6) Social Loafing adalah kejadian terkenal yang mengarah pada penurunan produktivitas dalam
pengaturan kelompok, seperti dicatat oleh George dalam penelitian Liden et al. Baron dan
Bryne (2005) menjelaskan bahwa kemalasan sosial adalah ketika anggota kelompok tidak
melakukan dengan kemampuan penuh mereka, sering hanya melakukan minimal untuk
menghindari rasa bersalah karena tidak memberikan kontribusi. Fenomena ini juga dapat
menyebabkan kurangnya motivasi dalam kelompok, karena individu mungkin merasa idenya
sudah terwakili oleh anggota lain, seperti yang disoroti oleh Meinarno dan Sarwono (2018).
Intinya, kemalasan sosial pada akhirnya dapat menghambat keberhasilan proyek atau tugas
kelompok.
Menurut teori dampak social loafing yang dikemukakan oleh Latane, Chidambaran
dan Tung (2005) mengungkapkan bahwa social loafing dapat dilihat dari dua aspek:
1. Dilution Effect
Individu “tenggelam” dalam kelompok. Individu kurang termotivasi karena merasa
kontribusinya tidak berarti, atau menyadari bahwa penghargaan yang diberikan tidak
sepadan dengan kontribusi yang diberikan.
2. Immediacy Gap
Individu merasa terasing dari kelompok. Hal ini menandakan semakin jauh anggota
kelompok dari anggotanya, maka individu akan semakin jauh dengan pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
7) Kohesivitas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat ketertarikan yang
dirasakan individu terhadap suatu kelompok, seperti yang didefinisikan oleh Baron dan Byrne
(2005). Myers (2012) menguraikan definisi ini dengan menyatakan bahwa keterpaduan adalah
perasaan yang mencerminkan sejauh mana anggota kelompok terikat satu sama lain. Carron
dan Brawley (2012) lebih jauh menjelaskan bahwa kohesivitas kelompok adalah proses yang
tercermin dalam kecenderungan kelompok untuk bersatu untuk mencapai tujuan mereka atau
memenuhi kebutuhan emosional anggotanya. Secara keseluruhan, definisi ini menunjukkan
bahwa kekompakan kelompok mengacu pada keinginan individu untuk menjadi bagian dari
kelompok, bertahan dalam kelompok untuk waktu yang lama, dan melawan pengaruh pihak
luar.
8) Deindividuasi adalah istilah yang diciptakan oleh Myers (2008) untuk menggambarkan
fenomena individu kehilangan rasa kesadaran diri dan evaluasi diri ketika ditempatkan dalam
situasi kelompok di mana perkembangan norma kelompok, baik positif maupun negatif,
didorong. Li (2010) lebih lanjut memperluas definisi ini, menyatakan bahwa deindividuasi terjadi
ketika reaksi individu menjadi tinggi dalam pengaturan kelompok. Menurut Singers, Brushes &
Lublin (dalam Li, 2010), deindividuasi sering ditandai dengan individu terlibat dalam perilaku
yang tidak diinginkan dan antisosial karena fokus mereka pada kelompok daripada nilai-nilai
pribadi mereka sendiri. Hughes (2013) menggambarkan deindividuasi sebagai tahap psikologis
di mana individu mengalami berkurangnya kesadaran diri dan berkurangnya rasa takut berada
dalam kelompok. Diener (dalam Li, 2010) mendefinisikan deindividuasi sebagai proses di mana
individu mengalami penurunan kesadaran diri dan merasa terlindungi oleh faktor situasional
dalam kelompok yang membuatnya dapat diterima untuk terlibat dalam perilaku yang mungkin
tidak selaras dengan nilai-nilai pribadi mereka.