Anda di halaman 1dari 2

CERITA RAKYAT: Si Cantik Samba Paria dari Tanah Mandar

Pada zaman dahulu di pesisir Mandar, berdiri sebuah kerajaan yang kaya raya karena hasil bumi yang
melimpah. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang zalim dan sewenang-wenang. Sehingga
kekayaan alam tersebut hanya melimpah kepadanya serta kerabat sang raja. Sementara
masyarakatnya makin hari semakin terpuruk karena hidup miskin. Mereka tak bisa menikmati hasil
buminya lantaran didera pajak yang tinggi oleh sang raja.Kebengisan sang raja semakin lengkap sebab
dia juga dikenal suka mengambil paksa perempuan muda untuk dijadikan sebagai permaisuri. Padahal
dia telah memiliki tiga belas permaisuri. Akibatnya gadis-gadis lebih banyak mengurung diri di dalam
rumah, takut suatu saat diculik oleh sang raja. Rakyat yang jenuh dengan kezaliman raja berusaha
melakukan perlawanan. Namun, semua itu sia-sia. Sang raja dikenal sakti. Ia juga dikelilingi prajurit-
prajurit yang tangkas dan langsung berhasil menggulung setiap upaya pemberontakan. Akhirnya
banyak masyarakat yang lari menggunakan perahu dari kerajaan tersebut.Hobi sang raja yang zalim
itu adalah berburu. Pada setiap waktu senggangnya, raja berburu diiringi beberapa anjing pemburu
yang terlatih dan pasukan pengawal.

Suatu malam sang raja bermimpi menemukan bunga yang harum semerbak di hutan beantara. Setelah
terbangun sang raja tidak dapat mengingat letak hutan tersebut. Karena penasaran, dia memanggil
peramal keesokan harinya. “Apakah isyarat mimpiku, Paman?” kata sang raja. “Itu artinya Paduka
Raja akan mendapatkan permaisuri yang cantik baru di rimba belantara,” kata sang peramal. Sang raja
lantas semakin penasaran. Namun si peramal mengingatkan adanya mara bahaya bila mempersunting
gadis tersebut. “Ia mengandung tuba yang berguna sebagai senjata yang akan selalu melindungi
dirinya.” Mendengar hal tersebut sang raja hanya menjawab, “Ah, bicaramu bertele-tele!” Sejak saat
itu sang raja makin rajin berburu.

Nun jauh di tengah hutan, sebuah rumah panggung berdiri di antara semak belukar. Keberadaan
rumah tersebut hampir tak terlihat lantaran tertutupi pepohonan yang lebat. Tanaman peria juga
menjalari tiang, tangga, dan atap rumah sehingga sekilas seperti pepohonan.Dua kakak beradik yang
telah yatim piatu tinggal di rumah panggung itu. Yang sulung adalah seorang gadis berusia enam belas
tahun, namanya Samba. Ia kerap dipanggil Samba Paria. Sedangkan si adik adalah seorang laki-laki
berusia sepuluh tahun. Mereka terkucilkan dari peradaban karena orang tuanya adalah salah satu
warga yang pernah berusaha melawan sang raja yang zalim tersebut. Namun kedua orang tuanya itu
terbunuh oleh prajurit sang raja. Harta mereka pun habis dirampas.

Suatu siang Samba Paria bersama adiknya sedang asyik menyantap makanan yang terbuat dari ubi
talas di rumah panggungnya. Namun sang adik tak sengaja menjatuhkan ubi talas tersebut di sela-sela
lantai rumah panggungnya. Hingga akhirnya terjatuh ke tanah.Rupanya ubi talas itu ditemukan oleh
anjing pemburu sang raja zalim. Kebetulan rombongan raja sedang berburu di hutan itu. Anjing
tersebut kemudian membawa ubi tersebut ke raja. Sehingga memerintahkan prajuritnya untuk
mencari asal ubi talas tersebut. Dengan dituntun anjing, rombongan sang raja akhirnya menemukan
rumah Samba Paria. Saat tuan rumah membuka pintu, betapa kagetnya sang raja melihat wajah
Samba Paria yang cantik jelita. Ia langsung menaruh hati kepadanya. “Jangan-jangan gadis ini yang
dibilang sang peramal sebagai calon permaisuriku?” gumam sang raja di dalam hati. “Apa pun caranya,
aku harus mendapatkannya!” katanya berbisik sambil memikirkan siasat untuk menculik sang gadis.
Sementara Samba Paria gugup lantaran berhadapan dengan sang raja. Apalagi dia tak punya apapun
yang bakal dihidangkan. Bahkan air pun baru saja habis. Tanpa pikir panjang dia lantas menyuruh sang
adik untuk mengambil air di sungai. Akal bulus sang raja zalim pun muncul, dengan cekatan dia
melubangi tempayan yang bakal digunakan si adik menampung air. Sehingga mendapat kesempatan
lebih banyak untuk menculik Samba. Setelah sang adik pergi, sang raja langsung menjalankan aksinya.
“Ampun, Paduka! Jangan bawa hamba! Kasihan adik hamba sendiri di sini,” kata Samba Paria mengiba.
“Ah, biar saja dia dimakan binatang buas di sini!” jawab sang raja dengan culas. Samba Paria adalah
gadis yang cerdas, ia pun mengajukan permintaan kepada sang raja untuk membawa beberapa helai
daun peria. “Hamba sangat suka makan sayur daun peria,” kata Samba. Raja pun memenuhi
permintaan tersebut. Namun, diam-diam, Samba menjatuhkan helai demi helai daun paria tersebut
di perjalanan menuju ke Istana. Hingga menimbulkan jejak yang nantinya bisa diikuti sang adik.

Benar saja, sang adik yang tidak menemukan Samba di rumah langsung ke istana dengan modal helai
daun pare tersebut. Ia pun menemui sang raja dan memohon dipertemukan dengan Samba. Namun
sang raja menolak dan memilih meyekap Samba di kamar istana. Dengan kecewa si adik pun
berpamitan untuk pulang. Namun dia menitipkan sebatang pohon kelor untuk di tanam di halaman
Istana. “Bilang ke Samba, jika batang kelor ini layu berarti saya sedang sakit keras. Jika mati, berarti
saya juga sudah mati,” katanya lalu bergegas pergi. Walaupun tanah di halaman istana subur, pohon
kelor yang ditanam adik Samba semakin hari semakin layu. Samba yang melihat hal itu menduga sang
adik menderita sakit. Ia segera mencari cara agar bisa melarikan diri untuk menemui sang adik.
Kesempatan tersebut datang setelah sang raja pergi berburu. Saat mandi bersama dayang-dayang di
sungai yang tidak jauh dari istana, ia menjatuhkan cincin pemberian sang raja ke dalam air. Samba
akhirnya berhasil kabur saat para dayang-dayang sibuk mencari cincin tersebut. Sesampai di
rumahnya, benar saja Samba Paria mendapati adiknya tergolek lemas. “Adik kira setelah jadi
permaisuri raja, Kakak melupakanku,” kata si Adik terbata-bata. “Jangan pernah berpikir begitu,
Adikku,” kata Samba Paria sambil memeluk adiknya penuh sayang. “Saya tidak sudi jadi
permaisurinya!” Akhirnya, sang adik pun perlahan-lahan pulih. Namun kebahagiaan tak sepenuhnya
dirasakan Samba, sebab dia yakin sang raja yang zalim bakal menyusulnya. Ia pun berpikir keras
mencari cara melawan sang raja. Samba lalu ke dapur mengumpulkan biji cabai rawit, merica, dan
daun kelor sebanyak-banyaknya. Lalu dicampur dengan air dan abu dapur. Racikan tersebut lantas di
simpan di ruang tamu.

Beberapa hari kemudian, sang raja yang bengis itu benar-benar datang mencari Samba. Tanpa banyak
bicara, dia langsung mendobrak pintu rumah. Samba yang sudah bersiap di dalam rumah langsung
menyiram sang raja dengan racikan cabainya tersebut. Racikan itu tepat mengenai mata sang raja.
Raja pun langsung menjerit menahan rasa perih sambil mengusap-usap kedua matanya. Tanpa
disadari tiba-tiba kakinya terpeleset dan akhirnya dia jatuh terjungkal ke tanah. Raja yang zalim itu
pun tewas seketika karena tulang lehernya patah terpental batu besar yang berada di bawah tangga
rumah Samba Paria. Kabar kematian sang raja yang zalim itu dengan cepat menyebar ke seluruh
negeri. Hampir semua orang mengelu-elukan Samba sebagai pahlawan yang membebaskan mereka
dari raja yang zalim. Mereka juga kagum lantaran akhirnya ada yang berhasil membunuh sang raja
setelah banyak jawara yang tewas lantaran gagal membunuhnya. Sehingga akhirnya muncul keinginan
masyarakat untuk mengangkat Samba Paria menjadi ratu, menggantikan posisi si raja zalim. Namun
Samba ternyata tidak tertarik memimpin kerajaan. “Gemerlap istana tidak akan pernah menyilaukan
hatiku. Aku hanya ingin hidup damai bersama adikku di rumah warisan orang tua kami.”

Anda mungkin juga menyukai