Anda di halaman 1dari 6

Surat Al Baqarah Ayat 32

Tafsir Ibnu Katsir

Ayat ini menerangkan tentang sanjungan para malaikat Allah kepada Allah dengan menyucikan
dan membersihkan-Nya dari Semua pengetahuan yang dikuasai oleh seseorang dari ilmu-Nya,
bahwa hal itu tidak ada kecuali menurut apa yang dikehendaki-Nya. Dengan kata lain, tidaklah
mereka mengetahui sesuatupun kecuali apa yang diajarkan oleh Allah Swt kepada mereka.
Karena itulah para malaikat berkata, “Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang Maha
Bijaksana dalam ciptaan dan urusan-Mu serta dalam mengajarkan segala sesuatu yang Engkau
kehendaki, hanya Engkaulah yang memiliki kebijaksanaan dan keadilan yang sempurna dalam
hal ini”.

Ibnu Abu hatim mengatakan dari Abu Sa’id Al-Asyaj, dari Hafs Ibnu Gayyas, dari hajjaj, dari
Ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna kalimat subhanallah. Hal itu
artinya pujian Allah kepada diri-Nya sendiri yang menyucikan-Nya dari semua keburukan.

Kemudian Umar pernah bertanya kepada Ali, sedangkan teman-teman sahabat Umar berada
dihadapannya, “Kalau makna kalimah la ilaha illallah telah kami ketahui, apakah makna
subhanallah?”. Ali menjawab “Ia merupakan suatu kalimat yang disukai oleh Allah buat diri-
Nya, dan Dia rela serta suka bila diucapkan”.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Maimun Ibnu Mihran tentang makna kalimat
subhanallah. Maka Maimun menjawab “Nama untuk mengagungkan Allah dan menjauhkan-Nya
dari semua keburukan”.

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 247

Ketika mereka (Bani Israil) meminta kepada nabi mereka agar diangkat seorang raja buat
mereka, maka Allah menentukan Talut untuk menjadi raja mereka. Talut adalah seorang lelaki
dari kalangan prajurit mereka, bukan berasal dari keluarga raja mereka, karena raja mereka
berasal dari keturunan Yahuza, sedang Talut bukan dari keturunannya. Karena itulah disebut
oleh firman-Nya, bahwa mereka mengatakan:
“Bagaimana Talut memerintah kami.”

Dengan kata lain, mana mungkin Talut menjadi raja kami.

“...padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan dia pun
tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?”

Yakni selain dari itu Talut adalah orang yang miskin lagi tidak berharta yang dapat
membantunya untuk menjadi seorang raja. Sebagian ulama mengatakan bahwa Talut adalah
seorang pengangkut air. Menurut pendapat yang lain, Talut adalah penyamak kulit.

Ungkapan ini merupakan sanggahan mereka terhadap nabi mereka dan sekaligus sebagai suatu
protes, padahal yang lebih utama bagi mereka hendaknya mereka taat dan mengucapkan kata-
kata yang baik. Selanjutnya nabi mereka memberikan jawabannya yang disitir oleh firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian.”

Yaitu Allah-lah yang memilihnya menjadi raja kalian melalui nabi kalian. Allah lebih
mengetahui tentang Talut daripada kalian. Dengan kata lain, bukan aku yang menentukan Talut
menjadi raja atas kemauanku sendiri, melainkan Allah-lah yang memerintahkan kepadaku agar
memilihnya di saat kalian meminta hal tersebut kepadaku.

“...dan (Allah) menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.”

Selain dari itu Talut lebih berilmu daripada kalian, lebih cerdik, lebih banyak akalnya daripada
kalian, dan lebih kuat, lebih teguh dalam peperangan serta lebih berpengalaman mengenainya.
Singkatnya, Talut lebih sempurna ilmunya dan lebih kuat tubuhnya daripada kalian. Dari ayat ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang raja hendaknya memiliki ilmu, bentuk, cakap, kuat,
serta perkasa tubuh dan jiwanya. Kemudian Allah Swt. berfirman:

“Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.”

Artinya, Dialah yang berkuasa yang melakukan semua apa yang dikehendaki-Nya dan Dia tidak
diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah diperbuat-Nya, sedangkan mereka
diharuskan mempertanggungjawabkannya. Hal ini berkat ilmu dan kebijaksanaan-Nya serta
belas kasihan-Nya kepada makhluk-Nya. Untuk itu dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.”

Yakni Dia Mahaluas karunia-Nya, Dia mengkhususkan rahmat-Nya buat siapa yang
dikehendaki-Nya, lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak menjadi raja dan siapa yang tidak
berhak.

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah ayat 36

Muhammad bin al-Hanafiyyah berkata: “Yakni kesaksian palsu.”

Qatadah mengatakan: “Janganlah kamu mengatakan: ‘Aku melihat,’ padahal kamu tidak melihat.
Atau ‘aku mendengar,’ padahal kamu tidak mendengar. Atau ‘aku mengetahui,’ padahal kamu
tidak tahu, karena sesungguhnya Allah akan meminta pertanggunganjawab kepadamu terhadap
semua hal tersebut.”

Dan yang terkandung di dalam apa yang mereka sebutkan itu adalah bahwa Allah Tabaaraka wa
Ta ala melarang berbicara dengan didasari dengan tetapi tanpa didasari pengetahuan, yang tidak
lain hanyalah khayalan belaka.

Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫ِأ َّياُك ْم َو الَظ َّن َفِاَّن لَظ َّن َأْك َذ ُب اْلَح ِدْيِث‬

“Jauhilah oleh kalian prasangka, karena prasangka itu merupakan sedusta-dusta ucapan.”
(Muttafaq ‘alaih)

Munasabah Al Qur’an Ayat 32

Dengan Surat Al-Baqarah ayat 31, kelebihan manusia dan hikmah di balik penciptaannya
menjadi jelas bagi malaikat. Surat Al-Baqarah ayat 32 merupakan pernyataan syukur malaikat
atas nikmat Allah berupa pengajaran dan penyingkapan jawaban terhadap pertanyaan malaikat di
samping menjaga adab dengan menyerahkan sepenuhnya pengetahuan segalanya kepada Allah.
Ucapan tasbih pada Surat Al-Baqarah ayat 32, kata Imam Al-Baidhawi, merupakan ungkapan
permohonan maaf atas permintaan penjelasan kepada Allah (sebagaimana pada Surat Al-Baqarah
ayat 30) dan atas kebodohan terhadap hakikat sesuatu. Oleh karenanya, tasbih menjadi kunci
tobat sebagaimana ucapan Nabi Musa AS, “Subhānaka tubtu ilaik,” dan Nabi Yunus AS,
“Subhānaka innī kuntu minaz zhālimīna.”

Ucapan tasbih pada Surat Al-Baqarah ayat 32, kata Imam Al-Baidhawi, merupakan ungkapan
permohonan maaf atas permintaan penjelasan kepada Allah (sebagaimana pada Surat Al-Baqarah
ayat 30) dan atas kebodohan terhadap hakikat sesuatu. Oleh karenanya, tasbih menjadi kunci
tobat sebagaimana ucapan Nabi Musa AS, “Subhānaka tubtu ilaik,” dan Nabi Yunus AS,
“Subhānaka innī kuntu minaz zhālimīna.” “Sungguh, Kau maha tahu,” Zat yang tiada satupun
tersamar oleh-Nya. “Lagi maha bijaksana” Zat yang menyempurnakan ciptaan-Nya, yaitu Zat
yang tidak melakukan sesuatu kecuali di dalamnya terdapat hikmah yang berharga.

Tafsir Thabari

Penakwilan firman Allah: ‫ َقاُلْو ا ُسْبٰح َنَك اَل ِع ْلَم َلَنٓا ِااَّل َم ا َع َّلْم َتَناۗ ِاَّنَك َاْنَت اْلَع ِلْيُم اْلَحِكْيُم‬.

"Merekamenjawab:`Mal.asuciEngkau,tidakadayangkamiketahui selain apa yang telah Engkau


ajarkan kepada kami'."

Abu Ja'far berkata:Ini adalah informasi dari Allah tentangtaubat para Malaikat-Nya,bahwa
mereka tidaklah mengetahui sesuatu kecuali apa yang telah diajarkan olehAllah kepada mereka.
Dalam tiga ayat ini terdapat indikasi bagi orang-orang yang berakal,bahwa Allah memberikan
hujjah kepada RasuI-Nya dihadapan orang-orang yahudi dengan memberitahunya sejumlah
berita ghaib yang tidak diketahui oleh seorang pun kecuali dengan pemberitahuan Allah
kepadanya secara khusus, agar mereka mau mengakui kenabiannya dan mengimani
agamanya,juga indikasi bahwa barang siapa yang menginformasikan suatu berita tanpa dasar
hukum dan dalil yang kunt maka ia diancam hukuman olehAllah. Tidakkah Anda lihat bahwa
Allah mengecam para Malaikat yang mengatakan:
Memang ilmu yang luas itu tidak diberikan semuanya kepada orang-seorang, dan tidak pula
diberikan sekaligus, melainkan dari penyelidikan mereka sendiri. Yang karena kesungguhan
mereka, rahasia itu dibukakan dan dibukakan lagi oleh Tuhan. Jadi dapatlah difahamkan
bahwasanya ayat 31 yang menerangkan bahwa Allah mengajarkan nama-nama kepada Adam,
dan seketika ditanyakan kepada Malaikat.

Malaikat menyembahkan bahwa pengetahuan mereka hanya terbatas sekedar yang diajarkan
Allah kepada mereka (ayat 32), lalu Adam disuruh menerangkan, maka diapun menerangkanlah
semua nama-nama itu. Dapat ditarik maksud yang dalam tentang keistimewaan yang diberikan
Allah kepada manusia, yang kian lama kian dibukakan rahasia segala nama itu kepada manusia;
namun keghaiban semua langit dan bumi masih banyak lagi yang belum diajarkan kepada
Malaikat ataupun kepada manusia, sebagaimana yang tersebut pada ujung ayat 33.

Kepada tafsiran yang manapun kita akan cenderung, baik jika ditafsirkan bahwa Adam dan
keturunannya diangkat jadi Khalifah dari makhluk yang telah musnah, ataupun sebagai Khalifah
daripada Allah sendiri, namun isi ayat, sebagai lanjutan daripada ayat sebelumnya telah
menyingkapkan lagi tabir pemikiran yang lebih luas bagi manusia, agar janganlah mereka kafir
terhadap Allah, ingatlah bahwa kedudukannya dalam hidup bukanlah sembarang kedudukan.
Janganlah disia-siakan waktu pendek yang dipakai selama hidup di dunia itu.

https://tanwir.id/tafsir-surah-al-baqarah-ayat-31-33-tentang-khalifah-2/

Anda mungkin juga menyukai