli 2016), hlm. 45.
11
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Efektivitas Majelis Pengawas Notaris, (Jakarta: Badan
Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, 2015), hlm. 29.
12
Otje Salman, Eddy Damian, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, ed.1, cet.2, (Bandung:
Alumni, 2011), hlm.67.
13
Ibid., hlm. 9.
Dengan demikian berdasarkan uraian kasus di atas tersebut menjadi alasan utama dari
pembahasan tesis dengan judul “PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN
SERTIPIKAT ATAS NAMA ANAK DIBAWAH UMUR TANPA PENETAPAN
PENGADILAN (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1211
K/PDT/2021)”.
1.2. Penelitian Terdahulu/Tinjauan Pustaka (kebaruan)
Bahwa studi kepustakaan berkaitan dengan kajian secara teoritis dan referensi
lain terkait dengan nilai, budaya serta norma yang berkembang pada situasi sosial yang
ingin diteliti. Bahwa terdapat tiga kriteria terhadap teori yang akan digunakan sebagai
landasan dalam penelitian, yaitu relevansi, kemuktahiran dan keaslian untuk mendukung
penelitian yang dilakukan, maka dari itu diperlukan telaah pustaka.
Telaah pustaka meliputi kegiatan membaca, mencermati, mengenali, dan
menguraikan bahan bacaan (pustaka). Tujuan studi pustaka adalah usaha mencermati,
mengenali, dan membahas rencana penelitian secara teoritik, konseptual dan menemukan
berbagai variabel penelitian dengan hubungannya serta hasil-hasil penelitian terdahulu. 14
Adapun beberapa penelitian yang memiliki minat yang sama terhadap yang
diteliti pada tesis ini sebagai berikut:
1. Larasati, Tesis, 2022, Tanggung Jawab Wali Terhadap Peralihan Hak Atas Tanah
pada Anak Karena Pewarisan, pada penelitian ini menelitin mengenai peralihan hak
atas tanah yang pada dasarnya tidak cakap secara hukum dan dianggap. Sebagai
golongan dari orang yang belum dewasa atau belum kawin dan bertindak untuk
dirinya sendiri dimana penulisan pada tesis ini berfokus pada pelaksanaan peralihan
hak atas tanah dan tanggung jawab pada anak dibawah umur karena pewarisan. Dalam
hal penelitian ini membahas mengenai peralihan hak atas tanah yang terjadi karena
pewarisan, sedangkan letak pembeda dalam penelitian tesis ini adalah membahas
mengenai peralihan hak atas kepemilikan tanah yang dimiliki oleh anak dibawah
umur namun dijual oleh orangtuanya melalui peralihan dihadapan Notaris tanpa
adanya penetapan pengadilan mengenai kekuasaan orang tua.
2. Zahra Apritania Jati, Jurnal Ilmu Hukum, 2021, Peralihak Hak Atas Tanah yang
dimiliki oleh orang yang bertindak sebagai Wali, pada penelitian ini berfokur
mengenai kasus dimana seseorang memiliki ikatan darah dengan seorang anak masih
di bawah umur yang mana anak tersebut memiliki hak atas tanah. Orang tersebut,
tanpa melakukan permohonan perwalian kepada Pengadilan Negeri, melakukan
peristiwa hukum peralihan hak atas tanah melalui jual beli mengatasnamakan anak
walinya, padahal syarat materiil maupun syarat formil peralihan hak atas tanah oleh
anak di bawah umur harus dipenuhi sesuai syarat jual beli. Dengan tidak terpenuhinya
14
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm.144.
syarat jual beli akan menimbulkan suatu akibat hukum dalam proses peralihan hak
atas tanah. Dalam hal penelitian ini membahas mengenai peralihan hak atas tanah
yang dimiliki oleh anak dan dialihkan oleh walinya, sedangkan letak pembeda dalam
penelitian tesis ini adalah membahas mengenai peralihan hak atas kepemilikan atas
tanah yang dimiliki oleh anak dinawah umur namun dijual oleh orangtuanya melalui
peralihan dihadapan Notaris tanpa adanya penetapan pengadilan mengenai kekuasaan
orang tua yang kemudian diterbitkan kembali sertipikat penggantinya oleh Badan
Pertanahan Nasional dengan status tanah tersebut telah beralih kepemilikannya
kepada pembeli yang beritikad baik.
1.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keabsahan peralihan hak atas tanah dengan akta pelepasan hak terhadap
anak dibawah umur yang dilakukan oleh orang tua tanpa penetapan pengadilan dalam
kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1211 K/PDT/2021?
2. Bagaimana peran notaris dan/atau pejabat pembuat akta tanah dalam hal pelepasan hak
dengan sertipikat anak dibawah umur yang mengakibatkan adanya sengketa terhadap
objek tanah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1211 K/PDT/2021?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan pernyataan mengenai ruang lingkup kegiatan yang
akan dilakukan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan. Tujuan penelitian harus
sinkron dengan pokok masalah. Perumusan diawali dari tujuan yang bersifat umum,
diikuti dengan uraian tujuan yang bersifat khusus.15 Berdasarkan latar belakang
permasalahan yang telah dipaparkan di atas, tujuan dari proposal tesis ini ialah
sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan tesis ini adalah untuk mengkaji dan mengana
lisis keabsahan peralihan hak atas tanah dengan akta pelepasan hak terhadap anak
dibawah umur yang dilakukan oleh orang tua tanpa penetapan pengadilan serta
peran notaris dan/atau pejabat pembuat akta tanah dalam hal pelepasan hak
dengan sertipikat anak dibawah umur yang mengakibatkan adanya sengketa
terhadap objek tanah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1211
K/PDT/2021.

15
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. ed.1, cet.16.
(Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2014), hlm. 15.
b. Tujuan Khusus
1). Menganalisis keabsahan peralihan hak atas tanah dengan akta pelepasan hak
terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh orang tua tanpa penetapan
pengadilan Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 1211/K/PDT/2021.
2). Menganalisis peran notaris dan/atau pejabat pembuat akta tanah dalam hal
pelepasan hak dengan sertipikat anak dibawah umur yang mengakibatkan
adanya sengketa terhadap objek tanah dalam Putusan Mahkamah Agung
Nomor 1211 K/PDT/2021.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah hasil temuan yang akan disumbangkan dari kegi
atan penelitian. Manfaat penelitian dapat berupa manfaat teoritis dan manfaat pr
aktis.16
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baru bagi k
eilmuan terkait dengan ilmu kenotariatan dan khususnya dalam ruang lingkup
kepemilikan hak atas tanah yang berkaitan dengan kedudukan serta
keabsahan peralihan hak atas tanah dengan akta pelepasan hak terhadap anak
dibawah umur yang dilakukan oleh orang tua tanpa penetapan pengadilan ber
dasarkan peraturan hukum di Indonesia serta peralihannya dapat dipakai seba
gai acuan terhadap penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap berikutny
a serta teorinya dapat gunakan bagi mahasiswa magister kenotariatan, calon n
otaris serta notaris dalam hal mencari pandangan teori hukum terkait kepemili
kan tanah oleh anak dibawah umur.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pihak sert
a sumbangan pemikiran terhadap akta pelepasan hak yang tidak bertentangan
dengan kebenaran materiil terutama pada kepemilikan tanah anak dibawah
umur sebagai syarat pemberian hak atas tanah pada badan hukum, serta berha
rap dapat dipergunakan sebagai referensi dalam mengembangkan ilmu huku
m kenotariatan dan kajian hukum bagi jabatan notaris.
1.5. Landasan Teori
1. Perjanjian
Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah
menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang
biasa disebut dengan perikatan. “Perjanjian merupakan suatu perhubungan hukum

16
Amirudin Dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2020), hlm. 24.
mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau
dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain menuntut
pelaksanaan janji itu”17 Maka perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Hubungan antara kedua orang yang melakukan perjanjian mengakibatkan
timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu
prestasi. Perikatan adalah suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.18
Sedangkan pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah “Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Dalam hukum perjanjian menganut asas
kebebasan berkontrak. “Kebebasan berkontrak merupakan kebebasan para pihak yang
terlibat dalam suatu perjanjian untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-klausul
dari perjanjian tersebut, tanpa campur tangan pihak lain.” Dapat disimpulkan yang
dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana satu atau dua orang saling
berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dan masing-masing pihak
memiliki hak dan kewajiban yang saling berkaitan. Dalam hal terlaksananya perjanjian
tersebut harus memenuhi syarat sah perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320
KUHPerdata.
2. Peralihan Hak Atas Tanah
Peralihan atau pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan
memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain. Berbeda dengan dialihkannya suatu
hak, maka dengan dialihkannya suatu hak menunjukkan adanya suatu perbuatan
hukum yang disengaja dilakukan oleh satu pihak dengan maksud memindahkan hak
miliknya kepada orang lain. Dengandemikian pemindahannya hak milik tersebut di
ketahui atau diinginkan oleh pihak yang melakukan perjanjian peralihan hak atas
tanah.
Peralihan atas tanah adalah beralihnya atau berpindahnya kepemilikan suatu
bidang dari satu pihak ke pihak lain. Pengertian Hak Atas Tanah adalah hak-hak atas
tanah yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pada
pasal 16 hak yang dimaksud adalah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna
Usaha, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan,
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalamhak-hak tersebut diatas, yang akan ditetapkan
dalam Undang-undang sertahak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebut
dalam pasal 53 Undang-undang Pokok Agraria.

17
Wirjono Projodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung: P.T. Bale Bandung,1981), hlml. 9.
18
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarata: PT. Intermasa, 1979), hlm. 1.
Peralihan hak atas tanah dilandaskan pada Peraturan Pemeritah Nomor 10 Tahun
1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997. Berdasarkan peraturan tersebut maka disimpulkan terdapat 2
(dua) cara peralihan hak atas tanah, yaitu beralih dan dialihkan. Beralih menunjukkan
berpindahnya hak atas tanah tanpa ada perbuatan hukum yang dilakukan oleh
pemiliknya, misalnya melalui pewarisan. Sedangkan dialihkan menunjuk pada
berpindahnya hak atas tanah melalui perbuatan hukum yang dilakukan pemiliknya,
misalnya melalui jual beli.
3. Pelepasan Hak Atas Tanah
Pelepasan hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang
berhak kepada negara melalui Lembaga Pertanahan. Jadi pelepasan tanah ini hanya
dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan kesepakatan dari pihak pemegang
hak baik mengenai teknik pelaksanaannya maupun mengenai besar dan bentuk
ganti rugi yang akan diberikan terhadap tanah tersebut. Pelepasan hak merupakan
bentuk kegiatan pengadaan tanah yang menerapkan prinsip penghormatan terhadap
hak atas tanah.
Pelepasan hak atas tanah, atau pelepasan hubungan hukumantara seseorang
dengan tanah yang dimilikinya dengan cara pemberian ganti rugi yang besarnya
didasarkan pada musyawarah antara kedua pihak, dapat dilakukan dengan akta
yang menyatakan bahwa hak yang bersangkutan telah dilepaskan oleh pemegang
haknya dinyatakan dengan akta autentik berupa akta pelepasan hak yang dibuat
dihadapan notaris.
Pelepasan hak atas tanah meliputi banyak aspek, seperti contohnya pelepasan hak
atas tanah dalam rangka pembaharuan hak atau perubahan hak, pelepasan hak atas
tanah dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,
pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan swasta, maupun pelepasan hak atas tanah
bagi perusahaan dalam rangka penanaman modal.
4. Kekuasaan Orang Tua
Kekuasaan orantua diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang Perkawinan yang
menyebutkan bahwa kekuasaan Orang Tua dan mereka wajib untuk memelihara serta
mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya sehingga pada pada dasarnya kekuasaan
orangtua bersifat kolektif yaitu pada ayah dan iibu, atas anak kandung apalagi yang
masih di bawah umur.
Kekuasaan orang tua sendiri dalam pelaksanaannya hanya dilaksanakan oleh
seseorang dari kedua orangtua yaitu pembebannannya bisa saja hanya dibebankan
kepasa salah satu pihak misal ayah. Dan hal ini sesuai dengan Pasal 41 ayat 2 UU
Perkawinan yang menyatakan bahwa bapak bertanggung jawab atas semua biaya
pemeliharaan dan pendidikan yang di perlukan anak, apabila bapak tidak memenuhi
kewajibannya, maka pengadilan bisa menentukan ibu ikut memikul biaya dengan
pengertian sebatas membantuh bukan sepenuhnya memikul biaya, melainkan secara
bersama-sama dengan suami. Kekuasaan orang tua akan tetap berlangsung selama si
anak sampai berusia 19 tahun dan sebelum anak tersebut menikah atau si anak belum
dan tidak dapat berdiri sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat 2 Undang-
undang Perkawinan.
1.6. Definisi Operasional
1. Peralihan hak atas tanah
Peralihan hak atas tanah adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan
sebidang tanah atau beberapa bidang tanah dari pemilik semula kepada pemilik yang
baru karena sesuatu ataupun perbuatan hukum tertentu.
2. Pelepasan hak atas tanah
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan
hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan
memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.
3. Kekuasaan Orang Tua
Kekuasaan orang tua adalah suatu kewajiban yang harus di lakukan oleh orang tua
(kandung) kepada anaknya, semasa si anak tersebut belum dewasa.
4. Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.
5. Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pejabat pembuat akta tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang
diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu.
6. Akta Autentik
Akta notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh
atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini.
1.7. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahu
an maupun teknologi.19 Penelitian hukum pada dasarnya merupakan kerangka
konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis yang merupakan syarat penting. Dalam
kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan
digunakan sebagai dasar penelitian hukum. Dalam landasan/kerangka teoritis diuraikan
19
Soekanto dan Mamudji, Penelitian Hukum Normatif…, hlm. 1.
segala sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu sistem. 20 Oleh karena penelitian m
erupakan sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka met
odologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahua
n yang menjadi induknya.21
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
doktrinal dimana penelitian ini memberikan penjelasan sistematis terhadap aturan yang
mengatur mengenai suatu kategori hukum tertentu, menganalisis dan menjelaskan jenis k
esulitan dan mungkin memprediksi pembangunan masa depan. 22 Dalam penelitian ini
akan membahas semua permasalahan dengan cara menganalisis kasus yang diangkat
dengan berfokus pada norma hukum positif dan peraturan perundnag-undangan. Dengan
menggunakan jenis penelitian ini diharapkan dapat memperoleh jawaban dari pokok
permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.23
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini yaitu penelitian
eksplanatoris. Penelitian eksplanatoris ini adalah penelitian yang memperkuat atau
menguji hasil penelitian atau keadaan hukum yang sudah ada, sehingga dapat
menyempurnakan dan memberikan nuansa baru dalam penerapan teori atau norma
hukum dan menganalisis permasalahan dari setiap temuan data. Dengan mempergunakan
sifat penelitian eksplanatoris tersebut, yang dalam hal ini dapat memperkuat keadaan
hukum yang sudah ada, memberikan nuansa baru dalam penerapan teori hukum serta
menganalisis sejauh mana Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kasus karena penelitian ini mengkaji putusan Mahkamah Agung Nomor
1211/K/PDT/2021. Adapun jenis sumber (bahan) hukum yang dimaksudkan tersebut
antara lain:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, yang
berupa peraturan perundang-undangan Indonesia yang berhubungan dengan penelitian
dan penulisan tesis ini,24 diantaranya sebagai berikut:
1. “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Hasil
Amandemen Ke-4);
2. Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);
3. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement);
4. Rbg (Het Rechtsreglement voor de Buitengewesten);
5. Reglement op het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Staatsblad 1860:3);

20
Ibid., hlm. 7.
21
Ibid., hlm. 1.
22
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, (Jakarta: Kencana Media Grup, 2011), hlm. 35
23
Fajar Mukti dan Achmad Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 154.
24
Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, hlm.18
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria;
7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran tanah;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan
Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak
Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan-
Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-
Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan
Perusahaan;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 tahun 1975 tentang Ketentuan-Kete
ntuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah;
18. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah;
19. Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia Tahun 2015;
20. dan peraturan perundang-undangan lainnya.”
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi yang erat
kaitannya dengan bahan hukum primer dan implementasinya, serta dapat membantu
menganalisis, memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer. 25 Bahan hukum
yaitu bahan hukum yang memberikan informasi yang erat kaitannya dengan bahan
hukum primer dan implementasinya, serta dapat membantu menganalisis, memahami,
dan menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder terdiri dari artikel
ilmiah, buku dan penelurusan internet. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam

25
Mamudji et.al., Metode Penelitian, hlm.31.
penulisan ini diantaranya terdiri dari buku, peraturan perundang-undangan, tesis
ataupun jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian..
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan maupun
petunjuk terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.26 Adapun
sumber hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Black’s Law Dictionary, dan kamus hukum lainnya.
Penelitian ini melakukan studi dokumen untuk memperoleh asas-asas, teori, per
aturan perundang-undangan maupun bahan bacaan di:
1. Pusat Dokumentasi & Referensi Hukum Soediman Kartohadiprojo, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia;
2. Perpustakaan Universitas Indonesia;
3. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia;
4. Pusat bacaan lainnya.
Metode analisis yang dipergunakan untuk meneliti data dalam penelitian ini adalah meto
de analisis kualitatif, yaitu mendalami suatu makna dibalik realitas, tindakan, atau data y
ang didapat dan yang diteliti atau dipelajari adalah objek penelitian yang utuh. 27 Secara si
ngkat, penelitian ini menganalisis pokok permasalahan dengan mendalami kasus, data-da
ta sekunder, serta wawancara yang telah diperoleh dipelajari secara lebih mendalam khus
usnya Undang-Undang Jabatan Notaris untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam
terhadap permasalahan dalam penelitian ini.
1.8. Sistematika Penulisan
Suatu penelitian perlu memenuhi syarat sebagai karya tulis ilmiah, maka perlu disusun
dengan sistematika agar pembahasan menjadi terarah dan jelas sehingga yang menjadi tujuan
pembahasan dapat dijabarkan dengan jelas. maka hasil penelitian ini terbagi menjadi 4
(empat) bab yaitu Bab I, Bab II, Bab III, dan Bab IV.
Adapun sistematika penulisan yang penulis susun pertama untuk Bab I yaitu merupakan
Bab Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, penelitian terdahulu, pokok
permasalahan, tujuan serta manfaat penelitian, landasan teori, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika penulisan terkait dengan kasus dalam Putusan Mahkamah Agung
Nomor 1211 K/PDT/2021.
Selanjutnya dalam Bab II dengan judul Peralihan Hak Atas Tanah, Pelepasan Hak Atas
Tanah serta Peran Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Terkait Pembuatan Akta
Berdasarkan Peraturan Hukum di Indonesia yang akan membahas teori mengenai peralihan
dan pelepasan hak atas objek tanah oleh anak dibawah umur menggunakan kekuasaan orang

26
Ibid., hlm. 31.
27
Ibid.,, hlm. 67.
tua yang dikaitkan dengan peran Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam hal
pembuatan Akta terkait berdasarkan aturan hukum di Indonesia.
Kemudian setelah mengkaji berdasarkan aturan hukum di Indonesia yang digunakan
dalam penulisan tesis ini, selanjutnya dilakukan analisis untuk dapat menjawab permasalahan
dalam Bab I yang tertuang dalam Bab III dengan judul Peralihan Hak dan Pelepasan Hak
Atas Objek Tanah Oleh Anak Dibawah Umur serta Peran Notaris dan Pejabat Pembuat Akta
Tanah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1211 K/PDT/2021. Dalam Bab III ini akan
memiliki 2 (dua) yaitu, pertama Peralihan Hak dan Pelepasan Hak Atas Objek Tanah dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1211 K/PDT/2021, dan sub judul yang kedua ialah Peran
Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah terkait Akta dalam Putusan Mahkamah Agung
Nomor 1211 K/PDT/2021.
Setelah itu penulisan tesis ini diakhiri dengan Bab IV yang merupakan Bab Penutup
dimana dalam bab ini dibahas mengenai simpulan yang merupakan jawaban dari pokok
permasalahan dalam Bab I yang telah terjawab melalui analisis di Bab III dalam tesis ini dan
juga memuat mengenai saran-saran yang dapat bermanfaat bagi perkembangan hukum
khususnya terkait jabatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Harta bergerak maupun harta tidak bergerak merupakan jenis-jenis harta waris peninggalan si
pewaris yang sudah meninggal dunia. Tanah beserta bangunan di atas tanah tersebut dan
hutang-hutang yang ditinggalkan oleh pewaris merupakan salah satu bentuk harta yang tidak
dapat bergerak. Peninggalan harta tidak bergerak baru dapat diwariskan apabila di pewaris
sudah meninggal dunia sehingga harta waris akan diturunkan ke ahli waris. Peralihan hak
harta waris yang berupa tanah dan bangunan yang sudah bersertifikat hak milik dilakukan
proses peralihan hak dari atas nama pewaris kepada atas nama ahli warisnya. Selanjutnya
proses yang dilakukan yaitu pemecahan hak atas tanah tersebut kepada masing-masing ahli
waris apabila dalam hal ini memiliki lebih dari satu ahli waris.
Harta bergerak maupun harta tidak bergerak merupakan jenis-jenis harta waris peninggalan si
pewaris yang sudah meninggal dunia. Tanah beserta bangunan yang terdapat di atas tanah
tersebut dan hutang-hutang peninggalan si pewaris yang sudah meninggal dikategorikan
sebagai harta yang tidak bergerak dimana yang nanti pada akhirnya harta yang ditinggalkan
oleh pewaris setelah meninggal dunia akan jatuh ke tangan ahli warisnya. Proses peralihan
hak dari atas nama pewaris kepada si ahli waris yang menerimanya merupakan proses
peralihan hak harta waris yang berupa tanah dan bangunan yang sudah bersertifikat hak milik.
Proses yang dilaksanakan setelah itu yaitu pemecahan hak atas tanah kepada masing-masing
ahli waris yang menerima warisan tersebut apabila dalam hal ini jumlah ahli waris berjumlah
lebih dari satu ahli waris.
Kasus di masyarakat sering terjadi bahwa ahli waris yang ditinggali harta warisan oleh
pewaris masih berusia di bawah umur. Setiap ahli waris mempunyai hak yang sama atas
bagian harta warisan pemecahan hak atas tanah meskipun ia masih berusia di bawah umur.
Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa meskipun ahli waris yang ditinggali harta warisan
oleh pewaris masih berusia di bawah umur akan tetap mendapatkan haknya yaitu sebagai
pemegang hak atas tanah yang berasal dari harta waris. Nama si ahli waris yang masih
berusia di bawah umur akan tetap tertulis sebagai pemegang hak atas tanah meskipun dia
masih berusia di bawah umur.
Dalam Pasal 1330 jo Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
disebutkan bahwa ahli waris yang masih berusia di bawah umur, tidak dapat melakukan
perbuatan hukum oleh dirinya sendiri secara menurut hukum setiap tindakan yang terkait
karena dianggap orang yang belum cakap hukum. Karena anak yang masih di bawah umur
dianggap belum cakap hukum sehingga tidak dapat melakukan perbuatan hukum maka oleh
karena itu diperlukan seseorang wali yang sudah dewasa. Dalam Pasal 345 KUHPerdata
dijelaskan bahwa perwalian anak yang belum dewasa akan dipangku demi hukum oleh orang
tua yang masih hidup apabila salah satu orang tua si anak sudah meninggal dunia kecuali
orang tua yang masih hidup tersebut tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua.
Diperlukan tetapan sebagai seorang wali dari pengadilan negeri setempat untuk anak yang
masih bertindak di bawah naungan orang tua.
Wali merupakan seseorang yang mendapatkan penetapan dari pengadilan negeri yang
ditunjuk oleh pengadilan negeri untuk diberi kewenangan mengurus kelangsungan hidup dari
selama masih berada di perwaliannya. Dalam hukum Islam menjelaskan bahwa hukum Islam
memberikan arti bahwa perwalian merupakan penguasaan sepenuhnya yang diberikan oleh
agama Islam terhadap seseorang untuk melindungi maupun menguasai orang atau barang.
Wali merupakan orang yang diberikan kekuasaan perwalian oleh agama. Dalam Kompilasi
Hukum Islam dijelaskan bahwa perwalian merupakan kewenangan yang diberikan oleh
pengadilan agama kepada orang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum untuk sebagai
wakil melakukan kepentingan atas nama anak yang di bawah perwaliannya tersebut dimana
anak tersebut tidak memiliki kedua orang tua atau orang tua masih hidup tetapi memiliki
perilaku yang tidak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Wali tidak bisa serta
merta untuk dapat memindahalihkan hak atas tanah milik anak tersebut kepada orang lain
meskipun wali diberikan hak dan wewenang untuk mengelola harta dari anak yang di bawah
perwaliannya tanpa adanya penetapan perwalian dari pengadilan negeri setempat untuk
melakukan tindakan peralihan hak atas tanah. Hak atas tanah merupakan suatu hak yang
memberikan suatu wewenang terhadap seseorang untuk mempunyai suatu hak yang dapat
digunakan atau dapat diambil manfaat dari tanah tersebut.28
Cara peralihan hak atas tanah yang sering terjadi di masyarakat yaitu salah satunya jual beli.
Terjadinya jual beli dianggap sah apabila dilaksanakan oleh para pihak yang memenuhi syarat
formil maupun syarat materiil. Dalam syarat materiil jual beli yaitu bahwa penjual memiliki
hak dan memiliki wewenang untuk menjual tanah yang dimilikinya dan pembeli juga
memiliki hak untuk membeli tanah yang dijual oleh penjual. Selain itu tanah yang
diperjualbelikan tidak diperbolehkan jika status tanah tersebut merupakan tanah sengketa.
Jika semua syarat baik syarat materiil maupun syarat formil tersebut sudah terpenuhi maka
bisa dilaksanakan proses jual beli di hadapan pejabat yang diberi wewenang oleh negara
untuk membuat akta otentik mengenai jual beli hak atas tanah. Akta otentik merupakan yang
dimana di dalam bentuknya sudah ditentukan oleh undang-undang dan dibuat di hadapan
pegawai umum yang memiliki kekuasaan untuk hal tersebut. 29 Pegawai umum tersebut ialah
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Seorang anak apabila ia mempunyai hak atas tanah tidak dengan secara otomatis ia memiliki
wewenang untuk mengalihkan hak atas tanah tersebut. Karena dianggap tidak cakap untuk
melakukan suatu perbuatan hukum, maka anak di bawah umur membutuhkan wali agar bisa

28
Dian Ekawati, dkk, ‘Prosedur Peralihan Kepemilikan Hak Atas Tanah Di Indonesia’ (2021) 2 (1)
JAMAIKA: Jurnal Abdi Masyarakat Program Studi Teknik Informatika Universitas Pamulang 90.
29
Christiana Sri Murni, ‘Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Proses Peralihan Jual Beli Hak atas
Tanah’ (2021) 1 (1) Jurnal Kajian Pembaharuan Hukum 25, 28.
mengalihkan hak atas tanah dengan cara menjual atau membeli tanah tersebut. Yang akan
menjadi wali dari anak di bawah umur tersebut wajib mendapatkan penetapan dari pengadilan
negeri agar diberi izin untuk melakukan perbuatan hukum yaitu jual beli sebagai wali atas
anak tersebut.

Namun dalam kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih adanya praktek peralihan
hak atas tanah yang dilakukan oleh wali tanpa didahului penetapan dari pengadilan negeri
setempat terlebih dahulu sebelum melakukan perbuatan jual beli. Dikarenakan tidak adanya
penetapan dari pengadilan negeri setempat terlebih dahulu maka akan menimbulkan akibat-
akibat hukum dalam kegiatan jual beli.
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan teori dari berbagai dasar hukum seperti
KUHPerdata dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan tata Cara
Penunjukan Wali, adapun teori yang digunakan yaitu teori kepastian hukum dan tanggung
jawab hukum. Penulis menggunakan dasar hukum dan teori tersebut sebagai pedoman untuk
menjawab isu hukum “Akibat Hukum Perwalian Anak Di bawah Umur Yang Melakukan
Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Penetapan Pengadilan”.

Teori-Teori Hukum

Dalam pembentukan suatu aturan hukum, dibutuhkan suatu asas yang utama guna terciptanya
suatu kejelasan terhadap peraturan hukum, asas tersebut adalah asas kepastian hukum. Tanpa
adanya nilai kepastian, hukum akan kehilangan makna dikarenakan tidak ada lagi pedoman
yang digunakan sebagai pedoman dalam setiap orang untuk berperilaku. Salah satu tujuan
dari hukum sendiri yaitu kepastian. Kepastian hukum merupakan bagaimana pelaksanaan
hukum diberlakukan sesuai dengan bunyinya, sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa
hukum dilaksanakan.

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan,
bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat
dilaksanakan.3 Penciptaan kepastian hukum dalam peraturan perundang-undangan,
memerlukan persyaratan yang berkenaan dengan struktur internal dari norma hukum itu
sendiri.4 Persyaratan internal tersebut adalah sebagai berikut: 1) Kejelasan konsep yang
digunakan. Kejelasan Konsep yang digunakan merupakan norma hukum berisi deskripsi
mengenai perilaku tertentu yang kemudian disatukan ke dalam konsep tertentu pula; 2)
Kejelasan hirarki kewenangan dari lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan.
Kejelasan hirarki ini penting karena menyangkut sah atau tidak dan mengikat atau tidaknya
peraturan perundang-undangan yang dibuatnya. Kejelasan hierarki akan memberikan arahan
kepada pembentuk hukum yang mempunyai kewenangan untuk membentuk suatu peraturan
perundang-undangan tertentu; 3) Konsistensi norma hukum perundang-undangan merupakan
ketentuan-ketentuan dari sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan satu
subjek tertentu, tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain.5

Keberadaan asas kepastian hukum merupakan sebuah bentuk perlindungan bagi yustisiabel
(pencari keadilan) terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan
dan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.6 Hal tersebut sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh Van Apeldoorn bahwa terdapat dua segi dalam kepastian
hukum, yaitu dapat ditentukannya hukum dalam hal yang konkret dan keamanan hukum.
Teori tanggung jawab merupakan suatu keseharusan seseorang untuk melakukan apa yang
sudah diwajibkan kepadanya. Dalam hukum tanggung jawab

3 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Liberty 2007) 160.

4 Fernando M Manulang, Hukum Dalam Kepastian (Prakarsa 2007) 95.


Ibid., 39.
5 Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum (Citra Aditya Bakti 1993)
2.
6
AKIBAT HUKUM PERWALIAN ANAK 119

adalah suatu akibat atau konsekuensi kebebasan seseorang tentang perbuatan yang telah
dilakukan berkaitan dengan moral atau etika. Menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban
harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang
untuk menuntut orang lain sekaligus berupa

hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk mempertanggungjawabkannya. 7

Dasar pertanggungjawaban menurut hukum perdata dibagi menjadi dua macam, yaitu resiko
dan kesalahan. Dengan demikian dikenal dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan
(lilability without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan yang dikenal
(lilability without fault) yang dikenal dengan tanggung jawab risiko atau tanggung jawab
mutlak (strick liability).8

Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum
(tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu:9 a) Tanggung jawab akibat perbuatan
melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus
sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui
bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian; b) Tanggung jawab akibat
perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability),
didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum
yang sudah bercampur baur (interminglend); c) Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan
melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada
perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan
kesalahannya tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya.

Ridwan Halim mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari
pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan.10
Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu
atau berperilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.

Purbacaraka berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas
penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak
atau/dan melaksanakan kewajibannya.11 Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan
kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang dilakukan secara tidak memadai maupun
yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung
jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan.

Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap
perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang
lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya
mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika
perbuatan tersebut

7 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum Bagi Pasien (Prestasi
Pustaka 2010) 48.

8 Ibid., 49.

9 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Citra Aditya Bakti 2010)


503.

10 Julista Mustamu, ‘Pertanggungjawaban Hukum Pemerintah (Kajian Tentang Ruang


Lingkup Dan Hubungan Dengan Diskresi)’ (2014) 20 (2) Jurnal Sasi 21, 22.
11 Ibid.
120 JURNAL ILMU HUKUM: ALETHEA [Vol. 4, No. 2, 2021]

bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum


yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan
untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.

Pengertian Anak Di Bawah Umur

Berbagai macam definisi dari pengertian anak. Hal tersebut tergantung dengan dari mana kita
akan melihat sudut pandang dan latar belakang para pakar maupun ahli dalam memberikan
definisi mengenai pengertian dari anak. Pada umumnya di kalangan masyarakat, anak
dipahami sebagai keturunan kedua setelah ayah dan ibu. Sekalipun terlahir dari hubungan
yang tidak sah dari segi hukum, anak akan tetap dipahami sebagai keturunan kedua setelah
ayah dan ibu. Asalkan merupakan keturunan dari seorang ayah dan ibu, ia akan tetap disebut
anak dari ayah dan ibu meskipun berusia berapapun. Namun pengertian tersebut merupakan
pengertian anak yang bersifat umum dan apabila dikaji pengertian anak akan dikategorikan
menjadi dua yaitu anak yang masih di bawah umur dan anak yang sudah dewasa

Secara sempit pengertian anak mengacu pada anak yang berada di bawah umur. Pada
umumnya yang disebut anak merupakan manusia muda yang mempunyai Batasan umur 0
sampai 21 tahun. Menurut Konvensi Hak Anak (Convention on The Right of The Child) Pasal
1 mendefinisikan bahwa anak adalah setiap orang yang memiliki usia di bawah umur 18
tahun kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku ditentukan bahwa usia dewasa
dicapai lebih awal. Di sebuah negara akan mendapatkan dampak yang besar terhadap tingkat
kedewasaan seorang anak bertolak ukur dari aktifitas sosial dan budaya serta ekonomi di
negara tersebut.12

Anak Di Bawah Umur Berkedudukan sebagai Subyek Hukum

Subyek hukum itu sendiri terdiri dari badan hukum (recht person) dan orang (natural
person). Setiap orang di hadapan hukum dianggap dalam keadaan cakap dalam bertindak
sehingga orang itu dapat melakukan perbuatan hukum. Yang dimaksud perbuatan hukum
dalam tulisan ini yaitu menandatangani atau membuat suatu perjanjian. Namun apabila
menurut undang-undang seseorang tersebut dianggap tidak cakap atau tidak berwenang
apabila menurut undang-undang tersebut dikecualikan dalam melakukan suatu tindakan
hukum.
Yang dimasukkan dalam kategori dewasa menurut ketentuan Pasal 330 KUHPerdata ialah
mereka yang dimana umurnya belum mencapai genap dua puluh satu tahun dan belum kawin
sebelumnya dan mereka yang dewasa dan sedang tidak berada dibawah pengampuan orang
tua ataupun dibawah perwalian.

Menurut Pasal 1330 KUHPerdata ditegaskan pula bahwa berkaitan dengan ketidakcakapan
untuk melakukan suatu perbuatan hukum dalam hal ini ialah perjanjian jual beli, yaitu mereka
yang belum cakap untuk membuat perjanjian ialah

a) Anak yang belum berumur genap 21 tahun; b) Orang yang sedang berada di bawah
pengampuan; c) Perempuan yang sudah kawin dalam hal-hal yang diatur oleh undang-undang
dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang membuat persetujuan
tertentu.

12 Ibid., 36.
AKIBAT HUKUM PERWALIAN ANAK 121

Di dalam KUHPerdata kecakapan tidak diatur, akan tetapi yang diatur di dalam KUHPerdata
adalah ketidakcakapan. Dengan menggunakan sebuah metode, dapat dicari dasar hukum
kecakapan yaitu metode argumentum a contrario. Dengan begitu menurut pengaturan yang
terdapat didalam KUHPerdata Pasal 330, dapat disimpulkan bahwa seseorang dianggap telah
cakap apabila usia orang tersebut telah genap berumur 21 tahun. Seseorang yang dianggap
belum cakap menurut hukum, selain dari yang sudah ditentukan didalam Pasal 1330
KUHPerdata, mereka juga dilarang oleh undang-undang untuk melakukan suatu perjanjian
tertentu.

Dengan melihat kesimpulan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak yang umurnya
belum genap berusia 21 tahun termasuk ke dalam golongan orang yang belum cakap untuk
melakukan suatu perbuatan hukum, oleh karena itu anak yang masih di bawah umur tersebut
belum dapat disebut sebagai subyek hukum untuk melakukan perjanjian.

Perwalian Anak Di Bawah Umur

Perwalian (voogdij) berasal dari kata wali mempunyai arti orang lain selaku pengganti orang
tua yang menurut hukum diwajibkan mengawasi dan mewakili anak yang belum dewasa atau
belum akil baligh (berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah). Perwalian dan hak asuh
anak diatur sepenuhnya pada Pasal 107 hingga 110 dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Dalam Pasal 107 KHI dinyatakan bahwa “Perwalian hanya dapat dilakukan terhadap anak
yang belum berumur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan.”

Tujuan dari adanya perwalian adalah menempatkan seorang anak yang masih di bawah umur
(belum dewasa) di bawah perwalian yang dimana semua kepentingan dari anak tersebut
merupakan tanggung jawab wali. Wali bertindak sama seperti orang tua dari anak yang masih
di bawah umur tersebut sehingga dapat menjalankan kekuasaan atas anak tersebut. Dalam hal
bidang harta, diperlukan perwalian agar adanya hak perwalian pada diri seseorang dimana
yang bertujuan agar diri dan harta anak di bawah umur tersebut dapat terjaga dan terpelihara
sesuai dengan yang sebagaimana telah diamanatkan dalam undang-undang.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah mengatur bahwa
wali diizinkan untuk mengelola dan mengembangkan harta benda kekayaan anak di bawah
umur untuk kepentingan anak tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan juga menyatakan bahwa, “seorang wali bertanggung jawab atas pengelolaan asset
(harta) dan harus membayar jika dalam pengelolaan harta tersebut menjadi hilang atau rusak,
baik karena sengaja maupun karena kelalaian.13

Pada awal penetapan perwalian, maka diperlukan upaya inventarisasi semua aset (harta) dari
anak di bawah umur tersebut, dan wali wajib mendokumentasikan semua perubahan terhadap
asset tersebut. Begitu juga harta tersebut harus diaudit secara tahunan untuk mengetahui nilai
dari aset dari anak yang diperwalikan itu, dan untuk memastikan bahwa hartanya tetap
terjaga. Selain itu, wali dilarang menjual, mengalihkan atau menggadaikan aset anak
perwalian, kecuali dalam keadaan yang darurat (memaksa).

13 Pasal 51 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


122 JURNAL ILMU HUKUM: ALETHEA [Vol. 4, No. 2, 2021]

Wali juga dilarang mengikat, membebani atau membagi aset (harta) tersebut kecuali tindakan
tersebut akan meningkatkan (menambah) nilai aset. Kemudian, jika dalam hal wali terpaksa
menjual harta (tanah) milik anak perwalian tersebut, maka seorang wali wajib terlebih dahulu
memperoleh izin dari pengadilan. Sementara proses pengalihan aset, seorang wali diharuskan
untuk mengalihkan semua harta (aset) kepada anak di bawah perwalian ketika anak telah
berusia 21 tahun, atau telah menikah. Namun, jika ditemukan adanya aset (harta) yang hilang
atau disalahgunakan oleh wali, maka pengadilan agama dapat memutuskan perkara tersebut,
didasarkan para proses verifikasi dan inventarisir harta yang dikelola oleh wali. Jika
ditemukan adanya penyalahgunaan, maka wali harus mengganti rugi terhadap kerugian
tersebut.

Pengertian Mengenai Jual Beli

Dilihat pada Pasal 1457 KUHPerdata pengertian jual beli adalah merupakan suatu perjanjian,
dimana para pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu dimana dalam
hal ini ialah kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan
untuk nilai dari kebendaan tersebut.

Perjanjian dalam jual beli dilahirkan karena adanya kata yang mengandung kesepakatan
antara si penjual dan pembeli.

Unsur yang terdapat di dalam proses jual beli yaitu hubungan antara kewajiban dan hak
dimana dalam proses jual beli ialah terikatnya si penjual untuk memberikan benda dan
mendapatkan bayaran dari benda yang dia jual dan keterikatan si pembeli untuk melakukan
pembayaran dengan harga yang sudah di tentukan dan mendapatkan benda yang di
perjualbelikan. Dapat disimpulkan bahwa suatu system hukum dalam jual beli mempunyai
unsur sebagai berikut: a) Para pihak sebagai unsur subyek hukum yaitu pihak penjual dan
pihak pembeli; b) Unsur status hukum yaitu perjanjian tersebut terjadi untuk pihak lain yang
berkepentingan maupun kepentingan sendiri; c) Unsur peristiwa hukum yaitu berupa
persetujuan untuk menyerahkan hak kepemilikan dan membayar sebagai kewajiban; d) unsur
obyek hukum yaitu terkait dengan suatu benda dan harga; e) unsur hubungan hukum yaitu
unsur yang wajib untuk dipenuhi oleh setiap pihak.

Perjanjian Peralihan Jual Beli Hak Atas Tanah


Semenjak tanggal 24 September 1960, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) diundangkan yang menghapuskan dualisme
hukum tanah yang ada di Indonesia, makna dari jual beli terhadap tanah berbeda dengan
pengertian jual beli yang sebagaimana yang dituliskan di KUHPerdata Pasal 1457 dan Pasal
1458. Menurut Boedi Harsono bahwa dikenal juga lembaga hukum jual beli tanah sebelum
berlakunya UUPA. Hak tersebut ada yang diatur dalam KUHPerdata yang dimana hal
tersebut berbentuk tertulis dan selain itu ada pula yang diatur hukum adat dimana berbentuk
tidak tertulis.14 Sebuah perjanjian yang bertujuan untuk mengakomodir kebutuhan yang

14 Efendi Parangin, Hukum Agraria Indonesia Suatu telaah Dari Sudut Pandang
Praktisi Hukum' (PT. Raja Grafindo Persada 2014) 15.
AKIBAT HUKUM PERWALIAN ANAK 123

masyarakat butuhkan berkaitan akan tanah guna untuk keperluan transaksi jual beli tanah
disebut Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).15

Menurut Boedi Harsono, pengertian jual beli tanah adat merupakan suatu perbuatan hukum
yang berupa penyerahan hak milik atau penyerahan tanah untuk selama-lamanya oleh penjual
kepada pembeli yang pada saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual. 16

Menurut hukum adat syarat sahnya suatu perjanjian jual beli tanah adalah terpenuhinya tiga
unsur yaitu: 1) Tunai. Yang dimaksud dengan tunai ialah penyerahan suatu hak dari penjual
yang dilakukan secara bersama-sama oleh pembeli saat si pembeli membayar yang dilakukan
saat itu juga status kepemilikan hak sudah beralih; 2) Riil. Yang dimaksud dengan riil adalah
suatu kesepakataan kehendak yang dilakukan oleh penjual dan pembeli yang juga harus
disertai dengan perbuatan nyata; 3) Terang. Yang dimaksud dengan terang ialah kegiatan jual
beli tersebut dilakukan di depan hadapan kepala desa setempat yang bertujuan untuk
memastikan kegiatan jual beli tersebut tidak melanggar hak-hak maupun ketentuan hukum
yang sah.

Ditegaskan bahwa syarat sahnya perjanjian jual beli dapat dilihat didalam KUHPerdata Pasal
1320 dimana mengatur adanya kesepakatan antara para pihak untuk mengikatkan dirinya,
kecakapan para pihak untuk melakukan suatu perjanjian, suatu yang diperjanjikan, dan klusa
yang halal.

Menegaskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian para pihak harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut: a) Kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri; b) Kecakapan para pihak
untuk membuat suatu perjanjian; c) Suatu hal tertentu; d) Klausa yang halal.

Peralihan Hak Atas Tanah

Semenjak Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah berlaku,
proses jual beli tanah dilaksanakan di hadapan PPAT yang memiliki tugas untuk membuat
akta.17 Dalam pelaksanaan proses pendaftaran peralihan hak atas tanah, Kantor Pertanahan
maupun PPAT mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dan dalam
pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria atau Kepala BPN Nomor 3
Tahun 1997 mengenai Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah yang masih berlaku sampai sekarang.18 Selain itu proses untuk
membuat akta jual beli hak tanah harus dilakukan dihadapan PPAT.

Anak di bawah umur tidak dapat melakukan sendiri peralihan hak tanah karena anak yang
masih berada di bawah umur dianggap belum memiliki kecakapan sebagai subyek hukum
dalam melakukan perbuatan hukum tersebut. Salah satu syarat sah pembuatan akta jual beli
yang harus dipenuhi yaitu salah

15 Selamat Lumban Gaol, ‘Keabsahan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah
Sebagai Dasar

Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Dalam Rangka Peralihan Hak Atas Tanah Dan
Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden)’ (2020) 11 (1) Jurnal Ilmiah
Hukum Dirgantara 80, 81.
16 Boedi Harsono, Hukum Agraria (Djambatan 2010) 23.

17 Ayu Larasati dan Raffles, ‘Peralihan Hak Atas Tanah Dengan Perjanjian Jual Beli
Menurut Hukum Pertanahan Indonesia’ (2020) 1 (1) Jurnal Zaaken Journal of Civil and
Bussiness Law 127, 131.

18 Jolanda Marhel, ‘Proses Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Dalam Perspektif
Kepastian Hukum’ (2017) 48 (3) Masalah-Masalah Hukum 249, 250.
124 JURNAL ILMU HUKUM: ALETHEA [Vol. 4, No. 2, 2021]

satunya kecakapan dalam bertindak. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam Pasal
39 menyebutkan bahwa hanya seseorang yang memiliki usia minimal 18 tahun yang dapat
memenuhi syarat sebagai penghadap dan dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah dalam Pasal 37 ayat
(1) mengatur mengenai ketentuan proses pengalihan hak atas tanah yang diakibatkan karena
proses jual beli yang di dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa peralihan hak atas tanah dan
hak milik atas satuan rumah susun melalui kegiatan jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, terkecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh PPAT yang memiliki wewenang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA dijelaskan mengenai sebab-sebab terjadinya peralihan hak
atas tanah yang dinyatakan bahwa tukar menukar, hibah, jual beli, pemberian menurut adat,
pemberian menurut wasiat serta perbuatan lain yang mengakibatkan pemindahan hak milik
serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA dapat disimpulkan bahwa peralihan
hak dapat terjadi akibat jual beli, tukar menukar, hibah, pemberian menurut adat, pemberian
melalui wasiat, dan perbuatan yang lain dimana perbuatan tersebut bertujuan untuk
memindah alihkan hak.

Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Penetapan Perwalian Dari Pengadilan Negeri

Regulasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah yang berkenaan dengan terjadinya suatu
peralihan hak atas tanah seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah. Ketentuan yang ada di dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menjelaskan bahwa Peralihan
hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang dilakukan melalui jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, terkecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibutuhkan
dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang memiliki wewenang menurut dari ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
tepatnya di dalam Pasal 37 ayat (1) secara terang menjelaskan bahwa dalam ketentuan
peralihan hak milik atas satuan rumah susun dan hak atas tanah yang dilakukan melalui tukar-
menukar, jual beli, hibah, atau perbuatan hukum yang mengakibatkan pemindahan hak
lainnya terkecuali pemindahan yang dilakukan melalui lelang akan bisa dilakukan
pendaftaran peralihan hak jika dapat menunjukkan bukti akta yang dibuat oleh PPAT.
Dengan melihat ketentuan berikut dapat disimpulkan bahwa akta yang dibuat oleh PPAT
merupakan syarat mutlak untuk bisa melakukan pemindahan hak atas tanah dan mendaftarkan
peralihan hak tanah tersebut di kantor pertanahan.

Pendaftaran tanah hanya dapat berlangsung apabila dalam proses pengalihan hak atas tanah
tersebut diberlangsungkan dan dituangkan ke dalam suatu akta
AKIBAT HUKUM PERWALIAN ANAK 125

yang dibuat oleh PPAT. Dengan demikian akta yang dibuat oleh PPAT mempunyai fungsi
yaitu sebagai alat bukti kepemilikan hak tanah dimana hal tersebut merupakan syarat untuk
melakukan pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan di Kabupaten atau Kota. Selain itu fungsi
lain dari akta yang dibuat oleh PPAT yaitu sebagai bukti bahwa telah terjadi suatu perbuatan
hukum atas tanah. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tepatnya dalam Pasal 37 ayat (1) yang menyebutkan akta PPAT berfungsi untuk sebagai alat
bukti melakukan pendaftaran atas peralihan hak tanah dan juga berfungsi untuk alat bukti
bahwa sudah terjadi perbuatan hukum atas tanah baik itu melalui jual beli, pertukaran,
penghibahan, maupun perbuatan hukum lain yang mengakibatkan peralihan hak atas tanah
tersebut.

Begitu pentingnya akta yang dibuat oleh PPAT karena akta tersebut memiliki fungsi untuk
melakukan peralihan hak atas tanah karena di dalam akta tersebut berisikan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi. Pendaftaran tanah tanpa disertai akta tersebut maka tidak
dapat berlangsung. Akta yang dibuat oleh PPAT ini berfungsi juga sebagai alat bukti materiil
dan juga alat bukti formil mengenai kebenaran bahwa benar-benar telah terjadi peristiwa
hukum dan akibat dari peristiwa tersebut yang memiliki sifat tunai sekaligus sebagai bukti
bahwa telah terjadi perpindahan hak atas tanah kepada penerima hak.

Dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 (PP/10/1991) secara jelas
menyatakan bahwa akta PPAT merupakan suatu alat bukti dan tidak menyebutkan bahwa
akta tersebut merupakan syarat mutlak mengenai sahnya suatu jual beli tanah hal tersebut
dapat dilihat pula dalam Putusan Kasasi MA Nomor: 1363/K/Sip/1997 yang menyebutkan
mengenai fungsi akta PPAT. Boedi Harso menyepakati Putusan tersebut dan berpendapat
bahwa akta PPAT memiliki fungsi untuk sebagai pembuktian bahwa telah terjadi kegiatan
jual beli.19

Penulisan ini mengkaji mengenai peristiwa hukum peralihan hak seseorang yaitu peralihan
hak atas tanah dimana pemilik hak tersebut ialah seorang anak yang masih berada di bawah
umur. Pengalihan hak ini merupakan proses yang dilakukan dengan cara beralihnya suatu hak
milik dari seseorang yang sebelumnya (pemilik) kepada orang lain. Proses beralihnya hak
dapat dilakukan dengan cara jual beli, pertukaran, hibah, maupun dengan cara lain yang akan
menimbulkan peralihan hak yang dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Cara
pemindahan hak milik dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Pasal 26
ayat (1) UUPA yang menjelaskan mengenai tata cara pemindahan hak milik

Praktek peralihan hak yang sering terjadi di masyarakat yaitu peralihan hak dengan cara jual
beli. Dirujuk dari pendapat Adrian Sutedi syarat yang memiliki peranan menentukan sah atau
tidaknya proses jual beli tanah merupakan syarat materiil dan syarat formil.20 a) Syarat
materiil yaitu: 1) Penjual mempunyai wewenang untuk memperjualkan tanah yang
dimilikinya; 2) Pemilik dalam hal ini disebut penjual memiliki hak untuk memperjualkan
tanah yang dimilikinya; 3) pembeli mempunyai hak untuk membeli tanah yang dijual oleh
penjual; 4) Tanah yang diperjualbelikan tidak sedang berstatus tanah sengketa. Menurut
penjelasan

19 Boedi Harso, Hukum Agraria Indonesia ; Sejarah Pembentukan Undang-Undang


Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya (Djambatan 2008) 472.

20 Ibid., 77.
126 JURNAL ILMU HUKUM: ALETHEA [Vol. 4, No. 2, 2021]

tersebut, dapat disimpulkan bahwa syarat materiil merupakan syarat yang bersangkutan
mengenai fakta yang berkaitan dengan subyek dan obyek. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata
mengatur bahwa setiap terjadi peristiwa jual beli harus memenuhi syarat materiil. b)
Sedangkan syarat formil berkaitan dengan administrasi yaitu pembuatan akta otentik jual beli.
Selain itu syarat formil juga dapat berupa surat keterangan kematian pewaris dan surat
keterangan sebagai ahli waris.21 Apabila semua persyaratan materiil sudah terpenuhi, pihak
yang terlibat dalam kegiatan jual beli harus menghadap PPAT guna melakukan perjanjian jual
beli tanah yang dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat oleh PPAT. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, kegiatan jual beli harus
dilakukan oleh para pihak yang terlibat di depan hadapan PPAT. Setiap perjanjian yang
bertujuan untuk memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta dimana akta
tersebut dipergunakan sebagai bukti bahwa telah terjadi proses peralihan hak jual beli yang
dibuat oleh PPAT.

Menurut penjelasan tersebut maka disimpulkan bahwa perjanjian jual beli yang dilakukan di
hadapan PPAT, secara normatif wajib memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam
Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur mengenai syarat sahnya suatu perjanjian. Selain
harus memenuhi empat syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata,
peralihan hak atas tanah melalui jual beli juga perlu diperhatikan mengenai syarat materiil
jual beli hak atas tanah.

Hal tersebut sangat perlu diperhatikan guna agar terhindar dari cacat secara materiil maupun
cacat secara formil dalam peristiwa peralihan hak atas tanah. Dalam hal terjadinya jual beli
hak atas tanah, menurut penjelasan PPAT, seorang PPAT akan melakukan pemeriksaan
terlebih dahulu subyek dan obyek dari perjanjian tersebut. Hasil pemeriksaan obyek jual beli
harus sesuai atau sama dengan nama pemegang hak atas tanah. Apabila ditemui bahwa nama
pemegang hak atas tanah tersebut masih belum dewasa maka PPAT akan mengajukan
penetapan perwalian terlebih dahulu sebelum melakukan peralihan hak dimana perwalian
diajukan di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama yang dimana wali tersebut bertindak
untuk mewakili pemilik hak yang belum berusia genap 21 tahun.22

Hanya untuk mengenai penjual, menurut penjelasan PPAT pihak penjual yang hanya
melakukan pemenuhan syarat materiil jual beli. Demikian pula mengenai pihak pembeli hak
atas tanah tersebut juga harus memenuhi syarat subyek dari hak atas tanah yang akan
diterimanya. Sebelumnya PPAT juga memiliki kewajiban untuk memeriksa secara rinci
mengenai kebenaran alat bukti yang dilihat setidak-tidaknya dua orang saksi sebelum alat
bukti tersebut dinyatakan sah sebagai alat bukti. PPAT mengenai hal ini harus benar-benar
melakukan pemeriksaan secara teliti dalam hal pembuatan akta jual beli hak atas tanah yang
sedang ia tangani.

Mengenai peralihan hak atas tanah oleh anak yang masih di bawah umur pada dasarnya harus
dilaksanakan dengan cara penunjukan seorang wali terlebih dahulu untuk sebagai wakil dari
anak tersebut guna melakukan perjanjian jual beli milik si

21 Chindy F. Lamia, ‘Peralihan Hak Atas Tanah Warisan’ (2014) 2 (3) Lex Privatum 92.

22 Wawancara dengan Achmad Ariyadi, Notaris, Kabupaten Semarang, (Kabupaten


Semarang, 11 Januari 2021).
AKIBAT HUKUM PERWALIAN ANAK 127

anak tersebut sebagai pemegang hak atas tanah yang sah. Wali yang ditunjuk ini yang di
kemudian hari melakukan perjanjian dengan pihak lain dan menandatangani akta jual beli
yang dibuat oleh PPAT.

Seorang wali memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengurus segala sesuatu yang
berkenaan dengan anak yang di bawah perwaliannya. Selain mengurus kepentingan si anak
tugas dan tanggung jawab seorang wali yaitu mengurus harta benda yang berada di bawah
kekuasaan si anak. Dalam ketentuan Pasal 110 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, tugas dan
kewajiban seorang wali tersebut menjelaskan bahwa kewajiban dari wali ialah memberikan
bimbingan baik pendidikan, agama, maupun keterampilan lainnya dan mengurus segala
sesuatu baik harta maupun benda milik anak yang berada di bawah perwaliannya dimana hal
tersebut digunakan sebagai bekal untuk si anak di masa yang akan datang.

Dalam ketentuan Pasal 393 KUHPerdata dijelaskan kewajiban untuk meminta persetujuan
pengadilan. Dalam Pasal 393 KUHPerdata tersebut menjelaskan mengenai larangan bagi wali
untuk meminjam uang dengan alasan untuk kepentingan si anak yang belum cukup umur atau
anak yang belum dewasa, selain itu wali dilarang untuk mengasingkan atau menggadaikan
harta benda barang-barang yang tidak bergerak, selain itu pula wali dilarang untuk menjual
atau memindahtangankan surat-surat utang negara, piutang-piutang dan andil-andil, tanpa
memperoleh kuasa untuk hal tersebut dari pengadilan negeri. Tanpa dasar untuk suatu perlu
yang bersifat mutlak atau jelas kemanfaatannya dan telah memanggil atau mendengar secara
sah keluarga baik sedarah maupun tidak sedarah dari anak yang berada di bawah umur ini
atau anak yang masih berada di bawah umur dan wali pengawasannya, pengadilan negeri
tidak akan memberikan surat kuasa atas perwalian. Wali wajib mendapatkan surat kuasa dari
Pengadilan Negeri setempat apabila memiliki kehendak untuk menggadaikan atau
mengasingkan barang dalam hal ini barang-barang tidak bergerak dimana dalam hal tersebut
sesuai dengan ketentuan Pasal 393 KUHPerdata.

Akibat Hukum Perwalian Anak yang Melakukan Peralihan Hak Tanah Tanpa
Penetapan dari Pengadilan Negeri

Peristiwa pemindahan hak tanah bisa saja dapat terjadi melalui proses peralihan hak tersebut
antar pihak. Sesuai dengan yang ada dalam Pasal 26 ayat
(1) UUPA, pemindahan hak memiliki serta pengawasannya dapat terjadi akibat jual beli,
tukar menukar, hibah, pemberian melalui wasiat, pemberian menurut adat istiadat dan
perbuatan yang lain sesuai dengan peraturan pemerintah.

Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan apabila dapat
dibuktikan dengan akta yang telah dibuat oleh PPAT yang memiliki wewenang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan ketentuan yang ada di
dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.

Peristiwa hukum yang lahir karena peristiwa jual beli peralihan hak atas tanah yang dimana
pemegang hak tersebut merupakan anak yang masih di bawah umur adalah sebagai berikut
yaitu peristiwa dimana terdapat sebuah perjanjian yang menyebabkan adanya suatu peralihan
hak atas tanah secara administratif.
128 JURNAL ILMU HUKUM: ALETHEA [Vol. 4, No. 2, 2021]

Peralihan hak atas tanah dianggap telah selesai apabila kantor pertanahan yang dimana kantor
tersebut sebagai tempat untuk pengajuan permohonan hak atas tanah sudah mengganti di
dalam sertifikat nama pemegang hak yang pertama dengan nama pemegang hak yang baru
dengan didasari sebab peralihan hak. Karena berisikan keterangan-keterangan mengenai
tanah maka surat sertifikat merupakan sebuah surat yang dapat menjadi alat bukti yang
kuat.23

Perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang dilarang untuk mengandung kecacatan dari
segi hukum dimana apabila terdapat kecacatan hukum maka perjanjian jual beli tersebut
dianggap tidak sah. Dalam penulisan ini bahwa ternyata syarat sahnya suatu perjanjian jual
beli hak atas tanah tidak terpenuhi karena obyek hukumnya yaitu anak yang masih berusia
masih di bawah umur atau belum genap 21 tahun. Dengan tidak terpenuhinya syarat ini maka
akan menimbulkan suatu akibat hukum. Akibat hukum yang dimaksud ialah perjanjian
tersebut dapat dibatalkan demi hukum. Dapat dibatalkan demi hukum karena perjanjian
tersebut tidak terpenuhinya syarat subyektif dalam perjanjian. Tidak terpenuhinya syarat
subyektif karena yang melakukan perjanjian merupakan anak yang masih di bawah umur atau
anak yang belum pernah kawin dan anak tersebut berusia belum genap 21 tahun.

Menurut KUHPerdata Pasal 1331 ayat (1) yang menjelaskan dalam pasal sebelumnya
menyatakan bahwa bisa menuntut pembatalan perikatan yang telah dibuat oleh para pihak
dalam surat kuasa untuk tidak dikecualikan oleh undang-undang untuk orang-orang yang
dianggap tidak cakap untuk membuat suatu persetujuan.

Dalam hukum, cakap tidaknya seseorang dalam bertindak merupakan suatu syarat untuk
orang tersebut bisa tidaknya untuk melakukan suatu perjanjian. Seseorang yang memiliki
kecakapan dalam melakukan perjanjian maka perjanjian yang ia buat menjadi sah menurut
hukum.

Pada khususnya ketika seseorang melakukan suatu perbuatan hukum dalam hal ini
pemindahan hak kepemilikan tanah yang dimana yang melakukan perbuatan hukum itu
merupakan anak yang belum berusia genap 21 tahun atau belum pernah melakukan
perkawinan sebelumnya maka perikatan perjanjian tersebut dapat batal demi hukum karena
keterkaitannya dengan tingkat kedewasaan seseorang dalam hukum pertanahan. Hal tersebut
didasari oleh KUHPerdata pada Pasal 330 yang menyatakan bahwa mereka yang belum
dewasa atau yang belum genap berusia 21 tahun atau yang sebelumnya belum pernah
melakukan perkawinan maka hal tersebut dapat dipahami karena tidak adanya keabsahan
dalam melakukan suatu perjanjian.

Kecakapan seseorang dalam hal ini merupakan penjual dapat dibuktikan melalui akta jual beli
yang telah ditulis oleh PPAT. Akta yang dibuat oleh PPAT memiliki fungsi sebagai alat
pembuktian bahwa telah terjadi suatu perbuatan hukum dalam hal ini ialah jual beli dan
berfungsi juga sebagai alat pembuktian untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas
tanah di Kantor Pertanahan setempat. Tanpa akta PPAT maka peristiwa hukum jual beli hak
atas tanah tersebut meskipun telah terlaksana baik menurut hukum adat (riil, tunai, dan
terang), tetapi

23 Fedrik Mayore Saranaung, ‘Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997’ (2017) 6 (1) Lex Cerimen 13, 15.
AKIBAT HUKUM PERWALIAN ANAK 129

tetap saja peralihan hak dari penjual kepada pembeli tidak dapat terjadi dan dianggap tidak
pernah berlangsung. Dapat disimpulkan bahwa akta otentik jual beli yang dibuat oleh PPAT
mempunyai fungsi sebagai bukti yaitu bukti formal tentang perbuatan hukum jual beli hak atas
tanah sekaligus dapat sebagai alat bukti bahwa sudah terjadi suatu peristiwa hukum yaitu
perpindahan hak tanah penjual kepada pembeli.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka pengalihan hak atas tanah yang dimana pemilik hak
tersebut merupakan pihak yang belum memiliki kecakapan dalam bertindak menurut hukum
yang dilakukan tanpa disertai dengan ketetapan perwalian terlebih dahulu oleh pengadilan negeri
setempat maka akan dapat memberikan akibat hukum yaitu berupa cacatnya peristiwa hukum
tersebut yang akan memberi dampak dianggap batal demi hukum. Hal yang dapat dilakukan oleh
pihak keluarga dari pemilik hak yang dianggap belum cakap hukum ini dapat mengajukan
tuntutan pembatalan peralihan hak tersebut semata-mata karena pihak yang akan melakukan
peralihan ini belum cakap dalam melakukan perjanjian jual beli dengan kata lain masih di bawah
umur.

BAB III
STUDI KASUS

Intisari Putusan NOMOR 724/PDT/2019/PT DKI


OEMAR SYAMDARU Bin MUHAMAD SUGENG RODJIKIN, Wiraswasta, bertempat tinggal
di Jalan Nuri No. 9, Rt. 008 Rw. 06, Kelurahan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, dalam hal ini
diwakili oleh:
1.HUSIN HELMI, SH.
2. DAN BILDANSYAH, SH.
3. MARHENDI, SH, MH.
4. A. FAOZAN TZ, SH.
Para Advokatyang berkantor di HARMONI PLAZA Blok B28 Lt.3 Jalan Suryopranoto No. 2
Jakarta Pusat;
Selanjutnya disebut PEMBANDING semula PENGGUGAT;
Melawan:
1. PT PERTAMINA (Persero) berkantor di Jalan Merdeka Timur 1A, Jakarta Pusat, selanjutnya
disebut TERBANDING semula TERGUGAT;
2.MAJELIS PENGAWAS DAERAH (MPD) NOTARIS JAKARTA PUSAT, yang menyimpan
dan memelihara protokol Notaris Raden SOERATMAN dan WILLY SILITONGA,
keduanya telah meninggal dunia, beralamat di Jl. Letjen Mt. Haryono No. 24 Rt 4 Rw 1,
Cawang, Kramatjati, Jakarta Timur, selanjutnya disebut TURUT TERBANDING I semula
TURUT TERGUGAT I;
3. ENI, ahli waris SOEPARDI, swasta, bertempat tinggal di Jalan Sunan Kasepuhan No. 6,
Rawamangun, Jakarta Timur, selanjutnya disebut TURUT TERBANDING II semula TURUT
TERGUGATII;
4. Raden ISAM ABDURACHMAN, terakhir diketahui bertempat tinggal di Jalan Sunan Giri,
No. 5, Rawamangun Jakarta Timur, selanjutnya disebut TURUT TERBANDING III semula
TURUT TERGUGAT III;
5. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA, Cq.BADAN PERTANAHAN
NASIONAL,Cq. BADAN PERTANAHAN WILAYAH PROPINSI DKI
JAKARTA,Cq.KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTAMADYA JAKARTA TIMUR,
berkedudukan di Jalan Sentra Primer Baru Timur, Pulogebang, Cakung, Rw 8, Jakarta
Timur, selanjutnya disebut TURUT TERBANDING IV semula TURUT TERGUGAT
IV;
Menerima dan mengutip keadaan-keadaan mengenai duduk perkara seperti tercantum
dalam salinan resmi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 277/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst
tanggal24 Oktober 2018, yang amarnya sebagai berikut:

DALAM KONVENSI :
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
DALAM REKONVENSI :
- Menyatakan gugatan Penggugat Rekonvensi tidak dapat diterima;
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI :
- Menghukum Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi untuk membayar
biaya perkara sejumlah Rp. 2.516.000,- ( dua juta lima ratus enam belas ribu rupiah );

Bahwa sesudah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor


277/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Oktober 2018 diucapkan dengan dihadiri oleh Kuasa
Hukum Tergugat dan telah diberitahukan kepada Penggugat tanggal 15 April 2019, Turut
Tergugat I, II, dan III masing-masing pada tanggal 13 Mei 2019, Turut Tergugat VI pada tanggal
3 Mei 2019, Penggugat telah menyatakan permohonan banding, sebagaimana ternyata dari Akta
Pernyataan Permohonan Banding Nomor 047/SRT.PDT.BDG/2019/PN.Jkt.Pst Jo. Nomor
277/Pdt.G/2017/PN.Jkt.PstIndonesiatanggal 15 April 2019, yang dibuat oleh Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat.
Bahwa Pernyataan banding tersebut telah diberitahukan kepada Tergugattanggal 17 Juni
2019 dan kepada Turut Tergugat I tanggal 20 Juni 2019, kepada Turut Tergugat II tanggal 28
Juni 2019, kepada Turut Tergugat III tanggal 26 Juni 2019, dan kepada Turut Tergugat VI
tanggal 21 Juni 2019;
Bahwa Pembanding semula Penggugat mengajukan memori banding yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 6 Mei 2019 dan telah diberitahukan dan
disampaikan kepada Terbanding semula Tergugat tanggal 17 Juni 2019, kepada Turut
Terbanding I semula Turut Tergugat I tanggal 22 Juli 2019, kepada Turut Tergugat II tanggal 22
Juli 2019, kepada Turut Tergugat III tanggal 22 Juli 2019, dan kepada Turut Tergugat VI tanggal
21 Juni 2019;
Bahwa dalam memori bandingnya Pembanding semula Penggugat mengemukakan
alasan yang pada pokoknya keberatan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena
pertimbangannya keliru dan salah.Asas Ne bis in idem yang diatur dalam Pasal 1977
KUHPerdata hanya berlaku terbatas pada putusan positif atau positive judgement. Maksudnya
mengikat dan berlakunya asas itu terhadap putusan apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan
bersifat positif, dalam bentuk “menolak gugatan seluruhnya” dan/atau “mengabulkan gugatan
baik seluruhnya maupun sebagian”, akan tetapi tidak terhadap perkaranya yang menyatakan
gugatan penggugat “tidak dapat diterima”. Berdasarkan alasan tersebut beralasan apabila
Pengadilan Tinggi Jakarta memberikan putusan dalam tingkat banding sebagai berikut:

1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan banding dari Pembanding semula


Penggugat tersebut;
2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 24 Oktober 2018 Nomor
277/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst;
Mengadili sendiri:
1. tingkat pertama yang telah mempertimbangkan gugatan a quo neIndonesiabis in idem,
Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat/Pembanding seluruhnya;
2. Menghukum Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam
perkara ini;
Bahwa Terbanding semula Tergugat mengajukan kontra memori banding yang diterima
di Kepanteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 Juli 2019, yang pada pokoknya
mengemukakan alasan sebagai berikut:
- Terbanding sependapat dengan pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim karena
gugatan a quo mempersoalkan persoalan yang sama dengan substansi yang telah diputus dan
berkekuatan hukum tetap, juga telah memenuhi syarat kumulatif yang diatur dalam ketentuan
Pasal 1977 ayat(2) KUHPerdata.
- Gugatan Pembanding telah nyata melanggar kompetensi relative, karena seharusnya
gugatan diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, ditempat keberadaan obyek sengketa,
yaitu sebidang tanah seluas 10.153 M2 (sepuluh ribu seratus lima puluh tiga meter persegi)
Setifikat Hak Milik No. 00727 atas nama Oemar Sjamdaru Radjikin terletak dijalan Raya Bekasi
KM 18 RT 005/RW 02 Kelurahan Cakung Barat Kecamatan Cakung Jakarta Timur;
- Terbanding tetap pada jawaban dan duplik serta kesimpulan dalam persidangan tingkat
pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Terbanding menolak seluruh dalil dan argumen
hukum yang diajukan oleh Pembanding baik dalam gugatannya maupun dalam memori
bandingnya; Berdasarkan hal-hal tersebut beralasan apabila
Pengadilan Tinggi Jakarta memberikan putusan dalam tingkat banding sebagai berikut:
MENGADILI:
- Menyatakan Permohonan Banding tidak dapat diterima;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
277/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Oktober 2018;
- Menolak dalil-dalil Pembanding dalam memori banding untuk seluruhnya;
MENGADILI SENDIRI:
I. DALAM KONPENSI:
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Pembanding untuk seluruhnya;
II. DALAM REKONPENSI:
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Pembanding Rekonpensi untuk seluruhnya;
III.DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI:
- Menghukum Pembanding Konpensi/Terbanding Rekonpensi untuk membayar semua biaya
perkara. Atau apabila Majelis Hakim Tinggi dalam tingkat banding berpendapat lain, mohon
putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono); Bahwa kepada para pihak
telah diberi kesempatan untuk memeriksa berkas perkara (inzage);
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat telah diajukan
dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang ditentukan
oleh undang-undang, oleh karena itu permohonan banding tersebut secara formal dapat
diterima;
Menimbang, bahwa setelah membaca dan memperhatikan berkas perkara beserta salinan resmi
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 2018, memori banding dan kontra
277/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Oktober memori banding, Pengadilan Tinggi
mempertimbangkan sebagai berikut di bawah ini;
Menimbang, bahwa Pengadilan tingkat pertama telah mempertimbangkan bahwa terbukti antara
Penggugat dan Tergugat telah pernah berperkara dan telah diputus di Pengadilan Negeri Jakarta
Timur tanggal 26 Oktober 2016. Oleh karena sebelum perkara ini sudah ada Putusan Pengadilan
Negeri Jakata Timur Nomor 304/Pdt.G/2015/PN.Jak Tim tanggal 26 Oktober 2016 dimana
Oemar Syamdaru Bin Muhamad Sugeng Rodjikin selaku Penggugat dan PT PERTAMINA
(Persero) berkantor di Jalan Merdeka Timur 1A Jakarta Pusat selaku Tergugat, dengan obyek
yang sama, yaitu sebidang tanah seluas 10.153 M2 (sepuluh ribu seratus lima puluh tiga meter
persegi) Setipikat Hak Milik No. 00727 atas nama Oemar Sjamdaru Radjikin terletak dijalan
Raya Bekasi KM 18 RT 005/RW 02 Kelurahan Cakung Barat Kecamatan Cakung Jakarta Timur
dan perkara tersebut sekarang diajukan gugatan lagi, dengan berupa perubahan dan pengurangan
pihak Turut Tergugat, dengan tuntutan agar Tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan
melawan hukum, maka menurut Majelis Hakim gugatan demikian haruslah dinyatakan ne bis in
idem. Oleh karena gugatan Penggugat dinyatakan ne bis in idem, maka pokok perkara gugatan
Penggugat tidak dipertimbangkan lagi dan gugatan Penggugat haruslah dinyatakan tidak dapat
diterima; Menimbang, bahwa perkara Nomor
304/Pdt.G/2015/PN.Jak Tim tanggal 26 Oktober 2016 tersebut amarnya menerima eksepsi
Tergugat III, Tergugat IV, Turut Tergugat I, dan Turut Tergugat II tentang Kurang Pihak
(Prulium Litis Consortium) dan menyatakan gugatan Penggugat Konvensi tidak dapat
diterima (Niet Onvankelijke Verklaard). Oleh karena gugatan tidak dapat diterima, yang berarti
belum ada putusan positif tentang obyek sengketa, maka terbuka kemungkinan untuk menggugat
lagi;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Pengadilan tingkat banding berpendapat
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 277/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 24
Oktober 2018 harus dibatalkan dan selanjutnya Pengadilan tingkat banding mengadili sendiri
dengan pertimbangan- pertimbangan terurai di bawah ini;
DALAM KONVENSI Menimbang,
bahwa Pembanding semula Penggugat dalam surat gugatannya menuntut agar Pengadilan
menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, menghukum Tergugat
atau siapapun yang telah menguasai, menempati, menggunakan atau yang mendapatkan hak
dari padanya untuk menyerahkan dan mengembalikanRepubliktanah tersebut kedalam
kekuasaan dan pengeloaan Penggugat selaku pemilik sah tanpa syarat dan beban apapun, dan
menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp.250.000.000.,-
(Dua ratus lima puluh juta rupiah) dan Kerugian Immateril sebesar Rp. 250.000.000;- (dua ratus
lima puluh juta rupiah) kepada Penggugat secara tunai, seketika dan sekaligus.Tuntutan tersebut
didasarkan dalih bahwa sebidang tanah dengan Sertipikat Hak Milik No.47/Desa
Gapuramuka,Gambar Situasi tanggal 09-02-1972 No. 585/1972, Sertipikat Pengganti No. 00727/
atas nama Oemar Sjamdaru Bin Muhamad Sugeng Radjikin yang dahulu dikenal terletak di Desa
Gapuramuka, Kecamatan Bekasi, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sekarang termasuk dalam
wilayah Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, atau tepatnya terletak di
Jalan Raya Bekasi Km.18 seluas 10.650 M2, adalah sah milik Penggugat. Transaksi Pelepasan
Hak (Jual Beli) sesuai Akta Pelepasan Hak, tanggal 4 September 1974, No. 56 terhadap
tanah dengan Sertipikat Hak Milik No. 47/Desa Gapuramuka, atas nama Oemar Sjamdaru Bin
Muhamad Sugeng Radjikin,antara Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III, selaku kuasa dari
Ayahanda Penggugat dengan Tergugat, dilakukan tanpa ijin dari Hakim/Pengadilan, oleh karena
itu Akta Pelepasan Hak tanggal 4 September 1974 No. 56, yang dibuat dihadapan Notaris Raden
Soeratman adalah tidak sah dan batal demi hukum, sehingga tidak mempunyai kekuatan
hukum apapun; Umar Sjamdaru bin Muhamad Sugeng Radjikin,dalam hal ini
orang tuaIndonesiaPenggugat,
Menimbang, bahwa Terbanding semula Tergugat membantah dalih-dalih gugatan Penggugat
dengan mengajukan dalih bantahannya bahwa tanah a quo telah Tergugat sejak 4 September
1974 dilepas kepemilikannya atau haknya kepada menjadi tanah dikuasai negara yang
penguasaannya diserahkan kepada Tergugat diikuti dengan pembayaran ganti rugi kepada
Muhamad Sugeng Radjikin selaku pemegang kekuasaan orang tua atas nama Penggugat melalui
Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III. Berdasarkan Akta Pelepasan Hak No. 56 Tanggal 04
September 1974, Muhamad Sugeng Radjikin yang menjalankan kekuasaan orang tua atas nama
telah memakai dan menerima uang ganti rugi sebesar Rp.6.000,- (enam ribu Rupiah) tiap meter
persegi, jumlah mana telah diterima dari Tergugat dan Akta Pelepasan Hak No. 56
Tanggal 04 September 1974 juga berlaku sebagai bukti tanda terima;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah mengajukan
bukti surat P–1 sampai dengan P–10 yang telah diberi materai secukupnya dan dicocokkan
dengan aslinya.Selain itu Penggugat mengajukan bukti keterangan saksi, yaitu Rarenggo dan
keterangan ahli, yaitu Gunawan Wijaya;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalih-dalih sangkalannya Tergugat telah mengajukan
bukti surat yang diberi tanda T-1 sampai dengan T - 29, yang telah diberi meterai secukupnya.
Selain itu Tergugat mengajukan bukti keterangan saksi Mustofa dan Rama, serta keterangan
ahliB.F. Sihombing;
Menimbang, bahwa pokokRepubpermasalahan dalam perkara a quo adalah apakah sebidang
tanah yang terletak di Desa Gapuramuka, Kecamatan Bekasi, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat,
sekarang termasuk dalam wilayah Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur,
atau tepatnya terletak di Jalan Raya Bekasi Km.18 seluas 10.650 M2 adalah sah milik Penggugat
dan apakah Tergugat menguasai tanah obyek sengketa secara melawan hukum;
Menimbang, bahwa Bukti P – 1 adalah Sertipikat Hak Milik Nomor 00727 Tahun 2015
sebagai pengganti Sertipikat Nomor 47 Tahun 1972 yang oleh Penggugat dinyatakan
hilang;
Menimbang, bahwa dalam Sertipikat Hak Milik Nomor 47 Tahun 1972 disebutkan bahwatanah
tersebut adalah bekas hak milik adat C. No. 2129, persil No. 16b, 13 a kl.I dan II, Darat dan
Sawah tercatat atas nama Moh. Sugeng Radjikin. Hal tersebut sesuai dengan posita Penggugat,
bahwa tanah a quo dibeli Milik Nomor 00727 Tahun 2015 yang diterbitkan; dan diajukan
proses sertipikatnya oleh Muhamad Sugeng Radjikin, Ayah Penggugat pada sekitar awal
tahun 1972; Menimbang, bahwa Bukti P – 2 sampai dengan Bukti P – 4 adalah SPT PBB
tahun 2013, 2014, dan 2015 atas tanah obyek sengketa yang ditetapkan tanggal 24 April 2015.
Sedangkan Bukti P – 5 sampai dengan Bukti P – 7 adalah SPT PBB tahun 2000, 2001, dan 2002
atas tanah obyek sengketa yang ditetapkan tanggal 29 Juli 2015, yang berarti SPT atas tanah
sengketa ditetapkan dan dibayar pajaknya setelah Penggugat memperoleh sertipikat pengganti,
yaitu Sertipikat Hak Radjikin); Menimbang, bahwa keterangan saksi yang diajukan
Penggugat menerangkan bahwa ia yang mengurus sertipikat pengganti dan menerangkan bahwa
SPT atas tanah sengketa ditetapkan dan dibayar pajaknya setelah Penggugat memperoleh
sertipikat pengganti;
Menimbang, bahwa berdasarkan dalih-dalih dan bukti-bukti yang diajukan para pihak, terungkap
fakta hukum sebagai berikut:
- Tanah obyek sengketa dibeli oleh orang tua Penggugat (Muhamad Sugeng Radjikin)
- tanah tersebut adalah bekas hak milik adat C. No. 2129, persil No. 16b, 13 a kl.I dan II,
Darat dan Sawah tercatat atas nama Moh. Sugeng Radjikin;
- pada tahun 1972 tanah tersebut oleh orang tua Penggugat (Muhamad Sugeng Radjikin
disertipikatkan menjadi atas nama Oemar Sjamdaru Bin Muhamad Sugeng Radjikin
(Penggugat), yaitu dengan Sertipikat Hak Milik No.47/Desa Gapuramuka, Gambar Situasi
tanggal 09-02-1972 No. 585/1972;
- pada tahun 1974, berdasarkan Akta Pelepasan Hak No. 56 tanggal 04 September 1974,
Muhamad Sugeng Radjikin yang menjalankan kekuasaan orang tua atas nama Oemar Sjamdaru
bin Muhamad Sugeng Radjikin, melepaskan hak atas tanah tersebut kepada Tergugat; tanggal 31
Maret 2015 diterbitkan sertipikat pengganti, yaitu Sertipikat Hak Milik
- Muhamad Sugeng Radjikin telah menerima uang ganti rugi sebesar Rp.6.000,- (enam
ribu Rupiah) per meter persegi dari Tergugat dan Akta Pelepasan Hak No. 56 Tanggal 04
September 1974 juga berlaku sebagai bukti tanda terima;
- Tanah obyek sengketa tersebut telah dikuasai oleh Tergugat;
- Penggugat mengajukan permohonan sertipikat pengganti Sertipikat Hak Milik
No.47/Desa Gapuramuka dengan alasan hilang dan oleh Badan Pertanahan pada berdasarkan
Akta Pelepasan Hak No. 56 tanggal 04 September 1974,Indonesiayang dalam No. 00727/ Desa
Gapuramuka atas nama Oemar Sjamdaru Bin Muhamad Sugeng Radjikin;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut di atas maka tanah obyek sengketa
pada mulanya adalah milik Muhamad Sugeng Radjikin dan dalam sertipikat diatasnamakan
Pengugat akan tetapi pengatasnamaan tersebut tidak didasarkan alas hak yang jelas dan Tergugat
menguasai tanah obyek sengketa hal ini Muhamad Sugeng Radjikin menjalankan kekuasaan
orang tua atas nama Oemar Sjamdaru bin Muhamad Sugeng Radjikin;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas tidak
terdapat bukti bahwa Tergugat menguasai tanah obyek sengkata secara melawan hukum, oleh
karena itu gugatan Penggugat harus dinyatakan ditolak seluruhnya;
Menimbang, bahwa putusan ini tidak hanya berlaku dan mengikat terhadap Penggugat
dan Tergugat saja tetapi juga berlaku bagi Para Turut Tergugat, oleh karena itu Para Turut
Tergugat harus dihukum untuk tunduk dan taat terhadap putusan dalam perkara a quo;
Menimbang, bahwa oleh karena putusan Pengadilan tingkat pertama dibatalkan dan
Pengadilan Tingkat banding mengadili sendiri menyatakan menolak gugatan Penggugat
seluruhnya, maka Pembanding semula Penggugat dihukum untuk membayar biaya
perkara pada kedua tingkat peradilan;
DALAM REKONVENSI
Menimbang, bahwa semua pertimbangan-pertimbangan hukum Dalam Konvensi
harus dianggap dipertimbangkan kembali dan menjadi pertimbangan- pertimbangan hukum
pula Dalam Rekonvensi;
Menimbang, bahwa Pengugat Rekonvensi/Tergugat Rekonvensi menuntut agar
Pengadilan menyatakan berharga dan berkekuatan hukum Akta Pelepasan Hak No.56 Tanggal
04 September 1974 yang di buat di hadapan Notaris R.Soeratman, tanah yang berasal dari
konversi milik adat, C.No.29, Persil 16 b., 13 a, Kl.l dan Kl.ll, yang dahulu terletak dalam
wilayah Desa Gapuramuka, Kecamatan Bekasi, Kabupaten Bekasi, sekarang dikenal umum
terletak di Jalan Raya Bekasi Km.18, Rw.005.Rw.02, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan
Cakung, Jakarta Timur, seluas 10.650 M2 sebagaimana tercantum di dalam Sertifikat Hak
Milik No.47/Desa Gapuramuka adalah sah milik Penggugat Rekonvensi, Sertifikat Hak
Milik No.0727/Cakung Barat atas nama Tergugat Rekonvensi sebagai Pengganti Sertifikat Hak
Milik No.47/Desa Gapuramuka adalah cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum;

Menimbang, bahwa telah dipertimbangkan dalam pertimbangkan hukum Dalam


Konvensi bahwa tidak terdapat bukti bahwa perbuatan Tergugat menguasai tanah obyek
sengketa berdasarkan Akta Pelepasan Hak No.56 Tanggal 04 September 1974 adalah
perbuatan melawan hukum, oleh karena itu tidak perlu dipertimbangkan kembali dalam
pertimbangan Dalam Rekonvensi;
Menimbang, bahwa terhadap tuntutan rekonvensi yang berkaitan dengan Sertifikat Hak
Milik No.0727/Cakung Barat atas nama Tergugat Rekonvensi sebagai Pengganti Sertifikat Hak
Milik No.47/Desa Gapuramuka, Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa tuntutan tersebut
bukan kewenangan peradilan di lingkungan peradilan umum, oleh karena itu berdasarkan Pasal
132 a Ayat (1) angka 2 HIR (Staatsblad 1941 Nomor 44) tuntutan Dalam Rekonvensi yang
diajukan oleh Penggugat Rekonvensi harus dinyatakan ditolak;
Menimbang, bahwa gugatan rekonvensi adalah gugatan yang menumpang pada gugatan
konvensi, oleh karena itu biaya perkara dalam gugatan rekonvensi hanrus dinyatakan nihil;
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan
Ulangan di Jawa dan Madura, HIR (Staatsblad 1941 Nomor 44), Undang Undang Nomor 2
tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang telah beberapa kali diubah dan perubahan terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 49 tahun 2009, dan peraturan perundang-undangan lain yang
bersangkutan;
MENGADILI
- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 277/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst
tanggal 24 Oktober 2018 yang dimohonkan banding;
MENGADILI SENDIRI
DALAM KONVENSI:
1. Menolak gugatan Pembanding semula Penggugat seluruhnya;
2. Menghukum Para Turut Terbanding semula Para Turut Tergugat untuk tunduk dan taat
terhadap putusan dalam perkara a quo;
3. Menghukum Pembanding semula Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam
kedua tingkat peradilan, yang pada tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 150.000,- ( seratus
lima puluh ribu rupiah );
DALAM REKONVENSI:
1. Menolak gugatan Terbanding semula Tergugat Konvensi / Penggugat Rekovensi
seluruhnya
2. Menyatakan biaya perkara dalam gugatan rekonvensi nihil;

Intisari putusan Nomor 277/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst.


OEMAR SYAMDARU Bin MUHAMAD SUGENG RODJIKIN , pekerjaan Wiraswasta,
bertempat tinggal di Jalan Nuri, No. 9, Rt. 008, Rw.06, Kelurahan Pesanggrahan , Jakarta
Selatan yang dalam hal ini diwakili oleh
1.HUSIN HELMI, SH.
2.BILDANSYAH, SH. 3. MARHENDI, SH, MH. 4. A. FAOZAN TZ, SH
Advokat-advokat, yang berkantor di HARMONI PLAZA Blok B28 Lt.3 Jalan Suryopranoto No.
2 Jakarta Pusat, Berdasarkan Surat Kuasa Khusus untuk itu, bertindak untuk selanjutnya disebut
sebagai………...…….............…… .PENGGUGAT ;
MELAWAN
1. PT. PERTAMINA (Persero) berkantor di JalanMerdeka Timur 1A, Jakarta Pusat;
Selanjutnya akan disebut sebagai ........................................................…TERGUGAT ;
2. MAJELIS PENGAWAS DAERAH (MPD) NOT ARIS JAKART A PUSAT ,Notaris
yang menyimpan dan memelihara protocol Raden SOERATMANdan WILLY SILIT
ONGA,keduanya telah meninggal dunia, beralamat di Jl . Letjen Mt. Haryono No. 24 Rt 4
Rw 1, Cawang, Kramatjati, Jakarta Timur; Selanjutnya akan disebut sebagai
……………………......…TURUT TERGUGAT I;
3. ENI, ahli waris SOEPARDI, swasta, bertempat tinggal di Jalan Sunan Kasepuhan , No.6,
Rawamangun , Jakarta Timur; Selanjutnya akan disebut sebagai ….…TURUT
TERGUGAT II;

4. Raden ISAM ABDURACHMAN , terakh ir diketah u i bertempat tin ggal di Jalan Sunan
Giri, No. 5, Rawamangun Jakarta Timur; Selanjutnya akan disebut sebagai …............…T
URUT TERGUGAT III;
5. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ BADAN PERTANAHAN NASIONALCQ
BADAN PERTANAHAN WILAYAH PROPINSI DKIJAKARTA CQ KEPALA
KANTOR PERTANAHANKOTAMADYA JAKARTA TIMUR, berkedudukan di Jalan
Sentra Primer Baru Timur, Pulogebang, Cakung, Rw 8, Jakarta Timur; Selanjutnya akan
disebut sebagai ………TURUT TERGUGAT IV;

Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatan tanggal17 Mei 2017 yang diterima
dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 18 Mei 2017
dalam Register Nomor 277/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, telah mengajukan gugatan sebagai berikut:
1. Bahwa, Penggugat adalah pemilik yang sah atas sebidang tanah SHM No. 47/Desa
Gapiramuka tercatat atas nama Penggugat, yang berasal dari konversi tanah milik adat, C. No.
29, Persil 16 b., 13 a, Kl. I dan Kl. II, yang dahulu terletak dalam wilayah Desa
Gapuramuka, Kecamatan Bekasi,Kabupaten Bekasi,sekarang dikenal umum terletak di Jalan
Raya Bekasi Km. 18, Rw. 005. Rw. 02, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta
Timur, seluas 10.650 M2;
2. Bahwa, tanah a quo dibeli dan diajukan proses sertifikasinya oleh Muhamad Sugeng Radjikin
,Ayah penggugat,pada sekitar awal tahun 1972, sementara pada saat itu Penggugat sendiri masih
berusia sangat beliau yakni sekitar 14 tahun;
3. Bahwa, sebelum meninggal dunia pada pertengahan tahun 1975, Ayahnya menceritakan
demikian pada Penggugat, akan tetapi Ayah Penggugat tidak menunjukkan sertifikat hak
milik atas tanahnya tersebut;
Bahwa, sampai kemudian padaawal tahun 2013, lama setelah ayahnya
meninggal, Penggugat menemukan copy Sertifikat Hak Milik No. 47/Desa Gapuramuka yang
pernah diceritakan ayahnya. Berbekal sertifikat tersebut, Penggugat kemudian menelusuri dan
mencari tahu keberadaan lokasi tanah dan sertipikat aslinya;
4. Bahwa, melalui penelusuran yang dilakukannya, diketahui tanah milik Penggugat
sebagaimana tertuang dalam Copy Sertifikat Hak Milik No. 47/Desa Gapuramuka tersebut,
ternyata dikuasai oleh Tergugat I;
5. Bahwa, atas keadaan tersebut, Penggugat memintakan klarifikasi perihal Turut status tanah
tersebut kepada Tergu gat IV, Kantor Pertanahan Kota Adiminstratif Jakarta Timur, yang
dalam jawabannya melalui surat tertanggal 26 Juli 2013, Nomor 772/7.31/VII/2013, pada
pokoknya menyatakan,bahwa Sertifikat Hak Milik No. 47/Gapuramuka yang terletak di
Kelurahan Gapura Muka, Kecamatan Bekasi, Kabupaten Bekasi, sebagaimana diuraikan dalam
Gambar Situasi tanggal 09-02-1972 No. 585, luas 10.650 M2 tercatat atas nama UMAR
SJAMDARU bin MUHAMAD SUGENG RADJIKIN diterbitkan tgl. 24-07 -1972 dan sampai
saat ini masih tercatat atas nama UMAR SJAMDARU bin MUHAMAD SUGENG RADJIKIN;
6. Bahwa,berdasarkan Pada klarifikasi tentang status kepemilikan tanah sebagaimana tersebut
di atas, maka kemudian Penggugat membuat Laporan Kehilangan Sertifikat Hak Milik No .
47/Desa Gapuramuka atas nama OEMAR SJAMDARU bin MUHAMAD SUGENG
RADJIKIN kepada Kepolisan ResorJakartaUtara, sesuaiSurat TandaPenerimaan
Laporan/Pengaduan No. TBL/2220/B/IV/2014/PMJ.Resju tanggal 24 April 2014
dan terbitlah Surat Keterangan Hilang No. Sket/55/IX/2014/Resju, tanggal 10
September 2014;
7. Bahwa, atas surat Laporan Kehilangan Sertifikat Hak Milik No. 47/Desa Gapu
ramuka sebagaimana tersebut di atas, Penggugat kemudian mengajukan Permohon an
Sertifikat Pengganti kepada Turut Tergu gat IV, atas permohonan mana kemudian Turut
Tergugat IV menerbitkan SertifikatHak Milik No. 00727/Cakung Barat, atas nama OEMAR
SJAMDARU bin MUHAMAD SUGENG RADJIKIN, sebagai sertifikat Pengganti atas SHM,
No. 47/Desa Gapuramuka;
8. Bahwa, berdasar hal tersebut, menjadi jelas secara hukum Penggugat
adalah pemilik yang sah atas sebidang tanah yang dahulu terletak dalam wilayah Desa
Gapuramuka, Kecamatan Bekasi, Kabupaten Bekasi, sekarang dikenal umum terletak di
Jalan Raya Bekasi Km. 18, Rw. 005. Rw. 02, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung,
Jakarta Timur, seluas 10.650 M2 (sepuluh ribu enam ratus lima puluh meter per segi), sesuai
Sertipikat Hak Milik (SHM) No. 47/Desa Gapuramuka, atau Sertifikat Pen ggan ti No.
00727/CakungBarat atas nama OEMAR SJAMDARU bin MUHAMAD SUGENG RADJIKIN;
9. Bahwa, oleh sebab tan ah den gan Sertifikat Hak Milik No. 47/Desa Gapuramuka,
sertifikat pengganti No. 00727/Cakung Barat atas nama OEMAR SJAMDARU bin
MUHAMAD SUGENG RADJIKIN yang dahulu dikenal terletak diDesa Gapuramuka,
Kecamatan Bekasi, Kabu paten Bekasi , Jawa Barat, Sekarang termasuk dalam wilayah
Kelurahan Cakung, Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, atau terletak di Jalan Raya
Bekasi Km.18, selu as 10.650 M 2, adalah milik Penggugat, maka kemudian Penggugat
melakukan upaya agar Tergugat, mau secara sukarela menyerahkan dan mengosongkan
tanah tersebut kedalam keku asaan Penggugat tanpa syarat dan beban apapun ;
10. Bahwa, atas tuntutan hak dari Penggugat di atas, Tergugat mendalilkan bahwa tanah
dengan sertifikat Hak Milik semula No.47/Desa Gapuramuka, sekarang sesuai sertifikat
pengganti No. 00727/Cakung Barat, atas nama OEMAR SJAMDARU bin MUHAMAD
SUGENG RADJIKIN, telah menjadi milik Tergugat, melalui proses Pelepasan Hak (Jual Beli),
sesuai dengan Akta Pelepasan Hak,tanggal 4 September 1974, No. 56, yang dibuat oleh dan
dihadapan Notaris Raden SOERATMAN telah meninggal dunia dan Protokol Notarisnya
disimpan dan dipelihara oleh Turut Tergugat I, yang dilakukan oleh Ayahanda Penggugat,
selaku wali dari Penggugat, melalui kuasanya, yakni SOEPARDI telah meninggal dunia dan
kedudukannya dugantikan Turut Tergugat II sebagai ahli warisnya dan Turut Tergugat III, sesuai
surat Kuasa tanggal 24 Agustus1973, No.39, yang dibuat dihadapan Notaris Willy
Silitonga, telah meninggal dunia dan Protokol Notarisnya disimpan dan dipelihara oleh Turut
Tergugat I;
11. Bahwa, akan tetapi ternyata Pelepasan Hak (Jual Beli)terhadap tanah Sertifikat Hak Milik
No.47/Desa Gapuramuka atas nama OEMAR SJAMDARU bin MUHAMAD SUGENG
RADJIKIN,oleh kuasa Ayah Penggugat kepada Tergugat, selaku penerima pelepasan
hak/Pembeli, telah dilakukan tanpa Ijin dari Hakim/(Pengadilan),
sebagaimanahal tersebut diwajibkan olehketentuanPasal 393 KUH. Perdata;
12. Bahwa, sesuai dengan ketentuan Pasal 393 KUH . Perdata,yang dengan tegas
menggariskan , bahwa seorang wali tidak diperkenan kan untuk menjual,
menggadaikan benda -benda tidak bergerak, surat-surat sero dan surat-surat
penagihan , tanpa ijin lebih dahulu dari Hakim/Pengadilan;
13. Bahwa, oleh sebab pelepasan Hak atas tanah dengan Sertifikat Hak Milik semula
No.47/Desa Gapuramuka, sekarang sesuai Sertipikat pengganti No. 00727/Cakung Barat,
atas nama OEMAR SJAMDARU bin MUHAMAD SUGENG RADJIKIN tersebut,
sebagaimana disyaratkan dilakukan Tanpa Ijin Hakim/Pengadilan, tanpa syarat dan beban
apapun;
16. Bahwa, selain itu akibat perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan Tergugat
dengan menguasai, mengelola dan menempati tanpa alasan hak yang sah,telah pula
menimbulkan kerugian bagi Penggugat, baik Materiil maupuun Immateril, yakni sebagai
berikut:--
A. Kerugian Materiil:
Keru gian yan g diderita Pen ggu g at tersebu t adalah berupa kerugian berupa biaya biaya
pengurusan untuk pen yelesaian masalahnya tidak kurang sebesar Rp250.000.000. (dua
ratus lima puluh juta rupiah );
B. Kerugian Immateril :
Bahwa Penggugat sangat dirugikan dengan adanya pemberitaan di media massa mengenai
kepemilikan atas tanah obyek perkara, dan menimbulkan keragu-raguan publik atas kepemilikan
tanah tersebut. Hal tersebut di atas telah mengakibatkan kerugian Immateril terhadap
Penggugat yang apabila dihitung setara dengan Rp.250.000.000;- (dua ratus lima puluh juta
rupiah);
17. Bahwa, selain itu oleh karena terhadap gugatan ini didukung oleh alat bukti otentik, maka
beralasan kiranya apabila terhadap putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan lebih dahulu,
atau serta merta, meskipun ada banding maupun kasasi, sesuai dengan ketentuan pasal 180 HIR;
Berdasarkan uraian alasan sebagaimana tersebut diatas, Penggugat mohon agar
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, berkenan memberikan Putusan dalam perkara ini,
yaitu sebagai berikut:--------------------------------
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya ;
2. Menyatakan sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik No. 47/Desa
Gapuramuka, Gambar Situasi tanggal 09-02-1972 No. 585/1972, sertifikat pen ggan ti No.
00727/ atas n ama OEMAR SJAMDARU bin MUHAMAD SUGENG RADJIKIN yang
dahulu dikenal terletak di Desa Gapu ramu ka, Kecamatan Bekasi, Kabupaten Bekasi, Jawa
Barat, termasuk dalam wilayah Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta
Timur, atau tepatnya terletak di Jalan Raya Bekasi Km.18 selu as 10.650 M2,
adalah sah milik Penggugat;

3. Menyatakan transaksi Pelepasan Hak (Jual Beli) sesuai Akta Pelepasan Hak, tanggal 4
September 1974, No. 56, terhadap tanah dengan sertifikat Hak Milik No. 47/Desa Gapu
ramu ka, atas nama OEMAR SJAMDARU binMUHAMAD SUGENG RADJIKIN,antara
Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III, selaku kuasa dari ayahanda Penggugat dengan
Tergugat,dilakukan tanpa Ijin dari Hakim/Pengadilan;
4. Menyatakan Akta Pelepasan Hak, tanggal 4 September 1974, No. 56, yang dibuat dihadapan
Notaris Raden SOERATMAN,adalah tidak sah dan batal demi hukum, sehingga tidak
mempunyai kekuatan hukum apapun ;
5. Menyatakan Tergugat telah melakukanperbuatan melawan hukum;
6. Menghukum Tergugat atau siapapun yang telah menguasai, atau yang mendapatkan
hak dari menempati, menggunakan padanya, untuk menyerahkan dan mengembalikan tanah
tersebut kedalam kekuasaan dan pengeloaan Penggugat selaku pemilik sah , tanpa syarat dan
beban apapun;
7. Menghukum Tergugatuntuk membayar ganti kerugian Materiil sebesar Rp.
250.000.000.,- (Dua ratus lima puluh juta rupiah) dan Kerugian Immateril sebesar Rp.
250.000.000;- (dua ratus lima puluh juta rupiah) kepada Penggugat, secara tunai, seketika dan
sekaligus;
8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara menuruthukum;
9. Menghukum Para Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh terhadap isi putusan ini;
10. Menyatakan terhadap putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan lebih dahulu atau
serta merta, meskipun ada banding, maupun kasasi, sesuai dengan ketentuan pasal 180 HIR;A
T A U :---------------------------------------------------------------------
Mohon putusan yang seadil-adilnya sebagaimana Hakim yang terhormat menganggap patut
dan adil.
DALAM KONVENSI
1. Menolak gugatan PENGGUGAT seluruhnya.
2. Menghukum PENGGUGAT untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam
perkara ini.
DALAM REKONVENSI
1. Mengabulkan Gugatan PENGGUGAT REKONVENSI seluruhnya.
2. Menyatakan berharga dan berkekuatan hukum Akta Pelepasan Hak No.56 Tanggal 04
September 1974 yang di buat di hadapan Notaris R.Soeratman.
3. Menyatakan bahwa tanah yang berasal dari konversi milik adat, C.No.29, Persil 16
b., 13 a, Kl.l dan Kl.ll, yang dahulu terletak dalam wilayah Desa Gapuramuka, Kecamatan
Bekasi, Kabupaten Bekasi, sekarang dikenal umum terletak di Jalan Raya Bekasi Km.18,
Rw.005.Rw.02, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, seluas 10.650 M
2. sebagaimana tercantum di dalam Sertifikat Hak Milik No.47/Desa Gapuramuka adalah Sah
milik PENGGUGAT REKONVENSI.
4. Menyatakan bahwa Sertifikat Hak Milik No.0727/Cakung Barat atas nama TERGUGAT
REKONVENSI sebagai Pengganti Sertifikat Hak Milik No.47/Desa Gapuramuka adalah cacat
hukum.
5. Menyatakan bahwa Sertifikat Hak Milik No.0727/Cakung Barat atas nama TERGUGAT
REKONVENSI sebagai Pengganti Sertifikat Hak Milik No.47/Desa Gapuramuka tidak
mempunyai kekuatan hukum.
6. Menghukum TERGUGAT REKONVENSI untuk membayar ganti rugi atas kehilangan
keuntungan sewa tanah selama 3 (tiga) tahun sebesar Rp.9.489.150.000,- (Sembilan milyar
empat ratus delapan puluh Sembilan juta seratus lima puluh ribu rupiah) secara tunai dan
sekaligus.
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI
7. Menghukum PARA TURUT TERGUGAT KONPENSI dan PARA TURUT TERGUGAT
REKONPENSI untuk patuh terhadap putusan a quo.
8. Menghukum TERGUGAT REKONVENSI untuk membayar biaya perkara yang timbul
dalam perkara ini.
Atau :
Apabila Majelis Hakim Agung yang mengadili dan memeriksa perkara ini berpendapat lain,
mohon agar dapat kiranya dijatuhkan putusan yang seadil-adilnya menurut hukum (ex aequo et
bono).

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM


DALAM KONVENSI :
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana tersebut di atas :
Menimbang, bahwa meskipun tidak diajukan eksepsi dari Tergugat namunsebelum
Majelis Hakim mempertimbangkan pokok perkara, terlebih dahulu akan dipertimbangkan
formalitas gugatan Penggugat;
Menimbang, bahwa selanjutnya setelah Majelis Hakim mempelejari secara seksama
materi gugatan Penggugat dihubungkan dengan bukti-bukti surat, keterangan saksi dan
keteragan ahli, baikyang diajukan oleh Penggugat maupun Tergugat, khususnya bukti-bukti surat
yang diajukan oleh Tergugat yaitu bukti surat berupa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Nomor : 304/Pdt.G/2015/PN.Jak Tim. tanggal 26 Oktober 2016 (Bukti T – 26) dimana dalam
perkara tersebut pihak Penggugatnya adalah Oemar alias Umar Syamdaru Bin Muhammad
Sugeng Radjikin alias Rodjikin, adapun PT. Pertamina selaku pihak Tergugat I, pihak
Koperasi Keluarga Besar Pensiunan Pertamina (KKBPP) selaku Tergugat II, pihak Tuan
Sucipto Salim selaku Tergugat III, pihak Tuan Ricky selaku Tergugat IV, pihak PT Sarana
Guna Makmur Persada selaku turut Tergugat I, pihak PT nugrah Citra Rekomindo selaku turut
Tergugat II, PT Runa Cirebon selaku turut Tergugat III, pihak Pemerintah Republik Indonesia
Cq. Badan Pertanahan Nasional Cq. Badan Pertanahan Wilayah Propinsi DKI Jakarta Cq.
Kepala Kantor Badan Pertanahan Kota Madya Jakarta Timur;

Menimbang, bahwa sementara itu dalam perkara a quo pihak Penggugatnya


adalahOEMAR SYAMDARU Bin MUHAMAD SUGENG RODJIKIN, sementara PT.
PERTAMINA (Persero) sebagai TERGUGAT, pihak MAJELIS PENGAWAS DAERAH
(MPD) NOTARIS JAKARTA PUSAT, sebagai TURUT TERGUGAT I, pihak E N I, ahli waris
SOEPARDI, sebagai TURUT TERGUGAT II, dan pihak Raden ISAM
ABDURACHMAN, sebagai TURUT TERGUGAT III serta pihak PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA CQ BADAN PERTANAHAN NASIONAL CQ BADAN
PERTANAHAN WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA CQ KEPALA KANTOR
PERTANAHAN KOTAMADYA JAKARTA TIMUR, sebaga TURUT TERGUGAT IV;
Meimbang, bahwa adapun yang menjadi obyek perkaranya adalah sebidang tanah seluas
10.153 M2 (sepuluh ribu seratus lima puluh tiga meter persegi) setifikat hak milik No. 00727
atas nama Oemar Sjamdaru Radjikin terletak dijalan Raya Bekasi KM 18 RT 005/RW 02
Kelurahan Cakung Barat Kecamatan Cakung Jakarta Timur;
Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut di atas, maka terbukti bahwa
antara Penggugat dan tergugat telah pernah berperkara dan telah diputus di pengadilan Negeri
Jakarta Timur tanggal 26 Oktober 2016;
Menimbang, bahwa oleh karena sebelum perkara ini sudah ada Putusan Pengadilan
Negeri Jakata Timur Nomor 304/Pdt.G/2015/PN.Jak Tim. tanggal 26 Oktober 2016 dimana
OEMAR SYAMDARU Bin MUHAMAD SUGENG RODJIKINselaku Penggugat dan PT.
PERTAMINA (Persero) berkantor di Jalan Merdeka Timur 1A, Jakarta Pusat selaku tergugat,
sekarang diajukan gugatan lagi dengan obyek yang sama, hanya berupa perubahan dan
pengurangan pihak turut dengan tuntutan agar Tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan
melawan hukum, maka menurut Majelis Hakim gugatan demikian haruslah dinyatakan ne
bis in idem;
Menimbang, bahwa hal ini sesuai pula dengan Yurisprudensi Mahkamah RI No.1226
K/PDT/2001 tanggal 20 Mei 2002 dengan kaidah hukum bahwa meskipun kedudukan
subyeknya berbeda, obyeknya sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan sudah
berkekuatan hukum tetap, sehingga gugatan dinyatakan ne bis in idem;

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dinyatakan ne bis in idem, maka pokok
perkara gugatan Penggugat tidak dipertimbangkan lagi dan gugatan Penggugat haruslah
dinyatakan tidak dapat diterima;
DALAM REKONVENSI :
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Konvensi kabur/tidak jelas sehingga dinyatakan
gugatan Penggugat dalam Konvensi /Tergugat dalam Rekonvensi tidak dapat diterima, maka
gugatan Rekonvensi sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan gugatan konvensi
harus pula dinyatakan tidak dapat diterima;
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI :
Menimbang, oleh karena gugatan Penggugat dalam Konvensi/ Tergugat dalam Rekonvensi
dinyatakan tidak dapat diterima, maka sebagaimana ketentuan Pasal 181 ayat (1) HIR,
Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi haruslah dihukum untuk membayar
biaya perkara dalam perkara ini;
Memperhatikan akan pasal-pasal dan peraturan perundang-undangan lain
yang bersangkutan ;
MENGADILI
DALAM KONVENSI :
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
DALAM REKONVENSI :
- Menyatakan gugatan Penggugat Rekonvensi tidak dapat diterima;
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI :
- Menghukum Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi untuk membayar
biaya perkara sejumlah Rp. 2.516.000,- ( dua juta lima ratus enam
- Intisari putusan Nomor 1211 K/Pdt/2021
- OEMAR SYAMDARU bin MUHAMAD SUGENG RODJIKIN, bertempat tinggal
di Jalan Nuri, Nomor 9, RT 008, RW 06, Kelurahan Pesanggrahan, Jakarta Selatan,
dalam hal ini memberi kuasa kepada Dr. Tommy Sihotang, S.H., LL.M., dan kawan, Para
Advokat pada Kantor Hukum Tommy Sihotang & Partners, beralamat di Jalan
Bangka XI Nomor 56, Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 24
Juni 2020; Pemohon Kasasi;
- Lawan
- PT PERTAMINA (Persero), berkantor di Jalan Merdeka Timur 1A, Jakarta Pusat,
diwakili oleh Elia Massa Manik, selaku Direktur Utama Perseroan, dalam hal ini
memberi kuasa kepada Lindung Nainggolan dan kawan-kawan, semuanya adalah
Pekerja PT Pertamina (Persero), beralamat di Jalan Merdeka Timur 1A, Jakarta
Pusat, dan Andi Abdurrahman Nawawi, S.H., dan kawan- kawan, Para Advokat pada
Kantor Hukum ANP, beralamat di Menara BCA Grand Indonesia Lantai 50, Jalan M.H.
Thamrin Nomor 1, Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 16
Agustus 2017;
- Termohon Kasasi;
- D a n:
- 1. MAJELIS PENGAWAS DAERAH (MPD) NOTARIS JAKARTA PUSAT,
yang menyimpan dan memelihara protokol NotarisRaden Soeratman dan Willy
Silitonga, keduanya telah meninggal dunia, beralamat di Jalan Letjen M.T. Haryono
Nomor 24, RT 4 RW 1, Cawang, Kramatjati, Jakarta Timur;
- 2. ENI, Ahli Waris SOEPARDI, bertempat tinggal di Jalan Sunan Kasepuhan,
Nomor 6, Rawamangun, Jakarta Timur;
- 3. Raden ISAM ABDURACHMAN, terakhir diketahui bertempat tinggal di Jalan Sunan
Giri, Nomor 5, Rawamangun, Jakarta Timur;
- 4. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA cq BADAN PERTANAHAN
NASIONAL cq BADAN PERTANAHAN WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA cq
KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTAMADYA JAKARTA TIMUR,
- berkedudukan di Jalan Sentra Primer Baru Timur, Pulogebang, Cakung, Rw 8,
Jakarta Timur;
- Para Turut Termohon Kasasi;
- Mahkamah Agung tersebut;
- Membaca surat-surat yang bersangkutan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
putusan ini;
- Menimbang, bahwa berdasarkan surat-surat yang bersangkutan, Penggugat dalam
gugatannya memohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memberikan
putusan sebagai berikut:
- 1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
- 2. Menyatakan sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 47/Desa
Gapuramuka, Gambar Situasi tanggal 09-02-1972 Nomor 585/1972, sertifikat
pengganti Nomor 00727/ atas nama Oemar Sjamdaru bin Muhamad Sugeng
Radjikin yang dahulu dikenal terletak di Desa Gapuramuka, Kecamatan Bekasi,
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sekarang termasuk dalam wilayah Kelurahan
Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, atau tepatnya terletak di Jalan Raya
Bekasi KM 18 seluas 10.650 m2, adalah sah milik Penggugat;
- 3. Menyatakan transaksi Pelepasan Hak (Jual Beli) sesuai Akta Pelepasan Hak,
tanggal 4 September 1974, Nomor 56, terhadap tanah dengan sertifikat Hak Milik
Nomor 47/Desa Gapuramuka, atas nama Oemar Sjamdaru bin Muhamad Sugeng
Radjikin, antara Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III, selaku kuasa dari ayahanda
Penggugat dengan Tergugat, dilakukan tanpa Ijin dari Hakim/Pengadilan;
- 4. Menyatakan Akta Pelepasan Hak, tanggal 4 September 1974, Nomor 56, yang
dibuat dihadapan Notaris Raden Soeratman, adalah tidak sah dan batal demi hukum,
sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum apapun;
- 5. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
- 6. Menghukum Tergugat atau siapapun yang telah menguasai, menempati,
menggunakan atau yang mendapatkan hak dari padanya, untuk menyerahkan dan
mengembalikan tanah tersebut ke dalam kekuasaan dan pengelolaan Penggugat selaku
pemilik sah, tanpa syarat dan beban apapun;
- 7. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil sebesar
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan kerugian immaterial sebesar
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) kepada Penggugat, secara tunai,
seketika dan sekaligus;
- 8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara menurut hukum;
- 9. Menghukum Para Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh terhadap isi putusan
ini;
- 10. Menyatakan terhadap putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan lebih dahulu
atau serta merta, meskipun ada banding, maupun kasasi, sesuai dengan ketentuan pasal
180 HIR;
- Atau:
- Mohon putusan yang seadil-adilnya sebagaimana Hakim yang terhormat
menganggap patut dan adil;
- Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan gugatan balik
(rekonvensi) yang dalam gugatannya memohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat untuk memberikan putusan sebagai berikut:
- 1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi seluruhnya;
- 2. Menyatakan berharga dan berkekuatan hukum Akta Pelepasan Hak Nomor 56
tanggal 4 September 1974 yang di buat di hadapan Notaris R. Soeratman;
- 3. Menyatakan bahwa tanah yang berasal dari konversi milik adat, C. Nomor 29,
Persil 16 b., 13 a, Kl.l dan Kl.ll, yang dahulu terletak dalam wilayah Desa Gapuramuka,
Kecamatan Bekasi, Kabupaten Bekasi, sekarang dikenal umum terletak di Jalan Raya
Bekasi KM 18, RW 005 RW 02, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung,
Jakarta Timur, seluas 10.650 M2. sebagaimana tercantum di dalam Sertifikat Hak
Milik Nomor47/Desa Gapuramuka adalah sah milik Penggugat Rekonvensi;
- 4. Menyatakan bahwa Sertifikat Hak Milik Nomor0727/Cakung Barat atas
nama Tergugat Rekonvensi sebagai Pengganti Sertifikat Hak Milik Nomor47/Desa
Gapuramuka adalah cacat hukum;
- 5. Menyatakan bahwa Sertifikat Hak Milik Nomor 0727/Cakung Barat atas nama
Tergugat Rekonvensi sebagai Pengganti Sertifikat Hak Milik Nomor47/Desa
Gapuramuka tidak mempunyai kekuatan hukum;
- 6. Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar ganti rugi atas
kehilangan keuntungan sewa tanah selama 3 (tiga) tahun sebesar
Rp9.489.150.000,00 (sembilan miliar empat ratus delapan puluh Sembilan juta seratus
lima puluh ribu rupiah) secara tunai dan sekaligus;
- Dalam Konvensi dan Rekonvensi:
- 7. Menghukum Para Turut Tergugat Konvensi dan Para Turut Tergugat
Rekonvensi untuk patuh terhadap putusan a quo;
- 8. Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang timbul
dalam perkara ini;
- Atau:
- Apabila Majelis Hakim Agung yang mengadili dan memeriksa perkara ini
berpendapat lain, mohon agar dapat kiranya dijatuhkan putusan yang seadil-
adilnyaAgungmenurut hukum (ex aequo et bono);
- Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat telah memberikan Putusan Nomor 277/Pdt.G/2017/PN Jkt.Pst., tanggal 24 Oktober
2018 dengan amar sebagai berikut:
- Dalam Konvensi:
- - Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima; Dalam Rekonvensi:
- - Menyatakan gugatan Penggugat Rekonvensi tidak dapat diterima;
- Dalam Konvensi danRekonvensi:
- - Menghukum Penggugat Dalam Konvensi/Tergugat Dalam Rekonvensi
untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp2.516.000,00 (dua juta lima ratus enam belas
ribu rupiah);
- Menimbang, bahwa dalam tingkat banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
telah memberikan Putusan Nomor 724/PDT/2019/PT DKI., tanggal 24 Februari 2020
dengan amar sebagai berikut:
- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
277/Pdt.G/2017/PN Jkt.Pst., tanggal 24 Oktober 2018 yang dimohonkan banding;

- Mengadili Sendiri:
- Dalam Konvensi:
- 1. Menolak gugatan Pembanding semula Penggugat seluruhnya;
- 2. Menghukum Para Turut Terbanding semula Para Turut Tergugat untuk tunduk dan
taat terhadap putusan dalam perkara a quo;
- 3. Menghukum Pembanding semula Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam
kedua tingkat peradilan, yang pada tingkat banding ditetapkan sebesar Rp150.000,00
(seratus lima puluh ribu rupiah);
- Dalam Rekonvensi:
- 1. Menolak gugatan Terbanding semula Tergugat Konvensi/Penggugat Rekovensi
seluruhnya;
- 2. Menyatakan biaya perkara dalam gugatan rekonvensi nihil;
- Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Pemohon
Kasasi pada tanggal 12 Juni 2020 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Kasasi
dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 24 Juni 2020
diajukan permohonan kasasi pada tanggal 26 Juni 2020 sebagaimana ternyata dari
Akta Permohonan Kasasi Nomor 77/Srt.Pdt.Kas/2020/PN Jkt.Pst., juncto Nomor
277/Pdt.G/2017/PN Jkt.Pst., yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang memuat alasan-
alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 7 Juli
2020;
- Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu
dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh karena itu permohonan
kasasi tersebut secara formal dapat diterima;
- Menimbang, bahwa berdasarkan memori kasasi yang diterima tanggal 7 Juli 2020
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan ini, Pemohon
- Kasasi meminta agar:
- - Membatalkan seluruh Putusan Judex Factibaik di tingkat Pengadilan Negeri
maupun Pengadilan Tinggi yaitu Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor
724/PDT/2019/PT DKI., tanggal 24 Februari 2020 juncto Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Nomor 27746/Pdt.G/2017/PN Jkt.Pst., tanggal 24 Oktober 2018;

- - Dan selanjutnya mengabulkan seluruh gugatan a quo dari Penggugat/Pemohon


Kasasi;
- Menimbang, bahwa terhadap memori kasasi tersebut, Termohon Kasasi telah
mengajukan kontra memori kasasi tanggal 23 Juli 2020 yang pada pokoknya
menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi;
- Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung
- berpendapat:
- Bahwa, setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 7 Juli 2020 dan
kontra memori kasasi tanggal 23 Juli 2020 dihubungkan dengan pertimbangan Judex
Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak salahAgungmenerapkan hukum,
dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Pengadilan Tinggi tidak salah menerapkan hukum. Putusan
Pengadilan Tinggi yang menolak gugatan Penggugat Konvensi merupakan putusan
yang tepat dan benar karena berdasarkan hukum. Penggugat Konvensi tidak dapat
membuktikan dalilnya yang menyatakan Penggugat adalah pemilik objek sengketa
karena objek sengketa ternyata telah dijual oleh ayah Penggugat sebagaimana dibuktikan
dengan Akta Pelepasan Hak Nomor 56 Tahun 1974 kepada Tergugat Konvensi.
Kemudian sejak pelepasan hak itu, Tergugat Konvensi menguasai fisik tanah dan
memiliki alas hak yaitu Sertifikat Hak Guna Bangunan dan Izin Usaha di lokasi tanah
sengketa. Meskipun objek sengketasetelah dibeli oleh ayah Penggugat
diatasnamakan kepada Penggugat tetapi karena Penggugat masih di bawah
umur, maka ayah Penggugat memiliki kekuasaan sebagai orang tua untuk melakukan
perbuatan hukum terkait objek sengketa termasuk melepas objek sengketa kepada pihak
lain. Akta Pelepasan Hak Nomor 56 Tahun 1974 merupakan bukti autentik bahwa
kepemilikan objek sengketa telah dialihkan kepada Tergugat. Sertifikat Hak Milik
pengganti yang diusulkan oleh Penggugat pada tahun 2015 merupakan
upaya iktikad tidak baik dari Penggugat untuk memperoleh kepemilikan kembali
atas obyek sengketa yang secara hukum sesungguhnya oleh ayah Penggugat telah
dialihkan secara sah kepada pihak lain;
- Bahwa alasan-alasan kasasi lainnya tidak dapat dibenarkan, karena merupakan
penilaian terhadap fakta dan hasil pembuktian di persidangan yang tidak tunduk pada
pemeriksaan Kasasi;
- Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata bahwa putusan
Judex Facti/Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan
hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi OEMAR SYAMDARU bin MUHAMAD SUGENG RODJIKIN
tersebut harus ditolak
- Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi
ditolak dan Pemohon Kasasi sebagai pihak yang kalah, maka Pemohon Kasasi dihukum
untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
- Memperhatikan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
KekuasaanAgungKehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun
2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan
perundang-undangan lain yang bersangkutan;
- MENGADILI:
- 1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi OEMAR SYAMDARU bin
MUHAMAD SUGENG RODJIKIN tersebut;
- 2. Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini
sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
- belas ribu rupiah );
-
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS

Di Indonesia hukum agraria dikembangkan mengenai peralihan hak dari tanah yang
dimiliki dilaksanakan dengan diperjual belikan. Dalam praktek di lapangan hak untuk memiliki
tanah tersebut yang dalam hal ini kemudian hendak dilaksanakan suatu yang diperbuat mengenai
tanah yang didasari dengan hukum. 3 Lahir dan berlakunya hukum perdata di Indonesia
khususnya ditengah masyarakat karena dianggap dapat menjadi dasar pengambilan keputusan
macam-macam hukum positif, adapun hukum perdata yang

12 Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. Yani, Mendungan, Pabelan, Kec.


Kartasura, Kab. Sukoharjo, Jawa Tengah | luckyselomitha8@gmail.com

13 Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. Yani, Mendungan, Pabelan, Kec.


Kartasura, Kab. Sukoharjo, Jawa Tengah | alp120@ums.ac.id

14 Irselin Tasik Lino, ‘ALETHEA Jurnal Ilmu Hukum PERMOHONAN PERWALIAN


ANAK DIBAWAH UMUR OLEH IBU KANDUNG DALAM PENGELOLAAN HARTA
WARISAN’, 4.2 (2021),
131–46 <http://ejournal.uksw.edu/alethea>.

256
Kajian Yuridis Peralihan Hak…

terlaksana di masyarakat Indonesia yakni mengenai waris, perikatan, perkawinan,


perorangan, kekeluargaan, kemudian kekayaan.4

Hak milik tanah mengalami pemindahan yang dilakukan dengan sesuatu yang diperbuat
mengenai hukum kemudian hak milik dari tanah di pindahkan untuk orang lain. Dalam
masyarakat Indonesia, lebih dari satu fenomana yang berkaitan dengan peralihan milik dari tanah
dari seorang anak yang perwaliannya merupakan milik dari orangtuanya. Untuk itu dalam hal ini
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memberikan petunjuk bahwa klien harus mendapat
penetapan dari pengadilan mengenai perwalian untuk melakukan tujuannya yakni peralihan hak
milik dari tanah yang dimiliki anak yang masih belum cakap. Pengadilan tersebut memiliki
kewenangan mengadili mengenai permohonan untuk perwalian milik anak yang belum cakap.
Sering menjadi permasalahan yakni pada saat orang tua dari anak yang memiliki hak tetapi
masih dibawah umur kemudian hendak memindahkan hak tanah tersebut dengan jual beli. Akan
tetapi PPAT memiliki syarat-syarat yakni salah satu nya penetapan dari pengadilan mengenai
perwalian anak meski orang tua dari ahli waris tersebut adalah masih hidup dan merupakan
orang tua kandung.5 Hukum di Indonesia menetapkan bahwa tidak semua pihak dapat sebagai
subyek untuk hukum kemudian dapat melaksanakan penandatanganan untuk kontrak. Ketentuan
dari hukum perdata bahwa pihak yang disebut oleh Undang-Undang untuk mendapatkan warisan
yakni anak-anak, suami maupun istri namun pada bagian yang dimiliki anak dari pewaris
merupakan khusus dan tidak dapat di ganggu hal ini bagian mutlak.6

Sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


(selanjutnya disebut UU No. 1/1974) menyatakan bahwa perwalian untuk anak yang masih
belum cakap berada dalam kewenangan orang tua yang dalam hal ini anak tersebut belum
mencapai usia 18 tahun kemudian sebelum menikah. Pada Pasal 47 Ayat (2) dalam UU No.
1/1974 menyatakan bahwa wali tersebut mewakili ahli waris untuk melaksanakan perbuatan
mengenai hukum didalam ataupun diluar pada pengadilan. Akan tetapi di Indonesia masih
banyak terjadi permasalahan yang berbanding terbalik bahwa syarat untuk melaksanakan jual
beli mengenai hak milik tanah orang tua tersebut memohon pada pengadilan yakni sebuah
penetapan mengenai perwalian orang tua untuk anak yang masih belum cakap. Untuk itu, dalam
permasalahan ini penulis akan melakukan penelitian terhadap penetapan dari pengadilan tentang
perwalian untuk anak yang masih belum cakap, serta syarat dari PPAT untuk melakukan akad
jual beli milik anak yang masih belum cakap hukum. Dalam hal ini ketentuan UU No. 1/1974
serta wasiatlah yang dapat menentukan pihak untuk mendapat harta dari warisan. Pewaris
merupakan seseorang yang telah meninggal dan kemudian meninggalkan harta yang dimiliki
semasa hidupnya kemudian

b) Asri Arinda, M Ahasiswa S-2 M Agister Kenotariatan, and Fakultas Hukum,


PELAKSANAAN PERALI HAN HAK M I LI K ATAS TANAH M ELALUI HI BAH UNTUK
ANAK DI BAWAH UM UR.

c) Shenti Agustini and Bona Hidayat, IMPLEMENTASI PELAKSANAAN HIBAH DALAM


PERALIHAN HAK ATAS TANAH UNTUK ANAK DAN ORANG YANG DIBAWAH
PENGAMPUAN DI BATAM,

INDONESIA, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 2021, IX


<https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP>.

d) NITA NILASRY REZKI PULUNGAN, ‘Nita Nilan Sry Rezki Pulungan -1


PERLINDUNGAN HUKUM KEPENTINGAN ANAK DI BAWAH UMUR TERHADAP
HIBAH YANG MELANGGAR LEGITIEME
PORTIE NITA NILAN SRY REZKI PULUNGAN’, 2004, 1–11.

257
Mimbar Keadilan

Volume 15 Nomor 2
Agustus 2022
Lucky Putri Selomitha
Andria Luhur Prakoso

diberikan kepada anak-anak dari pewaris tersebut.7

Berbicara mengenai perwalian terhadap anak tidak dapat dipungkiri mengenai usia cakap
pada anak, karena hal tersebut dapat mengetahui apakah ahli waris tersebut masih membutuhkan
perwalian dari orang tua atau sudah cakap untuk mempertanggungjawabkan suatu perbuatan.
Kasus di masyarakat sering terjadi bahwa ahli waris yang ditinggali harta warisan oleh pewaris
masih dalam usia dibawah umur. Setiap ahli waris mempunyai hak yang sama atas bagian harta
warisan kemudian hak tersebut di pecahkan meski dalam hal ini ahli waris tersebut masih belum
cakap. Untuk itu, dapat menunjukkan bahwa meskipun ahli waris yang ditinggali harta warisan
oleh pewaris masih belum cakap tetapi hak milik masih berada didalam hak nya yakni ahli waris
menjadi pemegang dari hak yang didapat dari warisan tersebut. Nama dari pemegang hak yang
masih belum cakap umur tetap ditulis sebagai pemilik dari hak tanah padahal ahli waris tersebut
masih belum cakap umur.8

M. Fuad Fatoni dan Weppy Susetyo (2017) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
kedudukan anak dibawah umur tidak sah melakukan jual beli tanah serta bangunan, untuk itu
harus ditunjuk wali untuk mewakili dalam melakukan perbuatan hukum mengalihkan hak milik
atas tanah yang menjadi haknya tersebut. 9 Zahra Apritania Jati (2021) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa anak yang masih dibawah umur dalam melakukan jual beli tanah harus
memenuhi syarat yakni syarat formil dan syarat materiil.10 Etik Rahmawati dan Widyarini
Indriasti Wardani (2021) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa peralihan hak atas tanah
oleh anak dibawah umur yang dilakukan tanpa adanya penetapan perwalian dari Pengadilan
Negeri adalah cacat hukum dan batal demi hukum.11

Anak yang masih belum cakap umur dalam hal ini adalah seorang anak yang belum
dewasa serta tidak dapat mempertanggungjawabkan suatu perbuatan, dalam hal ini ia
mempunyai hak milik tanah tidak secara langsung memiliki kewenangan untuk mengalihkan
tanah yang dimilikinya. Anak yang masih belum cakap, dalam hal ini disebut belum cakap umur
melaksanakan perbuatan mengenai hukum diperlukan orang tua agar dapat melakukan peralihan
hak milik tanah dengan melaksanakan jual beli. Pihak yang memiliki kewenangan sebagai wali
bagi anak yang masih belum cakap wajib memiliki hasil dari penetapan pengadilan yang
kemudian dipergunakan untuk memberi izin untuk melaksanakan penjualan dari kepemilikan
tanah anak berkategori masih belum cakap umur. Berdasarkan fakta yang ada di lapangan
memperlihatkan bahwa masih banyak peralihan melalui jual beli dilaksanakan wali dari anak
yang masih belum cakap umur tanpa memiliki izin penetapan

13 SUBEHAN KHALIK NURHIDAYAH A. HAMBALI, ‘EKSISTENSI BALAI HARTA


PENINGGALAN DALAM PENANGANAN KASUS KEWARISAN ANAK’, Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, 1 (2019).

14 Zahra Apritania Jati, ‘ALETHEA Jurnal Ilmu Hukum PERALIHAN HAK ATAS
TANAH YANG DIMILIKI ANAK OLEH ORANG YANG BERTINDAK SEBAGAI WALI’,
4.2 (2021), 115–30 <http://ejournal.uksw.edu/alethea>.

15 M Fuad Fatoni, and Weppy Susetyo, TINJAUAN YURIDIS AKAD JUAL BELI TANAH
DENGAN SUBJEK HUKUM ANAK DIBAWAH UMUR, Jurnal Supremasi, (2017), 7(1), 5
<https://doi.org/10.35457/supremasi.v7i1.376>

16 M Fuad Fatoni, and Weppy Susetyo.

17 Etik Rahmawati dan Widyarini Indriasti Wardani, ‘PERALIHAN HAK ATAS TANAH
PADA ANAK DI BAWAH UMUR’, Notary Law Research, 2 (2021)

258
Kajian Yuridis Peralihan Hak…

yang dikeluarkan oleh pengadilan. Maka dari itu, saat melaksanakan akad jual beli tidak
diterima PPAT dikarenakan tidak ada izin penetapan untuk perwalian oleh pengadilan. Pasal 359
KUH Perdata menyebutkan bahwa perwalian ditetapkan oleh hakim dapat terjadi jika anak
belum cakap hukum dan tidak dalam kekuasaan dari orang tua. Untuk itu, pengadilan wajib
memberikan penetapan bagi seorang wali bagi anak yang masih belum cakap hukum tersebut.12

Berdasarkan uraian diatas, maka dari itu penelitian ini diberikan judul “Kajian Yuridis
Peralihan Hak Atas Tanah Milik Anak Yang Masih Di Bawah Umur (Studi Penetapan
Pengadilan Negeri KediriNomor 68/Pdt.P/2021/PN.Kdr.)”. Lebih lanjut, dapat dijelaskan hal-hal
yang dapat menjadi topik problematika untuk penelitian kasus ini, yakni bagaimana prosedur
peralihan hak atas tanah milik anak yang masih dibawah umur kemudian peneliti akan
menjelaskan mengapa izin pengadilan diperlukan untuk perwalian seorang anak yang dibawah
umur.

Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah sebuah kegiatan yang berbentuk ilmiah berdasarkan dari metode,
kemudian memiliki aturan serta pola pikir tertentu guna mempelajari gejala dari hukum dengan
cara menganalisisnya. Penelitian memiliki sifat deskriptif secara yuridis normative,
menggunakan data sekunder, bahan hukum primer serta sekunder. Penyelesaian permasalahan
dari penelitian yang terjadi pada kasus ini melakukan upaya hukum dengan peraturan dari
perundang-undangan (stastute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan
konseptual (conceptual approach) dilaksanakan menggunakan teknik dari pemngumpulan data
yang secara kepustakaan serta dapat dilakukan analisis dengan metode dari kualitatif.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Putusan Penetapan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 68/Pdt.P/2021/PN.Kdr.

Anak dari pemohon belum melangsungkan pernikahan dan masih dibawah umur 18 tahun
yakni belum cakap bertindak hukum untuk melakukan proses jual beli. Dalam putusan ini
pemohon sangat membutuhkan biaya untuk melanjutkan pendidikan maka pemohon mengajukan
perwalian untuk bertindak hukum atas nama anaknya yang masih dibawah umur 18 tahun.
Sebagaimana Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
KMA/032/SK/IV/2006 Tentang Pemberlakuan Buku II sebagai pedoman pelaksanaan tugas dan
administrasi pengadilan edisi 2007. Pada Bab II yang mengatur tentang tehnis peradilan untuk
perkara permohonan pada poin angka 12 (dua belas) menyatakan bahwa permohonan yang
dilarang adalah:

14 Permohonan untuk menetapkaan status kepemilikan atas suatu benda, baik benda
bergerak ataupun benda tidak bergerak oleh karena itu terhadap status kepemilikan suatu benda
diajukan dalam bentuk gugatan;

15 Permohonan untuk menetapkan status keahli warisan seseorang, oleh karena terhadap
status keahli warisan ditentukan dalam suatu gugatan;

12 Anzal Sabri, ‘KEABSAHAN PERWALIAN TINDAKAN HUKUM ATAS JUAL


BELI TANAH DENGAN PENJUAL ANAK DI BAWAH UMUR ( STUDI PENETAPAN
NEGERI Nomor : 109/Pdt.P/2015/PN.Kdl)’.

259
Mimbar Keadilan

Volume 15 Nomor 2
Agustus 2022
Lucky Putri Selomitha
Andria Luhur Prakoso

15 Permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah oleh karena
untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah harus dalam

bentuk gugatan.
Prosedur Peralihan Hak Atas Tanah Milik Anak Dibawah Umur

Anak masih belum cakap hukum wajib mempunyai wali maupun orang tua dan peralihan
dari hak milik tanah milik anak yang masih belum cakap hukum kemudian dilaksanakan dengan
perwalian yang ditetapkan oleh pengadilan kemudian memiliki kewenangan untuk mewakili
Anak yang belum cakap hukum melaksanakan perbuatan hukum, baik didalam atau diluar dari
pengadilan yang dipergunakan demi kepentingan anak serta wali harus bertanggung jawab
mengenai harta yang dimiliki anak yang masih belum cakap hukum, hal ini menurut Pasal 33
kemudian Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(selanjutnya disebut UU No. 23/2002). Adapun prosedur untuk melakukan peralihan hak tanah
yang dimiliki anak dibawah umur adalah sebagai berikut:

19 Tahap Pertama prosedur di PPAT

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan


Pembuatan Akta Tanah (selanjutnya disebut PP No. 37/1998) dan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 24/1997) diatur bahwa
peralihan hak yakni jual beli dari tanah harus dilaksanakan didepan PPAT. 13 Peralihan dari hak
tanah antara dengan cara jual beli yang dipunyai anak yang masih belum cakap hukum dan
peralihan hak tanah yang dimiliki melalui jual beli sering mempunyai perbedaan yang terjadi
pada pelaksanaan. Hal yang berbeda ini membuat terjadinya sebagian dari masyarakat Indonesia
yang tidak paham mengenai proses jual beli akan menimbulkan berbagai permasalahan. Tahapan
yang harus dilakukan untuk melaksanakan peralihan hak milik atas tanah yakni tahapan untuk
melaksanakan peralihan dengan memperjual belikan milik anak dibawah umur tersebut. Tahapan
ini mampu dilaksanakan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan berdasar pada tahapan
dalam proses pembuatan akta. Pada saat pelaksanaan proses pembuatan akta diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (selanjutnya disebut Permen Agraria No. 3/1997)
yang menyatakan jika akta yang di proses di PPAT dalam pembuatannya melalui beberapa
tahapan yakni, tahapan pada saat persiapan pembuatan dari akta, kemudian tahapan pada saat
pelaksanaan dari pembuatan akta, dan tahapan pada saat pendaftaran dari akta. Pada saat
pelaksanaan dari peralihan hak tanah dengan jual beli hal ini dipunyai anak yang masih belum
cakap hukum dilakukan didepan PPAT dan tidak dituliskan dengan jelas di Undang-Undang
Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (selanjutnya disebut UUPA No. 5/1960). Didalam Surat
Keterangan Warisan tersebut berisikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pewaris dan ahli
waris serta harta yang ditinggalkan oleh pewaris, yaitu:

21 Muhammad Isrok Muhammad Amin, Herwastoeti, ‘ANALISIS PRAKTIK JUAL BELI


TANAH DI

BAWAH TANGAN YANG DILAKUKAN DI HADAPAN KEPALA DESA (Studi


Kasus Di Desa Cangkering Kecamatan Amuuntai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Utara)’.

260
Kajian Yuridis Peralihan Hak…

Nama Pewaris;
Tempat Tinggal terakhir pewaris;
Tanggal, bulan dan tahun meninggalnya pewaris;
Tempat meninggal pewaris;
Tentang pernikahan pewaris;
Identitas ahli waris;
Obyek tanah yang ditinggalkan pewaris;
Tanda tangan ahli waris;
Tanda tangan saksi-saksi.

Selain membuat Surat Keterangan Warisan tersebut ahli waris juga harus menyertakan Surat
Pernyataan yang isinya menyatakan bahwa apa yang uraikan atau diutarakan dalam Surat
keterangan Warisan tersebut benar adanya yang sesungguhnya dan membebaskan kepala
kelurahan dan camat setempat dari segala aturan jika terdapat seseorang yang tidak diuntungkan
berkaitan dibuatnya surat keterangan warisan tersebut. Apabila terdapat ahli waris belum cakap
umur sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata maka dapat diwakil kan oleh orang tua dari ahli
waris atau pihak lain. Dalam hal ini wali meminta izin dari pengadilan untuk mendapatkan
penetapan sebagai wali anak yang masih belum cakap hukum dengan izin dari pengadilan
tersebut. Akta dari PPAT dapat berfungsi yang digunakan untuk alat bukti dalam pelaksanaan
perbuatan kepada hukum tentang hak milik dari tanah dan kemudian akta PPAT dapat digunakan
sebagai dasar dari pendaftaran perubahan pada data yang dimiliki tanah kepada kantor Badan
Pertanahan Nasional (BPN) di Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah kerja yang berhubungan
dengan letak dari tanah.14
24 Tahap Kedua Prosedur BPN

Mengenai pengajuan peralihan hak dari tanah untuk dilaksanakan jual beli yang dimiliki
oleh anak yang berada dibawah umur dilakukan dengan melengkapi persyaratan sebagai berikut:

Beli blangko peralihan hak jual beli di koperasi BPN;


Membawa sertifikat asli;
Sidang akte jual beli sesuai pengecekan PPAT di camat atau notaris;

BPHTB (Pajak pembeli walaupun nihil tetap dibuatkan) divalidasi dinas aset dan pendapatan;

SSP (Pajak penjual) divalidasi Kantor Pajak Pratama;


Fotokopi SPPT atau PBB tahun berjalan legalisir desa sesuai letak tanah atau legalisir notaris;

Fotokopi KTP dan KK wali anak dibawah umur. Legalisir desa sesuai domisili/legalisir notaris;

Fotokopi surat nikah wali anak dibawah umur sebagai penjual dengan legalisir KUA sesuai buku
nikah atau legalisir notaris;

Fotokopi KTP dan KK pembeli, legalisir desa sesuai domisili atau legalisir notaris

Penjual dan pembeli tanda tangan di akte dan blangko permohonan;

Surat kuasa jika tidak bisa hadir waktu pendaftaran atau pengambilan (bermaterai 10.000
mengetahui lurah).

25 Tahap Ketiga Prosedur Izin Pengadilan

14 Putu Arya Bagus Utama, I Nyoman Sumardika, and Ni Gusti Ketut Sri Astiti, ‘Perjanjian
Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Sebagai Dasar Pembuatan Akta Jual Beli Dihadapan
PPAT’, Jurnal Preferensi Hukum, 2.1 (2021), 177–81
<https://doi.org/10.22225/jph.2.1.3064.177-181>.

261
Mimbar Keadilan

Volume 15 Nomor 2
Agustus 2022
Lucky Putri Selomitha
Andria Luhur Prakoso

Penetapan atas kuasa dari perwalian untuk mewakili anak yang masih belum cakap hukum
harus mendapat izin dari pengadilan, berikut syarat-syarat untuk mengajukan izin penetapan
perwalian guna mewakili anak yang masih belum cakap hukum yakni berikut:
a. KTP pemohon;

b. Surat Keterangan Waris untuk pribumi yang disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah yang
dikuatkan oleh Camat/untuk WNI keturunan: Surat Keterangan Waris dari Notaris;

c. Fotokopi akta kelahiran anak;


d. Fotokopi akta kematian;
e. Fotokopi buku nikah atau akta perkawinan;
f. Fotokopi kartu keluarga;
g. Fotokopi sertifikat tanah yang akan dijual;
h. Surat permohonan kepada Ketua Pengadilan.

Diperlukan Izin Pengadilan Untuk Perwalian Anak Dibawah Umur Pada Perkara
Nomor 68/Pdt.P/2021/Pn.Kdr

Pada Pasal 309 juncto 393 KUH Perdata berisi tentang peralihan dari hak tanah yang
dimiliki oleh anak dibawah umur harus ditetapkan dari pengadilan sesuai dengan wilayahnya.
Untuk itu wali yang dalam hal ini diwajibkan untuk melaksanakan pengajuan yakni permohonan
perwalian untuk memperoleh penetapan ini. Masih banyak yang belum mematuhi peraturan
penetapan perwalian karena menurut UU No. 1/1974 untuk melaksanakan proses dari peralihan
hak tanah yang dimiliki anak dibawah umur dengan cara yakni penetapan dari pengadilan tidak
disebutkan namun dikantor pertanahan memberikan syarat yakni harus mendapat izin dari
penetapan pengadilan maupun sesuai dengan KUH Perdata. Hal ini dilakukan karena isi dari
Undang-Undang tersebut tidak cukup guna upaya perlindungan bagi anak yang belum cakap
umur.
Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata bahwa anak berada dibawah umur ini tidak
memiliki kewenangan untuk melaksanakan perbuatan untuk hukum karena tidak sesuai dengan
pasal tersebut. Apabila anak yang masih dibawah umur memiliki tanah atas Namanya kemudian
tanah milik anak tersebut hendak dijual maka secara hukum perbuatan tersebut harus dilakukan
oleh wali yang sah dari anak tersebut berdasarkan penetapan pengadilan.

Kebijakan dari perhimpunan, kemudian yayasan, serta lembaga untuk amal untuk wali
yang telah ditetapkan jika pengadilan memerintahkan karena badan hukum tidak memiliki
kewenangan menjadi wali jika dari perhimpunan, kemudian yayasan, serta lembaga amal
ditunjuk oleh orang tua.15 Pada Pasal 370 KUH Perdata diatur pengawasan harta kekayaan anak
dibawah umur, bahwa wali diperintahkan oleh wali pengawas untuk membuat daftar dan
perhitungan terkait barang serta harta peningggalan milik anak dibawah umur meskipun tidak
diatur dalam hukum.16

15 Rusfandi Rusfandi, ‘KEDUDUKAN HUKUM DARI WALI ANAK DI BAWAH


UMUR DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI PENJUALAN HARTA WARISAN’, 7.Vol 7
No 1 (2020): JENDELA HUKUM (2021)
<https://doi.org/https://doi.org/10.24929/fh.v7i1.1569>.

16 Yulita Dwi Pratiwi, ‘Harmonisasi Perlindungan Harta Kekayaan Anak Dalam Perwalian
Melalui
PenguatanPeranWaliPengawas’,1.Vol.1No.1(2019)(2019)
<https://doi.org/https://doi.org/10.26740/jsh.v1n1.p61-90>.

262
Kajian Yuridis Peralihan Hak…

Sesuai dengan kepentingannya anak dibawah umur sebagai pemegang hak. Oleh karena itu
yang melakukan tindakan hukum adalah walinya dan untuk menghindari terjadinya kerugian
bagi hak anak dibawah umur dilakukan pemantauan tanggung jawab wali dalam menjalankan
kewajibannya terhadap anak di bawah umur.17 Hubungan hukum yang terjadi antar subjek
hukum diatur oleh hukum perdata. Hak dan kewajiban antar subjek hukum tersebut juga diatur
oleh hukum perdata.18

Perkara yang akan diperiksa oleh Hakim dan diajukan ke Pengadilan Negeri merupakan
perkara yang setidaknya terdapat dua subjek yang memiliki perkara, yakni penggugat dan
tergugat. Subjek yang merugikan subjek lain dan subjek tersebut yang dibawa ke pengadilan
oleh penggugat disebut tergugat. Sementara, subjek yang dirugikan dan mengajukan gugatan
disebut penggugat. Gugatan volunteer merupakan pengecualian terhadap ketentuan ini. Artinya
bahwa hanya ada satu subjek di dalam perkara, yakni perkara “permohonan” dan pemohon.
Berdasarkan hal ini, gugatan volunteer merupakan permohonan untuk penetapan wali anak
dibawah umur karena dalam hal ini terdapat satu subjek kemudian tidak memiliki subjek yang
dituntut guna melakukan suatu hal.

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata merupakan syarat sah sebuah pelaksanaan dari
perjanjian yang berarti terdapat kecakapan ketika bertindak untuk melakukan suatu hubungan,
dengan sepakat antara pihak satu dengan pihak yang kedua. Syarat subjek yang memberikan
suatu perjanjian terdiri dari sikap cakap bertindak dan sepakat melakukan perbuatan hukum dan
kemudian berkesinambungan melalui perjanjian tersebut atau berkesinambungan pula pada
obyek kemudian digunakan sebagai perbuatan yang dilakukan untuk hukum bagi pihak-pihak
adalah syarat obyektif yang memiliki beberapa kebijakan tertentu.

Menegakkan keadilan serta hukum dikarenakan terjadinya persengketaan antar subjek-


subjek yang diajukan merupakan peran pengadilan. Jika subyek dari tergugat maupun subyek
dari penggugat yang pada saat pelaksanaan perkara dalam persidangan mengalami sebuah
peristiwa karena hukum merupakan sebagi bukti yang dilakukan pengakuan secara hukum
perdata, umumnya tidak perlu adanya pembuktian. Subyek yang disangkal harus membuktikan
bahwa ada bukti kepemilikan barang, serta adanya bukti dari saksi yang menyaksikan serta
mendengar saat kejadian perkara hukum dilaksanakan oleh subyek yang mengalami perkara
hukum apabila dalam cara mengakui seseorang terhadap hak kepemilikan atas barang dan
terjadinya peristiwa hukum tersebut disangkal subyek lawan. Alat dan bukti dalam hal ini dapat
digunakan berdasarkan terjadinya sebuah peristiwa yang terjadi karena hukum dalam hal ini
menjadikan obyek yang berasal dari sebuah persengketaan merupakan pengakuan yang
disampaikan di pengadilan pada perkara perdata.19

Memutuskan sebuah perkara yang diajukan kepada pengadilan merupakan tugas seorang
hakim. Tanpa adanya perkara hukum tidak mungkin mengambil inisiatif sendiri, meskipun
hakim tersebut memiliki banyak informasi terkait perkara tersebut hakim tidak bisa

17 CUT AHMAD RIYADI, ‘Analisis Yuridis Kepastian Hukum Pendaftaran Tanah Yang
Dibuat Atas
Nama Anak Di Bawah Umur Dan Pertanggungjawaban Wali’, 2017, 1–12.
18 AbdulKadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, IV (bandung: sumur
bandung, 1975).
19 Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik (Surabaya: Sinar Grafika, 2011).

263
Mimbar Keadilan

Volume 15 Nomor 2
Agustus 2022
Lucky Putri Selomitha
Andria Luhur Prakoso

berbuat sesuatu. Hakim akan berbuat berdasarkan pada alat bukti hukum yang diserahkan
kepadanya ketika mengadili perkara perdata.

Banyak peraturan mengenai pokok pada kekuasaan dalam kehakiman, dalam hal ini hakim
memiliki tugas yakni menjadi penegak suatu keadilan serta hukum yang diwajibkan untuk
memahami serta mengikuti semua aturan yang terdapat dalam hukum pada masyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila di setiap lingkungan masyarakat memahami serta mengikuti
mengenai hukum dalam adat (hukum yang tidak tertulis). Dalam hal ini hakim akan menelaah
bagaimana nilai yang terdapat dalam hukum di lingkungan masyarakat kemudian merumuskan
melalui keputusan yang terdapat pada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU No. 14/1970).
Untuk merasakan dan mengenali jiwa keadilan dalam hal ini terdapat pada kehidupan dalam
masyarakat untuk itu seorang hakim harus terjun langsung ke masyarakat.

Penetapan adalah suatu bentuk penyelesaian sebuah perkara di dalam pengadilan. Adanya
perkara atau sengketa adalah unsur mendasar adanya suatu putusan. Apabila membahas sebuah
permasalahan mengenai perdata diperoleh beberapa permasalahan diantaranya subyek dalam hal
ini memiliki kepemilikan hak dimana dalam hal ini kepemilikian hak yang disebutkan berada
dalam kekuasaan subyek lain. Bentuk tindakan yang dilakukan hakim berhubungan dengan
permohonan merupakan penetapan.20

Diperlukan adanya beberapa fakta untuk memperoleh suatu keputusan akhir. Dalam hal ini
dapat disimpulkan bahwa terjadinya sebuah kebenaran melalui fakta-fakta tersebut. Dalam hal
ini, setiap ilmu pembelajaran yang diperoleh dengan sebuah pembuktian. Apapun yang memuat
kebenaran kemudian mengeluarkan perasaan dari hati maupun menyampaikan sebuah pemikiran
dari seseorang dapat digunakan menjadi alat kebenaran yang tertulis. Dalam hal ini, surat yang
bukan berasal dari akta kemudian akta merupakan alat kebenaran tertulis. Akan tetapi, surat
adalah alat kebenaran dengan diberikan sebuah tanda tangan dalam hal ini berisi sebuah
peristiwa sebagai hal yang mendasar untuk suatu hak yang dipergunakan dari awal secara
sengaja sebagai alat kebenaran merupakan pengertian akta. Peran hakim sebagai aparat hukum
prinsipnya adalah melaksanakan fungsi sebuah peradilan sesuai dengan peraturan yang ada dan
berlaku.21

Landasan yang terdapat dalam hukum mengenai perwalian yang terdapat pada KUH
Perdata disebutkan pada Bab XV dalam Pasal 345 hingga Pasal 354 KUH Perdata merupakan
beberapa ketentuan mengenai perwalian. Apabila dalam hal ini salah seorang yang menjadi
orang tua telah meninggal, maka untuk itu perwalian terjadi pada anak-anaknya saat masih
dibawah umur dibawah kewajiban orang tua yang hidup paling lama.

Berdasarkan UU No. 1/1974 yang membahas perkawinan serta semua aturan dalam hal ini
terdapat di KUH Perdata digunakan untuk petunjuk dalam sebuah hukum dalam hal ini tidak
bertindak sebagai undang-undang (asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis) yang digunakan
sebagai undang-undang di Indonesia untuk masyarakat yang menganut agama

20 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), ed. by Liberty


(Yogyakarta, 1999).

21 M Fuad Fatoni and Weppy Susetyo, TINJAUAN YURIDIS AKAD JUAL BELI TANAH
DENGAN SUBJEK HUKUM ANAK DIBAWAH UMUR.

264
Kajian Yuridis Peralihan Hak…

Islam walaupun terdapat perbedaan-perbedaan. Pengadilan tidak diperbolehkan untuk


menolak perkara yang dalam hal ini telah dijelaskan di undang-undang yang menyatakan jika
wali dari anak dalam hal ini salah satu dari orang tuanya telah meninggal dunia serta seorang
mempunyai keharusan untuk menyelesaikan pembuatan dari akta untuk melakukan proses jual
beli sebuah tanah merupakan dari seorang kandung yang hingga masih hidup paling lama
merupakan pertimbangan hakim saat memutus perkara. Dalam Pasal yang terdapat pada 345-354
KUH Perdata tidak menerangkan jadi dalam hal ini tidak harus melakukan pengajuan yang
ditujukan untuk pengadilan agama terhadap mendapat izin untuk penetapan dari perwalian serta
sesuai Undang-Undang saja atau dengan menggunakan surat keterangan yang dikeluarkan
kepala desa setempat. Kemudian selanjutnya, pihak dari pemohon serta PPAT dalam hal ini
tidak menginginkan beberapa hal tersebut untuk urusan penting pihak pemohon serta PPAT.

Weskameer (Balai Harta Peninggalan) mempunyai kewajiban untuk memantau serta


mengawasi anak-anak dibawah pengampuan seorang wali yang dalam hal ini serta dengan
walinya. Akan tetapi, sampai pada saat sekarang tidak terdapat sebuah aturan yang mengikat dan
dilakukan berdasarkan pada Pasal yang terdapat dalam 359, 366, 370, serta 388 KUH Perdata.
Pengawasan yang dilakukan oleh instansi sangan diperlukan supaya harta dari anak dibawah
perwalian tidak disalahgunakan. Maka dari itu, saat ini direncanakan untuk penyusunan diktum
yang akan diwujudkan sesegera mungkin sesuai dengan konteksi ini. Majelis hakim
mempertimbangkan apabila hingga saat ini yang terjadi demi Ketuhanan Yang Maha Esa
permohonan tersebut dikabulkan karena perwalian memang merupakan kewenangan absolut dari
Pengadilan Agama. Kemudian, dalam hal ini Majelis Hakim ketika menetapkan sebuah izin dari
perwalian yang mengikuti berdasarkan sebuah kebutuhan yang ada dari lingkungan masyarakat
dalam hal ini digunakan sebagai urusan yang penting milik bersama karena dalam lingkungan
masyarakat hingga kemudian terjadi sebuah kebiasaan yang timbul hingga saat ini.

Upaya pelaksanaan dalam sebuah perwalian dalam masyarakat seharusnya dalam hal ini
tidak menyebabkan masalah pada sosial, meskipun dalam hal ini terhadap anak dibawah
perwalian maupun wali dari anak tersebut. Demi kesejahteraan serta anak mendapatkan
perlindungan untuk terselenggaranya hak serta urusan penting yang dimiliki anak dibawah umur.
Kemudian anak tersebut mendapatkan upaya untuk tumbuh serta berkembang dengan cara
normal seperti seorang anak disekitarnya yang menjadi tujuan utama dari lembaga perwalian.

Pada penerapannya seorang yang ditunjuk sebagai wali terdapat kewajiban dan aturan
yang berupa larangan berdasarkan sebuah aturan yang terlaksana.22 Sementara perlindungan
hukum untuk wali, selama wali bisa memberikan bukti jika harta tersebut digunakan sebagai
pedoman untuk kepentingan bagi anak untuk itu seorang wali kemudian bebas dari hukum. Akan
tetapi, jika wali tersebut melanggar hukum maka anak dibawah perwaliannya tersebut dapat
menuntut apa yang menjadi haknya.23

22 Salman Al Farisy Nailul Muna, Ahmad Badi, ‘Pandangan Hakim Terhadap Perwalian
Ahli Waris Di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri’, Jurnal Hukum Keluarga Islam, 3 (2021).

23 Anjar Restu, ‘MEKANISME PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA JUAL


BELI DALAM HAL SALAH SATU PENJUAL MASIH DI BAWAH UMUR DAN
PENDAFTARANNYA DI KANTOR
PERTANAHAN KOTA TEGAL’, Jurnal Akta, 4 (2017).

265
Mimbar Keadilan

Volume 15 Nomor 2
Agustus 2022
Lucky Putri Selomitha
Andria Luhur Prakoso

Berdasarkan pertimbangan hakim bahwa pemohon dari anak dibawah umur


berencana melakukan peralihan mengenai hak tanah yang dimiliki oleh anak dibawah
umur dengan cara diperjualbelikan guna memberikan kebutuhan untuk hidup seorang
anak sehari-hari dan untuk kepentingan masa depan anak-anak dari pemohon.
Kemudian bahwa sertifikat hak milik atas tanah tersebut merupakan milik dari hak ahli
waris yang tak lain adalah anak pemohon dan suaminya yang mana anak tersebut belum
cukup umur dan masih belum memiliki kecakapan dalam melaksanakan suatu perbuatan
untuk hukum kemudian haruslah orang tua maupun walinya yang mewakili kepentingan
anak tersebut dengan izin dari pengadilan.

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
1. Sesuai dengan pembahasan yang dibahas diatas maka kemudian diambil beberapa
kesimpulan mengenai anak yang masih dibawah umur yakni apabila anak yg masih
dibawah umur memiliki tanah atas namanya kemudian tanah milik anak tersebut
hendak dijual maka secara hukum perbuatan tersebut harus dilakukan oleh wali
yang sah dari anak tersebut berdasarkan penetapan pengadilan. Prosedurnya yaitu,
prosedur PPAT, prosedur Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan prosedur izin dari
pengadilan. Berdasarkan kenyataannya untuk beberapa syarat dari PPAT meminta
agar klien yang ingin memohon untuk penetapan atas melakukan perwalian dalam
hal ini dari pengadilan negeri supaya dilakukan peralihan mengenai hak tanah.
2. Pertimbangan dari hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1211
K/PDT/2021. yaitu menimbang bahwa pemohon dan suaminya berencana untuk
menjual tanah tesebut guna upaya pelaksanaan kebutuhan kehidupannya dan untuk
kepentingan masa depan anak-anak pemohon. Berdasarkan pertimbangan dari
pendahuluan sebuah latar belakang proses penjualan dari tanah maka perkara yang
terjadi harus dikabulkan hakim yang berwenang. Hakim menimbang perkembangan
masyarakat pada permasalahan yang terjadi pada hukum apabila aturan yang
ditentukan ini digunakan dengan tidak semestinya dalam lingkungan masyarakat
apabila dalam hal ini tidak dibuat suatu penetapan yang telah ditentukan. Tujuannya
supaya sebuah upaya permohonan yang dilakukan dari pihak pemohon serta dari
pihak PPAT akan digunakan untuk memberikan perlindungan kepada hak-hak dari
seorang anak atau ahli waris kedepannya agar suatu permasalahan tidak terjadi.

Saran
1. Dalam menetapkan suatu perwalian, majelis hakim menyesuaikan dengan
kebutuhan dilingkungan masyarakat dalam hal ini dapat digunakan demi
kepentingan yang umum.
2. Kekuasaan perwalian tidak diperbolehkan dengan sengaja memindahkan hak
maupun memberikan beban harta yang dimiliki oleh anak yang berada dibawah
pengampuan, akan tetapi kecuali untuk kepentingannya atau apabila sang anak
yang masih berada dalam pengampuan menghendaki izin yang dikeluarkan
Pengadilan Negeri setempat.

Anda mungkin juga menyukai