Anda di halaman 1dari 13

PEMBARUAN HUKUM PERWAKAFAN DI INDONESIA

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Zakat dan Wakaf


Dosen Pengampu: Dr. H. Supani, M.A.
Disusun oleh:

Raysa Kesumaning Megawangi (214110301116)

KELAS 6 HES B
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF.K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO 2023/202
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata wakaf arti dasarnya adalah menahan atau mencegah.Dalam bahasa


Arab, secara harfiah berarti kurungan atau penahanan. Dalam terminologi
hukum Islam, kata tersebut didefinisikan sebagai suatu tindakan penahanan dari
penggunaan dan penyerahan aset di mana seseorang dapat memanfaatkan atau
menggunakan hasilnya untuk tujuan amal, sepanjang barang
tersebut masih ada. Namun, banyak dari aliran Hanafiah memandang wakaf sebagai
mengambil sebagian dari properti kepemilikan Allahm SWT dan
mendermakannya kepada orang lain.1 Dalam bahasa hu- kum kontemporer, wakaf
berarti pemberian, dilakukan atas kehendak ahli waris, dengan satu niat memenuhi
panggilan ketakwaan. Wakaf juga didefinisikan sebagai harta yang disumbangkan
untuk berbagai tujuan kemanusiaan. Sekali dalam selamanya, atau penye- rahan
aset tetap oleh seseorang sebagai bentuk manifestasi kepatuhan terhadap agama.2

Menurut Pasal 1 (1) Ketentuan Umum UU No 41 Tahun 2004 tentang


wakaf, definisi wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Dari definisi-definisi
tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa wakaf dapat diartikan sebagai
sesuatu yang substansi (wujud aktifa)-nya dipertahankan, sementara
hasil/manfaatnya digunakan sesuai dengan keinginan dari orang yang
menyerahkan (wakif).

1
M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai: Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, Terj. (Jakarta
Selatan: Ciber-PKKTI-UI, 2001), 29.
2
Ibid.

2
PEMBAHASAN

A. Hukum Wakaf Uang di Indonesia

Wakaf uang merupakan salah satu jenis wakaf yang baru berkembang di Indonesia.
Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan dengan menyerahkan uang sebagai benda
wakaf.

Dasar Hukum:

Hukum wakaf uang di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-


undangan, antara lain:

• Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf: UU Wakaf ini


secara umum mengatur tentang wakaf, termasuk wakaf uang.
• Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf: PP Wakaf ini
mengatur lebih detail tentang pelaksanaan wakaf, termasuk wakaf uang.
• Keputusan Badan Wakaf Indonesia Nomor 286 Tahun 2017 tentang
Pedoman Pelaksanaan Wakaf Uang: Keputusan BWI ini mengatur secara
khusus tentang pedoman pelaksanaan wakaf uang.

Pentingnya Wakaf Uang:

Wakaf uang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan wakaf benda tidak


bergerak, antara lain:

• Lebih mudah dan praktis: Wakaf uang dapat dilakukan dengan mudah
dan praktis melalui transfer bank atau lembaga keuangan lainnya.
• Lebih terjangkau: Wakaf uang dapat dilakukan oleh semua orang, tanpa
harus memiliki harta benda yang besar.
• Lebih fleksibel: Wakaf uang dapat digunakan untuk berbagai macam
keperluan, seperti pendidikan, kesehatan, sosial, dan dakwah.

3
Upaya Pengembangan Wakaf Uang:

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan wakaf uang di


Indonesia, antara lain:

• Sosialisasi dan edukasi: Perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada


masyarakat tentang wakaf uang.
• Peningkatan transparansi dan akuntabilitas: Pengelolaan wakaf uang
harus dilakukan secara transparan dan akuntabel untuk membangun
kepercayaan masyarakat.
• Pengembangan regulasi: Perlu dilakukan pengembangan regulasi yang
mendukung pengembangan wakaf uang.
Wakaf uang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan
pembangunan bangsa. Diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk
mengembangkan wakaf uang di Indonesia.3

B. Mekanisme Wakaf Uang

Berikut ini adalah mekanisme wakaf uang secara umum:

1. Penyerahan Wakaf Uang:

• Wakif menyerahkan uang kepada nazhir melalui lembaga keuangan syariah


(LKS) yang ditunjuk oleh BWI.

• Wakif dan nazhir menandatangani Ikrar Wakaf Uang (IWB) di hadapan


Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).

• LKS menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang (SWU) kepada wakif.

2. Pengelolaan Wakaf Uang:

3
Achmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Wakaf Produktif: Sebuah upaya
Progresif untuk Kesejahteraan Umat (Jakarta, 2005), 66.

4
• Nazhir mengelola wakaf uang sesuai dengan peruntukan yang telah
ditetapkan dalam IWB.

• Nazhir menginvestasikan wakaf uang pada instrumen keuangan syariah


yang aman dan produktif.

• Nazhir wajib membuat laporan keuangan dan menyampaikannya kepada


BWI secara berkala.

3. Pendistribusian Manfaat Wakaf Uang:

• Manfaat wakaf uang didistribusikan kepada mauquf alaih (penerima


manfaat) sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan dalam IWB.

• Nazhir wajib membuat laporan pendistribusian manfaat wakaf uang dan


menyampaikannya kepada BWI secara berkala.

Berikut adalah beberapa lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh BWI
untuk menerima wakaf uang:

• Bank Syariah Mandiri

• Bank Muamalat Indonesia

• Bank BCA Syariah

• Bank Mega Syariah

• BRI Syariah

Beberapa contoh peruntukan wakaf uang:

• Pendidikan: Membangun sekolah, menyediakan beasiswa, membantu biaya


pendidikan bagi siswa yang kurang mampu.

• Kesehatan: Membangun rumah sakit, menyediakan layanan kesehatan


gratis, membantu biaya pengobatan bagi pasien yang kurang mampu.

• Sosial: Membantu korban bencana alam, menyediakan makanan bagi fakir


miskin, membangun panti asuhan.

5
• Dakwah: Membangun masjid, mencetak Al-Quran, membiayai kegiatan
dakwah.

Wakaf uang merupakan instrumen yang potensial untuk meningkatkan


kesejahteraan umat dan pembangunan bangsa. Diperlukan upaya bersama dari
berbagai pihak untuk mengembangkan wakaf uang di Indonesia.

C. Potensi Wakaf di Indonesia

Potensi Wakaf Uang:

Potensi wakaf uang di Indonesia sangat besar. Hal ini didukung oleh beberapa
faktor, antara lain:

• Jumlah penduduk Muslim Indonesia yang besar


• Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang wakaf
• Perkembangan teknologi yang memudahkan transaksi wakaf

Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia memiliki


potensi wakaf yang sangat besar. Mari kita lihat dari beberapa sudut pandang:4

Besarnya Dana Potensial:


• Estimasi: Potensi wakaf uang di Indonesia diperkirakan mencapai angka
Rp 180 triliun per tahun (sumber: [EI])
• Aset wakaf: Data BWI menunjukkan keberadaan ratusan ribu titik tanah
wakaf yang tersebar di Indonesia5 Faktor Pendukung Potensi:
• Jumlah penduduk Muslim: Dengan mayoritas beragama Islam,
semangat berbagi dan gotong royong melalui wakaf memiliki basis sosial
yang kuat.
• Meningkatnya kesadaran masyarakat: Semakin banyak masyarakat
yang memahami konsep wakaf dan manfaatnya.

4
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, Terjemah, (Jakarta: Khalifah, 2005), 7.
5
Indeks Wakaf Nasional 2022, BWI

6
• Perkembangan teknologi: Teknologi finansial memudahkan masyarakat
untuk berwakaf secara online dan transparan.
Dampak Positif Wakaf:
• Kesejahteraan umat: Wakaf dapat digunakan untuk pendidikan,
kesehatan, sosial, dan dakwah, sehingga meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
• Pembangunan bangsa: Wakaf dapat membantu pembangunan
infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, dan pengembangan sumber daya
manusia.
Indonesia memiliki potensi wakaf yang luar biasa. Dengan sosialisasi yang masif,
pengelolaan yang transparan, dan regulasi yang mendukung, wakaf dapat menjadi
instrumen filantropi yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan
pembangunan bangsa.6

D. Perkembangan Hukum Perwakafan di Indonesia, dari Masa Kolonial


Hingga Kemerdekaan

Masa Pemerintahan Hinda Belanda


Menurut Daud Ali (2012), pengaturan wakaf sudah ada semenjak zaman
pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun 1905, Pemerintah Hindia Belanda,
melalui Sekretaris Gubernur, mengeluarkan Surat Edaran No. 435, yang termuat di
dalam Bijblad 1905 No. 6196 tentang Toezicht op den houw van
Muhammedaansche bedehuizen. Surat Edaran ini ditujukan kepada para kepala
wilayah di Jawa dan Madura kecuali wilayah-wilayah Swapraja. Surat Edaran ini
mengatur perwakafan tanah termasuk mesjid dan rumah-rumah ibadah lainnya.
Surat Edaran ini juga memerintahkan kepada bupati untuk membuat daftar rumah-
rumah ibadah umat Islam yang berada di wilayah mereka masing-masing. Pada
tahun 1931, dikeluarkan Surat Edaran No. 1361/A, yang termuat
dalam Bijblad 1931 No. 12573, tentang Toizich van de Regeering of Muhammedan

6
[EI] Potensi Wakaf Uang di Indonesia (Kontribusi Wakaf dalam Mengurangi Kemiskinan):
https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/malia/issue/current

7
schebedehuizen, Vrijdagdienstten en Wakaf. Surat Edaran ini intinya mengatur
mewajibkan bupati membuat daftar rumah-rumah ibadah di wilayahnya, juga
menegaskan bahwa orang yang mau mewakafkan harta perlu mendapatkan izin dari
bupati. Bupati akan menilai maksud perwakafan dan tempat harta yang diwakafkan.

Selanjutnya pada tahun 1934, dikeluarkan Surat Edaran


Baru,yakni Bijblad No. 13390 tentang Toezicht Van de Regeering of
Mohammedaansche bedehuizen, Verijdogdiesten en wakaf. Surat Edaran ini pada
prinsipnya mempertegas surat-surat edaran sebelumnya dengan menambahkan
ketentuan bahwa bupati dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam
masyarakat dalam pelaksanaan sholat jumat apabila masyarakat berkehendak
demikian. Surat Edaran berikutnya dikeluarkan pada tahun 1935,
yaitu Bijblad 1935 Nomor 13480 tentang Teozijh Van de Regeering
Muhammedaanssche bedehuizen en Wakafs. Aturan baru yang diatur dalam surat
edaran ini yaitu setiap perwakafan harus diberitahukan kepada bupati supaya dapat
dipertimbangkan atau meneliti peraturan umum atau peraturan tempat yang
dilanggar agar bupati dapat mendaftarkan wakaf tersebut dalam daftar yang
tersedia. Peraturan perwakafan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda,
menurut Daud Ali, tidaklah berjalan dengan semestinya. Pada masa penjajahan
Jepang, tidak ada peraturan tentang wakaf yang dikeluarkan, maka peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintahan Hinda Belanda masih tetap berlaku. (Daud Ali,
2012)

Masa Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, persoalan wakaf diatur oleh Kementerian
Agama. Kewenangan dalam mengelola dan mengatur harta wakaf berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1949 jo. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun
1980 serta berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 9 dan No. 10 tahun
1952. Menurut Peraturan Menteri Agama No. 9 dan No. 10 tahun 1952 jawatan
urusan agama dengan kantor-kantor saluran vertikal di daerah-daerah KUA Pusat,
KUA Kabupaten, dan KUA Kecamatan mempunyai salah satu kewajiban

8
menyelidiki, menentukan, mendaftar, dan mengawasi atau menyelenggarakan
pemilihan wakaf. Lebih lanjut, menurut peraturan tersebut, perwakafan tanah
menjadi wewenang Menteri Agama yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan
kepada kepala Kantor Urusan Agama.

Pada tanggal 5 Maret 1956, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agraria
membuat Keputusan Bersama No. Pem. 19/22/23/7.SK/62/Ka/59, terkait dengan
pengesahan perwakafan tanah milik yang semula menjadi wewenang bupati
dialihkan kepada Kepala Pengawas Agraria. Pelaksanaan selanjutnya diatur dengan
Surat Pusat Jawatan Agraria Kepala Pusat Jawatan Agraria tanggal 13 Februari
1960 No. 2351/34/11. Peraturan-peraturan ini mengindikasikan bahwa pemerintah
serius dalam mengurus dan menjaga kelestarian tanah wakaf yang ada. Selanjutnya
terdapat beberapa peraturan yang juga dikeluarkan oleh Departemen Agama pada
tahun 1953 terkait dengan petunjuk-petunjuk mengenai wakaf dan Surat Edaran
Jawatan Urusan Agama tanggal 8 Oktober 1956, No. 3/D/1956 tentang Wakaf yang
bukan Milik Kemasjidan. Kemudian demi pembaruan hukum agraria di Indonesia,
persoalan tentang perwakafan tanah diberi perhatian khusus oleh pemerintah
sebagaimana terlihat dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria. Pasal 49 UUPA ini mengatur hak-hak tanah untuk keperluan suci
dan sosial. Terkait dengan perwakafan tanah milik, Pasal 49 ayat (3) UUPA
menyatakan bawah hal tersebut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan
Pemerintah tersebut baru dikeluarkan oleh Pemerintah pada tanggal 17 Mei 1977,
PP No. 28 tentang Perwakafan Tanah Milik. PP ini dikeluarkan karena sebelumnya
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perwakafan tanah milik
belum memenuhi kebutuhan akan cara-cara perwakafan dan juga bisa menimbulkan
hal-hal yang tidak diinginakan disebabkan tidak adanya data-data yang lengkap
mengenai tanah-tanah wakaf. Masih banyak lagi aturan-aturan teknis tentang wakaf
pada periode ini yang tidak akan dijelaskan dalam tulisan ini. Pada tanggal 10 Juni
1991 Presiden mengesahkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan Instruksi
Presiden No. 1 Tahun 1992 kepada Menteri Agama agar menyebarluaskannya. KHI
ini terdiri dari tiga buku, buku III KHI ini mengatur hukum perwakafan. Buku III

9
ini memuat 15 Pasal, dari Pasal 215 sampai dengan 229 yang mengatur substansi
wakaf maupun teknis perwakafannya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
dipahami pada masa ini cukup banyak peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
yang mengatur tentang perwakafan. Hal ini menandakan bahwa pemerintah sangat
serius untuk mewujudkan ketertiban atas harta wakaf baik dari segi hukum maupun
administrasinya sehingga lembaga perwakafan ini bisa berjalan dengan sebaik
mungkin.

E. Pembaharuan Hukum Perwakafan yang Terdapat pada Undang-


Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

Pembaharuan hukum perwakafan dapat diketahui dari regulasi peraturan-


peraturan mengenai perwakafan yang dibuat pemerintah. Berikut penulis uraikan
mengenai pengaturan perwakafan sebelum UU Nomor 41 Tahun 2004 dan setelah
berlakunya UU Nomor 41 Tahun 2004.7

Wakaf merupakan salah satu lembaga hukum yang berasal dari hukum
Islam. Oleh karena itu ketentuan tentang wakaf juga bersumber dari ketentuan
ajaran agama Islam. Perkembangan wakaf di Indonesia dimulai dari adanya wakaf
yang telah ada pada masyarakat hukum adat. Pemerintah melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Hak Milik telah
mengatur tentang perwakafan yang dibatasi hanya tanah hak milik saja serta harus
melalui prosedur dengan akta ikrar wakaf yang nantinya sertipikat hak milik diubah
menjadi sertipikat wakaf.

Selanjutnya dalam Pasal 22 disebutkan bahwa dalam rangka mencapai


tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:

o Sarana dan kegiatan ibadah;


o Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
o Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;

7
Arthur Eugene Mailuhu, Rofah Setyowati, Islamiyati “Pembaharuan Hukum Perwakafan Di
Indonesia Melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf “Program Studi S1 Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Hal. 4

10
o Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
o Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah
dan peraturan perundang-undangan.
o Unsur wakaf

Sebelum berlakunya UU No 41 Tahun 2004, tujuan wakaf adalah untuk


kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran
Islam. Setelah berlakunya UU No 41 Tahun 2004 tujuan wakaf adalah
memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Wakaf dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Dengan demikian,
selain untuk kepentingan ibadah dan sosial, kegunaan harta benda wakaf juga
diarahkan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat secara umum seperti
memfasilitasi sarana dan prasarana pendidikan dan sebagainya.

PENUTUP

KESIMPULAN

Pembaharuan hukum wakaf di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan


peran wakaf dalam pembangunan bangsa dan kesejahteraan umat. Diperlukan
kerjasama dan komitmen dari berbagai pihak untuk mewujudkan pembaharuan
hukum wakaf yang efektif dan komprehensif. Lalu Ap abi l a k em ba l i d i l i h at
ba ga i m an a h a rt a w a ka f di k el ol a sepanjang sejarah Islam, dapat kita pahami
bahwa fikih-fikih yang berkembang dan diwarisi melalui guru-guru agama atau
ulama kita seb a ga i m as ya r ak at M usl i m I ndo ne si a b el u m m e m ad ai
dal am membina masyarakat menuju kesejahteraan melalui faham dan
aktifitas keagamaan kita. Khususnya dalam institusi wakaf ini telah lama
berjalan pengelolaannya secara produktif di negara-negara Muslim.

Namun fikih wakaf yang sampai kepada kita, wakaf hanya terbatas
pelaksanaannya dalam bentuk yang bersifat mati atau tidak likuid yang dapat
dilihat terbatas pada bentuknya sebagai tanah kuburan, masjid, sekolah dan

11
lain-lain. Dengan bertambah luasnya pemahaman atau fikih para ualam kita di
Indonesia paradigma tentang wakaf dan pengelolaannya telah berubah dan
menuju fikih wakaf yang progresif dan puncaknya adalah fikih tersebut dapat
dikukuhkan ke tahap qanun yaitu UU Wakaf No 41 tahun 2004 tentang
Wakaf. Semoga instrumen UU Wakaf ini dapat difungsikan oleh umat Islam
Indonesia khusunya dalam pengoptimalan pengelolaan wakaf sehingga
dapat meng- angkat kesejahteraan kehidupan umat di masa yang akan dating.

12
DAFTAR PUSTAKA

Djunaidi, Achmad dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Wakaf Produktif:
Sebuah upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat , ( Jakarta
Selatan, 2005).
Dumper, Michael, “Islam and Israel: Muslim Endowments and the
Jewish State” dalam The American American Journal of Islamic Social
Sciences, (Washington DC: AMSS and IIIT, 1996).
Editor, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf ( Jakarta: Depag RI, 2005.
Editor, Pedoman Pengelolaan & Pengembangan Wakaf,
( J a k a r t a : Depag RI, 2004).
Editor, Panduan Pemberdayaan Tanah W akaf Produktif Strategis di
Indonesia, (Jakarta: Depag RI, 2004).
Editor, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia,
( J a k a r t a : Direktorat Pengem- bangan Zakat dan Wakaf, 2005).
E d i t o r , P a r a d i g m a B a r u W a k a f d i I n d o n e s i a , (J a k a r t a : D i r e k t o r a t
Pengembangan Zakat dan Wakaf, RI, 2005).
Editor, Wakaf Tunai dalam Perspektif Hukum Islam, ( Jakarta: Depag RI,
2005).
Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf, Terjemah,
(Ciputat: Dompet Dhuafa dan IIMAN, 2004).
Halim, Abdul, Hukum Perwakafan di Indonesia,Ciputat: Ciputat Press, 2 0 0 5
M annan, M.A., S e rt i fi k at W ak a f T un ai : S ebuah Inov asi
Inst rum e n Keuangan Islam (T erj emah), Jakart a Selat an: Ciber -
PKKTI-U I, 20 01

13

Anda mungkin juga menyukai