Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring berjalanya waktu dan modernisasi fenomena budaya dan


kebiasaan juga ikut berkembang, fenomena budaya yang sangat popular di
seluruh dunia saat ini adalah selfie, Selfie menjadi budaya yang sangat
popular di dunia karena mudah untuk dilakukan Kepopuleran selfie dapat
dilihat beberapa tahun terakhir. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi
peningkatan drastis penggunaan selfie dan postingan terkait selfie (Jiyoung
Chae, 2017).Di Instagram sendiri misalnya, platform media sosial berbasis
gambar ini sudah ada lebih dari 288 juta foto dengan tagar #me dan 255 juta
foto dengan #selfie pada tahun 2016 (Websta, 2016). Maraknya fenomena
tentang selfie ini mendorong banyak peneliti untuk melakukan riset empiris
terkait perilaku selfie.

Selfie mengacu pada representasi diri yang diambil individu


menggunakan smartphone atau webcam (Oxford Dictionaries, 2013). Tidak
seperti potret diri sendiri pada umumnya, kebanyakan orang memotret selfie
untuk membaginya di sosial media (Tifentale & Manovich, 2015). Maka,
perilaku memposting selfie merupakan cara untuk membentuk gambaran
diri yang ditunjukkan pada masyarakat luas. Untuk mengatur kesan
seseorang terhadap orang lain, banyak yang memilih untuk mengedit foto
selfie mereka. Jadi, selfie adalah cara efektif untuk membangun citra diri
yang ideal (Halpern, Katz, & Carril, 2017), dan selfie-editing merupakan
salah satu cara untuk melakukan representasi diri secara selektif (Chua dan
Chang, 2016).

Sebuah survei di Amerika Serikat di antara 1.710 orang dewasa


menunjukkan bahwa 50% responden sudah pernah mengedit selfie mereka
di sosial media (The Renfrew Center, 2014). Sedangkan di Indonesia
peneliti belum menemukan data serupa. Penelitian tentang selfie editing di
Indonesia sendiri salah satunya dilakukan oleh Renaningtyas dan

1
Christianna (2015), dengan melakukan wawancara dan eksperimen terhadap
10 wanita dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya dalam hasil riset mereka
dikatakan bahwa responden secara sadar dan sukarela melakukan
pengambilan foto diri setelah itu meningkatkan efek dengan aplikasi 360
sebelum menggunggahnya ke media sosial.

Sejalan dengan penelitian yang ada mengenai kegiatan selfie yang


membahas mengenai faktor yang dapat menentukan individu melakukan
selfie, penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa individu yang
memiliki tingkat narsisme yang tinggi akan lebih cenderung memposting
foto selfie (Kim, dkk., 2016 dan Weiser, 2015). Selain itu, dalam
penerapannya individu yang memiliki tingkat narsisme akan mempengaruhi
proses pengambilan selfie. Jadi, individu yang memiliki tingkat narsisme
tinggi akan mempengaruhi proses pengambil Selfie (Halpern, dkk., 2016).
Orang narsis dan individu yang lebih sering melakukan obyektifikasi diri,
akan mengedit foto diri mereka sendiri untuk memposting ke Sosial media
(Fox dan Rooney, 2015). Tindakan seperti itu lazim disebut sebagai selfie
editing behavior. Selfie editing behaviordapat meningkatkan self esteem
bagi para narsistik dan karenanya mereka akan cenderung melakukannya
(Wang,2019).

Penelitian lain menjelaskan bahwa selfi editing behavior juga


dipengaruhi oleh tipe kepribdian ekstrovert karena memiliki motivasi yang
kuat untuk berinteraksi dengan orang lain, dan membangun image yang
positif di foto sosial media dan dapat membantu meningkatkan daya tarik di
sosial mereka, oleh karena itu ekstraversi secara positif berhubungan dengan
frekuensi pengeditan selfie di sosial media dan hasilnya orang ekstrovert
menghasilkan lebih banyak waktu dalam mengedit selfie (Di Wang, 2019).

Pada penelitian yang di lakukan Di Wang (2019) dilakukan


terhadap 722 orang mahasiswa Universitas di Cina dengan rentang usia
antara 18-35 tahun, dan menemukan bahwa selfi editing berhubungan
dengan social comparison orientation (SCO).

2
Penelitian lainnya menurut Jiyoung Chae (2017) Study ini di
lakukan melalui survei online longitudinal yang melibatkan wanita Korea
selatan yang berumur 20 sampai 39 tahun, yang dibagi menjadi dua
gelombang, pada gelombang pertama terdapat sebanyak 1064 jumlah
responden sementara pada gelombang kedua sebanyak 782 responden, hasil
penelitian menunjukan bahwa melakukan selfi memiliki tingkat kesadaran
diri yang tinggi dan banyak penggunaan di media sosial.

Pada gelombang pertama, responden di kaitkan dengan teman-


temanya atau lingkungan sosial sementara pada gelombang kedua dikaitkan
dengan seleberiti. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa orang-orang
yang melakukan pengeditan selfie bukan karena ketidakpuasan pada
penampilan tapi ingin terlihat lebih baik dari orang lain atau setidaknya
ingin terlihat seperti orang lain berdasarkan perbandingan sosial (Chae,
2017).

Di indonesia misalnya belum ada studi empiris tentang kaitan dua


variabel tersebut, padahal ada beberapa aspek budaya yang sama antara
China, Korea dan Indonesia. Persamaan ini dapat dilihat dengan intensitas
pengguna internet dan media sosial. Di indonesia sendiri pengguna internet
sebanyak 63 juta orang dengan 95% penggunanya menggunakan akses
internet untuk menggunakan media sosial (kominfo.go.id). Pengguna
internet di China menyentuh angka 940 juta orang. Menurut laporan
perkembangan internet di China yang dirilis pada Selasa, 29 September
2020 (tekno.tempo.co). Pada tahun 2017 saja pengguna internet di Korea
sudah menduduki peringkat pertama di Dunia, pengguna ponsel pintar
disana mencapai 94% (cnbcindonesia.com).

Penggunaan internet yang tinggi memungkinkan masyarakat yang


memiliki akses untuk menggunakan media sosial dalam kegiatan mereka.
Kegiatan menggunakan media sosial memberikan penggunanya untuk
membagikan momen atau kegiatan yang dilakukan dalam bentuk foto, yaitu
selfie. Setelah itu penggunanya mendapatkan dampak terhadap proses
evaluasi diri yang berujung pada perbandingan sosial. Paparan yang terjadi

3
menyebabkan efek kepada individu dengan melakukan pengeditan pada
selfie mereka (Chae, 2017).

Social comparison sendiri merupakan orientasi atau keinginan untuk


membandingkan diri sendiri dengan orang lain untuk mengevaluasi
kemampuan dan pendapat mereka sendiri. Perbandingan sosial dapat
dibedakan menjadi dua bagian utama. Perbandingan ke atas atau disebut
dengan upward dan perbandingan kebawah atau biasa disebut dengan
downward.

Pengeditan selfie memerlukan perbandingan sosial karena


didasarkan pada evaluasi penampilan diri. Pengeditan selfie mungkin karena
ketidakpuasan tentang penampilan seseorang dalam selfie atau karena
keinginan untuk terlihat lebih baik dari lainnya; salah satunya adalah hasil
evaluasi diri, Maka pasti ada karakteristik individu yang mendorong
perilaku perbandingan sosial.

Maka dari itu dalam penelitian akan membahasa hubungan selfie


editing terhadap social comparison orientation di sosial media terhadap
dewasa awal yang menggunakan sosial media di Indonesia. Penelitian ini
berfokus pada individu dengan tingkatan dewasa awal. Dewasa awal dipilih
karena pada tingkatan perkembangan ini individu sedang mencoba dan
mencarijati diri mereka. Selain itu, berdasarkan penelitian yang ada dapat
diketahui jikapada tingkatan dewasa awal menjadi salah satu populasi yang
sering melakukan pengeditan selfie pada foto yang mereka lakukan. Jadi,
responden dalam penelitian berfokus pada tingkatan dewasa awal (Renfrew
Center Foundation, 2014).

Secara konstruk kedua varibel ini dinilai memiliki keterhubungan.


Selfie editing memerlukan perbandingan sosial karena didasarkan pada
proses penilaian evaluasi diri mengenai penampilan. Perilaku selfie editing
mungkin disebabkan oleh rasa tidak puas tentang penampilan individu saat
melihat hasil selfie atau karena hasrat untuk terlihat lebih baik daripada
orang lain. Saat individu melakukan proses evaluasi terhadap dirinya, ketika
melihat hasil selfie akan mendorong perilaku perbandingan sosial.

4
Singkatnya, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perbandingan
sosial dengan selfie editing pada individu terutama pada dewasa awal yang
menggunakan sosial media.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan penelitian dari penelitian ini


adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh social comparison terhadap prilaku selfie


editing pada dewasa awal yang mempunyai media sosial?
2. Seberapa besar pengaruh social comparison terhadap prilaku selfie
editing pada dewasa awal yang mempunyai media sosial?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini


adalah:

1. Untuk mengidentifikasi pengaruh social comparison terhadap prilaku


selfie editing pada dewasa awal yang mempunyai media sosial.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh social comparison terhadap
prilaku selfie editing pada dewasa awal yang mempunyai media sosial.

5
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Social Comparison

2.1.1 Definisi Social Comparison

Definisi mengenai perbandingan sosial yang kerap digunakan adalah


definisi yang dikemukakan oleh Jones (2001). Menurut Jones (2001)
perbandingan sosial adalah pemberian nilai menggunakan proses kognitif
seseorang mengenai bagian tertentu dalam hidup yang dimilikinya dan
dibandingkan dengan bagian orang lain. Wood (1996) menjelaskan
mengenai perbandingan sosial adalah sebuah proses berfikir tentang
informasi yang ada pada orang lain, berhubungan dengan diri sendiri
melalui berbagai proses seperti memperoleh informasi sosial, memikirkan
informasi dan bereaksi terhadap perbandingan.

Social comparison atau biasa disebut dengan perbandingan sosial


adalah sebuah proses saat individu memahami diri sendiri dengan adanya
proses evaluasi diri sendiri, meliputi sikap, kemampuan, keyakinan yang
dibandingkan dengan individu lain. Teori mengenai perbandingan sosial
pertama dikemukakan oleh 1954 oleh psikolog Leon Festinger. Menurutnya
individu yang memiliki keterlibatan dalam proses perbandingan sosial
sebuah wadah untuk menciptakan sebuah acuan dimana individu tersebut
dapat membuat evaluasi yang kurang tepat dari dirinya sendiri (Taylor,
dkk., 1984)

Penjelasan lain mengenai perbandingan sosial juga di jelaskan oleh


Tylka dan Sabik (2010). Menurut mereka perbandingan sosial adalah
individu yang melakukan proses membandingkan dirinya dengan orang lain
yang bertujuan untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat mengenai dirinya
dalam masyarakat (Tylka & Sabik, 2010). Gibbons dan Buunk (1999)
menjelaskan bahwa tujuan utama aktivitas perbandingan sosial yang
dilakukan bertujuan untuk mednapatkan informasi mengenai diri sendiri.

6
Penelitian empiris telah menemukan bahwa perbandingan sosial adalah
wadah yang digunakan individu guna mengeksplorasi, mengkonfirmasi
bahkan menolak bagian yang ada pada diri individu sendiri (Eyal, dkk.,
2013).

Perbandingan ini terjadi dengan cara individu membandingkan


dirinya sendiri dengan individu lain yang sama maupun individu yang beda
dengan mereka (Eyal, dkk., 2013). Berdasarkan pemaparan teori diatas,
dapat disimpulkan bahwa perbandingna sosial adalah proses yang
diciptakan individu untuk mewadahi aktivitas perbandingan dirinya dengan
orang lain melalui proses evaluasi diri. Perbandingan ini dapat terjadi pada
aspek individu, meliputi status sosial, ekonomi dan kecantikan.

2.1.2 Jenis Social Comparison

Penelitian yang dilakukan oleh Festinger (1954) menjelaskan bahwa


individu secara konstan ingin terlihat lebih baik daripada orang lain karena
hal itu yang membuat individu dapat beradaptasi dengan kehidupannya.
Fenomena ini yang membuat individu mulai melakukan perbandingan,
terutama perbandingan ke atas (upward comparison). Banyaknya studi
empiris yang membahas mengenai perbadingan sosial ini sebagai cara
meningkatkan diri, memperkenalkan konsep perbandingan bawah dan atas
(downward & upward) serta memperluas dorongan perbandingan sosial
(Van D Ven, 2012).

Menurut Wheeler indikor penentu individu melakukan perbandingan


sosial adalah proses evaluasi diri. Individu memiliki harapan mengenai
meningkatnya kualitas diri dengan cara membandingkan dirinya dengan
orang lain. Selama kegiatan membandingkan ini individu akan berhadapan
dengan dua jenis perbadingan, yaitu perbandingan ke atas dan ke bawah
(downward & upward comparison). Individu melakukan perbandingan ke
atas saat individu memiliki motivasi untuk mendapatkan respon positif
setelah melakukan proses perbandingan. Sedangkan, individu dikatakan
melakukan perbandingan ke bawah saat dalam kondisi yang senang,
sehingga mendapatkan hasil yang sama (Van D Ven 2012).

7
Selanjutnya motivasi individu melakukan perbadingan adalah bukan
hanya untuk evaluasi diri, perbadingan terjadi juga karena untuk
meningkatkan kemampuan diri. Individu membandingkan dirinya ke atas
saat mencari inspirasi dan mencari informasi agar dirinya terus berkembang.
Individu melakukan perbandingan ke bawah ketika dirinya hendak
menghadapi kecemasan dan meningkatkan kesejahteraan pada dirinya.
Singkatnya, perbandingan sosial baik ke atas maupun ke bawah yang
dilakukan seseorang memiliki motif untuk dapat meningkatkan diri menjadi
individu yang lebih baik.

Secara teori perbandingan sosial ke atas memiliki konotasi yang


positif. Meskipun perbandingan sosial ke atas dapat bermanfaat ketika
seseorang mencari inspirasi kepada orang lain dan menjadikan orang lain
sebagai target perbandingan (Lockwood, dkk., 1997). Kejadian ini tidak
selalu demikian karena, lebih sering menyebabkan individu merasa tidak
berdaya, memiliki evaluasi diri yang rendah dan mengalami pengaruh
negatif (Marsh, dkk., 1984; Morse, dkk., 1970; Pyszczynski, dkk., 1985). Di
sisi lain, perbadingan sosial ke bawah terkadang dapat membuat individu
merasa negatif karena mengungkapkan hal-hal buruk bisa terjadi
(Aspinwall, 2002), tetapi lebih sering memiliki orientasi pada perbaikan diri
yang mempengaruhi evaluasi diri.

a. Upward comparison atau biasanya disebut perbandingan keatas. Jenis


perbandingan yang pertama ini menjadi salah satu bagian yang membantu
terjadi proses perbandingan sosial. Proses perbandingna sosial yang terjadi
pada individu melakukan perbandingan dirinya dengan orang lain, tetapi
fokus pada proses perbandingan ini adalah dampak yang diberikan.
Individu melakukan proses ini karena percaya jika melakukan
perbandingan akan menjadi lebih baik. Akan tetapi dampak yang diberikan
adalah berkonotasi negatif, seperti rendahnya harga diri (Myres, dkk.,
2009).

8
b. Berbeda dengan perbandingan keatas, perbandingna kebawah atau disebut
Downward Comparison adalah perbandingan kebawah. Jenis
perbandingan ini terjadi saat individu membandingan dirinya dengan
orang lain yang lebih buruk darinya. Berbandingan terbalik dengan
perbandingan keatas, jenis perbandingan ini memberikan dampak kepad
aindividu lebih positif, karena dapat meningkatkan harga diri (Myres,
dkk., 2009).

2.1.3 Faktor Social Comparison

Perbandingan sosial dapat terjadi karena tiga faktor utama yang


melandasi individu dapat melakukan perbandingan sosial, yaitu evaluasi
diri, perbaikan diri dan peningkatan diri (Eddleston, 2009, Kruglanski, dkk.,
1990 dan Wood, dkk., 1991). Berikut ini penjelasannya:

a. Evaluasi diri
Festinger (1954) mengemukakan bahwa perbandingan diri
dengan orang lain yang serupa penting untuk evaluasi diri yang
akurat. Motif evaluasi diri (self-evaluation) mencerminkan
keinginan individu untuk mendapatkan informasi yang akurat
mengenai pendapat dan kemampuan dirinya, serta memberi tahu
orang lain yang berkaitan dengan dirinya dalam sebuah kelompok
(Brown, dkk., 2007: Eddleston, 2009). Perbandingan sosial
memberikan informasi individu mengenai cara relatifnya dalam
kelompok serta merupakan tolak ukur untuk menilai keterampilan,
kemampuan, dan atribut diri (Helgeson & Mickelson, 1995)
b. Perbaikan diri
Festinger (1954) tidak membahas motif perbaikan diri
sebagai motif yang berbeda atau terpisah dari motif evaluasi diri.
Motif perbaikan diri (self-improvement) mencerminkan keinginan
individu untuk mempelajari kemampuan mereka dan menemukan
perbaikan diri menjadi lebih baik (Buunk, dkk., 2005). Untuk
mendapatkan informasi dan petunjuk mengenai cara memperbaiki
diri, individu melakukan perbandingan sosial ke atas (Corcoran,

9
Crusius, & Messweiler, 2011). Motif perbaikan diri mencerminkan
keinginan individu untuk memperbaiki diri, yang juga termotivasi
dan mengajarkan individu untuk meningkatkan kinerjanya
(Eddleston, 2009).
c. Peningkatan diri.
Terkadang individu yang melakukan perbandingan sosial
tidak mencari umpan balik yang akurat tentang diri mereka sendiri,
namun untuk menciptakan dan mempertahankan citra diri yang
positif. Motif peningkatan diri (self-enhancement) bertujuan untuk
melindungi atau meningkatkan citra diri individu (Eddleston, 2009).
Motif peningkatan mencerminkan keinginan individu untuk
memenuhi kebutuhan sosioemosional seperti harga diri dan
persetujuan orang lain melalui perbandingan sosial (Suls & Wheeler,
2000).

2.1.4 Dampak Social Comparison

Penelitian yang dilakukan oleh Hakmiller (1996) menemukan bahwa


dengan melakukan perbandingan sosial individu dapat melakukan upaya
peningkatan diri terutama ketika mereka berada dalam kondisi terancam.
Individu juga dapat melakukan upaya untuk mengevaluasi (Festinger, 1954)
ataupun memperbaiki diri mereka dengan melakukan perbandingan sosial
(Wood, 1989).

Apple, dkk., (2015) menemukan bahwa individu yang memiliki


standar perbandingan sosial yang tinggi merupakan individu yang merasa
inferior atau rendah diri. Mereka cenderung akan mengalami perasaan
cemburu yang tinggi terhadap orang lain. Kecemburuan yang tinggi tersebut
berkorelasi atau berhubungan secara positif dengan kemungkinan individu
akan mengalami depresi (Apple et al, 2015). Crusius dan Mussweiler (2012)
menemukan hal yang serupa, bahwa ketika individu melakukan
perbandingan sosial keatas, mereka memiliki kecenderungan untuk
berperilaku impulsif dan merasakan kecemburuan. Selain itu, perbandingan

10
sosial yang dilakukan individu juga dapat meningkatkan kesejahteraan diri
individu (Diener & Fujita, 1997).

2.2 Selfie Editing

2.2.1 Definisi Selfie Editing

Selfie Editing atau biasa disebut pengeditan selfie adalah kegiatan


yang dilakukan individu setelah melakukan selfie dan sebelum mengupload
selfie tersebut ke sosial media pilihan. Mengedit selfie adalah kegiatan yang
berofkus pada proses editing secara digital yang dilakukan pada selfie
menggunakan komputer, program atau aplikasi smartphone. Mengedit selfie
termasuk kegiatan menggunakan filter, memperbesar mata, menghilangkan
noda atau meniruskan wajah (Chae, 2017).

Mengedit selfie adalah kegiatan yang ideal dilakukan individu


pengguna media sosial dengan tujuan evaluasi diri. Kegiatan ini meliputi
memilih pose, foto yang cocok dan pengeditan foto selfie (Chae, dkk., 2017;
Fox, dkk., 2016; Haferkamp, dkk., 2011). Berdasarkan penjelasan diatas
dapat diketahui bahwa mengedit selfie adalah kegiatan yang dilakukan
individu untuk berkomunikasi mengenai citra diri yang ingin ditampilkan
berdasarkan dari hasil perbandingan dirinya dengan orang lain.

2.2.2 Faktor Selfie Editing

Penelitian yang dilakukan oleh Fox dan Rooney (2015) menjelaskan


beberapa faktor yang dapat mempengaruhi individu melakukan pengeditan
selfie. Berdasarkan studi empiris yang dilakukan diketahui bahwa narsisme
dan selfobjectification yang menjadi prediktor individu melakukan
mengeditan selfie.

Teori yang dirumuskan oleh Fredrickson (1997) mengenai


objektifikasi menjelaskan bahwa pertemuan sehari-hari perempuan dengan
obyek seksual (paparan media sosial, penggambaran bentuk tubuh)
menciptakan pandangan yang terinternalisasi pada invidu mengenai tubuh
dan diri mereka sendiri untuk di evaluasi.

11
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh McLean (2015)
pengeditan ini terjadi karena adanya rasa khawatir tentang kualitas foto
yang dihasilan, ditambah pandangan tentang foto yang dihasilkan akan
menggambarkan invidu tersebut. Jadi, individu melakukan pengeditan foto
mencakup elemen yang ada dalam foto menggunakan program pengeditan
yang disediakan.

2.2.3 Dampak Selfie Editing

Pengeditan foto juga kerap berhubungan gengan gangguan makan


dan citra tubuh (Shafran, dkk., 2004). Karena individu yang melakukan
pengeditan foto memiliki indikasi ketidapuasan tubuh yang lebih besar, hal
ini terjadi karena tertanamnya standar penampilan yang berasal dari evaluasi
diri (de Vries,dkk., 2014). Selfie berhubungan dengan presentasi diri secara
online dan manajemen kesan (Chae, 2017) karena itu individu cenderung
mengupload foto mereka yang terbaik untuk mendapatkan perhatian
(Manago, dkk., 2008 dan Tiggemann, dkk., 2019).

Pengeditan selfie ditemukan juga memiliki korelasi dengan respon


perasaan yang tidak jujur, berhubungan dengan gejala depresi (Lamp,
2019). Hasil dengan konotasi negatif juga ditemukan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Tiggemann (2019) menemukan bahwa pengeditan selfie
menyebabkan mood yang negatif dan ketikpuasan, selain itu selfie editing
ditemukan juga berkolerasi dengan citra tubuh yang negatif. Kegiatan ini
juga mengacu pada dorongan yang bersifat maladaptif untuk tampil
sempurna bagi orang lain, termasuk menyembunyikan perasaan yang tidak
sempurna (Hewitt, dkk., 2003) dan berhubungan dengan gangguan makan
dan ketidakpuasan terhadap tubuh (McGee, dkk., 2005). Sesuai dengan
penjelasan yang ada diatas penelitian ini melihat perilaku selfie dalam
konsteks selfie editing.

12
2.4 Elaborasi

Pengeditan selfie dan perbandingan sosial dinilai dapat berhubungan


karena didasarkan pada proses evaluasi diri mengenai penampilan (Chae,
2017). Pengeditan selfie terjadi, dengan hipotesa awal bahwa ketidakpuasan
tentang penampilan individu dalam selfie atau karena adanya hasrat untuk
terlihat lebih baik dari yang lainnya. Kegitan tersebut terjadi berasarkan
hasil evaluasi yang dilakukan individu tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang ada dapat diketahui jika individu


melakukan pengeditan pada selfie mereka bukan karena tidak puas dengan
penampilan mereka. Melainkan karena individu ingin merasa tampil lebih
baik. Keinginan tampil lebih baik daripada individu lain atau setidaknya
terlihat seperti orang lain dipengaruhi karena perbandingan sosial (Chae,
2017).

Artinya, individu yang memiliki wajah tampan dan cantik masih


melakukan pengeditan dalam hasil selfie mereka. Individu tersebut
melakukan kegiatan mengedit selfie mereka sebelum di posting untuk
terlihat sempurna. Selain itu, individu yang memiliki intensitas selfie lebih
tinggi memiliki waktu atau kesempatan lebih banyak untuk mengevaluasi
penampilan mereka sendiri yang akan mengarahkan secara tidak langsung
terhadap perbandingan sosial (Chae, 2017).

Pada umumnnya individu yang terkena dampak ini akan sejalan


dengan dampak paparan media sosial, seperti penggunaan media sosial yang
lebih sering. Individu seperti ini adalah tipe individu yang menginginkan
lebih banyak interaksi sosial jika dibandingan dengan introvert. Tetapi,
mereka tidak memiliki ikatan secara emosional dengan interaksi yang
dilakukannya (Chae, 2017).Perbandingan sosial dapat terjadi bahkan saat
individu mengetahui bahwa perbandingan yang dilakukannya tidak sesuai
(Gilbert, dkk., 1995). Contohnya seperti wanita yang membandingkan
dirinya dengan selebritis.

13
Berdasarkan pemaparan diatas penelitian ini memiliki tujuan untuk
melihat pengaruh perbandingan sosial terhadap perilaku selfie editing yang
terjadi. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengisi kekosongan pada
lietratur yang ada mengenai aktifitas individu setelah selfie dan sebelum
mengupload selfie, yaitu pengeditan selfie dengan perbandingan sosial.

2.5 Hipotesis

Adanya pengaruh antara pengeditan selfie terhadap perbandingan


sosial pada wanita dewasa awal.

14
BAB III

Metode Penelitian

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatandyang digunakanfdalam penelitianfini merupakan


pendekaan kuantitatif,fdalam penelitianfkuantitatif data yangfdiperoleh
berupa angka yang akan dianalisis secara statistik, sehingga hasilnya dapat
terukur dan sistematis. Data dalam penelitian kuantitatif berupa angka-
angka dan analisis yang digunakan merupakan analisis statistik, metodedini
merupakan metodedilmiah karenadmemenuhi kaidah-kaidah ilmiah berupa
objektif,dterukur rasionalddan sistematismdengan tujuanmuntuk
mengujimhipotesis yangmtelahmditetapkan (Sugiyono,i2016).

3.2 Identifikasi Variabel

Jonathan (2006) mendefinisikandvariabel adalah seseuatu yang


berbedadatau bervariasi,fpenekanan pada katafsesuatu diperjelasfdalam
definisifkedua yaitufvariabel merupakan simbolfatau konsepfyang
diasumsikanfsebagai seperangkatlnilai-nilai.

VariabelfBebas (IndependentfVariable) merupakanfvariabel


stimulus atau variabellyang mempengaruhilvariabel lain.lVariabel bebas
(IndependentlVariabel) dalam penelitian ini adalah perbandingan sosial.

VariabeldTerikat (DependentfVariable) variabeldyang


memberikandreaksi atau responfjika dihubungkanfdengan variabelfbebas.
Variabelfterikat merupakan variabelfyang variabelnyafdiamati danfdiukur
untukfmenentukan hubungan atau pengaruhdyang disebabkanmoleh
variabelmbebas. Variabeldterikat (DependentVariable) dalamlpenelitian
iniladalah selfie editing behavior.

15
3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Perbandingan Sosial

Yaitu kegiatan membandingkan yang dilakukan individu untuk


mendapatkan penilaian yang tepat dalam proses evaluasi diri pada aspek
kemampuan, perilaku dan penampilan. Perbandingan sosial terdiri dari dua
dimensi utama, yaitu upwardcomparison dan downward comparison.
Perbandingan sosial dapat diukurmenggunakan skala perbandingan sosial
The Upward and Downward AppearanceComparison Scale (UDACS) yang
dikembangkan oleh O’Brien (2009) terdiri dari18 item pernyataan (10 item
upward comparison dan 8 item downwardcomparison) dinilai dengan likert
5 poin (1 sangat tidak setuju–5 sangat setuju).

3.3.2 Selfie Editing

Menurut McLean (2015) selfie editing adalah perilaku yang


berusaha menampilkan diri dengan mengedit foto dirinya sebelum
memposting. Selfie editing dapat di ukur menggunakan skala yang
dikembangkan oleh Yue (2017) untuk melihat tingkatan individu melakukan
pengeditan pada selfie. Terdiri dari 13 item pernyataan, seperti “saya
menggunakan filter pada selfie saya” dan “sayamengedit kecerahan selfie”
dinilai menggunakan likter 7 poin (1 tidak pernah –7selalu).

3.4 Populasi dan Sampel

Sugiyono (2016) beranggapan bahwa populasi merupakan suatu


subjek atau objek dalam satu wilayah yang mempunyai karakteristik serta
kualitas tertentu yang akan dipelajari dan digeneralisasikan atau ditarik
kesimpulannya. Oleh karena itu, penelitian ini agar sumber datanya sesuai
dengan permasalahan penelitian, subjek populasi yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah dewasa awal 18-35 tahun (Hurlock, 1996).

Pada penelitian ini partisipan terdiri dari individu dengan rentang


usia pada dewasa awal 18- 35 tahun dan responden melaporkan diri
memiliki media sosial dan pernah melakukan pengeditan pada selfie

16
mereka. Responden dalam penelitian ini sebanyak 200 orang yang
dikumpulkan secara (online) dengan menggunakan google form dan
sebelum menjawab kuesioner yang akan diberikan responden diminta untuk
mengisi pernyataan persetujuan untuk mengisi kuesioner penelitian tanpa
paksaan.

Untuk metode pengambilanpsampel menggunakan tekhnik


ProbabilitySampling’didefinisikan sebagai tehknik yang/tidak memberikan
kesempatannatau peluang yangsama bagitsetiap anggotadpopulasi
untukkdipilih menjadi sampel’(Susilana, 2015). Penelitian ini partisipan
dipilih dengan menggunakan metode non probability sampling dengan jenis
teknik sampling Purposive Sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiono, 2016).

Pertimbangan yang dilakukan adalah responden dengan kriteria


dalam penelitian. Adapun kriteria responden pada penelitian ini adalah
responden dengan rentang usia 18-35 tahun, pernah melakukan pengeditan
pada foto atau selfie mereka dan memiliki media sosial. Peneliti
mendapatkan responden awal sebanyak 750 orang dengan proses eliminasi
responden yang tidak sesuai dengan kriteria yang ada menjadi 200
responden.

3.5 Pengumpulan Data

3.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data


berupa kuisioner (angket). Sebelum pengambilan data peneliti sudah
menanyakan kesediaan calon partisipan untuk mengisi kuesioner. Prosedur
dalam penelitian ini peneliti menyebarkan kuesioner secara online pada
media sosial dan memberikan link kuesioner kepada partisipan. Saat
pengambilan data terkumpul peneliti memberikan hadiah sebagai ucapan
terimakasih kepeda partisipan dengan memberikan e-wallet sebanyak 2
orang yang beruntung.

17
3.5.2 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini salah satu jenis instrument yang ada adalah
skala. Sekumpulan item di urutkan sesuai dengan ketentuan penulisan item
dan berfokus pada indikator prilaku disebut, skala (Azwar, 2012). Skala yan
digunakan dalam penelitian adalah skala likert. Untuk mengukur setiap
variabel yang ada, skala setiap variabel sebagai berikut:

a. Perbandingan Sosial

Untuk mengukur perbandingan sosial digunakan skala perbandingan


sosial The Upward and Downward Appearance ComparisonScale
(UDACS) yang dikembangkan oleh O’Brien (2009) terdiri dari 18item
pernyataan (10 item upward comparison dan 8 item downwardcomparison)
dinilai dengan likert 5 poin (1 sangat tidak setuju–5 sangatsetuju).

Peserta menilai pernyataan berjumlah 18 item yang dirasa paling sesuai


dengan kondisi mereka menggunakan skala likert 5 poin dimulai dari poin 1
untuk kondisi paling rendah atau paling tidak sesuai dan poin5 paling tinggi
atau paling sesuai dengan kondisi peserta.

Tabel 3.1
Bentuk Skala Likert Perbandingan Sosial
Item
Sangat

Sangat
Tidak

Setuju
Pertanyaan Setuju 12345

Tabel 3.2

18
Blueprint Skala Perbandingan Sosial
No
Dimensi Item Jumlah Item

1 Upward 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 10

11, 12, 13, 14 ,15, 16, 17,

2 Downward 8
18

b. Selfie Editing

Untuk mengukur tingkatan perilaku pengeditan selfie pada individu


dapat diukur menggunakan skala yang dikembangkan oleh Yue (2017)
untuk melihat tingkatan individu melakukan pengeditan pada selfie. Terdiri
dari 13 item pernyataan, seperti “saya menggunakan filter padaselfie saya”
dan “saya mengedit kecerahan selfie” dinilai menggunakanlikter 7 poin (1
tidak pernah – 7 selalu).

Tabel 3.3
Bentuk Skala Likert Selfie Editing
Item
Sangat

Tidak Selalu
Pertanyaan Setuju 1234567

Tabel 3.4

Blueprint Skala Selfie Editing


N Item Total

19
o Item

Saya mengubah warna selfie saya menjadi hitam dan


1 putih

2 Saya memutar atau memotong selfie saya

3 Saya memanipulasi tingkat kecerahan selfie saya

4 Saya memanipulasi kontras selfie saya

5 Saya memanipulasi eksposur selfie saya

6 Saya menggunakan filter pada selfie saya

7 Saya memperbaiki selfie saya kembali 13

8 Saya mencerahkan warna kulit saya

9 Saya mempercantik kulit saya di selfie saya

10 Saya merampingkan ukuran wajah saya di selfie saya

11 Saya memperbesar ukuran mata saya di selfie saya

12 Saya menghilangkan jerawat di selfie saya

Saya secara otomatis meningkatkan selfie saya hanya


13 dengan mengklik satu tombol

3.6 Teknik Analisa Data

Setelah semua data dikumpulkan dengan metode dan instrumen


penelitian yang dijelaskan diatas. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan
proses analisa data. penelitian ini melakukan proses analisa data
menggunakan analisa kuantitatif. Teknik jenis ini digunakan untuk
menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan suatu penelitian dengan
hipotesis yang sudah ditentukan (Sugiyono, 2016).

Teknik analisa lain yang digunakan adalah teknik uji regresi. Teknik
jenis ini dilakukan untuk melihat apakah adanya pengaruh perbandingan
sosial debagai variabel dependen kepada perilaku pengeditan selfie yang

20
merupakan variabel independen.. Selain itu, untuk membantu proses analisa
data penelitian ini menggunakan bantuan Statistical Packages for Social
Science (SPSS) versi 22.0

BAB IV

HASIL PENELITIAN

21
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian

4.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan waktu dan tempat pelaksanakan


yang sudah di tentukan pada awal penelitian. Tujuan adanya ketentuan
waktu dan tempat penelitian untuk tercapainya tujuan dan manfaat
penelitian. Penelitian ini dilakukan secara online menggunakan platform
digital yang tersedia. Platform digital yang dimaksud adalah google form
digunakan untuk menjadi wadah pengisian kuesioner yang akan dijawab
oleh responden.

Responden dicari secara online melalu media sosial yang marak


digunakan oleh target responden. Penyebaran kuesioner secara online ini
dilakukan melalui, twitter, facebook, instagram, whatsapp dan media digital
lainnya. Pengambilan data dilakukan beberapa kali mulai dari tanggal 20
Juli 2020. Responden yang memenuhi kriteria diminta untuk mengisi
pernyataan yang tersedia dan akan diberikan hadiah atas partisipasi bagi
responden yang beruntung.

4.1.2 Gambaran Umum Responden

Setiap penelitian memiliki kriteria responden yang sesuai dengan


tujuan penelitian tersebut. Penelitian yang dilakukan kali ini terdiri dari 200
responden wanita dan laki-laki. Responden berusia 18-35 tahun sesuai
dengan rentang usia dewasa awal dan rata-rata usia responden 22 tahun.

4.2 Reliabilitas dan Validitas Penelitian

Penelitan yang dilakukan agar data terpercaya maka dilakukan


pengujian, meliputi validitas dan reliabilitas data. Uji reliabilitas dilakukan
untuk menguji apakah alat ukur yang digunakan memiliki kebasahan untuk
digunakan, dapat dilihat dari hasil yang konsisten dalam beberpa
pengukuran. Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas dengan tolak ukur
nilai alpha cornbach (α). Hasil ada yang ada nilai (α) menjadi indikator

22
tingkatan reliabilitas suatu alat ukur. Ketentuan reliabilitas yang baik
ditunjukkan oleh nilai alpha cornbach lebih dari 0.7 (Azwar, 2012).

Setelah alat ukur yang digunakan sudah dapat dipastikan reliabel


untuk digunakan selanjutnya adalah melakukan uji pada item atau
pernyataan didalam kuesioner tersebut. Kegiatan ini dilakuan untuk
memeuhi syarat penelitian dan ketepatan pengukuran yang akan dilakukan.
Menurut Periantalo (2017) standar validitas pada pernyataan kusioner dapat
dikatakan valid apabila berada pada nilai atau skor 0.3.

4.2.1 Reliabilitas dan Validitas Perbandingan Sosial

Tabel 4.1
Reliabilitas Perbanidngan Sosial
Koefisien Alpha (α) .878

Jumlah item Perbandingan Sosial 18

Hasil uji validitas pada tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa


kuesioner perbandingan sosial yang digunakan untuk mengukur
perbandingan sosial yang terjadi pada responen. Hasil diatas menunjukkan
bahwa tingkat validitas kuesioner perbandingan sosial memiliki tingkat
reliabilitas sebesar .878. sehingga dapat disimpulkan bahwa .878 > .7 yang
artinya alat ukut ini reliabel dan dapat digunakan untuk penelitian.

Tabel 4.2
Validitas Perbanidngan Sosial

23
No Item
No Dimensi Tidak Jumlah
Valid
Valid

1 Upward 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, - 10
9, 10

2 Downward 11, 12, 13, - 8


14,15,16,17,18

Sejalan dengan penjelasan Periantalo (2017) yang menjelaskan


bahwa item pernyataan dikategorikan valid jika memiliki skor dengan
standar .3. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas yang dilakukan dapat
dilihat berdasarkan tabel diatas terdapat 18 item (10 item upward dan 8 item
downward). Seluruh item pernyataan dalam alat ukur tersebut valid dan
dapat digunakan dengan rentang validitas item pada alat ukur ini antara .315
- .692 sehingga seluruh item dapat digunakan dalam penelitian.

4.2.2 Reliabilitas dan Validitas Selfie Editing

Tabel 4.3
Reliabilitas Selfie Editing
Koefisien Alpha (α) .866

Jumlah item Selfie Editing 13

Pada tabel ini dapat diketahui jika skala perilaku pengeditan selfie
yang digunakan untuk mengukur intensitas pengeditan dalam melakukan
selfie berada pada nilai reliabilitas .866. Hasil uji reliabilitas pada tabel 4.3
menjelaskan bahwa nilai (α) .866 > .7 sehingga kuesioner yang
menggunakan alat ukur perilaku pengeditan selfie reliabel dan dapat
digunakan untuk penelitian.

Tabel 4.4

24
Validitas Selfie Editing
No Item
No Dimensi Tidak Jumlah
Valid
Valid

1 Selfie Edting 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 2 13
9, 10, 11, 13

Total 12 1

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku pengeditan


selfie yang sudah di adaptasi kedalam bahasa Indonesia ini memiliki tingkat
validitas yang baik pada setiap itemnya. Validitas akhir yang ada setelah
proses eliminasi item dengan nilai validitas pada 12 item pernyataan dengan
rentang nilai validitas sebesar .313 - .751 yang menandakan item tersebut
> .3 sehingga item valid dan dapat digunakan dalam penelitian.

4.3 Hasil Analisa Data

4.3.1 Uji Linearitas

Tabel 4.5

ANOVA Table

25
ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1512.384 1 1512.384 28.559 0.000b

Residual 10485.436 198 52.957

Total 11997.820 199

a. Dependent Variable: SE

b. Predictors: (Constant), SCO

Dari tabel uji ANOVA yang sudah dilakukan dapat dilihat hasilnya
pada tabel 4.5 diatas diketahui beberapa hal. Nilai signifikansi yang ada
pada tabel diatas menunjukkan = 0.000 >0.05 yang artinya signifkansi
kurang dari 0.05 sehingga dapat diketahui bahwa adanya linear yang
signifikan antara perbandingan sosial dengan perilaku pengeditan selfie.

4.3.2 Uji Hipotesis

4.3.2.1 Regresi

Analisi yang dilakukan selanjutnya adalah regresi linear. Pengujian


ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independent yaitu
perbandingan sosial dengan variabel dependen yaitu perilaku pengeditan
selfie. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui arah hubungan antar
variabel yang ada.

Tabel 4.6
Korelasi

Correlations

SE SCO

Pearson Correlation SE 1.000 0.355

SCO 0.355 1.000


26
Sig. (1-tailed) SE . 0.000

SCO 0.000 .
Hasil analisis yang dilakukan untuk menguji sebanyak 200
responden memiliki korelasi atau hubungan sebesar 0.355. Dari hasil
korelasi tersebut dapat diketahui bahwa variabel independen (perbandingan
sosial) memiliki hubungan antara variabel dependen (perilaku pengeditan
selfie). Hubungan ini terjalin pada nilai 0.355 dengan taraf signifikansi
0.000 >0.05 yang artinya keterhubungan ini positif signifikan. Singkatnya,
perkembangan sosial berhubungan positif signifikan terhadap perilaku
pengeditan selfie.

Selain keterhubungan variabel independen dilihat secara keseluruhan


variabel perbandingan sosial, penelitian ini juga menguji hubungan antara
perbandingan sosial dengan perilaku pengeditan selfie jika dilihat
keterhubungannya berdasarkan aspek pendukung variabel atau
dimensi.Berdasarkan tabel 4.7 dibawah dapat diketahui beberapa hal.
Pertama hasil dimensi satu perbandingan sosial, yaitu upward comparison
menunjukkan nilai korelasi sebesar 0.367 dengan taraf signifikansi sebesar
0.000 yang artinya P<0.05 menandakan hubungan antara perbandingan
sosial ke atas (upward copnarison) terhadap perilaku pengeditan selfie
terjalin positif signifikan.

Selanjutnya hubungan serupa juga terjalin pada dimensi


perbandingan sosial lainnya. Dimensi kedua, yaitu downward comparison
menunjukkan bahwa hubungan antara perbandingan sosial kebawah juga
memiliki hubungan terhadap perilaku pengeditan selfie sebesar 0.339
dengan taraf signifikansi sebesar 0.001 yang artinya P<0.05 menandakan
hubungan antara perbandingan sosial ke bawah (downward comparison)
terhadap perilaku pengeditan selfie terjalin positif signifikan. Hasil ini
menunjukkan bahwa jika perbandingan sosial yang dilakukan individu baik

27
secara upward maupun downward akan memberikan dampak yang sama
terhadap selfie editing.

Tabel 4.7
Korelasi Perdimensi
DV

UPWARD Pearson Correlation 0.367**

Sig. (2-tailed) 0.000

DOWNWARD Pearson Correlation 0.339**

Sig. (2-tailed) 0.001

Tabel 4.8
Model Summary
Mode R R Square Adjusted R Std. Error of
l Square the Estimate

1 0.355a 0.126 0.117 7.31417

a. Predictors: (Constant), IV
Koefisien yang ada dapat dilihat melalui tabel yang disimbolkan
oleh nilai R. Hasil yang sudah dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.8
diatas menunjukkan nilai korelasi sebesar 0.355. Hasil dengan nilai
ini dapat menjelaskan bahwa hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen berada pada kategori yang baik. Selain itu
juga didapatkan nilai R Square atau kontribusi besaran yang
mempengaruhi antara interaksi variabel independen dengan variabel
dependen. Nilai R Square yang diperoleh adalah 12.6% nilai ini
menjelaskan jika perbandingan sosial memiliki pengaruh kontribusi
sebesar 12.6% terhadap variabel dependen yaitu perilaku pengeditan
selfie.

Tabel 4.9
Coefficientsa

28
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model T Sig.
B Std. Beta
Error

1 21.399 6.874 3.113 0.002


(Constant)

IV 0.490 0.092 .355 5.344 .000

b. Dependent Variabel: DV
Pengujian koefisien regresi yang sudah dilakukan dapat
dilihat hasilnya pada tabel 4.9 diatas. Tabel tersebut menjelaskan
koefisien konstanta sebesar 21.399 koefisien variabel independen
sebesar 0.490. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa
nilai konstannya sebesar 21.399 nilai ini menunjukkan bahwa pada
saat perbandingan sosial 0 maka perilaku pengeditan selfie memiliki
nilai 21.399.
Adanya nilai positif (0.490) yang berada pada nilai variabel
independen yaitu perbandingan sosial menjelaskan bahwa arah
hubungan antara variabel independen (perbandingan sosial) terhadap
variabel dependen yaitu perialku pengeditan selfie adalah hubungan
searah. Singkatnya setiap kenaikan nilai satuan dari variabel
independen (perbandingan sosial) maka akan membuat kenaikan
perilaku pengeditan selfie sebesar 0.490.
Selain itu, dari hasil diatas dapat menjawab hipotesis yang
ada dalam penelitian. Hipotesis yang sudah ada sebelumnya
merumuskan bahwa ada atau tidaknya pengaruh yang diberikan oleh
variabel independen (perbandingan sosial) terhadap variabel
dependen, yaitu perilaku pengeditan selfie. Hasil analisis
menjelaskan bahwa adanya pengaruh antara perbandingan sosial
dengan perilaku pengeditan selfie yang menandakan bahwa hipotesa
diterima.

29
BAB V

PENUTUP

5.1 Diskusi

Penelitian ini hadir untuk mejawab kekosongan yang ada dalam beberapa

studi empiris. Terutama penelitian mengenai perilaku selfie, mulai dari

pengambilan selfie, mengedit selfie sampai mengupload selfie. Penelitian ini hadir

untuk menjawab pertanyaan yang ada jika dilihat bedasarkan teori perbandingan

sosial. Penelitian ini berusaha menjawab kekosongan yang ada dengan

menghadirkan hipotesis guna membantu jalan dan fokusnya penelitian.

Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan didapatkan hasil bahwa

variabel independen perbandingan sosial berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen perilaku pengedita selfie. Pengaruh ini dapat dilihat berdasarkan hasil

analisa diatas sebesar .355 dengan kontribusi dari variabel independen sebesar

12.6% maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak dan (Ha)

diterima. Selain itu jika dlihat dari kontribusi yang diberikan perbandingan sosial

terhadap perilaku pengeditan selfie berpengaruh positif, artinya semakin tinggi

individu melakukan perbandingan secara sosial dalam proses evaluasi diri

menggunakan sosial media terutama kegiatan yang berhubungan dengan selfie

maka akan semakin tinggi juga perilaku pengeditan selfie yang dilakukan oleh

individu tersebut.

Penemuan dalam penelitian ini membantu memperkuat penelitian yang

sudah ada sebelumnnya mengenai perilaku pengedita selfie. Hasilnya individu

pada dasarnya melakukan pengeditan pada selfie bukan karena tidak puas dengan

30
penampilan yang ada, tetapi karena ingin merasa lebih baik daripada yang lain

berdasarkan perbandingan sosial yang ada. Perilaku pengeditan selfie dilakukan

dilakukan hampir seluruh individu bahkan individu yang tampan atau cantik

sekalipun melakukan pengeditan foto sefie (Chae, 2017).

Pengeditan dilakukan agar foto yang akan di posting nanti menjadi foto

selfie yang sempurna. Hal ini dapat diperkuat dengan individu yang lebih sering

melakukan selfie karena merasa tersaingi pada proses evaluasi diri yang dilakukan

secara sosial dengan cara membandingkan. Individu yang melakukan pengeditan

selfie juga memiliki indikasi pengguna media sosial yang berlebihan. Secara

teoritis memang kegiatan ini memiliki hubungan antara extravert dan narsis

sehingga wajar jika kegiatan tersebut dapat terjadi karena memang bagian dari

kepribadian individu.

Berdasarkan hasil analisa diatas juga dapat dilihat bahwa individu yang

melakukan pengeditan terhadap selfie mereka dapat diartikan individu yang

memiliki kecenderungan terhadap tingginya perbadingan sosial. Individu dengan

indikasi seperti ini lebih banyak berinteraksi secara sosial dibandingan introvert

tetapi perbedaannya terletak pada interaksi emosional. Sehingga jelas

berhubungan jika individu melakukan pengeditan selfie karena ingin

mempertahakan konsep positif tentang diri sendiri.

5.2 Kesimpulan

Penelitian ini hadir untuk membantu mengisi ruang kosong yang ada pada

literatur ilmiah yang ada. Terutama perilaku yang membahas mengenai selfie

dengan proses evaluasi diri, yaitu perbandingan sosial. Banyaknya penelitian yang

31
membahas pengenai perbandingan sosial tidak menjawab pengaruhnya terhadap

perilaku mengedit selfie, begitupula maraknya penelitian mengenai perilaku selfie

tidak menjadikan jawaban mengenai faktor yang menjadikan individu mengedit

selfie mereka.

Berdasarkan hasil uji analisis dalam penelitian yang sudah dilakukan

didapatkan kesimpulan adanya pengaruh antara perbandingan sosial dengan

perilaku pengedita selfie yang berhubungan positif signifikan pada dewasa awal.

Perbandingan sosial mempengaruhi perilaku pengeditan selfie melalui dua

dimensi utamanya yaitu, perbandingan keatas (upward comparison) dan

perbandingan kebawha (downward comparison). Jadi, semakin tinggi individu

melakukan proses evaluasi diri dengan cara membandingkan dirinya dalam

berkegiatan bermain media sosial terutama dalam berkegiatan selfie maka akan

semakin tinggi juga intensitas individu melakukan perilaku pengeditan selfie

tersebut.

5.3 Saran

Proses penelitian yang dilakukan memliki berbagai macam kekurangan.

Dari bebrapa kekurangan yang ada dalam penelitian ini berikut yang dapat

dilakukan untuk penelitian selanjutnya agar lebih baik lagi.

a. Penelitian hanya fokus pada gender perempuan saja jadi hasil tidak dapat

di generaliasikan bagi gender laki-laki. Penelitian selanjutnya dapat

memperhatikan karakteristik responden berdasarkan gender dan pekerjaan.

b. Perilaku yang dilihat hanya pengeditan selfie saja. Perilaku lain yang

mempengaruhi individu sebelum melakukan pengeditan seperti, memotret

32
diri sendiri, keputusan dalam pemilihan foto dan lain sebagainya dapat

dijadikan pertimbangan lain.

c. Perbandingan sosial dan perilaku pengeditan selfie menjadi fokus utama

dalam penelitian ini. Dengan begitu menyebabkan kepekaan terhadap

variabel bebas lainnya kurang diperhatikan dalam penelitian

33
DAFTAR PUSTAKA

Aspinwall, L. G., Hill, D. L., & Leaf, S. L. (2002). Prospects, pitfalls, and plans:

A proactive perspective on social comparison activity. European review of

social psychology, 12(1), 267-298.

Azwar, Saifuddin.2012.Reliabi/litas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Brown, D. J., Ferris, D. L., Heller, D., & Keeping, L. M. (2007). Antecedents and

consequences of the frequency of upward and downward social

comparisons at work. Organizational Behavior and Human Decision

Processes, 102(1), 59-75.

Buunk, B. P., Zurriaga, R., Peíró, J. M., Nauta, A., & Gosalvez, I. (2005). Social

comparisons at work as related to a cooperative social climate and to

individual differences in social comparison orientation. Applied

Psychology, 54(1), 61-80.

Chae, J. (2017). Virtual makeover: Selfie-taking and social media use increase

selfie-editing frequency through social comparison. Computers in Human

Behavior, 66, 370-376.

Chua, T. H. H., & Chang, L. (2016). Follow me and like my beautiful selfies:

Singapore teenage girls’ engagement in self-presentation and peer

comparison on social media. Computers in Human Behavior, 55, 190-197.

34
Corcoran, K., Crusius, J., & Mussweiler, T. (2011). Social comparison: motives,

standards, and mechanisms.

Crusius, J., & Mussweiler, T. (2012). Social comparison in negotiation. Bolton,

GE & Croson, RT A.(Eds.), The Oxford Handbook of Economic Conflict

Resolution, 120-137.

De Vries, A. L., McGuire, J. K., Steensma, T. D., Wagenaar, E. C., Doreleijers, T.

A., & Cohen-Kettenis, P. T. (2014). Young adult psychological outcome

after puberty suppression and gender reassignment. Pediatrics, 134(4),

696-704.

Eyal, K., & Te’eni-Harari, T. (2013). Explaining the relationship between media

exposure and early adolescents’ body image perceptions. Journal of Media

Psychology.

Festinger, L. (1954). A theory of social comparison processes. Human relations,

7(2), 117-140.

Fox, A. K., Bacile, T. J., Nakhata, C., & Weible, A. (2018). Selfie-marketing:

exploring narcissism and self-concept in visual user-generated content on

social media. Journal of Consumer Marketing.

35
Fox, J., & Rooney, M. C. (2015). The Dark Triad and trait self-objectification as

predictors of men’s use and self-presentation behaviors on social

networking sites. Personality and Individual Differences, 76, 161-165.

Fredrickson, B. L., & Roberts, T. A. (1997). Objectification theory: Toward

understanding women's lived experiences and mental health risks.

Psychology of women quarterly, 21(2), 173-206.

Gibbons, F. X., & Buunk, B. P. (1999). Individual differences in social

comparison: development of a scale of social comparison orientation.

Journal of personality and social psychology, 76(1), 129.

Gilbert, P., Price, J., & Allan, S. (1995). Social comparison, social attractiveness

and evolution: How might they be related?. New ideas in Psychology,

13(2), 149-165.

Haferkamp, N., & Krämer, N. C. (2011). Social comparison 2.0: Examining the

effects of online profiles on social-networking sites. Cyberpsychology,

Behavior, and Social Networking, 14(5), 309-314.

Halpern, D., Katz, J. E., & Carril, C. (2017). The online ideal persona vs. the

jealousy effect: Two explanations of why selfies are associated with

lower-quality romantic relationships. Telematics and Informatics, 34(1),

114-123.

36
Halpern, D., Valenzuela, S., & Katz, J. E. (2016). “Selfie-ists” or “Narci-

selfiers”?: A cross-lagged panel analysis of selfie taking and narcissism.

Personality and Individual Differences, 97, 98-101.

Helgeson, V. S., & Mickelson, K. D. (1995). Motives for social comparison.

Personality and Social Psychology Bulletin, 21(11), 1200-1209.

https://tekno.tempo.co/read/1392384/pengguna-internet-di-cina-capai-940-juta-

seperlima-dari-total-dunia#:~:text=TEMPO.CO%2C%20Beijing%20%2D

%20Jumlah,pada%20Selasa%2C%2029%20September%202020.

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20180630124532-33-21208/kalahkan-

jerman-penetrasi-internet-korsel-tertinggi-di-dunia

https://www.kominfo.go.id/content/detail/30653/dirjen-ppi-survei-penetrasi-

pengguna-internet-di-indonesia-bagian-penting-dari-transformasi-

digital/0/berita_satker

Hurlock, E. (1996). Psikologi Perkembangan: Suatu Kehidupan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta :Graha Ilmu

37
Jones, D. C. (2001). Social comparison and body image: Attractiveness

comparisons to models and peers among adolescent girls and boys. Sex

roles, 45(9), 645-664.

Kim, E., Lee, J. A., Sung, Y., & Choi, S. M. (2016). Predicting selfie-posting

behavior on social networking sites: An extension of theory of planned

behavior. Computers in Human Behavior, 62, 116-123.

Kruglanski, A. W., & Mayseless, O. (1990). Classic and current social

comparison research: Expanding the perspective. Psychological bulletin,

108(2), 195.

Lamp, S. J., Cugle, A., Silverman, A. L., Thomas, M. T., Liss, M., & Erchull, M.

J. (2019). Picture perfect: The relationship between selfie behaviors, self-

objectification, and depressive symptoms. Sex Roles, 81(11), 704-712.

Lockwood, P., & Kunda, Z. (1997). Superstars and me: Predicting the impact of

role models on the self. Journal of personality and social psychology,

73(1), 91.

Manago, A. M., Graham, M. B., Greenfield, P. M., & Salimkhan, G. (2008). Self-

presentation and gender on MySpace. Journal of Applied Developmental

Psychology, 29(6), 446-458.

38
Marsh, H. W. (1984). Self-concept, social comparison, and ability grouping: A

reply to Kulik and Kulik. American Educational Research Journal, 21(4),

799-806.

McGee, D. L., & Diverse Populations Collaboration. (2005). Body mass index

and mortality: a meta-analysis based on person-level data from twenty-six

observational studies. Annals of epidemiology, 15(2), 87-97.

McLean, S. A., Paxton, S. J., Wertheim, E. H., & Masters, J. (2015).

Photoshopping the selfie: Self photo editing and photo investment are

associated with body dissatisfaction in adolescent girls. International

Journal of Eating Disorders, 48(8), 1132-1140.

Morse, S., & Gergen, K. J. (1970). Social comparison, self-consistency, and the

concept of self. Journal of personality and social psychology, 16(1), 148.

Myers, A. L. (2009). Can the performance effects of upward counterfactual

thoughts be attributed to effort mobilization? (Doctoral dissertation).

O’Brien, L. T., & Major, B. (2009). Group status and feelings of personal

entitlement: The roles of social comparison and system-justifying beliefs.

Social and psychological bases of ideology and system justification, 427-

443.

39
Oxford Dictionaries (2013) “Selfie,” Oxford University Press. Available from:

https://en.oxforddictionaries.com/definition/us/selfie

Periantalo, J., 2017. PENELITIAN KUANTITATIF UNTUK PSIKOLOGI.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pyszczynski, T., Greenberg, J., & LaPrelle, J. (1985). Social comparison after

success and failure: Biased search for information consistent with a self-

serving conclusion. Journal of Experimental Social Psychology, 21(2),

195-211.

Renaningtyas, L., & Christianna, A. (2015). Beauty Construction of Camera 360

apps in Indonesia (Doctoral dissertation, Petra Christian University).

Renfrew Center Foundation. (2014). Afraid to be your selfie?: Survey reveals

most people photoshop their images. Retrieved from

http://renfrewcenter.com/news/ afraid-be-your-selfie-survey-reveals-most-

people-photoshop-their-images.

Shafran, R., Fairburn, C. G., Robinson, P., & Lask, B. (2004). Body checking and

its avoidance in eating disorders. International Journal of Eating Disorders,

35(1), 93-101.

40
Suls, J., & Wheeler, L. (Eds.). (2013). Handbook of social comparison: Theory

and research. Springer Science & Business Media.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R&D. Bandung :

Alfabeta

Taylor, S. E., & Lobel, M. (1989). Social comparison activity under threat:

downward evaluation and upward contacts. Psychological review, 96(4),

569.

Tifentale, A. (2018). The selfie: More and less than a self-portrait. Routledge

Companion to Photography and Visual Culture, 44-58.

Tiggemann, M., Anderberg, I., & Brown, Z. (2020). Uploading your best self:

Selfie editing and body dissatisfaction. Body image, 33, 175-182.

Van de Ven, N. (2017). Envy and admiration: Emotion and motivation following

upward social comparison. Cognition and Emotion, 31(1), 193-200.

Wang, D. (2019). A study of the relationship between narcissism, extraversion,

body-esteem, social comparison orientation and selfie-editing behavior on

social networking sites. Personality and Individual Differences, 146, 127-

129.

41
Weiser, E. B. (2015). # Me: Narcissism and its facets as predictors of selfie-

posting frequency. Personality and Individual Differences, 86, 477-481.

Wood, J. V. (1989). Theory and research concerning social comparisons of

personal attributes. Psychological bulletin, 106(2), 231.

Wood, J. V. (1996). What is social comparison and how should we study it?.

Personality and Social Psychology Bulletin, 22(5), 520-537.

Yue, Z., Toh, Z., & Stefanone, M. A. (2017, July). Me, myselfie, and I: Individual

and platform differences in selfie taking and sharing behaviour. In

Proceedings of the 8th International Conference on Social Media &

Society (pp. 1-12).

42

Anda mungkin juga menyukai