Anda di halaman 1dari 12

KELOMPOK 7

Teori Perbandingan sosial,


kategorisasi dan identitas sosial
ANGGOTA KELOMPOK
ACHMAD MUBAROK (200401110118)

SALSABILA PUTRI A (200401110199)

ANDINI OKTAVIA N (200401110185}


PERBANDINGAN SOSIAL
Festinger (1954) menjelaskan bahwa melakukan perbandingan
sosial merupakan sebuah dorongan setiap manusia untuk menilai
kemampuan dan pendapat orang lain secara objektif. Terdapat
dua hal yang dibandingkan oleh setiap orang yang melakukan
perbandingan sosial, yaitu pendapat dan kemampuan orang lain

perbandingan sosial adalah proses berpikir seseorang yang


membandingkan dirinya dengan orang lain berdasarkan
aspek yang dibentuk secara sosial dan hal tersebut
merupakan dorongan setiap manusia untuk menilai
kemampuan dan pendapatnya dengan orang lain.
Pengaruh umum dari perbandingan sosial
Rasa Inferioritas: Ketika seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain yang
dianggap lebih sukses atau lebih bahagia, hal ini dapat menyebabkan perasaan inferioritas.
Persaingan yang Meningkat: Perbandingan sosial yang kuat dapat memicu persaingan yang
meningkat antara individu atau kelompok.
Stres Emosional: Perbandingan sosial yang terus-menerus dan tidak sehat dapat
menyebabkan stres emosional yang serius.
Pengaruh Negatif pada Kesehatan Mental: Perbandingan sosial yang berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan risiko gangguan kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan,
dan gangguan makan.
Ketidakpuasan Hidup: Perbandingan sosial yang berlebihan juga dapat menyebabkan
ketidakpuasan hidup yang kronis
Penurunan Hubungan Sosial: Perbandingan sosial yang ekstrem juga dapat mengganggu
hubungan sosial.
Teori kategorisasi
Teori kategorisasi dalam dinamika
kelompok adalah teori yang menjelaskan
bagaimana manusia memandang dan
memahami dunia sosial di sekitarnya
dengan cara mengelompokkan orang-
orang ke dalam kategori-kategori tertentu
berdasarkan kesamaan karakteristik atau
atribut yang dimiliki.
Teori
identitas
sosial
Teori identitas sosial pada dinamika
kelompok menjelaskan bagaimana individu
membangun identitas sosial mereka
melalui afiliasi dengan kelompok sosial
tertentu. Identitas sosial adalah bagaimana
individu memandang diri mereka sendiri
sebagai bagian dari kelompok tertentu dan
bagaimana kelompok tersebut
memandang individu tersebut.
Review Jurnal
Judul: HUBUNGAN ANTARA SOCIAL COMPARISON DAN HARGA DIRI TERHADAP CITRA TUBUH PADA REMAJA PEREMPUAN

Isi: Perempuan cenderung merasa tidak puas dengan bentuk tubuh mereka karena terlibat dalam perbandingan sosial. Dalam
perbandingan sosial, perempuan sering memperhatikan tubuh mereka dan membandingkannya dengan perempuan lain, yang memicu
terjadinya proses perbandingan sosial (Jones, 2001). Perbandingan sosial merupakan salah satu cara yang digunakan oleh remaja
perempuan untuk mengevaluasi diri secara menyeluruh, termasuk penilaian dan evaluasi terhadap citra tubuh mereka, apakah sesuai
dengan harapan atau tidak. Melalui perbandingan sosial, perempuan belajar mengenali konsep keidealannya dalam masyarakat, seperti
penampilan yang menarik atau tidak, serta standar keindahan yang berlaku dalam masyarakat. Perempuan kemudian mengidentifikasi diri
mereka melalui perbandingan sosial. Proses ini sesuai dengan pendapat Jones (2001) yang menyatakan bahwa perbandingan sosial
merupakan faktor penting dalam pembentukan citra tubuh seseorang, yang pada akhirnya memengaruhi kepuasan perempuan terhadap
bentuk tubuhnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Husni dan Indrijati (2014) menunjukkan bahwa sekitar 50-80% remaja perempuan merasa negatif
tentang bentuk dan ukuran tubuh mereka. Hal ini disebabkan oleh impian memiliki tubuh ideal, ramping, dan menarik yang sering
diidamkan oleh remaja, terutama perempuan. Kekhawatiran tentang bentuk tubuh lebih umum terjadi pada populasi perempuan.
Perempuan cenderung lebih sering memikirkan citra tubuh mereka, dan sikap mereka terhadap citra tubuh akan memengaruhi penilaian
terhadap bentuk tubuh yang pada akhirnya mempengaruhi kepuasan dengan citra tubuh yang dimiliki (Monteath dan McCabe, 1997). Citra
tubuh seseorang bisa negatif atau positif. Seseorang dengan citra tubuh yang positif akan merasa puas dengan bentuk tubuhnya (kepuasan
citra tubuh) dan merasa nyaman serta percaya diri dalam lingkungan sosial. Di sisi lain, seseorang dengan citra tubuh negatif akan
menghadapi hambatan sosial dan tingkat kecemasan yang tinggi (Cash dan Flamming dalam Cash dan Pruzinky, 2002). Hal ini disebabkan
karena penilaian terhadap citra tubuh bersifat subjektif bagi setiap individu dan seringkali tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
Fenomena ini terjadi karena penilaian terhadap citra tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti lingkungan, budaya masyarakat, dan
media massa (Yundarini, 2014).
Metode
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja perempuan di Kota Denpasar hal ini karena menurut Dinas Pendidikan Provinsi Bali pada tahun
2015/2016 jumlah remaja perempuan yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) baik SMA Negeri maupun SMA Swasta yang berada
di Kota Denpasar lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten lain yang berada di Provinsi Bali.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari remaja perempuan di Kota Denpasar yang memiliki karakteristik: 1.
Merupakan seorang remaja perempuan 2. Remaja perempuan berusia pada rentang 15-18 tahun.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Teknik cluster random sampling merupakan teknik
penentuan sampel berdasarkan daerah populasi yang telah ditentukan oleh peneliti (Sugiyono, 2009). Pengambilan cluster random sampling
dilakukan dalam two satge cluster sampling, dimana dalam penelitian ini daerah populasinya ialah sekolah menengah atas (SMA) di kota
Denpasar. Tahap pertama ialah sekolah menengah atas (SMA) di kota Denpasar terdiri atas SMA swasta dan SMA negeri, lalu dalam penelitian
ini peneliti memilih SMA Negeri yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini. Langkah selanjutnya ialah dari delapan SMA Negeri yang ada
di kota Denpasar, peneliti menyebarkan surat ijin penelitian, dan terpilhlah SMA Negeri 6 Denpasar yang menjadi subjek dalam penelitian ini.
Tempat Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 15 November 2016. Penyebaran skala penelitian dilakukan di SMA Negeri 6 Denpasar.
Hasil Penelitian dan Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa social comparisondan harga diri secara bersama-sama berperan terhadap variabel citra
tubuh atau dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara social comparisondan harga diri terhadap citra tubuh pada remaja perempuan.
Adanya hubungan antara social comparisondan harga diri terhadap citra tubuh pada remaja perempuan dapat disebabkan karena citra tubuh
merupakan evaluasi atau sikap yang dimiliki oleh seseorang terhadap tubuhnya. Evaluasi atau sikap tersebut bisa berupa perasaan suka, puas,
atau positif yang ditunjukan dengan penerimaan terhadap bentuk tubuh yang dimiliki atau juga bisa berupa perasaan tidak suka, tidak puas,
atau negatif terhadap terhadap bentuk fisik seperti ukuran tubuh, berat badan, dan betuk tubuh (Cash dan Pruzinky, 2002). Seseorang dalam
melakukan sebuah evaluasi diri biasanya akan melakukan sebuah social comparisondan juga melakukan penilaian akan harga diri, yang akan
menyebabkan seseorang mengahasilkan evaluasi diri apakah negatif ataukah positif (Flyn, 2003).
Judul: Hubungan Social Comparison dengan Self-Esteem pada Pengguna Instagram
Isi: Instagram adalah media sosial yang memiliki fitur yang dapat digunakan untuk posting foto dan video, membuat Instagram story, edit
foto, menulis caption, menandai orang lain, menulis lokasi, followers, likes, dan hashtag (Winarso, 2015). Banyak aktivitas yang dapat
dilakukan lewat media Instagram yang secara umum di gunakan sebagai media untuk komunikasi, media sharing/posting (membagikan
foto/video, ig story) dan Browsing (melihat atau memantau feed atau ig story publik figur/influencer, teman/kenalan, dan mencari informasi).
Aktivitas posting dan browsing lewat media Instagram dapat menjadi ruang untuk individu dalam menunjukkan dirinya dan melihat orang
lain. Perilaku menampilkan diri yang ditunjukkan lewat media sosial dan dapat dilihat oleh orang lain memberikan dampak psikologi pada
orang yang melihat ataupun bagi individu itu sendiri, termasuk self-esteem yang dimiliki (Ikachoi, Mberia, & Ndati, 2015). Dengan
menampilkan diri di media sosial dapat meningkatkan self-esteem individu (Ikachoi, dkk 2015; Coralia, Qodariah, & Yanuvianti, 2017).
Penelitian Valkenburg, Peter, & Schouten (2006) juga menunjukkan bahwa perilaku menampilkan diri lewat media sosial dan mendapat
tanggapan positif dari orang lain akan meningkatkan self-esteem individu. Hal itu juga dapat momotivasi dan menginspirasi orang yang
melihat untuk melakukan hal yang sama dan menjadi lebih baik (Meier, Adrian, & Svenja, 2018).
Self-esteem sendiri menurut Baron & Byrne (2003) merupakan evaluasi diri yang dibuat oleh individu yang ditunjukkan dalam bentuk sikap
terhadap diri sendiri yang memiliki rentang tinggi dan rendah. Self-esteem yang tinggi terjadi apabila seorang individu memandang baik
pada dirinya sendiri dan menyukai dirinya sendiri (Baron & Byrne, 2003). Individu yang memiliki self-esteem tinggi memiliki rasa nyaman
terhadap dirinya sendiri dan dapat membentuk hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya. Individu dengan self esteem tinggi
cendrung sukses dalam akademik, memiliki kesejahteraan sosial yang tinggi, dan memiliki stress yang lebih sedikit (DaLamater & Myers,
2011). Hasil penelitian Orth, Trzesniewski, & Robins (2010) mengenai perkembangan self-esteem menunjukkan bahwa self-esteem
mengalami peningkatan pada usia dewasa awal dan madya. Oleh sebab itu, idealnya penggunaan Instagram oleh dewasa awal dapat
dijadikan sebagai salah-satu penunjang untuk menaikkan self-esteem.
Namun, hasil survei sederhana yang peneliti lakukan dengan 42 orang pengguna Instagram mengenai perilaku menampilkan diri lewat
Instagram menunjukkan bahwa 15 dari 42 subjek pernah merasa rendah diri atau insecure akibat menggunakan Instagram. Mereka
mengatakan bahwa penggunaan Instagram menyebabkan mereka merasa belum melakukan prestasi yang berarti, merasa tertinggal dari
orang lain, tidak produktif ketimbang orang lain, merasa dirinya tidak disiplin, tidak memiliki gaya berpenampilan yang menarik, tidak
memiliki kehidupan sempurna, dan menyalahkan diri sendiri karena belum mencapai apa yang sudah orang lain capai. Jawaban tersebut
menunjukkan bahwa sebagian pengguna Instagram memiliki self-esteem yang rendah atau mengevaluasi diri secara negatif.
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah suatu pendekatan yang data penelitiannya berupa
numerikal (angka-angka) yang dianalisis menggunakan statistik (Sugiono, 2013). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
korelasional. Teknik pengambilan sampel (sampling) dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling dengan cara insidental sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan google form yang disebar lewat media whatsapp dan Instagram juga disebar secara
langsung. Data yang terkumpul kemudian dilakukan pengujian normalitas, uji linieritas, kemudian dianalisis menggunakan uji korelasi product
moment dan analisis regresi.
Tempat Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah dewasa awal pegguna Instagram di Bukittinggi dengan jumlah subjek sebanyak 152 orang dengan rentang
usia 18-35 tahun. terdiri dari 117 orang perempuan (77%) dan 35 orang laki-laki (23%).
Hasil Penelitian dan Kesimpulan
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa dewasa awal pengguna Instagram secara umum memiliki skor self-esteem pada kategori
sedang dan tinggi. Self-esteem sendiri merupakan penilaian atau evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang diperoleh melalui keseluruhan
perasaan individu tentang dirinya di sejumlah situasi sosial yang berbeda (Heatherton & polivy, 1991). Self-esteem terdiri atas tiga aspek yaitu
Performance selfesteem, social self-esteem, Physical appearance self-esteem (Hearton & Polivy ,1991). Performance self-esteem merupakan
penilaian individu terhadap dirinya dalam bentuk kemampuan yang dimiliki (Hearton & Polivy ,1991). Dalam hal ini subjek penelitian memiliki
skor yang sedang dalam aspek Performance self-esteem dengan mean empirik yang lebih tinggi ketimbang mean hipotetik. Artinya penilain
dewasa awal pengguna Instagram dalam penelitian ini terhadap kemampuannya lebih baik dari populasi pada umumnya. Dapat dikatakan
bahwa dewasa awal pengguna Instagram dalam penelitian ini memiliki evaluasi yang baik terhadap kemampuan yang dimilikinya.
Keterhubungan anatara variabel social comparison dengan self esteem dalam penelitian ini dibuktikan dengan rendahnya perilaku social
comparison yang dilakukan oleh subjek dalam hal membandingkan kemampuannya dengan orang lain yang ia lihat lewat media Instagram.
Hasil ini memiliki keterhubungan dengan penelitian De Vries & Kühne (2015) yang menemukan bahwa tingginya perilaku social comparison
yang dilakukan oleh pengguna Facebook menyebabkan individu merasa tidak begitu memiliki kemampuan dan menganggap orang lain
lebih sukses dan memiliki kehidupan yang lebih baik dari dirinya.
Selanjutnya pada aspek social self-esteem yaitu penilaian individu terhadap dirinya dalam aspek
kemampuan sosial yang dimiliki (Hearton & Polivy ,1991). Pada aspek ini, secara umum subjek
penelitian berada pada kategori sedang dengan mean empirik lebih tinggi dari mean hipotetik, hal
tersebut menunjukkan bahwa rata-rata dewasa awal pengguna Instagram dalam penelitian ini
memiliki penilain yang lebih baik tehadap dirinya secara sosial dari pada populasi pada umumnya.
Artinya individu memiliki evaluasi yang baik atau merasa mampu secara sosial baik dalam hal
berhubungan dengan orang lain, membangun relasi, kerja sama dan sebagainya. Tingginya evaluasi
subjek dalam aspek sosial pada penelitian ini bertolak belakang dengan cendrung rendahnya perilaku
social comparison yang dilakukan oleh subjek dalam konteks membandingkan kemampuan sosialnya
dengan orang lain yang dilihat lewat media sosial Instagram. Hal tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Alfasi, Yitshak (2019) yang menyatakan bahwa individu akan memiliki penilaian diri yang
baik secara sosial dimana individu merasa mampu menjalin sosial yang baik dengan orang lain ketika
perilaku social comparison-nya rendah.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai