Anda di halaman 1dari 9

1

“LOOK IN THE MIRROR AND LOVE YOURSELF!”:


METODE MENINGKATKAN SELF LOVE PADA PENGGUNA BEAUTY
FILTER

Ana Fitri Aulia¹), Anisa Oktafiani2), Atika Nadya Husna3), Arikah Chusna4), Retno Setyaningsih5)*
1), 2), 3), 4), 5)
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Sultan Agung, Semarang

*Penulis korespondensi: retno.setyaningsih@unissula.ac.id

ABSTRAK

Semakin maraknya beauty filter di media sosial dapat berpotensi menimbulkan


konsekuensi negatif bagi para penggunanya (Bakker, 2022), terutama bagi mereka yang
mulai mengalami penurunan self love. Permasalahan self love pada pengguna beauty filter
ini merupakan permasalahan serius yang perlu ditangani. Pada penelitian sebelumnya,
untuk meningkatkan rasa cinta kepada diri sendiri (self love) dilakukan dengan
menggunakan metode mirror talk (Rasyid , et al., 2018). Peneliti memodifikasi metode
mirror talk sambil mendengarkan lagu “Tutur Batin” dari Yura Yunita. Peneliti memilih
untuk memadukan metode mirror talk dengan mendengarkan dan menghayati lagu karena
melalui lagu atau musik pesan moral dan sosial akan terasa lebih ringan untuk diterima.
Lagu “Tutur Batin" dipilih karena bertema penerimaan diri, dan menjadi salah satu gerakan
untuk mengangkat pentingnya self love (Marlita, et al., 2022). Penelitian ini menggunakan
metode eksperimen dengan desain one-group pretest-posttest design. Berdasarkan uji
Wilcoxon Signed menunjukkan z = -0,700 (z < 1,96), yang berarti bahwa tidak ada
perbedaan tingkat self love subjek yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberi
intervensi.
Kata kunci: Beauty Filter, Self Love, Mirror Talk, Tutur Batin.

ABSTRACT

The increasing prevalence of beauty filters on social media could potentially have negative
consequences for its users (Bakker, 2022), especially for those who are starting to
experience a decline in self-love. The problem of self-love among beauty filter users is a
serious problem that needs to be addressed. In previous research, increasing self-love was
carried out using the mirror talk method (Rasyid, et al., 2018). Researchers modified the
mirror talk method while listening to the song "Tutur Batin" by Yura Yunita. Researchers
chose to combine the mirror talk method with listening to and experiencing songs because
through songs or music moral and social messages will feel easier to accept. The song
"Tutur Batin" was chosen because it has the theme of self-acceptance, and is a movement
to raise the importance of self-love (Marlita, et al., 2022). This research uses an
experimental method with a one-group pretest-posttest design. Based on the Wilcoxon
Signed test shows z = -0.700 (z < 1.96), which means that there is no significant difference
in the subject's level of self-love between before and after being given the intervention.
Keywords: Beauty Filter, Self Love, Mirror Talk, Tutur Batin.
2

PENDAHULUAN
Platform media sosial menyediakan berbagai fitur yang menarik bagi
penggunanya. Fitur yang digemari oleh masyarakat salah satunya adalah fitur filter
kecantikan (beauty filter) (Sari & Susilawati, 2022). Fitur berbagi gambar yang
dapat diedit dengan beauty filter ini tersedia hampir di semua platform media sosial.
(Bakker, 2022). Data pada tahun 2018, bahwa 18% dari semua gambar di Instagram
telah diubah oleh pengguna menggunakan beauty filter. Selanjutnya, Instagram
sudah menawarkan 20 beauty filter yang berbeda sejak tahun 2021 untuk dapat
dipilih oleh penggunanya. (Farlens, et al., 2021). Beauty filter semakin populer di
setiap harinya, terutama bagi kaum wanita muda. Hal ini disebabkan oleh beauty
filter mampu mempercantik penampilan serta menutupi kekurangan mereka
(Eshiet, 2020).
Beauty filter ini membangun realitas baru dalam masyarakat. Beauty filter
dapat mengubah penampilan seseorang hanya dalam sekejap demi menyelaraskan
diri dengan standar kecantikan yang seringkali tidak dapat tercapai. Berbagai
standar kecantikan yang sesungguhnya tidak realistis dapat menambah tekanan
khususnya bagi perempuan muda yang membuatnya merasa bahwa jika ia tidak
dapat memenuhi standar kecantikan maka mereka dianggap tidak cantik (Eshiet,
2020). Dalam kata lain, hal ini dapat menjadi penyebab perasaan cinta terhadap diri
sendiri (self love) menurun.
Survei oleh salah satu perusahaan kosmetik asal Inggris menyatakan bahwa
seperlima dari 2.069 responden menyatakan bahwa mereka enggan memposting
foto di media sosial jika tanpa pengeditan (dihilangkan kerutan, bintik-bintik, dan
lain-lain) terlebih dahulu. Sementara itu, ada sekitar 37% dari responden tersebut
menyatakan bahwa mereka lebih menyukai wajah dengan menggunakan beauty
filter daripada wajah asli mereka (Rachmatunnisa, 2021). Dalam sebuah survei
(Wibisono, 2020), disebutkan bahwa 93,33% responden dalam penelitian tersebut
akan selalu berusaha tampil lebih cantik dan menarik saat mengunggah foto atau
video di media sosial (dalam hal ini Instagram).
Semakin maraknya beauty filter di media sosial dapat berpotensi
menimbulkan konsekuensi negatif bagi para penggunanya (Bakker, 2022), terutama
bagi mereka yang mulai mengalami penurunan self love. Dari aspek sosial
misalnya, beauty filter dapat menyebabkan seseorang mengalami ketakutan
terhadap pandangan orang lain kepadanya (Maharani, 2022). Tak hanya itu,
penggunaan beauty filter secara terus menerus akan memunculkan perasaan selalu
ingin dipuji (Irza, 2021), lebih mudah membandingkan dirinya dengan orang lain
yang berdampak pada penurunan harga diri (Myers, et al., 2009), juga
menyebabkan perasaan iri serta perasaan tidak sejahtera. (Bakker, 2022).
Kemudian pada aspek psikologis, terbiasa terlihat cantik di media sosial
karena menggunakan beauty filter menyebabkan seseorang merasa takut bertemu
orang lain secara langsung. Hal ini juga dapat mengarah langsung pada penurunan
body image (Bakker, 2022). Banyak orang merasa tidak puas dengan kecantikannya
3

sendiri, bahkan mulai membenci dirinya sendiri karena tidak dapat tampil seperti
perempuan yang terkesan sempurna di media. (Aprilita & Listyani, 2016).
Ketidakpuasan terhadap tubuh tersebut dapat menjadi acuan seseorang untuk
melakukan operasi plastik (Youn, 2019). Lebih parah lagi, jika dilanjutkan secara
terus menerus akan berpotensi menyebabkan depresi hingga menimbulkan ide
bunuh diri (Bakker, 2022).
Permasalahan self love pada pengguna beauty filter ini merupakan
permasalahan serius yang perlu ditangani. Pada penelitian sebelumnya, untuk
meningkatkan rasa cinta kepada diri sendiri (self love) dilakukan dengan
menggunakan metode mirror talk. Mirror talk merupakan metode di mana individu
akan dihadapkan pada cermin untuk melihat bayangan dirinya sendiri. Pada saat itu
ia diberikan waktu untuk berpikir lebih terbuka terhadap dirinya sendiri dengan
tujuan agar individu tersebut mampu mengubah segala pikiran negatif dalam
dirinya menjadi pikiran positif. (Rasyid , et al., 2018). Hal ini didukung oleh
(Gilbert, 2010) yang menyarankan bahwa dalam meningkatkan rasa cinta terhadap
diri sendiri (self love) dapat diperkuat dengan penggunaan cermin sebagai cara
untuk ‘mengeksternalisasi’ diri sendiri sebagai objek rasa cinta tersebut.
Peneliti memodifikasi metode mirror talk sambil mendengarkan lagu “Tutur
Batin” dari Yura Yunita. Peneliti memilih untuk memadukan metode mirror talk
dengan mendengarkan dan menghayati lagu karena melalui lagu atau musik pesan
moral dan sosial akan terasa lebih ringan untuk diterima. Menurut Grimonia, musik
merupakan partikel penting yang dapat tersebar ke seluruh semesta bahkan dapat
menjangkau sampai celah terkecil sekalipun. (Grimonia, 2014).
Lagu “Tutur Batin" dipilih karena bertema penerimaan diri, dan menjadi salah
satu gerakan untuk mengangkat pentingnya self love. Lirik lagu tersebut sangat
jelas menggambarkan pesan self love yaitu mencintai diri sendiri dengan segala
bentuk realitas kehidupan yang terjadi pada setiap orang. Pesan self love yang
disampaikan melalui lirik lagu tersebut adalah agar kita menjadi individu yang lebih
bersyukur, mencintai dan menghargai diri sendiri, serta agar individu memahami
untuk tidak menuntut diri sendiri demi memenuhi standar kecantikan orang lain dan
agar mulai menerima diri sendiri dengan sepenuh hati (Marlita, et al., 2022).
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk menguji pengaruh
mirror talk sembari mendengarkan lagu “Tutur Batin” untuk meningkatkan self
love pada individu pengguna beauty filter. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh mirror talk sembari mendengarkan lagu “Tutur Batin” karya
Yura Yunita guna meningkatkan self love pada pengguna beauty filter.
METODE RISET
Desain Riset
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah one-group
pretest-posttest design. Pada desain ini, di awal penelitian dilakukan pengukuran
terhadap subjek (pretest) sebelum diberikan perlakuan atau manipulasi. Setelah
diberikan manipulasi, dilakukan pengukuran kembali kepada subjek (posttest)
4

dengan alat ukur yang sama. Efektivitas dari pemberian perlakuan atau manipulasi
dapat dilihat dari perbedaan antara pretest dan posttest. (Seniati et al., 2009).
Tahapan Riset
Pelaksanaan kegiatan intervensi dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan,
dengan durasi 30-40 menit pada setiap pertemuan. Sebelum intervensi
dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti memberikan briefing kepada subjek tentang
alur dalam penelitian yang akan dilakukan supaya subjek dapat mengikuti seluruh
proses pelatihan dengan lancar.
Sesi Kegiatan
Sesi 1 Subjek melakukan positive self talk di depan cermin
dengan cara mengubah pemikiran yang tidak rasional
menjadi self talk yang rasional. (Lampiran 13).

Sesi 2 Subjek mendengarkan lagu “Tutur Batin” selama satu kali


putaran

Sesi 3 Subjek melakukan silent talk di depan cermin sambil


mendengarkan lagu selama 2 kali putaran

Sesi 4 Subjek melakukan self conversation talk.


Sesi 5 Subjek melakukan silent talk sambil mendengarkan lagu
“Tutur Batin” selama 1 kali putaran

Tabel 1. Tahapan Intervensi


Variabel
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Mirror Talk sembari
mendengarkan lagu “Tutur Batin” dan variabel tergantung adalah Self Love.
Teknik Pengumpulan Data
Penentuan partisipan menggunakan purposive sampling atau pengambilan
sampel sebagai sumber data dengan kriteria tertentu (Purwanto, 2020). Kriteria
subjek adalah perempuan pengguna beauty filter dengan tingkat penggunaan
sedang hingga tinggi. Lebih rinci, kriteria subjek penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Perempuan
Kriteria ini didasarkan pada data dari Laporan Napoleon Cat (Rizanty, 2023),
bahwa per Februari 2023, dari 106,72 juta pengguna Instagram di Indonesia,
mayoritas penggunanya adalah perempuan, yaitu sebesar 53%.
2) Usia 18-24 Tahun
Berdasarkan usia, dari data Napoleon Cat menunjukkan bahwa pengguna
Instagram didominasi oleh kelompok usia 18-24 Tahun, yaitu sebesar 37,8%.
Kelompok usia terbanyak selanjutnya adalah usia 25-34 tahun yaitu sebesar
29,7%, disusul oleh kelompok usia 13-17 tahun sebesar 12,2% dan usia 35,44
5

tahun sebesar 12,6%, pengguna berusia 45-54 tahun sebesar 4,9%, dan sisanya
berada di kelompok usia 55 tahun ke atas (Rizanty, 2023). Penentuan kriteria
ini juga didukung oleh data dari (datareportal, 2023) Yang menunjukkan
bahwa rentang kelompok usia 18-24 tahun menduduki kelompok usia tertinggi
sebagai pengguna aktif Instagram yaitu sebesar 517,7 juta pengguna atau 32%.
3) Pengguna Beauty Filter
Untuk menilai penggunaan filter bagi calon subjek, digunakan ‘Selfie-
Manipulation scale’ (McLean et al., 2015)
4) Di Semarang
Kriteria ini dipilih untuk memudahkan subjek dalam menjangkau tempat
penelitian yang dilakukan di kota Semarang.
Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode mixed methods, yaitu metode kombinasi
antara pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif yang digunakan secara
bersama-sama dalam suatu penelitian sehingga data yang diperoleh lebih
komperhensif, valid, reliabel, dan objektif (Sugiono, 2012)
Pada pendekatan kuantitatif metode yang digunakan adalah metode
eksperimen dengan desain one-group pretest-posttest design. Pada desain ini, di
awal penelitian dilakukan pengukuran terhadap subjek (pretest) sebelum diberikan
perlakuan atau manipulasi. Setelah diberikan manipulasi, dilakukan pengukuran
kembali kepada subjek (posttest) dengan alat ukur yang sama. Efektivitas dari
pemberian perlakuan atau manipulasi dapat dilihat dari perbedaan antara pretest
dan posttest. (Seniati et al., 2009). Sedangkan pada pendekatan kualitatif, metode
yang digunakan adalah metode observasi dan wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Subjek Pretest Posttest
LD 330 414
AR 327 283
LW 270 265
RS 386 353
SQ 330 316
PA 291 298
W 274 343
ZH 310 399
Tabel 2. Skor pretest dan Posttest
6

Empat subjek mengalami peningkatan skor self love pada pengukuran antara
pretest dan posttest, dan dua subjek mengalami penurunan skor self love pada
pengukuran yang sama.

Chart Title Perubahan Rata-Rata


500 Skor
400
340 333,87
300 335
200 330
100 325
0 320 314,75
LD AR LW RS SQ PA W ZH 315
310
305
Pretest Posttes Pretest Posttest

Grafik 1 Perubahan skor pretets posttest Grafik 2 Perubahan rata-rata skor self love
pretest dan posttest

Grafik diatas menunjukkan perubahan rata-rata skor pretest dan posttest.


Selanjutnya, dilakukan analisis statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed
Rank Tail dengan hasil:
Wilcoxon Signed Ranks Test

Tabel 3. Output Uji Wilcoxon Signed Rank Tail

Tabel 4. Output Statistik Uji Wilcoxon Signed Rank Tail


7

Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh bahwa tidak ada perbedaan tingkat


self-love subjek yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberi intervensi.
Dilihat dari nilai z = -0,700 (z < 1,96).
Dari hasil wawancara dilakukan setelah terlaksananya seluruh rangkaian
intervensi, didapatkan bahwa ketika partisipan melakukan proses intervensi,
partisipan merasa tersentuh dan terharu. Partisipan merasa bahwa dengan intervensi
yang dilakukan dapat merubah mindset negatif menjadi positif. “Yang paling buat
aku ngerasa ‘deg’ dan sadar waktu intervensi tuh ada ketika aku lihat tahi lalat
aku. Aku jadi sadar kalo sebenarnya gapapa punya tahi lalat banyak. Jadi sekarang
aku udah biasa aja dengan tahi lalat itu” (partisipan: SQ) Proses intervensi tak
hanya melibatkan perasaan partisipan. Lebih dari itu, ada beberapa respon tubuh
yang muncul ketika melakukan intervensi. Diantaranya adalah partisipan merasa
deg-degan, merinding, dan gemetar. Partisipan juga sempat merasakan kram perut.
Selain itu, partisipan juga lebih mencondongkan diri ke cermin. Hampir semua
partisipan juga menangis ketika intervensi. Setelah proses intervensi usai, partisipan
merasa lega, dan merasa ada suatu beban yang hilang. Partisipan merasa lebih
bersyukur, dan rasa insecure yang semakin berkurang. “Kayak lebih pede aja sih
mba, dulu tuh waktu lihat cermin selalu bilang ke diri sendiri ‘kok gini ya, kok
kurang gitu ya’ nah tapi setelah intervensi, bilang ke diri sendiri kalau ternyata tuh
ga kalah jauh dari orang-orang, semuanya sama aja, ya jadi lebih pede aja, jarang
mencela diri sendiri” (partisipan: LW). Partisipan tidak lagi membandingkan diri
dengan orang lain, dan lebih berhati-hati dalam berucap baik ke diri sendiri maupun
ke orang lain. Partisipan menyatakan bahwa intervensi sangat berpengaruh pada
peningkatan self love. Dari intervensi ini berhasil membuat partisipan lebih berani
untuk tampil di media sosial tanpa menggunakan beauty filter. “Intervensi ini tuh
efektif banget, mba. Jujur sekarang aku udah jarang pake kamrera yang ada filter
IG nya. Jadi sekarang tuh pake nya kamera biasa” (partisipan: LW). Intervensi ini
sangat mungkin dilakukan secara mandiri, karena dapat menjadi bentuk afirmasi
kepada diri sendiri. Partisipan juga akan melakukan intervensi ini (walaupun di luar
waktu penelitian) karena intervensi ini dapat dijadikan sebagai terapi mandiri ketika
seseorang merasa lelah. “Kalau menurut aku itu penting, adakalanya kita lelah, kita
rapuh, nah itu kita bisa bicara dengan diri sendiri di depan cermin, melakukan
intervensi untuk penyemangat dan evaluasi diri. Jadi menurutku efektif sih mba”
(partisipan: LD) Dari hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil analisis
kualitatif lebih menunjukkan adanya efek dari intervensi yang telah dilakukan
dibandingkan dengan hasil analisis kuantitatif. Partisipan secara pribadi
menyatakan dan menunjukkan adanya peningkatan self love karena intervensi yang
telah dilakukan.
KESIMPULAN
Metode mirror talk sembari mendengarkan lagu “Tutur Batin” dari Yura
Yunita merupakan sebuah intervensi yang dipilih dalam penelitian ini guna
8

meningkatkan self love yang rendah. Peneliti memilih untuk memadukan metode
mirror talk dengan mendengarkan lagu karena melalui lagu atau musik pesan moral
dan sosial akan terasa lebih ringan untuk diterima. Penelitian ini dianalisis
menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif
berdasarkan uji Wilcoxon Signed menunjukkan z = -0,700 (z < 1,96), yang berarti
tidak ada perbedaan tingkat self love subjek yang signifikan antara sebelum dan
sesudah diberi intervensi. Adapun berdasarkan analisis kualitatif melalui
wawancara diperoleh hasil bahwa mirror talk sembari mendengarkan lagu “Tutur
Batin” memberi pengaruh yang positif terhadap diri partisipan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan artikel ilmiah ini. Penulisan
artikel ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi luaran wajib dari PKM kami,
kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, cukup
sulit bagi kami untuk menyelesaikan artikel ilmiah ini. Oleh sebab itu kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Retno Setyaningsih, S.Psi., M.Si selaku
dosen pembimbing PKM kami yang telah membantu proses kami selama
penyusunan artikel ilmiah ini. Tak lupa juga kepada direktorat jenderal
pembelajaran dan kemahasiswaan sebagai pemberi dana hibah yang sangat
membantu proses penelitian kami serta kepada lembaga pengembangan
kemahasiswaan dan alumni universitas islam sultan agung yang telah memberikan
dukungan baik materi dan non materi.Kami menyadari bahwa dalam penulisan
artikel ilmiah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu diharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk dapat menyempurnakan artikel ilmiah ini. Akhir kata, kami
mengucapkan terima kasih dan semoga artikel ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
Aprilita, D. & Listyani, R. H., 2016. Representasi Kecantikan Perempuan dalam
Media Sosial Instagram (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Akun
@mostbeautyindo, @Bidadarisurga, & @papuan_girl). Paradigma, Volume
4.
Bakker, J. M. C., 2022. How beauty filters affect the internalization of beauty ideals.
Utrecht University.
Eshiet, J., 2020. "Real Me Versus Social Media Me:" Filters, Snapchat,
Dysmorphia, and Beauty Persceptions Among Young Women. Electronic
Theses, Projects, and Dissertations..
Farlens, L. et al., 2021. The relationship between Instagram use and indicators of
mental health: A systematic review. Computers in Human Behavior
Reports.
Gilbert, P., 2010. Compassion Focused Therapy : Distinctive Features. New York:
Routledge/Taylor & Francis Group.
9

Grimonia, E., 2014. Dunia Musik : Sains-Musik Untuk Kebaikan Hidup. Bandung:
Fiksi Indonesia Nuansa cendekia.
Marlita, S., Rahmayanti, D. R. & Rambe, W. P., 2022. representasi Pesan Self Love
Dalam Lirik Lagu "Tutur Batin" Karya Yura Yunita. MASSIVE: Jurnal
Ilmu Komunikasi, Volume 2 No. 2, pp. 43-54.
McLean, S. A., Paxton, S. J., Wertheim, E. H., & Masters, J. (2015). Photoshopping
the selfie: Self photo editing and photo investment are associated with body
dissatisfaction in adolescent girls. International Journal of Eating Disorders,
48, 1132-1140. https://doi.org/10.1002/eat.22449
Rachmatunnisa, 2021. Studi : Filter Instagram Bikin Syok Lihat Muka Asli Kita.
detikinet. Rani , E. N. et al., 2022. Pentingnya Self Love Serta Cara
Menerapkannya Dalam Diri. SCEDU : Science and Education Journal ,
Volume 1 (2).
Rasyid , M., Saputri, S. A., Larasati, L. D. & Tanjung, A. A. R. R., 2018. Mirror
Talk Sebagai Upaya Meningkatkan Self-Compasssion. Psikostudia : Jurnal
Psikologi, Volume 7 (1), pp. 22-1.
Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. (2009). Psikologi Eksperimen. PT Indeks.
Wibisono, D., 2020. Pengaruh Penggunaan Instagram Terhadap Eksistensi Diri
Remaja (Studi Pada Mahasiswa di Lingkungan Fisip UNILA). Sosiologi :
Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Sosial dan Budaya, Volume 22 No. 2.
Youn, A., 2019. What Is the Ideal Instagram Filter?. Aesthetic Surgery Journal
Open Forum.

Anda mungkin juga menyukai