Anda di halaman 1dari 17

FIKIH PERGAULAN DAN PENDIDIKAN ADAB DALAM INTERAKSI

SOSIAL REMAJA (ANALISIS MATERI PAI KELAS X TENTANG


MENJAUHI PERGAULAN BEBAS DAN PERBUATAN ZINA)

M. Ibnu Rabi (20211100065)¹, Ratih (20211100079)²


(Mahasiswa/i Jurusan Pendidikan Agama Islam STIT Assunniyyah Tambarangan)

Email:
miibnurabiibnu@gmail.com
rratihhh03@gmail.com

ABSTRAK
Era yang semakin maju dengan berbagai kecanggihan modern khususnya perkembangan IT
(Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) tidak diimbangi dengan ajaran Islam, maka yang terjadi adalah
kehancuran akhlak dan akhlak anak-anak khususnya remaja. Hal ini terlihat dari pergaulan mereka
yang meninggalkan norma agama, seperti berkumpul laki-laki dan perempuan tanpa batas, banyak
remaja perempuan yang tidak berhijab, semakin menjauhi ibadah dan selalu dekat dengan
kemaksiatan. Jadi Islam punya memberikan aturan bagi remaja untuk rukun dan berakhlak mulia,
yaitu dengan penerapan fikih pergaulan dan pendidikan adab sehingga nantinya dapat meminimalisir
pergaulan yang melanggar norma agama.
Kata Kunci: Pergaulan Remaja, Fikih Pergaulan, Pendidikan Adab.

ABSTRACT
This increasingly advanced era with a variety of modern sophistication, especially the
development of IT (Science and Technology) is not balanced with the teachings of Islam, then what
will happen is the moral and moral destruction of children, especially teenagers. This can be seen
from their association that has abandoned religious norms, such as gathering between men and women
without limits, many young women who do not wear the hijab, getting away from worship and always
close to disobedience. So Islam has provided rules for teenagers to get along and have morals, by
applying social interaction based on Islamic laws and education of Islamic etiquettes so that later they
can minimize the associations that violate religious norms.
Keywords: Adolescent’s Social Interaction, Social Interaction Based on Islamic Laws, Islamic
Etiquettes Education

PENDAHULUAN
Islam memandang bahwa remaja adalah obyek dan subyek pendidikan yang
memerlukan perhatian yang serius. Sebab, merekalah generasi masa depan harapan bangsa,
dan aset bangsa yang harus dijaga dan dipelihara sebaik-baiknya. Pendidikan dalam Islam
merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara
akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai
seorang hamba di hadapan Allah Swt. dan juga sebagai khalifatu fil ardh (pemelihara) pada
alam semesta ini. Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan
generasi penerus (peserta didik) dengan kemampuan dan keahliannya (skill) yang diperlukan
agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah lingkungan masyarakat.
Masa depan sebuah lembaga pendidikan terletak pada peserta didik yang akan
menjadi alumninya. Mutu dan kualitasnya terletak pada pendidikan yang didapatkan
sekarang. Pelajaran apa yang akan dicapai di sekolah ditentukan oleh kurikulum yang
bersangkutan. Oleh karena itu, kurikulum merupakan sarana vital bagi perkembangan dan
kemajuan suatu lembaga pendidikan.
Berbicara tentang remaja selalu mendapat tanggapan yang beraneka ragam.
Sayangnya, saat ini kesan yang ada dalam benak masyarakat justru cenderung kebanyakan
negatif. Dimulai dari perkelahian antar pelajar, pornografi, kebut-kebutan, tindakan kriminal
seperti pencurian, dan perampasan barang orang lain, pengedaran obat-obat terlarang dan
bahkan yang lebih heboh adalah dampak pergaulan bebas yang semakin menghawatirkan.
Dengan demikian manusia dengan mudah terjerumus keberbagai penyelewengan dan
kerusakan akhlak dengan melakukan perampasan hak orang lain, pelecehan seksual,
pembunuhan, dan timbulah persaingan tidak sehat demi untuk mendapatkan apa yang
diinginkan. Kemerosotan moral remaja saat ini banyak dipengaruhi oleh terpaan media
informasi di abad millennium semakin merambah dengan cepat. Di daerah terpencil sekalipun
terdapat tempat penyewaan VCD dan pemutaran film-film porno, belum lagi media cetak
yang demikian bebas mengumbar informasi seksual yang semakin mempengaruhi remaja
untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.1
Salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian serius adalah bebasnya hubungan
antar jenis di antara remaja (pemuda) yang menjadi tonggak pembaharuan. Pergaulan remaja
diidentikkan dengan sekumpulan anak yang membentuk suatu kelompok (geng) dengan
peraturan-peraturan tertentu yang beragam, dan tidak sedikit dari remaja yang salah dalam
memilih pergaulan. Akibat dari salah memilih pergaulan diantaranya perlakuan yang semakin
brutal, menggunakan barang-barang terlarang, semakin jauh dari orang tua, sering membolos
saat sekolah dan sebagainya.2
Adanya pendidikan agama, maka mental atau jiwa mendapatkan ketenangan. Segala
kejahatan akan terkontrol sehingga akan muncul perilaku yang baik. Karena bagaimanapun
1
Darnoto, dkk., “Pergaulan Bebas Remaja Di Era Milenial Menurut Perspektif Pendidikan Agama
Islam”, Jurnal Tarbawi, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2020, h. 47.

2
Andi Anirah & Sitti Hasnah, “Pendidikan Islam dan Etika Pergaulan Usia Remaja (Studi Pada Peserta
Didik MAN 2 Model Palu”, ISTIQRA’, Jurnal Penelitian Ilmiah, Vol. 1, No. 2 Juli-Desember 2013, h. 285.
agama merupakan bibit terbaik yang diperlukan dalam pembinaan kepribadianya. Selain itu,
pendidikan yang ditekankan pada tujuan untuk mencerdaskan bangsa serta menjunjung tinggi
derajat dan martabat manusia dan bangsa, yang dalam pandangan Al-Qur’an dikenal dengan
khoirun ummah.
Pendidikan mempunyai tantangan yang cukup berat serta harus memiliki nilai
tambah agar dapat memberikan kesejahteraan lahir dan batin. Selain itu juga harus dapat
memberikan perilaku yang membangun yaitu manusia yang kreatif, produktif, dinamis,
efektif dan efisien. Islam sangat memperhatikan masalah etika pergaulan dan banyak
memberikan rambu-rambu untuk bisa berhati-hati dalam melewati masa muda (remaja).
Islam telah mengatur etika pergaulan remaja. Prilaku tersebut merupakan batasan-batasan
yang dilandasi nilai-nilai agama. Oleh karena itu prilaku atau etika pergaulan tersebut harus
diperhatikan, dipelihara, dan dilaksanakan oleh para remaja.3
Senada dengan pernyataan di atas, bahwasanya dalam konteks agama Islam, akidah
Islam menjadi dasar yang melahirkan serangkaian aturan interaksi dalam hubungan
kehidupan. Aturan ini menjadi sistem dalam kehidupan yang khas. Kekhasan ini membuat
siapa saja yang melaksanakannya baik individu maupun masyarakat, akhirnya menjadi
individu atau masyarakat yang memiliki khas yang berbeda dengan individu maupun
masyarakat lain yang menjalankan aturan yang muncul dari dasar akidah Islam. Setiap
muslim yang mempunyai aturan dia harus memahami tentang syariah, sehingga secara
amaliah hukum yang menjadi dasar aturan hidupnya itu dapat diterapkan dalam keadaan dan
situasi apapun. Hasil pemahaman tersebut dituangkan dalam bentuk ketentuan atau aturan
yang terinci. Ketentuan terinci tentang tingkah laku manusia mukallaf yang didiskripsikan
sebagai hasil pemahaman terhadap syariah disebut fiqih.
Allah Swt. telah menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dengan
suatu fitrah tertentu yang berbeda dengan makhluk lainnya. Laki-laki dan perempuan
mempunyai amanah sebagai makhluk yang sempurna Allah Swt. ciptakan. Masing-masing
tidak melebihi yang lainnya pada aspek ini. Allah Swt. sudah mempersiapkan kedua-duanya
untuk menjalani kehidupan didunia dengan sifat kemanusiaannya. Allah Swt. telah
menjadikan laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu tatanan masyarakat.
Allah Swt. telah menetapkan bahwa kelestarian jenis manusia bergantung pada interaksi nya
tersebut dan pada keberadaan keduanya pada setiap kehidupan masyarakat.4
3
Hernides, “Pergaulan Remaja dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Lentera, Vol. 1, No. 1, 2019, h. 29.
4

Irwanto, “Pergaulan Remaja Menurut Pandangan Islam”, Jurnal Al-Fikru, No. 1, Januari-Juli 2019, h.
1
Kita tidak boleh memandang salah satunya kecuali dengan pandangan yang sama
dengan yang lain, bahwa ia adalah manusia yang mempunyai berbagai ciri khas masing-
masing dengan berbagai karakter dan segala potensi yang mendukung kehidupannya yang
mempunyai hak dalam menjalankan hidupnya dalam bermasyarakat. Sebagaimana firman
Allah Swt. dalam QS. al-Hujurat ayat 13:
‫ٰٓيَاُّيَها الَّناُس ِاَّنا َخ َلْقٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّو ُاْنٰث ى َو َجَع ْلٰن ُك ْم ُش ُعْو ًبا َّو َقَبۤا ِٕىَل ِلَتَع اَر ُفْو اۚ ِاَّن َاْك َر َم ُك ْم ِع ْنَد ِهّٰللا َاْتٰق ىُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َع ِلْيٌم َخ ِبْيٌر‬
Terjemah: Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu
di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Teliti.

Islam telah mengatur Mengatasi hal ini masalah fikih pergaulan adalah sistem yang
mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan atau sebaliknya serta mengatur
hubungan/interaksi yang muncul dari pergaulan tersebut dan segala sesuatu yang tercabang
dari hubungan tersebut. Adapun pergaulan antara laki-laki dan perempuan atau sebaliknya,
maka itulah yang menimbulkan berbagai interaksi yang memerlukan pengaturan dengan
suatu peraturan tertentu.5
Berdasarkan pernyataan di atas, maka penulis tertarik ingin mengangkat sebuah tema
mengenai peran fikih pergaulan dan pendidikan adab mengatur pergaulan sesuai dengan
norma-norma keislaman yang dituangkan bentuk jurnal dengan judul “Fikih Pergaulan dan
Pendidikan Adab dalam Interaksi Sosial Remaja (Analisis Materi PAI Kelas X Tentang
Menjauhi Pergaulan Bebas dan Perbuatan Zina).”

METODE
Metode yang digunakan penulis dalam pembuatan jurnal ini adalah studi literatur
atau yang disebut dengan penelitian kepustakaan. Metode kepustakaan diawali dengan
menalaah sumber-sumber bacaan pokok yang menjadi referensi utama dalam pembuatan
jurnal ini. Sumber referensi kepustakaan yang penulis gunakan sebagai sumber referensi
utama yaitu Fikih Pergaulan dan Pendidikan Adab dalam Interaksi Sosial Remaja.

PEMBAHASAN
A. KONSEP FIKIH PERGAULAN DAN PENDIDIKAN ADAB

5
Muh Yusuf, dkk., “Peran Fikih dalam Mengatur Pergaulan Remaja Masa Kini”, SOSMANIORA: Jurnal Ilmu
Sosial dan Humaniora Vol. 2, No. 4, 2023, h. 587.
1. Fikih Pergaulan
Secara etimologi “fiqh” adalah berasal dari kata “faqiha-yafqahu-fiqhan” yang
berarti mengerti atau faham. Secara terminologi fikih pada awalnya adalah pengaruh
keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak maupun
amaliah (ibadah).
Fikih menurut bahasa berarti “paham”. Sedangkan menurut istilah fikih ialah
mengetahui hukum-hukum syara’ yang amaliah (mengenai perbuatan, prilaku) dengan
melalui dalil-dalilnya yang terperinci, fikih adalah ilmu yang dihasilkan oleh pikiran serta
ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta perenungan.6
Al-Ghazali dari Mahzab Syaf’i mendifinisikan fiqh dengan faqih itu berarti
mengetahui dan memahami, akan tetapi dalam tradisi para ulama, faqih diartikan dengan
suatu ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang tertentu bagi perbuatan para mukalaf,
seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makruh, sah, batal dan sejenisnya.7
Berdasarkan pernyataan di atas, maka yang dimaksud dengan fikih dalam
pembahasan ini adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum syara’ yang sudah
ditentukan oleh Allah Swt. melalui sumber hukum seperti Alquran, hadits, maupun
ijtihad para ulama. Dengan lima ketentuan hukum wajib, sunnah, haram, makruh dan
mubah.
Pergaulan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia ialah berasal dari kata gaul
yang berarti campur, ditambah awalan “per” dan akhiran “an” yang artinya percampuran.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dar kata gaul adalah hidup
berteman (berkawan) dengan akrab. Pergaulan berarti hal berinteraksi atau bergaul,
dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan pergaulan berarti suatu kondisi hidup yang
tetap antar manusia yang disatukan dengan cara tertentu oleh kecenderungan-
kecenderungan masyarakat mereka.8
Pergaulan merupakan salah satu cara seseorang untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Manusia adalah makhluk sosial memiliki kecenderungan hidup bersama
satu sama lain. mereka tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

6
Mira, Skripsi, “Adopsi Fikih Pergaulan Di Kalangan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
Konsentrasi Fikih UIN Antasari Banjarmasin”, (Banjarmasin: Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin,
2024), h. 8-9.

7
Ibid., h. 9.

8
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2013), h. 31.
Berdasarkan pernyataan di atas, adapun yang dimaksud pergaulan dalam
pembahasan ini adalah bagian dari bentuk hubungan sosial dalam kehidupan bersama,
baik antara satu orang dengan orang yang lainnya atau satu orang dengan kelompok,
yang dalam pergaulan tersebut terdapat aturan yang diatur oleh agama. Secara lebih
khusus pergaulan adalah suatu hubungan sosial yang muncul antara remaja yang bukan
mahramnya dalam bentuk-bentuk tertentu yang terjalin atas dasar kemauan bersama.
Fikih pergaulan yang terfokus kepada pembahasan batasan-batasan aurat,
berjabat tangan dengan yang bukan mahram, dan khalwat dalam pergaulannya di
kalangan remaja dalam berinteraksi sosial dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pendidikan Adab
Pendidikan secara etimologis, berasal dari kata Yunani “pedagogic” yang terdiri
atas kata “pais” yang berarti “anak” dan kata “ago” yang berarti “aku membimbing”. Jadi
pedagogic berarti aku membimbing anak. Purwanto menyatakan bahwa pendidikan
berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.9
Berdasarkan UU Sisdiknas Pasal 1 No. 20 Tahun 2003, pendidikan diartikan
sebagai: usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Istilah ta’dib atau adab mempunyai arti dasar “undangan kepada suatu
perjamuan” Ibnu Mandzur juga menyebutkan ungkapan “addabahu fataaddaba” berarti
“allamahu” (mendidiknya). Gagasan ke suatu perjamuan mengisyaratkan tuan rumah
adalah orang yang mulia dan banyak orang hadir, dan bahwasanya orang yang hadir
adalah orang-orang yang menurut perkiraan tuan rumah pantas mendapatkan kehormatan
untuk diundang. Oleh karena itu, mereka adalah orang-orang bermutu dan berpendidikan
tinggi yang diharapkan bisa bertingkah laku sesuai dengan keadaan, baik dalam
berbicara, bertindak, maupun etiket.10
Menurut Dedeng Rosidin, adab pada masa kejayaan Islam digunakan dalam
makna yang sangat umum, yaitu bagi semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal
9
Muhammad Arif, “Adab Pergaulan dalam Perspektif Al-Ghazali (Studi Kitab Bidayat al-Hidayah)”,
ISLAMUNA: Jurnal Studi Islam, Vo. 6, No. 1, 2019, h. 67.

10
Nurhadi & Alfen Khairi, “Analisis Kitab Adab Al-Mufrad Karya Imam Bukhari Tentang Pendidikan
Adab Dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Karakter Di Indonesia”, PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan
lmu Pendidikan, Vo. 8, No. 1, 2020, h. 134.
baik langsung berhubungan dengan Islam maupun yang tidak langsung kemudian
berkembang maknanya menjadi budi pekerti yang baik, perilaku terpuji dan sopan
santun. Pada akhirnya makna adab menunjukkan arti:
a. Mengajar sehingga orang yang belajar mempunyai budi pekerti yang baik;
b. Mendidik jiwa dan akhlak;
c. Melatih berdisiplin.
Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan pendidikan adab yang ada dalam kitab
Shahih Bukhari, adab mencakup hal-hal yang terpuji dalam ucapan dan perbuatan,
memiliki akhlak yang mulia, konsisten bersama hal-hal yang baik, menghormati yang
lebih tua dan kasih sayang pada yang lebih muda.
Berdasarkan uraian pengertian pendidikan dan adab di atas pada dasarnya kedua
kata tersebut mempunyai arti yang sama karena adab atau ta’dib merupakan salah satu
term pendidikan dalam Islam. Pendidikan adab secara sederhana adalah suatu upaya
bimbingan yang dilakukan oleh generasi tua terhadap generasi muda supaya menjadi
orang-orang bermutu dan berpendidikan tinggi yang diharapkan bisa bertingkah laku
sesuai dengan keadaan, baik dalam berbicara dan bertindak.
B. BATASAN-BATASAN PERGAULAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM
KONTEKS FIKIH PERGAULAN DAN PENDIDIKAN ADAB DALAM
INTERAKSI SOSIAL REMAJA
Pertemuan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum khususnya di era yang
semakin maju ini adalah suatu hal yang pasti terjadi dan masing-masing harus bekerjasama
dan berinteraksi. Sebab, kerjasama merupakan kebutuhan yang amat diperlukan dalam
kehidupan bermasyarakat. Satu-satunya sistem yang dapat menjamin ketentraman hidup dan
mampu mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan pengaturan yang selaras
dengan karakter kemanusiaan hanyalah sistem interaksi fikih pergaulan yang diatur oleh
Islam. Sistem interaksi laki-laki dan perempuan dalam Islam yang menjadikan aspek rohani
sebagai landasan dan hukum-hukum syariat sebagai tolak ukur yang di dalamnya terdapat
hukum-hukum yang mampu menciptakan nilai-nilai akhlak yang luhur.
Islam sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara laki-laki dan perempuan
hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat, bukan hubungan yang bersifat
khusus seperti saling mengunjungi antara perempuan dengan laki-laki yang bukan
mahramnya atau keluar bersama untuk jalan-jalan. Sebab, kerjasama antar keduanya
bertujuan agar perempuan mendapatkan apa yang menjadi hak-haknya dan kemaslahatannya
dan menjaga kemuliaannya di samping itu agar mereka melaksanakan apa yang menjadi
kewajiban-kewajibannya terhadap agamanya.
Batasan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram di dalam Islam sudah
diatur dan diperbolehkan interaksi dalam hal bermuamalah jual beli, kesehatan atau berobat,
dalam bidang politik, maupun pendidikan yang mana satu sama lain saling membutuhkan
antara laki-laki dan perempuan untuk mencapai kemaslahatan. Hal tersebut Islam sudah
mengatur dengan begitu konkret dengan batasan-batasan interaksi berlangsung dengan
menjaga kehormatan sebagai seorang muslim terkhusus muslimah yang menjaga auratnya,
pandangannya, rasa mur’ahnya dalam pergaulan sehari-hari di luar rumah yang mana seorang
muslim wajib mentaatinya.
Hal ini sejalan dengan keadaan yang dialami para remaja dalam kehidupan sehari-
hari bahwa dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram mempunyai
batasan-batasan tertentu yang sudah diatur oleh Islam. Pentingnya menjaga interaksi diluar
batas dan menjaga kehormatan masing-masing sebagai seorang muslim. Mereka sebagai
remaja yang paham berusaha untuk menjaga dirinya dalam pergaulan saat ini yang tak
terlepas dari kebebasan bahkan di lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar bagi mereka tidak
asing dengan aktivitas pacaran, seperti khalwat, berpegangan tangan, maupun berbocengan
antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
1. Batasan-batasan Aurat
Secara etimologi, kata aurat berarti malu, aib, dan buruk. Ada yang berpendapat
kata aurat berasal dari kata “a’wara” (‫ )أعور‬yaitu sesuatu yang jika dilihat akan
mencemarkan. Adapun secara terminologi, aurat adalah sesuatu yang wajib ditutupi dan
haram untuk dilihat.11
Islam memerintahkan kepada kaum perempuan untuk mengenakan pakaian
secara sempurna, yakni pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan
kedua telapak tangannya. Mereka hendaknya mengulurkan pakaian hingga menutup
tubuh mereka. Allah Swt. berfirman dalam Q.S Al-Ahzab ayat 59:
… ‫ٰٓيَاُّيَها الَّنِبُّي ُقْل َاِّلْز َو اِج َك َو َبٰن ِتَك َو ِنَس ۤا ِء اْلُم ْؤ ِمِنْيَن ُيْد ِنْيَن َع َلْيِهَّن ِم ْن َج اَل ِبْيِبِهَّۗن‬
Seluruh tubuh aurat kecuali muka dan kedua telapak tangan, pernyataan ini
disampaikan oleh beberapa ulama dalam mazhab, seperti pernyataan Syairazi dalam Al-
Muhazzab.

11
Arip Purkon, “Batasan Aurat Perempuan Dalam Fikih Klasik Dan Kontemporer”, Risalah: Jurnal
Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 9, No. 3, September 2023, h. 1048.
Mengenai hal tersebut juga bahwasanya jumhur ulama sepakat bahwa aurat
wanita yang wajib ditutup ketika shalat adalah segenap anggota tubuhnya, kecuali muka
dan telapak tangannya. Muka dan dua telapak tangan itu, menurut Sayyid Sabiq bahagian
tubuh tampak sesuai dengan kalimat illa ma zahara minha dalam Q.S. An-Nur ayat 31:
‫َو ُقْل ِّلْلُم ْؤ ِم ٰن ِت َيْغ ُضْض َن ِم ْن َاْبَص اِرِهَّن َو َيْح َفْظَن ُفُرْو َج ُهَّن َو اَل ُيْبِد ْيَن ِزْيَنَتُهَّن ِااَّل َم ا َظَهَر ِم ْنَها َو ْلَيْض ِرْبَن ِبُخ ُم ِر ِهَّن َع ٰل ى‬
‫ُجُيْو ِبِهَّۖن َو اَل ُيْب ِد ْيَن ِز ْيَنَتُهَّن ِااَّل ِلُبُع ْو َلِتِهَّن َاْو ٰا َب ۤا ِٕىِهَّن َاْو ٰا َب ۤا ِء ُبُع ْو َلِتِهَّن َاْو َاْبَن ۤا ِٕىِهَّن َاْو َاْبَن ۤا ِء ُبُع ْو َلِتِهَّن َاْو ِاْخ َو اِنِهَّن َاْو َبِنْٓي‬
‫ِاْخ َو اِنِهَّن َاْو َبِنْٓي َاَخٰو ِتِهَّن َاْو ِنَس ۤا ِٕىِهَّن َاْو َم ا َم َلَك ْت َاْيَم اُنُهَّن َاِو الّٰت ِبِع ْيَن َغْي ِر ُاوِلى اِاْل ْر َب ِة ِم َن الِّر َج اِل َاِو الِّطْف ِل اَّل ِذ ْيَن َلْم‬
‫َيْظَهُرْو ا َع ٰل ى َعْو ٰر ِت الِّنَس ۤا ِء ۖ َو اَل َيْض ِرْبَن ِبَاْر ُج ِلِهَّن ِلُيْع َلَم َم ا ُيْخ ِفْيَن ِم ْن ِز ْيَنِتِهَّۗن َو ُتْو ُبْٓو ا ِاَلى ِهّٰللا َجِم ْيًعا َاُّيَه اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن َلَع َّلُك ْم‬
‫ُتْفِلُحْو َن‬
Terjemah: Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka
menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami
mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka,
putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para
perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki
(tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan
kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua
kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.

Fikih pergaulan juga mementingkan dalam pergaulan tersebut untuk menutup


aurat. Maka Islam mengatur hal itu dalam Al-Qur’an maupun hadits membahas tentang
batasan-batasan aurat bagi setiap muslim terkhusus lebih ditekankan kepada para
muslimah dalam menjaga auratnya terhadap yang bukan mahram. Karena dipergaulan
zaman sekarang banyak para perempuan membuka auratnya dipertontonkan dengan yang
bukan mahramnya. Sebagai remaja di dalam pergaulan di lingkungan sekitar penting
untuk memperhatikan hal ini, dengan tujuan mentaati perintah-perintah agamanya.
Karena pakaian sebagai identitas seorang muslim, untuk menjaga dirinya dari interaksi
dan pandangan yang buruk dari laki-laki yang bukan mahramnya.
Ada beberapa remaja perempuan yang masih menutup aurat belum sempurna,
dengan fenomena mengikuti trent dengan gaya jilbab dan outfit anak muda kekinian yang
mana pakaian tersebut masih belum sempurna dalam menutup aurat secara sepurna
sesuai syariat, seperti ketatnya rok yang dipakai, terlalu tinggi memakai rok dan terlihat
kaki bagian bawah, kemudian baju yang agak ketat dan jilbab tidak menutup dada.
Padahal menurut Mahzab Imam Syafi’i bahwa batasan aurat perempuan yaitu seluruh
tubuh kecuali telapak tangan dan wajah.
2. Berjabat Tangan dengan yang Bukan Mahram
Berjabat tangan atau salaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah saling menyalami dan memberi salam dengan saling berjabat tangan Ketika
bertemu, mereka sebelum berpisah.
Secara definisi, berjabat tangan adalah menggenggam atau meletakkan tangan
orang lain di tangan kita. Al-Hattab mengatakan: Para ulama kami (Malikiyah)
mengatakan, “Jabat tangan artinya meletakkan telapak tangan pada telapak tangan orang
lain dan ditahan beberapa saat, selama rentang waktu yang cukup untuk menyampaikan
salam.” Ibnu Hajar mengatakan, “Jabat tangan adalah melekatkan telapak tangan pada
telapak tangan yang lain.”12
Berjabat tangan (mushafahah) yaitu menempelkan kedua telapak tangan bagian
dalam seseorang dengan telapak tangan bagian dalam dari orang lain yang saling
menjabat tangannya disaat mereka bertemu dan mengucapkan salam hingga selesai
berbicara. Berjabat tangan sangat dianjurkan, akan tetapi berjabat tangan yang dimaksud
dianjurkan yaitu berjabat tangan yang diperbolehkan antara sesama jenis.
Berjabat tangan sesama jenis atau tidak dalam budaya sekitar kita merupakan
salah satu simbol keakraban, kekeluargaan, dan pertemanan. Namun dalam hukum islam
yang sesungguhnya, berjabat tangan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan
mahramnya ada batasan yang harus diperhatikan untuk menghindari fitnah. Karna
berjabat tangan antar lawan jenis yang bukan mahram itu sering menimbulkan terjadinya
fitnah dan akan menimbukan perasaan yang mengarah pada perbuatan yang tidak
diinginkan.
Hukum berjabat tangan dengan bukan mahram menurut Imam Nawawi dengan
tegas mengatakan haram. Begitu juga menurut Fatwa Majlis Tarjih Muhammadiyah pada
pertengahan tahun 1376 H./1956 M. hukum berjabat tangan antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram adalah haram.13 Hal ini dapat dilihat pada surat An-Nur
ayat 30.
… ‫ُقْل ِّلْلُم ْؤ ِمِنْيَن َيُغ ُّض ْو ا ِم ْن َاْبَص اِرِهْم َو َيْح َفُظْو ا ُفُرْو َج ُهْۗم‬
Terjemah: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga
pandangannya dan memelihara kemaluannya ….

12
Syukri Asnawi, Skripsi, “Berjabat Tangan Dengan Pengantin Bukan Mahram Dalam Pesta
Perkawinan Menurut Ulama Dayah (Studi Kasus Kecamatan Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya)”, (Banda
Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, 2022), h. 27.

13
Mira, Skripsi, “Adopsi Fikih Pergaulan Di Kalangan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
Konsentrasi Fikih UIN Antasari Banjarmasin”, Op.Cit., h. 75.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka hukum berjabat tangan dengan bukan
mahram kalau tanpa ada alas atau tanpa ada pembatas jangan sampai bersentuhan
langsung antara kulit dengan kulit itu jelas haram. Adapun hukum berjabat tangan
dengan sesama jenis, yaitu sesama laki-laki maupun sesama perempuan ada dalilnya
bahwa hukumnya sunnah sesuai hadits Rasulullah Saw. apabila berjabat tangan maka
berguguranlah dosa-dosanya.
Fenomena cipika cipiki atau saling peluk dengan sahabat yang pasti sesama
sejenis dan semahram. Dalam masyarakat kita cipika cipiki dan saling berpelukan itu
bentuk keramahan dan bentuk kasih sayang kepada saudara semuslim walaupun tidak ada
dalilnya yang mensunnahkan hal tersebut, tetapi hal ini merupakan kebiasaan yang baik
dari masyarakat sekitar kita. Hal ini kadang terjadi ketika sahabat lama tidak bertemu,
atau dalam bertemuan suatu kegiatan maka terjadi saling berpelukan dan cipika cipiki
antara mereka.
3. Khalwat
Khalwat berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan menyendiri baik
seorang diri maupun dengan orang lain. Dalam Kamus Lisanul ‘Arab, kata Khalwat
mempunyai lebih dari satu makna, diantarnya adalah tersembunyi, menyendiri, tertutup,
dan sunyi. Dalam Kamus Bahasa Inggris-Melayu, khalwat berarti keadaan pasangan yang
belum menikah bersama-sama berada dalam tempat yang sunyi. Menurut Qanun Jinayat
Aceh, khalwat adalah perbuatan berada pada tempat tertutup atau tersembunyi antara 2
(dua) orang yang berlainan jenis kelamin yang bukan mahram dan tanpa ikatan
perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang mengarah pada perbuatan zina.14
Larangan khalwat dapat dilihat dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 32:
‫َو اَل َتْقَر ُبوا الِّز ٰن ٓى ِاَّنٗه َك اَن َفاِح َش ًةۗ َو َس ۤا َء َس ِبْياًل‬

Terjemah: Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah


perbuatan keji dan jalan terburuk.

Khalwat didefinisikan dengan perbuatan bersunyi-sunyi yang dilakukan dua


insan mukallaf atau lebih yang berlainan jenis tanpa ikatan perkawinan atau karena
hubungan bukan mahram.

14
Muksalmina, “Khalwat dalam Kajian Hukum Pidana Islam dan Penyelasaiannya Menurut Qanun
Jinayat Aceh”, SEIKAT: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Hukum, Vol. 2, No. 4, Agustus 2023, h. 438.
Menurut Wahbah Zuhaili, seumpama berkhalwat yang diharamkan itu adalah
mereka berdua-duaan dalam bepergian, tidak saja perjalanan tingkatan musafir. Berjalan
di jalan umum dengan berdua-duaan layaknya suami istri hukumnya haram.15
Khalwat tidak asing lagi kita jumpai dalam pergaulan sekarang termasuk
dilingkungan sekitar. Dalam pergaulan penting setiap muslim menjaga batasan tertentu
agar tidak terjadi khalwat atau berdua-duaan yang bukan mahramnya. Dalam kegiatan di
sekolah maupun di kampus seperti tugas kerja kelompok sebaiknya tidak berdua-duaan
yang bukan mahram.
Peristiwa yang terjadi dalam lingkungan sekitar beberapa remaja tidak pernah
melakukan aktivitas khalwat dan ada beberapa remaja masih melakukan aktivitas khalwat
secara baik melalui media sosial dengan chattingan dengan bukan mahram yang diluar
batas tanpa ada ikatan pernikahan yaitu diikat dengan kata pacaran diantara mereka,
saling bertemu dan sering berduaan.
C. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENERAPAN BATASAN-
BATASAN PERGAULAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM KONTEKS
FIKIH PERGAULAN DAN PENDIDIKAN ADAB DALAM INTERAKSI SOSIAL
REMAJA
1. Faktor Pendukung16
a. Pendidikan Seseorang
Pendidikan adalah salah satu sarana untuk menuntut ilmu dan menambah
wawasan mereka dalam memahami sesuatu termasuk dalam pembahasan ini adalah
seseorang yang memahami kemudian mengadopsi sebuah hukum yang menjadi
pijakannya dalam bertindak. Seseorang yang sudah memahami bagaimana batasan
pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dalam Islam,
bagaimana menutup aurat secara sempurna dalam Islam dan dilarangnya khalwat
dalam Islam. Salah satu faktor pendukung mereka mengetahui dan memahami hal
tersebut baik dibangku sekolah, di pondok pesantren maupun dibangku kuliah.
Seorang mahasiswa hendaknya selalu menyibukkan dirinya kepada hal-hal positif,
seperti mengasah kemampuan dan skill yang ada pada dirinya, mengisi waktu
memperdalam ilmu dan pengalaman karena ilmu tidak hanya didapatkan di bangku
perkuliahan saja, tetapi bisa di dapat di luar jam kuliah, seperti majelis ilmu agama,
15
Mira, Skripsi, “Adopsi Fikih Pergaulan Di Kalangan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
Konsentrasi Fikih UIN Antasari Banjarmasin”, Op.Cit., h. 77.

16
Ibid., h. 78-81.
organisasi kampus, dan lain-lainnya. Hal ini, agar waktu muda tidak merugi dan
terbuang dengan hal-hal yang kurang produktif.
b. Pendidikan Keluarga
Keluarga pada hakikatnya merupakan wadah pembentukan sikap atau
kepribadian masing-masing dari anggotanya, terutama pada anak-anak yang masih
berada dalam bimbingan dan tanggung jawab orang tuanya. Anak tumbuh dan
berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan
lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang
berlaku di lingkungannya.
Pendidikan orang tua juga mempunyai peran penting dalam pergaulan
anaknya, keluarga merupakan sekolah atau lingkungan pertama yang didapatkan.
Peranan orang tua sangat penting, karena secara langsung ataupun tidak langsung
orang tua melalui tindakannya akan membentuk karakter anak dan menentukan sikap
anak serta tindakannya di kemudian hari.
Pola pendidikan anak di lingkungan keluarga sangat ditentukan oleh kualitas
dan kesiapan keluarga sendiri untuk melaksanakan tugas-tugas, khususnya melalui
peran edukatif. Keluarga memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting
dan strategis dalam proses pembinaan dan pendidikan anak. Tugas dan tanggung
jawab keluarga dalam pendidikan anak meliputi segala hal, baik yang berkaitan
dengan anak di dalam rumah maupun di luar rumah, baik anak tersebut sejak masih
kecil bahkan hingga ia sudah mencapai usia dewasa. Peran dan tanggung jawab
tersebut meliputi
pendidikan jasmani, rohani, pembinaan moral dan intelektual, memperkuat spiritual
anak.
Pendidikan keluarga yang terbentuk dari masa kecil akan mempengaruhi
sikap dan perilakunya dimasa remaja. Maka dari itu, anak yang lahir dari keluarga
yang paham agama dan mendidik dengan dasar agama Islam akan melahirkan
generasi yang sholeh dan sholehah dengan ketaatan kepada Allah Swt. dan Rasul-
Nya.
c. Lingkungan yang Baik
Lingkungan sosial merupakan sistem pergaulan yang luas peranannya dalam
membentuk kepribadian seseorang. Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan sesuatu
tindakan-tindakan serta perubahan-perubahan perilaku masing-masing individu yang
memiliki dampak positif dan negatif sesuai dengan keadaan lingkungan sosial
dimana individu tersebut tinggal.
Lingkungan yang baik juga faktor pendukung seseorang dalam memahami
dan mengaplikasikan suatu hukum syara’ dalam kehidupannya. Teman akrab
termasuk lingkungannya dalam bergaul. Agar seseorang tersebut terjaga dari arus
pergaulan rusak zaman sekarang, maka lebih baik untuk memilih pergaulan atau
lingkungan yang baik untuk mendukung dan memperkuat spiritualnya, teman yang
mengajak kepada kebaikan dan selalu menegur ketika lalai perintah Allah Swt. dan
Rasul-Nya.
2. Faktor Penghambat17
a. Kesadaran (Keimanan Seseorang)
Menyepelekan suatu hukum Islam dalam bergaul atau berinteraksi dengan
bukan mahram, bahkan menganggap biasa-biasa saja apabila melakukan pergaulan
bebas dengan bukan mahram. Keimanan seseorang akan mempengaruhi perilaku
seseorang dalam bertindak. Apabila seseorang sudah mengetahui bahwa hal tersebut
dilarang oleh Allah Swt. akan tetapi, dia tidak takut dengan segala apapun yang dia
lakukan tidak peduli bahwa aktivitas baik buruk tidak luput dari awasan Allah Swt.
yang maha melihat ketika hambanya sendiri maupun bersama orang lain. Tidak
selalu menyiram hati dengan ilmu, dzikir, dan ibadah lainnya. Sehingga iman pun
turun dan terpengaruh rayuan syaithan.
b. Lingkungan yang Kurang Baik
Lingkungan yang kurang baik akan berdampak pada diri seseorang yaitu
berdampak pada perilakunya maupun pemahamannya. Lingkungan yang kurang baik
bisa dari segi pertemanan yang mengajak kepada hal-hal negatif yang akan
merugikan dirinya.
Hal ini menjadi penting bagi kita dalam memilih lingkungan yang baik dan
teman-teman yang baik apalagi dalam lingkungan kampus yang sebagian mahasiswa
banyak yang jauh dari orang tuanya merantau dari kampung ke kota untuk menuntut
ilmu di perkuliahan. Mengisi waktu dengan yang bermanfaat dan membatasi
pergaulan yang tidak ada kepentingannya bahkan sampai terjadi khalwat dengan
yang bukan mahram karena ajakan dari temannya. Sebagai muslim yang sadar

17
Mira, Skripsi, “Adopsi Fikih Pergaulan Di Kalangan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
Konsentrasi Fikih UIN Antasari Banjarmasin”, Loc.Cit., h. 81-82.
dengan tujuan hidupnya dia akan melaksanakan apa yang diperintahkan dan apa yang
dilarang oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya.

PENUTUP
A. SIMPULAN
Fikih pergaulan merupakan pembahasan yang terfokus kepada pembahasan batasan-
batasan aurat, berjabat tangan dengan yang bukan mahram, dan khalwat dalam pergaulan di
kalangan remaja dalam berinteraksi sosial di kehidupan sehari-hari. Adapun pendidikan adab
merupakan suatu upaya bimbingan atau pengajaran yang dilakukan oleh generasi tua
terhadap generasi muda sehingga orang yang belajar mempunyai budi pekerti yang baik,
mendidik jiwa dan akhlak serta melatih berdisiplin.
Islam sudah mengatur semua aspek kehidupan orang-orang muslim. Diantaranya
adalah hubungan kerja sama antara laki-laki dan perempuan seperti batasan aurat, berjabat
tangan, dan khalwat. Menurut Mahzab Imam Syafi’i, batasan aurat perempuan yaitu seluruh
tubuh kecuali telapak tangan dan wajah. Ketentuan itu berdasarkan pada QS. Al-Ahzab ayat
59. Namun, di zaman sekarang masih ada beberapa perempuan yang belum menutup aurat
dengan sempurna seperti memakai pakaian ketat dan jilbab yang tidak menutup dada.
Adapun berjabat tangan dengan sesama jenis sangat dianjurkan. Namun, berjabat tangan
antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram tanpa ada alas atau pembatas
hukumnya haram. Adapun khalwat merupakan perbuatan bersunyi-sunyi yang dilakukan dua
insan mukallaf atau lebih yang berlainan jenis tanpa ikatan perkawinan atau bukan mahram
dan hukumnya jelas haram. Bahkan menurut Wahbah Zuhaili, orang yang berdua-duaan
dalam bepergian, tidak saja perjalanan tingkatan musafir, dan berjalan di jalan umum dengan
berdua-duaan layaknya suami istri maka termasuk khalwat dan hukumnya haram.
Faktor Pendukung penerapan batasan-batasan pergaulan laki-laki dan perempuan
dalam konteks fikih pergaulan dan pendidikan adab dalam interaksi sosial remaja diantaranya
adalah pendidikan seseorang yang membuatnya bisa memahami sebuah hukum, pendidikan
keluarga yang merupakan wadah pembentukan sikap atau kepribadian masing-masing dari
anggotanya dan akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dimasa remaja, serta lingkungan
yang baik yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Adapun faktor penghambatnya
adalah kesadaran (keimanan seseorang) yang akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam
bertindak, serta lingkungan yang kurang baik yang berdampak pada perilakunya maupun
pemahamannya.
B. SARAN
Berdasarkan pada simpulan di atas, maka terdapat beberapa saran yang dapat
dijadikan pertimbangan dari materi tentang “Fikih Pergaulan dan Pendidikan Adab dalam
Interaksi Sosial Remaja (Analisis Materi PAI Kelas X Tentang Menjauhi Pergaulan Bebas
dan Perbuatan Zina)”, antara lain:
1. Di era sekarang tidak semua remaja memahami tentang berbagai tindakan yang
mereka lakukan (merugikan atau menguntungkan). Seperti halnya menjaga aurat,
berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram, serta khalwat yang saat ini
sering terjadi bahkan dianggap hal yang lumrah. Untuk itu, diperlukan adanya
perhatian atau kontrol sosial dari berbagai pihak seperti keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat yang dilakukan sejak dini. Sehingga remaja tersebut bisa
memahami hukum yang berlaku dan terhindar dari pergaulan bebas. Selain itu juga,
remaja disarankan untuk memilih lingkungan pergaulan atau pertemanan yang baik
secara selektif agar bisa terhindar dari pergaulan bebas.
2. Sebagai calon guru khususnya seorang guru Pendidikan Agama Islam, sudah
seharusnya kita bisa memahami hukum yang berlaku dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya hukum dalam pergaulan yang sudah dibahas dalam
fikih pergaulan dan pendidikan adab di atas, sehingga bisa menjadi teladan yang baik
bagi para peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Anirah, A., & Hasnah, S. “Pendidikan Islam dan Etika Pergaulan Usia Remaja (Studi Pada
Peserta Didik MAN 2 Model Palu”. ISTIQRA’, Jurnal Penelitian Ilmiah 1.2 (2013):
283-301.

Arif, Muhammad. “Adab Pergaulan dalam Perspektif Al-Ghazali (Studi Kitab Bidayat al-
Hidayah)”. ISLAMUNA: Jurnal Studi Islam 6.1 (2019): 64-79.

Asnawi, Syukri. Skripsi. “Berjabat Tangan Dengan Pengantin Bukan Mahram Dalam Pesta
Perkawinan Menurut Ulama Dayah (Studi Kasus Kecamatan Suka Makmue Kabupaten
Nagan Raya)”. Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, 2022.

Darnoto, dkk. “Pergaulan Bebas Remaja Di Era Milenial Menurut Perspektif Pendidikan
Agama Islam”. Jurnal Tarbawi 17.1 (2020): 46-60.
Hernides. “Pergaulan Remaja dalam Perspektif Pendidikan Islam”. Lentera 1.1 (2019): 27-
44.

Irwanto. “Pergaulan Remaja Menurut Pandangan Islam”. Jurnal Al-Fikru 1 (2019): 1-10.

Mira. Skripsi. “Adopsi Fikih Pergaulan Di Kalangan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama
Islam Konsentrasi Fikih UIN Antasari Banjarmasin”. Banjarmasin: Universitas Islam
Negeri Antasari Banjarmasin, 2024.

Muksalmina. “Khalwat dalam Kajian Hukum Pidana Islam dan Penyelasaiannya Menurut
Qanun Jinayat Aceh”. SEIKAT: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Hukum 2.4 (2023): 435-
441.

Nurhadi, dan Alfen Khairi. “Analisis Kitab Adab Al-Mufrad Karya Imam Bukhari Tentang
Pendidikan Adab Dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Karakter Di Indonesia”.
PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan lmu Pendidikan 8.1 (2020): 129-158.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2013.

Purkon, Arip. “Batasan Aurat Perempuan Dalam Fikih Klasik Dan Kontemporer”. Risalah:
Jurnal Pendidikan dan Studi Islam 9.3 (2023): 1046-1061.

Yusuf, Muh, dkk. “Peran Fikih dalam Mengatur Pergaulan Remaja Masa Kini”.
SOSMANIORA: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora 2.4 (2023): 583-589.

Anda mungkin juga menyukai