Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/376309817

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK YANG MENGALAMI WANPRESTASI

Article · December 2023

CITATIONS READS
0 11

3 authors:

Zahratul Maulida Daffi Allegra Asmara


Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta
7 PUBLICATIONS 1 CITATION 3 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Widyarini Ardyanti
Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta
3 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Zahratul Maulida on 08 December 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK YANG MENGALAMI WANPRESTASI

Salsabila Restia Putri, Ghefira Nur Fatimah, Salsas Bila Juniyanti Tanjung, Angga Sandhika
Raharjo, Fabhian Halky Syahir, Daffi Allegra Asmara, Widyarini Ardyanti, Zahratul Maulida

Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta

2210611051@mahasiswa.upnvj.ac.id, 2210611053@mahasiswa.upnvj.ac.id,
2210611062@mahasiswa.upnvj.ac.id, 2210611063@mahasiswa.upnvj.ac.id,
2210611069@mahasiswa.upnvj.ac.id, 2210611073@mahasiswa.upnvj.ac.id,
2210611074@mahasiswa.upnvj.ac.id, 2210611080@mahasiswa.upnvj.ac.id

ABSTRAK
Perikatan bermula dari perjanjian dan undang-undang, wanprestasi berasal dari perikatan yang
timbul dari perjanjian tersebut. Wanprestasi dapat didefinisikan sebagai pelaksanaan perjanjian
yang tidak sesuai waktu, tidak dilakukan dengan cara yang semestinya, atau bahkan tidak
dilaksanakan sama sekali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan
hukum bagi pihak yang mengalami wanprestasi. Pada penelitian kali ini, para penulis
menggunakan studi literatur dengan pendekatan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan
sumber data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari beberapa jurnal, artikel
dan penelitian terdahulu yang telah dianalisis oleh penulis terkait masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini. Proses penyelesaian sengketa dapat mencakup alternatif penyelesaian
sengketa (ADR) seperti arbitrase, negosiasi, dan mediasi. ADR dapat digunakan untuk
menghindari litigasi dan memberikan fleksibilitas dalam penyelesaian sengketa. Selain itu,
sengketa hukum atau penyelesaian sengketa dengan mekanisme yang transparan bagi hakim
untuk memutus juga bisa menjadi pilihan. Pihak yang wanprestasi juga mempunyai hak hukum
dan hak milik, antara lain Kemampuan untuk membuktikan pembelaan diri dan force majeure
atau alasan lain yang menyebabkan pembebasan dari tanggung jawab.
Kata Kunci: Wanprestasi, Perlindungan Hukum

ABSTRACT
Engagements come from agreements and laws, default comes from obligations arising from the
agreement. A breach of promise can be interpreted as the implementation of an agreement that is
not implemented on time, not implemented properly, or even not implemented at all. This
research aims to find out how legal protection is for parties who experience default. In this
research the author used a literature study with a qualitative descriptive research method
approach with the data source used in the form of secondary data obtained from several
journals, articles and previous research which had been analyzed by the author regarding the
problems to be researched. in this research. The dispute resolution process may include
alternative dispute resolution (ADR) such as arbitration, negotiation, and mediation. ADR can

1
be used to avoid litigation and provide flexibility in dispute resolution. Apart from that, legal
disputes or dispute resolution with a transparent mechanism for judges to decide could also be
an option. The party in default also has legal and property rights, including the ability to prove
self-defense and force majeure or other causes that cause the release of responsibility.
Keywords: Default, Legal Protection.

PENDAHULUAN
Perikatan adalah relasi hukum antara satu atau lebih subjek hukum dalam ranah harta
kekayaan, dengan memetakan salah satu pihak sebagai kreditor (penerima hak) dan pihak lain
sebagai debitor (penyandang kewajiban). Menurut Pasal 1233 BW, Perikatan bermula dari
perjanjian dan undang-undang, wanprestasi berasal dari perikatan yang timbul dari perjanjian
tersebut.1 Dalam kondisi normal, prestasi dan kontraprestasi saling dipertukarkan. Namun, pada
situasi tertentu, pertukaran prestasi dapat terganggu, mengakibatkan peristiwa yang dikenal
sebagai wanprestasi. Wanprestasi dapat didefinisikan sebagai pelaksanaan perjanjian yang tidak
sesuai waktu, tidak dilakukan dengan cara yang semestinya, atau bahkan tidak dilaksanakan
sama sekali.2 Kontrak digunakan sebagai sarana pengaturan hubungan antara dua pihak dengan
kepentingan bersama. Namun, tak jarang muncul situasi di mana salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan kontrak. Keadaan ini dikenal sebagai
wanprestasi. Pihak yang mengalami wanprestasi memiliki hak atas perlindungan hukum untuk
mengatasi dampak kerugian akibat pelanggaran tersebut. Dalam Perjanjian mempunyai 5 Asas
yang harus diimplementasikan dalam melaksanakan perjanjian yang dimana adanya Asas
Kebebasan berkontrak (Freedom Of Contract), Asas Pacta Sunt Servanda, Asas Konsensualisme
(consensualism), Asas Itikad Baik, dan Asas Kepribadian (Personality).
Meskipun salah satu pihak melakukan wanprestasi, kepentingannya tetap dilindungi
untuk menjaga keseimbangan. Perlindungan hukum diberikan dengan menerapkan mekanisme
khusus dalam pemutusan perjanjian. Untuk mencegah pemutusan sembarangan, meskipun pihak
lain juga melakukan wanprestasi, hukum menetapkan beberapa mekanisme, termasuk:
1. Melaksanakan somasi sesuai dengan ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata.
2. Memutuskan perjanjian secara timbal balik melalui pengadilan, sebagaimana diatur
dalam Pasal 1266 KUH Perdata.
Perlindungan hukum bagi pihak yang mengalami wanprestasi merupakan aspek penting
dalam sistem hukum yang bertujuan untuk menjaga keadilan dan kepastian hukum dalam
hubungan kontraktual. Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya
sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati dalam kontrak. Situasi ini dapat menimbulkan
kerugian dan ketidakadilan bagi pihak yang mengalami wanprestasi.

1
Mahkamah Agung Republik Indonesia, "Dircktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia",
https://putusan,mahkamahagung.go.id/pengadilan/mahkamah-agung/direktori/perdata
2
Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 60.

2
Dalam konteks perlindungan hukum, pihak yang mengalami wanprestasi memiliki
hak-hak yang perlu diakui dan dilindungi oleh hukum. Perlindungan hukum ini bertujuan untuk
memastikan bahwa pihak yang mengalami wanprestasi dapat memperoleh pemenuhan kewajiban
yang telah disepakati atau mendapatkan ganti rugi yang sesuai sebagai kompensasi atas kerugian
yang diderita.
Perlindungan hukum bagi pihak yang mengalami wanprestasi melibatkan berbagai aspek,
termasuk prinsip kebebasan berkontrak, kewajiban kontraktual, keadilan, dan kepastian hukum.
Prinsip kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak untuk menentukan syarat-syarat kontrak sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Namun, jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, perlindungan hukum diperlukan
untuk memastikan bahwa pihak yang mengalami wanprestasi tidak dirugikan secara tidak adil.
Kewajiban kontraktual mengikat pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban yang telah disepakati. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya,
pihak yang mengalami wanprestasi berhak mendapatkan perlindungan hukum untuk meminta
pemenuhan kewajiban tersebut atau mendapatkan ganti rugi yang sesuai.
Selain itu, perlindungan hukum bagi pihak yang mengalami wanprestasi juga berkaitan
dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum. Pihak yang mengalami wanprestasi berhak
mendapatkan keadilan dalam penyelesaian sengketa dan perlindungan hukum yang jelas dan
dapat diandalkan. Dalam artikel ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai perlindungan hukum
bagi pihak yang mengalami wanprestasi, termasuk hak-hak yang dimiliki oleh pihak yang
mengalami wanprestasi dan upaya penyelesaian sengketa bagi pihak yang mengalami
wanprestasi. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai perlindungan hukum ini, diharapkan
dapat memberikan panduan dan informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
situasi wanprestasi.
Penting untuk dicatat bahwa ada pembatasan tertentu dalam proses pemutusan perjanjian.
Meski salah satu pihak wanprestasi, pemutusan perjanjian tersebut tetap harus mematuhi
ketentuan hukum yang berlaku. Selain memberikan perlindungan, debitur juga memiliki hak
untuk membela diri. Dalam situasi di mana debitur dituduh melakukan wanprestasi, penting
untuk memberinya kesempatan untuk mengajukan berbagai alasan pembelaan. Ini termasuk
memberikan debitur kesempatan untuk membebaskan dirinya dengan menyampaikan beberapa
macam alasan sebagai pembelaan.

METODE
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi literatur (literature review) atau dalam
istilah biasa disebut tinjauan pustaka. Studi yang dilakukan pada model narrative review yaitu
membandingkan data dari beberapa jurnal yang telah dianalisis serta dirangkum berdasarkan
pengalaman para penulis, teori dan model yang ada. Metode penelitian yang digunakan berupa
metode penelitian kualitatif dengan sumber data yang digunakan berupa data sekunder yang
diperoleh dari beberapa jurnal, artikel dan penelitian terdahulu yang telah dianalisis oleh penulis
terkait masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan metode deskriptif

3
analitis dengan mengumpulkan, mengidentifikasi, menyusun dan menganalisis berbagai data
yang ditemukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Apa saja hak-hak yang dimiliki oleh pihak yang mengalami wanprestasi dan
bagaimana cara melindungi hak-hak tersebut secara hukum?
Hak-hak yang Dimiliki oleh Pihak yang Mengalami Wanprestasi Pihak yang
mengalami wanprestasi memiliki hak-hak yang dilindungi secara hukum. Hak-hak
tersebut dapat dilihat dari perspektif hak asasi manusia (HAM) dan hak-hak warga
negara. Berdasarkan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, HAM adalah hak
dasar manusia yang harus dilindungi negara dan pemerintah. Ini mencakup hak-hak dasar
yang melekat pada setiap individu, termasuk hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak disiksa, dan hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Selain itu, Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia juga menegaskan bahwa warga negara memiliki hak untuk mempunyai hak
milik pribadi, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak disiksa, hak atas pekerjaan, dan hak untuk
mempertahankan kehidupan.

Melindungi Hak-hak Tersebut Secara Hukum Untuk melindungi hak-hak tersebut


secara hukum, langkah-langkah yang dapat diambil termasuk memahami posisi diri
sebagai warga negara, mengetahui hak dan kewajiban, serta memastikan bahwa hak dan
kewajiban seimbang dan terpenuhi. Selain itu, wikiHow juga menyarankan beberapa
langkah konkret, seperti:

1. Mengetahui Hak-hak Anda: Pahami hak-hak yang dimiliki oleh pihak yang
mengalami wanprestasi, termasuk hak atas kehidupan, kebebasan pikiran, hati
nurani, dan hak ekonomi serta sosial.
2. Mengajukan Undang-undang Hak Asasi Manusia: Dukung undang-undang yang
melindungi hak asasi manusia dan berpartisipasi dalam pemerintahan untuk
memastikan hak-hak tersebut diakui dan dihormati.

Perlindungan Hak-hak Anak dalam Konteks Wanprestasi Selain itu, [jurnal


Universitas Padjadjaran]juga menyoroti perlindungan hak-hak anak dalam konteks
wanprestasi. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan, dilindungi dari segala tindak
kekerasan dan penganiayaan. Perlindungan ini mencakup hak untuk hidup, hak tumbuh
kembang, hak pendidikan, dan hak untuk tidak disiksa. Dengan demikian, melindungi
hak-hak yang dimiliki oleh pihak yang mengalami wanprestasi memerlukan pemahaman
yang mendalam tentang hak asasi manusia dan hak-hak warga negara, serta keterlibatan
aktif dalam memastikan perlindungan hukum terhadap hak-hak tersebut.

4
Pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen menyatakan bahwa hak-hak pelaku usaha melibatkan hak untuk menerima
pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan jasa
yang diperdagangkan. Selain itu, pelaku usaha juga memiliki hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. Mereka berhak
untuk membela diri secara wajar dalam penyelesaian sengketa konsumen. Jika terbukti
secara hukum bahwa kerugian yang dialami konsumen tidak disebabkan oleh barang atau
jasa yang diperdagangkan, pelaku usaha juga berhak atas rehabilitasi nama baik. Selain
hak-hak tersebut, pelaku usaha juga tunduk pada hak-hak yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan lainnya.3
Pasal 1238 KUHPerdata, yang menyebutkan “Debitur dinyatakan lalai dengan
surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan
sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan”. wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak dalam suatu
perikatan hukum tidak memenuhi kewajiban atau perjanjiannya dalam suatu transaksi,
baik itu disebabkan oleh kelalaian maupun kesengajaan. Dengan kata lain, cedera janji
(wanprestasi) terjadi jika terdapat ketidak pemenuhan janji untuk melaksanakan prestasi
yang telah disepakati dalam perjanjian.
Pihak yang mengalami wanprestasi memiliki beberapa hak yang dilindungi secara
hukum. Dalam konteks hukum perikatan, hak-hak tersebut meliputi:
1. Hak untuk Meminta Pemenuhan: Pihak yang mengalami wanprestasi berhak
untuk meminta pemenuhan perjanjian sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
2. Hak untuk Meminta Ganti Rugi: Pihak yang mengalami wanprestasi juga
berhak untuk meminta ganti rugi atas kerugian yang diderita akibat wanprestasi
tersebut.
3. Hak untuk Membatalkan Perjanjian: Pihak yang mengalami wanprestasi dapat
memutuskan perjanjian jika wanprestasi tersebut merupakan pelanggaran yang
cukup serius. Proses pemutusan perjanjian dapat dilakukan sesuai dengan tata
cara yang telah diatur dalam perjanjian atau mengacu pada ketentuan hukum yang
berlaku.
Akibat hukum dari wanprestasi, pihak yang mengalami kerugian memiliki hak
untuk memberikan somasi secara tertulis dan mengajukan gugatan ke pengadilan. Selain
itu, pihak yang melakukan wanprestasi memiliki kewajiban sebagai berikut:
1. Ganti Rugi: Wajib mengganti kerugian yang dialami oleh kreditor atau pihak lain
yang berhak menerima prestasi tersebut (Pasal 1243 BW).
2. Pemutusan Kontrak: Dapat mengakibatkan pemutusan kontrak yang disertai
dengan pembayaran ganti rugi (Pasal 1267 BW).
3. Peralihan Resiko: Harus menerima peralihan risiko sejak terjadinya wanprestasi
(Pasal 1237 ayat (2) BW).

3
Nindyo Pramono, Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), hal. 222-225.

5
4. Biaya Perkara: Wajib menanggung biaya perkara jika sengketa dibawa ke
pengadilan (Pasal 181 ayat (2) HIR).4

Dengan demikian, cara melindungi hak hak pihak yang mengalami wanprestasi
secara hukum melibatkan perlindungan hukum yang adil, memberi kompensasi, ganti
rugi, dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak yang mengalami


wanprestasi bagaimana perlindungan hukum yang dapat diberikan dalam proses
dan bagaimana perlindungan hukum yang dapat diberikan dalam proses tersebut?
Perselisihan bisa terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Perselisihan dapat terjadi
antara individu, individu dengan organisasi, organisasi dan organisasi, perusahaan
dengan perusahaan, perusahaan dengan negara, dan negara. Dengan kata lain,
perselisihan dapat bersifat publik atau perdata dan timbul pada tingkat lokal, nasional
atau internasional. Menurut definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perselisihan
adalah suatu keadaan yang menimbulkan perbedaan pendapat, pertentangan,
pembahasan, perdebatan, argumentasi. Menurut hukum, perselisihan timbul apabila salah
satu dari dua orang atau lebih mengadakan perjanjian hukum mengenai suatu hal yang
disepakati. Perselisihan adalah keadaan dimana salah satu pihak merasa dirugikan oleh
pihak lain dan mengungkapkan ketidakpuasan tersebut kepada pihak lain. Ketika
perbedaan pendapat muncul, timbullah apa yang disebut argumen dan perselisihan.
Dalam konteks hukum, khususnya hukum kontrak, litigasi adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan perselisihan yang timbul antara pihak-pihak terkait, baik
seluruhnya atau sebagian, karena pelanggaran perjanjian kontrak. Dengan kata lain,
wanprestasi terjadi karena salah satu pihak atau lebih melaksanakan atau gagal memenuhi
kewajiban yang telah disepakati sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya.5
Oleh karena itu, konflik mengacu pada perbedaan pendapat antara dua pihak atau
lebih yang mempertahankan posisi mereka. Dalam hal ini perselisihan dapat timbul
karena salah satu pihak atau lebih melanggar perjanjian. Ada beberapa cara yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan perselisihan antar pihak, yaitu:
a. Penyelesaian sengketa melalui sengketa di luar pengadilan: Apabila
penyelesaian sengketa melalui sengketa di luar pengadilan terdapat Alternatif
Penyelesaian Sengketa atau Alternative Dispute Resolusi (ADR). Menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, alternatif penyelesaian sengketa adalah mekanisme penyelesaian sengketa di
luar pengadilan yang berdasarkan kesepakatan para pihak menghindari penyelesaian

4
Tim Editorial Rumah.com, “Wanprestasi: Pengertian, Penyebab, Pasal, dan Dampak Hukumnya,” rumah.com, 25
April, 2021, https://www.rumah.com/panduan-properti/wanprestasi-47060
5
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di Pengadilan (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2012), hal. 12.

6
sengketa melalui acara pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan
dalam bentuk sebagai berikut:
a) Arbitrase: Menurut Pasal 1(1) Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa No. 30 Tahun 1999, arbitrase adalah penyelesaian sengketa
perdata di luar Pengadilan Umum berdasarkan perjanjian arbitrase tertulis antara para
pihak. Arbitrase digunakan sebagai sarana proaktif untuk menyelesaikan perselisihan
yang mungkin timbul atau tidak dapat diselesaikan melalui perundingan, konsultasi, atau
pihak ketiga, serta untuk menghindari proses pengadilan yang dianggap memakan waktu
dalam sistem peradilan.
b) Negosiasi: Negosiasi adalah suatu bentuk komunikasi dua arah yang bertujuan
untuk mencapai kesepakatan apabila kedua belah pihak mempunyai kepentingan yang
sama atau berbeda. Negosiasi merupakan suatu proses perundingan yang melibatkan
interaksi dan komunikasi yang dinamis antara pihak-pihak yang bersengketa dengan
tujuan untuk mencari jalan keluar atau jalan keluar dari permasalahan kedua belah pihak.
c) Mediasi: Mediasi merupakan salah satu alternatif pilihan apabila perselisihan
antara konsumen dan pelaku usaha tidak dapat diselesaikan. Ciri mediasi adalah
ditunjuknya pihak ketiga sebagai mediator yang bertugas memfasilitasi penyelesaian
sengketa. Mediasi berasal dari kata bahasa Inggris “mediation” yang berarti penyelesaian
sengketa dengan menggunakan pihak ketiga sebagai mediator. Secara etimologis, kata
“mediasi” berasal dari kata Latin “mediare” yang berarti “berada di tengah-tengah”. Hal
ini menunjukkan bahwa mediator sebagai pihak ketiga harus bersikap netral dan tidak
memihak dalam menyelesaikan sengketa. Seorang mediator harus mampu melindungi
kepentingan para pihak secara adil dan seimbang sehingga dapat membangun
kepercayaan antar pihak yang bersengketa.

Landasan terpenting dalam menyelesaikan suatu perselisihan adalah itikad baik


dan itikad baik para pihak yang berusaha menyelesaikan perselisihan tersebut. Terkadang
keinginan dan niat baik tersebut memerlukan bantuan pihak ketiga. Mediasi merupakan
salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga. Beberapa ciri
mediasi adalah:6
1) Penyesuaian kepentingan : Penyelesaian sengketa dalam mediasi didasarkan
pada penyesuaian kepentingan para pihak yang bersengketa. Pendekatan ini lebih
menekankan persamaan daripada perbedaan.
2) Kesepakatan Sukarela dan Bersama: Para pihak secara sukarela sepakat untuk
menyelesaikan perselisihan melalui mediasi dan telah menandatangani kontrak untuk
melibatkan pihak ketiga.
3) Fleksibilitas Prosedural: Prosedur yang digunakan dalam mediasi bersifat
informal dan sederhana serta tidak terikat dengan prosedur yang baku atau baku seperti

6
Arus Akbar Silondae dan Andi Farian Fathoeddin, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis (Jakarta, Mitra
Wacana Media, 2010), hal. 89.

7
proses pengadilan atau arbitrase. Proses mediasi ditentukan oleh para pihak yang
bersengketa dengan bantuan mediator.
4) Penciptaan norma: Penyelesaian sengketa melalui mediasi tidak serta merta
mengacu pada norma hukum perdata yang berlaku atau isi perjanjian yang menimbulkan
sengketa. Dalam mediasi, para pihak, dengan bantuan seorang mediator, dapat
menciptakan norma-norma baru yang disepakati yang akan menjadi pedoman
penyelesaian sengketa.
5) Berpusat pada orang: Kesepakatan dalam mediasi sangat bergantung pada
keseriusan dan niat baik para pihak yang berupaya mencapai kesepakatan. Kesepakatan
tidak bisa dicapai jika kedua belah pihak masih enggan untuk terus menjalin kerja sama.
6) Fokus pada hubungan: Mediasi dilakukan ketika para pihak yang bersengketa
masih saling menghormati atau setidaknya percaya bahwa hubungan bisnis atau kerja
sama di antara mereka masih dapat berlanjut.
7) Fokus ke depan: Mediasi bertujuan untuk mencapai kesepakatan karena para
pihak menyadari akan menderita kerugian jika perselisihan terus berlanjut.
8) Kerahasiaan: Penyelesaian sengketa melalui mediasi bersifat pribadi dan
rahasia. Mediasi terutama digunakan untuk perselisihan pribadi yang tunduk pada hukum
perdata atau komersial.

b. Penyelesaian sengketa peradilan adalah proses penyelesaian sengketa melalui


pengadilan. Litigasi adalah istilah hukum yang menggambarkan penyelesaian sengketa
di pengadilan. Proses ini melibatkan keterbukaan informasi dan bukti-bukti terkait kasus
yang sedang diadili, dengan tujuan mencegah timbulnya permasalahan di kemudian hari.
Penyelesaian sengketa terjadi di bawah naungan lembaga peradilan.7
Litigasi adalah proses penyelesaian sengketa di ruang sidang dimana semua pihak
yang terlibat sengketa bersaing untuk melindungi kepentingan satu sama lain di hadapan
hakim. Hasil akhir penyelesaian sengketa litigasi adalah keputusan yang menentukan
pihak yang menang dan pihak yang kalah.8
Pada umumnya pengajuan gugatan ke pengadilan disebut gugatan. Gugatan
adalah gugatan yang diajukan kepada penggugat, yaitu pengadilan. Dalam proses hukum
seringkali timbul konflik antara para pihak. Selain itu, penyelesaian sengketa litigasi
biasanya merupakan langkah terakhir setelah upaya penyelesaian sengketa lainnya gagal.
Perselisihan yang diajukan dan dipertimbangkan di pengadilan dipertimbangkan dan
diputuskan oleh hakim.
UU Arbitrase No. 30 Tahun 1999, Pasal 6(1) mengatur bahwa sengketa perdata
dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa dengan itikad

7
Rissa Afni Martinouva, Dina Haryati Sukardi, and Satrio Nur Hadi, ‘Perlindungan Konsumen Terhadap
Pelaksanaan Perjanjian Layanan Pemesanan Makanan Melalui Ojek Online Di Bandar Lampung’, (Jurnal
Supremasi, 11.1, 2021), hal. 70–78.
8
Dina Haryati Sukardi and Yonnawati, ‘Peranan Filsafat Hukum Dalam Pembaharuan Hukum Perdata Formil Dan
Materiil’, (Justicia Sains: Jurnal Ilmu Hukum, 7.2, 2022), hal. 221–34.

8
baik kecuali sengketa tersebut diajukan ke pengadilan setempat. Litigasi adalah proses
penyelesaian sengketa atau perselisihan di pengadilan, yang mana masing-masing pihak
yang bersengketa mempunyai hak dan kewajiban yang sama baik untuk mengajukan
gugatan maupun mengajukan jawaban atas gugatan tersebut, dapat kita simpulkan.

Salah satu prinsip yang sangat mendasar dalam hukum perjanjian adalah prinsip
perlindungan kepada para pihak, terutama pihak yang dirugikan. Berlandaskan kepada
prinsip perlindungan pihak yang dirugikan ini, maka apabila terjadinya wanprestasi
terhadap suatu perjanjian, kepada pihak lainnya diberikan berbagai hak sebagai berikut : 9

a. Exceptio non adimpleti contractus menolak melakukan prestasinya atau menolak


melakukan prestasi selanjutnya manakala pihak lainnya telah melakukan
wanprestasi.
b. Penolakan prestasi selanjutnya dari pihak lawan. Apabila pihak lawan telah
melakukan wanprestasi, misalnya mulai mengirim barang yang rusak dalam suatu
perjanjian jual beli, maka pihak yang dirugikan berhak untuk menolak
pelaksanaan prestasi selanjutnya dari pihak lawan tersebut, misalnya menolak
menerima barang selanjutnya yang akan dikirim oleh pihak lawan dalam contoh
perjanjian jual beli tersebut.
c. Menuntut restitusi. Ada kemungkinan sewaktu pihak lawan melakukan
wanprestasi, pihak lainnya telah selesai atau telah mulai melakukan prestasinya
seperti yang diperjanjikannya dalam perjanjian yang bersangkutan. Dalam hal
tersebut, maka pihak yang telah melakukan prestasi tersebut berhak untuk
menuntut restitusi dari pihak lawan, yakni menuntut agar kepadanya diberikan
kembali atau dibayar setiap prestasi yang telah dilakukannya.
Dalam hal debitur melakukan wanprestasi maka kreditur dapat menuntut salah satu dari
lima kemungkinan sebagai berikut :
a. Menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian.
b. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian.
c. Menuntut penggantian kerugian.
d. Menuntut pembatalan dan penggantian kerugian.
e. Menuntut pemenuhan dan pengganti kerugian
Pihak yang dirugikan karena wanprestasi atas perjanjian pada prinsipnya dapat
memutuskan perjanjian yang bersangkutan. Akan tetapi, jika pemutusan perjanjian
tersebut dilakukan dengan maksud agar pihak yang dirugikan dapat mendapatkan kembali
prestasinya yang telah diberikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi, maka pihak
yang dirugikan oleh wanprestasi tersebut mempunyai kewajiban untuk melakukan
restorasi (restoration), yakni kewajiban dari pihak yang dirugikan untuk mengembalikan

9
Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012), hal. 87.

9
manfaat dari prestasi yang sekiranya telah dilakukan oleh pihak yang melakukan
wanprestasi tersebut.
Walaupun salah satu pihak telah melakukan wanprestasi, namun kepentingannya
pun harus tetap ikut dilindungi untuk menjaga keseimbangan. Perlindungan hukum
kepada pihak yang telah melakukan wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut10:
a. Dengan mekanisme tertentu untuk memutuskan perjanjian. Agar pemutusan
perjanjian tidak dilaksanakan secara sembarangan sungguhpun pihak lainnya telah
melakukan wanprestasi, maka hukum menentukan mekanisme tertentu dalam hal
pemutusan perjanjian tersebut. mekanisme tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kewajiban melaksanakan somasi (Pasal 1238 KUH Perdata).
2. Kewajiban memutuskan perjanjian timbal balik lewat pengadilan (Pasal
1266 KUH Perdata)
b. b. Pembatasan untuk pemutusan perjanjian. Seperti telah dijelaskan bahwa jika
salah satu pihak telah melakukan wanprestasi, maka pihak lainnya dalam
perjanjian tersebut berhak untuk memutuskan perjanjian yang bersangkutan. Akan
tetapi terhadap hak untuk memutuskan perjanjian oleh pihak yang telah dirugikan
akibat wanprestasi ini berlaku beberapa restriksi yuridis berupa :
1. Wanprestasi harus serius yang dilihat dari ada ketentuan dalam perjanjian
yang menegaskan pelaksanaan kewajiban yang mana saja yang dianggap
wanprestasi terhadap perjanjian tersebut.
2. Hak untuk memutuskan perjanjian belum dikesampingkan.
Pengesampingan hak untuk memutuskan perjanjian mempunyai
konsekuensi hukum
3. Pemutusan perjanjian tidak terlambat dilakukan
4. Wanprestasi disertai unsur kesalahan
Bentuk perlindungan lain adalah dengan memberi kesempatan pada debitur untuk
melakukan pembelaan. Seorang debitur yang dituduh melakukan wanprestasi juga harus
diberi kesempatan untuk membela dirinya dengan mengajukan beberapa macam alasan
untuk membebaskan dirinya11
1. Keadaan memaksa absolut. Yaitu Suatu keadaan dimana debitur sama sekali tidak
dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi,
banjir bandang, dan adanya lahar. Akibat keadaan memaksa ini, yaitu : Debitur
tidak perlu membayar ganti rugi (pasal 1244 KUH Perdata); Kreditur tidak berhak
atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya
untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam pasal 1460
KUH perdata.
2. Keadaan memaksa yang relatif. Yaitu Suatu keadaan yang menyebabkan debitur
masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya. Tetapi pelaksanaan prestasi itu

10
Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Negosiasi Kontrak, (Jakarta: Grasindo, 2020), hal. 9.
11
Niru Anita Sinaga, Wanpretasi dan Akibatnya Dalam Pelaksanaan Perjanjian, 2021

10
harus dilakukan dengan memberikan korban yang besar yang tidak seimbang atau
menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan
tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar atau dengan kata lain berupa suatu
keadaan dimana kontrak masih dapat dilaksanakan, tapi dengan biaya yang lebih
tinggi.
3. Menyatakan bahwa kreditur juga lalai.
4. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya.

11
PENUTUP

KESIMPULAN
Wanprestasi mengacu pada situasi di mana salah satu pihak dalam kontrak gagal memenuhi
kewajibannya. Pihak yang melakukan wanprestasi mempunyai hak, termasuk hak untuk
menuntut pelaksanaan, menuntut ganti rugi, hingga mengakhiri kontrak. Hak-hak tersebut
meliputi perlindungan hukum dan pemenuhan aspek hak asasi manusia dan hak sipil. Proses
penyelesaian sengketa dapat mencakup alternatif penyelesaian sengketa (ADR) seperti arbitrase,
negosiasi, dan mediasi. ADR dapat digunakan untuk menghindari litigasi dan memberikan
fleksibilitas dalam penyelesaian sengketa. Selain itu, sengketa hukum atau penyelesaian sengketa
dengan mekanisme yang transparan bagi hakim untuk memutus juga bisa menjadi pilihan.
Undang-Undang Arbitrase mengatur bahwa sengketa perdata dapat diselesaikan melalui ADR
kecuali jika diajukan ke pengadilan setempat. Pihak yang wanprestasi juga mempunyai hak
hukum dan hak milik, antara lain Kemampuan untuk membuktikan pembelaan diri dan force
majeure atau alasan lain yang menyebabkan pembebasan dari tanggung jawab.

SARAN
Pihak yang terlibat dalam perjanjian sebaiknya memahami hak-hak mereka, baik sebagai pihak
yang mengalami wanprestasi maupun pihak yang melakukan wanprestasi. Disarankan untuk
aktif berpartisipasi dalam proses penyelesaian sengketa, baik melalui ADR maupun litigasi, dan
mempertimbangkan keberlanjutan hubungan bisnis. Pihak terkait perlu memahami dan
mengimplementasikan perlindungan hak anak dalam konteks wanprestasi, terutama terkait hak
hidup, pendidikan, dan perlindungan dari kekerasan.
Jika memutuskan perjanjian, penting untuk memastikan bahwa pemutusan dilakukan sesuai
dengan mekanisme yang ditentukan dan dalam batas waktu yang tepat. Dalam konteks
penyelesaian sengketa, pertimbangkan konsep restorasi dan restitusi untuk menjaga
keseimbangan dan keadilan antara pihak yang terlibat. Dalam konteks konsumen, penting untuk
memahami dan mendukung undang-undang perlindungan konsumen yang memberikan hak-hak
khusus kepada pihak yang membeli barang atau jasa.
Untuk kasus-kasus kompleks, disarankan melibatkan profesional hukum untuk memastikan
pemahaman yang mendalam tentang hak dan kewajiban serta memastikan perlindungan yang
kuat.

12
View publication stats

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal:

Arus Akbar Silondae dan Andi Farian Fathoeddin, 2010, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan
Bisnis (Jakarta, Mitra Wacana Media), hal. 89.

Budiono Kusumohamidjojo, 2020, Panduan Negosiasi Kontrak, (Jakarta: Grasindo), hal. 9.

Dina Haryati Sukardi and Yonnawati, 2022, ‘Peranan Filsafat Hukum Dalam Pembaharuan
Hukum Perdata Formil Dan Materiil’, (Justicia Sains: Jurnal Ilmu Hukum, 7.2), hal.
221–34.

Munir Fuady, 2012, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra
Aditya Bakti), hal. 87.

Nindyo Pramono, 2003, Hukum Komersil, Pusat Penerbitan UT, Jakarta, hal. 222-225.

Niru Anita Sinaga, 2021, Wanpretasi dan Akibatnya Dalam Pelaksanaan Perjanjian.

Nurnaningsih Amriani, 2012, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di Pengadilan


(Jakarta : Raja Grafindo Persada), hal. 12.

Rissa Afni Martinouva, Dina Haryati Sukardi, and Satrio Nur Hadi, 2021, ‘Perlindungan
Konsumen Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Layanan Pemesanan Makanan Melalui Ojek
Online Di Bandar Lampung’, (Jurnal Supremasi, 11.1), hal. 70–78.

Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, (Bandung: Alumni), hal. 60.

Internet:

Mahkamah Agung Republik Indonesia, "Dircktori Putusan Mahkamah Agung Republik


Indonesia",
https://putusan,mahkamahagung.go.id/pengadilan/mahkamah-agung/direktori/perdata

Tim Editorial Rumah.com, “Wanprestasi: Pengertian, Penyebab, Pasal, dan Dampak


Hukumnya,” rumah.com, 25 April, 2021,
https://www.rumah.com/panduan-properti/wanprestasi-47060

13

Anda mungkin juga menyukai