Anda di halaman 1dari 13

C.

Jenis-Jenis Social Influence

Dalam Social Influence (Pengaruh Sosial) ada 3 aspek penting dalam pengaruh social, yaitu:
konformitas (conformity), kesepakatan (compliance), dan kepatuhan (obedience).

1. Conformity

a. Pengertian Conformity

Conformity atau konformitas merupakan jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap
dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Konformitas dan norma
sosial adalah aturan-aturan yang mengatur bagaimana individu seharusnya dan sebaiknya
berperilaku disebut dengan norma sosial. tertekan untuk melakukan konformitas berasal dari
kenyataan bahwa dalam beberapa konteks terdapat aturan-aturan baik yang eksplisit maupun
yang tidak terucap. Aturan-aturan ini mengidentifikasikan bagaimana individu itu seharusnya
dan sebaiknya bertingkah laku. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konformitas yaitu:
pengaruh dari orang-orang yang disukai, kekelompokan kelompok, ukuran kelompok dan
tekanan sosial, norma sosial deskriptif dan norma sosial injungtif.

b. Aspek-aspek dalam Conformity

Sears dkk (2004) berpendapat bahwa konformitas akan mudah telihat serta mempunyai aspek
– aspek yang khas dalam kelompok. Adapun aspek – aspek yang dimaksud adalah :

1) . Aspek Kekompakan
Kekompakan dapat dipengaruhi oleh hal – hal sebagai berikut :
 Penyesuaian diri, kekompakan yang tinggi dapat menimbulkan tingkat konformitas yang
tinggi. Alasannya adalah apabila individu merasa dekat dengan anggota kelompok lain,
akan menyenangkan bagi inidividu tersebut untuk mengakuinya, dan semakin
menyakitkan apabila anggota kelompok mencelanya. Kemungkinan untuk
menyesuaikan diri akan semakin besar, apabila inidividu mempunyai keiniginan yang
kuat untuk menjadi anggota sebuah kelmopok tertentu.
 Perhatian terhadap kelompok, peningkatan konoformitas terjadi karena anggotanya
enggan disebut sebagai orang yang menyimpang, dan penyimpangan disebut sebagai
orang yang menyimpang, dan penyimpangan menibulkan resiko ditolak. Semakin tinggi
perhatian seseorang dalam kelompok, semakin tinggi tingkat rasa takutnya terhadap
penolakan, dan seakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompok.
2) .Aspek Kesepakatan

Pendapat kelompok yang telah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga harus loyal dan
menyesuaikan pendapatnya dan pendapat kelompoknya. Kesepakatan dipengaruhi oleh hal –
hal sebagai berikut :

 Kepercayaan, tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun apabila terjadi


perbedaan pendapat, meskipu orang yang berbeda pendapat sebenarnya kurang ahli
bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak
mempunyai kepercayan terhadap kelompok, maka hal ini dapat mengurangi
ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan.
 Persamaan pendapat, bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak
sependapat dengan anggota kelompok yang lain, maka konformitas akan menurun.
Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadanya perbedaan
serta berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi dengan persamaan
antar kelompok maka konformitas akan semakin tinggi.
 Penyimpangan terhadap pendapat kelompok, apabila individu mempunyai pendapat
yang berbeda dengan individu lain, maka individu tersebut akan dikucilkan dan
dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam padangan sendiri maupun
pandangan orang lain. jadi individu yang menyimpang akan menyebabkan penurunan
kesepakatan.

3). Aspek Ketaatan

Jika ketaatan tinggi, maka konformitasnya juga tinggi. Ketaatan tersebut dapat dipengaruhi
oleh hal – hal sebagai berikut :

1. Tekanan karena ganjaran, ancaman atau hukuman

Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah meningkatkan perilaku yang diinginkan
melalu ganjaran, ancaman atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin
besar. Semua itu merupakan intensif pokok untuk mengubah perilaku seseorang.

2. Harapan orang lain


Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut
mengharapkannya. Harapan – harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan
harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah
menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, segala sesuatu yang diatur sehingga
ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin terjadi.
Aspek – aspek konformitas menurut Baron dan Byrne (2005) terdapat dua dasar pembentukan
konformitas yaitu :

1. Pengaruh Normatif
Merupakan penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk mendapatkan
penerimaan. Baron dan Byrne (2005) menambahkan bahwa dalam pengaruh ini individu
berusaha untuk mematuhi standar norma yang ada didalam kelompok. Apabila norma
dilanggar, maka efeknya adalah penolakan maupun pengasingan oleh kelompok pada individu.

2. Pengaruh Informasional

Merupakan penyesuaian individu ataupun keinginan individu untuk memiliki pemikiran yang
sama sebagai akibat dari adanya pengaruh menerima pendapat maupun asumsi pemikiran
kelompok dan beranggapan bahwa informasi dari kelompok lebih kaya dari pada informasi milik
pribadi.
Berdasarkan pendapat ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek – aspek konformitas
terbagi dua tokoh. Menurut Sears, aspek–aspek konformitas ada tiga meliputi kekompakan,
kesepakatan, dan ketaatan. Sedangkan menurut Baron dan Byrne ada dua aspek yaitu normatif
dan informasional.

c. Bentuk-Bentuk Conformity

Menurut Myers (2012) bentuk konformitas ada tiga, yaitu :

a. Penerimaan (acceptance) yaitu ketika individu bertindak dan meyakini sesuai tekanan sosial
baik dari individu atau kelompok.
b. Pemenuhan (compliance), yaitu konformitas atas permintaan atau tekanan sosial tapi
individu tidak menyetujui.
c. Kepatuhan (obedience), yaitu bertindak sesuai dengan perintah langsung.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Conformity

Faktor – faktor yang mempengaruhi konformitas adalah sebagai berikut :

1. Kohesivitas (Baron dan Byrne, 2003)


Kohesivitas didefinisikan sebagai derajat ketertarikan individu terhadap kelompok. Semakin
besar kohesivitas, maka akan semakin tinggi keinginan individu untuk konform dengan
kelompok.
2. Ukuran kelompok (Baron dan Byrne, 2003)
Jumlah anggota kelompok yang semakin besar akan mempengaruhi tinggi rendahnya
konformitas dalam kelompok.
3. Jenis norma yang berlaku (Baron dan Byrne, 2003)
Norma sosial yang berlaku dapat berupa norma deskriptif atau norma injungtif. Norma
deskriptif yaitu norma yang hanya mengindikasikan apa yang sebagian besar orang yang
lakukan pada situasi tertentu. Norma injungtif yaitu norma yang menetapkan tingkah laku apa
yang diterima atau tidak diterima pada situasi tertentu.
4. Identitas sosial (Sears, 2004)
Salah satu faktor penentu kepercayaan kelompok adalah tingkat keahlian anggotanya. Sejauh
mana pengetahuan mereka tentang suatu topik. Sejauh mana kewenangan mereka untuk
memberikan informasi. Semakin tinggi tingkat keahilan kelompok itu dalam hubungannya
dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap
mereka.
Faktor ini juga didukung oleh penelitian Mela Rospita (2016) yang berjudul “Hubungan Identitas
Sosial dengan Konformitas Pada Komunitas Hijabers Pekanbaru”. Hal yang sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Silalahi (2013) dengan judul penelitian “Hubungan
Antara Identitas Sosial dengan Konformitas Pada Anggota Komunitas Virtual Kaskus Regional
Depok”. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Kadeq (2013) “Hubngan Identitas Sosial dan
Konformitas dengan Perilaku Agresi pada Suporter Sepakbola Perisasam Putra Samarinda.

Berdasakan ketiga penelitian diatas menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
konformitas adalah identitas sosial. Sears (2004) mengemukakan identitas sosial yang
merupakan pengetahuan tentang kelompok juga sebagai alasan yang kuat untuk melakukan
konformitas. Kemudian disini dapat dimpulkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
konformitas adalah identitas sosial.
Menurut Taylor, dkk (2009) yang mempengaruhi konformitas adalah sebagai berikut :

a. Ukuran kelompok
Konformitas biasanya menignkat apabila ukuran kelompok meingkat.
b. Keseragaman kelompok
Seseorang yang berhadapan dengan mayoritas yang kompak akan cenderung untuk ikut
menyesuaikan diri dengan mayoritas, tetapi jika kelompok itu tidak kompak, maka ada
menurunnya konformitas.
c. Komitmen Kelompok
Konformitas dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antara indvidu dengan kelompok. Komitmen
adalah semua kekuatan positif atau negatif yang membuat inidividu tetap berhubungan atau
tetap setia dalam kelompok.

d. Keinginan Individualis

Kesediaan seseorang untuk melakukan hal-hal secara publik membedakan mereka dari orang
lain yang membuat mereka tampil beda.
Berdasarkan pendapat ahli diatas, bahwa faktor-faktor yang mempengruhi konformitas secara
garis besar terbagi menjadi tiga faktor. Baron dan Byrne mengemukakan bahwa yang
mempengaruhi konformitas ada tiga meliputi : kohesivitas, ukuran kelompok, dan jenis norma
sosial yang berlaku pada situasi tertentu. Sedangkan Sears mengemukakan bahwa identitas
sosial yang merupakan pengetahuan tentang kelompok juga sebagai alasan yang kuat untuk
melakukan konfromitas. Selanjutnya Taylor dkk, mengemukakan faktor yang mempengaruhi
konformitas meliputi ukuran kelompok, keseragaman kelompok, komitmen kelompok dan
keinginan individualis.

2. Compliance

a. Pengertian Compliance

Compliance atau kesepakatan adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana seseorang dipaksa
untuk menyetujui kesepakatan atau permintaan yang ada meskipun dia tidak sepenuhnya
menyetujuinya. Kesepakatan merupakan suatu bentuk pengaruh sosial yang meliputi
permintaan langsung dari seseorang kepada orang lain. Perilaku kesepakatan disebut sebagai
pembujuk yang ulung karena mampu membuat orang lain yang menjadi targetnya untuk
berkata “ya” atas kesepakatan yang ditawarkan. Adapun prnsip-prinsip dari kesepakatan,
adalah, pertemanan dan rasa suka, komitmen dan konsistensi, kelangkaan, adanya timbal balik
atau resiprositas, validasi sosial, dan kekuasaan. Selain itu, ada beberapa teknik untuk dapat
mendapatkan kesepakatan, antara lain: Teknik ingratiation, adalah suatu teknik untuk
memperoleh kesepakatan dimana pemohon pertama mengusahakan agar target menyukai
mereka, kemudian berusaha mengubah tingkah laku sesuia dengan apa yang diinginkan.

b. Pelaku Compliance

Pelaku compliance adalah semua individu yang terlibat dalam suatu permintaan dan
penawaran yang terjadi dalam sebuah compliance. Seorang individu dapat disebut sebagai
pelaku compliance apabila mampu membuat orang lain yang menjadi targetnya berkata iya
(comply) dan menjadi patuh atas kesepakatan yang ditawarkan. Para pelaku kesepakatan itu
antara lain meliputi:

1) Penjual barang,
2) Orang-orang di bidang periklanan,
3) Pelobi politik,
4) Pencari dana,
5) Politisi,
6) Oknum penipu,
7) Negosiator profesional, dll

c. Tehnik Untuk Mendapatkan Compliance

Kesepakatan merupakan pengaruh sosial positif yang diharapkan oleh banyak pihak, karena
kebanyakan compliance atau kesepakatan ini akan menguntungkan semua pihak yang
dilibatkan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui berbagai cara, langkah dan teknik untuk
mencapai kesepakatan. Terdapat beberapa teknik dalam mendapatkan kesepakatan oleh
individu yang di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Teknik ingratiation

Yakni suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana pemohon pertama mengusahakan
agar target menyukai mereka, kemudian berusaha untuk mengubah tingkah laku sesuai dengan
yang diinginkan.

2) Teknik foot-in-the-door

Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana pemohon memulai dengan permintaan
yang kecil dan kemudian ketika permintaan ini disetujui meningkat ke permintaan yang lebih
besar yang memang sudah diinginkan sejak awal.

3) Teknik lowball

Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana suatu penawaran atau persetujuan
diubah (menjadi lebih tidak menarik) setelah orang yang menjadi target menerimanya.

4) Teknik door-in-the-face
Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana pemohon memulai dengan permintaan
yang lebih besar dan kemudian ketika permintaan ini ditolak mundur ke permintaan yang lebih
kecil (yang memang mereka inginkan sejak awal).

5)Teknik that’s-not-all

Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana pemohon menawarkan keuntungan


tambahan kepada orang-orang yang menjadi target, sebelum mereka memutuskan apakah
mereka hendak menuruti atau menolak permintaan spesifik yang diajukan.

6) Teknik jual mahal

Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan dengan memberikan kesan bahwa seseorang
atau objek adalah langka dan sulit diperoleh.

7) Teknik deadline

Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana orang yang menjadi target diberitahu
bahwa mereka memiliki waktu yang terbatas untuk mengambil keuntungan dari beberapa
tawaran atau untuk memperoleh suatu barang.

d. Prinsip Dasar Compliance

Ada beberapa prinsip dasar compliance atau kesepakatan, antar lain:

1. Pertemanan/rasa suka: kita lebih bersedia untuk memenuhi permintaan dari teman atau
orang-orang yang kita sukai dari pada permintaan dari orang asing atau orang yang tidak kita
sukai. Contoh, sahabat kita sangat suka musik country, bisa jadi nantinya kita juga menyukai
musik country.

2. Komitmen/konsisten: sekali kita berkomitmen pada suatu tindakan, kita akan lebih bersedia
untuk memenuhi permintaan mengenai tingkah laku yang konsisten dengan tindakan tersebut
dari pada permintaan yang tidak konsisten dengan tindakan tersebut.

3. Kelangkaan: kita lebih mungkin untuk memenuhi permintaan yang berpusat pada kelangkaan
dari pada terhadap permintaan yang sama sekali tidak terkait dengan isu tersebut. Contoh,
ketika bensin langka, orang lebih cenderung menjadi tertarik membeli bensin.

4. Timbal balik/resiprositas: kita lebih bersedia memenuhi permintaan dari orang yang
sebelumnya memberikan bantuan atau kemudahan pada kita. Contoh, Susi melakukan sesuatu
untuk Rudi, karena Rudi pernah membantu Susi sebelumnya.
5. Validasi Social: kita lebih bersedia memenuhi permintaan untuk melakukan beberapa
tindakan, jika tindakan tersebut konsisten dengan apa yang kita percaya dilakukan oleh orang
lain yang mirip dengan kita.

6. Kekuasaan: kita lebih bersedia memenuhi permintaan dari seseorang yang memiliki
kekuasaan yang sah.

3. Obedience

a. Pengertian Obedience

Obedience atau kepatuhan merupakan suatu bentuk pengaruh sosial dimana seseorang hanya
perlu memerintahkan satu orang lain atau lebih untuk melakukan satu atau beberapa tindakan.
Obedience atau kepatuhan merupakan suatu bentuk pengaruh sosial dimana seseorang hanya
perlu memerintahkan satu orang lain atau lebih untuk melakukan satu atau beberapa tindakan.
Hal-hal yang perlu diketahui mengenai kepatuhan antara lain, kepatuhan merupakan bentuk
paling langsung dari pengaruh sosial, kepatuhan paling jarang terjadi jika dibandingkan dengan
korformitas dan kesepakatan, kepatuhan lebih sering terjadi dalam setting khusus dalam
institusi tetentu seperti sekolah hingga militer. Dalam penelitian Milgram (1963) tentang
obedience menunjukan individu cenderung patuh pada perintah orang lain relatif tidak memiliki
power yang kuat, dalam penelitiannya juga menunjukan inidvidu dapat menuruti perintah yang
sebenarnya membahayakan jiwa orang lain.

b. Aspek-aspek Obedience

Seseorang dapat dikatakan patuh terhadap orang lain apabila orang tersebut memiliki tiga
dimensi kepatuhan yang terkait dengan sikap dan tingkah. Menurut Hartono (2006), dimensi
atau aspek-aspek yang terkandung dalam kepatuhan (obedience) adalah sebagai berikut:

1. Mempercayai (belief)

Individu lebih patuh apabila mereka percaya bahwa tujuan dari dibentuknya suatu peraturan
itu merupakan sesuatu yang penting. Individu percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil
oleh orang yang memberi perintah atau biasa disebut pemimpin, percaya pada motif pemimpin
dan menganggap bahwa individu tersebut bagian dari organisasi atau kelompok yang ada dan
memiliki aturan yang harus diikuti.

2. Menerima (accept)
Individu yang patuh menerima dengan sepenuh hati perintah dan permintaan yang ada dalam
peraturan yang telah dipercayainya. Mempercayai dan menerima merupakan aspek yang
berkaitan dengan sikap individu.

3. Melakukan (act)

Melakukan dan memilih taat terhadap peraturan dengan sepenuh hati dan dalam keadaan
sadar. Melakukan sesuatu yang diperintahkan atau menjalankan suatu aturan dengan baik,
maka individu tersebut bisa dikatakan telah memenuhi aspek-aspek dari kepatuhan.

Menurut Umami (2010), kepatuhan kepada otoritas atau peraturan terjadi jika perintah
dilegitimasi dalam konteks norma dan nilai-nilai kelompok. Adapun indikator kepatuhan dalam
bentuk perilaku yang dapat diamati yaitu:

1. Konformitas (conformity)

Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah
laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.

2. Penerimaan (compliance)

Penerimaan adalah kecenderungan orang mau dipengaruhi oleh komunikasi persuasif dari
orang yang berpengetahuan luas atau orang yang disukai. Dan juga merupakan tindakan yang
dilakukan dengan senang hati karena percaya terhadap tekanan atau norma sosial dalam
kelompok atau masyarakat.

3. Ketaatan (obedience)

Ketaatan merupakan suatu bentuk perilaku menyerahkan diri sepenuhnya pada pihak yang
memiliki wewenang, bukan terletak pada kemarahan atau agresi yang meningkat, tetapi lebih
pada bentuk hubungan mereka dengan pihak yang berwenang.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Obedience

Menurut Soekanto (1992), terdapat empat faktor yang dianggap dapat mempengaruhi
kepatuhan pada diri seseorang, yaitu sebagai berikut:

1. Indoctrination.
Sejak kecil manusia telah dididik agar mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat.
Melalui proses sosialisasi manusia dididik untuk mengenal, mengetahui serta mematuhi kaidah-
kaidah tersebut.

2. Habituation.

Proses sosialisasi telah dialami sejak kecil, lama-kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk
mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku.

3. Utility

Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup pantas dan teratur. Akan
tetapi apa yang pantas dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur bagi orang
lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu patokan tentang kepantasan dan keteraturan tersebut,
yang dinamakan kaidah. Dengan demikian, maka salah satu faktor yang menyebabkan orang
taat pada kaidah adalah karena kegunaan kaidah tersebut.

4. Group identification

Salah satu sebab seseorang patuh pada kaidah adalah karena kepatuhan tersebut merupakan
salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok.

Adapun menurut Toha (2015), terdapat tiga faktor utama yang juga dipercaya mempengaruhi
kepatuhan pada individu, yaitu sebagai berikut:

1. Kepribadian

Faktor kepribadian adalah faktor internal yang dimiliki individu. Faktor ini berperan kuat
mempengaruhi intensitas kepatuhan ketika berhadapan dengan situasi yang lemah dan pilihan-
pilihan yang ambigu dan mengandung banyak hal. Dan faktor ini tergantung pada dimanakah
individu tumbuh dan peranan pendidik yang diterimanya. Kepribadian dipengaruhi nilai-nilai
dan perilaku tokoh panutan atau teladan. Bahkan kepribadian juga dipengaruhi metode
pendidikan yang digunakan.

2. Kepercayaan

Suatu perilaku yang ditampilkan individu kebanyakan berdasarkan pada keyakinan yang dianut.
Sikap loyalitas pada keyakinannya akan memengaruhi pengambilan keputusan. Suatu individu
akan lebih mudah mematuhi peraturan yang didoktrin oleh kepercayaan yang dianut. Perilaku
patuh berdasarkan kepercayaan juga disebabkan adanya penghargaan dari hukuman yang
berat.
3. Lingkungan

Nilai-nilai yang tumbuh dalam suatu lingkungan nantinya juga akan memengaruhi proses
internalisasi yang dilakukan oleh individu. Lingkungan yang kondusif dan komunikatif akan
mampu membuat individu belajar tentang arti sebuah aturan dan kemudian menginternalisasi
dalam dirinya dan ditampilkan lewat perilaku. Lingkungan yang cenderung otoriter akan
membuat individu mengalami proses internalisasi dengan keterpaksaan.

Faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang, antara lain adalah
sebagai berikut:

1. Informasi

Merupakan faktor utama dalam pengaruh sosial. Seseorang kadang-kadang mau melakukan
sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan hanya setelah kepada mereka diberikan sejumlah
informasi, seseorang sering memengaruhi orang lain dengan memberikan mereka informasi
atau argumen yang logis tentang tindakan yang seharusnya dilakukan.

2. Imbalan

Salah satu basis kekuasaan adalah kemampuan untuk memberi hasil positif bagi orang lain,
membantu orang lain mendapatkan tujuan yang diinginkan atau menawarkan imbalan yang
bermanfaat. Beberapa imbalan bersifat sangat personal, contohnya senyum persetujuan dari
teman, atau imbalan impersonal contohnya adalah uang atau barang berharga lainnya.

3. Kekuasaan rujukan

Basis pengaruh dengan relevansi pada relasi personal atau kelompok adalah kekuasaan rujukan.
Kekuasaan ini eksis ketika seseorang mengidentifikasi atau ingin menjalin hubungan dengan
kelompok atau orang lain. Seseorang mungkin bersedia meniru perilaku mereka atau
melakukan apa yang mereka minta karena ingin sama dengan mereka atau menjalin hubungan
baik dengan mereka.

4. Paksaan

Kepatuhan dapat tercipta berupa paksaan fisik sampai ancaman hukuman atau tanda ketidak-
setujuan. Misalnya, setelah gagal meyakinkan anak untuk tidur siang, si bapak mungkin secara
paksa memasukkan anak ke dalam kamar, lalu ia keluar dan mengunci pintu.

5. Pengawasan
Dari percobaan yang dilakukan tentang kepatuhan menunjukkan bahwa kehadiran tetap atau
pengawasan dari seorang dapat meningkatkan kepatuhan. Bila pengawas meninggalkan
ruangan dan memberikan instruksinya dari jarak jauh, misalnya lewat telepon, maka yang
terjadi adalah kepatuhan akan menurun.

6. Kekuasaan dan ideologi

Faktor penting yang dapat menimbulkan kepatuhan sukarela adalah penerimaan seseorang
akan ideologi yang mengabsahkan kekuasaan orang yang berkuasa dan membenarkan
instruksinya.

Daftar Pustaka

Puspasari, Hana Lintang. 2016. Hubungan Social Influence dengan Perilaku Membayar Pajak.

Repository. 2014. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konformitas & Pengertian .


Mulyadi, S., Rahardjo, W., Asmarany, A.I, Pranandari, K.(2016). Psikologi sosial. Jakarta:
Penerbit Gunadarma.

Papalia, D.E., dan Feldman, R.D. 2003. Human Development. New York: McGraw-Hill
Companies.

Bordens, K.S., dan Horowitz, I.A. 2008. Social Psychology. Oregon: Freeload Press.

Rahmawati, A.D. 2015. Kepatuhan Santri Terhadap Aturan di Pondok Pesantren Modern.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sarwono, S.W. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Soekanto, Soerjono. 1992. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: Rajawali.

Taylor, S.E. 2006. Health Psychology. Singapore: McGraw-Hill Companies.

Blass, Thomas. 1999. The Milgram Paradigm After 35 Years: some thing we now know about
obedience to authority. Journal of Applied Psychology, Vol.29.

Hartono. 2006. Kepatuhan dan Kemandirian Santri (Sebuah Analisis Psikologis). IBDA, Jurnal
Studi Islam dan Budaya, Vol.4, No.1.

Umami, Z. 2010. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Kepatuhan Terhadap Aturan pada
Mahasiswa Penghuni Ma’had Sunan Ampel Al-Aly di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana
Malik Ibrahim Malang. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Toha, Mohamad. 2015. Kepatuhan Pengendara Sepeda Motor di Simpang Lima Gumul. Kediri:
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kediri.

Anda mungkin juga menyukai