Anda di halaman 1dari 17

2024

mhmdjnuar27@gmail.com
MUHAMAD JANWAR
1/30/2024
SEJARAH PENGAMATAN DAN PENJELAJAHAN PLANET SATURNUS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Planet Saturnus ini.

Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang Planet Saturnus bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tasikmalaya , 30 januari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................3
1. Latar Belakang...........................................................................................................................3
2. Rumusan Masalah.....................................................................................................................3
3. Tujuan Penulisan........................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................4
BAB III..................................................................................................................................................15
PENUTUP.............................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter
dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat
dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk
masing-masing planet. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan
pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas
dari selubung mitologi.
Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata
Manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati
melalui mata telanjang. Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa
melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau
Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran
Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari
adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang sebelumnya digagas oleh Nicolaus
Copernicus (1473-1543). Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh
Merkurius hingga Saturnus. Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain
seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang
berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.

2. Rumusan Masalah
a. Apa saja tahap pengamatan dan penjelajahan Saturnus ?
b. Bagaimana Ciri – ciri fisik Planet Saturnus ?
c. Bagaimana Rotasi dan Orbit Planet Saturnus ?

3. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui tahap-tahap pengamatan dan penjelajahan Planet Saturnus.
b. Mengetahui ciri-ciri fisik planet saturnus.
c. Mengetahui Rotasi dan Orbit planet saturnus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH PENGAMATAN DAN PENJELAJAHAN
Pengamatan dan penjelajahan Saturnus terbagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama
adalah pengamatan zaman kuno (misalnya dengan mata telanjang) sebelum penemuan
teleskop modern. Tahap kedua dimulai pada abad ke-17 dengan pengamatan melalui
teleskop dari Bumi, yang semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Tahap
ketiga adalah kunjungan wahana antariksa, baik yang mengorbit Saturnus atau yang
hanya terbang melintasi Saturnus saja. Pada abad ke-21, pengamatan menggunakan
teleskop terus dilakukan dari Bumi (termasuk observatorium yang mengorbit Bumi
seperti Teleskop Luar Angkasa Hubble) dan juga dari pengorbit Saturnus Cassini
sebelum pensiun pada tahun 2017.
1. Pengamatan Zaman Kuno
Saturnus telah dikenal sejak masa prasejarah,dan merupakan karakter utama
dalam berbagai mitologi. Astronom Babilonia mengamati dan mencatat
pergerakan Saturnus secara teratur sejak dahulu kala.Dalam bahasa Yunani kuno,
planet ini dikenal sebagai Φαίνων Phainon,dan pada masa Kekaisaran Romawi
planet ini dikenal pula sebagai "bintang Saturnus".Dalam mitologi Romawi kuno,
planet Phainon dianggap suci oleh dewa agribudaya bernama Saturnus, yang
namanya digunakan sebagai nama modern planet ini.Bangsa Romawi
menganggap bahwa dewa Saturnus setara dengan dewa Yunani bernama Kronos;
dalam bahasa Yunani modern, nama planet ini tetap Kronos.
Seorang ilmuwan Yunani bernama Ptolemy, mendasari perhitungannya
mengenai orbit Saturnus pada pengamatan yang ia lakukan ketika Saturnus
mencapai oposisi.Dalam astrologi Hindu, terdapat sembilan objek astrologi yang
dikenal sebagai Nawagraha. Saturnus dikenal sebagai "Sani" dan menilai setiap
orang berdasarkan amal baik dan amal buruk yang mereka lakukan semasa
hidup.Dalam kebudayaan Jepang dan Tionghoa kuno, Saturnus disebut "bintang
bumi" (土星). Hal ini didasarkan pada filosofi Lima Unsur yang secara tradisional
digunakan untuk menggolongkan unsur-unsur alami.
Dalam bahasa Ibrani kuno, Saturnus disebut Shabbathai.Dalam bahasa Turki
Utsmaniyah dan Melayu, nama planet ini adalah Zuhal, yang berasal dari bahasa
Arab (bahasa Arab: ‫زحل‬, translit. Zuhal).
2. Penemuan Oleh Ilmuwan Eropa ( Abad ke 17 hingga 19 )
Sistem cincin Saturnus hanya dapat diamati paling tidak melalui teleskop
dengan diameter 15 mm.Oleh karena itu, keberadaan sistem cincin ini tidak
diketahui sampai Christiaan Huygens melihat sistem cincin ini pada tahun 1659.
Di sisi lain, ketika Galileo melakukan pengamatan melalui teleskopnya pada tahun
1610,ia mengira bahwa sistem cincin ini adalah dua satelit yang terperangkap
pada sisi Saturnus.Gagasan ini kemudian dibantah ketika Huygens menggunakan
perbesaran lensa teleskop yang lebih tinggi untuk mengamatinya dan pada saat itu
sistem cincin Saturnus benar-benar terlihat untuk pertama kalinya. Huygens juga
menemukan satelit alami Titan; Giovanni Domenico Cassini kemudian
menemukan empat satelit alami lainnya: Iapetus, Rhea, Tethys dan Dione. Pada
tahun 1675, Cassini menemukan celah yang saat ini dikenal dengan nama Divisi
Cassini.
Tidak ada penemuan penting
lainnya sampai tahun 1789 ketika
William Herschel berhasil
menemukan dua satelit lainnya,
Mimas dan Enceladus. Satelit
berbentuk tidak beraturan, Hyperion
yang memiliki resonansi dengan
Titan, ditemukan oleh tim Inggris
pada tahun 1848.
Pada tahun 1899, William Henry Pickering menemukan Phoebe, sebuah satelit
yang berbentuk sangat tidak beraturan yang tidak berotasi secara serempak dengan
Saturnus seperti halnya satelit-satelit besar lainnya.Phoebe adalah satelit pertama
yang ditemukan dengan kondisi semacam ini dan satelit ini juga memerlukan
waktu lebih dari satu tahun untuk
Robert Hooke mencatat bayangan (a dan mengorbit Saturnus dalam gerakan
b) yang dihasilkan oleh bola dan cincin retrograde. Penelitian yang dilakukan
Saturnus pada lukisan Saturnus yang
terhadap Titan pada awal abad ke-20
digambar pada tahun 1666 ini
telah berhasil mengungkapkan
keberadaan sebuah atmosfer tebal pada Titan pada tahun 1944; ketampakan ini
cukup unik di antara satelit lainnya di Tata Surya.
3. Wahana Antariksa NASA dan ESA
a. Penerbangan lintas Pioneer 11
Pioneer 11 terbang melewati Saturnus untuk pertama kalinya pada September
1979 pada jarak 20.000 km di atas awan Saturnus. Citra-citra yang diabadikan
terdiri dari citra planet beserta citra beberapa satelitnya, meskipun resolusi
yang dihasilkan sangat rendah untuk melihat permukaan Saturnus secara rinci.
Wahana ini juga mempelajari sistem cincin Saturnus, dan mengungkapkan
keberadaan cincin F Saturnus yang tipis dan fakta bahwa celah gelap pada
sistem cincin tampak cerah jika dilihat pada sudut fase yang tinggi (ke arah
Matahari), yang berarti bahwa celah tersebut mengandung materi hamburan
cahaya yang halus. Selain itu, Pioneer 11 juga mengukur temperatur di Titan.
b. Penerbangan linta Voyager
Pada November 1980, Voyager 1 mengunjungi sistem Saturnus. Wahana ini
mengirimkan citra Saturnus beserta sistem cincin dan satelitnya dalam resolusi
tinggi. Ketampakan permukaan satelit-satelitnya dapat terlihat untuk pertama
kalinya. Voyager 1 kemudian terbang melewati Titan dan meningkatkan
pengetahuan manusia mengenai satelit ini. Selain itu, Voyager 1 juga
membuktikan bahwa atmosfer Titan tidak dapat dilalui dalam panjang
gelombang kasatmata, sehingga tidak ada detail mengenai permukaan Titan.
Hampir setahun kemudian, pada Agustus 1981, Voyager 2 melanjutkan
penelitian terhadap sistem Saturnus. Lebih banyak citra satelit-satelit Saturnus
yang diambil dari jarak dekat, sekaligus ditemukan bukti perubahan pada
atmosfer dan sistem cincinnya. Namun, saat terbang melewati Saturnus,
kamera wahana antariksa ini tersangkut selama beberapa hari sehingga
penggambilan gambar yang telah direncanakan sebelumnya hilang. Voyager 2
memanfaatkan gravitasi Saturnus untuk mengarahkan lintasannya menuju
Uranus.
Kedua wahana ini juga telah menemukan dan memastikan keberadaan satelit-
satelit alami baru yang mengorbit di dekat atau di dalam sistem cincin
Saturnus, sekaligus menemukan Celah Maxwell (celah di dalam cincin C)dan
Celah Keeler (celah seluas 42 km di cincin A).
c. Wahana antariksa Cassini-hurgens
Prob antariksa Cassini-Huygens memasuki orbit Saturnus pada tanggal 1
Juli 2004. Pada Juni 2004, wahana ini terbang di dekat Phoebe dan
mengirimkan data dan citra dengan resolusi tinggi ke Bumi. Saat Cassini
terbang melewati satelit terbesar Saturnus, Titan, wahana ini menangkap citra
radar danau besar dengan garis pantai yang terdiri dari banyak pulau dan
gunung. Wahana ini terbang melewati Titan sebanyak dua kali sebelum
meluncurkan wahana Huygens pada tanggal 25 Desember 2005. Huygens
mendarat pada permukaan Titan pada tanggal 14 Januari 2006.
Mulai awal tahun 2005, Cassini digunakan para ilmuwan untuk mendeteksi
keberadaan petir di Saturnus. Kekuatan petir ini kira-kira 1.000 kali kekuatan
petir di Bumi.
Pada kutub selatan Enceladus, geiser menyemprotkan air dari banyak lokasi di
sepanjang "loreng harimau"
Pada tahun 2006, NASA melaporkan bahwa Cassini telah menemukan bukti
keberadaan sumber air tidak lebih dari puluhan meter di bawah permukaan
geiser yang metelus di Enceladus. Semburan ini terdiri dari partikel-partikel es
yang dipancarkan ke sekitar orbit Saturnus dari lubang-lubang di wilayah
kutub selatan satelit ini.Sejauh ini telah ditemukan lebih dari 100 geiser di
Enceladus. Pada Mei 2011, para ilmuwan NASA melaporkan bahwa
Enceladus "muncul sebagai tempat paling layak huni di luar Bumi bagi
kehidupan seperti yang kita ketahui".
Cassini telah mengungkapkan cincin planet yang belum pernah ditemukan
sebelumnya di luar cincin utama Saturnus yang terang, dan di dalam cincin G
dan E. Cincin ini diduga berasal dari meteoroid yang jatuh pada satelit Janus
dan Epimetheus.Pada Juli 2006, citra-citra yang dikirimkan oleh Cassini
menunjukkan danau hidrokarbon di dekat kutub utara Titan, yang
keberadaannya dipastikan pada Januari 2007. Pada Maret 2007, lautan
hidrokarbon ditemukan di dekat wilayah kutub utara Titan yang ukuran
terbesarnya hampir seukuran Laut Kaspia.Pada Oktober 2006, wahana ini
mendeteksi badai mirip siklon berdiameter 8.000 km dengan dinding mata
pada kutub selatan Saturnus.
Terhitung dari tahun 2004 sampai tanggal 2 November 2009, wahana ini
telah menemukan dan mengkonfirmasi delapan satelit baru.Pada April 2013,
Cassini mengirimkan citra hurikan yang ditemukan pada kutub utara Saturnus
yang ukurannya 20 kali hurikan di Bumi, dengan kecepatan angin lebih dari
530 km/h (330 mph).Pada 15 September 2017, wahana Cassini-Huygens
menjalankan misi terakhirnya di Saturnus yang diberi nama "Grand Finale",
dengan terbang melewati celah-celah antara Saturnus dan sistem cincin bagian
dalamnya sebelum mengakhiri misinya dengan menabrakkan diri ke atmosfer
Saturnus.
d. Misi-misi yang direncanakan
Penjelajahan lebih lanjut ke Saturnus masih
dianggap sebagai opsi yang menjanjikan bagi
NASA sebagai bagian dari program New
Frontiers mereka yang sedang berjalan. NASA
sebelumnya berencana mengajukan misi ke
Saturnus, termasuk Saturn Atmospheric Entry Probe, dan melakukan
penyelidikan mengenai kemungkinan kelayakhunian dan penemuan tanda-
tanda kehidupan pada satelit Saturnus, Titan dan Enceladus, melalui wahana
antariksa Dragonfly.
Saturnus adalah planet terjauh dari lima planet yang dapat dengan mudah dilihat
menggunakan mata telanjang dari Bumi, empat planet lainnya adalah Merkurius, Venus,
Mars, dan Jupiter.Saturnus tampak seperti titik cahaya terang berwarna kekuningan ketika
diamati dengan mata telanjang. Saturnus memiliki magnitudo tampak rata-rata 0,46 dengan
standar deviasi 0,34.Magnitudo yang bervariasi ini biasanya Saturnus dilihat dengan
disebabkan oleh inklinasi sistem cincin relatif terhadap Bumi teleskop amatir
dan Matahari. Saturnus akan mencapai magnitudo
maksimum −0,55 ketika bidang sistem cincinnya mencapai inklinasi tertingginya, dan
magnitudo minimum 1,17 ketika bidang sistem cincinnya mencapai inklinasi
terendahnya.Diperlukan waktu setidaknya 29,5 tahun bagi Saturnus untuk menyelesaikan
seluruh rangkaian ekliptika dengan latar belakang rasi bintang zodiak. Kebanyakan orang
akan memerlukan bantuan optik (seperti teropong yang sangat besar atau teleskop kecil) yang
dapat memperbesar objek setidaknya 30 kali dari ukuran aslinya untuk mendapatkan citra
sistem cincin Saturnus dengan resolusi yang jelas.Ketika Bumi melintasi bidang cincin
Saturnus, yang terjadi dua kali setiap satu tahun Saturnus (kira-kira setiap 15 tahun Bumi),
cincin tersebut akan menghilang sekejap dari pandangan karena
cincin tersebut sangat tipis. Fenomena seperti ini akan kembali
terjadi pada tahun 2025, tetapi Saturnus terlalu dekat dengan
Matahari untuk diamati.
Saturnus beserta sistem cincinnya paling baik diamati ketika
planet ini berada pada atau dekat dengan oposisi, kondisi ketika sebuah planet mencapai
sudut elongasi 180°, sehingga planet akan terlihat pada sisi yang berlawanan dengan
Matahari di langit. Oposisi Saturnus akan terjadi setiap tahun (kira-kira setiap 378 hari) dan
pada waktu ini Saturnus akan terlihat sangat terang. Karena Bumi dan Saturnus mengorbit
Matahari pada orbit yang eksentrik (berbentuk elips), jarak kedua planet ini dari Matahari
bervariasi seiring waktu, begitu pula jarak kedua planet ini satu sama lain, sehingga
kecerahan Saturnus juga bervariasi pada setiap oposisi. Saturnus juga terlihat lebih terang
ketika sistem cincinnya miring sehingga sistem cincinnya akan lebih terlihat. Misalnya,
selama oposisi pada tanggal 17 Desember 2002, Saturnus terlihat sangat terang karena

Saturnus saat menutupi


Matahari, seperti yang terlihat
dari wahana Cassini. Sistem
cincinnya dapat terlihat,
termasuk Cincin F.
orientasi sistem cincinnya relatif terhadap Bumi, meskipun sebenarnya planet ini lebih dekat
dengan Bumi dan Matahari pada akhir tahun 2003.
Dari waktu ke waktu, Saturnus terokultasi oleh Bulan (yaitu ketika Bulan menutupi
Saturnus di langit). Seperti halnya semua planet di Tata Surya, okultasi Saturnus terjadi pada
setiap musim. Okultasi Saturnus akan terjadi setiap bulan selama sekitar 12 bulan, dan
kemudian selama sekitar lima tahun, meskipun tidak ada aktivitas semacam ini yang tercatat.
Orbit Bulan berkinklinasi beberapa derajat relatif terhadap orbit Saturnus, sehingga okultasi
hanya akan terjadi ketika Saturnus berada di dekat salah satu titik di langit tempat dua bidang
saling berpotongan (panjang tahun Saturnus dan periode presisi nodal orbit Bulan selama
18,6 tahun Bumi memengaruhi periode okultasi ini).
B. CIRI-CIRI FISIK PLANET SATURNUS
Saturnus disebut raksasa gas karena hidrogen dan helium merupakan penyusun
utama planet ini. Meskipun tidak memiliki permukaan yang padat, Saturnus
diperkirakan memiliki inti yang padat.Bentuk Saturnus menyerupai sferoid pepat,
bola yang bentuknya tertekan pipih di sepanjang sumbu dari kutub ke kutub sehingga
terdapat tonjolan di sekitar khatulistiwa. Bentuk seperti ini muncul akibat rotasi
Saturnus, yang menyebabkan radius khatulistiwa 60.268 km hampir 10% lebih besar
dari radius 54.364 km dari kutub ke kutub. Planet raksasa lainnya, Jupiter, Uranus,
dan Neptunus juga memiliki bentuk semacam ini, tetapi tidak terlalu pepat seperti
Saturnus. Perpaduan antara laju rotasi
dengan tonjolan di sekitar bidang
khatulistiwa Saturnus menyebabkan
gravitasi permukaan 8,96 m/s2 di
khatulistiwa 74% lebih tinggi dari gravitasi
permukaan di kutub dan lebih rendah dari
gravitasi permukaan Bumi. Akan tetapi,
kecepatan lepas Saturnus hampir mencapai 36 km/s, jauh lebih tinggi daripada
kecepatan lepas Bumi.
Saturnus adalah satu-satunya planet di Tata Surya yang massa jenisnya lebih rendah
dari massa jenis air (sekitar 30% lebih rendah).Walaupun memiliki inti planet yang
jauh lebih padat dari air, planet ini hanya memiliki massa jenis relatif 0,69 g/cm3
karena atmosfernya yang mengandung gas. Massa Jupiter 318 kali massa
Bumi,sedangkan massa Saturnus 95 kali massa Bumi.Kedua planet ini mencakup 92%
total massa seluruh planet di Tata Surya.
a. Sruktur Dalam
Meskipun sebagian besar materi penyusunnya berupa hidrogen dan helium,
massa Saturnus tidak berada
Diagram Saturnus ( ukuran dalam fase gas karena hidrogen
digambarkan sesuai skala ) akan menjadi larutan non-ideal
ketika massa jenisnya berada di
atas 0,01 g/cm3; hal seperti ini dapat tercapai pada radius yang terdiri atas 99,9%
massa Saturnus. Karena temperatur, tekanan, dan kepadatan Saturnus akan terus
menerus meningkat sampai kepada intinya, hidrogen akan berubah menjadi logam
pada lapisan-lapisan yang lebih dalam.
Saturnus memiliki struktur dalam yang serupa dengan Jupiter, yang tersusun
atas inti berbatu kecil yang dikelilingi oleh hidrogen dan helium serta kandungan
volatil dalam jumlah kecil.Inti Saturnus memiliki komposisi yang serupa dengan
komposisi inti Bumi, tetapi komposisi inti Saturnus memiliki massa jenis yang
lebih besar. Pengujian potensial gravitasi Saturnus dengan menggunakan model
fisik interiornya telah memungkinkan terciptanya pembatasan massa inti Saturnus.
Pada tahun 2004, para ilmuwan memperkirakan bahwa massa inti Saturnus kira-
kira 9-22 kali massa Bumi,sesuai dengan diameternya yang memiliki besar sekitar
25.000 km.Inti planet ini dikelilingi lapisan hidrogen metalik cair yang tebal,
diikuti oleh lapisan cair molekul hidrogen jenuh helium yang secara bertahap
berubah menjadi gas seiring dengan meningkatnya ketinggian. Lapisan terluarnya
mempunyai ketebalan 1.000 km dan
terdiri dari gas.
Saturnus memiliki interior yang panas,
suhunya bisa mencapai 11.700 °C pada
inti planet, dan planet ini dapat
memancarkan energi ke ruang angkasa 2,5
kali lebih banyak daripada energi yang
didapatkannya dari Matahari. Energi
termal Jupiter yang dihasilkan oleh
mekanisme Kelvin–Helmholtz dari
kompresi gravitasi yang lambat tidak cukup untuk menjelaskan produksi panas
Saturnus karena massa Saturnus lebih kecil dari massa Jupiter. Diperkirakan
bahwa terdapat mekanisme alternatif atau tambahan lainnya yang memungkinkan
Saturnus menghasilkan panas melalui "hujan" tetesan helium yang terjadi jauh di
dalam interior Saturnus. Ketika tetesan helium tersebut turun melalui hidrogen
dengan massa jenis yang lebih rendah, proses ini akan melepaskan panas melalui
gesekan sehingga lapisan luar planet akan kehabisan helium.Hujan berlian diduga
turun di Saturnus, seperti halnya di Jupiter,dan raksasa es Uranus dan Neptunus.
b. Atmosfer
Atmosfer luar Saturnus mengandung 96,3% molekul hidrogen dan 3,25%
helium,tetapi kandungan helium Saturnus masih jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan kandungan helium yang melimpah di Matahari.Jumlah unsur-unsur yang
lebih berat dari helium (metalisitas) tidak
Pita-pita metana yang diketahui secara pasti, tetapi jumlahnya
mengelilingi Saturnus. diduga setara dengan kelimpahan unsur-
Satelit alami Dione unsur primordial dari pembentukan Tata
berada di bawah cincin Surya. Total massa unsur-unsur tersebut
di sebelah kanan. diperkirakan 19-31 kali massa Bumi, dan
sebagian besar massanya terkonsentrasi di
daerah inti Saturnus.
Jejak-jejak amonia, asetilena, etana, propana, fosfina, dan metana juga
ditemukan di atmosfer Saturnus.Awan atas Saturnus terdiri dari kristal amonia,
sedangkan awan bawah tampaknya terdiri dari amonium hidrosulfida (NH4SH)
atau air.Radiasi ultraviolet dari Matahari menyebabkan terjadinya fotolisis metana
di atmosfer atas, yang mengarah pada terjadinya serangkaian reaksi kimia
hidrokarbon yang membentuk pusaran (eddy) dan difusi pada atmosfernya. Siklus
fotokimia ini dipengaruhi oleh siklus musiman tahunan Saturnus.
c. Lapisan Awan
Atmosfer Saturnus menunjukkan keberadaan pola pita yang mirip dengan
Jupiter, tetapi pita Saturnus jauh lebih redup dan jauh lebih luas di dekat bidang
khatulistiwanya. Adapun istilah yang digunakan untuk menggambarkan pola pita
ini sama seperti istilah yang digunakan di Jupiter. Wahana antariksa Voyager
berhasil mengamati pola awan halus Saturnus yang belum pernah teramati
sebelumnya ketika wahana tersebut terbang melewati Saturnus pada tahun 1980-
an. Sejak saat itu kemajuan teleskop telah memungkinkan pengamatan dapat
Badai global yang
dilakukan secara rutin dari Bumi.
mengelilingi Saturnus pada Komposisi awan Saturnus bervariasi sesuai
tahun 2011. Kepala badai dengan kedalaman dan tekanannya. Pada
(area terang) melewati ekor
badai yang berputar di lapisan awan atas, suhu berada pada kisaran
sekitar tepi kiri badai. 100-160 K dan tekanan berkisar antara 0,5
bar sampai 2 bar, dan awan terdiri dari
kandungan es amonia. Awan es air mulai ditemukan pada lapisan yang memiliki
tekanan berkisar antara 2,5 bar sampai 9,5 bar dan suhu pada kisaran 185-270 K.
Pada lapisan berikutnya terdapat campuran amonium hidrosulfida yang berada
pada kisaran tekanan 3-6 bar dengan kisaran suhu 190-235 K. Pada lapisan awan
terbawah terdapat daerah tetesan air yang mengandung amonia yang terlarut
dalam air, dengan tekanan berkisar antara 10-20 bar dan suhu antara 270-330 K.
Atmosfer Saturnus terkadang dipenuhi oleh badai-badai berbentuk oval atau
ketampakan lain yang umum terjadi di Jupiter. Pada tahun 1990, Teleskop Luar
Angkasa Hubble sempat mengabadikan sebuah awan putih raksasa di dekat
wilayah khatulistiwa yang tidak tampak ketika wahana Voyager mengunjungi
planet ini. Pada tahun 1994, diamati pula badai lainnya yang berukuran lebih
kecil. Badai seperti yang terjadi pada tahun 1990 dikenal dengan nama Bintik
Putih Raksasa, fenomena jangka pendek unik yang hanya muncul sekali setiap
satu tahun Saturnus (atau kira-kira setiap 30 tahun waktu Bumi) ketika terjadi titik
balik matahari musim panas di belahan bagian utaranya.Bintik Putih Raksasa ini
sempat diamati sebelumnya pada tahun 1876, 1903, 1933, dan 1960; badai pada
tahun 1933 merupakan badai yang paling
terkenal. Jika siklus konstan ini terus
berlanjut, badai raksasa lain diperkirakan
akan muncul kembali pada sekitar tahun
2020.
Saturnus menghasilkan angin terkencang
kedua di antara semua planet di Tata Surya
setelah Neptunus. Data yang dihimpun dari
Voyager menunjukkan bahwa kecepatan puncak angin timur dapat mencapai 500
m/s (1.800 km/j).[50] Dalam citra-citra yang diabadikan oleh wahana antariksa
Cassini selama tahun 2007, belahan utara Saturnus menunjukkan rona biru terang
yang mirip dengan Uranus. Warna seperti ini kemungkinan disebabkan oleh
hamburan Rayleigh.Termografi menunjukkan bahwa kutub selatan Saturnus
mempunyai pusaran kutub yang hangat dan fenomena seperti ini belum pernah
ditemukan sebelumnya di Tata Surya. Walaupun suhu di Saturnus biasanya dapat
mencapai −185 °C, suhu di pusaran kutubnya sering kali dapat mencapai —122
°C sehingga wilayah pusaran kutub ini diduga sebagai wilayah terhangat di
Saturnus.
d. Pola Awan Heksagonal di Kutub Utara
Pola awan heksagonal permanen di sekitar atmosfer pusaran kutub utara (atau di
sekitar 78°LU) pertama kali diabadikan oleh wahana Voyager.Panjang setiap sisi
heksagon kira-kira 13.800 km (8.600 mi), yang bahkan lebih panjang dari
diameter Bumi.Periode rotasi pola awan tersebut adalah 10j 39m 24d (sama
dengan periode emisi radio Saturnus) dan diasumsikan sama dengan periode rotasi
interior Saturnus.Pola awan heksagonal ini tidak bergeser dari garis bujur seperti
awan lainnya di atmosfer tampak.Asal Kutub utara Kutub Selatan
usul pola awan ini masih belum dapat Saturnus (animasi Saturnus
dipastikan. Kebanyakan ilmuwan inframerah)

memperkirakan bahwa pola awan ini


merupakan pola gelombang stasioner di atmosfer. Penelitian juga telah dilakukan
dengan membuat replika bentuk
poligon melalui rotasi diferensial
cairan.
e. Pusaran Kutub Selatan
Citra Hubble di wilayah kutub
selatan Saturnus menunjukkan
keberadaan arus jet, tetapi tidak ditemukan keberadaan pusaran kutub yang kuat
atau gelombang stasioner heksagonal seperti di wilayah kutub utara.Pada
November 2006, NASA melaporkan bahwa wahana Cassini telah menemukan
bahwa badai "mirip hurikan" yang terkunci di wilayah kutub selatan,
menunjukkan keberadaan dinding mata yang jelas.Penemuan ini mendapat
perhatian karena tidak ada planet lain di Tata Surya selain Bumi yang memiliki
dinding mata; contohnya, citra-citra dari wahana Galileo tidak menunjukkan
keberadaan dinding mata di Bintik Merah Raksasa Jupiter.
Badai di kutub selatan Saturnus diperkirakan telah berlangsung selama miliaran
tahun.Ukuran pusaran badai tersebut
bahkan setara dengan ukuran Bumi dan
kecepatan anginnya mencapai 550
km/j.
f. Magnetosfer
Saturnus memiliki medan
magnet dipol yang sederhana dan
simetris. Kekuatan medan
magnetnya di wilayah khatulistiwa mencapai 0,2 gauss (20 µT), kira-kira 1/20
dari kekuatan medan magnet di sekitar Jupiter dan sedikit lemah dari medan
magnet Bumi. Akibatnya, magnetosfer Saturnus jauh lebih kecil dari magnetosfer
Aurora dikutub Cahaya aurora di kutub utara
Jupiter;[68] ukuran magnetosfer Saturnus
saturnus juga ditentukan
saturnus oleh tekanan angin
surya. Ketika Voyager 2 memasuki magnetosfer Saturnus, tekanan angin suryanya
tinggi dan magnetosfernya hanya meluas sejauh 1,1 juta km (712.000 mi) atau 19
kali radius Saturnus.[69] Meskipun begitu, magnetosfernya terus meluas dalam
beberapa jam dan tetap demikian selama
sekitar tiga hari.[70] Besar kemungkinan
bahwa serupa dengan Jupiter, medan magnet
Saturnus dihasilkan oleh aliran dalam lapisan
hidrogen metalik cair yang disebut dinamo
hidrogen metalik.[68] Magnetosfer ini
ternyata efisien untuk melindungi Saturnus
dari partikel angin surya dari Matahari. Salah
satu satelit alami Saturnus, Titan mengorbit
planet ini di bagian luar magnetosfernya sehingga menyebabkan munculnya
plasma dari partikel-partikel yang terionisasi di atmosfer bagian luar Titan.[20]
Magnetosfer Saturnus juga menghasilkan aurora seperti magnetosfer Bumi.

C. ROTASI DAN ORBIT PLANET SATURNUS


Saturnus mengorbit Matahari pada jarak rata-rata lebih dari 1,4 juta kilometer (9 sa).
Dengan kecepatan orbit rata-rata 9,68 km/s,Saturnus memerlukan waktu selama
10.759 hari Bumi (sekitar 29 ½ tahun)untuk menyelesaikan satu kali revolusinya
mengelilingi Matahari.Akibatnya, Saturnus membentuk resonansi orbit 5:2 dengan
Jupiter.Orbit Saturnus berinklinasi 2,48° relatif terhadap bidang orbit Bumi.Jarak
Saturnus saat perihelion dan aphelion, masing-masing adalah 9,195 sa dan 9.957 sa.
Astronom telah menggunakan tiga sistem yang berbeda untuk menentukan kala
rotasi Saturnus, meskipun saat ini Sistem III telah banyak tergantikan oleh Sistem II.
Sistem I sendiri memiliki kala rotasi 10j 14m 00d (844.3°/hari) dan mencakup zona
khatulistiwa, sabuk khatulistiwa selatan, dan sabuk khatulistiwa utara. Selain itu,
wilayah kutubnya diperkirakan memiliki kala rotasi yang serupa dengan Sistem I.
Seluruh garis lintang Saturnus, kecuali wilayah kutub utara dan kutub selatan
termasuk ke dalam Sistem II dan kala rotasinya
Saturnus dan sistem cincinnya, adalah 10j 38m 25.4d (810.76°/hari).Sistem III
diabadikan oleh wahana Cassini
(28 Oktober 2016) merujuk kepada kala rotasi interior Saturnus.
Berdasarkan emisi radio Saturnus yang dideteksi
oleh Voyager 1 dan Voyager 2,Sistem III memiliki kala rotasi 10j 39m 22.4d
(810,8°/hari).
Lama kala rotasi interior planet ini masih sulit untuk dipecahkan. Saat mendekati
Saturnus pada tahun 2004, wahana Cassini menemukan bahwa kala rotasi radio
Saturnus telah meningkat cukup pesat, menjadi kira-kira 10j 45m 45d ± j m
36d.Perkiraan kala rotasi Saturnus (sebagai patokan kala rotasi Saturnus secara
keseluruhan) berdasarkan kompilasi berbagai pengukuran dari wahana Cassini,
Voyager, dan Pioneer adalah 10j 32m 35d.Penelitian yang dilakukan terhadap Cincin
C menghasilkan kala rotasi 10j 33m 38d
+ j 1m 52d
− j 1m 19d
Pada Maret 2007, ditemukan bahwa variasi emisi radio dari planet ini tidak cocok
dengan kala rotasi Saturnus. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh aktivitas geiser
pada satelit alami Enceladus. Uap air yang dilepaskan ke orbit Saturnus oleh aktivitas
geiser ini akan bermuatan dan menciptakan hambatan pada medan magnet Saturnus,
yang memperlambat rotasinya sedikit relatif terhadap rotasi planet ini.
Saturnus diketahui tidak memiliki satu pun asteroid troya yang mengitarinya.
Terdapat planet minor yang mengitari Matahari di titik Lagrangian yang stabil,
dinamai L4 and L5, terletak pada sudut 60° terhadap Saturnus di sepanjang orbitnya.
Asteroid troya juga telah ditemukan mengitari planet Mars, Jupiter, Uranus, dan
Neptunus. Mekanisme resonansi orbit, termasuk resonansi sekuler dipercayai
merupakan penyebab Saturnus tidak memiliki asteroid troya.

D. SATELIT ALAMI
Saturnus diketahui memiliki 82 satelit alami,53 di antaranya diberikan penamaan
resmi.Selain itu, terdapat bukti keberadaan puluhan hingga ratusan satelit minor
dengan diameter berkisar antara 40-500 meter di cincin-cincin Saturnus.Titan, satelit
alami terbesarnya, mencakup 90% dari total massa seluruh objek yang mengitari
Saturnus, termasuk sistem cincinnya.Satelit alami terbesar kedua Saturnus, Rhea, juga
memiliki atmosfer dan sistem cincin yang tipis.
Kemungkinan pembentukan satelit alami baru Saturnus (titik putih), diambil oleh
Cassini pada tanggal 15 April 2013.
Satelit-satelit lainnya sebagian besar memiliki ukuran yang kecil: 34 di antaranya
mempunyai diameter kurang dari 10 km, sedangkan 14 satelit lainnya memiliki
diameter yang berkisar antara 10 dan 50 km.Hampir semua nama satelit Saturnus
diambil dari nama dewa-dewa Titan dalam mitologi Yunani. Satelit terbesar Saturnus,
Titan, juga merupakan satu-satunya satelit alami di Tata Surya yang memiliki
atmosfer tebal.Pada atmosfer Titan juga terdapat bahan kimia organik yang kompleks.
Titan juga merupakan satu-satunya satelit alami yang diketahui memiliki danau
hidrogen.
Pada tanggal 6 Juni 2013, para ilmuwan dari IAA-CSIC melaporkan penemuan
hidrokarbon aromatik polisiklik, bahan kimia yang diduga merupakan prekusor bagi
kehidupan, pada atmosfer lapisan atas Titan.Pada tanggal 23 Juni 2014, NASA
mengklaim memiliki bukti kuat bahwa nitrogen pada atmosfer Titan berasal dari
materi di awan Oort yang terkait dengan komet, dan bukan berasal dari materi yang
membentuk Saturnus pada masa lampau.
Satelit alami Saturnus, Enceladus juga memiliki komposisi kimiawi yang mirip
dengan komet,sehingga sering kali dianggap sebagai habitat potensial bagi kehidupan
mikroba.Kemungkinan ini dibuktikan dengan keberadaan partikel-partikel kaya garam
dengan komposisi mirip lautan, sehingga mengindikasikan bahwa sebagian besar es
yang dikeluarkan Enceladus berasal dari penguapan air garam cair.Pada tahun 2015,
saat Cassini terbang melewati bulu-bulu Enceladus, wahana ini menemukan bahwa
bulu-bulu tersebut terdiri dari bahan-bahan yang bisa menopang bentuk kehidupan
yang hidup dengan metanogenesis.
Pada April 2014, ilmuwan NASA melaporkan kemungkinan pembentukan satelit
alami baru pada Cincin A yang diabadikan oleh Cassini pada tanggal 15 April 2013.

E. CINCIN SATURNUS
Saturnus dikenal karena memiliki sistem cincin planet yang membuatnya terlihat
unik.Sistem cincin ini membentang sepanjang 6.630 km hingga 120.700 km (4.120
hingga 75.000 mi) di atas khatulistiwa dengan rata-rata ketebalan kira-kira 20 meter
(60 kaki). Cincin-cincin ini didominasi oleh kandungan es air dan sedikit senyawa
tholin serta lapisan yang dihujani dengan sekitar 7% karbon tak berwujud. Partikel-
partikel yang membentuk cincin ini memiliki ukuran
Citra ultraviolet cincin luar
yang bervariasi dari sekecil debu hingga 10 m.Meskipun Saturnus—cincin A dan B—
raksasa gas lainnya juga memiliki sistem cincinnya dengan warna semu; cincin
sendiri, sistem cincin Saturnus merupakan yang paling kecil kusam di Divisi Cassini
dan Celah Encke ditunjukkan
besar dan paling mudah terlihat. dalam warna merah.

Terdapat dua hipotesis mengenai asal usul


Cincin Saturnus (diabadikan sistem cincin ini. Satu hipotesis menyatakan
oleh Cassini pada tahun 2007)
merupakan cincin planet dengan
bahwa sistem cincin ini merupakan sisa-sisa
massa terbesar sekaligus yang satelit alami Saturnus yang hancur. Hipotesis
paling mencolok di Tata Surya kedua menyatakan bahwa sistem cincin ini
merupakan sisa-sisa dari materi nebula yang
membentuk Saturnus. Beberapa partikel es di cincin E berasal dari geiser
Enceladus.Kelimpahan air di sistem cincin ini tersebar secara radial, dengan cincin
terluar A yang memiliki kandungan es air paling murni. Perbedaan penyebaran ini
mungkin dapat disebabkan oleh serangan meteor.
Jauh di luar cincin utama Saturnus dengan jarak 12 juta km dari planet terdapat cincin
renggang Phoebe, yang miring pada sudut 27° terhadap cincin-cincin lainnya dan
mengitari Saturnus dalam orbit retrograde (orbitnya berlawanan dengan arah rotasi
planet induknya) seperti satelit Phoebe.
Beberapa satelit alami Saturnus, termasuk Pandora dan Prometheus berperan
sebagai satelit penggembala yang menahan sistem cincin Saturnus agar tidak
menyebar keluar.Gelombang kerapatan linier yang lemah di cincin Saturnus yang
disebabkan oleh Pan dan Atlas dapat menghasilkan
perhitungan yang lebih reliabel mengenai massa kedua
satelit ini.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Planet Saturnus adalah planet ke lima yang dekat dengan matahari dan telah
dikenal sejak zaman dulu karena bisa dilihat dengan mata telanjang .
Pengamatan dan penjelajahan planet saturnus terbagi kedalam beberapa
tahapan: 1) Pengamatan zaman kuno. 2) Pengamatan oleh ilmuwan Eropa
( abad ke 17 hingga 19. 3) Wahana antariksa NASA dan ESA. Penyusun
utama planet saturnus adalah hidrogen dan helium,maka dari itu planet
saturnus disebut dengan Raksasa Gas. Saturnus memiliki interior yang panas,
suhunya bisa mencapai 11.700 °C pada inti planet, dan planet ini dapat
memancarkan energi ke ruang angkasa 2,5 kali lebih banyak daripada energi
yang didapatkannya dari Matahari. Atmosfer luar Saturnus mengandung
96,3% molekul hidrogen dan 3,25% helium,[40] tetapi kandungan helium
Saturnus masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kandungan helium
yang melimpah di Matahari. Saturnus mengorbit Matahari pada jarak rata-rata
lebih dari 1,4 juta kilometer (9 sa). Dengan kecepatan orbit rata-rata 9,68
km/s,Saturnus memerlukan waktu selama 10.759 hari Bumi (sekitar 29 ½
tahun)untuk menyelesaikan satu kali revolusinya mengelilingi
Matahari.Akibatnya, Saturnus membentuk resonansi orbit 5:2 dengan Jupiter.
[73] Orbit Saturnus berinklinasi 2,48° relatif terhadap bidang orbit Bumi.Jarak
Saturnus saat perihelion dan aphelion, masing-masing adalah 9,195 sa dan
9.957 sa
DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Arthur Francis O'Donel (1980) [1962]. The Planet Saturn - A History
of Observation, Theory and Discovery. Dover.

Gore, Rick (Juli 1981). "Voyager 1 at Saturn: Riddles of the Rings". National
Geographic. Vol. 160 no. 1. hlm. 3–31.

Lovett, L.; et al. (2006). Saturn: A New View. Harry N. Abrams. ISBN 978-0-
8109-3090-2.

Karttunen, H.; et al. (2007). Fundamental Astronomy (edisi ke-5). Springer.

Seidelmann, P. Kenneth; et al. (2007). "Report of the IAU/IAG Working Group


on cartographic coordinates and rotational elements: 2006". Celestial
Mechanics and Dynamical Astronomy. 98 (3): 155–180.
Bibcode:2007CeMDA..98..155S. doi:10.1007/s10569-007-9072-y

de Pater, Imke; Lissauer, Jack J. (2015). Planetary Sciences (edisi ke-2).


Cambridge University Press. hlm. 250.

Anda mungkin juga menyukai