Anda di halaman 1dari 17

PERISTIWA WAMENA DI PAPUA TAHUN 2003

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah PPKn


Dosen Pengampu : Wawan Kurniawan S.H.,M.H.

Disusun Oleh:
1. Aisya Lailiyal Husna 2322010001
2. Eri Noviyanti 2322010012
3. Farah Fauziyah A 2322010022
4. Silva Aprilia Putri 2322010029
5. Melati 2322010037
6. Siti Rohimah 2322010038
7. Nayla Febrianti 2322010056

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI BAGASASI
2023

0
KATA PENGATAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Peristiwa
Wamena Tahun 2003 Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah PPkn.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Wawan Kurniawan


S.H.,M.H. selaku Dosen Mata kuliah PPKn. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah
ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 20 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
2.1 Peristiwa Wamena di Papua Tahun 2003..................................................3
2.2 Pelanggaran HAM dalam Peristiwa Wamena...........................................4
2.3 Perkembangan Peristiwa Wamena.............................................................6
2.4 Upaya-Upaya yang Dilakukan oleh Pemerintah.......................................9
BAB III..................................................................................................................11
PENUTUPAN.......................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.................................................................................................11
3.2 Saran............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masalah pelanggaran HAM menjadi salah satu isu yang selalu mengemuka
di Papua. Berdasarkan pemantauan Komnas HAM pada peristiwa Wamena
2019, terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadi
pelanggaran HAM sebagaimana dijamin dalam peraturan undang-undang di
bidang hak asasi manusia khususnya UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM, 2019, para. 8).

Adapun bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada peristiwa
di Wamena yaitu Hak Atas Hidup (Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 Pasal 9 UU
No. 39 Tahun 1999), Hak Atas Rasa Aman (Pasal 28G ayat (1) UUD 194 5
Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999), dan Hak Atas Kepemilikan (Pasal 36 UU
No. 39 Tahun 1999). Peristiwa Wamena terjadi karena aparat keamanan yang
saat itu berupaya menurunkan bendera bintang kejora, namun penduduk lokal
tidak menerima hal tersebut dan menyerang penduduk pendatang.
Diperkirakan 37 korban jiwa tewas, 89 orang luka-luka, sekitar 17 rumah
hangus terbakar dan 11 kios terbakar. Selain itu, 13 ribuan orang mengungsi
karena rasa takut (KOMNASHAM, 2019, para. 9).

Data dari survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan


Change.org menginformasikan bahwa menurut orang luar Papua, masalah
terbesar di Papua adalah hal-hal mengenai pendidikan (14,33%), infrastruktur
(13,17%), eksploitasi sumber daya alam (12,58%), dan akses ekonomi
(10,48%). Persepsi ini sungguh berbeda bila dibandingkan dengan persepsi
orang Papua, mereka menganggap masalah yang dimiliki adalah hal-hal
mengenai pelanggaran HAM (14,02%), korupsi (7,73%), dan pendidikan
(9,8%). Perbedaan persepsi ini bukan hanya sekadar statistik perasaan, tetapi
memberi tahu adanya konflik pengetahuan diantara orang Papua dengan
orang luar Papua (LIPI, 2017, para. 3).

1
Menurut Jerry Indrawan (2016, p.1) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul
“Ancaman Non-Militer Terhadap Keamanan Nasional di Papua”, membahas
tentang keinginan masyarakat Papua untuk merdeka disebabkan karena
mereka tidak merasakan kesetaraan kesejahteraan seperti provinsi-provinsi
lain di Indonesia. Maka, menurut peneliti peran media sangat penting dalam
meningkatkan informasi yang ideal untuk kesejahteraan masyarakat.

Menurut Richard Chauvel seorang pakar dari Universitas Melbourne 4


dikutip dalam “Keeping West Papua in The Dark” menjelaskan jika ada
kecenderungan kurangnya kebebasan pers di Papua. Sehingga
pemberitaanpemberitaan isu Papua tidak pernah terselesaikan dan kurangnya
kebebasan pers (Ansori, 2017, para. 6). Hal tersebut dijelaskan oleh Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, kebebasan pers di Papua menjadi salah
satu pekerjaan rumah terbesar Indonesia sejak 1969. Pemerintah memberikan
standar ganda kepada wartawan dalam melakukan kerja liputan di Papua
(AJI, 2015, para. 1).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang terjadi dalam Peristiwa Wamena di Papua Tahun 2003?


2. Apakah Peristiwa Wamena merupakan pelanggaran HAM?
3. Bagaimana perkembangan Peristiwa Wamena di Papua?
4. Upaya apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk peristiwa tersebut?

1.3 Tujuan

1. Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ppkn.


2. Menganalisis Peristiwa Wamena di Papua Tahun 2003.
3. Mengidentifikasi pelanggaran HAM yang terjadi.
4. Mengidentifikasi perkembangan Wamena di Papua.
5. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh pemerintah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peristiwa Wamena di Papua Tahun 2003

Peristiwa Wamena 2003 merupakan salah satu dari tiga kasus pelanggaran
HAM berat di Papua yang kini belum tuntas penyelesaiannya. Dalam
peristiwa ini, puluhan warga sipil di Wamena, Kabupaten Jayawijaya,
Provinsi Papua, menjadi korban penyisiran oleh gabungan TNI dan Polri.
Penyebab Peristiwa Wamena 2003 adalah tewasnya dua anggota TNI dalam
aksi pembobolan sekelompok orang terhadap gudang senjata markas
Komando Distrik Militer Wamena. Pada 4 April 2003, terjadi pembobolan
gudang senjata api milik Kodim 1702 Wamena oleh sekelompok massa.
Setelah pembobolan tersebut, TNI melakukan operasi pengejaran dan
penyisiran di sekitar kota Wamena, Papua. Selama operasi berlangsung, lebih
dari seribu orang mengungsi, rumah warga dirusak, dan lima desa habis
dibakar.

Aksi pembobolan tersebut menewaskan dua anggota TNI, yakni Lettu TNI
AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang senjata), sementara
satu orang luka berat. Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah
senjata dan amunisi. Menanggapi hal itu, aparat TNI Angkatan Darat (AD)
bersama Polri melakukan pengejaran dan penyisiran di 25 kampung dan desa
di Wamena. Pada 4 April 2003, masyarakat Wamena yang saat itu tengah
merayakan Hari Raya Paskah, dikejutkan dengan kehadiran gabungan
personel TNI-Polri di kampung mereka. Hasil penyelidikan Komnas HAM
atas peristiwa ini menemukan adanya pelanggaran HAM berat yang
mengakibatkan warga sipil menjadi korban.

Amnesty International menemukan bukti adanya penyiksaan, penahanan


sewenang-wenang, dan perbuatan kejam lainnya terhadap masyarakat sipil
yang belum terbukti terlibat dalam pembobolan gudang senjata militer.
Hasil penyelidikan Komnas HAM menyatakan setidaknya empat orang tewas,

3
39 orang terluka akibat penyiksaan, lima orang menjadi korban penghilangan
orang secara paksa, dan satu orang menjadi korban kekerasan seksual.

Menurut Lembaga Study dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham)


Wamena, dalam peristiwa ini sebanyak 235 rumah dibakar oleh aparat.
Mengutip BBC, Komnas HAM juga mnenemukan pemaksaan
penandatanganan surat pernyataan dan perusakan fasilitas umum (gereja,
poliklinik, gedung sekolah) yang mengakibatkan pengungsian penduduk
secara paksa. Pemindaan paksa terhadap warga 25 kampung mengakibatkan
42 orang meninggal karena kelaparan dan 15 orang menjadi korban
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang.

2.2 Pelanggaran HAM dalam Peristiwa Wamena

Penyelidikan Komnas HAM menemukan adanya dugaan pelanggaran


HAM yang berat dalam peristiwa ini. Menurut UU Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM, pelanggaran HAM berat terbagi menjadi dua:

1. Kejahatan genosida
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan

Menurut laporan penyelidikan Komnas HAM, ada bukti-bukti yang cukup


untuk menduga terjadinya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Wamena.
Komnas HAM menemukan bukti-bukti terjadinya pembunuhan, pengusiran
penduduk, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik
lainnya secara sewenang-wenang, dan penyiksaan. Perbuatan-perbuatan
tersebut merupakan bagian dari serangan yang ditujukan terhadap penduduk
sipil yang terjadi secara meluas sehingga Komnas HAM mengkategorikannya
sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Adapun bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada peristiwa
di Wamena yaitu Hak Atas Hidup (Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 Pasal 9 UU
No. 39 Tahun 1999), Hak Atas Rasa Aman (Pasal 28G ayat (1) UUD 194 5
Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999), dan Hak Atas Kepemilikan (Pasal 36 UU
No. 39 Tahun 1999). Peristiwa Wamena terjadi karena aparat keamanan yang

4
saat itu berupaya menurunkan bendera bintang kejora, namun penduduk lokal
tidak menerima hal tersebut dan menyerang penduduk pendatang.
Diperkirakan 37 korban jiwa tewas, 89 orang luka-luka, sekitar 17 rumah
hangus terbakar dan 11 kios terbakar. Selain itu, 13 ribuan orang mengungsi
karena rasa takut (KOMNASHAM, 2019, para. 9).

Bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang terjadi dalam peristiwa ini


meliputi:

1. Pelanggaran HAM Berat


Pelanggaran HAM berat adalah bentuk pelanggaran yang paling serius
dan melibatkan tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan
sistematis oleh aparat keamanan atau kelompok bersenjata. Dalam
peristiwa Wamena 2003, terdapat beberapa indikasi pelanggaran HAM
berat yang dilakukan oleh aparat keamanan, seperti:
a. Pembunuhan Ekstrajudisial
Terdapat laporan mengenai adanya pembunuhan ekstrajudisial yang
dilakukan oleh aparat keamanan terhadap penduduk sipil di Wamena.
Pembunuhan ekstrajudisial adalah tindakan pembunuhan yang
dilakukan di luar proses hukum secara sewenang-wenang dan tanpa
pengadilan.

b. Tortur
Beberapa korban juga melaporkan adanya tindakan penyiksaan atau
tortur yang dilakukan oleh aparat keamanan selama penanganan
peristiwa ini. Tortur merupakan tindakan penganiayaan fisik atau
psikologis yang ditujukan untuk menyiksa atau mendapatkan informasi
dari korban.

c. Penghilangan Paksa
Terdapat laporan mengenai adanya penghilangan paksa terhadap
sejumlah orang oleh aparat keamanan. Penghilangan paksa adalah

5
tindakan ilegal yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan
seseorang secara paksa dan tanpa jejak.

6
2. Pelanggaran HAM Lainnya

Selain pelanggaran HAM berat, terdapat juga beberapa bentuk


pelanggaran HAM lainnya dalam peristiwa Wamena 2003, antara lain:

a. Pembatasan Kebebasan Berpendapat dan Berserikat


Terdapat laporan bahwa aparat keamanan melakukan pembatasan
terhadap kebebasan berpendapat dan berserikat masyarakat di Wamena
selama penanganan peristiwa ini. Pembatasan ini melanggar hak asasi
manusia yang dijamin dalam konstitusi Indonesia.

b. Diskriminasi Etnis
Beberapa laporan juga menyebutkan adanya tindakan diskriminasi
etnis terhadap masyarakat Papua selama peristiwa ini. Diskriminasi
etnis merupakan perlakuan tidak adil atau tidak setara terhadap
seseorang atau kelompok berdasarkan faktor etnisitas.

c. Kekerasan Seksual
Terdapat laporan mengenai adanya kasus kekerasan seksual yang
dilakukan oleh aparat keamanan terhadap perempuan selama peristiwa
ini. Kekerasan seksual merupakan bentuk pelanggaran HAM yang
serius dan merugikan korban secara fisik dan psikologis.

2.3 Perkembangan Peristiwa Wamena

Komnas HAM telah melakukan penyelidikan dan merekomendasikan


pembentukan pengadilan HAM. Namun, Jaksa Agung belum melakukan
penyidikan dan mengembalikan berkas hasil penyelidikan ke Komnas HAM
karena berkas acara dianggap tidak lengkap. Sebelumnya, pada 3 Mei 2017,
dalam sidang 3rd Cycle of Universal Periodic Review Dewan HAM PBB di
Jenewa, pemerintah pernah berkata akan melakukan penyelesaian kasus
pelanggaran HAM berat di Papua dengan segera mempersiapkan pengadilan
HAM untuk kasus Wasior-Wamena. Tapi, belum ada langkah nyata yang
dilakukan pemerintah untuk membawa kasus ini ke pengadilan HAM.

7
Baru-baru ini, Presiden Jokowi telah mengakui tragedi Wamena sebagai
salah satu dari 12 pelanggaran HAM berat. Tapi, mengakui saja tidak cukup.
Hak-hak korban pelanggaran HAM berat seperti hak atas kebenaran, hak
untuk mengakses keadilan, dan hak atas reparasi dan pemulihan masih belum
terpenuhi.

Sudah 20 tahun berlalu, Peristiwa Wamena Berdarah, tidak ada kemajuan


signifikan atas penuntasan kasus pelanggaran HAM berat tersebut. Impunitas
atas kasus ini menyisakan luka traumatis tidak hanya pada korban, tetapi juga
pada situasi Papua hari ini yang mengkhawatirkan adanya keberulangan
peristiwa. Seiring dengan peringatan Peristiwa Wamena Berdarah, 4 April,
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mendesak
Pemerintah Republik Indonesia untuk menuntaskan kasus ini secara konkret
dan berkeadilan. Selama ini, penuntasan peristiwa Wamena hanya
dijadikan lip service pencitraan di level internasional seperti yang telah
dilakukan Pemerintah dalam Sidang 3rd Cycle Universal Periodic
Review (UPR) PBB di Jenewa pada 3 Mei 2017. Kala itu, Pemerintah berkata
akan melakukan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Papua dengan
segera mempersiapkan pengadilan HAM dalam lingkup Pengadilan Negeri
Makassar untuk kasus Wasior-Wamena. Namun, hingga Indonesia akan
kembali memasuki Sidang 4th Cycle UPR di 2022 nanti, tidak ada kemajuan
penyelesaian kasus Wamena seperti yang disebutkan.

Penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bukanlah sesuatu


yang utopis bagi pemerintah. Kunci persoalan ini hanya kesanggupan (able)
dan kemauan (willingness) dari pemerintahan Joko Widodo. Lemahnya
kemauan politik Pemerintahan Joko Widodo terhadap penuntasan kasus
pelanggaran HAM Berat menjadi kekhawatiran bagi korban dan keluarga
korban, karena kasus-kasus tersebut berpotensi akan terus diabaikan
penyelesaiannya oleh pemerintah dan berpotensi terus berulang dengan pola
kekerasan yang cenderung sama. Terlebih lagi, situasi Papua kian hari kian
mencekam dengan penurunan pasukan yang tidak jelas tujuannya. Serta,

8
kematian warga sipil yang terjadi akibat konflik antara TNI/Polri dengan
TPN-OPM.

Peristiwa Wamena hanya satu dari sekian banyak peristiwa pelanggaran


HAM di tanah Papua yang belum terselesaikan. Bahkan hingga hari ini, pola
kekerasan dan pelanggaran HAM yang serupa terus terjadi; penggunaan
pendekatan keamanan yang militeristik seperti pembakaran, penyisiran ke
rumah warga dengan cara intimidatif, diikuti dengan penangkapan,
penahanan sewenang-wenang, penyiksaan dan penembakan di luar prosedur
hukum, penggunaan kekuatan atau senjata api secara berlebihan hingga
pembubaran aksi damai yang disertai kekerasan, penangkapan dan
penahanan.

Setiap tahunnya angka kekerasan di Papua selalu muncul dan tidak juga
mengalami penurunan yang signifikan. Selama tahun 2020, hampir dalam
setiap bulannya terjadi peristiwa kekerasan yang menimpa masyarakat Papua.
Berdasarkan hasil pemantauan KontraS dalam kurun waktu Januari hingga
Desember 2020 telah terjadi 40 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh
Polri, TNI maupun keduanya dengan didominasi oleh tindakan penembakan,
penganiayaan, dan penangkapan sewenang-wenang. Puluhan peristiwa yang
terdokumentasikan ini mengakibatkan kurang lebih 276 orang menjadi
korban, baik korban luka, tewas, maupun ditangkap.

Kekerasan yang terus melanggeng di Papua merupakan buah dari


pendekatan keamanan yang terus dipakai pemerintah untuk menjawab
permasalahan di Papua. Tujuan pengamanan yang digaungkan pemerintah
justru menelan korban dan semakin menghilangkan hak atas rasa aman yang
seharusnya dapat dinikmati oleh masyarakat Papua. Secara lebih jauh, kasus
kekerasan yang mendominasi selama dua tahun terakhir adalah extrajudicial
killing atau pembunuhan di luar prosedur hukum yang kian marak menimpa
masyarakat sipil Papua. KontraS mencatat di Januari-Desember 2020
setidaknya terdapat 10 peristiwa pembunuhan di luar proses hukum yang
mengakibatkan 20 orang meninggal dunia. Permasalahan ini menjadi

9
cerminan kebrutalan dan pertimbangan serampangan dari aparat di Papua
yang kerap berdalih bahwa orang-orang yang disasar adalah KKB (Kelompok
Kriminal Bersenjata).

Berdasarkan hal tersebut di atas, KontraS mendesak sejumlah pihak untuk:

Presiden RI mengambil kebijakan yang cepat dan efektif untuk


menghentikan bolak balik berkas antar Komnas HAM dan Kejaksaan Agung
dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM Wamena, termasuk kasus-kasus
pelanggaran HAM lainnya di Papua;

1. Presiden memastikan tindak lanjut janji pemerintah Indonesia dalam


sidang UPR untuk menyelesaikan persoalan ketidakadilan di Papua,
termasuk memastikan Jaksa Agung melakukan penyidikan untuk kasus
Wamena.

2. Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan


secara terbuka mengenai tindak lanjut pernyataan pemerintah dalam
sidang UPR sebagaimana tersebut diatas untuk memastikan bahwa
pernyataan tersebut bukan hanya janji dan diplomasi internasional.

3. Jaksa Agung melakukan penyidikan kasus pelanggaran HAM berat


Wamena, dan melakukan langkah-langkah koordinatif yang konstruktif
dan solutif dengan Penyelidik (Komnas HAM), termasuk dapat dilakukan
upaya membentuk Tim Ad Hoc untuk penyelesaian kasus ini Wamena.

4. LPSK bersikap proaktif dengan turun langsung ke komunitas korban untuk


menyediakan layanan bantuan medis, psikologis dan psikososial sebagai
hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM Berat dalam kasus
Wamena.

10
2.4 Upaya-Upaya yang Dilakukan oleh Pemerintah

Pada tahun 2003, peristiwa Wamena terdiri dari beberapa upaya yang
dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi situasi yang berlaku di daerah
tersebut. Berikut adalah beberapa upaya tersebut:

1. Pemberian tindakan keamanan: Pemerintah mengirimkan satuan keamanan


untuk memadamkan konflik yang terjadi di Wamena. Satuan keamanan
bertugas untuk memantau situasi dan melindungi masyarakat dari ancaman
yang muncul.

2. Pemberian bantuan sosial: Pemerintah juga memberikan bantuan sosial


seperti pangan, obat-obatan, dan sarana fasilitas untuk masyarakat
Wamena yang terdampak oleh peristiwa tersebut. Bantuan ini disampaikan
melalui instansi pemerintah seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial.

3. Pemberian sikap negatif terhadap kekerasan: Pemerintah mengkritisikan


kekerasan yang terjadi di Wamena dan mengajukan tuntutan untuk
menyikapi dan menanggulangi terjadinya kekerasan tersebut.

4. Pemberian sikap negatif terhadap pencurian hak asasi manusia:


Pemerintah juga menyikapi dan menanggulangi pencurian hak asasi
manusia yang terjadi di Wamena. Pihak resmi mengklaim bahwa hak-hak
masyarakat Wamena akan dipertahankan dengan semestinya.

5. Pemberian keterbukaan informasi: Pemerintah juga memberikan informasi


terbuka tentang peristiwa tersebut agar masyarakat dan kalangan lain yang
berada di luar daerah Wamena dapat mengetahui situasi yang terjadi di
daerah tersebut.

11
BAB III

PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan

Peristiwa Wamena terjadi karena aparat keamanan yang saat itu berupaya
menurunkan bendera bintang kejora, namun penduduk lokal tidak menerima
hal tersebut dan menyerang penduduk pendatang.

Aksi pembobolan sekelompok orang terhadap gudang senjata markas


Komando Distrik Militer Wamena.Menyebabkan tewasnya dua anggota TNI .
TNI melakukan operasi pengejaran dan penyisiran di sekitar kota Wamena,
Papua. Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah senjata dan
amunisi.

Adanya penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, dan perbuatan kejam


lainnya terhadap masyarakat sipil yang belum terbukti terlibat dalam
pembobolan gudang senjata militer.

Diperkirakan 37 korban jiwa tewas, 89 orang luka-luka, sekitar 17 rumah


hangus terbakar dan 11 kios terbakar. Selain itu, 13 ribuan orang mengungsi
karena rasa takut.

Perkembangan Peristiwa Wamena saat ini ,Presiden RI mengambil


kebijakan yang cepat dan efektif untuk menghentikan bolak balik berkas antar
Komnas HAM dan Kejaksaan Agung dalam penyelesaian kasus pelanggaran
HAM Wamena,

Adapun Upaya-Upaya yang Dilakukan oleh Pemerintah seperti :


1. Pemberian tindakan keamanan.
2. Pemberian bantuan social.
3. Pemberian sikap negatif terhadap kekerasan.
4. Pemberian sikap negatif terhadap pencurian hak asasi manusia.
5. Pemberian keterbukaan informasi.

12
3.2 Saran

Berharap pemrtintah lebih memperhatikan lagi kasus wamena ini karena


sudah 20 tahun kasus ini terjadi tetapi tidak ada keadilan, agar tidak terjadi
hal serupa terulang kemabali, karena bagaimanapun papua masih bagian dari
indonesia dan masyarakat wamena di papua juga berhak mendapatkan
perlakuan hak sasi yang sama serta merasakan aman dan mendapatkan
keadilan yang sama.

13
DAFTAR PUSTAKA

Internasional, Amnesty. 2023. Tragedi Wamena : Dua puluh tahun tanpa


kepastian. Indonesia : Amnesty Internasional.
Ningsih, Widya, Lestari. 2023. Kronologi Peristiwa Wamena 2003. Jakarta :
Kompas.com.
Pusat Data dan Analisa Tempo. (2020). Papua dan Gerakan Separatis yang
Belum Pudar. Jakarta : Tempo Publishing.
Sitepu, Mehulika. 2017. Bagaimana kronologis tiga kasus ‘Pelanggaran HAM
berat’ di Papua?. Indonesia : BBC Indonesia.
Lokobal, Onoy. 2023. 20 Tahun kasus pelanggaran HAM berat Wamena 2003
tanpa penyelesaian. Wamena : SuaraPapua.com.
Purnama, Dewi, Dian.2023, Komnas HAM belum tuntas investigasi peristiwa
kerusuhan Wamena. Jakarta : Kompas.

14

Anda mungkin juga menyukai