Anda di halaman 1dari 3

1) Konformitas

Manusia memiliki kecenderungan untuk mematuhi aturan-aturan yang ada di lingkungan


sekitarnya. Misalnya, ketika kelas akan dimulai, siswa biasanya mengeluarkan ponsel
mereka dan menyetelnya ke mode senyap. Aturan-aturan ini mengatur bagaimana
individu harus berperilaku, dan dikenal sebagai norma sosial. Manusia berusaha
menyesuaikan tindakan mereka sesuai dengan norma sosial untuk bertahan hidup. Ini
disebut sebagai konformitas, yang melibatkan individu mengubah sikap dan perilaku
mereka agar sesuai dengan norma sosial. Menurut Cialdini dan Goldstein, konformitas
adalah kecenderungan untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai
dengan orang lain. Norma sosial dikategorikan menjadi dua jenis: norma perintah yang
biasanya eksplisit, seperti mahasiswa UIN Jakarta mengenakan pakaian yang pantas,
dan norma deskriptif yang implisit, seperti membawa buah ketika menjenguk orang sakit
atau saling meminta maaf saat Idul Fitri.
1) Compliance merupakan cara untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal yang
sama. Tanpa disadari, dalam kehidupan sehari-hari tingkah laku seorang individu
dipengaruhi oleh permintaan sekitar. Hal utama dalam compliance adalah kemauan
untuk merespon permintaan orang lain. Contohnya, seperti saat seseorang meminta
penilaian terhadap penampilannya. Compliance memiliki prinsip dasar sebagai berikut:
1. Pertemanan atau rasa suka, yaitu kecenderungan untuk lebih memenuhi permintaan
dari orang yang disukai dari pada orang yang belum dikenal atau dibenci.
2. Komitmen dan konsisten, yaitu kecenderungan untuk lebih mudah memenuhi
permintaan dari hal yang konsisten. Misalnya, memasang bendera merah putih setiap
Hari Kemerdekaan Indonesia.
3. Kelangkaan, yaitu kecenderungan memenuhi permintaan karena menghargai
keberadaan sesuatu yang langka.
4. Timbal balik, yaitu kecenderungan memenuhi permintaan dari orang yang sudah
pernah memberikan bantuan.
5. Validitas sosial, kecenderungan memenuhi permintaan dengan cara bertingkah laku
dan berfikir seperti orang lain.
6. Otoritas, kecenderungan melaksanakan permintaan dari pihak yang memiliki
kekuasaan.
3) Obedience merupakan salah satu jenis pengaruh sosial atau social influence, di mana
seseorang menaati dan mematuhi permintaan orang lain untuk melakukan tingkah laku
tertentu karena adanya unsur power (Baron, Braanscombe, dan Bryne, 2008 dalam
Sarwono & Meinarno, 2009). Faktor yang memengaruhi obedience:
● 1. Jenis kelamin. Untuk beberapa hal yang mengerikan, wanita lebih tidak patuh karena
merasa ngeri melihat dan mendengarkan korban.
● 2. Tingkat otoritas. Misalnya, orang yang diperintah atasan akan lebih patuh ketimbang
saat yang memerintah adalah teman seangkatan.
● 3. Seseorang akan menjadi penurut apabila dirasakan meningkatnya situasi yang
menurut kepatuhan. Contoh, mahasiswa mau tidak mau harus mematuhi peraturan
untuk mengerjakan skripsi dan mengikuti sidang sebagai syarat kelulusan.
● 4. Terbatasnya peluang untuk tidak patuh.
4) Persuasi adalah upaya mengubah sikap orang lain melalui penggunaan berbagai macam
pesan.
Beberapa contoh dari kegiatan persuasi adalah sebagai berikut:
● 1. Iklan merupakan pesan tentang produk tertentu yang dikemas dengan menarik dan
● ditampilkan melalui media massa yang cakupannya luas, baik melalui koran, televisi,
majalah, maupun media lainnya.
● 2. Kampanye merupakan pesan yang disampaikan melalui pidato dalam acara yang
● mengumpulkan massa dan diselenggaran oleh partai tertentu, biasanya sering terjadi
saat menjelang pemilihan umum.
● 3. Sosialisasi merupakan pesan yang berisi mengenai perencanaan sesuatu, seperti
tentang apa, bagaimana, dan mengapa suatu kegiatan pembangunan (program) perlu
dilaksanakan. Biasanya kegiatan ini dilakukan oleh aparat pemerintahan, agen
perubahan, dan tokoh masyarakat serta ditujukan kepada masyarakat.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita menerima banyak sekali pesan yang mencoba
membujuk kita dengan berbagai cara. Namun, tidak semua pesan tersebut dapat
mengubah sikap kita terhadap informasi yang disampaikan. Hal ini karena individu
secara selektif mempersepsikan pesan yang diterimanya dan memprosesnya dengan
cara tertentu sebelum membentuk sikap yang relatif menetap. Menurut Elaboration
Likelihood Theory (ELM) yang dikemukakan oleh Petty dan Cacioppo, ada dua metode
yang dapat digunakan untuk memproses pesan persuasif. Yang pertama adalah melalui
pemrosesan yang sistematis, di mana individu secara hati-hati mempertimbangkan
informasi yang disajikan dalam pesan (rute pusat). Yang kedua melibatkan pemrosesan
heuristik atau rute periferal, yang melewati rute pusat.
5) fasilitasi sosial menunjukkan bahwa orang berperilaku berbeda ketika berada di hadapan
orang lain dibandingkan ketika mereka sendirian. Dalam tugas-tugas sederhana atau yang
dipraktikkan, individu cenderung tampil lebih baik ketika diamati oleh orang lain, tetapi dalam
tugas-tugas baru atau kompleks, kinerja mereka mungkin menurun. Istilah "fasilitasi" berasal
dari kata Prancis "facile", yang berarti mudah, dan mengacu pada peningkatan kualitas kinerja
yang dihasilkan dari ditonton oleh suatu kelompok. Kehadiran orang lain dapat meningkatkan
kinerja, terutama bila individu telah menguasai tugas. Fenomena ini dikenal sebagai fasilitasi
sosial.

6) Social Loafing adalah kejadian terkenal yang mengarah pada penurunan produktivitas dalam
pengaturan kelompok, seperti dicatat oleh George dalam penelitian Liden et al. Baron dan
Bryne (2005) menjelaskan bahwa kemalasan sosial adalah ketika anggota kelompok tidak
melakukan dengan kemampuan penuh mereka, sering hanya melakukan minimal untuk
menghindari rasa bersalah karena tidak memberikan kontribusi. Fenomena ini juga dapat
menyebabkan kurangnya motivasi dalam kelompok, karena individu mungkin merasa idenya
sudah terwakili oleh anggota lain, seperti yang disoroti oleh Meinarno dan Sarwono (2018).
Intinya, kemalasan sosial pada akhirnya dapat menghambat keberhasilan proyek atau tugas
kelompok.
Menurut teori dampak social loafing yang dikemukakan oleh Latane, Chidambaran
dan Tung (2005) mengungkapkan bahwa social loafing dapat dilihat dari dua aspek:
1. Dilution Effect
Individu “tenggelam” dalam kelompok. Individu kurang termotivasi karena merasa
kontribusinya tidak berarti, atau menyadari bahwa penghargaan yang diberikan tidak
sepadan dengan kontribusi yang diberikan.
2. Immediacy Gap
Individu merasa terasing dari kelompok. Hal ini menandakan semakin jauh anggota
kelompok dari anggotanya, maka individu akan semakin jauh dengan pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
7) Kohesivitas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat ketertarikan yang
dirasakan individu terhadap suatu kelompok, seperti yang didefinisikan oleh Baron dan Byrne
(2005). Myers (2012) menguraikan definisi ini dengan menyatakan bahwa keterpaduan adalah
perasaan yang mencerminkan sejauh mana anggota kelompok terikat satu sama lain. Carron
dan Brawley (2012) lebih jauh menjelaskan bahwa kohesivitas kelompok adalah proses yang
tercermin dalam kecenderungan kelompok untuk bersatu untuk mencapai tujuan mereka atau
memenuhi kebutuhan emosional anggotanya. Secara keseluruhan, definisi ini menunjukkan
bahwa kekompakan kelompok mengacu pada keinginan individu untuk menjadi bagian dari
kelompok, bertahan dalam kelompok untuk waktu yang lama, dan melawan pengaruh pihak
luar.
8) Deindividuasi adalah istilah yang diciptakan oleh Myers (2008) untuk menggambarkan
fenomena individu kehilangan rasa kesadaran diri dan evaluasi diri ketika ditempatkan dalam
situasi kelompok di mana perkembangan norma kelompok, baik positif maupun negatif,
didorong. Li (2010) lebih lanjut memperluas definisi ini, menyatakan bahwa deindividuasi terjadi
ketika reaksi individu menjadi tinggi dalam pengaturan kelompok. Menurut Singers, Brushes &
Lublin (dalam Li, 2010), deindividuasi sering ditandai dengan individu terlibat dalam perilaku
yang tidak diinginkan dan antisosial karena fokus mereka pada kelompok daripada nilai-nilai
pribadi mereka sendiri. Hughes (2013) menggambarkan deindividuasi sebagai tahap psikologis
di mana individu mengalami berkurangnya kesadaran diri dan berkurangnya rasa takut berada
dalam kelompok. Diener (dalam Li, 2010) mendefinisikan deindividuasi sebagai proses di mana
individu mengalami penurunan kesadaran diri dan merasa terlindungi oleh faktor situasional
dalam kelompok yang membuatnya dapat diterima untuk terlibat dalam perilaku yang mungkin
tidak selaras dengan nilai-nilai pribadi mereka.

Anda mungkin juga menyukai