Anda di halaman 1dari 14

TUGAS REVIEW JURNAL

Tugas ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah
“PSIKOLOGI SOSIAL”
Dosen Pengampu : Dr. Nina Permata Sari ,S.Psi.,M.Pd
& Akhmad Sugianto, S.Pd.,M.Pd

Oleh:

Muhammad Fikri Setiawan

2210123810102

Pendidikan Bimbingan dan Konseling


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin
2022

Jurnal Pertama

Judul Adiksi Media Sosial pada Remaja Pengguna Instagram dan


WhatsApp: Memahami Peran Need Fulfillment dan Social Media
Engagement
Jurnal Psikologi Sosial

Volume dan Halaman Vol. 18, No. 01, Hal. 5-16

Tahun Penulisan 2022

Reviewer Muhammad Fikri Setiawan

Tanggal di Review 31 Desember 2022

Abstrak Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kedua model yang


dibangun untuk penggunaan Instagram dan WhatsApp ternyata fit
atau sesuai dengan data empirik. Artinya, beberapa jenis
pemenuhan kebutuhan dan kelekatan dengan media sosial
memengaruhi adiksi media sosial pada remaja. Pada penggunaan
Instagram, ada dua kebutuhan yang berperan signifikan terhadap
adiksi media sosial remaja melalui kelekatan media sosial, yaitu
kebutuhan untuk membangun relasi sosial yang hangat, dan
memperoleh kesenangan. Adapun pada penggunaan Whatsapp,
ada empat kebutuhan yang berperan signifikan terhadap adiksi
media sosial remaja melalui kelekatan media sosial, yaitu
kebutuhan untuk mampu melakukan banyak hal, membangun
relasi sosial yang hangat, memperoleh kesenangan, serta merasa
aman dan mampu mengendalikan situasi.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memeriksa pemenuhan


kebutuhan apa yang memengaruhi kelekatan dan adiksi media
sosial pada remaja. Partisipan penelitian ini berjumlah 384 orang
remaja dari kawasan Jabodetabek dan beberapa kota lain sebagai
pengguna Instagram dan WhatsApp. Teknik analisis utama yang
digunakan adalah analisis jalur dengan SEM.

Pengantar Pada awalnya adiksi media sosial identik dengan adiksi Facebook
(Kuss & Griffiths, 2011), dan mayoritas riset terkait adiksi media
sosial hingga kini juga merujuk pada adiksi Facebook (Brailovskaia,
Margraf, & Köllner, 2019; Kanat-Maymon, Almog, Cohen, &
Amichai-Hamburger, 2019). Namun demikian, saat ini Instagram –
yang lebih menekankan pada foto dan video – menjadi media
sosial yang paling populer (Mulyani, Mikarsa, & Puspitawati, 2018;
Solomon, 2013). Instagram juga baru saja meraih pengguna aktif
sebanyak satu miliar, yang diproyeksi akan bertambah menjadi dua
miliar dalam lima tahun ke depan (Kurnia, 2018). Demikian pula
dengan WhatsApp yang lebih fokus pada pertukaran pesan juga
sudah menjadi salah satu media komunikasi virtual utama
(Karapanos, Teixeira, & Gouveia, 2016). Kini WhatsApp sudah
digolongkan menjadi media sosial karena berbagai fiturnya yang
kian kompleks dan berkembang sehingga dapat memfasilitasi
pertukaran gambar, pesan teks, video, hingga panggilan suara,
sehingga bukan hanya menjadi media komunikasi belaka (Kirwan,
2016; Montag, Blaskiewics, Saryska, Lachman, Andone, Trendafilov,
Eibes, & Markowetz, 2015). WhatsApp sendiri merupakan media
sosial nomor dua paling banyak digunakan oleh masyarakat
Indonesia, yaitu 83 persen dari total 150 juta penduduk yang
menggunakan internet (Haryanto, 2019). Kepopuleran dua media
sosial yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan facebook
ini mengarahkan pada perlunya riset mengenai adiksi media sosial
pada Instagram dan WhatsApp. Di sisi lain, baru beberapa riset
yang fokus pada adiksi media sosial seperti Instagram (Balta,
Emirtekin, Kircaburun, & Griffiths, 2018; Kircaburun & Griffiths,
2018), dan WhatsApp (Chan & Leung, 2016).

Metode Penelitian Penelitian Kuantitatif

Pembahasan Pengaruh social media engagement terhadap adiksi media sosial


juga merupakan temuan penting. Kedekatan dan kelekatan
individu dengan media sosial rentan mendorong individu kepada
adiksi media sosial. Semakin lekat maka akan semakin tergantung
individu dengan segala hal yang diberikan media sosial.
Ketergantungan ini membawa pada durasi penggunaan media
sosial, serta frekuensi waktu penggunaan yang sering di setiap
harinya. Sebagai akibatnya individu bukan hanya kian sering dan
intens dalam menggunakan media sosial namun juga semakin
menampakkan tanda-tanda mengalami permasalahan dan
ketergantungan media sosial.

Simpulan Ada beberapa hal penting yang dapat dikedepankan sebagai hasil
dari riset ini. Pertama, adiksi media sosial WhatsApp dapat
dijelaskan oleh lima pemenuhan kebutuhan, sedangkan adiksi
media sosial Instagram hanya dapat dijelaskan oleh dua
pemenuhan kebutuhan. Pada penggunaan Instagram pemenuhan
kebutuhan yang menonjol adalah kebutuhan untuk membangun
relasi sosial yang hangat, dan kebutuhan untuk mendapatkan
kesenangan dan suka cita. Adapun pada penggunaan WhatsApp,
selain temuan yang sama dengan penggunaan Instagram,
kebutuhan lain yang juga muncul adalah kebutuhan untuk merasa
mampu menampilkan performansi yang baik dan juga kebutuhan
untuk dihargai oleh orang lain. Temuan dasar ini didukung oleh dua
model yang sama-sama sesuai dengan data empirik. Temuan
penting lainnya adalah bahwa durasi penggunaan media sosial
mempertegas kuatnya pengaruh pemenuhan kebutuhan terhadap
adiksi media sosial.

Kekuatan Penelitian 1. Deskripsi pembahasan cukup lengkap

2. Pembahasan isi jurnal menarik untuk dibaca

3. Adanya kejelasan tentang metode penelitian yang digunakan

Kelemahan Penelitian -

Jurnal Kedua

Judul Pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas mahasiswa dalam unjuk


rasa (demonstrasi) di kota Malang

Jurnal Psikologi Tabularasa

Volume dan Halaman Vol.17(2), 107-131

Tahun Penulisan Oktober 2022

Reviewer Muhammad Fikri Setiawan

Tanggal di Review 31 Desember 2022

Abstrak Fenomena kericuhan yang terjadi saat demonstrasi yang diikuti


oleh mahasiswa di Kota Malang menimbulkan korban jiwa bahkan
kerusakan pada fasilitas umum yang menyebabkan pemerintah
maupun masyarakat menentang perilaku anarkis tersebut.
Diketahui bahwa mahasiswa seharusnya memiliki tingkat
emosional, kognitif, dan sosial yang baik, namun pada
kenyataannya masih dijumpai perilaku agresif mahasiswa salah
satunya yaitu tindakan anarkis saat melakukan demonstrasi. Hal
tersebut membuat penelitian ini memiliki tujuan untuk
mengetahui pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas mahasiswa
sebagai aktivis mahasiswa dalam unjuk rasa (demonstrasi) di Kota
Malang. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif. Analisis data dilakukan menggunakan regresi linear
sederhana. Populasi penelitian ini adalah aktivis mahasiswa
Universitas Merdeka Malang yang mengikuti organisasi BEM-F
Psikologi, DPM-F Psikologi, BEM-U UNMER, dan DPM-U UNMER.
Sampel penelitian sebanyak 99 mahasiswa. Pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan teknik proportional random
sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol diri
mempunyai peran dalam memunculkan agresivitas pada
mahasiswa saat berdemonstrasi yang menunjukkan hasil signifikan
(r = 0,741; p < 0,01) dengan koefisien regresi sebesar 55%.

Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh kontrol
diri terhadap agresivitas mahasiswa sebagai aktivis mahasiswa
dalam unjuk rasa (demonstrasi) di Kota Malang.

Pengantar Mahasiswa adalah individu yang belajar di suatu perguruan tinggi


yang di dalam struktur pendidikan di Indonesia sendiri memegang
status pendidikan tertinggi dibandingkan dengan status pendidikan
yang lain (Poerwadarminta, 2005). Mahasiswa umumnya berada
pada rentang usia 18-25 tahun, dimana pada rentang usia tersebut
dapat dikategorikan sebagai masa remaja akhir hingga masa
dewasa awal (Yusuf, 2012). Mahasiswa dalam perkembangannya
dapat meliputi perkembangan fisik, perkembangan kognitif,
perkembangan emosi, dan perkembangan sosial. Dalam perilaku
agresif yang ditunjukkan oleh mahasiswa tersebut, perkembangan
yang dapat terlibat adalah perkembangan kognitif, emosi, dan
sosial. Perkembangan kognitif remaja akhir menurut Piaget (dalam
Santrock, 2011) menyatakan bahwa remaja mampu
menghubungkan, mengorganisasikan, mengolah, dan
memunculkan suatu ide baru. Dalam perkembangan
emosionalnya, para remaja memiliki kemampuan untuk mengelola
emosinya, yang ditandai dengan tercapainya kemampuan untuk
dapat mengelola emosinya yang ditujukan untuk orang tua serta
individu yang lebih dewasa lainnya (Santrock, 2007). Dalam
perkembangan sosialnya, Menurut Havighurst (dalam Santrock
2007) remaja akhir dapat berperilaku sesuai dengan nilai serta
etika yang dapat dijadikan sebagai suatu pedoman mereka untuk
berperilaku dan bertanggung jawab. Sedangkan pada
perkembangan kognitif dewasa awal menurut Santrock (2007)
tidak jauh berbeda dengan remaja, yang sudah memasuki
kemandirian ekonomi dan dapat bertanggung jawab atas
konsekuensi dari tindakannya sendiri. Dalam perkembangan emosi
pada masa dewasa awal, menurut Santrock (2007) cenderung
memiliki suasana hati yang tidak mudah berubah-ubah. Pada
perkembangan sosial masa dewasa awal cenderung dapat
mempertanggung jawabkan perbuatannya di dalam masyarakat
dan jarang terlibat dalam tindakan-tindakan yang berisiko.

Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisis


data menggunakan analisis regresi sederhana.

Pembahasan Kontrol diri adalah suatu kemampuan seseorang untuk dapat


mengenali situasi dalam lingkungannya dan kemampuan untuk
mengendalikan dan mengelola tingkah laku sesuai dengan kondisi
dan situasi yang digunakan untuk dapat ditunjukkan saat
seseorang tersebut bersosialisasi, mengontrol tingkah laku,
cenderung dapat menarik perhatian, melakukan perubahan
tingkah laku supaya sesuai dengan orang lain, menghibur orang
lain, dan menutup perasaannya (Ghufron & Risnawita, 2016).
Pendapat lain mengatakan bahwa Individu yang memiliki kontrol
diri baik cenderung akan menunda dan mengevaluasi situasi dan
konsekuensi yang akan muncul dari perilaku mereka (Meldrum
dan Carter, 2013). Berdasarkan pengertian tersebut, Pendapat lain
mengatakan bahwa kontrol diri adalah suatu kemampuan
seseorang untuk dapat melakukan perubahan terkait respon yang
akan muncul serta melakukan pengendalian tingkah laku yang
tidak diinginkan dengan menahan diri sebagai cara untuk memiliki
hasil yang positif.

Simpulan 1. Tingkat kontrol diri subjek dalam penelitian memiliki mayoritas


berada pada kategori sedang, yang dapat diartikan bahwa subjek
dalam suatu situasi dapat mampu mengendalikan perilakunya dan
dalam situasi lain dirinya merasa belum mampu untuk
mengendalikan dirinya, sehingga dapat memunculkan perilaku
agresif pada situasi tertentu.
2. Tingkat agresivitas subjek dalam penelitian memiliki mayoritas
berada pada kategori sedang, yang dapat diartikan bahwa subjek
dalam suatu situasi dapat memunculkan perilaku agresif dan
dalam situasi lain dirinya merasa mampu menahan perilaku
agresif, sehingga dapat memiliki kontrol diri pada situasi tertentu.

3. Berdasarkan uji hipotesis, penulis menggunakan uji regresi


sederhana yang menghasilkan koefisien regresi variabel kontrol
diri dan agresivitas sebesar 55% dan terdapat pengaruh yang
positif antara kedua variabel, yang diartikan bahwa semakin subjek
memiliki kontrol diri yang tinggi maka tidak menutup kemungkinan
subjek juga memiliki tingkat agresivitas yang tinggi. Dalam uji
regresi juga menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang
berarti lebih kecil dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa
hipotesis penelitian (H0) dalam kajian pustaka yakni terdapat
pengaruh antara kontrol diri dan agresivitas mahasiswa adalah
diterima.

Kekuatan Penelitian 1. Memiliki metode penelitian yang jelas

2. Struktur penulisan jurnal lengkap

Kelemahan Penelitian Penjelasan isi jurnal terlalu berbelit-belit.


Jurnal Ketiga

Judul ORANG TUA YANG AMANAH:TINJAUAN PSIKOLOGI INDIJINUS

Jurnal Psikologi Sosial

Volume dan Halaman Vol. 15, No. 01, 12-24

Tahun Penulisan 2017

Reviewer Muhammad Fikri Setiawan

Tanggal di Review 31 Desember 2022

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri orang tua yang
amanah serta perbedaan antara ayah dan ibu yang amanah.
Subjek penelitian adalah 444 pelajar SMA dan mahasiswa di
Pekanbaru, Riau yang mendapatkan kuesioner dengan pertanyaan
terbuka yang dimodifikasi dari kuesioner Kim (2009). Analisis data
penelitian menggunakan kombinasi metode kualitatif dan
kuantitatif dengan pendekatan indigenous psychology, yaitu
pendekatan yang dilihat dari sudut pandang budaya lokal, yang
memungkinkan untuk melihat setiap fenomena berdasarkan
konteks terkait. Analisis data dilakukan dengan
mengkategorisasikan jawaban subjek berdasarkan persamaan
tema, kemudian dilakukan tabulasi silang berdasarkan frekuensi
respon dalam kelompok kategori. Hasil penelitian menemukan
bahwa ada empat kategori ciri-ciri ayah dan ibu yang amanah
yaitu (1) peran, (2) karakter, (3) integritas, dan (4) benevoleance.
Peran merupakan kemampuan yang dilakukan orang tua untuk
menunaikan amanah, karakter adalah tabiat atau sifat yang
mengarahkan pada perilaku amanah orang tua, sedangkan
integritas merupakan kesesuaian dan konsistensi antara
komitmen dan perilaku orang tua pada anak, dan benevoleance
merupakan bentuk perhatian dan kasih sayang orang tua yang
dirasakan anak.
Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan indigenous
psychologies ini bertujuan untuk mewadahi adanya variasi
individual, sosial, kultural, dan temporal serta masih memerlukan
verifikasi secara teoritik dan empirik untuk dapat mengasumsikan
secara a priori eksistensi psikologi universal sehingga masih
membutuhkan investigasi lintas budaya dan cross individual.

Pengantar Orang tua adalah figur pendidik utama dan pertama bagi anak–
anaknya. Orang tua diharapkan mampu menjalankan peran dan
tanggung jawabnya khususnya pengasuhan terhadap anak–
anaknya. Peran dan tanggungjawab orang tua juga mendapatkan
penilaian dari masyarakat, orang tua lain, dan bahkan anaknya
sendiri. Perhatian dan penilaian yang diberikan bagi orang tua
termasuk tentang bagaimana orang tua harus mengekspresikan
pikiran, perasaan dan perilaku kesehariannya khususnya saat
pengasuhan anak. Penilaian ini dapat juga diberikan oleh anak
saat ia berinteraksi dengan orang tuanya. Demikian halnya anak
dapat memberikan koreksi terhadap orang tuanya agar lebih
berperan sebagai orang tua yang ideal sesuai dengan norma
budaya tempat tinggalnya. Orang tua yang bertempat tinggal di
Pekanbaru dengan dominasi aplikasi norma budaya Melayu juga
tak luput dari penilaian peran dan tanggungjawab yang
dilakukannya. Dalam ranah budaya Melayu, Othman (1993)
mengungkapkan bahwa anak dengan latar belakang Melayu dapat
menyuarakan pendapat mengenai orang tuanya seperti
berpendapat yang menentang orang tua (ibu dan bapak) namun
orang tua tidak menganggap anak tersebut telah berperilaku
kurang ajar. Orang tua lebih mementingkan bagaimana cara anak
mengemukakan pendapatnya. Bahkan untuk anak bungsu,
perilaku anak yang menentang pendapat orang tua dapat
dianggap sebagai tingkah laku manja.

Metode Penelitian -

Pembahasan Terdapat perbedaan hasil penelitian antara ayah dan ibu.


Perbedaan ciri amanah yang ada pada ayah dan ibu adalah pada
urutan penilaian anak terhadap ciri ayah yang amanah. Karakter
ayah lebih menentukan amanah atau tidak amanahnya sosok
ayah. Setelah karakter, anak mempersepsikan kemampuan,
integritas dan terakhir benevolance yang mencirikan amanah pada
ayah. Sedangkan pada Ibu, ciri ibu yang amanah lebih ditentukan
pada kemampuan, diikuti karakter, benevolance, dan
integritasnya. Perbedaan hasil penelitian ini salah satunya juga
dapat dikarenakan adanya perbedaan pandangan antara ayah dan
ibu sebagai orang tua terhadap tugas dan tanggung jawab mereka
masing-masing pada pengasuhan anak. Sebagai orang tua mereka
memiliki pandangan, pendapat, dan kebiasaan sehari-hari dengan
kontribusi berbeda kepada anak.

Simpulan Penelitian ini menemukan adanya amanah relasi pada orang tua
dari sudut pandang penilaian anak kandungnya. Amanah relasi
memiliki ciri adanya peran, karakter, integritas, dan benevolance
pada orang tua. Peran orang tua mencakup kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis anak, bertanggung
jawab terhadap perkembangan intelektual anak dengan membina
dan mendidik serta menciptakan rasa aman melalui pengasuhan
dan perawatan, ucapan serta perlakuan yang baik. Karakter
berupa nilai personal pribadi yang bertanggungjawab kumpulan
penerimaan diri berupa saling menghargai, simpati, dan perasaan
terharu pada orang lain sehingga seseorang menjadi berbuat
kebajikan terhadap orang lain dan mengindikasikan kapasitas
minat personal saat menerima trust sebagai kewajiban moral.
Integritas sebagai konsistensi keseluruhan antara pemikiran,
perkataan, perilaku, kewajiban yang seharusnya ditampilkan ayah
atau ibu, sedangkan benevolance terdiri dari pemikiran, perasaan,
dan perilaku kasih sayang yang ditunjukkan orang tuasehingga
anak merasakan kenyamanan dan keamanan.

Kekuatan Penelitian -

Kelemahan Penelitian Tidaknya metode penelitian yang jelas


Jurnal Keempat

Judul PENGARUH EMPATI EMOSIONAL TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL


YANG DIMODERASI OLEH JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA

Jurnal Psikologi Sosial

Volume dan Halaman Vol. 15, No. 02, 72-83

Tahun Penulisan 2017

Reviewer Muhammad Fikri Setiawan

Tanggal di Review 31 Desember 2022


Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh empati emosional terhadap perilaku prososial yang
dimoderasi oleh jenis kelamin pada mahasiswa. Empati emosional
diartikan sebagai dorongan secara otomatis dan tanpa disadari
untuk merespon keadaan emosi orang lain dan perilaku prososial
diartikan sebagai tindakan yang dilakukan individu untuk
membantu orang lain. Empati secara emosional diinduksi dengan
cara memberikan sebuah video yang dapat membuat empati
seseorang menjadi meningkat atau bahkan netral. Instrumen yang
digunakan untuk mengukur empati emosional dengan
menggunakan Positive Affect and Negative Affect Scale (PANAS)
yang dikembangkan oleh Watson, Clark, & Tellegen (1988).
Pengukuran perilaku prososial dilakukan dengan cara melihat dari
jumlah donasi yang diberikan oleh partisipan. Responden
penelitian ini merupakan 126 mahasiswa aktif S1 Universitas
Indonesia yang terbagi atas laki-laki dan perempuan, dengan
kriteria usia 18-25 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen laboratorium dengan menggunakan desain faktorial 2
(empati: netral vs empati) X 2 (jenis kelamin: laki-laki vs
perempuan) between subject design. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan
antara empati emosional terhadap perilaku prososial, namun
pengaruh jenis kelamin sebagai moderator terhadap perilaku
prososial tidak memiliki efek yang signifikan, namun pada
penelitian ini ditemukan variabel lain yang dapat mempengaruhi
perilaku prososial pada individu.

Tujuan Penelitian Pada penelitian ini akan mengukur state empathy dan ingin
membuktikan kembali apakah jika state diukur setelah menerima
manipulasi untuk meningkatkan empati, bagaimana hasil dan
hubungannya terhadap perilaku prososial. Pengukuran empati
pada penelitian ini berfokus pada pengukuran empati emosional
state yang dilihat pada perbedaan jenis kelamin. Berdasarkan
adanya dipaparkan perbedaan hasil yang oleh penelitian
sebelumnya, peneliti tertarik untuk meneliti apakah gender
memiliki pengaruh dalam menguatkan atau melemahkan
hubungan antara empati terhadap perilaku prososial.

Penelitian ini juga bertujuan untuk meneliti kembali pada kategori


usia muda dengan dilakukannya induksi empati yang sama
sebelum pengukuran empati dilakukan. Pada penelitian ini akan
menjawab pertanyaan penelitian mengenai hubungan antara
ketiga variabel penelitian, dan pengukuran perilaku prososial
diukur dengan cara perilaku donasi. Terdapat dua hipotesis pada
penelitian ini, yang pertama adalah terdapat pengaruh empati
yang signifikan terhadap perilaku prososial. Kedua, jenis kelamin
menguatkan atau melemahkan pengaruh empati terhadap
perilaku prososial.

Pengantar Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk hidup


berdampingan dengan manusia lainnya. Untuk dapat hidup
berdampingan, individu dapat saling mendukung satu sama lain
misalnya dengan saling memberikan pertolongan. Bantuan
sebagai tindakan prososial memiliki beragam bentuk diantaranya
yaitu sharing (membagi), cooperative (kerjasama), donating
(menyumbang), helping (menolong), honesty (kejujuran), dan
generosity (kedermawanan) (Eisenberg & Mussen, 1989).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor seseorang dalam
memberikan pertolongan berdasarkan empati yang dimiliki tiap
individu, namun empati yang dimiliki setiap individu pun berbeda
tergantung dengan jenis kelamin maupun motivasi yang dimiliki.
Apa sebenarnya yang menyebabkan individu mau untuk
menolong?

Metode Penelitian Penelitian eksperimen laboratorium (laboratory experiment)

Pembahasan Empati seseorang dapat berkembang jika dipengaruhi oleh


beberapa faktor seperti mood dan feeling yang akan
mempengaruhi sebuah respon yang muncul ketika berinteraksi
dengan orang lain (Hoffman, 2000), respon empati yang muncul
juga akan berbeda jika dihadapkan pada situasi atau tempat
tertentu (Hoffman, 2000). Sesuai dengan studi sebelumnya
mengatakan bahwa empati tinggi atau rendah dapat muncul dari
perbedaan usia seseorang dan jenis kelamin. Usia dapat
mempengaruhi respon empati seseorang karena dengan
bertambahnya usia maka kemampuan respon empati pun akan
bertambah sesuai dengan bertambahnya pula pemahaman
perspektif seseorang. Empati menjadi faktor penting dalam
memunculkan perilaku prososial, jika seseorang memiliki empati
yang tinggi berarti ia telah dapat memahami keadaan yang
dialami oleh orang lain sehingga dapat mendorong dirinya untuk
bertindak prososial. Empati yang dimiliki tiap individu baik dengan
jenis kelamin perempuan maupun laki-laki berbeda, seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya bahwa perempuan cenderung
memiliki empati yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Perilaku prososial tidak terbatas pada siapa yang menolong dan
kapan pertolongan tersebut diberikan. Perilaku prososial muncul
pada diri individu yang memiliki empati tinggi, dan bersedia
memberikan pertolongan secara sukarela tanpa mengharapkan
manfaat secara langsung untuk dirinya.

Simpulan Mengacu pada hasil dan analisa dari penelitian ini, sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa hal yang dapat
disimpulkan. Menjawab pada pertanyaan penelitian pertama yang
sudah dirumuskan, hipotesis satu penelitian dapat diterima dan
terbukti secara signifikan bahwa empati mempengaruhi
munculnya perilaku prososial. Pengaruh empati terhadap perilaku
prososial terbukti meningkatkan empati emosional yang lebih
tinggi di kelompok eksperimen dibandingkan empati di kelompok
netral pada dimensi afek positif. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa empati emosional dan donasi lebih besar dipengaruhi oleh
skor afek positif. Kemudian, menjawab pertanyaan penelitian
kedua, hipotesis kedua dalam penelitian ini ditolak. Didapatkan
analisa moderasi yang dilakukan memperlihatkan bahwa tidak
terdapat efek moderasi jenis kelamin yang dihasilkan pada
pengaruh empati terhadap perilaku prososial.

Kekuatan Penelitian 1. Struktur penelitian tertata dengan sangat baik dan jelas

2. Memiliki metode penelitian yang jelas

Kelemahan Penelitian -

Anda mungkin juga menyukai